Anda di halaman 1dari 64

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GENDER DENGAN MOTIVASI


BELAJAR PADA SISWA SMP NEGERI 5 KOTA KUPANG

ELISABETH PAULINA DA COSTA

NIM. 1801160057

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................9
1.5 Keaslian Penelitian.......................................................................................10
BAB II....................................................................................................................12
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................12
2.1 Persepsi Gender............................................................................................12
2.1.1 Pengertian Persepsi Gender.......................................................................12
2.1.2 Komponen Persepsi Gender......................................................................14
2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Gender...............................16
2.1.4 Peran Gender.............................................................................................18
2.1.5 Persepsi Peserta Didik Tentang Gender....................................................19
2.2 Motivasi Belajar...........................................................................................20
2.2.1 Pengertian Motivasi...................................................................................20
2.2.2 Jenis-jenis Motivasi...................................................................................23
2.2.3 Fungsi Motivasi.........................................................................................24
2.2.4 Motivasi Belajar........................................................................................25
2.2.5 Ciri-ciri Motivasi Belajar..........................................................................27
2.2.6 Jenis-jenis Motivasi Belajar......................................................................28
2.2.7 Fungsi Motivasi Belajar............................................................................31
2.2.8 Aspek-aspek Motivasi Belajar...................................................................32
2.2.9 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar...............................34
2.2.10 Prinsip-prinsip Dalam Motivasi Belajar..................................................39
2.3 Hubungan antara persepsi gender dengan motivasi belajar siswa SMP......41
2.5 Kerangka Berpikir........................................................................................43
2.6 Hipotesis Penelitian......................................................................................44

i
BAB III..................................................................................................................45
METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................45
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................45
3.2 Instrumen dan Bahan Penelitian...................................................................45
3.3 Jenis Penelitian.............................................................................................45
3.4 Populasi dan Sampel....................................................................................46
3.5 Variabel Penelitian.......................................................................................51
3.6 Metode Pengumpulan Data..........................................................................52
3.7 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas.................................................................52
3.8 Analisis Data................................................................................................54
3.9 Skema Alur Penelitian..................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................58

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persoalan gender berawal dari persepsi peran gender di dalam lingkungan
masyarakat yang cenderung mengalami kebiasaan yang dibentuk oleh budaya
secara turun-temurun dan sudah terinternalisasi sejak lama dalam (Puspitawati,
2012) Gender pada masyarakat sering diartikan sebagai jenis kelamin padahal
definisi gender dan jenis kelamin merupakan suatu hal yang berbeda. Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering melihat peran gender dari masing-masing
individu, baik yang memiliki jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Menurut
Showalter (1989) dalam (Sapariah, 2015, hal. 9). menyebutkan bahwa gender
lebih dari sekedar perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi
sosial-budaya. Selain itu, istilah gender merujuk pada karakteristik dan ciri-ciri
sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri
yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis, melainkan
juga pada interpretasi sosial dan kultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau
perempuan dalam (Latief, 2019 , hal. 1). Dalam kehidupan sehari-hari kita sering
melihat peran gender dari masing-masing individu, baik yang memiliki jenis
kelamin laki-laki maupun perempuan. Peran gender tersebut dibentuk karena
adanya suatu persepsi terhadap gender.

Gender merupakan segala sesuatu yang diasosiasikan dengan jenis


kelamin seseorang, termasuk juga peran, tingkah laku, preferensi, dan atribut
lainnya yang menerangkan kelaki-lakian atau kewanitaan. Pengertian gender
menurut Muhtar (2002) bahwa gender dapat diartikan sebagai jenis kelamin sosial
atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis
kelamin dalam (Okpitarida, 2012, hal. 6). Sedangkan menurut Walgito (2010)
persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu
merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga
disebut proses sensoris dalam (Shafruddin, 2013, hal. 3). Menurut Robbins (2005)

3
menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang ditempuh individu
untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar
memberikan makna bagi lingkungan mereka dalam (Shafaruddin, 2013, hal. 4).
Karena persepsi terjadi setelah penginderaan maka dapat disebut sebagai
penafsiran pengalaman. Persepsi seseorang terjadi setelah rangsangan diterima
oleh alat indera dan kemudian disadari dan dimengerti, setelah persepsi disadari
dan dimengerti maka terjadilah penafsiran pengalaman (Tri Pamuji, 2014). Dari
beberapa pendapat dapat diuraikan bahwa persepsi gender merupakan suatu
proses kognitif atau suatu pandangan individu yang berkaitan dengan cara
pandang terhadap laki-laki dan perempuan dilihat dari jenis kelamin sosial, peran,
fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang dimana menjadi
tolak ukur dimana individu menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Pemahaman terhadap gender sudah dibangun dari pemikiran-pemikiran


yang dipengaruhi oleh budaya, serta tanpa sadar sudah diterapkan sejak kecil
kepada anak yang akhirnya membangun persepsinya mengenai gender. Perbedaan
persepsi tentang gender ini mengakibatkan munculnya permasalahan salah
satunya kesetaraan gender yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat dan di
lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah memiliki peranan penting dalam
pembentukan perilaku sosial siswa, sehingga dari tujuan pendidikan dapat
diwujudkan secara maksimal. Sekolah juga merupakan lembaga formal bagi
peserta didik untuk dapat mengembangkan diri dan memperoleh pendidikan serta
keterampilan. Pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Melalui pendidikan akan
dibentuk pribadi-pribadi yang berkualitas sebagaimana yang diharapkan oleh
tujuan pendidikan itu sendiri. Salah satu tujuan pendidikan adalah menghasilkan
peserta didik yang bersemangat untuk terus belajar, semangat untuk menambah
ilmu pengetahuan, dan senantiasa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga
proses belajar diharapkan tidak hanya terjadi pada pendidikan formal tapi

4
berlangsung seumur hidup. Motivasi merupakan sesuatu yang membuat peserta
didik tetap melangkah dan menentukan ke mana arah peserta didik mencoba untuk
melangkah. Dalam dunia pendidikan motivasi belajar mempunyai peran atau
fungsi yang sangat penting bagi para peserta didik.

Menurut Sardiman dalam (Lomu, 2018 , hal. 747) motivasi belajar


merupakan keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subjek belajar itu dapat tercapai. Menurut Uno dalam (Kahar, 2017), mengatakan
bahwa motivasi belajar merupakan dorongan internal dan eksternal pada siswa-
siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada
umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Motivasi
belajar menurut Wahab (2015) adalah keseluruhan dorongan, keinginan,
kebutuhan, dan daya sejenis yang menggerakkan perilaku seseorang. Dari
beberapa pengertian motivasi belajar menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa motivasi belajar merupakan dorongan yang timbul baik dari dalam maupun
dari luar diri siswa, yang mampu menimbulkan semangat dan kegairahan belajar
serta memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki
dapat tercapai.

Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan


daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan
dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.
Motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi
dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Motivasi belajar
setiap individu itu berbeda-beda baik dilihat dari motivasi belajar peserta didik
perempuan dan motivasi belajar peserta didik laki-laki sehingga itu dapat
mempengaruhi prestasi belajar mereka sesuai dengan dorongan yang diterima.
Adapun penyebab yang mempengaruhi motivasi belajar peserta didik yaitu
persepsi gender. Menurut Baron & Byrne (2003) faktor lain yang mempengaruhi
motivasi yaitu gender yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap

5
pembentukan sikap dan motivasi belajar siswa (Hoang, 2008). Persepsi gender
juga merupakan karakteristik yang membedakan peserta didik dalam belajar dan
mengolah informasi yang didorong karena adanya motivasi atau dorongan dari
dalam diri maupun dari luar. Motivasi belajar dapat mempengaruhi prestasi
belajar setiap peserta didik. Prestasi belajar merupakan hasil dari proses yang di
dalamnya terdapat sejumlah faktor yang saling mempengaruhi, tinggi rendahnya
prestasi belajar siswa tergantung pada faktor-faktor tersebut, salah satu faktor
yang mempengaruhi dalam mencapai prestasi belajar yaitu jenis kelamin atau
yang biasa disebut dengan gender (Esteves, 2018).

Di sekolah menengah, perbedaan jenis kelamin mulai nampak di dalam


sikap yang dapat diamati bahwa siswa perempuan lebih bersikap positif terhadap
pelajaran dibandingkan siswa laki-laki (Hoang, 2008). Faktor gender atau jenis
kelamin diambil karena diduga adanya perbedaan motivasi belajar antara anak
laki-laki dan perempuan sehingga mempengaruhi prestasi belajar. Peserta didik
yang memiliki motivasi belajarnya tinggi dapat berpengaruh terhadap prestasi
belajarnya. Apabila motivasi belajarnya tinggi maka prestasi belajar yang
diperoleh akan baik. Prestasi belajar merupakan tingkat pengetahuan sejauh mana
anak terhadap materi yang diterima (Slameto, 2003). Walaupun bukan tujuan
utama, tetapi prestasi belajar merupakan faktor yang sangat penting dan harus
dicapai peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka diperlukan
adanya motivasi belajar yang tinggi dari peserta didik karena dapat mempengaruhi
hasil dari belajarnya. Menurut Hoang (2008) dalam (Malini, 2019, hal. 146)
mengungkapkan bahwa laki-laki dengan semua karakteristik bawaannya berbeda
dengan perempuan. Perbedaan-perbedaan tersebut diduga berpengaruh dalam
aspek motivasi belajar siswa yang dialami. Seperti pendapat Byrne (2004) yang
mengatakan bahwa gender secara tidak langsung berpengaruh terhadap
pembentukkan sikap dan motivasi belajar.

Berdasarkan uraian di atas persepsi gender sangat berhubungan dengan


motivasi belajar peserta didik dalam memperoleh prestasi belajar yang baik di
lingkungan sekolah. Perbedaan persepsi gender pada peserta didik membuat setiap

6
individu berbeda dengan individu yang lainnya, seperti peserta didik laki-laki
berbeda dengan peserta didik perempuan dalam banyak aspek termasuk dalam hal
kecerdasan, minat, ingatan, emosi, dan kemauan yang dapat memberikan dampak
terhadap bagaimana peserta didik membentuk motivasi belajarnya. Dalam laporan
WEF tahun 2022 secara umum Indonesia mendapat skor ketimpangan gender
0,697 dan berada di peringkat ke-92 dari 146 negara. Nilai tersebut meningkat
sebanyak 0,009 dari 0,688 pada tahun 2021. Berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2018 sebanyak 0,466 dan
tahun 2019 sebanyak 0,429. Adapun temuan dari beberapa penelitian menunjukan
bahwa motivasi belajar peserta didik berada pada kategori sedang bahkan rendah.
Hal tersebut diungkap oleh hasil penelitian (Rahmi, 2019, hal. 169) bahwa
motivasi belajar peserta didik sebesar 15,3% berada pada kategori tinggi, kategori
sedang sebesar 69,2%, pada kategori rendah sebesar 15,5%. Berdasarkan hasil
penelitian ini juga bahwa masih ada peserta didik yang memiliki motivasi belajar
rendah karena kurangnya perhatian, keinginan untuk belajar kurang, hal ini dilihat
dari rendahnya motivasi peserta didik untuk mengerjakan tugas rumah dan
mengerjakan latihan di sekolah. Untuk itu pentingnya memberikan pengetahuan
tentang gender sejak kecil agar adanya pemahaman kesetaraan gender antara laki-
laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajibannya terutama dalam
dunia pendidikan.

Penelitian mengenai hubungan persepsi gender dengan motivasi belajar


telah dilakukan oleh penelitian terdahulu. Penelitian yang dilakukan oleh Retno
Yulianingsih, (2009) meneliti tentang pengaruh sikap, motivasi belajar dan gender
terhadap prestasi belajar akuntansi siswa yang menunjukan menunjukkan bahwa
sikap, motivasi belajar dan gender berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi
belajar siswa kelas XI MA Fathul Ulum Kabupaten Grobogan. Hal ini
ditunjukkan dari hasil uji parsial variabel sikap diperoleh thitung 3,036 dengan
nilai signifikansi 0,003. Variabel motivasi belajar diperoleh thitung 4,219 dengan
nilai signifikansi 0,000. Variabel gender diperoleh thitung 2,101 dengan nilai
signifikansi 0,039. Karena nilai signifikansi variabel sikap, motivasi belajar dan

7
gender < level of signifikan maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial sikap,
motivasi belajar dan gender berpengaruh terhadap prestasi belajar akuntansi.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada saat


melaksanakan praktik pengalaman lapangan (PPL) di SMP Negeri 5 Kota Kupang
selama kurang lebih 4 bulan, masalah gender dan motivasi belajar juga dialami
oleh peserta didik SMP Negeri 5 Kota Kupang. Adapun beberapa hal yang terjadi
seperti kurang adanya partisipasi antara peserta didik laki-laki dan perempuan,
peneliti juga mendapatkan bahwa peserta didik perempuan lebih dominan dalam
hal belajar ini yang menyebabkan prestasi belajar peserta didik perempuan lebih
baik dibandingkan prestasi belajar peserta didik laki-laki. Pengamatan ini
didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru
bimbingan konseling SMP Negeri 5 Kota Kupang pada tanggal 08 Juli 2022, guru
BK mengemukakan bahwa masih banyak peserta didik yang belum memahami
tentang gender seperti, dalam pengerjaan tugas kelompok perempuan lebih aktif
dibandingkan laki-laki maupun dalam melaksanakan piket kelas masih banyak
peserta didik laki-laki yang beranggapan bahwa menyapu kelas hanya bisa
dilakukan oleh peserta didik perempuan.

Ditinjau dari hasil wawancara di atas menunjukan bahwa peserta didik


kurang memahami tentang gender pernyataan ini sebagaimana yang dikemukakan
oleh Allport dikutip dalam (Sobur, 2003, hal. 469) menyatakan bahwa aspek
persepsi siswa di sekolah dibagi menjadi tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek
afektif, dan aspek konatif . Dalam penelitian ini yang menjadi objek dari persepsi
adalah gender yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Jika hal ini
dibiarkan maka dapat membawa dampak negatif dalam pendidikan bagi para
peserta didik.

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan


antara persepsi gender dengan motivasi belajar atau tidak, sehingga dapat
dirumuskan judul penelitian ini yaitu “ Hubungan Antara Persepsi Gender dengan
Motivasi Belajar pada Siswa SMP Negeri 5 Kota Kupang”.

8
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan diambil
adalah:
1. Bagaimana gambaran persepsi gender pada siswa SMP Negeri 5 Kota
Kupang?
2. Bagaimana gambaran motivasi belajar pada siswa SMP Negeri 5 Kota
Kupang?
3. Apakah ada hubungan antara persepsi gender dengan motivasi belajar pada
siswa SMP Negeri 5 Kota Kupang?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mendeskripsikan persepsi gender pada siswa SMP Negeri 5 Kota Kupang
2. Mendeskripsikan motivasi belajar pada siswa SMP Negeri 5 Kota Kupang
3. Mengetahui hubungan antara persepsi gender dengan motivasi belajar
pada SMP Negeri 5 Kota Kupang

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dalam mencari hubungan antara persepsi
gender terhadap motivasi belajar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peserta didik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman kepada para siswa mengenai persepsi gender dan
menumbuhkan motivasi belajar.

9
b. Bagi guru bimbingan konseling, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi referensi yang baik dalam menggunakan keterampilan
dalam memberikan informasi tentang pemahaman persepsi gender
dan meningkatkan motivasi belajar terhadap siswa di sekolah.
c. Bagi program studi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi dan juga sumbangan pemikiran mengenai persepsi
gender dengan motivasi belajar.

1.5 Keaslian Penelitian


1. Penelitian yang dilakukan oleh Agus Saventri (2008) dengan judul
“Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pelayanan Perpustakaan Dengan
Minat Mahasiswa Keperpustakaan Pekan Baru” dan dengan hasil
penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan
antara persepsi terhadap pelayanan perpustakaan dengan minat
keperpustakaan mahasiswa UIN Suska Riau, dengan korelasi sebesar r=
0,774, p=0,000, yang artinya semakin positif persepsi mahasiswa terhadap
pelayanan perpustakaan, semakin tinggi minat mahasiswa untuk ke
perpustakaan. Sebaliknya semakin negatif persepsi mahasiswa UIN Suska
terhadap pelayanan perpustakaan, semakin rendah minat mahasiswa
keperpustakaan. Berbeda dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti
dimana populasi yang diambil adalah siswa SMPN 5 Kota Kupang,
variabel terikat menggunakan motivasi belajar dengan metode
proportional stratified random sampling.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Gusti Ayu Dewi Setiawati dan Anak
Agung Putu Arsana (2018) dengan judul “Pengaruh Motivasi Belajar dan
Gender Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas Bilingual SMP
(SLUB) Saraswati 1 Denpasar”. Penelitian ini termasuk dalam jenis
penelitian ex post facto, yaitu penelitian eksperimen yang juga menguji
hipotesis. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis diperoleh bahwa, tidak
ada pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi belajar dan

10
gender secara bersama-sama terhadap prestasi belajar IPA pada Siswa
Kelas Bilingual SMP (SLUB) Saraswati 1 Denpasar. Berbeda dengan
penelitian yang akan diteliti peneliti menggunakan metode penelitian
korelasional yaitu untuk melihat atau menemukan ada tidaknya suatu
korelasi antara dua variabel yang akan diteliti, jika ada hubungannya,
maka seberapa erat korelasi tersebut dengan menggunakan metode
penelitian kuantitatif.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Arif Hidayat, dan Siti Irene Astuti
Dwiningrum (2016) dengan judul “Pengaruh Karakteristik Gender Dan
Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SD”. Pada
penelitian ini variabel bebasnya ialah karakteristik gender dan variabel
terikatnya yaitu motivasi belajar. Hasil dari penelitian ini ialah dapat
disimpulkan bahwa secara parsial, karakteristik gender tidak berpengaruh
signifikan (p>0,05) terhadap prestasi belajar matematika siswa Kelas VI
SD Negeri. Artinya bahwa apa pun karakteristik gender siswa, tidak
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar matematika. Secara
parsial, motivasi belajar berpengaruh signifikan (p<0,05) terhadap prestasi
belajar matematika siswa Kelas VI SD Negeri, dengan besar sumbangan
pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar matematika 44,6%.
Siswa yang motivasi belajarnya rendah ternyata mempunyai prestasi
belajar matematika yang rendah. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan jenis ex-post facto. Sampel penelitian sebanyak 393
siswa ditentukan dengan menggunakan teknik area sampling. Berbeda
dengan penelitian yang akan diteliti peneliti menggunakan metode
penelitian korelasional dengan banyak sampel 97 siswa.

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi Gender

2.1.1 Pengertian Persepsi Gender


Secara etimologis, persepsi atau perception (Inggris) berasal dari
bahasa Latin perceptio, dari percipere, yang artinya menerima atau
mengambil (Sobur, 2003). Persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada
stimulus inderawi (sensory stimuliti)
Persepsi merupakan proses pemahaman atau pemberian makna atas
suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses
penginderaan terhadap objek peristiwa atau hubungan-hubungan antar
gejala yang selanjutnya diproses oleh otak (Rakhmat, 2011, hal. 50).
Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang
pengalaman terhadap suatu benda ataupun suatu kejadian yang dialami.
Persepsi ini didefinisikan sebagai proses yang menggabungkan dan
mengorganisir data-data indra kita (pengindraan) untuk dikembangkan
sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling, termasuk
sadar akan diri sendiri. Persepsi berlangsung saat seseorang menerima
stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang
kemudian masuk kedalam otak. Didalamnya terjadi proses berpikir yang
pada akhirnya terwujud dalam sebuah pemahaman.
Menurut Robbins (2005) dalam (Simbolon, 2008, hal. 53)
mendefinisikan persepsi: A process by which individuals organize and
interpret their sensory impressions in order to give meaning to their
environment, Persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh individu untuk

12
mengorganisasikan dan menafsirkan atau menginterpretasikan kesan-kesan
indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka.
Walgito (2010) dalam (Akbar, 2015, hal. 194) mengungkapkan
bahwa persepsi adalah suatu kesan terhadap suatu objek yang diperoleh
melalui proses penginderaan, pengorganisasian, dan interpretasi terhadap
objek tersebut yang diterima oleh individu, sehingga merupakan suatu yang
berarti dan merupakan aktivitas integrated dalam diri individu.
Menurut James (2008) dalam (Sarwono, 2004, hal. 86) persepsi
terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang
diserap oleh indra. Serta sebagian lainnya diperoleh dari pengolahan
ingatan (memori) kita diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita
miliki.
Kata “Gender” berasal dari bahasa Inggris, gender yang berarti
“jenis kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan
sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari
segi nilai dan tingkah laku. Dalam Webster’s Studies Encylopedia
dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya
membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang
dalam masyarakat dalam (Syamsiah, 2014, hal. 266).
Dalam memahami konsep gender, menurut Fakih (2008)
membedakannya antara gender dan seks (jenis kelamin). Pengertian seks
lebih condong pada pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia
berdasarkan ciri biologis yang melekat, tidak berubah dan tidak dapat
dipertukarkan. Dalam hal ini sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan
atau 'kodrat'. Sedangkan konsep gender adalah sifat yang melekat pada
laki-laki atau perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural
dan dapat dipertukarkan. Sehingga semua hal yang dapat dipertukarkan
antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke
waktu, dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke
kelas yang lain, itulah yang disebut dengan gender. Jadi gender diartikan

13
sebagai jenis kelamin sosial, sedangkan seks adalah jenis kelamin biologis.
Maksudnya adalah dalam gender ada perbedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi
sosial.
Gender merupakan perbedaan yang tampak pada laki-laki dan
perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan
suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-
laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan
perilaku secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan. Menurut
Eniwati (2005) dalam (Saeful, 2019, hal. 18) gender adalah konsep yang
digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan
yang dilihat dari sisi sosial budaya. Gender dalam arti ini mengidentifikasi
laki-laki dan perempuan dari sudut non biologis.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
persepsi gender merupakan suatu proses kognitif atau suatu pandangan
individu yang berkaitan dengan cara pandang terhadap laki-laki dan
perempuan dilihat dari jenis kelamin sosial, peran, fungsi dan tanggung
jawab antara laki-laki dan perempuan yang dimana menjadi tolak ukur
dimana individu menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

2.1.2 Komponen Persepsi Gender


Menurut Rokeach dalam (Shafaruddin, 2013, hal. 6) menjelaskan
pada dasarnya persepsi mengandung tiga komponen, yaitu komponen
kognitif, afektif dan konatif. Sikap seseorang pada suatu objek merupakan
manifestasi dari ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk
memahami, merasakan dan berperilaku terhadap objek sikap. Ketiga
komponen tersebut saling berinteraksi dan konsistensi satu dengan yang
lainnya. Jadi terdapat pengorganisasian secara internal diantara ketiga
komponen itu.

14
Aspek-aspek persepsi menurut Walgito (1991) dalam (Shafaruddin,
2013, hal. 6) menjelaskan bahwa aspek persepsi dibagi menjadi tiga
diantaranya:
a. Aspek Kognitif (Pemahaman tentang gender)
Pada aspek ini berhubungan dengan pengenalan aspek kognitif ini
menyangkut komponen pengetahuan, pengharapan, cara berpikir
atau mendapatkan pengetahuan dan pengalaman masa lalu, serta
segala sesuatu yang diperoleh dari hasil pikiran individu pelaku
persepsi.
b. Aspek Afektif (Sikap terhadap gender)
Dalam aspek ini berhubungan dengan komponen perasaan dan
keadaan emosi individu terhadap objek tertentu serta segala sesuatu
yang menyangkut evaluasi baik ataupun buruk berdasarkan faktor
emosional seseorang. Perasaan seseorang berkaitan dengan
kebutuhan yang dimiliki tiap individu. Objek-objek yang dapat
melayani kebutuhan saya, akan saya hargai positif sedangkan objek-
objek yang justru menghalangi akan dinilai negatif. Jadi, evaluatif
yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem
yang dimilikinya.
c. Aspek Konatif (Komitmen terhadap gender)
Aspek ini berhubungan motif dan tujuan timbulnya suatu perilaku
yang terjadi disekitar yang diwujudkan dalam sikap perilaku
individu dalam kehidupan sehari-hari sesuai persepsinya terhadap
suatu objek atau keadaan tertentu.
Menurut Allport dikutip dalam (Sobur, 2003, hal. 469) aspek-aspek
persepsi terdapat pada beberapa komponen, sebagai berikut:
a. Komponen kognitif: komponen yang tersusun atas dasar
pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek
sikapnya. Dari pengetahuan ini akan berbentuk suatu keyakinan
tertentu tentang objek sikap tersebut.

15
b. Komponen afektif: komponen yang berhubungan dengan rasa
senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluative yang berhubungan
erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang
dimilikinya. Pada aspek ini berhubungan dengan aspek perasaan
dan keadaan emosional individu terhadap objek tertentu serta segala
sesuatu yang menyangkut evaluasi baik-buruk berdasarkan faktor
emosional seseorang.
c. Komponen konatif: kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang
berhubungan dengan objek sikapnya. Komponen ini berhubungan
erat dengan motif atau tujuan timbulnya suatu perilaku yang terjadi
disekitar yang diwujudkan dalam sikap perilaku individu dalam
kehidupan sehari-hari sesuai persepsinya terhadap suatu objek atau
keadaan tertentu.

2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Gender


Pada dasarnya setiap orang mengartikan atau memandang suatu
objek akan berbeda-beda dan hal ini tergantung pada proses yang
mempengaruhi proses persepsi pada individu. Menurut Leavitt (1997)
dalam (Arifin, 2017, hal. 91) menyatakan bahwa cara individu melihat
dunia adalah berasal dari kelompok serta keanggotaannya dalam
masyarakat. Artinya terdapat pengaruh lingkungan terhadap cara individu
melihat dunia yang dapat dikatakan sebagai tekanan-tekanan sosial.
Menurut Prasetijo (2005:69) dalam (Arifin, 2017, hal. 92)
mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi
dapat dikelompokkan ke dalam dua faktor utama yaitu:
1. Faktor Internal, meliputi:
a. Pengalaman
Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti
sejauh mana seseorang dapat mengingat-ingat suatu kejadian di
masa lampau untuk mengetahui suatu rangsang.

16
b. Kebutuhan
Dapat dilihat dari seberapa kuatnya seorang individu mencari objek-
objek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan
dirinya.
c. Penilaian ekspektasi/pengharapan
Pemikiran individu dalam mengkonseptualisasikan tujuan (goal)
secara jelas, dengan menjadikan motivasi untuk meraih tujuan
(agency), dan upaya mengembangkan strategi spesifik untuk
mencapai tujuan tersebut di masa depan (pathways).
2. Faktor Eksternal, meliputi:
a. Tampakan luar
Objek yang ditangkap oleh alat indra menimbulkan stimulus yang
mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar
individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri
individu yang bersangkutan yang langsung mengenai saraf
penerima yang bekerja sebagai reseptor.
b. Sifat-sifat stimulus
Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu
stimulus/rangsangan yang hadir dari lingkungannya.
c. Situasi lingkungan
Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu
sama lain dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsi
suatu objek, stimulus, meskipun objek tersebut benar-benar sama.
Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan
persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama.
Menurut Toha (2003) dalam (Arifin, 2017), faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:
1. Faktor internal: perasaan, sikap dan karakteristik individu, prasangka,
keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan
fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat dan
motivasi.

17
2. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh,
pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan,
hal-hal baru dan familiar atau ketidakasingan suatu objek.

2.1.4 Peran Gender


Peran gender merupakan peran yang dilakukan perempuan dan
laki-laki sesuai dengan status, lingkungan, budaya dan struktur
masyarakatnya. Peran tersebut diajarkan kepada setiap anggota masyarakat,
komunitas dan kelompok sosial tertentu yang dipersepsikan sebagai peran
perempuan dan laki-laki. Peran laki-laki dan perempuan dibedakan atas
peran produktif, reproduktif dan sosial.
a. Peran Produktif
Peran produktif merujuk kepada kegiatan yang menghasilkan
barang dan pelayanan untuk konsumsi dan perdagangan (Bhasin,
2000). Semua pekerjaan di pabrik, kantor, pertanian dan lainnya
yang kategori aktivitasnya dipakai untuk menghitung produksi
nasional bruto suatu negara. Meskipun perempuan dan laki-laki
keduanya terlibat di dalam ranah publik lewat aktivitas produktif,
namun masyarakat tetap menganggap pencari nafkah adalah laki-
laki.
b. Peran reproduktif
Peran reproduktif dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu biologis dan
sosial. Reproduksi biologis merujuk kepada melahirkan seorang
manusia baru, sebuah aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh
perempuan. Reproduksi sosial merujuk kepada semua aktivitas
merawat dan mengasuh yang diperlukan untuk menjamin
pemeliharaan dan bertahannya hidup (Bhasin, 2000). Dengan
demikian, aktivitas reproduksi ialah aktivitas yang mereproduksi
tenaga kerja manusia. Merawat anak, memasak, memberi makan,

18
mencuci, membersihkan, mengasuh dan aktivitas rumah tangga
lainnya masuk dalam kategori ini.
Walaupun hal-hal tersebut penting untuk bertahannya hidup
manusia, aktivitas tersebut tidak dianggap sebagai pekerjaan atau
aktivitas ekonomi sehingga tidak terlihat, tidak diakui dan tidak
dibayar. Kerja reproduktif biasanya dilakukan oleh perempuan,
baik dewasa maupun anak-anak di kawasan rumah domestik.
Pertanyaannya mengapa peran reproduktif secara alamiah menjadi
tanggung jawab perempuan. Jawaban yang sering muncul adalah
karena perempuan melahirkan maka merawat, memelihara anak
menjadi tanggung jawabnya. Pelabelan tersebut menjadi sirna bila
mengerti apa itu seks/jenis kelamin dan apa itu gender. Laki-laki
pun melakukan peran reproduktif, baik reproduktif biologis
(membuahi) dan reproduktif sosial karena memelihara anak dan
mengasuh anak tidak menggunakan rahim.
c. Peran Sosial (Kemasyarakatan)
Kegiatan kemasyarakatan merujuk kepada semua aktivitas yang
diperlukan untuk menjalankan dan mengorganisasikan kehidupan
masyarakat. Peran kemasyarakatan yang dijalankan perempuan
adalah melakukan aktivitas yang digunakan bersama, misalnya
pelayanan kesehatan di Posyandu, partisipasi dalam kegiatan-
kegiatan sosial dan kebudayaan (kerja bakti, gotong royong,
pembuatan jalan kampung, dll). Semua kegiatan tersebut biasanya
dilakukan secara sukarelawan. Sedangkan peran sosial yang
dilakukan laki-laki biasanya pada tingkatan masyarakat yang
diorganisasikan, misalnya menjadi RT, RW, Kepala Desa.

2.1.5 Persepsi Peserta Didik Tentang Gender


Persepsi merupakan salah satu proses dimana yang memegang
peran bukan hanya stimulus tetapi juga keseluruhan dari segala

19
pemahaman, motivasi dan sikap yang relevan terhadap stimulus tersebut.
Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dari sudut nonbiologis. Hal ini berbeda
dengan seks yang secara umum digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Istilah seks
lebih banyak berkonsentrasi pada aspek biologis seseorang yang meliputi
perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik,
reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Gender lebih banyak
berkonsentrasi pada sejak sosial, budaya, psikologis dan aspek-aspek non-
biologis lainnya.
Pembelajaran di sekolah, khususnya sekolah dasar yang melibatkan
peserta didik laki-laki dan perempuan pada umur yang masih pada tahap
perkembangan ini membutuhkan banyak bimbingan dari guru untuk
memahami hak dan kewajibannya sebagai laki-laki dan perempuan serta
menghargai perbedaan dirinya dan teman sebayanya. Dalam penelitian ini
yang menjadi objek dari persepsi adalah gender yang dapat mempengaruhi
motivasi belajar siswa. Menurut Allport dikutip dalam (Sobur, 2003, hal.
469) menyatakan bahwa aspek persepsi peserta didik di sekolah dibagi
menjadi tiga aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif, aspek konatif .
Ketiga aspek ini akan sangat mempengaruhi bagaimana siswa akan
membentuk persepsinya tentang tentang gender yang dapat mempengaruhi
motivasi belajar.
Hubungan gender di sekolah sangat erat kaitannya dengan prestasi
belajar di sekolah. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wardan (2018) menyimpulkan bahwa ada pengaruh langsung gender
terhadap prestasi belajar siswa di sekolah. Hal ini dikarenakan perbedaan
struktur otak laki-laki dan perempuan berbeda. Efek yang ditimbulkan dari
perbedaan struktur otak tersebut adalah perbedaan pola pikir sehingga
banyak kajian menyebutkan bahwa prestasi anak perempuan lebih
mempunyai hubungan positif dibandingkan dengan anak laki-laki.

20
2.2 Motivasi Belajar

2.2.1 Pengertian Motivasi


Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal
tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari
kondisi internal tersebut adalah motivasi. Istilah motivasi dari kata motif
yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu,
yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak
dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah
lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga
munculnya suatu tingkah laku tertentu.
Motif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) motif
biogenetis, yaitu motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan
organisme demi kelanjutan hidupnya, misalnya lapar, haus, kebutuhan
akan kegiatan atau istirahat, mengambil napas, seksualitas, dan
sebagainya; (2) motif sosio-genetis, yaitu motif-motif yang berkembang
berasal dari lingkungan kebudayaan setempat. Misalnya, keinginan
mendengarkan musik, makan coklat, membeli minuman segar, dan lain-
lain; (3) motif teologis dalam motif ini manusia adalah sebagai makhluk
yang berkebutuhan, sehingga ada interaksi antara manusia dengan Tuhan-
Nya, seperti ibadahnya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya keinginan
untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk merealisasikan
norma-norma sesuai agamanya.
Sebelum mengacu pada pengertian motivasi, terlebih dahulu kita
menelaah pengindentifikasian kata motif dan motivasi. Motif adalah daya
penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi
mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian motivasi merupakan dorongan
yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan
tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. Banyak para
ahli mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang
mereka masing-masing. Namun intinya sama, yakni sebagai suatu

21
pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk
aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi berasal dari kata latin, yaitu ”movere” yang artinya
dorongan atau daya penggerak. Menurut Standford (2017) dalam (Sitorus,
2022 , hal. 1771) mengatakan bahwa “motivation as an energizing
condition of the organism that services to direct that organism toward the
goal of a certain class” (motivasi sebagai suatu kondisi yang
menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu). Menurut Sardiman
(2018) dalam (Setiyaningsih, 2020, hal. 67), motif dapat dikatakan sebagai
daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.
Motivasi merupakan salah satu faktor internal dari proses belajar
yang cenderung bersifat tidak konsisten dan berubah sesuai dengan
keadaan individu. Motivasi mempelajari tentang proses individu berpikir
dan melakukan sesuatu sehingga menimbulkan suatu perubahan dalam
dirinya (Dale, 2012). Motivasi juga memberikan suatu pengaruh kepada
anak mengenai sesuatu yang dipelajari, kapan waktunya belajar dan
bagaimana proses belajar itu sendiri. Motivasi merupakan usaha individu
dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup untuk mencapai
kepuasan diri yang diinginkan Taormina & Gao dalam (Hariyono, 2016).
Menurut Huitt (2001) dalam (Cahyani, 2015) mengemukakan
motivasi adalah suatu kondisi atau status internal (kadang-kadang
diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang
mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka
mencapai suatu tujuan. Menurut Hakim (2000) mengemukakan pengertian
motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang
melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu (Imelda, 2014,
hal. 1).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu

22
kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan terjadi apabila individu
merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan ia harapkan.
Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam
rangka memenuhi harapan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang
berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan dan tujuan
merupakan hal ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut akan
mengarahkan perilaku dalam hal ini yaitu perilaku untuk belajar.

2.2.2 Jenis-jenis Motivasi


Menurut Syaiful Bahri dalam (Rahmawati, 2015, hal. 14), motivasi
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi dalam diri pribadi seseorang
atau motivasi intrinsik dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang
atau motivasi ekstrinsik. Adapun pengertian motivasi intrinsik dan
ekstrinsik yaitu:
1) Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan dorongan kuat yang berasal dari
dalam diri seseorang. Motivasi intrinsik sangat diperlukan untuk
menumbuhkan motivasi belajar, peserta didik yang memiliki motivasi
intrinsik selalu ingin maju dalam belajar, keinginan untuk ini
dilatarbelakangi oleh pemikiran positif bahwa semua pelajaran yang
dipelajari sekarang akan berguna untuk dirinya baik untuk sekarang
maupun dimasa yang akan datang.
2) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk mencapai sesuatu
didorong karena ingin mendapatkan penghargaan eksternal atau
menghindari hukuman eksternal. Seorang anak dikatakan memiliki
motivasi ekstrinsik untuk belajar jika peserta didik menempatkan tujuan
belajarnya di luar hal yang dipelajarinya, misalnya untuk mencapai angka
tinggi, gelar dan kehormatan. Contoh motivasi yang diberikan biasanya

23
dapat berupa pujian kepada peserta didik, hadiah, angka dan sebagainya
yang berpengaruh untuk merangsang siswa untuk giat belajar.
Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik sangat diperlukan dalam
proses belajar mengajar untuk mendorong peserta didik agar tekun
belajar. Motivasi ekstrinsik digunakan ketika siswa tidak memiliki
motivasi intrinsik. Dalam proses belajar mengajar di sekolah maupun di
rumah, kondisi lingkungan seperti guru, lingkungan teman, keluarga, dan
masyarakat memiliki peran yang nyata dalam menjadi pembangkit
motivasi belajar ekstrinsik peserta didik.

2.2.3 Fungsi Motivasi


Motivasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu
kegiatan, yang nantinya akan mempengaruhi kekuatan dari kegiatan
tersebut. Dimana motivasi merupakan pendorong seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan. Menurut Sardiman (2018) dalam (Sari, 2020, hal.
5) fungsi motivasi ada tiga yaitu:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau


motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan
motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak
dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan
kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi
tujuan tersebut.

Selanjutnya menurut Sukmadinata (2011) dalam (Arief, 2016),


mengatakan bahwa motivasi memiliki dua fungsi, yaitu:
1. Mengarahkan (directional function)

24
Dalam mengarahkan kegiatan, motivasi berperan
mendekatkan atau menjauhkan individu dari sasaran yang akan
dicapai. Apabila sasaran atau tujuan merupakan sesuatu yang
diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan mendekatkan.
Sedangkan bila sasaran tidak diinginkan oleh individu, maka
motivasi berperan menjauhi sasaran
2. Mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan (activating and
energizing function)
Suatu perbuatan atau kegiatan yang tidak bermotif atau
motifnya sangat lemah, akan dilakukan dengan tidak sungguh-
sungguh, tidak terarah dan kemungkinan besar tidak akan
membawa hasil. Sebaliknya apabila motivasinya besar atau kuat,
maka akan dilakukan dengan sungguh-sungguh, terarah dan penuh
semangat, sehingga kemungkinan akan berhasil lebih besar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi


berfungsi sebagai pendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan dan
mencapai prestasi. Dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari
adanya motivasi, maka seseorang yang melakukan kegiatan itu akan dapat
melahirkan prestasi yang baik dan sasaran akan tercapai.

2.2.4 Motivasi Belajar


Menurut Hakim (2000) dalam (Cahyani, 2015) belajar adalah suatu
proses perubahan-perubahan di dalam manusia, ditampilkan dalam bentuk
peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan
kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan,
daya pikir dan lain-lain. Jadi dalam kegiatan belajar terjadinya adanya
suatu usaha yang menghasilkan perubahan-perubahan itu dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini juga dikemukakan oleh
(Akhiruddin, 2019, hal. 20-21) yang menyatakan bahwa belajar adalah
suatu perubahan tingkah laku baik yang dapat diamati maupun yang tidak

25
dapat diamati secara langsung dan terjadi dalam diri seseorang karena
pengalaman.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan, belajar dapat
diartikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku baik yang
dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung dan
terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan untuk
membangkitkan gairah belajar peserta didik sehingga kegiatan belajar
dapat berjalan dengan baik. Adapun pengertian motivasi belajar menurut
Sardiman (2018) dalam (Setiyaningsih, 2020) merupakan keseluruhan
daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,
yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah
pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek
belajar itu dapat tercapai.
Motivasi belajar menurut Wahab (2015) dalam (Huriyanti, 2017)
adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan, dan daya sejenis
yang menggerakkan perilaku seseorang. Dalam arti lebih luas, motivasi
diartikan sebagai pengaruh dari energi dan arahan terhadap perilaku yang
meliputi: kebutuhan, minat, sikap, keinginan, dan perangsang. Menurut
Winkel dalam (Huriyanti, 2017, hal. 67) motivasi adalah motif yang sudah
menjadi aktif pada saat tertentu, sedang motif adalah daya penggerak
dalam diri seseorang individu untuk melakukan kegiatan tertentu demi
mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Reber (dalam Mahmud, 2012, hal.100) motivasi belajar
merupakan keadaan internal organisme baik manusia maupun hewan yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi
berarti pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah.
Motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong, menggerakkan
dan mengarahkan peserta didik dalam belajar (Astuti, 2012). Motivasi
belajar sangat erat sekali hubungannya dengan perilaku peserta didik

26
disekolah. Motivasi belajar dapat membangkitkan dan mengarahkan
peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang baru.
Dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan proses yang
memberikan semangat, arah, dan kegigihan perilaku peserta didik dalam
aktivitas belajar. Motivasi seseorang akan baik, apabila tujuan dalam diri
seseorang baik. Pada konteks belajar maka tujuan dari dalam diri peserta
didik yaitu untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Peserta didik
yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi dan
semangat untuk mengikuti aktivitas belajar.

2.2.5 Ciri-ciri Motivasi Belajar


Motivasi yang ada pada diri individu atau siswa sangat penting
dalam kegiatan belajar. Ada tidaknya motivasi seseorang individu untuk
belajar sangat berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri.
Seperti dikemukakan oleh Sardiman (2003) dalam (Sari, 2020, hal. 4)
motivasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam
waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak
memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin
(tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapai).
c. Mewujudkan minat terhadap bermacam-macam masalah untuk
orang dewasa (misalnya masalah pembangunan, agama, politik,
ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap
setiap tindak kriminal, amoral dan sebagainya).
d. Lebih senang bekerja mandiri
e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat
mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan
sesuatu)

27
g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu
h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal
Jika ciri-ciri tersebut terdapat pada seorang peserta didik berarti
peserta didik tersebut memiliki motivasi belajar yang cukup kuat yang
dibutuhkan dalam aktivitas belajarnya. Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa peserta didik yang memiliki motivasi tinggi dalam
belajar akan menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a. Keinginan mendalami materi
b. Ketekunan dalam mengerjakan tugas
c. Keinginan berprestasi
d. Keinginan untuk maju

2.2.6 Jenis-jenis Motivasi Belajar


Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan hal yang
penting setidaknya para siswa memiliki motivasi untuk belajar karena
kegiatan akan berhasil baik apabila anak yang bersangkutan mempunyai
motivasi yang kuat. Menurut Hapsari (2005) dalam (Danar, 2012, hal. 12)
membagi motivasi membagi dua jenis yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik dengan mendefinisikan kedua jenis motivasi itu
sebagai berikut yaitu motivasi intrinsik merupakan bentuk dorongan
belajar yang datang dari dalam diri seseorang dan tidak perlu rangsangan
dari luar. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan dorongan belajar yang
datangnya dari luar diri seseorang.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi terdiri
dari dua macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Berkenaan dengan kegiatan belajar motivasi intrinsik mempunyai sifat
yang lebih penting karena daya penggerak yang mendorong seseorang
dalam belajar daripada motivasi ekstrinsik. Keinginan dan usaha belajar
atas dasar inisiatif dirinya sendiri akan membuahkan hasil belajar yang
maksimal, sedang motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang mendorong
belajar itu timbul dari luar dirinya. Apabila keinginan untuk belajar hanya

28
dilandasi oleh dorongan dari luar dirinya maka keinginan untuk belajar
tersebut akan mudah hilang.
Menurut Thursam (2008) dalam (Danar, 2012), seorang peserta
didik yang memiliki motivasi intrinsik akan aktif belajar sendiri tanpa
disuruh guru maupun orang tua. Motivasi intrinsik yang dimiliki peserta
didik dalam belajar akan lebih kuat lagi apabila memiliki motivasi
ekstrinsik.
1. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik
Menurut Hapsari (2005) dalam (Danar, 2012), faktor yang
mempengaruhi motivasi intrinsik pada umumnya terkait dengan
intelegensi dan bakat dalam diri siswa. Sri Esti berpendapat, bahwa
motivasi intrinsik dipengaruhi oleh faktor pribadi seperti kepuasan.
Menurut Singgih (2008) dalam (Khasanah, 2016, hal. 52),
mengemukakan bahwa motivasi intrinsik dipengaruhi oleh faktor
endogen, faktor konstitusi, faktor dunia dalam, sesuatu bawaan, sesuatu
yang telah ada yang diperoleh dari proses belajar.
Seseorang yang meniru tingkah laku orang lain yang menghasilkan
sesuatu yang menyenangkan secara bertahap, maka dari proses tersebut
terjadi proses internalisasi dari tingkah laku yang ditiru tersebut
sehingga menjadi kepribadian dari dirinya.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang
mempengaruhi motivasi intrinsik antara lain:
a. Keinginan diri
Keinginan yang timbul dari dalam diri merupakan daya
dorong jiwa yang paling utama karena setiap perilaku individu
selalu disebabkan oleh suatu keinginan tertentu, keinginan
merupakan perasaan manusia. Dengan adanya keinginan dari
dalam diri individu maka muncullah motivasi yang mendorong
jiwa untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi atau
mendapatkan sesuatu yang diharapkan atau diinginkannya.
b. Kepuasan

29
Kepuasan individu terhadap sesuatu mempunyai korelasi
yang sangat kuat kepada tinggi rendahnya motivasi. Motivasi
membuat seseorang melakukan aktivitasnya karena menganggap
sebagai sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya atau memberikan
kepuasan untuk dirinya sendiri.
c. Kebiasaan baik
Kebiasaan atau sikap yang rutin dilakukan oleh manusia
dapat mengantarkan mereka kepada siapa diri mereka di masa
depan. Motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang dapat
membantu untuk mendorong melakukan suatu kebiasaan baik
yang mendapatkan dampak positif atau sebaliknya.

d. Kesadaran
Kesadaran yang muncul dalam diri seseorang timbul karena
dipengaruhi oleh motivasi dimana motivasi berperan dalam
pengaruh ego. Seseorang yang sadar akan sikap atau tugasnya
memiliki motivasi yang kuat dari dalam dirinya untuk mentaati
semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya.
2. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik
Menurut Supandi (2011) dalam (Eddison, 2022, hal. 39), motivasi
ekstrinsik merupakan motivasi yang timbul manakala terdapat
rangsangan dari luar individu. Menurut Thomas (2010) dalam (Handok,
2019) motivasi ekstrinsik merupakan motivasi penggerak atau
pendorong dari luar yang diberikan dari ketidakmampuan individu
sendiri. Santrock (2003) dalam (Indah, 2018, hal. 47), motivasi
ekstrinsik merupakan keinginan untuk mencapai sesuatu didorong
karena ingin mendapatkan penghargaan eksternal atau menghindari
hukuman eksternal. Motivasi ekstrinsik merupakan dorongan untuk
berprestasi yang diberikan oleh orang lain seperti semangat, pujian dan
nasehat guru, orang tua, dan orang lain yang dicintai.

30
Dari berbagai pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
motivasi ekstrinsik dipengaruhi atau rangsangan dari luar individu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik antara lain:
a. Pujian
Seseorang yang sukses atau berhasil menyelesaikan tugas
atau pekerjaannya dengan baik perlu diberikan pujian. Pujian ini
adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus
merupakan motivasi yang baik. Karena itu pujian merupakan
motivasi untuk memupuk suasana yang menyenangkan dan
membangkitkan gairah seseorang untuk melakukan tugas atau
pekerjaannya. Contohnya seorang guru memberikan
penghargaan atau pujian kepada peserta didik setelah menjawab
pertanyaan dengan baik, sehingga peserta didik lebih semangat
lagi dalam mengerjakan tugas tersebut.
b. Semangat
Motivasi adalah sesuatu yang bisa mendorong seseorang
untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan tujuan yang
ditetapkan. Motivasi bisa menjadi positif untuk memberikan
semangat mencapai suatu tujuan atau hal-hal tertentu yang
diharapkan.
c. Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidak
selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan mungkin
tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak
berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut.
d. Hukuman
Hukuman merupakan motivasi negatif, karena didasarkan
atas rasa takut. Sehingga kemungkinan dapat pula
menghilangkan moral dan aspek pribadi
e. Meniru sesuatu

31
Motivasi ekstrinsik dipengaruhi atau dirangsang dari luar
individu dan salah satunya adalah menirukan sesuatu. Seseorang
yang meniru tingkah orang lain, yang menghasilkan sesuatu
yang menyenangkan secara bertahap maka dari proses tersebut
terjadi proses internalisasi dari tingkah laku yang ditiru tersebut
sehingga menjadi kepribadian dari dirinya.

2.2.7 Fungsi Motivasi Belajar


Motivasi berhubungan erat dengan suatu tujuan. Dengan demikian
motivasi dapat mempengaruhi adanya kegiatan. Dalam kaitannya dengan
motivasi belajar motivasi merupakan daya gerak untuk melakukan belajar.
Menurut Purwanto (2006) dalam (Jannah, 2020, hal. 3) berpendapat bahwa
setiap motif itu berkaitan erat dengan suatu tujuan dan cita-cita. Makin
berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, semakin kuat pula motifnya
sehingga motif itu berguna bagi tindakan atau perbuatan seseorang.
Kegunaan atau fungsi motif-motif itu adalah:
a. Motif itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak.
Motif itu berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang
memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk
melakukan suatu tugas.
b. Motif itu menentukan arah perbuatan yakni ke arah yang
perwujudan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah
penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai
tujuan itu. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang
jalan yang harus ditempuh.
c. Motif menyeleksi perbuatan kita. Artinya menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi,
guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan
yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu.

32
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya fungsi
motivasi belajar adalah sebagai pendorong dan pengarah seseorang atau
peserta didik pada aktivitas mereka dalam pencapaian tujuan belajar.

2.2.8 Aspek-aspek Motivasi Belajar


Setiap orang memiliki keinginan untuk melakukan suatu hal.
Keinginan yang kuat merupakan pendorong bagi seseorang untuk
melakukan suatu aktivitas tertentu untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Dorongan pada diri seseorang untuk melakukan suatu
aktivitas timbul karena adanya rangsangan dari dalam diri sendiri maupun
dari luar atau lingkungannya.
Motivasi belajar peserta didik dapat dilihat melalui sikap yang
ditunjukkan siswa pada saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Menurut Cofer (Jannah, 2020, hal. 11) ada tiga aspek di dalam motivasi
yaitu:
a. Tujuan tingkah laku
Hal yang disebabkan karena setiap pemilikan kegiatan pasti ada
tujuan yang ingin dicapai.
b. Keteguhan tujuan yang dikaitkan dengan kegiatan
Hal ini menunjukan kesungguhan di dalam mencapai tujuan dari
tiap-tiap kegiatan.
c. Tingkat keteguhan dimana ciri-ciri kegiatan terdapat suatu tujuan
Hal ini lebih mempertegas bahwa dalam pencapaian tujuan ada
keteguhan yang semakin tinggi.
Menurut Dimyanti (Putri, 2019, hal. 648) motivasi belajar
memiliki tiga aspek atau komponen utama, yaitu:
a. Kebutuhan
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan
antara apa yang individu miliki dan yang individu harapkan.
b. Dorongan

33
Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan
dalam rangka memenuhi harapan atau pencapaian tujuan.
c. Tujuan
Tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan
tersebut akan mengarahkan perilaku individu.
Menurut Wahab (2005) dalam (Jannah, 2020, hal. 12) motivasi
memiliki tiga aspek, yaitu:
a. Menggerakan
Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada individu,
membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
Misalnya kekuatan dalam hal ingatan, respon-respon afektif dan
kecenderungan mendapat kesenangan.
b. Mengarahkan
Berarti motivasi belajar mengarahkan tingkah laku. Dengan
demikian menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku
individu diarahkan terhadap sesuatu.
c. Menopang
Artinya motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah
laku, lingkungan sekitar harus mengeluarkan intensitas dan arah
dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa aspek-aspek motivasi yaitu kebutuhan, dorongan dan
tujuan. Aspek-aspek yang mempengaruhi motivasi belajar ada juga
menggerakkan, mengarahkan, menopang tingkah laku yang semuanya
disadari oleh adanya kebutuhan, dorongan dan tujuan tertentu, ini
berdasarkan adanya dua aspek yang menjadi indikator pendorong motivasi
belajar peserta didik yaitu dorongan internal dan dorongan eksternal.

34
2.2.9 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Manusia secara naluriah pastilah memiliki keinginan untuk belajar.
Belajar terjadi ketika peserta didik memiliki minat untuk mengeksplorasi
rasa keingintahuannya dan memiliki relevansi dengan kebutuhan dan
tujuan dari peserta didik tersebut. Belajar akan dirasakan bermakna jika
muncul dari keinginan peserta didik tersebut. Keinginan yang mendorong
peserta didik untuk belajar dapat dikatakan sebagai motivasi belajar
(Lukita, 2021, hal. 146).
Menurut Sri, dkk (2017) dalam (Lukita, 2021) motivasi merupakan
proses internal yang menjadi salah satu faktor penggerak bagi siswa untuk
mau melibatkan dan mengarahkan dirinya ke dalam pembelajaran hingga
mencapai hasil tertentu. Motivasi siswa dapat digerakkan dari faktor
eksternal seperti pemberian materi oleh guru yang disusun secara kreatif,
dukungan dari orang tua, sedangkan motivasi dari faktor internal dapat
digerakkan dengan adanya minat belajar dari siswa. Motivasi tersebut
dapat juga dilihat dari kegiatan belajar.
Menurut Frandsen dalam (Wahyuni, 2015) adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi belajar individu sebagai berikut:
a. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik untuk belajar antara lain sebagai, dorongan ingin
tahu, adanya sifat positif dan kreatif dan keinginan ingin maju,
adanya keinginan untuk mencapai prestasi, dan adanya kebutuhan
untuk menguasai ilmu pengetahuan yang berguna bagi dirinya dan
orang lain.
b. Motivasi ekstrinsik
Faktor yang berasal dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh
terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata
tertib, teladan guru, dan orang tua. Kurangnya respon dari
lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar
individu menjadi lemah.

35
Menurut Soemanto dalam (Jannah, 2020, hal. 14) adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi motivasi belajar sebagai berikut:
a. Faktor stimulus
Faktor stimulus dibagi dalam hal-hal yang berhubungan dengan
panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan pelajaran, seperti
halnya berat ringannya tugas dan suasana lingkungan eksternal.
b. Faktor metode
Faktor yang dipengaruhi oleh kegiatan berlatih dan praktik,
pengenalan hasil belajar, indra, penggunaan dalam belajar, kondisi
insentif.
c. Faktor individual
Faktor yang dipengaruhi oleh kematangan, usia kronologis,
perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kapasitas
mental, kondisi kesehatan jasmani dan motivasi.
Menurut Newcomb dalam (Wulandari, 2021) faktor yang
berpengaruh pada pemberian motivasi belajar ditinjau dari penerima
motivasi, adalah sebagai berikut:
a. Pengamatan
Faktor yang menyusun munculnya lingkungan sebagai bagian dari
proses mengerjakan tugas dengan kondisi yang nyaman.
b. Pemikiran
Pemikiran adalah suatu bentuk tingkah laku yang diam lebih dari
berterus terang dimana benda-benda dan peristiwa-peristiwa
berpengaruh secara simbolik.
c. Perasaan
Perasaan tidak mewakili bagian terpisah dari tingkah laku tetapi
satu asumsi dimana perbuatan, persepsi dan pemikiran berlangsung.
Menurut Djaali (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
belajar, yaitu:
a. Sikap adalah suatu kesiapan emosional dalam beberapa jenis
tindakan pada situasi yang tepat.

36
b. Minat adalah rasa lebih suka atau rasa ketertarikan pada suatu hal
akan aktivitas tanpa ada yang menyuruh.
c. Kebiasaan belajar. Berbagai penelitian menyatakan bahwa hasil
belajar mempunyai korelasi positif dengan kebiasaan belajar.
d. Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri
yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang
perilakunya, isi pikiran dan perasaannya, serta bagaimana
perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.
Menurut Mudjiono (1999) dalam (Jannah, 2020, hal. 12) , terdapat
beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar siswa antara lain:
a. Cita-cita atau aspirasi siswa
Dari segi manipulasi kemandirian, keinginan yang tidak terpuaskan
dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar, dari segi
pembelajaran penguatan dengan hadiah atau hukuman akan dapat
mengubah keinginan menjadi kemauan dan kemauan menjadi cita-
cita. Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama bahkan
sampai sepanjang hayat. Cita-cita seseorang akan memperkuat
semangat belajar dan mengarahkan pelaku belajar.
b. Kemampuan siswa
Keinginan siswa perlu diikuti dengan kemampuan atau kecakapan
untuk mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi siswa
untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya.
c. Kondisi siswa
Kondisi siswa meliputi kondisi jasmani dan rohani. Seorang siswa
yang sedang sakit, lapar, lelah atau marah akan mengganggu
perhatiannya dalam belajar.
d. Kondisi lingkungan siswa
Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat
tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai
anggota masyarakat, maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan
sekitar.

37
e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran
Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran
yang mengalami perubahan karena pengalaman hidup. Pengalaman
dengan teman sebaya berpengaruh pada motivasi dan perilaku
belajar. Lingkungan alam, tempat tinggal dan pergaulan juga
mengalami perubahan. Lingkungan budaya seperti surat kabar,
majalah, radio, televisi semakin menjangkau siswa. Semua
lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajarnya.
Menurut Wlodkowski (2004) dalam (Murtiningsih, 2017, hal. 183)
motivasi belajar dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
a. Budaya
Setiap kelompok etnik mempunyai nilai-nilai tersendiri tentang
belajar. Ibu-ibu kebangsaan Jepang lebih menekankan usaha (effort)
dari pada kemampuan (ability), dibandingkan dengan ibu-ibu
kebangsaan Amerika yang mengutamakan penampilan sekolah yang
baik. Sistem yang dianut orang tua akan mempengaruhi keterlibatan
orang tua secara mendalam dalam upaya-upaya untuk menanamkan
energy si anak.
b. Keluarga
Faktor keluarga memberikan pengaruh penting terhadap motivasi
belajar seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Benjamin Bloom
terhadap sejumlah profesional muda (28 tahun sampai 35 tahun)
yang berhasil dalam karirnya dalam berbagai lapangan seperti pakar
matematika, neurology, pianis, maupun olahragawan, menunjukkan
ciri-ciri yang sama yaitu adanya keterlibatan orang tua mereka.
Mereka menunjukkan adanya keterlibatan langsung orang tua dalam
belajar anak, mereka melihat dorongan orang tua merupakan hal
yang utama di dalam mengarahkan tujuan mereka.
c. Sekolah

38
Peran guru dalam memotivasi anak juga tidak diragukan. Di bawah
ini beberapa kualitas guru yang efektif dalam memotivasi anak,
yaitu;
- Guru selaku manajer yang baik.
- Guru mengharapkan siswanya untuk menjadi murid yang
sukses.
- Guru memberikan bahan pelajaran yang sesuai dengan
kapasitas muridnya.
- Guru memberikan umpan balik bagi muridnya.
- Guru memberikan tes yang adil.
- Guru menjelaskan criteria perilaku penilaiannya. Guru mau
merangsang nalar anak.
- Guru membantu anak untuk menyadari pertumbuhan
kompetensi dan penguasaan murid.
- Guru mampu bersikap empati. Guru menilai pengetahuan
di atas nilai.
Berdasarkan uraian diatas faktor yang mempengaruhi motivasi
belajar adalah motivasi intrinsik yaitu dorongan dari dalam diri individu
sendiri, dan ada motivasi ekstrinsik yaitu dorongan dari luar diri individu
seperti lingkungan sekitar.

2.2.10 Prinsip-prinsip Dalam Motivasi Belajar


Aktivitas belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan yang
terlepas dari faktor lain. Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang
melibatkan unsur jiwa dan raga. Belajar tidak akan pernah dilakukan tanpa
suatu dorongan yang kuat baik dari dalam yang utama maupun dari luar
sebagai upaya lain yang tidak kalah pentingnya.
Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas belajar seseorang dalam
pembahasan disebut motivasi. Motivasi mempunyai peranan penting yang
strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seorang yang mau

39
belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar.
Agar peranan motivasi lebih optimal maka prinsip-prinsip motivasi belajar
tidak hanya sekedar diketahui, tetapi harus diterangkan dalam aktivitas
belajar mengajar.
Menurut Djamarah (2002) dalam (Fuadi, 2017, hal. 87-88) ada
beberapa prinsip motivasi yang diterapkan dalam proses belajar yaitu
sebagai berikut:
1. Motivasi sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas
belajar
2. Motivasi intrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik dalam
belajar
3. Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman
4. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar
5. Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar
6. Motivasi melahirkan prestasi dalam belajar

Menurut Hover dalam (Hamalik, 2003) mengemukakan prinsip-


prinsip motivasi sebagai berikut:
a. Pujian akan lebih efektif daripada hukuman.
b. Semua murid mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (yang
mendasar) tentunya yang harus mendapat kepuasan.
c. Motivasi yang berasal dari dalam individu akan lebih efektif
daripada motivasi yang dipaksakan dari luar.
d. Terhadap perbuatan yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu
dilakukan usaha pemantauan.
e. Motivasi itu mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain.
f. Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang
motivasi.
g. Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan
minat yang lebih besar untuk mengerjakan dari pada tugas-tugas
tersebut dipaksakan oleh guru.

40
h. Pujian-pujian yang datang dari luar kadang diperlakukan dan
cukup efektif untuk merangsang minat.
i. Teknik dan proses belajar yang bervariasi cukup efektif untuk
memelihara minat siswa.
j. Manfaat minat yang dimiliki oleh peserta didik adalah bersifat
ekonomis.
k. Kegiatan-kegiatan yang kurang merangsang akan diremehkan oleh
peserta didik yang tergolong pandai.
l. Kecemasan yang besar akan menimbulkan kesulitan belajar.
m. Kecemasan dan frustasi yang lemah dapat menimbulkan kesulitan
belajar.
n. Apabila tugas tidak terlalu sukar dan apabila tidak ada maka
frustasi secara cepat menuju ke demoralisasi.
o. Setiap siswa memiliki tingkat frustasi yang berbeda.
p. Tekanan kelompok kebanyakan efektif dalam motivasi dari pada
tekanan orang tua atau guru.
q. Motivasi yang besar erat hubungannya dengan kreativitas peserta
didik.

2.3 Hubungan antara persepsi gender dengan motivasi belajar siswa SMP
Pengertian gender menurut Muhtar (2002), bahwa gender dapat diartikan
sebagai jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran
sosial berdasarkan jenis kelamin. Gender sama sekali berbeda dengan pengertian
jenis kelamin. Gender merupakan suatu pembeda peran, kedudukan, tanggung
jawab, serta pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh
masyarakat, berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang diyakini oleh
masyarakat tersebut. Perbedaan gender disebabkan karena perbedaan perlakuan
yang bersifat tetap yang diberikan pada laki-laki dan perempuan. Persepsi gender
merujuk kepada definisi pandangan sosial budaya dari laki-laki dan perempuan
serta memberikan peran-peran sosial kepada mereka. Hal ini digunakan untuk

41
memahami realitas sosial dalam hubungannya dengan perempuan dan laki-laki
(Bhasin, 2000). Misalnya perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut,
emosional, cantik dan keibuan, sementara laki-laki dikenal sebagai sosok yang
kuat, rasional, jantan dan perkasa. Sedangkan motivasi belajar merupakan suatu
faktor penentu keberhasilan peserta didik dalam belajar. Menurut Beratha (2011)
dalam (Gusti Ayu Dewi Setiawati, 2018, hal. 174) menyatakan bahwa motivasi
belajar yaitu suatu usaha yang mendorong seseorang untuk bersaing dengan
standar keunggulan berupa kesempurnaan tugas, atau nilai yang diperoleh di
kelas. Misalnya peserta didik perempuan lebih unggul dibidang pendidikan
akademis sedangkan peserta didik laki-laki lebih unggul di bidang vokasi
(praktek).

Persepsi gender antar peserta didik yang baik menunjukkan penguasaan


terhadap konsep-konsep dan tercapainya tujuan pendidikan, khususnya
meningkatkan pemahaman dalam belajar. Secara umum persepsi gender
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku peserta didik
sehingga membentuk motivasi belajar peserta didik. Dalam penelitian ini,
motivasi belajar siswa yang dimaksud adalah pemahaman tentang bagaimana
pandangan peserta didik terhadap gender sehingga dapat meningkatkan serta
mendorong motivasi belajarnya. Menurut Hoang (2008) mengungkapkan bahwa
laki-laki dengan semua karakteristik bawaannya berbeda dengan perempuan,
dalam (Malini, 2019, hal. 146). Perbedaan-perbedaan tersebut diduga berpengaruh
dalam aspek motivasi belajar peserta didik yang dialami. Seperti pendapat Byrne
(2004) yang mengatakan bahwa gender secara tidak langsung berpengaruh
terhadap pembentukkan sikap dan motivasi belajar.

Hubungan gender di sekolah sangat erat kaitannya dengan prestasi belajar


di sekolah. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani
(2018) mendapatkan bukti bahwa ada pengaruh langsung gender terhadap prestasi
belajar peserta didik. Hal ini dikarenakan perbedaan struktur otak laki-laki dan
perempuan berbeda. Efek yang ditimbulkan dari perbedaan struktur otak tersebut
merupakan perbedaan pola pikir peserta didik laki-laki dan peserta didik

42
perempuan. Permasalahan gender dapat diatasi oleh guru dengan cara berlaku adil
terhadap semua peserta didik, serta menanamkan rasa saling menghargai
dan menghormati sesama teman agar peserta didik mampu menumbuhkan
semangat belajar dan motivasi belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi
belajarnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2011) yang bertujuan untuk


mengetahui perbedaan motivasi belajar matematika peserta didik laki-laki dan
perempuan kelas X SMA Bhinneka Karya 2 Boyolali Tahun Ajaran 2012/2013.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara peserta didik laki-laki dan perempuan,
dimana perempuan memiliki motivasi belajar matematika yang lebih tinggi dari
peserta didik laki-laki. Oleh karena itu, dapat diuraikan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara persepsi gender terhadap motivasi belajar peserta didik.

2.5 Kerangka Berpikir


Bentuk penyajian kerangka berpikir bisa disajikan ke dalam tiga bentuk
yakni naratif, matematis maupun grafis. Berdasarkan kajian teori diatas maka
penelitian ini dapat dirumuskan dengan kerangka berpikir tentang hubungan
antara persepsi gender dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 5 Kota Kupang,
selanjutnya dapat disusun kerangka berpikir dari penelitian ini, sebagai berikut:

PERSEPSI GENDER MOTIVASI BELAJAR

 Aspek Kognitif  Kebutuhan


 Aspek Afektif  Dorongan
 Aspek Konatif 43  Tujuan
Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa persepsi gender merupakan
suatu hal yang sangat penting karena dapat memberikan pengaruh dalam bidang
pendidikan yaitu pada perkembangan motivasi belajar pada peserta didik. Persepsi
peserta didik relatif akan berbeda dan hal ini tergantung faktor yang
mempengaruhi. Faktor-faktor itu diantaranya pengalaman, kebutuhan, penilaian
ekspektasi/ pengharapan, tampak luar, sifat-sifat stimulus, situasi lingkungan,
perasaan dan lainnya. Selain itu juga komponen persepsi yang menjadi tolak ukur
peserta didik dalam memberikan persepsi terhadap gender di antaranya aspek
kognitif, afektif dan konatif.
Peserta didik yang mampu memahami tentang apa itu gender maka akan
terciptanya kesetaraan gender. Kesetaraan gender penting karena setiap orang
berhak mendapatkan kesempatan dalam segala bidang dan juga untuk
menghilangkan segala bentuk diskriminasi. Di dalam lingkungan sekolah
diharapkan agar adanya suatu kesetaraan gender antara peserta didik laki-laki dan
peserta didik perempuan dimana semua peserta didik mendapatkan ilmu
pengetahuan dalam bidang pendidikan melalui belajar di sekolah, maka
diperlukan adanya motivasi belajar baik dari luar maupun dari dalam diri peserta
didik karena dapat memberikan pengaruh pada prestasi belajar. Adapun faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik yaitu kebutuhan,
dorongan dan tujuan. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian yang
signifikan dari hubungan antara persepsi gender terhadap motivasi belajar pada
siswa.

2.6 Hipotesis Penelitian


Menurut Sugiyono (2015) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah. Karena sifatnya masih sementara, maka perlu dibuktikan

44
kebenarannya melalui data empirik yang terkumpul. Untuk menguji ada tidaknya
hubungan antara persepsi gender terhadap motivasi belajar siswa, maka diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H1: Ada hubungan yang signifikan antara persepsi gender dan motivasi belajar
pada siswa SMP Negeri 5 Kota Kupang
H0: Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi gender dan motivasi
belajar pada siswa SMP Negeri 5 Kota Kupang

45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri Kota
Kupang yang beralamat Jalan Frans Seda, No. 21, Kelurahan Kelapa Lima.
Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu yang digunakan oleh peneliti selama
penelitian berlangsung. Waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian
kurang lebih 2 bulan.

3.2 Instrumen Penelitian


Menurut Sugiyono (2015) instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan mengukur kejadian (variabel penelitian) alam maupun sosial yang
diamati. Menurut (Arikunto, 2014) instrumen penelitian merupakan alat bantu.
Secara minimal alat bantu tersebut berupa pertanyaan yang akan ditanyakan
sebagai catatan, serta alat tulis untuk menuliskan jawaban yang diterima.
Instrumen penelitian adalah alat yang dipakai dalam sebuah kegiatan penelitian
yang khususnya sebagai pengukuran dan pengumpulan data. Penelitian ini
menggunakan skala likert.

3.3 Jenis Penelitian


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Menurut Sugiyono (2018) menyatakan bahwa metode kuantitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positif,
digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

46
menggunakan instrumen penelitian, analisis bersifat kuantitatif/statistik, dengan
tujuan untuk menggambarkan dan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Penelitian kuantitatif ini digunakan oleh peneliti untuk mengetahui
hubungan antara persepsi gender dengan motivasi belajar pada siswa SMP Negeri
5 Kota Kupang dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian korelasional. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang
menyelidiki kait-berkait atau hubungan antara dua variabel atau lebih (Hasanudin,
2017).

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi Penelitian
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan guna pengolahan data
berdasarkan permasalahan yang dikaji peneliti, maka diperlukan populasi
sebagai sasaran dalam penelitian ini. Populasi adalah keseluruhan subjek
dalam penelitian atau objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi adalah seluruh data yang
menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita
tentukan. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek
yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki
oleh subyek atau obyek itu, Sugiyono (2017). Populasi dalam penelitian
ini adalah siswa atau siswi SMP Negeri 5 Kota Kupang yang berjumlah
964 orang. Dapat diuraikan dengan tabel berikut:

Tabel 3.4.1 Populasi Penelitian

Jumlah Siswa
No. Kelas Total Populasi
L P

1. VII A 17 15 32 306

47
VII B 17 15 32

VII C 17 15 32

VII D 16 15 31

VII E 15 16 31

VII F 13 12 25

VII G 14 12 26

VII H 14 11 25

VII I 8 17 25

VII J 10 14 24

VII K 8 15 23

Jumlah 149 157 306

2. VIII A 18 14 32 319

VIII B 16 13 29

VIII C 17 15 32

VIII D 17 15 32

VIII E 17 15 32

VIII F 17 14 31

VIII G 16 14 30

VIII H 16 14 30

VIII I 8 16 24

VIII J 8 16 24

VIII K 8 15 23

48
Jumlah 158 161 319

3. IX A 19 12 31

IX B 18 14 32

IX C 17 14 31

IX D 13 17 30

IX E 16 16 32

IX F 13 18 31
339
IX G 13 16 29

IX H 13 18 31

IX I 17 14 31

IX J 17 13 30

IX K 18 13 31

Jumlah 174 165 339

Total: 964

Sumber Data: SMP Negeri 5 Kota Kupang

3.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Arikunto, 2014). Sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila
populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel pada populasi
itu. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
representatif.

49
Berdasarkan penelitian ini, maka peneliti menggunakan teknik
probability sampling dengan cara Proportional Stratified Random
Sampling. Proportional Stratified Random Sampling merupakan teknik
pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata, dan
teknik ini digunakan bila populasinya mempunyai anggota unsur yang
tidak homogen dan berstrata (Sugiyono, 2015). Untuk menentukan
besarnya sampel pada setiap kelas dilakukan dengan menggunakan rumus
Slovin yaitu:

N
n=
1+N (e )2

Keterangan
n = jumlah sampel
N = jumlah seluruh populasi
e = batas toleransi kekeliruan 15% (error tolerance)
Dalam penelitian ini sampel yang diambil berjumlah 97 orang
siswa dengan setiap kelas diambil 10% dari populasi 964 siswa. Jika
subjeknya kurang dari 100, maka sampel diambil seluruhnya sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi jika jumlah
subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% (Arikunto,
2014). Berdasarkan data populasi diambil dari kelas 10 maka pengambilan
sampel menggunakan teknik Proportional Stratified Random Sampling
(PSRS) disajikan dalam tabel berikut ini:

Sampel
No. Kelas Jumlah Persentasi
L P
1. VII A 32 15% 4 3
2. VII B 32 15% 3 4
3. VII C 32 15% 4 3
4. VII D 31 15% 3 3
5. VII E 31 15% 3 3

50
6. VII F 25 15% 3 3
7. VII G 26 15% 3 3
8. VII H 25 15% 3 3
9. VII I 25 15% 3 3
10. VII J 24 15% 3 3
11. VII K 23 15% 3 3
Jumlah 306 15% 35 34
1. VIII A 32 15% 4 3
2. VIII B 29 15% 3 4
3. VIII C 32 15% 4 3
4. VIII D 32 15% 3 4
5. VIII E 32 15% 4 3
6. VIII F 31 15% 3 4
7. VIII G 30 15% 3 3
8. VIII H 30 15% 3 3
9. VIII I 24 15% 3 3
10. VIII J 24 15% 3 3
11. VIII K 23 15% 3 3
Jumlah 319 15% 36 36
1. IX A 31 15% 3 4
2. IX B 32 15% 4 3
3. IX C 31 15% 3 4
4. IX D 30 15% 4 3
5. IX E 32 15% 3 4
6. IX F 31 15% 4 3
7. IX G 30 15% 3 4
8. IX H 30 15% 4 3
9. IX I 24 15% 3 4
10. IX J 24 15% 4 3
11. IX K 23 15% 3 4

51
Jumlah 339 15% 38 39
Total Sampel 15% 218
Sumber Data: SMP Negeri 5 Kota Kupang

Oleh karena itu yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
peserta didik SMP Negeri 5 Kota Kupang pada kelas VII A-K, VIII A-K
dan IX A-K, dengan jumlah sampel yang dapat diambil adalah 97 peserta
didik.

3.5 Variabel Penelitian


Variabel penelitian merupakan atribut seseorang atau objek yang
mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain, atau satu objek dengan
objek lain menurut Hatcg dan Farhady dalam (Sugiyono, 2015, hal. 38). Variabel
bebas yaitu variabel yang mempengaruhi variabel lain sedangkan variabel terikat
merupakan variabel yang dipengaruhi variabel lain. Variabel terikat dapat
dikatakan juga sebagai variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel
bebas. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu persepsi gender sebagai
variabel bebas (variabel X) dan motivasi belajar sebagai variabel terikat (variabel
Y).
3.5.1 Definisi Variabel
Purwanto (2013) mengemukakan bahwa definisi operasional
diperlukan dalam kaitannya dengan observasi terhadap variabel penelitian.
Observasi menunjukan pada metode pengumpulan data, dimana penalaran
peneliti secara deduktif dikaitkan dengan variabel yang dikajinya. Maka
dari itu, peneliti mengklasifikasikan definisi operasional pada penelitian
ini sebagai berikut:
1. Persepsi gender merupakan kepercayaan normatif tentang
bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki – laki dalam
berperan, bertanggung jawab dalam kehidupan sehari hari, serta
bagaimana mereka berpenampilan, bertindak dalam wilayah

52
seksualitas. Adapun aspek dalam persepsi gender yaitu aspek
kognitif (Pemahaman tentang gender), aspek Afektif (Sikap
terhadap gender) dan aspek konatif (Komitmen terhadap gender)
2. Motivasi belajar merupakan dorongan yang timbul baik dari dalam
maupun dari luar diri siswa, yang mampu menimbulkan semangat
dan kegairahan belajar serta memberikan arah pada kegiatan
belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Adapun
aspek-aspek dalam motivasi belajar yaitu kebutuhan, dorongan dan
tujuan.

3.6 Metode Penelitian


Menurut Sevill dalam (Renanda, 2018, hal. 106) membagi metode pengumpulan
data menjadi pertanyaan dan pernyataan (objektif). Metode pertanyaan
mengumpulkan data dengan menggunakan angket dan kuesioner, sedangkan
metode yang dipakai untuk mengumpulkan data menggunakan skala. Jadi untuk
penelitian ini metode yang dipakai untuk pengumpulan data adalah menggunakan
pertanyaan dan pernyataan dengan instrumen skala penelitian. Skala penelitian
yang dipakai adalah model skala Likert dan skala interval, skala likert adalah
suatu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang
tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2015) sedangkan skala interval adalah skala
pengukuran yang diaman jarak antara satu tingkat dengan yang lain sama,
(Suharsaputra, 2002). Jawaban dari setiap item instrumen yang menggunakan
angket susunannya dari sangat positif sampai dengan sangat negatif yang berupa
kata-kata seperti: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak
Setuju (STS) sedangkan untuk kuesioner menggunakan model modifikasi skala
dan adaptasi penelitian dari Suyasa (2011) dimana pertanyaan diberikan skor yang
akan dijumlah semua pertanyaannya dan dibagi rata skornya berdasarkan jumlah
pertanyaan yang diberikan pada setiap item.
Dengan demikian, dalam pengukuran variabel penelitian, responden diminta
untuk menyatakan persepsinya dengan memilih salah satu dari alternatif jawaban

53
dalam skala satu sampai dengan empat sedangkan untuk variabel intensitas
responden akan menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti kemudian
peneliti akan memberikan skor sesuai dengan rentangan yang ditentukan.

3.7 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas


1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan


suatu angket. Suatu angket dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang diinginkan, dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti
secara tepat. Tinggi rendahnya validitas angket, menunjukan sejauh mana
data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel
yang dimaksud (Sugiyono, 2015). Pengujian validitas dianalisis dengan
rumus Pearson product Moment sebagai berikut:

n ∑ XY −(∑ X )(∑ Y )
r xy= ¿¿
√ ¿¿¿
Keterangan :
ʳxy = Koefisien korelasi item-total (bivariate pearson)
X = Skor item
Y = Skor total
n = Banyaknya sampel
Untuk menentukan instrumen valid atau tidak adalah dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Jika r hitung ≥ r tabel dengan taraf signifikan 0,05, maka
instrumen tersebut dikatakan valid
2. Jika r hitung ≤ r tabel dengan taraf signifikan 0,05, maka
instrumen tersebut dikatakan tidak valid.

54
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu alat yang memberikan hasil yang sama
(Konsisten). Hasil pengukuran itu haru tetap sama (relatif sama) jika
pengukuran diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh
orang yang berbeda, waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda pula,
dalam (Sugiyono, 2015). Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat
ukur yang reliabel. Dalam menguji instrumen ini, peneliti menggunakan
rumus Cronbach. Rumus reliabilitas dengan metode Alpha adalah:

R=a ( k −1
k
)(1− ∑StSi )
Keterangan : r =α =¿ nilai reliabilitas
∑Si = jumlah varian tiap skor item
St = varians total
k = jumlah item

3.8 Analisis Data


Teknik analisis data adalah metode atau cara untuk memproses suatu data
yang telah terkumpul dari lapangan dan menjadi mudah dipahami dan bermanfaat
untuk digunakan menemukan solusi dari permasalahan penelitian (Sugiyono,
2015). Analisis data juga diperlukan agar kita dapat meningkatkan solusi atas
permasalahan penelitian yang tengah dikerjakan.
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menjawab rumusan masalah
mengenai hubungan antara persepsi gender dengan motivasi belajar
pada siswa SMP Negeri 5 Kota Kupang. Adapun perhitungan mengenai
analisis deskriptif dua variabel adalah sebagai berikut: variabel persepsi
gender dan motivasi belajar.
2. Asumsi Klasik

55
Sebelum melakukan uji hipotesis maka terlebih dahulu harus
melakukan uji coba asumsi dasar sebagai persyaratan untuk dapat
menggunakan analisis korelasi sebagai teknik analisis datanya. Uji
asumsi dasar yaitu uji normalitas data, uji linearitas data dan uji
homogenitas.
a) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah setiap
variabel berdistribusi normal atau tidak. Salah satu cara
untuk mengetahui nilai normalitas adalah dengan rumus
kolmogrov-smirnov menggunakan bantuan SPSS. Jika
signifikan lebih besar dari 0,5 maka data tersebut normal.
b) Uji Linearitas
Uji linearitas merupakan suatu prosedur yang digunakan
untuk mengetahui status linear tidaknya suatu data. Dalam
perhitungannya peneliti menggunakan program SPSS.
Dasar pengambilan keputusan yaitu jika nilai signifikan
lebih besar dari 0,5 maka data dikatakan linear. Sebaliknya
jika nilai signifikan kurang dari 0,5 maka data dikatakan
tidak linear.
c) Uji Homogenitas
Uji homogenitas merupakan suatu uji yang dilakukan untuk
mengetahui bahwa dua atau lebih kelompok data sampel
berasal dari populasi yang memiliki varians sama
(homogen) atau tidak. Dalam perhitungannya peneliti
menggunakan program SPSS. Jika nilai signifikan (p)
>0,05 menunjukan kelompok data berasal dari populasi
yang memiliki varians yang sama (homogen). Sebaliknya
jika nilai signifikan (p) <0,05 menunjukan masing-masing
kelompok data berasal dari populasi dengan varians yang
berbeda (tidak homogen).

56
3. Uji Hipotesis Menggunakan Pendekatan Analisis Korelasi Product
Moment
Teknik analisis data digunakan untuk menguji hipotesis yang
dianjurkan pada akhir akan sampai pada hasil penelitian. Adapun tujuan
dari analisis untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara persepsi
gender dengan motivasi belajar. Jika terdapat hubungan antara variabel
bebas dan terikat, maka untuk mengetahui signifikan antara variabel bebas
dan terikat. Untuk menghitung besarnya hubungan, maka akan
menggunakan uji Korelasi Pearson Product Moment. Uji ini untuk
menguji hipotesis hubungan antara variabel independen (persepsi gender)
dengan variabel dependen (motivasi belajar).

n ∑ XY −(∑ X )(∑ Y )
r xy= ¿¿
√ ¿¿¿
Keterangan:
rxy = Korelasi antara variabel x dan y
n = Banyaknya data
x = Variable independent
y = Variable dependent

57
3.9 Skema Alur Penelitian

Tahapan Persiapan
1. Menyiapkan instrumen
2. Menguji surat ijin dan mengantarkan ke
lokasi penelitian

Tahapan Pelaksanaan
1. Melakukan uji coba instrumen
2. Pengisian instrumen oleh subyek penelitian

58
DAFTAR PUSTAKA

Agustriyana, N. A. (2017). FULLY HUMAN


Tahapan BEINGData
Pengolahan PADA REMAJA
SEBAGAI. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia Volume 2 Nomor 1
1. Melakukan
bulan Maret 2017, 10. tabulasi data pada Ms. Excell
2. Melakukan
Akbar, R. F. (2015). Analisis analisis
Persepsi data
Pelajar hasil penelitian
Tingkat Menengah Pada Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Kudus. Edukasia: Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam, 194.
Akhiruddin. (2019). Belajar dan Pembelajaran. Sungguminasa Kab. Gowa: CV.
Cahaya Bintang Cemerlang.

Arief, H. S. (2016). MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MELALUI


PENDEKATAN. Jurnal Pena Ilmiah Vol. 1, No. 1, 142.
Arifin, H. S. (2017). ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERSEPSI MAHASISWA UNTIRTA TERHADAP KEBERADAAN
PERDA SYARIAH DI KOTA SERANG . Jurnal Penelitian Komunikasi
dan Opini, 91.
Arikunto, S. (2014). PROSEDUR PENELITIAN, Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Asikin, A. R. (2014). Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan
Kesadaran Gender Siswa. Jurnal Univeristas Pendidikan Indonesia , 6.
Astuti, A. N. (2012). HUBUNGAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI GURU
DENGAN MOTIVASI BELAJAR MATA PELAJARAN MATEMATIKA
PADA SISWA KELAS IV SD MUHAMMADIYAH SOKONANDI,
UMBULHARJO, YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 .
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta .
Cahyani, E. (2015). PENGARUH MOTIVASI TERHADAP PRESTASI
BELAJAR MAHASISWA POLITEKNIK ANIKA PALEMBANG.
Jurnal STIE, 4.
Dale, H. S. (2012). Motivasi dalam Pendidikan Teori, Penelitian dan Aplikasi.
Jakarta: PT Indeks.
Danar, V. F. (2012). Hubungan Antara Motivasi Belajar Intrinsik Dan Ekstrinsik
Siswa Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas X Kompetensi Keahlian
Teknik Audio Video SMK Ma'Arif Wates . Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.

59
Eddison, Y. T. (2022). Pengaruh Media Vidio Pembelajaran Terhadap Motivasi
Belajar Siswa Di SMP Negeri 5 Dumai. Jurnal Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Vol 1 No 2, 39.
Fakih, M. (2008). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Fuadi, M. (2017). HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR SISWA DAN
KINERJA GURU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA . Jurnal
Tarbiyah Islamiyah P-ISSN : 2541-3686 Volume 2 Nomor 1, 87-88.
Gusti Ayu Dewi Setiawati, A. A. (2018). Pengaruh Motivasi Belajar dan Gender
Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas Bilingual SMP (SLUB)
Saraswati 1 Denpasar . Proceeding Biology Education Conference,
Volume 15, Nomor 1 p-ISSN:2528-5742, 174.
Hakim, T. (2000). Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.
Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Handok, M. K. (2019). Hubungan Motivasi Belajar Instrinsik Terhadap Prestasi
Belajar Biologi Kelas XI IPA di SMA Negeri 4 Tanjungpinang. J.
Pedagogi Hayati ISSN 2503-0752 e-ISSN: 2579-4132 Vol. 3 No. 1 , 2.
Huriyanti, L. (2017). PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA
SISWA SETELAH MENGGUNAKAN STRATEGI PEMBELAJARAN
QUICK ON THE DRAW. Jurnal Pendidikan Matematika dan
Matematika ISSN : 2460 – 7797, 67.
Imelda, E. C. (2014). PENGARUH MOTIVASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR
MAHASISWA PENGARUH MOTIVASI TERHADAP PRESTASI
BELAJAR MAHASISWA. Palembang: STIE Rahmaniyah, Politeknik
Anika.
Indah, S. (2018). MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI
MANAJEMEN DALAM PENGUASAAN KETERAMPILAN
BERBICARA (SPEAKING) BAHASA INGGRIS. Jurnal Manajemen
Tools ISSN : 2088-3145 Vol. 9No. 1, 47.
Jannah, M. (2020). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Motivasi Belajar
Pada Siswa SMK Roudlotus Sa'Idiyyah Semarang. Semarang: Fakultas
Psikologi Universitas Semarang.
Kahar, I. (2017). PENGARUH MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA
KELAS X TERHADAP HASIL BELAJAR SERVIS ATAS BOLA VOLI
SMANEGERI 18 LUWU. Program studi Pendidikan Jasmani dan
Olahraga Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, 6.

60
Khasanah, N. (2016). MOTIVASI ORANGTUA DALAM MENGIKUTI
PROGRAM BINA KELUARGA BALITA DI KELURAHAN UWUNG
JAYA KOTA TANGERANG. Journal of Nonformal Education and
Community Empowerment ISSN 2252-6331, 52.
Latief, R. (2019 ). PENERAPAN JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER
DALAM BERITA PROSTITUSI ONLINE VANESSA ANGEL DI
DETIK.COM. Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin
Makassar, 1.
Lomu, L. (2018 ). PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN DISIPLIN
BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
SISWA. Prosiding Seminar Nasional Etnomatnesia ISBN: 978-602-6258-
07-6, 747.
Lukita, D. (2021). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI
BELAJAR SISWA DI ERA PANDEMI COVID-19. Akademia | Jurnal
Teknologi Pendidikan Vol 10 No. 1, 146.
Malini, G. A. (2018 e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607). Perbedaan motivasi
belajar siswa ditinjau dari jenis kelamin dan urutan kelahiran di SMAN 1
Tabanan dengan sistem full day school. Jurnal Psikologi Udayana, 146.
Malini, G. A. (2019). Perbedaan Motivasi Belajar Ditinjau Dari Jenis Kelamin
Dan Urutkan Kelahiran Di SMAN 1 Tabanan Dengan Sistem Full Day
School. Jurnal Psikologi Udayana e-ISSN:26544024: p-ISSN:2354 5607,
146.
Murtiningsih. (2017). PENGARUH MOTIVASI BELAJAR, SARANA
BELAJAR, DAN PERCAYA DIRI TERHADAP HASIL BELAJAR IPS
SISWA PENERIMA BSM (BANTUAN SISWA MISKIN) SMP NEGERI
DI SURABAYA. Jurnal Ekonomi Pendidikan dan Kewirausahaan ISSN
print 2303-324X, ISSN online 2579-387X Vol. 5 No. 2, 183.
Okpitarida, V. (2012). PERSEPSI MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI
TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN
KARIR SEBAGAI AKUNTAN PENDIDIK BERDASARKAN GENDER.
SURABAYA : STIE Perbanas Surabaya .
Puspitawati, H. (2012). Gender dan Keluarga. Bogor: PT Penerbit Taman
Kencana Bogor.
Putri, C. G. (2019). HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL
KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA REMAJA
YANG ORANG TUANYA BERCERAI. Jurnal Mitra Pendidikan (JMP
Online) e-ISSN 2550-0481 p-ISSN 2614-7254 Vol. 3, No.5, 644-656., 648.

61
Rahmawati, R. (2015). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI
BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 PIYUNGAN PADA MATA
PELAJARAN EKONOMI TAHUN AJARAN 2015/2016. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Rahmi, A. A. (2019). Pengaruh Motivasi Belajar dan Efikasi Diri Terhadap
Regulasi Belajar Santri. ISSN:2477-2666/E-ISSN:2477. Vol 7 No 1 2019,
169.
Rakhmat, J. (2011). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Renanda, S. (2018). PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANAK
DITINJAU DARI PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN. Jurnal
Ecopsy, Vol 5 No 2, 106.
Robbins S, P. (2003). Perilaku Organisasi (Jilid I). Edisi Alih Bahasa. Jakarta: PT
Indeks Kelompok Gramedia.
Saeful, A. (2019). Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan. Jurnal
Pendidikan Islam, Tarbawi Vol 1, 18.
Sapariah. (2015). Analisis Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Kinerja Karyawan
Bagian Perawatan Pada PT Mulia Bhakti Kahuripan. FAKULTAS
EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK, 9.
Sari, N. M. (2020). Pengaruh Kartu Jakarta Pintar (KJP) Terhadap Motivasi
Belajar Siswa Kelas XII Di SMK Dharma Putra 1 Jakarta . Research and
Development Journal Of Education p-ISSN 2406-9744 e-ISSN 2657-1056,
5.
Sarwono, S. W. (2004). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
Setiyaningsih, S. (2020). Hubungan Variasi Mengajar Guru dan Motivasi Belajar
Siswa dengan Hasil Belajar Matematika. Joyful Learning Journal ISSN
2252-6366, 67.
Shafaruddin, R. (2013). PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP UPT.
PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA. Scholar
Perception of Library, 6.
Shafruddin, R. (2013). Persepsi Mahasiswa Terhadap UPT Perpustakaan
Universitas Tanjungpura. Scholar Perception of LibraryTanjungpura
University , 3.
Simbolon, M. (2008). PERSEPSI DAN KEPRIBADIAN. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis, Volume 2, Nomor I, 53.
Sitorus, M. (2022 ). Peningkatan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Kristen
melalui Metode Belajar Kelompok dan Tanya Jawab di SD Negeri 025

62
Teluk Binjai Kota Dumai. Jurnal Pendidikan Tambusai ISSN: 2614-3097
ISSN: 2614-6754 Vol. 6, 1771.
Slamento. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Slavin, R. E. (2011). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Indeks.
Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabet Bandung.
Syamsiah, N. (2014). WACANA KESETARAAN GENDER . Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar Volume 1 Nomor 2, 266.
Tri Pamuji, B. D. (2014). PERSEPSI TERHADAP MATA PELAJARAN
MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VIII. Program Studi Pendidikan
Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo, 293.
Utami, N. E. (2020). Hubungan Gender Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Seminar
Nasional Pendidikan , 145.
Wahyuni, E. N. (2015). Teori Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Wardan, W. (2018). Pengaruh Gender terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
SMA Program IPS pada Mata Pelajaran Geografi. Jurnal Pendidikan:
Teori, Penelitian, dan Pengembangan EISSN: 2502-471.
Wulandari, S. N. (2021). HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN
KEMAMPUAN INTERKASI SOSIAL PADA INDIVIDU USIA DEWASA
AWAL. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

63

Anda mungkin juga menyukai