Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“Kekuasaan, Politik Dan Kebijakan Dalam Pelayanan Kebidanan”

Oleh :
Kelompok 1

1. Amalia Lestari 21251056P


2. Asnah Fatmawati 21251057P
3. Ayu Eska Aulia 21251058P
4. Ayu Komalasari 21251059P
5. Dinda Nadia Putri 21251060P

Dosen Pengampuh :
Eka Rahmawati, M. Tr.Keb

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KADER BANGSA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunianya yang memberikan kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebijakan
Dalam Kebidanan. Selain itu, penulis juga berharap makalah ini dapat menambah informasi
kepada kita mengenai “Kekuasaan, Politik Dan Kebijakan Dalam Pelayanan
Kebidanan”.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis.
Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi kebaikan
kualitas makalah ini.
Palembang, 31 Oktober 2022

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
C. Tujuan............................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 6
A. Peran Gender Dalam Kontruksi Sosial Akan Feminitas Dan Maskulinitas,
Kekuasaan Dan Konteks Sosial Politik (Kebijakan) Dalam Siklus
Reproduksi....................................................................................................... 6
B. Evaluasi Pelayanan Kebidanan Dalam Multi Perspektif ..................................... 8
C. Identifikasi Isu-Isu Mengenai Permasalahan Gender Di Masa Lalu Dan Saat
Ini, Yang Mempengaruhi Profesionalitas Bidan Dan Siklus Kehidupan
Perempuan ....................................................................................................... 10
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sesungguhnya berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai lembaga untuk
meningkatkan harkat dan martabat perempuan, bahkan lembaga negara sejak awal secara
eksplisit telah menjamin persamaan hak dan kedudukan setiap warga negara, lakilaki dan
perempuan. Dalam konstitusi dasar negara UUD 1945, misalnya, dikemukakan jaminan
negara atas persamaan hak bagi setiap warga dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27
ayat 1), pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27, ayat 2), usaha bela negara
(Pasal 30) dan dalam memperoleh pendidikan (Pasal 31). Secara lebih operasional,
GBHN 1999 mengamanatkan perlu adanya lembaga yang mampu mengemban kebijakan
nasional untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Selain itu, pemerintah
Indonesia juga telah meratifikasi berbagai konvensi dunia dan menandatangani sejumlah
deklarasi internasional berkaitan dengan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
Maskulinitas adalah konsep-konsep gender tentang perilaku yang dibangun secara
social dan pada umumnya terkait dengan laki-laki, tidak ada suatu model tunggal
maskulinitas karena model maskulinitas diungkapkan secara berbeda pada suatu konteks
budaya tertentu dan konteks waktu tertentu. Maskulinitas yang dimaksud adalah oposisi
dari feminism. Maskulinitas dan feminitas merupakan sebuah hasil budaya yang dapat.
Wacana maskulin ini adalah salah satu yang menjadi konsumsi politik. Adalah
maskulinitas penting, yang menghubungkan "kedewasaan" seorang pemimpin dalam
rumah tangga, dengan keutamaan keluarga hetroseksual dalam "masyarakat yang baik,"
untuk kepemimpinan, afektif dengan karakter dan bertanggung jawab. Singkatnya,
wacana menghubungkan maskulinitas dengan ketentuan, perlindungan, dan tujuan.
Dalam teori sosiologi Gender. Connell: maskulinitas ada dua bentuk
dominan,maskulinitas secara budaya atau maskulinitas dengan Hegemonik dan bentuk
maskulinitas yang “ tersubordinasi “yang dimaksud dengan hegemoni disini adalah
pengaruh social yang dicapai bukan karena kekuatan melainkan karena pengaturan
kehidupan pribadi dan proses-proses budaya.
Kesenjangan gender tampak terjadi di berbagai bidang pembangunan, misalnya di
bidang pendidikan, kesehatan, politik, dan di bidang pemerintahan. Untuk memperkecil
kesenjangan gender yang terjadi pada berbagai sektor kehidupan, maka kebijakan dan
4
program pembangunan yang dikembangkan saat ini dan di masa mendatang harus
mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan
laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi, pada seluruh
kebijakan dan program pembangunan nasional.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Peran Gender Dalam Kontruksi Sosial Akan Feminitas Dan Maskulinitas,
Kekuasaan Dan Konteks Sosial Politik (Kebijakan) Dalam Siklus Reproduksi?
2. Bagaimana Evaluasi Pelayanan Kebidanan Dalam Multi Perspektif?
3. Bagaimana Identifikasi Isu-Isu Mengenai Permasalahan Gender Di Masa Lalu Dan
Saat Ini, Yang Mempengaruhi Profesionalitas Bidan Dan Siklus Kehidupan
Perempuan?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Peran Gender Dalam Kontruksi Sosial Akan Feminitas Dan Maskulinitas,
Kekuasaan Dan Konteks Sosial Politik (Kebijakan) Dalam Siklus Reproduksi.
2. Mengetahui Evaluasi Pelayanan Kebidanan Dalam Multi Perspektif.
3. Mengetahui Identifikasi Isu-Isu Mengenai Permasalahan Gender Di Masa Lalu Dan
Saat Ini, Yang Mempengaruhi Profesionalitas Bidan Dan Siklus Kehidupan
Perempuan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERAN GENDER DALAM KONTRUKSI SOSIAL AKAN FEMINITAS DAN


MASKULINITAS, KEKUASAAN DAN KONTEKS SOSIAL POLITIK
(KEBIJAKAN) DALAM SIKLUS REPRODUKSI
Gender adalah konstruksi sosial dalam suatu Negara yang dipengaruhi oleh kondisi
sosial, politik, budaya, ekonomi, agama maupun lingkungan etnis Gender bukan jenis
kelamin, namun gender dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan.
Pengertian jenis kelamin merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin
manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.
Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki bersifat seperti daftar berikut ini: laki-laki adalah
manusia yang memiliki penis, jakun dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan
memiliki alat reproduksi seperi rahim dan saluran untuk melahirkan, memiliki sel telur,
memiliki vagina, dan mempunyai payudara. Gender berbeda dari jenis kelamin biologis.
Jenis kelamin biologis merupakan pemberian Sedangkang gender adalah konstruksi
sosial.
Gender menunjukkan perbedaan jenis kelamin berdasarkan peran dan status dalam
kehidupan sosial budaya. Sex terbentuk secara alamiah dan tidak dapat dipertukarkan,
sedangkan gender terbentuk dari proses sosial dimana kondisinya bisa berbeda diberbagai
tempat. Pembedaan tersebut sangat diperlukan karena hal tersebut sangat berpengaruh
dalam kajian analisis gender. Emawati (2010) menyebutkan bahwa terjadi kerancuan
pemahaman tersebut di tengah masyarakat disebabkan oleh empat hal. Pertama, karena
kedua istilah berasal dari bahasa asing yang secara literal artinya hampir sama. Kedua,
karena permasalahan gender dianggap hanya terjadi dalam beberapa lingkup kehidupan.
padahal hal tersebut terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, kurangnya sensitivitas
baik laki-laki atau perempuan terhadap permasalahan tersebut Keempat, perempuan
merasa kurang mampu menyuarakan ketidakadilan yang mereka terima.
Politik gender di era modern ini telah mengalami perubahan secara signifikan karena
dibeberapa negara di dunia sangat banyak kaum perempuan memimpin posisi penting.
Partisipasi mereka apakah menjadi kepala negara. jabatan kementerian negara dan lain
sejenisnya, adalah bentuk keterwakilan perempuan dalam bidang politik dan
pembangunan negara. Politik gender adalah politik yang melibatkan kaum laki-laki dan
6
perempuan dalam proses perumusan kebijakan negara dengan tegas diantara satu
golongan dengan golongan lainnya. Politik gender harus dibangun secara seimbang
sehingga tidak bersifat patriarkis dalam berbagai kegiatan politik negara baik dalam
partisipasi di parlemen maupun dibidang administrasi negara dan lain sejenisnya, tidak
boleh ada lagi diskriminasi dalam berbagai bidang.
Tentang asal muasal politik gender mengikuti pendapat yang dikemukakan oleh
Sowards dan Renegar dalam Jenny Mochtar (2008:56) bahwa feminis gelombang ketiga
mengkritik dan mengevaluasi peran sosial kaum laki-laki dan perempuan dapat hidup
berdampingan secara damai. Laki-laki dan perempuan didistribusikan kesempatan dan
posisi yang tidak berbeda antara satu sama yang lainnya. Disini terlihat adanya
pergeseran paradigma, bahwa sebelumnya laki laki adalah musuh dan penindas, sehingga
perempuan menjadi korban patriarki. berubah menjadi laki-laki sebagai teman yang
harmonis dan dalam menjalankan berbagai aktivitasnya dengan menerapkan suatu prinsip
yaitu tanpa diskriminatif, praktek emansipasipun tidak sulit lagi untuk diimplimentasi
dipelbagai aspek hidup dan kehidupan.
Definisi tentang politik gender memang agak sulit diperoleh namun menurut Sunarto
menyatakan bahwa perubahan politik yang bersifat patriarkis menuju kegiatan yang
seimbang atau tidak tegas, berkeadilan tanpa ada diskriminatif sedikitpun baik di berbagai
bidang politik, oleh itu dimestikan pemberdayaan yang mantap dan efektif serta
berkelanjutan. Politik gender yang menempatkan kaum laki-laki sebagai unsur yang
dominan, harus dipertimbangkan kembali. Hal ini sangat sulit dilakukan, karena tidak ada
yang puas ketika kehilangan berbagai keistimewaan yang dimiliki sekarang ini. Definisi
tentang politik gender memang agak sulit diperoleh namun menurut Sunarto menyatakan
bahwa perubahan politik yang bersifat patriarkis menuju kegiatan yang seimbang atau
tidak tegas, berkeadilan tanpa ada diskriminatif sedikitpun baik di berbagai bidang
politik, oleh itu dimestikan pemberdayaan yang mantap dan efektif serta berkelanjutan.
Politik gender yang menempatkan kaum laki-laki sebagai unsur yang dominan, harus
dipertimbangkan kembali. Hal ini sangat sulit dilakukan, karena tidak ada yang puas
ketika kehilangan berbagai keistimewaan yang dimiliki sekarang ini.
Politik gender adalah memilih kebijakan yang lebih mendukung dan sejalan dengan
kaum perempuan (tanpa diskriminatif sedikitpun) dan mereka menjadi objek utama
sebagai praktisi kebijakan terbabik, baik di bidang politik. maupun di bidang lain
sejenisnya. Politik gender bukan hanya menganalisis pemberdayaan gender, namun
politik gender juga menganalisis gender dan diskriminasi serta tidak menyangkal gender
7
dalam berbagai kegiatan. Membatasi kaum perempuan dari berbagai aktivitas kehidupan
kenegaraan adalah melemahkan politik gender dan menafikan kekuatan politik
perempuan. Ini adalah bentuk diskriminasi dan ketidakadilan politik gender yang terjadi
di Indonesia dan provinsi Aceh selama masa konflik atau sebelum masa reformasi.
Rendahnya persentase perempuan dalam proses pengambilan keputusan politik dan
negara itu juga bukti yang sangat signifikan yang disebabkan oleh suaru lembaga maupun
provinsi Aceh. Akibamya dari rezim orde baru (ORBA) dengan format politik yang
otoriter menyebabkan terbatasnya kesempatan partisipasi perempuan dalam kehidupan
politik Indonesia terhalangi. Format politik terlihat menghacurkan politik gender seluruh
wilayah negara republic Indonesia termasuk di Provinsi Aceh.
Keterkaitan perempuan dan laki-laki hasil konstruksi sosial berdampak pada dominasi
kaum laki-laki atas perempuan yang bersangatan. Interaksi natural tersebut berkembang
sehingga menjadi system sosial tertentu dan wujudlah sistem monopolitik yang melintasi
ruang dan waktu yang berbeda. Pada saat yang bersamaan wujudlah sebuah sistem sosial
yang patriarkis. Perubahan relasi atau hubungan gender secara radikal memang belum ada
secara kuantitatif meskipun sudah ada pimpinan dunia dari kalangan kaum perempuan.
Politik gender mengalami hambatan yang berkelanjutan ketika patriarkis belum
dimodifikasi, di samping itu kesadaran kedua jenis kelamin tersebut belum ada, kondisi
yang harmonis pun sulit untuk diwujudkan. Jika hal ini masih kokoh, maka bidang
politikpun mengalami kekhawatiran untuk memperoleh kemuliaan atau kesuksesan.

B. EVALUASI PELAYANAN KEBIDANAN DALAM MULTI PERSPEKTIF


Mutu pelayanan kebidanan adalah mutu jasa yang bersifat multidimensi Dimensi
mutu pelayanan kebidanan berdasarkan L.D. Brown meliputi (Wiyono DJ. 2012):
1. Kompetensi teknis
Kompetensi teknis pelayanan kebidanan meliputi ketrampilan, kemampuan dan
penampilan atau kinerja provider. Dimensi ini menitiberatkan pada kepatuhan
provider dalam melaksanakan kinerja berdasarkan standar pelayanan kebidanan yang
telah ditentukan profesi. Tidak terpenuhinya dimensi ini akan berakibat terhadap
mutu pelayanan kebidanan
2. Keterjangkauan atau akses
Ini mempunyai arti bahwa pelayanan kebidanan harus dapat terjangkau oleh semua
lapisan masyarakat tanpa terhambat faktor geografi, ekonomi dan sosial. Pelayanan
kebidanan saat ini sudah mencapai tempat terdekat dengan masyarakat, yaitu dengan
8
penempatan bidan di desa semenjak tahun 1998 dan adanya program pemerintah
dalam jaminan kehamilan, persalinan dan keluarg berencana (KB).
3. Efektifitas
Pelayanan kebidanan harus efektif, artinya asuha kebidaan yang diberikan harus
mampu menangani kasus fisiologis kebidanan dan mampu mendeteksi gejala
patologis kebidanan dengan tepat. Efektifitas pelayanan kebidanan ini tergantung dari
penggunaan standar pelayanan kebidanan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan
situasi setempat.
4. Efisiensi
Pelayanan kebidanan yang efisien dapat melayani lebih banyak klien. Pelayanan
kebidanan yang memenuhi standar peayanan umumnya tidak mahal. nyaman bagi
klien, waktu efektif dan menimbulkan risiko minimal bagi klien.
5. Kesinambungan
Kesinambungan pelayanan kebidanan artinya klien dapat dilayani sesuai
kebutuhannya, termasuk kebutuhan rujukan jika diperlukan. Klien mempunyai akses
ke pelayanan lanjutan jika diperlukan, termasuk riwayat pelayanan kebidanan sebagai
rujukan untuk pelayanan lanjutan.
6. Keamanan
Keamanan artinya pelayanan kebidanan harus aman, baik bagi provider maupun klien
maupun masyarakat sekitarnya. Pelayanan kebidanan yang bermutu harus aman dari
risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain. Misalnya asuhan persalinan,
pasien maupun provider harus aman dari asuhan yang dilaksanakan. Bagi klien harus
aman ketika melahirkan baik ibu maupun bayinya, sedangkan provider juga harus
aman dari risiko yang diakibatkan oleh karena pelayanan kebidanan.
7. Kenyamanan
Ini berhubungan dengan kepuasan klien sehingga mendorong klien datang kembali ke
tempat pelayanan kebidanan tersebut. Kenyamanan atau kenikmatan dapat
menimbulkan kepercayaan klien. Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik
pelayanan kebidanan, provider, peralatan medis dan nonmedis. Misalnya, tersedianya
tempat tertutup pada saat pemeriksaan, AC, kebersihan dan menimbulkan
kenyamanan bagi kien.
8. Informasi
Pelayanan kebidanan yang bermutu harus dapat memberikan informasi yang jelas
tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana pelayanan kebidanan itu
9
9. Ketepatan waktu
Pelayanan kebidanan yang bermutu harus memperhatikan ketepatan waktu dalam
pelayanan serta efektif dan efisien.
10. Hubungan antar manusia
Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas
dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif,
memberi perhatian dan lain-lain. Hubungan antar manusia ini merupakan interaksi
yang positif antara provider dan klien. Dimensi pelayanan kebidanan merupakan
suatu kerangka pikir yang dapat digunakan dalam menganalisis masalah mutu
pelayanan kebidanan yang sedang dihadapi dan kemudian mencari solusi yang
diperlukan untuk dapat mengatasinya. Jika terdapat ketidakpuasan klien, maka
analisis dilakukan pada setiap dimensi pelayanan kebidanan. Peran utama sistem
pelayanan kebidanan adalah selalu menjamin mutu pelayanan dan selalu
menngkatkan mutu pelayanan yang diberikan. Semakin meningkatnya perhatian
terhadap peningkatan mutu pelayanan kebidanan, pemahaman pendekatan jaminan
mutu pelayanan menjadi semakin penting.

C. IDENTIFIKASI ISU-ISU MENGENAI PERMASALAHAN GENDER DI MASA


LALU DAN SAAT INI, YANG MEMPENGARUHI PROFESIONALITAS BIDAN
DAN SIKLUS KEHIDUPAN PEREMPUAN
Isu gender adalah permasalahan yang terjadi sebagai konsekuensi dengan adanya
kesenjangan gender sehingga mengakibatkan diskriminsi pada perempuan dalam akses
dan control sumber daya, kesempatan, status, hak, peran dan penghargaan.
Isu kesetaraan antara laki-laki dan perempuan atau dengan istilah lain isu kesetaraan
gender. Pemaknaan terhadap istilah kesetaraan gender ini khususnya mengenai masalah
ketimpangan antara keadaan dan kedudukan perempuan dan laki-laki di masyarakat. Hal
tersebut dikarenakan perempuan masih memiliki kesempatan terbatas dibandingkan
dengan laki-laki untuk berperan aktif dalam berbagai program dan aktivitas lainnya di
masyarakat, seperti kegiatan ekonomi, berbagai program dan aktivitas lainnya di
masyarakat, seperti kegiatan ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, organisasi dalam
kelembagaan, dsb. Keterbatasan ini berasal dari berbagai nilai dan norma masyarakat
yang membatasi ruang gerak perempuan dibandingkan gerak laki-laki.
Isu gender terjadi apabila salah satu pihak dirugikan, sehingga mengalami
ketidakadilan. Yang dimaksud ketidakadilan disini adalah apabila salah satu jenis gender
10
lebih baik keadaan, posisi, dan kedudukannya. Bias gender tersebut bisa saja terjadi pada
laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi khususnya di Indonesia, Isu gender ini lebih
dirasakan oleh kaum perempuan. Sebenarnya ketimpangan gender yang merugikan
perempuan itu, secara tidak langsung dapat merugikan masyarakat secara menyeluruh.
Apabila perempuan diposisikan tertinggal, maka perempuan tidak dapat menjadi mitra
sejajar laki-laki, sehingga hubungan kedua pihak akan menjadi timpang Akibatnya.
Terjadilah ketidakserasian dan ketidakharmonisan dalam kehidupan bersama anatara laki
laki dan perempuan, baik dalam lingkungan kehidupan berkeluarga maupun dalam
lingkungan kehidupan masyarakat secara umum. Lebih jauh lagi dengan semakin
tingginya tuntutan, kesadaran, dan kebutuhan perempuan terhadap pengembangan diri,
timbullah konflik, karena perempuan membutuhkan kesempatan yang sama untuk
meningkatkan kualitas dirinya. Munculnya bias gender ini (lebih banyak menimpa
perempuan) diakibatkan oleh nilai-nilai dan norma-norma masyarakat yang membatasi
gerak langkah perempuan serta pemberian tugas dan peran yang dianggap kurang penting
dibandingkan jenis gender lainnya (laki-laki). Sehingga dalam pengambilan keputusan.
kepemimpinan, kedudukan yang tinggi, dsb., sedikit sekali diberikan kepada perempuan.
Kasus berikut ini sebagai gambarannya.
Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan perempuan dan laki-
laki dalam berbagai bidang kehidupan. Pada umumnya kesenjangan ini dapat dilihat dari
faktor akses, partisipasi, manfaat dan pengambilan keputusan (kontrol).

Kesehatan ibu dan bayi baru lahir


1. Keterbatasan perempuan mengambil keputusan yang menyangkut kesehatan
dirinya.
Misalnya dalam menentukan kapan hamil, dimana akan melahirkan, dll) yang
berhubungan dengan lemahnya rendahnya kedudukan perempuan yang lemah di
keluarga/masyarakat.
2. Sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan laki-laki.
Contohnya dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari yang menempatkan bapak atau
anak laki-laki pada posisi yang diutamakan dari padaibu dan anak perempuan.
3. Tuntutan untuk tetap bekerja.
Sebagai contoh di beberapa pedesaan atau daerah kumuh perkotaan, ibu hamil
dituntut untuk bekerja keras seperti saat tidak hamil.

11
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gender menunjukkan perbedaan jenis kelamin berdasarkan peran dan status dalam
kehidupan sosial budaya. Sex terbentuk secara alamiah dan tidak dapat dipertukarkan,
sedangkan gender terbentuk dari proses sosial dimana kondisinya bisa berbeda diberbagai
tempat. Politik gender di era modern ini telah mengalami perubahan secara signifikan
karena dibeberapa negara di dunia sangat banyak kaum perempuan memimpin posisi
penting. Keterkaitan perempuan dan laki-laki hasil konstruksi sosial berdampak pada
dominasi kaum laki-laki atas perempuan yang bersangatan. Interaksi natural tersebut
berkembang sehingga menjadi system sosial tertentu dan wujudlah sistem monopolitik
yang melintasi ruang dan waktu yang berbeda.
Mutu pelayanan kebidanan berdasarkan L.D. Brown meliputi ; Kompetensi Teknis ,
Keterjangkauan Aatau Akses, Efektifitas, DLL.
Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan perempuan dan laki-
laki dalam berbagai bidang kehidupan. Pada umumnya kesenjangan ini dapat dilihat dari
faktor akses, partisipasi, manfaat dan pengambilan keputusan (kontrol). khususnya di
Indonesia, Isu gender ini lebih dirasakan oleh kaum perempuan. Sebenarnya ketimpangan
gender yang merugikan perempuan itu, secara tidak langsung dapat merugikan
masyarakat secara menyeluruh.

B. SARAN
Penulis Menyadari Bahwa terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, I. (2003). Penelitian berwawasan gender dalam ilmu sosial. Gadjah Mada
University.

Rokhmansyah, A. (2016). Pengantar gender dan feminisme: Pemahaman awal kritik sastra
feminisme. Garudhawaca.

Rahyani, N. K. Y., & Hakimi, M. (2021). Critical Thinking dalam Asupan Kebidanan
Berbasis Bukti. UGM PRESS.

Wanita, S. D. H. (2010). Kesehatan Reproduksi.

PURNAMA, J. P. (2022). GENDER DAN POLITIK (Studi Tentang Resistensi Terhadap


Kepemimpinan Camat Perempuan di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan) (Doctoral
dissertation, Universitas Siliwangi).

Wandi, G. (2015). Rekonstruksi maskulinitas: menguak peran laki-laki dalam perjuangan


kesetaraan gender. Kafaah: Journal of Gender Studies, 5(2), 239-255.

Syamsiah, N. (2014). Wacana kesetaraan gender. Jurnal Sipakalebbi, 1(3).

Maghfiroh, S. T., & Hulwaniyah, S. A. PEREMPUAN DAN POLITIK DALAM


KESETARAAN GENDER.

Suhada, D. N. (2021). Feminisme dalam Dinamika Perjuangan Gender di Indonesia.


Indonesian Journal of Sociology, Education, and Development, 3(1), 15-27.

Astuti, A., Aryani, R., Fitri, R. D., Amalina, N., Mardiah, A., Aji, S. P., & Rahmawati, R. S.
N. (2022). Kebidanan Komunitas. Get Press.

Anggraini, D. D., Sari, M. H. N., Ritonga, F., Yuliani, M., Wahyuni, W., Amalia, R., ... &
Winarso, S. P. (2020). Konsep Kebidanan. Yayasan Kita Menulis.

Wahyuni, W., Azizah, N., Haslan, H., Hutabarat, J., Suyati, S., Hutomo, C. S., ... &
Haninggar, R. D. (2022). Pengantar Ilmu Kebidanan. Yayasan Kita Menulis.

13

Anda mungkin juga menyukai