Anda di halaman 1dari 51

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Sex education dan pandangan
sex dari sudut psikologis untuk memenuhi tugas.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan


mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua sumber yang telah memudahkan kami menyelesaikan tugas
ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan


manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandung, 7 Mei 2020

    

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I SEX DALAM SUDUT PENDIDIKAN...............................................1
A. Pendidikan Seks......................................................................................1
1. Pengertian pendidikan seks...............................................................1
2. Muatan Pendidikan Seks...................................................................9
3. Perkembangan sex...........................................................................10
B. Sex dalam konsepsi sebenarnya............................................................13
BAB II SEX DALAM SUDUT PSIKOLOGI...............................................14
BAB III MENGAPA PENDIDIKAN SEX ITU PENTING?........................16
A. Pentingnya pendidikan sex...................................................................16
1. Pendidikan Seks Dalam Keluarga.....................................................17
2. Pendidikan seks di Sekolah...............................................................20
BAB IV CARA PENYAMPAIAN PENDIDIKAN SEKS DENGAN TEPAT
.......................................................................................................................22
A. Mengenalkan perbedaan lawan jenis....................................................22
1. Memperenalkan organ seks...............................................................22
2. Menghindari anak dari kemungkinan pelecehan seksual..................22
3. Informasikan tentang asal usul anak..................................................22
4. Persiapan menghadapi masa pubertas.............................................23
BAB V PANDANGAN DUNIA DAN SEKSUALITAS.............................24
BAB VI PENYIMPANGAN PENDIDIKAN SEKSUAL............................30
A. Jenis – Jenis Kelainan Seksual..............................................................30
1. edofilia...............................................................................................30
2. Eksibisionisme...................................................................................30

iii
3. Voyeurisme........................................................................................31
4.Fetisisme.............................................................................................31
5. Transvestitisme...............................................................................31
6. Masokisme seksual.........................................................................32
7. Sadisme seksual..............................................................................32
INDEX...........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................35

iv
BAB I
SEX DALAM SUDUT PENDIDIKAN

A.Pendidikan Seks

1. Pengertian pendidikan seks


Dewasa ini kita sering mendengar istilah pendidikan seks baik
melalui koran, majalah radio, buku, maupun televisi. Banyaknya pendapat
mengenai pendidikan seks itu membuat pengertianya menjadi kabur. Hal itu
memunculkan banyak argumen mengenai makna pendidikan seks. Akibatnya
tidak sedikit pula yang memahami bahwa pendidikan seks itu sebagai suatu
yang tabu. Pada dasarnya ada dua kata kunci yang harus kita pahami terlebih
dahulu. Pertama, kata pendidikan dan kedua kata seks itu sendiri.
Pendidikan adalah sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui
pendidikan dan pelatihan. Atau diartikan sebagai suatu proses pemindahan
pengetahuan ataupun pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subjek

v
didik untuk mencapai pengembangan secara optimal serta membudayakan
manusia melalui proses transformasi nilai-nilai utama. Dalam Undang-
undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas)
juga dijelaskan tentang pengertian pendidikan pada pasal (1) “bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”

Adapun menurut Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan


sebagai tuntunan dalam hidup tumbuh kembangnya anak-anak, adapun
maksudnya, pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dari beberapa
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses
terhadap anak didik berlangsung terus sampai anak didik mencapai mencapai
pribadi dewasa susila atau mempunyai karakter. Proses ini berlangsung pada
jangka waktu tertentu. Bila anak didik sudah mencapai dewasa susila, maka

vi
ia sepenuhnya mampu bertindak sendiri bagi kesejahteraan hidupnya dan
masyarakatnya.
Sedangkan kata seks mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti
jenis kelamin. Dan yang kedua adalah hal ihwal yang berhubungan dengan
alat kelamin misalnya persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Atau hal
ini yang biasa disebut persenggamaan. Sedangkan menurut BKKBN (2008:
10) seks berarti jenis kelamin, yaitu suatu sifat atau ciri yang membedakan
laki-laki dan perempuan, sedangkan seksual berarti yang ada hubungannya
dengan seks atau yang muncul dari seks. Pada dasarnya fungsi utama seks
adalah untuk kelestarian keturunan. Pengertian ini berlaku bagi semua
makhluk, manusia dan binatang pada umumnya. Hanya saja cara
mengekspresikanya yang berbeda. Binatang melakukan aktifitas seksualnya
banyak didorong oleh naluri instingnya, sedangkan manusia digerakan oleh
banyak faktor yang sangat kompleks, yaitu aspek kejiwaan, akal, emosi,
keinginan, latarbelakang kehidupan, pendidikan, status sosial dan lain
sebagainya.
Adapun pendidikan seks sebenarnya mempunyai pengertian yang
lebih kompleks. Yaitu upaya memberikan pengetahuan tentang perubahan
biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan
perkembangan kejiwaan manusia . Dengan kata lain, pendidikan pendidikan
seks pada hakikatnya merupakan usaha untuk membekali pengetahuan
tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika serta
agama agar tidak terjad penyalahgunaan organ reproduksi tersebut.
Pendidikan seks bisa dikatakan suatu pesan moral. Pendidikan seks dapat
dikatakan sebagai cikal bakal pendidikan kehidupan berkeluarga yang
memiliki makna sangat penting. Bahkan para ahli psikologi menganjurkan
agar anak-anak sejak dini hendaknya mulai dikenalkan dengan pendidikan
seks yang sesuai dengan tahap perkembangan kedewasaan mereka.

vii
Pendidikan seks sebagai komponen pokok dari kehidupan yang dibutuhkan
manusia, karena pada dasarnya mengkaji pendidikan seks pada hakikatnya
adalah mengkaji kebutuhan hidup.
Pengertian ini menunjukan bahwa pendidikan seks sangatlah luas
bukan hanya terkait dimensi fisik, namun juga psikis dan sosial. Meski
demikian saat ini telah terjadi pereduksian makna. Pendidikan seks hanya
disempitkan hanya pada aspek pembelajaran dalam hubungan seks saja.
Akibatnya pendidikan seks menjadi tabu untuk bicarakan apalagi dipelajari.
Pada akhirnya remaja mencari jalan untuk mencari informasi seks dari
sumber-sumber lain seperti buku bacaan, gambar, dan film yang berbau
pornografi. Barangkali uraian ini menjadi salah satu sebab mengapa
pendidikan seks kurang mendapatkan ruang dalam pola pengasuhan anak di
Indonesia.
Orang dewasa berperan penting dalam pendampingan mereka
menghadapi masa-masa pertumbuhan menuju kedewasaanya. Seksualitas
tidak boleh di pandang tabu. Membiarkan sikap anak yang salah terhadap
informassi seks yang diwarisi karena asuhan, didikan, dan persepsi orang tua
maupun guru mereka yang keliru terhadap seks dan seks mengakibatkan
organ seks mereka kelak tidak sehat. Anak remaja mulai sekarang harus
diberikan pendidikan seks usia dini yang tepat dan benar.

viii
a.Tujuan Pendidikan Seks
Pendidikan seksual bertujuan untuk mengajarkan mengenai organ
kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual dan HIV/AIDS, kehamilan,
dan kontrasepsi yang dapat digunakan. Pendidikan seksual juga dapat
mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual, pemerkosaan, seks diluar
nikah, dan juga pernikahan di usia dini. Selain itu, mengurangi dampak
buruk dari penyerapan informasi yang tidak aman dan tidak akurat melalui
internet. Edukasi seksual dapat dimulai sejak kecil, atau ketika anak laki-laki
mulai mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi.
 mempelajari organ reproduksi
 mencegah adanya bentuk kekerasan seksual dan pemerkosaan
 mencegah pernikahan usia muda
 mencegah perilaku seks yang tidak aman
 mencegah penyerapan informasi yang tidak aman dan akurat

ix
Selain itu, pendidikan seksual yang baik juga mengakibatkan anak memiliki
kepribadian yang lebih baik.

Pendidikan seks sebagai pengetahuan mengenai anatomi organ tubuh


yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksualnya dan akibat-akibatnya bila
dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta
kesiapan mental dan material seseorang. Maka perlu kiranya adanya sebuah
keselarasan visi yang dijadikan sebagai indikator keberhasilan pendididikan
seks ini. Terlebih pendidikan seks merupakan salah satu bentuk pendidikan
yang mempunyai dimensi yang sangat kompleks dan membutuhkan waktu
yang cukup lama. Hasil dari suatu pendidikan juga tidak segera dapat kita
lihat hasilnya atau kita rasakan. Maka pendidikan seks sebagai aktivitas
memiliki arah dan tujuan yang sudah direncanakan dan mngharap mampu
tercapai dengan baik. Arah dan tujuan itu sebagai tolok ukur keberhasilan
pendidikan seks ini. Berikut adalah beberapa tujuan pendidikan seks:

x
(a)Memberikan pemahaman dengan benar tentang materi pendidikan seks
diantaranya memahami organ reproduksi, identifikasi dewasa/baligh,
kesehatan seksual, penyimpangan seks, kehamilan, persalinan, nifas,
bersuci dan perkawinan.
(b)Menepis pandangan miring khalayak umum tentang pendidikan seks yang
dianggap tabu, tidak islami, seronok, nonetis dan sebagainya.
(c)Pemahaman terhadap materi pendidikan sek pada dasarnya memahami
ajaran Islam.
(d)Pemberian materi pendidikan seks disesuaikan dengan usia anak yang
dapat menempatkan umpan dan papan.
(e)Mampu mengantisipasi dampak buruk akibat penyimpangan seks.
(f)Menjadi generasi yang sehat.
(g)Anak diharapkan dapat mengartikan kehidupan seks yang ada pada
manusia, yakni untuk memberikan penjelasan dan informasi tentang seks
manusia serta memahami nilai-nilai manusiawi terhadap seks tersebut.

b.Nilai Pendidikan Seks

xi
Pendidikan seks seperti halnya pelajaran-pelajaran lain dalam
kurikulum berhubungan dengan transmisi informasi, mencari kontribusi pada
perkembangan kemandirian diri, mencari cara mensosialisasikan kelebihan
diri dan masyarakat luas. Di samping itu bagaimanapun pendidikan seks
tetap berbeda. Hal ini berkaitan dengan hubungan manusia yang meliputi
dimensi moral. Ini juga tentang wilayah pribadi, kehidupan intim seseorang
yang memberikan kontribusi bagi perkembangan dan daya harmoni atau
pemenuhan kebutuhan. Nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan seks
memang sangat luas. Nilai-nilai tersebut yang menjadi pijakan dalam
perumusan tujuan pendidikan seks ini.
Di samping itu nilai pendidikan seks menjadi sangat penting. Karena
di dalamnya akan menyangkut moralitas sosial yang menjadi tolok ukur
sebuah kecakapan dalam masyarakat. Terlebih ketika pedidikan seks menjadi
sebuah formulasi atau jawaban untuk memerangi berbagai macam persoalan
penyimpangan seksualitas yang terjadi belakangan ini.
Dalam agama Islam pendidikan seks mempunyai nilai yang tidak bisa
dipisahkan dari agama dan bahkan harus sepenuhnya dibangun di atas
landasan agama. Dengan mengajarkan pendidikan seks yang demikian,

xii
diharapkan akan membentuk individu remaja yang menjadi manusia dewasa
dan bertanggungjawab, baik pria maupun wanita. Sehingga mereka mampu
berperilaku dengan jenisnya dan bertanggungjawab atas kesucian dirinya,
serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Dalam Surat
An-Nur ayat 58-59

xiii
Allah SWT menjelaskan dasar-dasar pendidikan bagi keluarga yang
mencakup adab anak kecil yang meminta izin ketika mereka hendak masuk
ke dalam kamar orang tuanya. Pertama, tidak boleh masuk kamar orang
tuanya sebelum masuk waktu shalat shubuh. Mungkin saat itu orang tua
masih terlelap tidur. Kedua, ketika orang tua menanggalkan pakaianya
tengah hari atau sesudah shalat dzuhur. Ketiga, sesudah shalat Isya. Waktu-
waktu tersebut dilarang anak menerobos kamar orang tua karena
dikhawatirkan mereka sedang bercampur.
Di sinilah bukti betapa kayanya nilai pendidikan seks. Dalam Islam
pendidikan seks dibangun di atas asas Islam. Tidak hanya bagaimana agar
pendidikan seks itu mampu menjaga manusia dari penyakit dan gangguan
seksual saja, tapi lebih penting dari itu bahwa pendidikan sek didesign untuk
menjaga moral umat dan membetuk umat yang berakhlak mulia. Selain nilai
yang terkandung dalam Islam, pendidikan seks juga mengandung nilai-nilai
lain, seperti nilai sosial, budaya dan kesehatan.

2. Muatan Pendidikan Seks

xiv
Perkembangan seks manusia berbeda dengan binatang dan bersifat
kompleks. Jika pada binatang seks hanya untuk kepentingan
mempertahankan generasi atau keturunan dan dilakukan pada musim tertentu
dan berdasarkan dorongan insting. Pada manusia seksual berkaitan dengan
biologis, fisiologis, psikologis, sosial dan norma yang berlaku.
Pendidikan seks juga tidak hanya mempersoalkan pada aspek
hubungan badan saja, namun lebih luas dari itu pendidikan sek memuat
berbagai macam aspek yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi secara
umum. Pada intinya pendidikan seks ini seperti halnya pelajaran lain dalam
kurikulum, berhubungan dengan transmisi informasi, memberi kontribusi
pada perkembangan kemandirian diri, mencari cara mensosialisasikan
kelebihan diri dan masyarakat luas. Maka pendidikan seks juga memiliki
muatan yang menjadi topik pembahasan yang jelas. Hal itu sebagai materi
yang menjadi acuan dalam konsep pendidikan seks yang dibahas dalam
penelitian ini.

3. Perkembangan sex

xv
Pada mulanya orang-orang akan mengira bahwa sexualitas dimulai
dari masa pubertas atau remaja. Sebelum menginjak masa itu hasrat untuk
memperoleh kepuasan seksual berjumlah ada. Padahal tidaklah demikian,
karena disetiap tubuh manusia itu terdapat suatukekuatan atau energy yang
dapat digerakkan untuk tubuh.Perasaan yang mengarahkan energy ini disebut
ego, Ego inilah yang impuls libido mengarahkan energy untuk mencari
makan dan minum, sedang impuls libido akan mengarahkan energy untuk
mencari kepuasan sex.

Menurut penyelidikan sigmund freund bahwa manusia sejak lahir


adalah suatu kesatuan seksual, yang mempunyai kehidupan kelamin yang
nyata sejak masa kanak-kanak. Menurut freund perkembangan nafsu sex
dibagi menjadi beberapa fase yaitu:

(a)Fase oral
Oral berarti kulut. Fase ini dimulai dari umur lahir sampai satu tahun.
Perasaan sex bayi pada fase ini disalurkan melalui mulutnya. Dia suka
menetek putting susu ibunya, menggigit ibu jari, kain dan lainlain. Dia

xvi
senang memasukkan apa saja yang ada ke dalam mulut nya. Daerah bibirnya
adalah alat untuk merasakan kenikmatan. Seorang bayi yang sehat akan
senantiasa dalam keadaan bergerak uanh di dorong oleh rasa gembira.
Setelah merasa puas dia akan tertidur pulas dengan raut muka yang cerah.
Dan inilah perasaan sex pertama.

(b)Fase anal
fase anal Fase ini berlangsung umur satu setengah sampai 2 tahun
sejak itu perhatian anak berpindah kepada barang yang keluar dari tubuhnya
melalui dubur dia mulai senang berak, senang kencing, bahkan memainkan
kotorannya itu. Kalau ibu nya terlena niscaya kotoran itu akan di lumurkan
kedalam mulut dan di lumurkan ke seluruh tubuh nya.

(c)Fase falik
fase falik berasal dari kata Paulus yang berarti penis atau zakar Fase
ini berlangsung dari umur 3 setengah sampai 6 tahun sejak itu si anak mulai
mengerti bahwa ia mempunyai alat kelamin yang dapat ereksi. Kadang
kadang penis nya yang biasa berkerut itu tiba-tiba membesar dan
berkembang. Keadaan ini sangat unik dan menarik perhaiannya sehingga ia
senang mepermainkannya, adu besar, adu kencing dan lain lain. Keadaan ini
berlaku pula pada anak wanita, hanya beda sifat dan keadaan sesuai dengan
pembawaannya yang selalu positif tidak seperti laki laki

(d)Fase latent
Latent berarti tersembunyi. Jadi, anak pada masa jni perhatiannya
terhadap masalah sexsual agak terbelakang sehingga tidak kelihatan.
Sehingga dia curahkan perhatiannya dalam pendidikan, sekolah, bermanin
dengan teman sebaya dan kesibukkan-kesibukkan lain. Fase ini berjalan
mulai umur 6 sampai 12 bulan

xvii
(e)Fase genital
Genital berarti organ kelamin pada pria dan wanita. Pada wanita yang
tercepat fase ini berlangsung pada usia 9 tahun dan secara umum akan
berlangsung pada saat berusia 12 tahun, sedangkan pada pria mulai usia 16
tahun. Bagi perempuan masa ini ditandai dengan keluarnya darah menstruasi
yang keluar dari vagina. Keluarnya darah dalam hukum sex atas dasar
penelitian dari Imam syafi’I. Di samping itu bagi anak perempuan pada fase
ini ditandai dengan membesarnya payudara, menjadi pemalu dan suaranya
akan menjadi merdu.
Bagi anak laki-laki pada fase ini ditandai dengan mimpi basah, yaitu
mimpi yang bersenggama, penis nya ereksi disertai dengan keluarnya air
mani dari ejakulasi dan menghayati kesenangan sex sehingga celana basah,
dan inilah yang disebut dengan mimpi basah. Perubahan fisik dan psikis pada
anak laki-laki dan anak perempuan disebabkan karena mulainya keluar zat
hormone dari bagian otak dasar. Pada masa pubertas di samping akan terjadi
perubahan fisiologis, terjadi pula perubahan emosional yang sangat penting.
Masa pubertas adalah masa pematangan jasmaniah dan rohaniah. Keduanya
kadang-kadang sejalan, tetapi tidak jarang terjadi, kematangan rohaniah
sudah mulai tetapi kematanan jasmaniah belum terjadi. Tidak sering juga
pubertas rohaniah ini mengalami penolakan, kadang-kadang dengan sikap
permusuhan terhadap keliling.

B. Sex dalam konsepsi sebenarnya

xviii
Teori dinamika Psychologi mengenal adanya suatu factor potensi di
dalam kepribadian seseorang, yang dinamakan energetic factor. Energic
factor ini mempunyai banyak nama, sesuai dengan macam teori yang
mempersoalkannya. Paling lazim dipergunakan dengan istilah drive atau
trieb (dorongan) yang pasang surutnya disebabkan oleh proses-proses
physiologis dalam tubuh manusia, khusunya proses-proses hormonal. Pasang
surutnya dorongan ini juga disebut impul, khususnya sexual impuls. Namun
potensi dorongan ini atau leboh tepatnya impuls ini disebabkan olehnya,
karena tidak mempunyai arah sendiri. Dari pada energy factor tersebut,yakni
affect. Affect inilah yang menjuruskan kekuatan impuls sampai ke
tujuannya, yaitu pemuasan daripada dorongan yang bersangkutan, sehingga
dapat dihasilkan satisfacation.

BAB II
SEX DALAM SUDUT PSIKOLOGI

xix
Seksualitas berkaitan dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap
seksualitas dan bagaimana menjalankan fungsinya sebagai makhluk seksual.
Berdasarkan sudut pandang psikologis, pendidikan seksual sangat diperlukan
bagi perkembangan remaja, dengan harapan agar remaja tidak memiliki
kesalahan persepsi terhadap seksualitas dan tidak terjebak pada perilaku-
perilaku yang kurang bertanggungjawab baik dari segi kesehatan maupun
psikologis.
Pada dasarnya, aspek seksualitas mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh aspek biologi, psikologi, sosiologi, kultural dan spiritual. Sudah kita
ketahui bahwa psikologi adalah ilmu yang menyelidiki dan membahas
tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu
maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan.
Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana
menjalankan fungsi sebagai makhluk seksual, identitas peran atau jenis, serta
bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi,
perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri.

xx
Adapun sex dalam pengertian yang salah, sex dalam pengertian yang salah
bisa disebabkan oleh pengertian-pengertian yang salah mengenai hal sex,
makadari itu perkataan ini akan menajdisuatu “verbal stimulus” yang sudah
memiliki

(a)Identitas perangsang yang lebih besar daripada perkataan misalnya


“lapar”, “cinta”, “kaki”dan sebagainya.

(b)Nilai sebagai signal artinya stimulus yang dikaitkan dengan suatu arti
(meaning) emosional

(c)Daya pengarah sebagai stimulus, yang menuju keassosiasi-assosial asusila


Pengertian salah mengenai hal sex ini dikarenakan

a. Campur baurnya dengan pengertian, pengertian lain seperti cinta,


fornografi,eros potensi mendapatkan keturunan dan sebagainya.
Bercampuran dengan pengertian-pengertian lain ini, diakibatkan oleh
konsepsi yang kabur mengenai istilah sex tadi.
b. Pengaitan istilah ini dengan perbuatan atau tingkah laku, misalnya
pacaran, lovemaking, menyeleweng, bahkan dengan cara berpakaian dan
sebagainya.

xxi
c. Adanya pendapat-pendapat mengenai sex sebagai sesuatu hal yang “tabu”
sosio-kultural sehingga sex tersebut mendapatkan arti “dosa” “dirty word”
“penghancuran moral mayarakat” dan sebagainya.

BAB III
MENGAPA PENDIDIKAN SEX ITU PENTING?

A.Pentingnya pendidikan sex


Anak hendaknya memperoleh pendidikan seks sejak usia dini. Hal ini
penting untuk mencegah berkembangnya pikiran-pikiran negatif pada anak,
terutama bila anak sudah mulai mengenal informasi dari media seperti

xxii
Televisi, Internet, buku dan sebagainya. Pendidikan seks seharusnya menjadi
bentuk kepedulian orang tua terhadap masa depan anak dalam menjaga apa
yang telah menjadi kehormatannya, terlebih bagi seorang perempuan.
Pendidikan seks menjadi penting mengingat banyaknya kasus-kasus yang
terjadi mengenai tindak kekerasan seksual terhadap anak dan remaja. Tetapi
yang terjadi di lapangan justru orang tua bersikap apatis dan tidak berperan
aktif untuk memberikan pendidikan seks sejak usia dini kepada anaknya.

Pendidikan seks merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang


dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang
bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seks ini
bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks
dan seksualitas dalam bentuk yang wajar.

1.Pendidikan Seks Dalam Keluarga

xxiii
Pendidikan seks dalam keluarga Keluarga dalam arti luas adalah
semua pihak yang mempunyai hubungan darah atau keturunan yang bisa
diperbandingkan dengan klan atau marga. Dalam arti sempit keluarga adalah
orang tua dan anak. Keluarga sebagai suatu sub-sistem sosial memerlukan
adanya perhatian khusus terhadap pendekatan yang akan digunakan untuk
mempelajarinya.

Keluarga sebagaimana yang kita ketahui mempunyai tugas khusus


yang dibebankan kepadanya. Yaitu menanamkan dasar pengetahuan tentang
seks yang benar pada anak-anak. Pendidikan seks bila dilakukan oleh
orangtua sebagai orang yang paling dekat bagi si anak dapat membuat anak
merasa aman. Dengan peran orangtua untuk berkomunikasi dalam keluarga
secara positif dapat membuat anak mengerti bagaimana mencegah
berperilaku negatif. Penyampaian pengetahuan seks secara benar,
menentukan nilai pandang dan sikap mereka terhadap seks dan hal ini juga
sangat menentukan keharmonisan keluarga anak di kemudian hari.

Orang tua tidak seharusnya menganggap tabu terhadap pendidikan


seks, karena sebenarnya hal tersebut merupakan kebutuhan bagi anak.
Namun yang harus dipahami oleh orang tua bahwa dalam memberikan
pendidikan seks pada anaknya harus sesuai dengan umur dan kemampuan
berfikir dan psikis anak. Dalam penyampaian pendidikan seks oleh orang tua
kepada anaknya ada beberapa tingkatan sesuai dengan umurnya.

xxiv
a.Pendidikan seks pada usia balita (0-5 tahun)

Dalam fikih pendidikan seks pada usia balita tidak jauh dengan
pendidikan lainnya, seperti aqidah dan akhlak. Pendidikan seks kepada balita
merupakan sebuah proses pendidikan tentang masalah-masalah seks yang
harus diketahui oleh anak sejak dini.

Pada saat ini yang diperlukan oleh anak adalah penanaman dan
penguatan nilai-nilai agama. Adapun masalah seksual yang diajarkan kepada
anak pada usia ini sebatas pengenalan dan penguatan dirinya sebagai laki-
laki atau perempuan. Sehingga kelak saat dia dewasa sadar dan mampu
bertanggung jawab atas dirinya. Pada usia ini anak sudah memiliki semua
unsur-unsur yang ideal untuk diajari tentang sesuatu. Anak mulai
mengembangkang diri untuk lebih mengetahui terhadap identitas dirinya dan
lingkungannya. Kemudian setelah bertambah umurnya dia akan lebih banyak

xxv
bertanya tentang sesuatu yang ingin ia ketahui. Contohnya anak mulai
dibiasakan memakai kerudung atau rok untuk anak perempuan agar setelah
besar mampu terbiasa berpakaian yang menutup aurat.

b.Pendidikan seks pada usia tamyiz (6-10 tahun)

Usia tamyiz adalah masa yang sangat penting untuk mempersiapkan


dan membiasakan anak menerima tugastugasnya sebagai hamba Allah SWT.
Pada usia ini, anak diajarkan untuk mulai mengetahui perbedaan yang ada
antara jenis lai-laki dan perempuan.

Anak mulai diberi pemahaman tentang menstruasi, sebelum menstruasi


terjadi pemberitahuan lebih awal akan memberi efek positif terhadap anak.
Para perumus hukum Islam dan para ilmuwan sepakat tentang pentingnya
mendidik anak mumayiz sebelum balig dengan memberikan dasar-dasar
pengetahuan seksual beserta hukum fikihnya. Contohnya orang tua sudah
mulai memberikan pengetahuan tentang tanda-tanda baligh supaya anak-

xxvi
anak ketika kelak mengalaminya mampu menganggap semua itu sebagai hal
yang wajar dan qodrati.

c.Pendidikan seks pada usia remaja (10-20 tahun)

Masa ini merupakan masa peralihan atau transisi dari anak menuju
masa dewasa. Yaitu masa yang menentukan terhadap masa depan anak. Pada
masa ini mungkin orang tua akan selalu dipusingkan dengan perubahan
perilaku anak-anaknya.

Maka dari itu tidak ada alasan bagi orang tua untuk tidak
mendiskusikan masalah seks kepada anaknya yang telah menginjak dewasa.
Pada masa ini akan terjadi perkembangan fisik dan mental yang berbeda
pada anak laki-laki dan perempuan ketika tumbuh menjadi dewasa. Sehingga
pendidikan seks akan sangat penting untuk diajarkan pada masa ini.

d.Pendidikan seks pada usia dewasa (20 tahun ke atas)

xxvii
Ketika seorang remaja telah mencapai masa dewasa, banyak perubahan
yang akan dilaminya, baik fisik ataupun non fisik. Perlu diketahui, bahwa
pada dasarnya perkembangan seks yang terjadi pada masa ini dan
sebelumnya merupakan suatu kesatuan menuju sebuah kematangan.
Perbedaan yang mencolok pada masa ini adalah perhatian laki-laki lebih
terfokus pada terjadinya hubungan seks. Sedangkan wanita lebih terfokus
pada terjalinnya hubungan emosional, seperti perasaan cinta dan kasih
sayang.

2.Pendidikan seks di Sekolah

xxviii
Sekolah merupakan sebuah lembaga untuk belajar dan memberi
pelajaran sesuai dengan jenjang atau tingkatan. Tingkatan yang dimaksud
seperti Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah
Kejuruan dan lain-lain.

Dari pengertian di atas menandakan bahwa sekolah menjadi sebuah


tempat atau lingkungan formal untuk belajar. Dalam kaitanya dengan
pendidikan, sekolah menjadi salah satu komponen yang sangat urgen.
Sekolah menjadi salah satu lingkungan tempat untuk mentransformasikan
nilai dan pengetahuan. Maka keberadaan sekolah menjadi sebuah keharusan.

Namun tidak hanya berdiri saja, tetapi sekolah harus mampu di


design untuk menciptakan generasi yang cerdas dan bermoral. Pendidikan
seks sebagai salah satu alternatif dalam menanggulangi degradasi moral
harusnya menjadi perhatian. Pendidikan seks tidak hanya menjadi wacana
saja namun secara substantif mampu diterapkan di dunia pendidikan,

xxix
terutama pendidikan formal. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
mempunyai peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar
sekali pada jiwa anak.

Maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun


mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi
anak. Sudah seharusnya pendidikan seks itu diterapkan dalam sekolah,
seperti yang sudah diterapkan di Malaysia yang mulai dari tahap pertama,
anak prasekolah usia 4 tahun, kelompok usia 7-9 tahun, tahap kedua anak
usia -9 tahun, tahap ketiga anak usia remaja (10-12 tahun), tahap keempat
anak usia 13-18 tahun dan tahap kelima anak usia 19 tahun ke atas. Adapun
materi yang diajarkan meliputi; pubertas, identitas dan orientasi seks, jati
diri, keluarga dan pernikahan, kekerasan dan pelecehan seksual, HIV dan
Aids, mansturbasi, alat kontrasepsi dan seks dalam konteks agama, hokum
dan budaya.

Sebenarnya sekolah merupakan lembaga yang sangat ideal untuk


menanamkan nilai-nilai intelektual dan moral. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal di atur langsung oleh pemerintah idealnya ikut berperan
penuh dalam memberikan pendidikan seks pada generasi muda. Karena pada
dasarnya pendidikan tidak hanya mempersiapkan pemuda agar mampu
menyesuaikan diri saja, tetapi manusia perlu dikembangkan segi
intelegensinya, kemanusiaan dan tanggung jawab moralnya secara
individual. Maksudnya pendidikan itu disamping mampu menjadikan anak
cerdas tetapi juga bermoral.

xxx
BAB IV
CARA PENYAMPAIAN PENDIDIKAN SEKS DENGAN TEPAT

A.Mengenalkan perbedaan lawan jenis

Jelaskan bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan yang


memiliki perbedaan jenis kelamin.
1.Memperenalkan organ seks

xxxi
Caranya cukup mudah, misalnya dengan menggunakan boneka
ataupun ketika mandi. Perkenalkan anak secara singkat organ tubuh yang
dimiliki, seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut, serta jangan lupa penis
dan vagina. Terangkan juga fungsi dari anggota tubuh dan cara
pemeliharaannya agar terhindar dari kuman penyakit.

2.Menghindari anak dari kemungkinan pelecehan seksual

xxxii
Tegaskan pada anak bahwa alat kelamin tidak boleh dipertontonkan
secara sembarangan. Tumbuhkan rasa malu pada anak

3.Informasikan tentang asal usul anak

Untuk anak usia prasekolah, bisa diterangkan bahwa anak berasal


dari perut ibu, misalnya sambil menunjuk perut ibu atau pada ibu yang
sedang hamil.

4. Persiapan menghadapi masa pubertas

xxxiii
Informasikan bahwa seiring bertambahnya usia, anak akan
mengalami perubahan dan perkembangan. Perubahan yang jelas terlihat
adalah ketika memasuki masa pubertas.

BAB V
PANDANGAN DUNIA DAN SEKSUALITAS

Dalam kaitannya dengan seksualitas, Koltko-Rivera (2004) dalam


kajian sistematiknya memasukkan aspek seksualitas dalam model pandangan
dunia, yang berisi keyakinan tentang fokus dan tujuan yang dianggap tepat

xxxiv
dan primer dari kegiatan seksual interpersonal. Ada tiga pandangan tentang
seksualitas, yakni

(a) seksualitas untuk prokreasi (menghasilkan keturunan),

(b) seksualitas untuk kenikmatan atau rekreasi,

(c) seksualitas untuk menguatkan ikatan emosional dan meningkatkan


kualitas seksual antar partner seksual, dan

(d) seksualitas untuk mengalami dimensi spiritual yang mentransendensikan


keduniawian (aspek sakral seksualitas). Sitron (2008) memvalidasikan
konstruk “sexological worldview”, dan dalam penelitiannya terhadap 30
seksolog, ia mengembangkan The Developmental Model of Intercultural
Senstivity-Sexological Use (DMIS-S) yang berisikan penahapan
perkembangan pandangan dunia seksologis.
Dalam penelitiannya terdapat sejumlah temuan menarik, antara lain:

(1) Sepertiga responden menyatakan ada perbedaan antara pandangan dunia


seksologis yang bersifat personal (sebagai pribadi) dan yang bersifat
profesional (sebagai seksolog).

xxxv
(2) Separuh responden menyadari pandangan dunianya, sedangkan hampir
sepertiga responden tidak menyadari pandangan dunia seksologisnya atau
memiliki masalah dalam mengekspresikannya. Riset empiris Sitron
menghasilkan definisi pandangan dunia seksologis, yakni:
“Pandangan dunia seksologis merupakan perspektif yang seringkali tidak
terkaji (unexamined). Setiap orang memegang pandangan terhadap dunia
sekitarnya berkenaan dengan seksualitas, yang muncul sepanjang
pengalaman hidup dan proses sosialisasi, dapat berubah, serta dipengaruhi
oleh ada atau tiadanya sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah kultur,
pengetahuan, nilai, keyakinan, religi atau spiritualitas, opini, sikap-sikap dan
konsep-konsep yang spesifik berhubungan dengan seksualitas, gaya dan jenis
relasi, perilaku seksual,
orientasi seksual, dan identitas jender. Faktor-faktor ini dapat berkombinasi
dan menghasilkan berbagai variasi tak berhingga. Pandangan dunia
seksologis berkembang dalam lintasan kontinum, yakni antara kutub “dualis”
(benar atau salah) dan kutub seberangnya “relativis” (perspektif tak hingga,
dan tidak ada sebuah perspektif pun yang benar atau salah), serta variasi
ekspresi di antara kedua kutub tersebut” (Sitron, 2008: 170).
Variabel pandangan dunia secara operasional diturunkan dari konsep
pandangan dunia dari Obasi (Obasi, 2004; Obasi, Flores, & James-Myers,
2009; Walker, Alabi, Roberts, & Obasi, 2010). Menurut Obasi, pandangan
dunia merupakan (1) sebuah skema yang digunakan untuk menentukan
makna yang konsisten dengan kerangka kultural seseorang; (2) asumsi-
asumsi filosofis yang menentukan cara orang mempersepsikan,memikirkan,
merasakan, dan mengalami dunia. Pandangan dunia ini memiliki basis
dimensi-dimensi filosofis, yakni kosmologi, epistemologi, ontologi,
aksiologi, dan teleologi. Berdasarkan analisis faktor Obasi, ada tujuh dimensi
proksimal pandangan dunia. Dimensi-dimensi ini eksis pada struktur dalam

xxxvi
(deepstructure) dari kultur dan mempengaruhi kognisi, keputusan, dan
tingkah laku. Ketujuh dimensi tersebut beserta contoh butir dalam
Worldview Analysis Scale (WAS; skala ini terdiri atas 55 butir), adalah
sebagai berikut (Obasi, 2004):

1. Materialistic universe; yakni keyakinan bahwa mempelajari materi fisik


merupakan metode terbaik untuk menjelaskan relasi-relasi ontologis yang
eksis di semesta ini. Lebih lanjut, penjelasan realitas merepresentasikan
puncak pemikiran manusia di mana hubungan-hubungan spiritual tidak
diperlukan. Contoh butir skalanya adalah sebagai berikut: “Saya tidak
merasa seperti orang yang spiritual”, “Dentuman Besar (Big Bang) menandai
penciptaan alam semesta”, “Alam semesta dapat disederhanakan menjadi
sejumlah partikel-partikel bebas tertentu”, “Penjelasan ilmiah tentang alam
semesta lebih unggul daripada penjelasan spiritualnya”, “Spirit (roh) tidak
mempengaruhi kenyataan/realitas yang saya alami”, “Ilmu modern
merupakan alat terbaik untuk menghubungkan pengetahuan dengan
realitas/kenyataan”, dan “Unsur-unsur alam semesta ini dapat secara murni
diuraikan untuk analisis ilmiah”.

2. Tangible realism; yakni keyakinan bahwa realitas hendaknya semata-mata


didasarkan atas objek-objek fisik yang dapat dihitung dan diukur. Lebih
lanjut, subskala ini menilai relasi epistemologis antara pengetahuan dengan
lima panca indera.

3. Communalism; yakni sebuah komitmen teleologis yang menjamin


kesejahteraan dan kepentingan dari setiap anggota dari sebuah masyarakat.
Subskala ini juga menilai hubungan-hubungan di luar keluarga inti.

xxxvii
4. Indigenous values; yakni sistem aksiologis non-Barat yang berakar pada
tradisi-tradisi tua. Lebih lanjut, subskala ini memeriksa nilai-nilai keulayatan
pra-kolonial yang berkaitan dengan relasi-relasi metafisis antara manusia,
alam, dan pengetahuan.

5. Knowledge of self; yakni pemerolehan informasi kultural yang


mempengaruhi pembayangan simbolik yang mencerminkan informasi
interkonektif tentang diri dengan hal-hal eksternal di luar diri. Subskala ini
menyelidiki pentingnya mengetahui informasi tentang sejarah kultural
seseorang, akurasi/ketepatan penggambaran sejarah itu dalam pendidikan,
dan koneksi ontologisnya dengan kesehatan mental.

6. Spiritual immortality; yakni keyakinan seseorang bahwa dirinya eksis atau


ada sebelum kelahiran dan akan tetap ada setelah kematian fisik.

7. Spiritualism; yakni keyakinan kosmologis bahwa alam semesta diciptakan


oleh Yang Maha Kuasa. Lebih lanjut, segala sesuatu dipahami sebagai hal
yang secara spiritual saling bergantung (interdependent) dan saling
berhubungan (interkoneksi).

Variabel perilaku seksual secara operasional diturunkan dari konsep


perilaku seksual dari Garos (Garos, 1997; Garos & Stock, 1998; Garos,
2009). Alat ukur yang dihasilkannya adalah Garos Sexual Behavior
Inventory (GSBI). GSBI dapat digunakan untuk klien forensik maupun
populasi umum (Davis, 2008; Western Psychological Services, 2012). Garos
(dalam Davis, 2008) menyatakan:

“I think what sets this test apart is that it’s not targeted at one single group.
This test is not restricted for use with any one clinical group, such as people
with sexual dysfunctions or sex offenders. The GSBI was normed on the
general population. As a result, it has a greater clinical utility. It can tell you

xxxviii
if you have a client that you should investigate more thoroughly with regard
to his or her sexual behavior.”

GSBI terdiri atas 35 butir yang masuk dalam empat faktor utama (Garos &
Stock, 1998; Western Psychological Services, 2012), yakni:

1. Discordance; mencerminkan konflik, rasa

tidak aman (insecurity), rasa bersalah dan rasa malu, atau keresahan
(uneasiness) seseorang terhadap perilaku seksual dan seksualitasnya. Contoh
butirnya adalah sebagai berikut: “Saya

merasa tidak nyaman ketika sebuah hubungan (seperti pertemanan) menjadi


relasi yang bersifat seksual”, “Saya khawatir bahwa saya tidak cukup
menarik secara seksual”, “Setelah saya bermasturbasi, saya merasa kecewa
dengan diri saya sendiri”, dan “Saya merasa tidak nyaman dengan sejumlah
bagian badan saya ketika saya telanjang”.

2. Sexual obsession; mencerminkan preokupasi terhadap seks dan kesulitan


mengendalikan impuls seks. Contoh butirnya adalah sebagai berikut:
“Rasanya tidak mungkin bagi saya untuk berhenti bermasturbasi”, “Sebuah
kehidupan tanpa kegiatan seksual tidaklah alamiah”, “Sekali saya
terangsang, sulit buat saya untuk tidak bermasturbasi atau berhubungan
seks”, “Saya merasa seks selalu ada di pikiran saya”, “Ketika saya memiliki
hasrat seksual, saya harus melakukan sesuatu untuk memuaskannya”, dan
“Betapapun sibuknya saya, selalu ada waktu untuk seks”.

3. Permissiveness; mencerminkan orientasi nilai seksual yang “liberal”, atau


“tidak konvensional”, “tidak konservatif”. Contoh butirnya adalah sebagai
berikut: “Seks di luar nikah kadangkala dapat dibenarkan”, “Saya akan

xxxix
menoleransi pasangan saya berhubungan seks dengan orang lain sepanjang
pasangan saya itu tidak meninggalkan saya”.

4. Sexual stimulation; mencerminkan kenyamanan (comfort) dengan


rangsangan seks dan keterbangkitan seksual (sexual arousal). Contoh
butirnya adalah sebagai berikut: “Saya menantikan waktu di mana saya dapat
berhenti melakukan aktivitas seksual” (butir unfavorable), “Saya suka untuk
tidak memakai pakaian dalam”, “Saya menikmati pengalaman
hasrat/perasaan seksual saya”, dan “Saya menikmati keadaan terangsang
oleh pikiran dan perasaan seksual saya”.

xl
BAB VI
PENYIMPANGAN PENDIDIKAN SEKSUAL

Kurangnya pendidikan seksual akan mengakibatkan adanya


penyimpangan seksual. Dalam dunia kedokteran, gangguan atau perilaku
seksual menyimpang yang muncul secara berulang kali disebut parafilia.
Disebut menyimpang karena hasrat dan perilaku ini umumnya melibatkan
suatu bentuk aktivitas, objek, baik orang atau benda, maupun situasi yang
pada kondisi normal tidak merangsang secara seksual.

xli
A.Jenis – Jenis Kelainan Seksual

1.edofilia
Orang dengan peodofilia memiliki fantasi, ketertarikan, ataupun perilaku
seksual menyimpang terhadap anak kecil, dengan usia kurang dari 13 tahun.
Sementara pelaku pedofilia yang memiliki ketertarikan seksual terhadap
balita dengan usia kurang dari 5 tahun disebut dengan infantofilia.
Perilaku seksual menyimpang ini meliputi mengajak anak untuk melihat
si pelaku melakukan masturbasi, mengajak anak untuk telanjang, menyentuh
organ kelamin anak, atau bahkan melakukan aktivitas seksual dengan anak-
anak. Sebagian pelaku hanya menunjukkan perilaku ini kepada kerabat
dekat, termasuk anaknya sendiri. Pelaku pedofil kerap mengancam
korbannya agar perilakunya tidak diketahui orang lain.

2.Eksibisionisme
Eksibisionisme adalah perilaku ketika seseorang kerap
mempertontonkan organ kelamin pada orang asing. Orang ini punya
kecenderungan ingin membuat orang asing terkejut, takut, atau terkesan
dengan perilakunya tersebut. Meski biasanya tidak diiringi dengan tindakan
lebih lanjut,seperti penyerangan terhadap orang lain, namun ada kalanya
orang ini berani melakukan masturbasi di tempat umum sambil
memperlihatkan kemaluannya.

3.Voyeurisme
Perilaku meraih kepuasan seksual dengan mengintip atau mengamati
orang yang sedang berganti pakaian, mandi, atau melakukan aktivitas
seksual. Pengintip tidak bertujuan menjalin kontak seksual dengan korban.
Umumnya penderita kondisi ini hanya melakukan masturbasi sambil
mengintip.

4.Froteurisme

xlii
Penderita froteurisme memiliki kecenderungan untuk menggesek
organ kelaminya pada tubuh orang asing, termasuk di tempat umum.
Kelainan seksual ini paling sering ditemui pada pria dengan dengan rentang
usia 15-25 tahun dengan perilaku yang cenderung pemalu.

4.Fetisisme
Penderita fetisisme memilliki gairah seksual terhadap benda mati,
seperti celana dalam atau sepatu wanita. Hasrat seksual orang dengan
fetisisme ini akan bangkit dengan menyentuh atau menggunakan benda-
benda tersebut. Benda ini kadang digunakan saat berhubungan seksual
dengan orang lain atau bahkan ada kalanya menggantikan hubungan seksual
yang sesungguhnya dengan orang lain. Ada juga kelainan lain yang disebut
parsialisme, yaitu ketertarikan seksual pada bagian tubuh tertentu, seperti
dada, bokong, atau kaki orang lain.

5. Transvestitisme
Transvestitisme adalah perilaku pria heteroseksual yang suka
berpakaian dan berdandan selayaknya wanita untuk membangkitkan fantasi
atau gairah seksual. Agar tidak ketahuan, sebagian pria yang menderita
kelainan ini, mendapatkan kepuasan dengan menggunakan pakaian dalam
wanita, di balik pakaian yang digunakan sehari-hari.

6. Masokisme seksual
Penderita masokisme meraih kepuasan seksual ketika dia mendapat
kekerasan, baik secara verbal atau nonverbal, seperti digigit, diikat, atau
dipermalukan dengan kata-kata tertentu. Penderita masokisme dapat
menyayat atau membuat luka bakar pada dirinya. Seringkali orang dengan

xliii
kelainan masokisme mencari pasangan yang meraih kepuasan seksual
dengan melakukan kekerasan (sadisme). Pasangan sadomasokisme, di mana
yang satu adalah seorang masokis dan yang lain adalah seorang sadis,
biasanya melakukan aktivitas seksual meliputi jeratan atau ikatan (bondage),
pemukulan pada bokong (spanking), atau simulasi pemerkosaan.

7. Sadisme seksual
Penderita sadisme seksual terus-menerus memiliki fantasi dan
mendapatkan kepuasan seksual dari menyiksa pasangannya secara psikologis
dan fisik, seperti memerkosa, menyiksa, atau bahkan membunuh. Dengan
melakukan perilaku ini, penderita merasa berkuasa terhadap korbannya.
Pelaku sadisme dapat dikenai hukuman pidana dan perlu mendapat
perawatan intensif dari psikiater.
a.cara pencegahannya

xliv
Parafilia lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Sampai
saat ini penyebab pasti parafilia belum diketahui. Meski begitu, ada beberapa
kondisi yang diduga bisa memicu parafilia, antara lain:
(a)Trauma pada masa kecil, misalnya pelaku pernah mengalami pelecehan
seksual dari orang lain.
(b)Kesulitan mengekspresikan perasaan dan sulit memulai hubungan dengan
orang lain.
(c)Berulang kali mendapatkan aktivitas seksual yang menyenangkan
terhadap situasi dan objek tertentu, sehingga terbentuklah penyimpangan
seksual pada situasi dan objek tersebut.
Tujuan utama penanganan parafilia adalah untuk membatasi perilaku
kriminal dan mengurangi ketidaknyamanan penderita. Pada umumnya,
parafilia perlu mendapat penanganan dari dokter dan psikiater dalam jangka
panjang, dengan cara:
 Konseling
 Psikoterapi, antara lain psikoterapi individu untuk mengubah perilaku
dan terapi keluarga.
 Obat-obatan, untuk mengurangi fantasi dan kecenderungan perilaku
menyimpang, seperti antidepresan dan antiandrogen.
 Terapi hormon, untuk mengurangi dorongan seksual dan perilaku
berbahaya.
 Terapi penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, jika
penderita juga bermasalah dalam hal tersebut.

Mengobati kelainan seksual sangat penting untuk dilakukan. Sebab


jika tidak segera ditangani, kelainan seksual dapat membahayakan diri
sendiri, keluarga, hubungan sosial dengan orang lain termasuk pasangan,
pekerjaan, maupun masyarakat umum yang berisiko menjadi korban.

xlv
Pedofilia, voyeurisme, sadisme, ekshibisionisme, dan froteurisme adalah
tindakan kriminal dan dapat dijatuhi hukuman pidana.

INDEX

anal, 13 Froteurisme, 33
anatomi, 8 genital, 14
aurat, 20 hormone, 14
baligh, 21 identifikasi, 9
biologis, 5 impuls, 12
Communalism, 28 Indigenous, 29
Discordance, 30 indikator, 8
edofilia, 32 informasi, 6
Eksibisionisme, 32 interpersonal, 26
falik, 13 jasmaniah, 14
Fetisisme, 33 Knowledge, 29
fisik, 6 Konseling, 35
xlvi
kontinum, 27 reproduksi, 7
kultural, 16 rohaniah, 14
latent, 14 Sadisme, 34
libido, 12 seks, 3
lovemaking, 17 sexological worldview, 26
Masokisme, 34 Sexual obsession, 30
Materialistic universe, 28 Sexual stimulation, 31
mentransformasikan, 22 sosial, 6
moral, 17 sosio-kultural, 17
Oral, 13 sosiologi, 16
Pendidikan, 6 spiritual, 16
Permissiveness, 31 Spiritual immortality, 29
pornografi, 6 Spiritualism, 29
potensi, 15 Tangible realism, 28
prokreasi, 26 Transvestitisme, 33
psikologis, 5 verbal stimulus, 16
Psikoterapi, 35 Voyeurisme, 33
pubertas, 12, 25
remaja, 12

xlvii
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2001) hlm. 105

Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 134

Brancroft, J. 2009. Human Sexuality and Its Problem. UK: Elsevier

Chabib Thoha, Kapita Selakta Pendidikan Islam (Yogyakarta : Pustaka


Pelajar, 1996) hlm. 99.

Garos, S. 1997. The Garos Sexual Behavior Index: A Measure of Addictive


Sexual Behavior. Disertasi Doctor of Philosophy, Arizona State University.

Grunig, J. E., & White, J. 1992. The Effect of Worldviews on Public


Relations Theory and Practice. Dalam Grunig, J. E. (Ed.), Excellence in
Public Relations and Communication Management (pp. 117-158).

Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : raja Grafindo Persada,


2005), hlm. 4.

Heri Jauhari Mochtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,


2005) hlm. 18

Ida Bagus Gde Manuaba, Memahami Kesehatan Reproduksi pada Wanita,


(Jakarta: Arcan, 1999) hlm. 13.

Lehmiller, J.J. 2014. The Human Sexuality. Singapore: Wiley Blackwell

Lubis, N.L. 2013. Psikologi Kespro: Wanita dan Perkembangan


Reproduksinya. Jakarta: Kencana Media Group.

xlviii
Mas’ud Mubin dan A. ma’ruf Asrori, Menyikap Problema Seks Suami Isteri,
(Surabaya: Al Miftah, 1998), hlm. 1

Michael Reiss. 2006. Pendidikan Seks Bagi Remaja. Yogyakarta: Alenia


Prostitusi di Indonesia. Terence Hull.

Moh. Rasyid, Pendidikan Seks, Mengubah Seks Abnormal Menuju Seks


yang Lebih Bermoral, hlm. 84

Moh. Rasyid, Pendidikan Seks, Mengubah Seks Abnormal Menuju Seks


yang Lebih Bermoral, hlm. 83

Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Tafsir Ibnu Katsir, jld. 3 ter

Nina Surtiretna, Remaja dan Problema Seks, (Bandung: Remaja Rosdakarya,


2006) hlm. 5

Nirna Surtiretna, Bimbingan Seks bagi Remaja, (Bandung : Remaja Rosda


Karya, 2001)hlm. 2.

Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa


Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1992)hlm.93.

Thompson & Thompson. 2007. Genetics in Medicine. Philadelphia: Elsevier

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional RI,2003) hlm. 6

Yusuf Madani, Pendidikan Seks untuk Anaka dalam Islam, (Jakarta: Pustaka
Zahra, 2003), hlm. 67

xlix
l
li

Anda mungkin juga menyukai