Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH GEOGRAFI PEMBANGUNAN WILAYAH

“GENDER DAN PEMBANGUNAN”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8

Naima Tanjung (21136017)

Rizky Ferdiansyah Habibi Nst (21136081)

DOSEN PENGAMPU :

Dr.Yurni Suasti,M.Pd

DEPARTEMEN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia- Nya, sehingga penyusunan Makalah Geografi Pembangunan Wilayah tentang Gender
dan Pembangunan dapat di selesaikan dengan baik. Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih
kepada Bapak Dr. Yurni Suasti ,M.Pd selaku dosen mata kuliah Geografi Pembangunan Wilayah
dan pihak-pihak yang telah membantu serta mendukung kami dalam makalah ini.

Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah,
mengenal, dan membahas mengenai Geografi Pembangunan Wilayah khususnya materi tentang
Gender dan Pembangunan. Dengan makalah ini, diharapkan baik kami sebagai penulis, maupun
pembaca dapat merasakan manfaatnya dan mengenal bagaimana topik materi tersebut.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran bersifat membangun sangat diharapkan agar
terciptanya makalah yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta kami sendiri khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya sebagai referensi tambahan di bidang Geografi Pembangunan Wilayah. Sebagai
penulis makalah kami memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada dalam
baik dakam penyusunan dan penyajian makalah. Semoga dapata mejadi lebih baik kedepanya.
Kami ucapkan Terrimakasih.

Padang 18 September 2023

Kelompok 8
1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................1

DAFTAR ISI .........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................................................3


B. Rumusan Masalah ......................................................................................................4
C. Tujuan Makalah ..........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Gender dan Pembangunan .......................................................................5


B. Peran Gender ..............................................................................................................5
C. Faktor – faktor Pembangunan ....................................................................................7
D. Hubungan Gender dengan Pembangunan ..................................................................7
E. Kesetaraan Gender......................................................................................................8
F. Pembangunan Manusia...............................................................................................9
G. Pembangunan Manusia Berbasis Gender....................................................................10
H. Pembangunan Gender di Indonesia.............................................................................11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................................16
B. Saran ...........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan serangkaian upaya yang direncanakan untuk memperbaiki
kualitas hidup suatu bangsa. Setiap negara memiliki konsep tersendiri untuk
mewujudkan pembangunan yang ideal bagi negaranya. Begitu juga dengan Indonesia,
memahami bahwa hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan Masyarakat Indonesia seluruhnya
Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan Upaya terus-menerus yang
dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik.
Pembangunan kualitas hidup manusia ini ditujukan untuk seluruh kepentingan
penduduk tanpa membedakan jenis kelamin tertentu.
Sehingga pembangunan yang dilakukan harus mempertimbangkan aspek keadilan
dan tidak diskriminatif. Sebagaimana dijelaskan dalam konstitusi negara, tepatnya
pada pasal 28 I ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak bebas
dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”1 Dengan demikian
dapat diketahui bahwa secara filosofis, Indonesia menjamin dan melindungi setiap
warga negaranya dari sikap atau tindakan diskriminatif tanpa membeda-bedakan
status sosial, ras, suku, budaya, agama, maupun jenis kelamin, termasuk dalam
pembangunan. Hakekat dan tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu kunci keberhasilan
Pembangunan dengan tetap mempertimbangkan keberagaman aspirasi dan cara
pandang seluruh kelompok masyarakat. Dalam pembangunan dituntut peran aktif dan
strategi yang dapat melibatkan masyarakat baik itu laki-laki maupun perempuan.
Gender berbeda dengan jenis kelamin (sex), gender bukanlah kodrat atau ketentuan
Tuhan. Gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki
dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur,
ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada.

3
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dari Gender dan Pembangunan
2. Apa saja peran Gender
3. Faktor – faktor Pembangunan
4. Bagaimana hubungan antara Gender dan Pembangunan

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat memahami pengertisn Gender dan Pembangunan
2. Mahasisw dapat memahami apa saja peran Gender
3. Mahasiswa dapat memahami faktor -faktor Pembangunan
4. Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui hubungan antara Gender dengan
Pembangunan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gender dan Pembangunan


Gender adalah perbedaan yang terlihat diantara laki-laki dan Perempuan apabila
dilihat dari nilai dan tingkah laku. Menurut Muhtar (2002) gender dapat diartikan sebagai
jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menetukan peran sosial berdasarkan
jenis kelamin. Menurut Caplan (1987) menegaskan bahwa gender merupakan perbedaan
perilaku antara laki-laki dan perempuan selain dari struktur biologis, sebagian besar
justru terbentuk melalui proses sosial dan kultur.
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki
berbagai aspek kehidupan Masyarakat, baik itu berupa aspek ekonomi, sosial, budaya,
politik yang berlangsung pada level kecil ( tingkat komunitas) dan juga pada level besar (
tingkat negara). Menurus S. P Siagian (2005) Pembangunan adalah suatu usaha atau
rangkaian kegiatan usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilaksanakan
secara sadar oleh suatu bangsa dan Negara serta pemerintah dalam rangka pembinaan
bangsa. Pembangunan yang dilaksanakan haruslah diusahakan dan direncanakan secara
sadar artinya pemerintah baik pusat maupun daerah harus memperhatikan pembangunan
pedesaan demi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Menurut Dissaynake (1984),
mendefinisikan pembangunan sebagai proses perubahan sosial yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas masyarakat tanpa merusak
lingkungan alam dan kultur tempat mereka berada dan berusaha melibatkan sebanyak
mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dapat menjadikan mereka penentu dari
tujuan mereka sendiri.

B. Peran Gender
Peran gender adalah peran yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai dengan
status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peran tersebut diajarkan kepada
setiap anggota masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang dipersepsikan

5
sebagai peran perempuan dan laki-laki. Peran laki-laki dan perempuan dibedakan atas
peran produktif, reproduktif dan sosial.

a) Peran Produktif
Peran Produktif merujuk kepada kegiatan yang menghasilkan barang dan pelayanan
untuk konsumsi dan perdagangan. P.erempuan dan laki-laki keduanya terlibat di dalam
ranah publik lewat aktivitas produktif, namun masyarakat tetap menganggap pencari
nafkah adalah laki-laki. Contoh di sebuah kantor, bila terjadi PHK maka seringkali
perempuanlah yang dikorbankan karena dianggap kegiatan laki-laki yang menghasilkan
uang. Bila merujuk pada definisi kerja sebagai aktivitas yang menghasilkan pendapatan
baik dalam bentuk uang maupun barang maka ativitas perempuan dan laki-laki baik di
sektor formal maupun informal, di luar rumah atau di dalam rumah sepanjang
menghasilkan uang atau barang termasuk peran produktif.

b) Peran Sosial
Kegiatan kemasyarakatan merujuk kepada semua aktivitas yang diperlukan untuk
menjalankan dan mengorganisasikan kehidupan masyarakat. Peran kemasyarakatan yang
dijalankan perempuan adalah melakukan aktivitas yang digunakan bersama, misalnya
pelayanan kesehatan di Posyandu, partisispasi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan
kebudayaan (kerja bakti, gotong royong, pembuatan jalan kampung, dll). Sedangkan
peran sosial yang dilakukan laki-laki biasanya pada tingkatan masyarakat yang
diorganisasikan, misalnya menjadi RT, RW, Kepala Desa.

c) Peran Reproduktif
Peran reproduktif dapat dibagi mejadi dua jenis, yaitu biologis dan sosial. Reproduksi
biologis merujuk kepada melahirkan seorang manusia baru, sebuah aktivitas yang hanya
dapat dilakukan oleh perempuan. Reproduksi sosial merujuk kepada semua aktivitas
merawat dan mengasuh yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan dan bertahannya
hidup. Walaupun hal-hal tersebut penting untuk bertahannya hidup manusia, aktivitas
tersebut tidak dianggap sebagai pekerjaan atau aktivitas ekonomi sehingga tidak terlihat,

6
tidak diakui dan tidak dibayar. Kerja reproduktif biasanya dilakukan oleh perempuan,
baik dewasa maupun anak-anak di kawasan rumah domestik.

C. Faktor -faktor Pembangunan


Dalam mencapai pembangunan yang lebih baik, ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dan mengambil Langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi masalah-
masalah yang ada. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
1) Sumber Daya Alam (SDA)
Merupakan faktor penting dalam pembangunan . Negara yang memiliki sumber
daya alam yang melimpah dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan
perekonomian.
2) Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia merupakan faktor utama yang mempengaruhi
pembangunan. Kualitas SDM dintentukan oleh Pendidikan, kesehatan, dan
keterampilan yang dimiliki individu dalam suatu negara. Investasi dalam
Pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan produktivitas dan daya saing tenaga
kerja serta menciptakan inovasi dan kemajuan teknologi.
3) Letak Geografis
Letak geografis juga sangat mempengaruhi pembangunan. Negara yang
memiliki letak geografis yang strategis dapat memanfaatkannya untuk
meningkatkan perdangan dan investasi.

D. Hubungan Gender dengan Pembangunan


Dalam kegiatan pembangunan memiliki tujuan peradaban yang menjunjung tinggi
keadilan guna mewujudkan masyarkat makmur, dan Sejahtera. Gender merupakan salah
variabel untuk mewujudkan pembangunan yang baik terutama pada pembangunan
manusia. Kesetaraan gender adalah suatu kondisi di mana laki-laki dan perempuan
memperoleh kesempatan serta hak-hak yang sama sebagai manusia dalam berperan dan
berpartisipasi di segala bidang. Kesetaraan gender dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi suatu negara keadilan gender dan pemberdayaan perempuan memiliki korelasi
positif dengan pembangunan ekonomi suatu negara. Kesetaraan gender akan

7
memperkuat kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan
memerintah secara efektif. Dengan demikian mempromosikan kesetaraan gender
adalah bagian utama dari strategi pembangunan dalam rangka untuk
memberdayakan masyarakat (semua orang)-perempuan dan laki-laki-untuk
mengentaskan diri dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka. Dengan
mengurangi disparitas gender, maka akan tercipta keadilan dalam akses terhadap sumber
daya dan kesempatan.

E. Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah keadaan di mana setiap orang, tanpa memandang jenis
kelaminnya, memiliki akses yang sama terhadap hak, sumber daya, dan kesempatan, serta
tidak mengalami diskriminasi berdasarkan identitas gender yang bersifat kodrati.
Kesetaraan gender pada kesetaraan penuh laki-laki dan perempuan untuk menikmati
rangkaian lengkap hak-hak politik, ekonomi, sipil, sosial, dan budaya.
kesetaraan gender memiliki peran penting dalam pembangunan, karena dapat
membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Oleh
karena itu, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong
kesetaraan gender dalam pembangunan, seperti dengan mengeluarkan kebijakan Strategi
Pengarusutamaan Gender (PUG) dan membidik sektor-sektor utama untuk mencapai
tujuan pembangunan berkelanjutan.
Namun pada masa ini masih banyak Diskriminasi berdasarkan gender pada
seluruh aspek kehidupan, di seluruh dunia. Ini adalah fakta meskipun ada kemajuan yang
cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini. Sifat dan tingkat diskriminasi sangat
bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di negara dunia di
mana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi.
Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi,
kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-mana. Oleh sebab itu, kesetaraan
gender merupakan persoalan pokok suatu tujuan pembangunan yang memiliki nilai
tersendiri.
Dalam Gender Development Index (GDI) tahun 2020, Indonesia berada pada
peringkat 107 dari 189 negara yang diukur dari pendidikan dengan dua indikator yaitu

8
rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Kemudian untuk kesehatan diukur dari
angka harapan hidup dan ekonomi diukur dari pengeluaran per kapita. kondisi kesetaraan
gender di Indonesia masih belum terbentuk dengan baik. Meskipun telah ada upaya-
upaya untuk mendorong kesetaraan gender, seperti kebijakan Strategi Pengarusutamaan
Gender (PUG), namun masih banyak hambatan yang harus diatasi, seperti peraturan
perundang-undangan yang diskriminatif, perlindungan hukum yang dirasakan masih
kurang, dan adanya budaya (adat istiadat) yang bias akan gender.

F. Pembangunan Manusia
Pembangunan manusia adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia
melalui peningkatan akses dan pemanfaatan sumber daya manusia. Menurut BPS
(2014:65) Pembangunan Manusia merupakan model pembangunan yang ditujukan untuk
memperluas pilihan-pilihan yang dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan
penduduk. Walaupun pada dasarnya, pilihan tersebut tidak terbatas dan terus berubah,
tetapi dalam konteks pembangunan, pemberdayaan penduduk ini dicapai melalui upaya
yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya
derajat kesehatan, pengetahuan, dan keterampilan agar dapat digunakan untuk
mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi prodiktif, sosial, dan politik.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI)
adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan
standar hidup untuk semua negara seluruh dunia, Untuk mengukur IPM suatu negara,
digunakan tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu kesehatan, pendidikan, dan
ekonomi. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara maju, negara
berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari
kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indikator kesehatan merujuk pada umur
panjang dan hidup sehat dengan menggunakan data Angka Harapan Hidup yang
merupakan rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama
hidup. Indikator pendidikan mempertimbangkan pengetahuan dengan dua analisis data,
yaitu Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Harapan Lama Sekolah. Indikator ekonomi
merujuk pada standar hidup layak yang diukur melalui Pendapatan Nasional Bruto.

9
Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau
wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun,
pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran
dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup layak. Semakin dekat nilai IPM suatu
wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang ditempuh untuk mencapai sasaran
itu. Rentang nilai ini dibagi dalam 4 kategori nilai, yaitu kategori “Sangat tinggi” untuk
nilai IPM ≥ 80; kategori “tinggi” untuk rentang nilai 70 ≤ IPM < 80, kategori “sedang”
untuk rentang nilai 60 ≤ IPM < 70, dan kategori “rendah” untuk nilai IPM < 60.
Dalam 19 tahun terakhir, capaian IPM Indonesia menunjukkan trend yang terus
meningkat. Di tahun 2010, capaian IPM Indonesia berada di angka 66,53 atau masuk
kategori ‘sedang’. Posisi ini terus mengalami peningkatan hingga terjadi perubahan status
kategori ‘sedang’ menjadi kategori ‘tinggi’ yang terjadi di tahun 2016, yaitu mencapai
angka 70,18. IPM Indonesia terus mengalami peningkatan, tahun 2019 IPM Indonesia
mencapai angka 71,92. Dibandingkan dengan tahun 2018, IPM Indonesia mengalami
peningkatan sebesar 0,53 poin atau tumbuh sebesar 0,73 persen. Capaian IPM di tahun
2023 ini menunjukkan level IPM Indonesia tetap dalam kategori ‘tinggi’.

G. Pembangunan Manusia Berbasis Gender


Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan indeks pencapaian pembangunan
manusia yang menggunakan indikator yang sama dengan IPM, yaitu umur panjang dan
hidup sehat, pengetahuan, standar hidup layak. Perbedaan antara IPM dan IPG merujuk
pada upaya unuk melihat dan mengungkapkan ketimpangan gender dalam pembangunan.
IPG menganalisis dengan menggunakan ratio IPM menurut jenis kelamin sehingga hasil
IPG dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-
laki dan perempuan. Nilai IPG berkisar antara 0-100. menunjukkan ketimpangan
pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki dengan interpretasi bahwa
ketika angka IPG makin mendekati 100, maka ketimpangan pembangunan gender
semakin rendah. Pemaknaan sebaliknya dapat dilakukan dengan semakin menjauhnya
nilai IPG dari angka 100, maka semakin lebar ketimpangan pembangunan gender
menurut jenis kelamin.

10
Penggunaan indikator pada IPG sama dengan IPM. Pada indikator angka harapan
lama sekolah yang mengukur input dari dimensi pengetahuan, batas usia yang digunakan
adalah 7 tahun ke atas, sedangkan angka rata-rata lama sekolah memiliki batas usia 25
tahun ke atas. Pada dimensi umur panjang dan hidup sehat serta pengetahuan tidak
diperlukan data sekunder, kecuali pada dimensi standar hidup layak dibutuhkan beberapa
data sekunder guna mendapatkan angka pengeluaran per kapita berdasarkan jenis
kelamin. Data sekunder yang digunakan adalah upah yang diterima, jumlah angkatan
kerja, serta jumlah penduduk untuk laki-laki dan perempuan.
Tahun 2022, IPG Indonesia telah mencapai angka 91,63 persen. IPG di Indonesia
mengalami trend yang terus meningkat. Peningkatan IPG ini disebabkan oleh
pertumbuhan IPM perempuan yang sedikit lebih besar dibanding IPM laki-laki.

H. Pembangunan Gender di Indonesia


Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) antara provinsi di Indonesia masih terdapat
ketimpangan yang cukup tinggi terutama di daerah-daerah timur Indonesia. Berikut ini
merupakan permasalahan-permasalahan terkait pembangunan gender yang dihadapi
negara Indonesia.
a) Perempuan Berusia Lebih Panjang
Kesehatan merupakan unsur penting dalam kehidupan masyarakat dan
terkait erat dengan perempuan. Kondisi bidang kesehatan di Indonesia juga
dapat dilihat dari kondisi kesehatan keluarga dan kesehatan perempuan.
Sampai saat ini masih beredar pandangan masyarakat bahwa tanggung jawab
pemeliharaan kesehatan keluarga ada pada pundak perempuan. Hal ini terkait
erat dengan fungsi ibu rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap
kehamilan, kelahiran, masa menyusui dan pemeliharaan anak sampai anak
mandiri.
Perkembangan umur harapan hidup (UHH) di Indonesia dari tahun 2010
sampai dengan tahun 2022 menunjukkan bahwa garis UHH perempuan lebih
tinggi dibandingkan laki-laki menjelaskan bahwa perempuan memiliki
harapan lebih berumur panjang dibandingkan laki-laki. Menurut WHO,
tingkat kelangsungan hidup laki-laki yang lebih rendah daripada perempuan

11
mencerminkan beberapa faktor seperti, tingkat paparan pekerjaan yang lebih
tinggi terhadap bahaya fisik dan kimia, perilaku yang berkaitan dengan norma
laki-laki, dan paradigma perilaku kesehatan terhadap maskulinitas, seperti
laki-laki yang cenderung tidak mengunjungi dokter saat sakit.
b) Lama Sekolah Perempuan Masih Perlu Ditingkatkan
Rata-rata lama sekolah (RLS) adalah jumlah tahun yang digunakan oleh
penduduk dalam menjalani pendidikan formal. RLS dapat menggambarkan
kualitas pendidikan masyarakat di suatu wilayah. indikator RLS digunakan
pada penduduk usia 25 tahun keatas karena dianggap rata-rata usia tersebut
sudah menyelesaikan pendidikan formal. RLS adalah indikator kedua di
sektor pendidikan yang digunakan dalam perhitungan capaian pembangunan.
RLS tahun 2021 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya
baik laki-laki dan perempuan, hanya saja pencapaian RLS laki-laki lebih
tinggi dibandingkan perempuan. Tahun 2021, RLS laki-laki mengalami
peningkatan sebesar 0,02 tahun dari 8,90 tahun pada tahun 2020, sedangkan
perempuan mengalami peningkatan 0,11 tahun dari 8,07 tahun. Dibandingkan
sepuluh tahun yang lalu, RLS laki-laki hanya meningkat 1,01 tahun sedangkan
perempuan meningkat 1,28 tahun, sehingga walaupun RLS perempuan masih
lebih rendah dibandingkan laki-laki tetapi percepatannya lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. Pencapaian RLS perempuan tahun 2021 bila selalu
naik kelas maka hanya sampai kelas 8 atau SMP kelas 2, sedangkan laki-laki
hampir kelas 9.
Beberapa hal yang mungkin menjadi kendala dalam pemerataan
pendidikan di Indonesia antara lain: (1) perbedaan tingkat sosial yaitu
masyarakat golongan menengah ke atas lebih mudah mengakses pendidikan
dibandingkan masyarakat miskin; (2) keadaan geografis suatu wilayah seperti
wilayah kepulauan serta luasnya wilayah menjadi kendala dalam
mengoptimalkan pemerataan pendidikan di Indonesia; serta (3) sebaran
sekolah yang tidak merata yaitu sebagian besar masih berorientasi pada daerah
perkotaan. Hal ini yang menyebabkan masih banyak daerah di Indonesia yang
mempunyai RLS kurang dari 8 tahun.

12
c) Perekonomian Masih Didominasi Oleh Laki-Laki
Menurut jenis kelamin, pengeluaran per kapita laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan di tahun 2021 dan di tahun-tahun sebelumnya.
Pengeluaran per kapita laki-laki tahun 2021 adalah hampir Rp. 15,7 juta
rupiah per tahun, sedangkan perempuan hanya 9 juta rupiah per tahun atau
hanya 57,38 persen dibandingkan pengeluaran laki-laki. Ketimpangan
pengeluaran per kapita per tahun antara laki-laki dan perempuan dari tahun
2010 sampai dengan tahun 2021 antara 50- 60 persen.
Pekerja perempuan sering menghadapi diskriminasi dan stagnasi
partisipasi dalam dunia kerja, salah satunya terkait dengan upah. Menurut
model segmentasi pasar kerja, pasar kerja laki-laki dan perempuan memang
berbeda yaitu lakilaki cenderung bekerja di sektor utama (primary) dengan
jabatan yang lebih tinggi, sementara perempuan bekerja di sektor kedua
(secondary) dengan jabatan dan upah yang lebih rendah. Statistical
discrimination menyatakan bahwa ketika laki-laki atau perempuan yang
memiliki kualitas yang sama dan menginginkan pekerjaan yang sama, meski
pengusaha tidak memiliki dugaan terhadap jenis kelamin tertentu, tapi dia
mengetahui bahwa perempuan cenderung memiliki waktu bekerja lebih
sedikit karena tanggung jawabnya dalam mengurus rumah tangga, maka
perempuan akan cenderung dikeluarkan dari pekerjaannya.
Pola penyebaran pengeluaran per kapita per tahun laki-laki menunjukkan
jumlah provinsi terbanyak pada rentang pengeluaran 10- 15 juta yaitu 22
provinsi, selanjutnya sebanyak 10 provinsi berada pada rentang pengeluaran
16-19 juta dan 2 provinsi mempunyai pengeluaran per kapita pertahun lebih
dari 20 juta. Untuk pola pengeluaran per kapita perempuan menunjukkan
jumlah provinsi terbanyak pada rentang pengeluaran antara 6-9 juta sebanyak
23 provinsi, selanjutnya 7 provinsi mempunyai pengeluaran diatas 11 juta dan
4 provinsi yang mempunyai pengeluaran per kapita dibawah 5 juta. Hal ini
menunjukkan bahwa pola pengeluaran per kapita perempuan lebih rendah
dibandingkan dengan laki-laki.

13
Kontribusi angkatan kerja perempuan akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi ke arah positif, sehingga semakin tinggi kontribusi angkatan kerja
perempuan maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Namun, karena perbedaan seperti tingkat pendidikan perempuan
menyebabkan perempuan lebih banyak terserap di sektor informal sehingga
mereka masuk ke dalam pasar tenaga kerja dengan kurangnya keterjaminan
pekerjaan, upah yang rendah, serta keterbatasan terhadap pelatihan profesional
dan promosi karier yang terdapat pada sektor formal.

d) Pembangunan Gender di Kawasan Timur di Indonesia Masih Tertinggal


Berdasarkan kepulauan, fenomena yang kontras terjadi di Pulau
Kalimantan dan Papua. Pembangunan laki-laki di Pulau Kalimantan sudah
mencapai kategori tinggi, bahkan provinsi Kalimantan Timur sudah memasuki
kategori sangat tinggi yaitu 81,58. Prestasi pembangunan laki-laki di Pulau
Kalimantan ini tidak dibarengi dengan kualitas pembangunan perempuan.
Terbukti pembangunan perempuan di hampir seluruh provinsi di Pulau
Kalimantan, yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat,
dan Kalimantan Tengah masih berada pada kategori sedang. Selain
disebabkan oleh faktor kesehatan dan pendidikan, hal ini dapat dikaitkan
dengan perekonomian Kalimantan yang dominan di pertambangan dan
penggalian yang merupakan lapangan usaha dengan persentase tenaga kerja
perempuan yang relatif rendah.
Kesenjangan yang sangat lebar di Kalimantan juga terlihat di Pulau Papua,
terutama di Papua Barat. IPM laki-laki di Provinsi Papua sudah berada di
kategori sedang dengan IPM sebesar 66,38, bahkan di Provinsi Papua Barat
sudah masuk status kategori tinggi dengan capaian sebesar 72,47. Sayangnya,
pembangunan lakilaki di dua provinsi ini tidak diimbangi dengan
pembangunan pada perempuan. IPM perempuan masih dalam kategori rendah
dengan IPM 53,14 untuk Papua dan 59,96 untuk Papua Barat.
Disparitas pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Dari 10 peringkat tertinggi dan terendah

14
IPM baik laki-laki dan perempuan dan sebaran provinsi yang ada di dalamnya
menunjukkan kesenjangan dimana sebagian besar IPM terendah berada di
KTI, sedangkan IPM tertinggi sebagian besar berada pada KBI. Pada 10
peringkat tertinggi IPM laki-laki, terdapat 2 provinsi berada di KTI,
sedangkan 8 provinsi berada di KBI. Kondisi ini juga tampak pada 10 IPM
perempuan yang tertinggi yang menunjukkan 6 provinsi berada di KBI atau
hanya 4 provinsi berada di KTI.

e) Pembangunan Gender di Kabupaten/Kota Masih Belum Merata


Kesenjangan yang masih terlihat di tingkat provinsi dan Kawasan di
Indonesia terefleksi juga pada pemerataan pembangunan di tingkat yang lebih
kecil. Di tingkat kabupaten/kota, kesenjangan pembangunan manusia masih
terlihat sangat lebar. Meskipun tidak ada kabupaten/kota yang mengalami
penurunan IPM baik pada laki-laki maupun perempuan, namun disparitas
capaian antar keduanya masih nyata terlihat. Capaian IPG di atas 90 terjadi di
283 kabupaten/kota yang berada di 20 provinsi, sedangkan IPG di bawah 90
terjadi di 231 kabupaten/kota yang berada di 14 provinsi. Komponen nilai IPG
di bawah 90 di tingkat kabupaten/kota perlu dilihat secara lebih detail agar
dapat mengukur pembangunan gender secara lebih baik di tingkat daerah.
Nilai IPG di tingkat kabupaten/ kota masih menunjukkan kesenjangan yang
sangat lebar. Capaian pembangunan gender dengan nilai IPG kurang dari 70
atau dengan kesenjangan yang sangat besar terjadi di lima kabupaten/kota,
yaitu di Manokwari Selatan, Puncak Jaya, Tambrauw, Paniai, dan Pulai
Morotai, bahkan nilai IPG dibawah 60 masih terjadi di 2 kabupaten/kota, yaitu
Asmat dan Tolikara. Kabupaten/kota yang baru mencapai nilai IPG antara 70
sampai dengan 80 terjadi di 23 kabupaten/kota, sedangkan 201 kabupaten/kota
lainnya berada dalam rentang nilai IPG 80 sampai 90.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gender dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana individu yang lahir secara
biologis sebagai laki-laki dan perempuan yang kemudian memperoleh pencirian
sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan
feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem dan simbol di masyarakat
yang bersangkutan. Lebih singkatnya, gender dapat diartikan sebagai suatu konstruksi
sosial atas seks, menjadi peran dan perilaku social. Gender itu sendiri adalah perilaku
atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan
atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu pula.
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan demikian, proses pembangunan terjadi
di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik.
Kesetaraan gender akan memperkuat kemampuan negara untuk berkembang,
mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif. Dengan demikian
mempromosikan kesetaraan gender adalah bagian utama dari strategi
pembangunan dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat (semua orang)-
perempuan dan laki-laki-untuk mengentaskan diri dari kemiskinan dan
meningkatkan taraf hidup mereka. Dengan mengurangi disparitas gender, maka
akan tercipta keadilan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan.

16
B. Saran
Dalam materi perkuliahan ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam
penyajian makalah,sumber data maupun kelengkapan makalah. Maka dari itu
diharapkan kepada pembaca memberikan saran yang bersifat positif dan mendukung
agar makalah ini dapat tersusun dengan sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Angraini, Sylvianti. Anita Putri Bungsu., dan Nurhayati. Pembangunan Manusia Berbasis
Gender2022. Jakarta Pusat : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPPA),2022.

Dini, Muzayyanah, Iklilah., dkk. Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2020. Jakarta Pusat :
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA),2020.

Angraini, Sylvianti., dkk. Pembangunan Manusia Berbasis Gender2021. Jakarta Pusat :


Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA),2021.

Dhewy, Anita, 2017, Perspektif Gender sebagai Formalitas: Analisis Kebijakan Feminis terhadap
RPJMN 2015-2019 dan Renstra KPPPA 2015-2019, Jurnal Perempuan, Vol. 22, No. 1, pp. 55-
64. Santoso, B. 2004. Perencanaan Pembangunan Responsif Gender. Jember: Universitas
Jember.

ILO Jakarta. (2003). Strategi Pengarusutamaan Gender. Jakarta:Kantor Perburuhan


Internasional.

Budiman, Arief. (2000). Teori Pembangunan Dunia Ketiga.Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Mosse, Julia Cleves. (1993). Gender dan Pembangunan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai