Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SOSIOLOGI KOMUNIKASI

POKOK-POKOK PIKIRAN TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Di Susun Oleh:

1. Nuri Hidayanti (215210


2. Resti Septiani (21521041)

Dosen Pengampu:

Femalia Valentine, M.A.

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP

2022 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Sosiologi Komunikasi dengan judul “Pokok-Pokok Pikiran Teori Sosiologi
Komunikasi”. Shalawat dan salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi agung
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah
memperjuangkan agama Islam.
Kemudian dari pada itu, kami mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada pihak-pihak yang telah membantu demi terselesaikannya makalah ini,
diantaranya: Dosen Pengampu Ibu Femalia Valentine, M.A. dan Teman-teman
Mahasiswa dan seluruh pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kekeliruan, maka dari itu kami mengharapkan saran dan kritik positif yang bersifat
membangun sehingga makalah ini bisa diperbaiki seperlunya. Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.  Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Curup,  19 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................i
Daftar ........................................................................................................................ii
BAB I    PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................2
C. Tujuan Pembelajaran ...............................................................................2

BAB II    PEMBAHASAN
A. Teori Pertukaran Sosial .............................................................................3
B. Teori Identitas Sosial.................................................................................6
C. Teori Dramaturgi.......................................................................................9
BAB III    PENUTUP
Kesimpulan...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting


dalam komunikasi yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku dan
perasaanperasaan yang disampaikan. Komunikasi memiliki tujuan yaitu untuk
menyampaikan pesan atau keinginan dari pihak komunikator kepada pihak
komunikan agar pihak komunikan mengerti atau melaksanakan pesan dan keinginan
komunikator. Dengan berkembangnya jaman dan teknologi informasi ini dapat
memberikan dampak dan perubahan yang sangat besar didalam kehidupan
masyarakat. Hal tersebut ibarat gelombang yang membentuk Komunikasi tatanan baru
yang selalu mengarah dan berdasarkan logika teknologi. Dan sosiologi komunikasi
umumnya mempelajari konsep kehidupan sosial, perubahan sosial, dan penyebab
berbagai perilaku manusia dalam kegiatan sehari-hari. Baik dari aktivitas pribadi dan
masyarakat hingga tingkat global yang dapat dieksplorasi melalui sosiologi.

Dalam aktivitas pribadi, sosiologi mempelajari dampak dari berbagai aktivitas


manusia dalam kehidupan sehari-hari. Peran sosiologi dalam komunikasi di tingkat
masyarakat adalah untuk menyelidiki berbagai masalah publik seperti kejahatan dan
hukum, kemiskinan dan kekayaan, sekolah dan pendidikan, masyarakat perkotaan,
dan bahkan gerakan sosial. Di tingkat dunia, memperluas aspek sosiologis dengan
mengkaji berbagai fenomena global seperti pertumbuhan penduduk dan migrasi,
perang dan perdamaian, serta perkembangan ekonomi dunia.

Teori berperan sebagai himpunan konstruksi atau konsep, definisi, serta


proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala yang
menjabarkan realisasi diantara variabel. Yang mana pada dasarnya teori ini terdiri dari
asumsi, proporsi serta aksioma dasar yang saling berkaitan. Teori juga berisikan
sekumpulan prinsip dan definisi secara konseptual untuk menjelaskan sejumlah hal
secara sistematis. Secara sederhananya, teori komunikasi adalah pedoman bagi
manusia untuk membantu memahami serta mempelajari fenomena, gejala dan proses
komunikasi. Dengan mempelajari teori komunikasi, manusia bisa memperoleh
pemahaman mendalam terhadap kondisi lingkungan yang lebih kompleks, serta

1
membantu manusia berpikir lebih adaptif dalam mencari cara alternatif terbaik untuk
menganalisis sebuah fenomena.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu teori pertukaran sosial?
2. Bagaimana teori identitas sosial?
3. Apa itu teori dramaturgi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori pertukaran sosial.
2. Untuk mengetahui teori identitas sosial.
3. Untuk mengetahui teori dramaturgi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Pertukaran Sosial

Sudah sejak lama kita ketahui bahwa manusia bukan hanya sebagai makhluk
individu, melainkan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa
menciptakan interaksi dan membangun hubungan-hubungan dengan manusia lain
yang ditemuinya. Teori pertukaran sosial adalah model ekonomis yang memusatkan
perhatian pada dinamika hubungan, termasuk bagaimana hubungan-hubungan
terbentuk, bagaimana hubungan dijaga keberlangsungannya, dan apakah hubungan
tersebut akan berakhir.

Asumsi yang paling mendasar dari teori ini adalah bahwa orang termotivasi
oleh kepentingan pribadi atau self-interest (Thibaut dan Kelley: 1959). Sehingga
dengan kata lain, pertukaran sosial atau social exchange berasumsi bahwa individu
ingin memaksimalkan perolehan pribadinya dengan pengorbanan seminimal mungkin
dalam suatu hubungan.1 Asumsi tersebut bersifat objektif, karena manusia adalah
sepenuhnya makhluk yang rasional.

Adanya saling ketergantungan memunculkan konsep kekuasaan (power) untuk


menentukan hasil akhir dari hubungan antar manusia. Thibaut dan Kelley
mengungkapkan ada dua jenis kekuasaan di dalam teori mereka, yaitu pengendalian
nasib (fate control) dan pengendalian perilaku (behavior control). Pengendalian nasib
adalah suatu kemampuan atau kekuatan yang akan memengaruhi hasil akhir
pasangan. Sedangkan pengendalian perilaku adalah kemampuan atau kekuatan yang
akan mampu mengubah perilaku orang lain.2

a. Tujuan Teori Pertukaran Sosial

Konsep perbandingan yang ada dalam teori pertukaran sosial


(social exchange theory) dikembangkan oleh Thibaut dan Kelley dengan
tujuan untuk menjelaskan kontribusi yang dibuat dari pengalaman dan

1
Retno Pandan Arum Kusumowardhani. “Strategi Pemeliharaan Hubungan dan Kepuasaan Dalam Hubungan:
Sebuah Meta Analisis, (Retrieved From https://media.neliti.com/media/publications/126482-ID-strategi-
pemelihaan-hubungan-dan-kepuasa.pd f, 2 november 2022)
2
 YD Puspitasari. 2013. “Teori Pertukaran Sosial”, (Retrieved From http://eprints.ums.ac.id/
27364/2/04._BAB_I.pdf, 6 november 2022)

3
harapan sebelumnya. Pengalaman dan harapan yang terjadi di masa lalu
individu ini kemudian dijadikan sebagai tolak ukur untuk menentukan
seberapa puas seseorang terhadap sebuah hubungan. Individu-individu
yang menjalani hubungan interpersonal dengan adanya kesadaran akan
norma-norma sosial dan menjadikannya sebagai pengalaman. Pengalaman
terhadap apa yang dirasakan individu dalam hubungan interpersonal
tersebut merupakan sesuatu yang layak dan realistis. Hal tersebut juga
penting dan dapat dijadikan sebagai suatu penilaian terhadap munculnya
tingkat kecenderungan yang tinggi terhadap hubungan itu sendiri.

Namun di dalam teori pertukaran sosial, kepuasan saja tidak cukup


untuk menentukan kemungkinan bahwa suatu hubungan akan berlanjut.
Hal ini didefinisikan sebagai tingkat hasil terendah dalam suatu hubungan
yang akan diterima seseorang dengan adanya alternatif yang tersedia,
dimana hasil tingkatan inilah yang bertujuan untuk menjelaskan keputusan
individu untuk tetap berada dalam hubungan tersebut atau
meninggalkannya.3 Ketika output yang dihasilkan dari hubungan alternatif
melebihi hasil pada hubungan utama yang sedang dijalankan, maka
kemungkinan bahwa orang tersebut meninggalkan hubungan pun
meningkat.

b. Perspektif Teori Pertukaran Sosial

Secara umum, teori pertukaran sosial (social exchange theory)


menganalisis hubungan antar manusia dengan cara membandingkan
interaksi antar manusia dengan kegiatan pemasaran. Oleh karena itu,
dalam teori pertukaran sosial sedikitnya ada empat konsep dasar, yaitu:
ganjaran, biaya (cost), hasil, dan tingkat perbandingan.4

1. Ganjaran

Ganjaran atau reward merupakan salah satu unsur


dalam sebuah hubungan yang berupa nilai-nilai positif.

3
Ronald, Sebatelli. “Social Theory Exchange: Major Contemporary Concepts”, (Retrieved From 
https://family.jrank.org/pages/1595/Social-Exchange-Theory-Major-Contemporary-Concepts.html, 10
November 2022)
4
Ambar. 2017. “Teori Pertukaran Sosial – Asumsi – Konsep – Kritik”, (Retrieved From
https://pakarkomunikasi.com/teori-pertukaran-sosial, diakses pada 10 November 2022)

4
Dikarenakan konsep ganjaran ini berisfat relatif, maka kerap
terjadi perubahan sesuai dengan orang dan waktu dimana
terjadinya hubungan itu.

2. Biaya

Biaya atau cost merupakan salah satu unsur dalam


sebuah hubungan yang identik dengan nilai-nilai negatif. Biaya
dalam sebuah hubungan dapat berupa uang, waktu, usaha,
konflik, keruntuhan harga diri, maupun kecemasan. Sama
seperti ganjaran atau reward, biaya bersifat relatif yang dapat
berubah-ubah sesuai dengan orang dan dimana terjadinya
hubungan.

3. Hasil

Hasil atau laba di dalam pertukaran sosial, kerap identik


dengan kecenderungan orang untuk memaksimalkan reward
yang diperoleh dan meminimalisir cost yang dikeluarkan.

4. Timgkat perbandingan

Tingkat perbandingan dalam sebuah hubungan menjadi


sebuah standar yang digunakan individu untuk mengevaluasi
output dari suatu situasi komunikasi. Thibaut dan Kelley
membagi dua jenis tingkat perbandingan untuk
membandingkan kepuasan terhadap stabilitas sebuah hubungan,
yaitu:

a. Tingkat Perbandingan Evaluasi

Bentuk representasi dari apa yang orang lain


rasakan, yang mana hal tersebut seharusnya diterima
sebagai bentuk reward dan biaya dari sebuah
hubungan tertentu.

5
b. Tingkat Perbandingan Alternatif

Tingkat perbandingan alternatif merujuk


pada tingkatan terendah dari reward suatu hubungan
yang akan diterima oleh seseorang dengan
memberikan alternatif ganjaran yang tersedia dari
beberapa hubungan atau menjadi sendirian.

B. Teori Identitas Sosial


a. Pengertian Identitas

Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti:

(1) Kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang
mirip satu sama lain.
(2) Kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama di antara dua orang atau
dua benda.
(3) Kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang sama di antara
dua orang (individualitas) atau dua kelompok atau benda.
(4) Pada tataran teknis, pengertian epistimologi di atas hanya sekedar
menunjukkan tentang suatu kebiasaan untuk memahami identitas
dengan kata “identik”, misalnya menyatakan bahwa “sesuatu” itu mirip
satu dengan yang lain.5

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kata identitas dan


kata sosial sebagai berikut : identitas adalah ciri-ciri atau keadaan khusus
seseorang; jati diri”. Sedangkan kata “sosial” didefinisikan sebagai yang
“berkenaan dengan masyarakat”. Dengan demikian kata identitas sosial sebagai
ciri atau keadaan sekelompok masyarakat tertentu. Identitas menunjukkan cara-
cara di mana individu dan kolektivitas-kolektivitas dibedakan dalam hubungan
dengan individu dan kolektivitas lain.6

Identitas sebagai satu unsur kunci dari kenyataan subjektif dan


sebagaimana semua kenyataan subjektif, berhubungan secara dialektif dengan

5
Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Angkasa,
2007), hlm. 69.
6
Richard Jenkins, Social Identity, Third Edition, (United Kingdom: Routledge, 2008), hlm. 15.

6
masyarakat, sehingga identitas dibentuk oleh proses-proses sosial.7 Sejak awal
proses identitas setiap individu seluruhnya diresepi oleh sejarah masyarakat, dan
karena itu dari permulaan mengandung dimensi sosial dan budaya.

Identitas dibagi menjadi tiga bentuk yaitu: identitas budaya, identitas sosial
dan identitas diri atau pribadi.

1. Identitas Budaya Identitas budaya merupakan ciri yang muncul karena


seseorang itu merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu,
itu meliputi pembelajaran tentang dan penerimaan tradisi, sifat bawaan,
bahasa, agama, dan keturunan dari suatu kebudayaan.
2. Identitas Sosial Pengertian identitas harus berdasarkan pada
pemahaman tindakan manusia dalam konteks sosialnya. Identitas sosial
adalah persamaan dan perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa
yang kamu miliki secara bersama-sama dengan beberapa orang dan
apa yang membedakanmu dengan orang lain.8 Ketika kita
membicarakan identitas di situ juga kita membicarakan kelompok.
Kelompok sosial adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari sejumlah
orang yang berinteraksi satu sama lain dan terlibat dalam satu kegiatan
bersama atau sejumlah orang yang mengadakan hubungan tatap muka
secara berkala karena mempunyai tujuan dan sikap bersama;
hubungan-hubungan yang diatur oleh normanorma; tindakan-tindakan
yang dilakukan disesuaikan dengan kedudukan (status) dan peranan
(role) masing-masing dan antara orang-orang itu terdapat rasa
ketergantungan satu sama lain.9
3. Identitas Diri Identitas umumnya dimengerti sebagai suatu kesadaran
akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, suatu kesatuan unik;
kesatuan dan kesinambungan yang mengintegrasikan semua gambaran
diri, baik yang diterima dari orang lain maupun yang diimajinasikan
sendiri tentang apa dan siapa dirinya serta apa yang dapat dibuatnya
dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. Identitas diri
seseorang juga dapat dipahami sebagai keseluruhan ciri-ciri fisik,

7
Peter L. Berger dan Thomas Lukman, Tafsir Sosial atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan,
(Jakarta: LP3ES, 1990), hlm. 235.
8
Cris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktik, (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2003), hlm. 221.
9
Jabal Tarik Ibrahim, Sosiologi Pedesaan, (Malang: UMM Press, 2003), hlm. 64.

7
disposisi yang dianut dan diyakininya serta daya-daya kemampuan
yang dimilikinya. Kesemuanya merupakan kekhasan yang
membedakan orang tersebut dari orang lain dan sekaligus merupakan
integrasi tahap-tahap perkembangan yang telah dilalui sebelumnya.
b. Komponen Pembentuk Identitas Sosial

Dinamika identitas sosial lebih lanjut, ditetapkan secara lebih sistematis


oleh Tajfel dan Turner pada tahun 1979. Mereka membedakan tiga proses dasar
terbentuknya identitas sosial, yaitu social identification, social categorization, dan
social comparison.

a. Identification

Ellemers menyatakan bahwa identifikasi sosial, mengacu pada


sejauh mana seseorang mendefinisikan diri mereka (dan dilihat oleh
orang lain) sebagai anggota kategori sosial tertentu. Posisi seseorang
dalam lingkungan, dapat didefinisikan sesuai dengan “categorization”
yang ditawarkan. Sebagai hasilnya, kelompok sosial memberikan
sebuah identification pada anggota kelompok mereka, dalam sebuah
lingkungan sosial. Ketika seseorang teridentifikasi kuat dengan
kelompok sosial mereka, mereka mungkin merasa terdorong untuk
bertindak sebagai anggota kelompok, misalnya, dengan menampilkan
perilaku antar kelompok yang diskriminatif. Aspek terpenting dalam
proses identification ialah, seseorang mendefinisikan dirinya sebagai
anggota kelompok tertentu. Hogg & Abrams juga menyatakan bahwa
dalam identifikasi, ada pengetahuan dan nilai yang melekat dalam
anggota kelompok tertentu yang mewakili identitas sosial individu.
Selain untuk meraih identitas sosial yang positif, dalam melakukan
identifikasi, setiap orang berusaha untuk memaksimalkan keuntungan
bagi dirinya sendiri dalam suatu kelompok.

b. Categorization

Ellemers menyatakan bahwa categorization menunjukkan


kecenderungan individu untuk menyusun lingkungan sosialnya dengan
membentuk kelompok-kelompok atau kategori yang bermakna bagi

8
individu. Sebagai konsekuensi dari categorization, perbedaan persepsi
antara unsur-unsur dalam kategori yang sama berkurang, sedangkan
perbedaan antara kategori (out group) lah yang lebih ditekankan.
Dengan demikian, categorization berfungsi untuk menafsirkan
lingkungan sosial secara sederhana. Sebagai hasil dari proses
categorization, nilai-nilai tertentu atau stereotip yang terkait dengan
kelompok, dapat pula berasal dari individu anggota kelompok itu juga.
Kategorisasi dalam identitas sosial memungkinkan individu menilai
persamaan pada hal-hal yang terasa sama dalam suatu kelompok.
Adanya social categorization menyebabkan adanya self categorization.
Self categorization merupakan asosiasi kognitif diri dengan kategori
sosial yang merupakan keikutsertaan diri individu secara spontan
sebagai seorang anggota kelompok.

c. Social Comparison

Ketika sebuah kelompok merasa lebih baik dibandingkan


dengan kelompok lain, ini dapat menyebabkan identitas sosial yang
positif. Identitas sosial dibentuk melalui perbandingan sosial.
Perbandingan sosial merupakan proses yang kita butuhkan untuk
membentuk identitas sosial dengan memakai orang lain sebagai
sumber perbandingan, untuk menilai sikap dan kemampuan kita.
Melalui perbandingan sosial identitas sosial terbentuk melalui
penekanan perbedaan pada hal-hal yang terasa berbeda pada in group
dan out group, dalam perbandingan sosial, individu berusaha meraih
identitas yang positif jika individu bergabung dalam in group.
Keinginan untuk meraih identitas yang positif dalam identitas sosial ini
merupakan pergerakan psikologis dari perilaku individu dalam
kelompok. Proses perbandingan sosial menjadikan seseorang mendapat
penilaian dari posisi dan status kelompoknya.

C. Teori Dramaturgi

Dramaturgi adalah teori seni teater yang dicetuskan oleh Arestoteles dalam
karya agungnya Poetics (350 SM) yang di dalamnya terdapat kisah paling tragis
Oedipus Rex dan menjadi acuan bagi dunia teater, drama, dan perfilman sampai saat

9
ini. Kemudian dikembangkan oleh Erving Goffman (1959), salah seorang sosiolog
yang paling berpengaruh pada abad 20 telah memperkenalkan dramaturgi dalam
bukunya yang berjudul “The Presentation of Self in Everyday Life”.

Konsep dramaturgi Goffman ini lebih bersifat penampilan teateris. Yakni


memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama
yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung. Ada aktor dan penonton. Tugas
aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran
yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton)
yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi
konteks yang lebih luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang
aktor).

Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup


di dunia simbol. inti dari drmaturgi adalah menghubungkan tindakan dengan
maknanya, dan dalam pandangan dramaturgi tentang kehidupan sosial, makna
bukanlah warisan budaya, sosialisasi, atau tatanan kelembagaan, atau perwujudan dari
potensi psikologis dan biologis, melainkan pencapaian problematik interaksi manusia
dan penuh dengan perubahan, kebaruan, dan kebingungan. Namun yang lebih penting
lagi, makna bersifat behavioral, secara sosial terus berubah, abitrer, dan merupakan
ramuan interaksi manusia. Maka atas suatu simbol penampilan atau perilaku
sepenuhnya bersifat serba mungkin, sementara atau situasional.

Dapat dikatakan juga pendekatan dramaturgi Goffman khususnya berintikan


pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola
kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Maka, fokus pendekatan
dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, apa yang ingin mereka lakukan,
atau mengapa mereka melakukan, melainkan bagaimana mereka melakukannya.

Panggung Pertunjukan Melalui perspektif dramaturgi, kehidupan ini ibarat


teater, perilaku manusia dalam sebuah interaksi sosial mirip dengan sebuah
pertunjukan di atas panggung dengan menampilkan berbagai peran yang dimainkan
oleh sang aktor. Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi
“wilayah depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region). Wilayah depan
ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak
penonton, sedangkan wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang

10
(back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri
atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan.

Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor
berada di atas panggung “front stage” dan di belakang panggung “back stage” drama
kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita)
dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk
memainkan peran kita sebaikbaiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku
kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk
membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita
berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga
kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus
kita bawakan. Lebih jelas akan dibahas tiga panggung pertunjukan dalam studi
dramaturgi.

Front Stage (Panggung Depan) Merupakan suatu panggung yang terdiri dari
bagian pertunjukkan (appearance) atas penampilan dan gaya (manner). Di panggung
inilah aktor akan membangun dan menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan
ditonjolkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan
merupakan gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa
diterima penonton. Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukkan
mereka.

Melalui aspek front stage, back stage, dan aspek middle stage yang menjadi
fokus perhatian dalam penelitian yang mengkaji tentang presentasi diri yang
dikemukakan oleh Goffman, peneliti dapat menganalisa presentasi diri dari pengamen
topeng dalam perspektif dramaturgi. Back Stage (Panggung Belakang) Panggung
belakang merupakan wilayah yang berbatasan dengan panggung depan, tetapi
tersembunyi dari pandangan khalayak. Ini dimaksudkan untuk melindungi rahasia
pertunjukan, dan oleh karena itu khalayak biasanya tidak diizinkan memasuki
panggung belakang, kecuali dalam keaadaan darurat. Di panggung inilah individu
akan tampil “seutuhnya” dalam arti identitas aslinya10.

10
Deddy Mulyana. Komunikasi Efektif “Suatu Pendekatan Lintas Budaya”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), hlm. 107-115.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengendalian nasib (fate control) dan pengendalian perilaku (behavior


control). Pengendalian nasib adalah suatu kemampuan atau kekuatan yang akan
memengaruhi hasil akhir pasangan. Sedangkan pengendalian perilaku adalah
kemampuan atau kekuatan yang akan mampu mengubah perilaku orang lain. Konsep
perbandingan yang ada dalam teori pertukaran sosial (social exchange theory)
dikembangkan oleh Thibaut dan Kelley dengan tujuan untuk menjelaskan kontribusi
yang dibuat dari pengalaman dan harapan sebelumnya. Pengalaman dan harapan yang
terjadi di masa lalu individu ini kemudian dijadikan sebagai tolak ukur untuk
menentukan seberapa puas seseorang terhadap sebuah hubungan.

Dalam teori pertukaran sosial sedikitnya ada empat konsep dasar, yaitu:
ganjaran, biaya (cost), hasil, dan tingkat perbandingan:

1. Ganjaran
2. Biaya
3. Hasil
4. Timgkat perbandingan

Identitas adalah ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang; jati diri”. Sedangkan
kata “sosial” didefinisikan sebagai yang “berkenaan dengan masyarakat”. Dengan
demikian kata identitas sosial sebagai ciri atau keadaan sekelompok masyarakat
tertentu. Identitas menunjukkan cara-cara di mana individu dan kolektivitas-
kolektivitas dibedakan dalam hubungan dengan individu dan kolektivitas lain

Dapat dikatakan juga pendekatan dramaturgi Goffman khususnya berintikan


pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola
kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Maka, fokus pendekatan
dramaturgis adalah bukan apa yang orang lakukan, apa yang ingin mereka lakukan,
atau mengapa mereka melakukan, melainkan bagaimana mereka melakukannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ambar. (10 November 2022). “Teori Pertukaran Sosial – Asumsi – Konsep – Kritik”.
Retrieved From https://pakarkomunikasi.com/teori-pertukaran-sosial.

Barker, C. (2003). Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.

Ibrahim, J. T. (2003). Sosiologi Pedesaan. Malang: UMM Press.

Jenkins, R. ( 2008). Social Identity. United Kingdom: Routledge.

Kusumowardhani, R. P. (2 november 2022). “Strategi Pemeliharaan Hubungan dan


Kepuasaan Dalam Hubungan: Sebuah Meta Analisis. Retrieved From
https://media.neliti.com/media/publications/126482-ID-strategi-pemelihaan-
hubungan-dan-kepuasa.pd f.

Liliweri, A. (2007). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: PT LkiS
Pelangi Angkasa.

Lukman, P. L. (1990). Tafsir Sosial atas Kenyataan Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan.
Jakarta: LP3ES.

Mulyana, D. (2008). Komunikasi Efektif “Suatu Pendekatan Lintas Budaya”. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Puspitasari, Y. ( 6 november 2022). Teori Pertukaran Sosial. Retrieved From


http://eprints.ums.ac.id/27364/2/04._BAB_I.pdf.

Ronald, S. (10 November 2022). “Social Theory Exchange: Major Contemporary Concepts".
Retrieved From https://family.jrank.org/pages/1595/Social-Exchange-Theory-Major-
Contemporary-Concepts.html.

13

Anda mungkin juga menyukai