Anda di halaman 1dari 22

KOMUNIKASI INTERPERSONAL

Dr. Herman, S.Pd, M.Si


Nip:197502142003121001

KELOMPOK II
INDRAWATI (1864040012)
ELSA JULIANA LIMBONG (1864041016)
YUNIAR (18642006)

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat dan
karunia yang diberikan, sehingga makalah mengenai komunikasi interpersonal ini
bisa terselesaikan dengan baik. adapun makalah ini kami susun sebagai bagian dari
tugas mata kuliah.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih sebesar-


besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Adapun pihak-pihak tersebut antara lain:

1. Bapak Dr. Herman, S.Pd, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah
komunikasi interpersonal
2. Kawan-kawan yang telah bekerja sama dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini belumlah dikatakan


sempurna. Untuk itu, kami dengan sangat terbuka menerima kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak pembaca sekalian. Semoga laporan ini bisa
bermanfaat dan menambah wawasan untuk kita semua yang membacanya.

Makassar, 12 Oktober 2020

Penyusun

Kelompok II

i
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah.......................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Model Komunikasi Interpersonal.............................................................................3
B. Teori Interaksi Simbolik...........................................................................................7
C. Teori komunikasi sosial Budaya 12

BAB III PEUTUP


Kesimpulan..........................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dan menjalankan
seluruh aktivitasnya sebagai individu dalam kelompok sosial, komunitas
organisasi maupun masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia
berinteraksi dengan sesamanya. Oleh karena itu, manusia tidak dapat
menghindari dari suatu tindakan yang disebut komunikasi. Didasari atau tidak,
komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia itu sendiri.
Komunikasi merupakan suatu proses dua arah yang menghasilkan
pertukaran informasi dan pengertian antara masing-masing individu yang
terlibat. Komunikasi merupakan kebutuhan hakiki dalam kehidupan manusia
untuk saling tukar menukar informasi. Karena tanpa komunikasi, interaksi
antar manusia baik yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dan
organisasi tidak akan mungkin terjadi. Manusia memerlukan kehidupan sosial,
yaitu kehidupan bermasyarakat. Sebagian besar interaksi manusia berlangsung
dalam situasi komunikasi interpersonal (komunikasi antar- pribadi).
Komunikasi antar- pribadi sangat penting dilakukan untuk mendukung
kelancaran komunikasi dalam organisasi. Sistem komunikasi serta hubungan
antar pribadi yang baik akan meminimalisir kesenjangan antara berbagai
pihak dalam organisasi dan meminimalisir rasa saling tidak percaya serta
kecurigaan di lingkungan kerja. komunikasi yang baik merupakan mediator
dalam proses kerjasama dan transformasi informasi dalam mendukung
kemajuan organisasi. Komunikasi yang baik senantiasa menimbulkan iklim
keterbukaan, demokratis, rasa tanggung jawab, kebersamaan dan rasa
memiliki organisasi.
Setiap individu memiliki cara berfikir yang berbeda, terutama dalam
menyelesaikan suatu permasalahn. Ada yang bersikap santai, ada yang
bersikap cuek seperti tidak ada masalah, bahkan ada yang menyikapi sesuatu

1
dengan emosi. Hal ini di pengaruhi karena masing-masing individu memiliki
karakteristik yang berbeda, dan terkadang semua itu menjadi masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini sering menjadi penghambat dalam menciptakan
komunikasi yang efektif, sikap emosional yang berlebihan bagi masing-
masing individu saat menghadapi situasi tertentu dapat memperburuk proses
komunikasi. Suatu ketika terdapat sedikit masalah yang sebenarnya sepele,
dan mestinya bisa diselesaikan dengan baik. akan tetapi, jika disikapi dengan
emosional, maka hal itu akan menjadi boomerang dan akan memperkuat ego
dari individu tersebut yang akan berdampak proses komunikasi yang efektif.
B. Rumusan Masalah
a. Jelaskan model komunikasi interpersonall
b. Jelaskan tepri interaksi simbolik
c. Jelaskan teori komunikasi sosial budaya
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui model komunikasi interpersonal
b. Untuk mengetahui teori interaksi simbolik
c. Untuk mengetahui teori komunikasi sosial budaya

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Komunikasi Interpersonal


Secara umum hakikat dari komunikasi sering diarahkan pada
umumnya dipahami sebagai proses penyampaian pesan dari sender ke
receiver. Proses komunikasi tersebut dilakukan bertujuan untuk mencapai
kesepahaman atau yang biasa dikenal dengan istilah mutual of understanding.
Hal-hal yang sama tersebutlah yang membuat orang-orang berkomunikasi dan
kemudian membentuk kelompok-kelompok.
Sesuai dengan tingkatannya, komunikasi terdiri dari beberapa
konteks. Dan umumnya para ahli mengkontekskannya dengan jumlah orang
yang terlibat dalam suatu proses komunikasi. Kemudian muncul istilah
komunikasi intrapersonal, interpersonal, kelompok, public, organisasi,dan
massa.
Berbicara masalah komunikasi interpersonal, seringkali disamakan
dengan istilah dyadic communication yang hanya melibatkan dua orang.
Komunikasi diadik ini biasanya memiliki ciri-ciri: terjadi dalam jarak yang
dekat, pengiriman dan penerimaan pesan secara spontan dan simultan. Dan
komunikasi antar pribadi ini seringkali dianggap sebagai komunikasi yang
paling efektif sebab komunikasi interpersonal dilakukan dengan tatap muka.
Dalam komunikasi tentu memiliki model. Model dalam komunikasi
merepresentasikan secara abstrak mengenai deskripsi ideal yang dibutuhkan
dalam komunikasi. Sehingga Aubrey mengatakan bahwa model memiliki
unsur atau komponen penting dari fenomena yang kemudian dijadikan model.
Seperti dalam komunikasi umum yang memiliki model, dalam
komunikasi interpersonal juga dikenal model. Dalam teori hubungan
interpersonal dikenal empat model hubungan interpersonal. Model hubungan
komunikasi interpersonal tersebut meliputi: model pertukaran sosial (social

3
exchange model), model peranan (role model), model permainan (games
people play model), dan model interaksional (interactional model).
Model pertukaran sosial atau biasa dikenal dengan istilah social
exchange model biasanya mengidentikkan hubungan interpersonal dengan
suatu transaksi dagang (tawar menawar). Selain itu pertukaran sosial juga
membuat kita yang sedang berkomunikasi tidak sadar bahwa kita sedang
mempertukarkan pengalaman masing-masing. Dan dalam hal ini banyak dari
kita yang berkomunikasi menjadi puas karena dari pengalaman
berkomunikasi, banyak sekali pertanyaan yang secara langsung maupun tidak
langsung telah dijawab dari berbagai pertukaran pengalaman.
Thibault dan Kelley mengemukakan bahwa ” Asumsi dasar yang
mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela
memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan
tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya ”.
Rakhmat menjelaskan dalam bukunya Psikologi Komunikasi, ganjaran
merupakan setiap akibat yang dinilai positif yang dipeproleh seseorang dari
suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau
dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran itupun
berbeda-beda tergantung waktu dan strata sosial pelaku komunikasi.
Sedangkan biaya dijelaskan sebagai akibat yang dinilai negatif yang terjadi
dalam suatu hubungan. Biaya dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan,
dan keruntuhan harga diri. Sebagaimana ganjaran, biaya pun berubah-ubah
sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat didalamnya. Dengan kata lain,
model pertukaran sosial dapat di ibaratkan sebagai suatu transaksi dagang.
Karena, orang berinteraksi dengan orang lainnya hanya mengharapkan sesuatu
yang dapat memenuhi kebutuhannya.
Komunikasi secara transaksional tersebut biasanya berlangsung
secara simultan dan spontan. Hal tersebut biasanya terjadi dalam kehidupan
sehari-hari kita dan kita seringkali tidak sadar. Misalnya saja: saat mendengar

4
teman baik kita curhat karena ada masalah, kita merespon dengan
menganggukkan kepala pertanda mengerti apa yang ia rasakan dan sesekali
memluknya ketika ia mulai terisak.
Yang kedua, model peranan atau yang disebut juga dengan role
model. Dalam model ini hubungan interpersonal dianalogikan seperti sebuah
sandiwara. Jadi, dalam setiap hubungan individu memiliki perannya masing-
masing sesuai dengan ekspektasi peranannya (role expectation) dan tuntutan
peranan (role demands).
Dalam model peran ini, setiap individu memiliki peranan yang harus
dimainkan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Contoh sederhananya
misalnya saja adalah ayah. Dalam keluarga peran ayah adalah pemimpin
keluarga, ia adalah bapak dari anak-anaknya dan suami dari istrinya, sedang
didalam masyarakat ia adalah anggota masyarakat yang harus patuh dan
tunduk dalam aturan masyarakat, sedang dalam dunia pekerjaaannya ia adalah
seorang ahli yang paham dengan apa yang ia jalani sebagai profesinya.
Berbeda hal nya dengan model pertukaran sosial yang menganggap
hubungan interpersonal merupakan transaksi dagang, model peranan lebih
menamakan dirinya layaknya panggung sandiwara. Dimana setiap orang harus
memainkan perannya sesuai dengan ”naskah” yang telah diciptakan oleh
masyarakat.
Ada beberapa aturan main yang harus dijalani untuk keberhasilan
hubungan interpersonal dalam model ini. Pemain harus mampu bertindak
sesuai dengan ekspetasi peranan (role expectation) yang mengacu pada
kewajiban, tugas, dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam
kelompok. Juga dapat menerima tuntutan peran (role demands) dengan baik,
yaitu menerima desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi
peranan yang telah dibebankan kepadanya. Pemain juga harus memiliki
keterampilan peranan (role skills) atau dapat diartikan sebagai kemampuan
memainkan peran tertentu. Dan harus mampu terhindar dari konflik peranan

5
yang sering terjadi apabila individu tidak sanggup mempertemukan berbagai
tuntutan peranan yang kontradiktif.
Yang ketiga, adalah model permainan yang menggunakan pendekatan
analisis transaksional. Teori analisis transaksional telah menjadi salah satu
teori komunikasi antarpribadi yang mendasar. Dan analisis transaksional
adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada
hubungan interaksional.
Dalam diri setiap manusia, menurut Collins, manusia memiliki tiga
status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orangtua (Parent= P.
exteropsychic);  sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan ego
anak (Child = C, arheopsychic). ). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang,
di segala usia.
Contoh sederhana yang bisa diambil adalah misalnya saja adalah anak
bungsu. Anak bungsu didalam keluarga cenderung manja dan kekanak-
kanakan akan tetapi jika ada ditengah-tengah teman sepermainan ia akan bisa
memiliki sifat orang dewasa yang bisa menjadi sangat pragmatis dan realistis,
sebaliknya jika ada di depan pasangannya ia akan menjadi sifat orang tua
yang bisa menuntun, memahami dan menyayangi.
Eric Berne (1964,1972) dalam bukunya Games People Play,
mmengklasifikasikan model permainan ini dalam tiga kepribadian manusia.
Yaitu Orang Tua, Orang Dewasa dan Anak (Parent, Adult, Child). Orang Tua
adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita
terima dari orang tua kita. Orang Dewasa adalah bagian kepribadian yang
mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situaisi, dan biasanya
berhubungan dengan masalah yang membutuhkan pengambilan keputusan
secara sadar. Anak adalah unsur yang diambil dari perasaan dan penglaman
kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan
kesenangan. Dan kita akan memunculkan salah satu aspek kepribadian kita

6
pada saat berkomunikasi interpersonal, dan orang lain akan membalasnya
dengan salah satu aspek tersebut juga.
Yang terakhir adalah model interaksional atau bisa juga disebut
dengan interactional mode. Dalam model ini memandang hubungan
interpersonal sebagai suatu sistem. Transaksi disini dalam komunikasi
kemudian disetarakan artinya sebagai suatu proses sebab akibat atau aksi
reaksi.
Unsur penting dari sifat transaksi ini adalah feed back atau umpan
balik. Dan komunikasi semacam ini sering kita alami dalam hubungan
interpersonal kita dengan orang lain. Contoh sederhananya adalah misalnya
ketika kita dipanggil ibu kita, kita kemudian menyahut dengan kata “ Dalem”
dan menghampirinya, itu merupakan suatu bentuk dan tindakan dari
komunikasi interpersonal.
B. Teori Interkasi Simbolik
Teori interksionisme simbolik (symbolic interactionism), merupakan
salah satu teori dalam pendekatan kualitatif yang dianggap sesuai untuk
menganalisis fenomena di bidang ilmu perpustakaan dan informasi. Inti kajian
ilmu perpustakaan dan informasi yang mendasar adalah bagaimana para
profesional informasi khususnya dan masyarakat pada umumnya melakukan
tindakan terhadap pengetahuan atau informasi
Teori lnleraksionisme Simbolik tidak bisa dilepaskan dari pemikiran
George Herbert Mead (1863-1931). Di Chicago, Mead dikenal sebagai
seseorang yang memiliki pemikiran yang original dan membuat catatan
kontribusi kepada ilmu sosial dengan meluncurkan “the theoretical
pelspecdvc" yang pada perkembangannya nanti menjadi cikal bakal “Teori
Interaksi Simbolik”. Mead tertarik pada interaksi. di mana isyarat non verbal
dan makna dari suatu pesan verbal, akan memengaruhi pikiran orang yang
sedang berinteraksi. Dalam terminologi yang dipikirkan Mead. setiap isyarat
non verbal (seperti body language. gerak Fusik. baju, status, dan lain lain) dan

7
pesan verbal (seperti kata-kata, suara, dan lain-lain). Yang dimaknai
berdasarkan kesepakatan Bersama oleh pihak yang terlibat dalam suatu
interaksi merupakan satu bentuk symbol yang mempunyai arti yang sangat
penting.
Mead tertarik mengkaji interaksi sosial, di mana dua atau lebih
individu berpotensi mengeluarkan simbol yang bermakna. Perilaku seseorang
dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula
perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita
dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud dan sebaliknya dengan cara
membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain. Selain Mead, telah banyak
ilmuwan yang menggunakan pendekatan teori interaksi simbolik di mana teori
ini memberikan pendekatan yang relatif khusus pada ilmu dari kehidupan
kelompok manusia dan tingkah laku manusia, dan banyak memberikan
kontribusi intelektual, di antaranya John Dewey. Robert E.. Park, William
James, Charles Horton Cooley, Ernest Burgess, James Mark Baldwin (Rogers,
1994: 168).
lnteraksi simbolik mengandung pokok-pokok tentang komuikasi dan
masyarakat. Jerome Manis dan Bernard Meltzer (Little|on dan Foss, 2009:
159-160) mengatakan ada tujuh dasar teori an proposisi dalam interaksi
simbolik, yaitu:
1. Manusia memahami sesuatu dengan menandai makna pengalaman
mereka.
2. Pemaknaan adalah belajar dari proses interaksi antar manusia.
3. Semua struktur dan institusi sosial dihasilkan oleh interaksi
manusia dengan lainnya.
4. Perilaku individu ndak ditentukan dengan kejadian-kejadian yang
telah terjadi, melainkan dengan kerelaan.
5. Pikiran terdiri dari ucapan yang tersembunyi. merefleksikan
interaksi satu sama lain.

8
6. Perilaku diciptakan atau dihasilkan dari interaksi kelompok sosial.
7. Seseorang tidak dapat memahami pengalaman manusia dengan
mengamati perilaku yang tersembunyi.

Menurut George Herbert Mead lnti dari teori interaksi dalam bukunya
adalah Ia menjelaskan tentang peran pikiran (mind). Pikiran manusia
menganikan dan menafsirkan benda-benda dan kejadian yang dialami.
menerangkan asal-muasal dan meramalkan mereka. Pikiran manusia
mcnerobosi dunia di luar dan scolah-olah mengenalnya dari balik
penampilannya. Ia menerobosi diri sendiri juga dan membuat hidupnya
sendiri menjadi objek pengenalannya, yang disebut "aku" atau ”diri” (self).
"diri/aku" dikenal olehnya mempunyai ciri-cin' dan status tertentu. Status din'
tersebut adalah mempunyai nama, jenis kelamin, agama, warga negara, dan
seterusnya. Mind dan Self pada dasarnya berasal dari soaety atau dari proses-
proses interaksi. Cara manusia mengartikan dunia (mind) dan diri-scndiri
(self) berhubungan erat dengan masyarakatnya (society). Ada kesatuan antara
berpikir dengan beraksi, pikiran dan kedirian menjadi bagian dari perilaku
manusia. yaitu bagian inlcraksinya dengan orang-orang lain.

Menurut Ritzer (2008: 280 288) inti teori interaksi simbolik terletak
pada mind, self, and society. Pikiran (mind) adalah pro ses percakapan
seseorang dengan dirinya sendiri, pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran
muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral
dari proses sosial. Proses sosial mendahului pikiran, proses sosial bukanlah
produk dari pikiran. Dalam konteks ini, pikiran didefinisikan secara
fungsional daripada secara substantif.

 Diri (self)) adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri


sebagai sebuah objek. Din" adalah kemampuan khusus untuk
men jadi objek sekaligus menjadi subjek. lahirnya diri melalui

9
persya ratan proses sosial yaitu komunikasi antarmanusia. Diri
muncul dan berkembang melalui aktivitas dan hubungan sosial.
Menurut Mead, adalah mustahil diri muncul tanpa adanya
pengalaman so sial, tetapi setelah diri berkembang ada
kemungkinan mengem bangkan diri tanpa adanya kontak
sosial.
 Diri berhubungan secara dialektis dengan pikiran (Mind). Satu
pihak tubuh bukanlah diri dan baru akan menjadi diri jika
pikiran telah berkembang, namun di sisi lain, diri dan
refleksitas adalah penting bagi perkembangan pikiran. Dengan
demikian menjadi mustahil jika memisahkan antara pikiran
dengan diri, karena din" adalah proses mental sekaligus proses
sosial.
 Masyarakat (society). Menurut Selo Soemardjan masyarakat
adalah orang orang yang hidup bersama, yang menghasilkan ke
budayaan. Sedangkan menurut Soekanto (1990: 26-27) dalam
masyarakat ada unsur-unsur yang melekat yaitu manusia yang
hidup bersama, bercampur untuk waktu yang cukup lama, mere
ka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. dan mereka
merupakan suatu sistem hidup bersama. Dalam pandangan
Mead, masyarakat (society) diartikan sebagai proses sosial
tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat
memiliki peran yang penting dalam membentuk pikiran dan
diri.

Ada empat elemen yang menjadi konsep Manfred Kuhn tentang


interaksi simbolik. yaitu Konsep Diri. Metode Kuantitatif Sebagai
Pendekatan, Plan of Action, dan Orientasional Other.

10
1. Konsep Diri Konsep diri adalah seperangkat persepsi yang relatif
stabi yang dipercaya orang mengenai dirinya sendiri. Ada dua
asumsi tambahan dalam konsep diri yaitu; Pertama individu-
individu mengembangkan konsep diri melalui interaks dengan
orang lain. Kedua, konsep diri memberikan motif yang penting
untuk perilaku. Asumsi pertama menjelaskan bahwa kita
membangun perasaan akan diri (sense of self)) tidak selamanya
melalui kontak dengan orang lain.
2. Metode Kuantitatif Sebagai Pendekatan Kuhn merupakan orang
yang bertanggung jawab atas suatu teknik yang tes sikap pribadi
dengan dua puluh pernyataan, yang digunakan untuk mengukur
berbagai aspek pribadi. Cara untuk menganalisis berbagai respons
dari tes tersebut dua di antaranya yang terkenal dengan nama
ordering variable (variabel penataan) dan the locus variable
(variabel pusat).
3. Plan of Action
Sebagaimana pada ilustrasi tentang pengungkapan konsep diri
yang dilakukan oleh peserta pelatihan, maka langkah selanjumya
plan ofacn'on (rencana tindakan) yaitu sebuah pola perilaku total
terhadap objek tertentu.
4. Orientasional Other
Konsep yang juga penting bagi Kuhn adalah orientational other
(orang lain yang berorientasi), yaitu orang orang yang telah
berpengaruh dalam kehidupan sesosok individu. Orang-orang
tersebut memiliki empat kualitas. Pertama, mereka adalah orang-
orang tempat individu mengikatkan diri secara emosional dan
secara psikologis. Kedua, mereka adalah orang-orang yang
melengkapi individu lembut dengan perbendaharaan kata umum,
konsep sentral, dan berbagai kategori. Ketiga, mereka memberikan

11
individu tersebut pemisahan mendasar antara pribadi dan orang
lain, termasuk pembedaan peran seseorang. Keempat, komunikasi-
komunikasi di antara para orientational other secara terus-menerus
mempenahankan konsepdiri individu tersebut.

C. Teori Komunikasi Sosial Budaya


Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen dalam
berbagai
aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat
dan
sebagainya. Di lain pihak, perkembangan dunia yang sangat pesat saat ini
dengan mobilitas dan dinamika yang sangat tinggi, telah menyebabkan dunia
menuju ke arah “desa dunia” (global village) yang hampir tidak memiliki
batas-batas lagi sebagai akibat dari perkembangan teknologi modern,
khususnya teknologi komunikasi. Dengan teknologi komunikasi interaksi dan
pertukaran informasi menjadi mudah dan cepat. Kendala geografs sudah tidak
menjadi persoalan. Setiap orang dengan mudah mengakses informasi yang
asalnya dari berbagai tempat di berbagai belahan dunia. Berbarengan dengan
pertukaran informasi tersebut, terjadi pula proses pertukaran nilai-nilai sosial
budaya. Oleh karenanya masyarakat (dalam arti luas) harus sudah siap
menghadapi situasi-situasi baru dalam konteks keberagaman kebudayaan atau
apapun namanya. Interaksi dan komunikasi akan melibatkan orang-orang dari
berbagai latar belakang sosial budaya.
Dalam berkomunikasi dengan konteks keberagaman latar belakang
sosial
budaya, seringkali menemui masalah atau hambatan-hambatan yang tidak
diharapkan sebelumnya. Misalnya saja dalam penggunaan bahasa, lambang-
lambang, nilai atau norma-norma masyarakat dan lain sebagainya. Tema
pokok yang membedakan studi komunikasi sosial budaya dari studi

12
komunikasi lainnya ialah derajat perbedaan latar belakang, pengalaman sosial
budaya antara komunikator dan komunikan. Sebagai asumsi dasar adalah
bahwa di antara individu-individu dengan kebudayaan yang sama umumnya
terdapat kesamaan (homogenitas) yang lebih besar dalam hal latar belakang
pengalaman secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang berasal
dari kebudayaan berlainan. Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para
pelaku komunikasi ini serta perbedaan lainnya, seperti kepribadian individu,
umur, penampilan fsik, menjadi permasalahan inheren dalam proses
komunikasi. Dengan sifatnya yang demikian, komunikasi sosial budaya
dianggap sebagai perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi manusia,
seperti komunikasi antarpribadi, komunikasi organisasi dan komunikasi
massa. Dalam perkembangannya teori komunikasi sosial budaya telah
menghasilkan sejumlah defnisi.
Komunikasi antarbudayaadalah komunikasi yang terjadi di antara
orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa berbeda ras, etnik,
atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Kebudayaan
adalah cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta
berlangsung dari generasi ke generasi (Tubbs, Moss:1996). Sitaram (1970)
menjelaskan, komunikasi antarbudaya adalah seni untuk memahami dan
dipahami oleh khalayak yang memiliki kebudayaan lain. Pendapat yang
hampir sama dikemukakan Rich (1974), komunikasi bersifat sebagai
komunikasi sosial apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda latar
belakang sosial seperti strata sosial, pelapisan sosial, pranata sosial, dan
sebagainya. Adapun 3 teori komunikasi antar budaya yaitu:

1. Teori Kecemasan dan Ketidakpastian


Teori ini dikembangkan oleh William Gudykunts  yang memfokuskan
pada perbedaan budaya antar kelompok dan orang asing. Ia menjelaskan

13
bahwa teorinya ini dapat digunakan dalam segala situasi dan kondisi
berkaitan dengan terdapatnya perbedaan diantara keraguan dan ketakutan.
Gudykunts berpendapat bahwa kecemasan dan ketidakpastianlah yang
menjadi penyebab kegagalan komunikasi antar kelompok.  lebih lanjut ia
menjabarkan bahwa terdapat enam konsp dasar dalam teorinya ini yaitu :
 Konsep diri, berkaitan dengan meningkatnya harga diri ketika
seseorang berinteraksi dengan orang lain akan menghasilkan
kemampuan meningkatkan kecemasan.
 Motivasi berinteraksi dengan orang asing, berkaitan dengan
peningkatan kebutuhan diri untuk masuk dalam kelompok. Ketika
seseorang berinteraksi dengan orang asing, interaksi tersebut akan
meningkatkan kecemasan.
 Reaksi terhadap orang asing, berkaitan dengan peningkatan
menerima informasi, toleransi dan empati terhadap orang asing
akan meningkatkan kemampuan seseorang untuk memprediksi
perilaku orang asing tersebut.
 Kategori sosial orang asing, berkaitan dengan peningkatan
kesamaan personal diantara kita dengan orang asing. Tujuannya
adalah meningkatkan kemampuan memprediksi perilaku mereka
secara akurat serta kemampuan mengelola kecemasan begitu pula
sebaliknya.
 Proses Situasional, berkaitan dengan peningkatan situasi informal
dimana kita berinteraksi dengan orang asing. Dengan tujuan akan
meningkatkan kemampuan kita dalam mengelola kecemasan serta
meningkatkan kepercayaan diri kita terhadap mereka.
 Koneksi dengan orang asing, berkaitan dengan peningkatan
ketertarikan, hubungan dan jalinan kerja dengan orang asing.

14
Dengan tujuan akan menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kepercayaan pada diri kita.
2. Teori Negosiasi Wajah
Teori yang di kemukakan oleh Stella Ting-Toomey ini menjelaskan
bagaimana perbedaan-perbedaan dari berbagai budaya dalam merespon
berbagai konflik yang dihadapi. Ia berpendapat bahwa orang-orang dalam
setiap budaya akan selalu mencitrakan dirinya didepan publik, hal tersebut
merupakan cara baginya agar orang lain melihat dan memperlakukannya.
Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa wajah bekerja merujuk pada pesan
verbal dan non verbal yang membantu menyimpan rasa malu, dan
menegakkan muka terhormat. Dalam hal ini, identitas selalu
dipertanyakan, kecemasan dan ketidakpastian yang disebabkan konflik
membuat kita tak berdaya dan harus menerima. Terkait dengan hal
tersebut, dalam teori ini juga dijelaskan lima model dalam pengelolaan
konflik yang meliputi :
 Avoiding (penghindaran), yaitu berkaitan dengan upaya untuk
menghindari berbagai macam konflik yang dimungkinkan terjadi.
 Obliging (keharusan), yaitu berkaitan dengan keharusan untuk
menyerahkan keputusan pada kesepakatan bersama.
 Comproming, berkaitan dengan saling memberi dan menerima
segala sesuatu agar sebuah kompromi dapat tercapai.
 Dominating, berkaitan dengan dominasi salah satu pihak dalam
penanganan suatu masalah.
 Integrating, berkaitan dengan penanganan secara bersama-sama
terhadap suatu masalah.
3. Teori Kode Bicara
Gerry Phillipsen dalam teorinya ini berusaha menjelaskan bagaimana
keberadaan kode bicara dalam suatu budaya. Dan juga bagaimana

15
kekuatan dan dan substansinya dalam sebuah budaya. Lebih lanjut ia
menjelaskan kiranya terdapat lima proporsi dalam teori ini yaitu :
 Dimanapun ada budaya, disana pasti ada kode bahasa yang
menjadi ciri khas.
 Sebuah kode bahasa mencangkup sosiologi budaya, retorika dan
psikologi budaya.
 Pembicaraan yang signifikan bergantung pada kode bicara yang
digunakan pembicara dan pendengar untuk mengkreasikan dan
menginterprestasi komunikasi mereka.
 Berbagai istilah aturan dan premis terkait dalam pembicaraan itu
sendiri.
 Kegunaan suatu kode bicara adalah untuk menciptakan kondisi
yang memadai. Kondisi yang terkait dengan prediksi, penjelasan
dan kontrol guna menciptakan formula wacana tentang kecerdasan,
kebijaksanaan dan moralitas perilaku dalam berkomunikasi.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan telaah pustaka dan pembahasan yang dipaparkan, maka
dapat disimpulkan bahwa mode komunikasi interpersonal terdiri atas 4.
Model hubungan komunikasi interpersonal tersebut meliputi: model
pertukaran sosial (social exchange model), model peranan (role model), model
permainan (games people play model), dan model interaksional (interactional
model). Model pertukaran sosial atau biasa dikenal dengan
istilah social exchange model biasanya mengidentikkan hubungan
interpersonal dengan suatu transaksi dagang (tawar menawar). Selain itu
pertukaran sosial juga membuat kita yang sedang berkomunikasi tidak sadar
bahwa kita sedang mempertukarkan pengalaman masing-masing. Dan dalam
hal ini banyak dari kita yang berkomunikasi menjadi puas karena dari
pengalaman berkomunikasi, banyak sekali pertanyaan yang secara langsung
maupun tidak langsung telah dijawab dari berbagai pertukaran pengalaman.
model peranan atau yang disebut juga dengan role model. Dalam model ini
hubungan interpersonal dianalogikan seperti sebuah sandiwara. Jadi, dalam
setiap hubungan individu memiliki perannya masing-masing sesuai dengan
ekspektasi peranannya (role expectation) dan tuntutan peranan (role
demands). Dalam model peran ini, setiap individu memiliki peranan yang
harus dimainkan dalam berkomunikasi dengan orang lain. model permainan
yang menggunakan pendekatan analisis transaksional. Teori analisis
transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi antarpribadi yang
mendasar. Dan analisis transaksional adalah salah satu
pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional.
model interaksional atau bisa juga disebut dengan interactional mode. Dalam
model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Transaksi

17
disini dalam komunikasi kemudian disetarakan artinya sebagai suatu proses
sebab akibat atau aksi reaksi.
Selain model hubungan komunikasi interpersonal ada pula teori
interaksi simbolik dan teori komunikasi sosial budaya. Teori interksionisme
simbolik (symbolic interactionism), merupakan salah satu teori dalam
pendekatan kualitatif yang dianggap sesuai untuk menganalisis fenomena di
bidang ilmu perpustakaan dan informasi. Inti kajian ilmu perpustakaan dan
informasi yang mendasar adalah bagaimana para profesional informasi
khususnya dan masyarakat pada umumnya melakukan tindakan terhadap
pengetahuan atau informasi. Teori komunikasi sosial budaya ialah Teori
Kecemasan dan Ketidakpastian, Teori ini dikembangkan oleh William
Gudykunts  yang memfokuskan pada perbedaan budaya antar kelompok dan
orang asing. Ia menjelaskan bahwa teorinya ini dapat digunakan dalam segala
situasi dan kondisi berkaitan dengan terdapatnya perbedaan diantara keraguan
dan ketakutan. Teori Negosiasi Wajah, Teori yang di kemukakan oleh Stella
Ting-Toomey ini menjelaskan bagaimana perbedaan-perbedaan dari berbagai
budaya dalam merespon berbagai konflik yang dihadapi. Ia berpendapat
bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu mencitrakan dirinya
didepan publik, hal tersebut merupakan cara baginya agar orang lain melihat
dan memperlakukannya. Teori Kode Bicara, Gerry Phillipsen dalam teorinya
ini berusaha menjelaskan bagaimana keberadaan kode bicara dalam suatu
budaya. Dan juga bagaimana kekuatan dan dan substansinya dalam sebuah
budaya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ansar Suherman S. IP, M. (2020). Buku ajar Teori-teori Komunikasi. Yogyakarta:


Penerbit Deepublish.

Dr. Ali Nurdin, S. A. (2020). Teori Komunikasi Interpersonal. 22-39.

Dr. Ali Nurdin, S. M. (2020). Teori Komunikasi Interpersonal. Jakarta: Kencana.

Drs. Tommy Suprapto, M. S. (2009). Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi.


Yogyakarta: MedPress.

Tumer, R. W. (2007). Pengantar Teori Komunikasi. Jakarta: Penerbit Salemba


Humanika.

Wiryanto. (2007). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo

19

Anda mungkin juga menyukai