Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang Sex education dan pandangan
sex dari sudut psikologis untuk memenuhi tugas.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I SEX DALAM SUDUT PENDIDIKAN...............................................1
A. Pendidikan Seks......................................................................................1
1. Pengertian pendidikan seks...............................................................1
2. Muatan Pendidikan Seks...................................................................9
3. Perkembangan sex...........................................................................10
B. Sex dalam konsepsi sebenarnya............................................................13
BAB II SEX DALAM SUDUT PSIKOLOGI...............................................14
BAB III MENGAPA PENDIDIKAN SEX ITU PENTING?........................16
A. Pentingnya pendidikan sex...................................................................16
1. Pendidikan Seks Dalam Keluarga.....................................................17
2. Pendidikan seks di Sekolah...............................................................20
BAB IV CARA PENYAMPAIAN PENDIDIKAN SEKS DENGAN TEPAT
.......................................................................................................................22
A. Mengenalkan perbedaan lawan jenis....................................................22
1. Memperenalkan organ seks...............................................................22
2. Menghindari anak dari kemungkinan pelecehan seksual..................22
3. Informasikan tentang asal usul anak..................................................22
4. Persiapan menghadapi masa pubertas.............................................23
BAB V PANDANGAN DUNIA DAN SEKSUALITAS.............................24
BAB VI PENYIMPANGAN PENDIDIKAN SEKSUAL............................30
A. Jenis – Jenis Kelainan Seksual..............................................................30
1. edofilia...............................................................................................30
2. Eksibisionisme...................................................................................30
iii
3. Voyeurisme........................................................................................31
4.Fetisisme.............................................................................................31
5. Transvestitisme...............................................................................31
6. Masokisme seksual.........................................................................32
7. Sadisme seksual..............................................................................32
INDEX...........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................35
iv
BAB I
SEX DALAM SUDUT PENDIDIKAN
A.Pendidikan Seks
v
didik untuk mencapai pengembangan secara optimal serta membudayakan
manusia melalui proses transformasi nilai-nilai utama. Dalam Undang-
undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas)
juga dijelaskan tentang pengertian pendidikan pada pasal (1) “bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
vi
ia sepenuhnya mampu bertindak sendiri bagi kesejahteraan hidupnya dan
masyarakatnya.
Sedangkan kata seks mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti
jenis kelamin. Dan yang kedua adalah hal ihwal yang berhubungan dengan
alat kelamin misalnya persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Atau hal
ini yang biasa disebut persenggamaan. Sedangkan menurut BKKBN (2008:
10) seks berarti jenis kelamin, yaitu suatu sifat atau ciri yang membedakan
laki-laki dan perempuan, sedangkan seksual berarti yang ada hubungannya
dengan seks atau yang muncul dari seks. Pada dasarnya fungsi utama seks
adalah untuk kelestarian keturunan. Pengertian ini berlaku bagi semua
makhluk, manusia dan binatang pada umumnya. Hanya saja cara
mengekspresikanya yang berbeda. Binatang melakukan aktifitas seksualnya
banyak didorong oleh naluri instingnya, sedangkan manusia digerakan oleh
banyak faktor yang sangat kompleks, yaitu aspek kejiwaan, akal, emosi,
keinginan, latarbelakang kehidupan, pendidikan, status sosial dan lain
sebagainya.
Adapun pendidikan seks sebenarnya mempunyai pengertian yang
lebih kompleks. Yaitu upaya memberikan pengetahuan tentang perubahan
biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan
perkembangan kejiwaan manusia . Dengan kata lain, pendidikan pendidikan
seks pada hakikatnya merupakan usaha untuk membekali pengetahuan
tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika serta
agama agar tidak terjad penyalahgunaan organ reproduksi tersebut.
Pendidikan seks bisa dikatakan suatu pesan moral. Pendidikan seks dapat
dikatakan sebagai cikal bakal pendidikan kehidupan berkeluarga yang
memiliki makna sangat penting. Bahkan para ahli psikologi menganjurkan
agar anak-anak sejak dini hendaknya mulai dikenalkan dengan pendidikan
seks yang sesuai dengan tahap perkembangan kedewasaan mereka.
vii
Pendidikan seks sebagai komponen pokok dari kehidupan yang dibutuhkan
manusia, karena pada dasarnya mengkaji pendidikan seks pada hakikatnya
adalah mengkaji kebutuhan hidup.
Pengertian ini menunjukan bahwa pendidikan seks sangatlah luas
bukan hanya terkait dimensi fisik, namun juga psikis dan sosial. Meski
demikian saat ini telah terjadi pereduksian makna. Pendidikan seks hanya
disempitkan hanya pada aspek pembelajaran dalam hubungan seks saja.
Akibatnya pendidikan seks menjadi tabu untuk bicarakan apalagi dipelajari.
Pada akhirnya remaja mencari jalan untuk mencari informasi seks dari
sumber-sumber lain seperti buku bacaan, gambar, dan film yang berbau
pornografi. Barangkali uraian ini menjadi salah satu sebab mengapa
pendidikan seks kurang mendapatkan ruang dalam pola pengasuhan anak di
Indonesia.
Orang dewasa berperan penting dalam pendampingan mereka
menghadapi masa-masa pertumbuhan menuju kedewasaanya. Seksualitas
tidak boleh di pandang tabu. Membiarkan sikap anak yang salah terhadap
informassi seks yang diwarisi karena asuhan, didikan, dan persepsi orang tua
maupun guru mereka yang keliru terhadap seks dan seks mengakibatkan
organ seks mereka kelak tidak sehat. Anak remaja mulai sekarang harus
diberikan pendidikan seks usia dini yang tepat dan benar.
viii
a.Tujuan Pendidikan Seks
Pendidikan seksual bertujuan untuk mengajarkan mengenai organ
kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual dan HIV/AIDS, kehamilan,
dan kontrasepsi yang dapat digunakan. Pendidikan seksual juga dapat
mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual, pemerkosaan, seks diluar
nikah, dan juga pernikahan di usia dini. Selain itu, mengurangi dampak
buruk dari penyerapan informasi yang tidak aman dan tidak akurat melalui
internet. Edukasi seksual dapat dimulai sejak kecil, atau ketika anak laki-laki
mulai mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi.
mempelajari organ reproduksi
mencegah adanya bentuk kekerasan seksual dan pemerkosaan
mencegah pernikahan usia muda
mencegah perilaku seks yang tidak aman
mencegah penyerapan informasi yang tidak aman dan akurat
ix
Selain itu, pendidikan seksual yang baik juga mengakibatkan anak memiliki
kepribadian yang lebih baik.
x
(a)Memberikan pemahaman dengan benar tentang materi pendidikan seks
diantaranya memahami organ reproduksi, identifikasi dewasa/baligh,
kesehatan seksual, penyimpangan seks, kehamilan, persalinan, nifas,
bersuci dan perkawinan.
(b)Menepis pandangan miring khalayak umum tentang pendidikan seks yang
dianggap tabu, tidak islami, seronok, nonetis dan sebagainya.
(c)Pemahaman terhadap materi pendidikan sek pada dasarnya memahami
ajaran Islam.
(d)Pemberian materi pendidikan seks disesuaikan dengan usia anak yang
dapat menempatkan umpan dan papan.
(e)Mampu mengantisipasi dampak buruk akibat penyimpangan seks.
(f)Menjadi generasi yang sehat.
(g)Anak diharapkan dapat mengartikan kehidupan seks yang ada pada
manusia, yakni untuk memberikan penjelasan dan informasi tentang seks
manusia serta memahami nilai-nilai manusiawi terhadap seks tersebut.
xi
Pendidikan seks seperti halnya pelajaran-pelajaran lain dalam
kurikulum berhubungan dengan transmisi informasi, mencari kontribusi pada
perkembangan kemandirian diri, mencari cara mensosialisasikan kelebihan
diri dan masyarakat luas. Di samping itu bagaimanapun pendidikan seks
tetap berbeda. Hal ini berkaitan dengan hubungan manusia yang meliputi
dimensi moral. Ini juga tentang wilayah pribadi, kehidupan intim seseorang
yang memberikan kontribusi bagi perkembangan dan daya harmoni atau
pemenuhan kebutuhan. Nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan seks
memang sangat luas. Nilai-nilai tersebut yang menjadi pijakan dalam
perumusan tujuan pendidikan seks ini.
Di samping itu nilai pendidikan seks menjadi sangat penting. Karena
di dalamnya akan menyangkut moralitas sosial yang menjadi tolok ukur
sebuah kecakapan dalam masyarakat. Terlebih ketika pedidikan seks menjadi
sebuah formulasi atau jawaban untuk memerangi berbagai macam persoalan
penyimpangan seksualitas yang terjadi belakangan ini.
Dalam agama Islam pendidikan seks mempunyai nilai yang tidak bisa
dipisahkan dari agama dan bahkan harus sepenuhnya dibangun di atas
landasan agama. Dengan mengajarkan pendidikan seks yang demikian,
xii
diharapkan akan membentuk individu remaja yang menjadi manusia dewasa
dan bertanggungjawab, baik pria maupun wanita. Sehingga mereka mampu
berperilaku dengan jenisnya dan bertanggungjawab atas kesucian dirinya,
serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Dalam Surat
An-Nur ayat 58-59
xiii
Allah SWT menjelaskan dasar-dasar pendidikan bagi keluarga yang
mencakup adab anak kecil yang meminta izin ketika mereka hendak masuk
ke dalam kamar orang tuanya. Pertama, tidak boleh masuk kamar orang
tuanya sebelum masuk waktu shalat shubuh. Mungkin saat itu orang tua
masih terlelap tidur. Kedua, ketika orang tua menanggalkan pakaianya
tengah hari atau sesudah shalat dzuhur. Ketiga, sesudah shalat Isya. Waktu-
waktu tersebut dilarang anak menerobos kamar orang tua karena
dikhawatirkan mereka sedang bercampur.
Di sinilah bukti betapa kayanya nilai pendidikan seks. Dalam Islam
pendidikan seks dibangun di atas asas Islam. Tidak hanya bagaimana agar
pendidikan seks itu mampu menjaga manusia dari penyakit dan gangguan
seksual saja, tapi lebih penting dari itu bahwa pendidikan sek didesign untuk
menjaga moral umat dan membetuk umat yang berakhlak mulia. Selain nilai
yang terkandung dalam Islam, pendidikan seks juga mengandung nilai-nilai
lain, seperti nilai sosial, budaya dan kesehatan.
xiv
Perkembangan seks manusia berbeda dengan binatang dan bersifat
kompleks. Jika pada binatang seks hanya untuk kepentingan
mempertahankan generasi atau keturunan dan dilakukan pada musim tertentu
dan berdasarkan dorongan insting. Pada manusia seksual berkaitan dengan
biologis, fisiologis, psikologis, sosial dan norma yang berlaku.
Pendidikan seks juga tidak hanya mempersoalkan pada aspek
hubungan badan saja, namun lebih luas dari itu pendidikan sek memuat
berbagai macam aspek yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi secara
umum. Pada intinya pendidikan seks ini seperti halnya pelajaran lain dalam
kurikulum, berhubungan dengan transmisi informasi, memberi kontribusi
pada perkembangan kemandirian diri, mencari cara mensosialisasikan
kelebihan diri dan masyarakat luas. Maka pendidikan seks juga memiliki
muatan yang menjadi topik pembahasan yang jelas. Hal itu sebagai materi
yang menjadi acuan dalam konsep pendidikan seks yang dibahas dalam
penelitian ini.
3. Perkembangan sex
xv
Pada mulanya orang-orang akan mengira bahwa sexualitas dimulai
dari masa pubertas atau remaja. Sebelum menginjak masa itu hasrat untuk
memperoleh kepuasan seksual berjumlah ada. Padahal tidaklah demikian,
karena disetiap tubuh manusia itu terdapat suatukekuatan atau energy yang
dapat digerakkan untuk tubuh.Perasaan yang mengarahkan energy ini disebut
ego, Ego inilah yang impuls libido mengarahkan energy untuk mencari
makan dan minum, sedang impuls libido akan mengarahkan energy untuk
mencari kepuasan sex.
(a)Fase oral
Oral berarti kulut. Fase ini dimulai dari umur lahir sampai satu tahun.
Perasaan sex bayi pada fase ini disalurkan melalui mulutnya. Dia suka
menetek putting susu ibunya, menggigit ibu jari, kain dan lainlain. Dia
xvi
senang memasukkan apa saja yang ada ke dalam mulut nya. Daerah bibirnya
adalah alat untuk merasakan kenikmatan. Seorang bayi yang sehat akan
senantiasa dalam keadaan bergerak uanh di dorong oleh rasa gembira.
Setelah merasa puas dia akan tertidur pulas dengan raut muka yang cerah.
Dan inilah perasaan sex pertama.
(b)Fase anal
fase anal Fase ini berlangsung umur satu setengah sampai 2 tahun
sejak itu perhatian anak berpindah kepada barang yang keluar dari tubuhnya
melalui dubur dia mulai senang berak, senang kencing, bahkan memainkan
kotorannya itu. Kalau ibu nya terlena niscaya kotoran itu akan di lumurkan
kedalam mulut dan di lumurkan ke seluruh tubuh nya.
(c)Fase falik
fase falik berasal dari kata Paulus yang berarti penis atau zakar Fase
ini berlangsung dari umur 3 setengah sampai 6 tahun sejak itu si anak mulai
mengerti bahwa ia mempunyai alat kelamin yang dapat ereksi. Kadang
kadang penis nya yang biasa berkerut itu tiba-tiba membesar dan
berkembang. Keadaan ini sangat unik dan menarik perhaiannya sehingga ia
senang mepermainkannya, adu besar, adu kencing dan lain lain. Keadaan ini
berlaku pula pada anak wanita, hanya beda sifat dan keadaan sesuai dengan
pembawaannya yang selalu positif tidak seperti laki laki
(d)Fase latent
Latent berarti tersembunyi. Jadi, anak pada masa jni perhatiannya
terhadap masalah sexsual agak terbelakang sehingga tidak kelihatan.
Sehingga dia curahkan perhatiannya dalam pendidikan, sekolah, bermanin
dengan teman sebaya dan kesibukkan-kesibukkan lain. Fase ini berjalan
mulai umur 6 sampai 12 bulan
xvii
(e)Fase genital
Genital berarti organ kelamin pada pria dan wanita. Pada wanita yang
tercepat fase ini berlangsung pada usia 9 tahun dan secara umum akan
berlangsung pada saat berusia 12 tahun, sedangkan pada pria mulai usia 16
tahun. Bagi perempuan masa ini ditandai dengan keluarnya darah menstruasi
yang keluar dari vagina. Keluarnya darah dalam hukum sex atas dasar
penelitian dari Imam syafi’I. Di samping itu bagi anak perempuan pada fase
ini ditandai dengan membesarnya payudara, menjadi pemalu dan suaranya
akan menjadi merdu.
Bagi anak laki-laki pada fase ini ditandai dengan mimpi basah, yaitu
mimpi yang bersenggama, penis nya ereksi disertai dengan keluarnya air
mani dari ejakulasi dan menghayati kesenangan sex sehingga celana basah,
dan inilah yang disebut dengan mimpi basah. Perubahan fisik dan psikis pada
anak laki-laki dan anak perempuan disebabkan karena mulainya keluar zat
hormone dari bagian otak dasar. Pada masa pubertas di samping akan terjadi
perubahan fisiologis, terjadi pula perubahan emosional yang sangat penting.
Masa pubertas adalah masa pematangan jasmaniah dan rohaniah. Keduanya
kadang-kadang sejalan, tetapi tidak jarang terjadi, kematangan rohaniah
sudah mulai tetapi kematanan jasmaniah belum terjadi. Tidak sering juga
pubertas rohaniah ini mengalami penolakan, kadang-kadang dengan sikap
permusuhan terhadap keliling.
xviii
Teori dinamika Psychologi mengenal adanya suatu factor potensi di
dalam kepribadian seseorang, yang dinamakan energetic factor. Energic
factor ini mempunyai banyak nama, sesuai dengan macam teori yang
mempersoalkannya. Paling lazim dipergunakan dengan istilah drive atau
trieb (dorongan) yang pasang surutnya disebabkan oleh proses-proses
physiologis dalam tubuh manusia, khusunya proses-proses hormonal. Pasang
surutnya dorongan ini juga disebut impul, khususnya sexual impuls. Namun
potensi dorongan ini atau leboh tepatnya impuls ini disebabkan olehnya,
karena tidak mempunyai arah sendiri. Dari pada energy factor tersebut,yakni
affect. Affect inilah yang menjuruskan kekuatan impuls sampai ke
tujuannya, yaitu pemuasan daripada dorongan yang bersangkutan, sehingga
dapat dihasilkan satisfacation.
BAB II
SEX DALAM SUDUT PSIKOLOGI
xix
Seksualitas berkaitan dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap
seksualitas dan bagaimana menjalankan fungsinya sebagai makhluk seksual.
Berdasarkan sudut pandang psikologis, pendidikan seksual sangat diperlukan
bagi perkembangan remaja, dengan harapan agar remaja tidak memiliki
kesalahan persepsi terhadap seksualitas dan tidak terjebak pada perilaku-
perilaku yang kurang bertanggungjawab baik dari segi kesehatan maupun
psikologis.
Pada dasarnya, aspek seksualitas mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh aspek biologi, psikologi, sosiologi, kultural dan spiritual. Sudah kita
ketahui bahwa psikologi adalah ilmu yang menyelidiki dan membahas
tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu
maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan.
Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana
menjalankan fungsi sebagai makhluk seksual, identitas peran atau jenis, serta
bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi,
perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri.
xx
Adapun sex dalam pengertian yang salah, sex dalam pengertian yang salah
bisa disebabkan oleh pengertian-pengertian yang salah mengenai hal sex,
makadari itu perkataan ini akan menajdisuatu “verbal stimulus” yang sudah
memiliki
(b)Nilai sebagai signal artinya stimulus yang dikaitkan dengan suatu arti
(meaning) emosional
xxi
c. Adanya pendapat-pendapat mengenai sex sebagai sesuatu hal yang “tabu”
sosio-kultural sehingga sex tersebut mendapatkan arti “dosa” “dirty word”
“penghancuran moral mayarakat” dan sebagainya.
BAB III
MENGAPA PENDIDIKAN SEX ITU PENTING?
xxii
Televisi, Internet, buku dan sebagainya. Pendidikan seks seharusnya menjadi
bentuk kepedulian orang tua terhadap masa depan anak dalam menjaga apa
yang telah menjadi kehormatannya, terlebih bagi seorang perempuan.
Pendidikan seks menjadi penting mengingat banyaknya kasus-kasus yang
terjadi mengenai tindak kekerasan seksual terhadap anak dan remaja. Tetapi
yang terjadi di lapangan justru orang tua bersikap apatis dan tidak berperan
aktif untuk memberikan pendidikan seks sejak usia dini kepada anaknya.
xxiii
Pendidikan seks dalam keluarga Keluarga dalam arti luas adalah
semua pihak yang mempunyai hubungan darah atau keturunan yang bisa
diperbandingkan dengan klan atau marga. Dalam arti sempit keluarga adalah
orang tua dan anak. Keluarga sebagai suatu sub-sistem sosial memerlukan
adanya perhatian khusus terhadap pendekatan yang akan digunakan untuk
mempelajarinya.
xxiv
a.Pendidikan seks pada usia balita (0-5 tahun)
Dalam fikih pendidikan seks pada usia balita tidak jauh dengan
pendidikan lainnya, seperti aqidah dan akhlak. Pendidikan seks kepada balita
merupakan sebuah proses pendidikan tentang masalah-masalah seks yang
harus diketahui oleh anak sejak dini.
Pada saat ini yang diperlukan oleh anak adalah penanaman dan
penguatan nilai-nilai agama. Adapun masalah seksual yang diajarkan kepada
anak pada usia ini sebatas pengenalan dan penguatan dirinya sebagai laki-
laki atau perempuan. Sehingga kelak saat dia dewasa sadar dan mampu
bertanggung jawab atas dirinya. Pada usia ini anak sudah memiliki semua
unsur-unsur yang ideal untuk diajari tentang sesuatu. Anak mulai
mengembangkang diri untuk lebih mengetahui terhadap identitas dirinya dan
lingkungannya. Kemudian setelah bertambah umurnya dia akan lebih banyak
xxv
bertanya tentang sesuatu yang ingin ia ketahui. Contohnya anak mulai
dibiasakan memakai kerudung atau rok untuk anak perempuan agar setelah
besar mampu terbiasa berpakaian yang menutup aurat.
xxvi
anak ketika kelak mengalaminya mampu menganggap semua itu sebagai hal
yang wajar dan qodrati.
Masa ini merupakan masa peralihan atau transisi dari anak menuju
masa dewasa. Yaitu masa yang menentukan terhadap masa depan anak. Pada
masa ini mungkin orang tua akan selalu dipusingkan dengan perubahan
perilaku anak-anaknya.
Maka dari itu tidak ada alasan bagi orang tua untuk tidak
mendiskusikan masalah seks kepada anaknya yang telah menginjak dewasa.
Pada masa ini akan terjadi perkembangan fisik dan mental yang berbeda
pada anak laki-laki dan perempuan ketika tumbuh menjadi dewasa. Sehingga
pendidikan seks akan sangat penting untuk diajarkan pada masa ini.
xxvii
Ketika seorang remaja telah mencapai masa dewasa, banyak perubahan
yang akan dilaminya, baik fisik ataupun non fisik. Perlu diketahui, bahwa
pada dasarnya perkembangan seks yang terjadi pada masa ini dan
sebelumnya merupakan suatu kesatuan menuju sebuah kematangan.
Perbedaan yang mencolok pada masa ini adalah perhatian laki-laki lebih
terfokus pada terjadinya hubungan seks. Sedangkan wanita lebih terfokus
pada terjalinnya hubungan emosional, seperti perasaan cinta dan kasih
sayang.
xxviii
Sekolah merupakan sebuah lembaga untuk belajar dan memberi
pelajaran sesuai dengan jenjang atau tingkatan. Tingkatan yang dimaksud
seperti Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah
Kejuruan dan lain-lain.
xxix
terutama pendidikan formal. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
mempunyai peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar
sekali pada jiwa anak.
xxx
BAB IV
CARA PENYAMPAIAN PENDIDIKAN SEKS DENGAN TEPAT
xxxi
Caranya cukup mudah, misalnya dengan menggunakan boneka
ataupun ketika mandi. Perkenalkan anak secara singkat organ tubuh yang
dimiliki, seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut, serta jangan lupa penis
dan vagina. Terangkan juga fungsi dari anggota tubuh dan cara
pemeliharaannya agar terhindar dari kuman penyakit.
xxxii
Tegaskan pada anak bahwa alat kelamin tidak boleh dipertontonkan
secara sembarangan. Tumbuhkan rasa malu pada anak
xxxiii
Informasikan bahwa seiring bertambahnya usia, anak akan
mengalami perubahan dan perkembangan. Perubahan yang jelas terlihat
adalah ketika memasuki masa pubertas.
BAB V
PANDANGAN DUNIA DAN SEKSUALITAS
xxxiv
dan primer dari kegiatan seksual interpersonal. Ada tiga pandangan tentang
seksualitas, yakni
xxxv
(2) Separuh responden menyadari pandangan dunianya, sedangkan hampir
sepertiga responden tidak menyadari pandangan dunia seksologisnya atau
memiliki masalah dalam mengekspresikannya. Riset empiris Sitron
menghasilkan definisi pandangan dunia seksologis, yakni:
“Pandangan dunia seksologis merupakan perspektif yang seringkali tidak
terkaji (unexamined). Setiap orang memegang pandangan terhadap dunia
sekitarnya berkenaan dengan seksualitas, yang muncul sepanjang
pengalaman hidup dan proses sosialisasi, dapat berubah, serta dipengaruhi
oleh ada atau tiadanya sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah kultur,
pengetahuan, nilai, keyakinan, religi atau spiritualitas, opini, sikap-sikap dan
konsep-konsep yang spesifik berhubungan dengan seksualitas, gaya dan jenis
relasi, perilaku seksual,
orientasi seksual, dan identitas jender. Faktor-faktor ini dapat berkombinasi
dan menghasilkan berbagai variasi tak berhingga. Pandangan dunia
seksologis berkembang dalam lintasan kontinum, yakni antara kutub “dualis”
(benar atau salah) dan kutub seberangnya “relativis” (perspektif tak hingga,
dan tidak ada sebuah perspektif pun yang benar atau salah), serta variasi
ekspresi di antara kedua kutub tersebut” (Sitron, 2008: 170).
Variabel pandangan dunia secara operasional diturunkan dari konsep
pandangan dunia dari Obasi (Obasi, 2004; Obasi, Flores, & James-Myers,
2009; Walker, Alabi, Roberts, & Obasi, 2010). Menurut Obasi, pandangan
dunia merupakan (1) sebuah skema yang digunakan untuk menentukan
makna yang konsisten dengan kerangka kultural seseorang; (2) asumsi-
asumsi filosofis yang menentukan cara orang mempersepsikan,memikirkan,
merasakan, dan mengalami dunia. Pandangan dunia ini memiliki basis
dimensi-dimensi filosofis, yakni kosmologi, epistemologi, ontologi,
aksiologi, dan teleologi. Berdasarkan analisis faktor Obasi, ada tujuh dimensi
proksimal pandangan dunia. Dimensi-dimensi ini eksis pada struktur dalam
xxxvi
(deepstructure) dari kultur dan mempengaruhi kognisi, keputusan, dan
tingkah laku. Ketujuh dimensi tersebut beserta contoh butir dalam
Worldview Analysis Scale (WAS; skala ini terdiri atas 55 butir), adalah
sebagai berikut (Obasi, 2004):
xxxvii
4. Indigenous values; yakni sistem aksiologis non-Barat yang berakar pada
tradisi-tradisi tua. Lebih lanjut, subskala ini memeriksa nilai-nilai keulayatan
pra-kolonial yang berkaitan dengan relasi-relasi metafisis antara manusia,
alam, dan pengetahuan.
“I think what sets this test apart is that it’s not targeted at one single group.
This test is not restricted for use with any one clinical group, such as people
with sexual dysfunctions or sex offenders. The GSBI was normed on the
general population. As a result, it has a greater clinical utility. It can tell you
xxxviii
if you have a client that you should investigate more thoroughly with regard
to his or her sexual behavior.”
GSBI terdiri atas 35 butir yang masuk dalam empat faktor utama (Garos &
Stock, 1998; Western Psychological Services, 2012), yakni:
tidak aman (insecurity), rasa bersalah dan rasa malu, atau keresahan
(uneasiness) seseorang terhadap perilaku seksual dan seksualitasnya. Contoh
butirnya adalah sebagai berikut: “Saya
xxxix
menoleransi pasangan saya berhubungan seks dengan orang lain sepanjang
pasangan saya itu tidak meninggalkan saya”.
xl
BAB VI
PENYIMPANGAN PENDIDIKAN SEKSUAL
xli
A.Jenis – Jenis Kelainan Seksual
1.edofilia
Orang dengan peodofilia memiliki fantasi, ketertarikan, ataupun perilaku
seksual menyimpang terhadap anak kecil, dengan usia kurang dari 13 tahun.
Sementara pelaku pedofilia yang memiliki ketertarikan seksual terhadap
balita dengan usia kurang dari 5 tahun disebut dengan infantofilia.
Perilaku seksual menyimpang ini meliputi mengajak anak untuk melihat
si pelaku melakukan masturbasi, mengajak anak untuk telanjang, menyentuh
organ kelamin anak, atau bahkan melakukan aktivitas seksual dengan anak-
anak. Sebagian pelaku hanya menunjukkan perilaku ini kepada kerabat
dekat, termasuk anaknya sendiri. Pelaku pedofil kerap mengancam
korbannya agar perilakunya tidak diketahui orang lain.
2.Eksibisionisme
Eksibisionisme adalah perilaku ketika seseorang kerap
mempertontonkan organ kelamin pada orang asing. Orang ini punya
kecenderungan ingin membuat orang asing terkejut, takut, atau terkesan
dengan perilakunya tersebut. Meski biasanya tidak diiringi dengan tindakan
lebih lanjut,seperti penyerangan terhadap orang lain, namun ada kalanya
orang ini berani melakukan masturbasi di tempat umum sambil
memperlihatkan kemaluannya.
3.Voyeurisme
Perilaku meraih kepuasan seksual dengan mengintip atau mengamati
orang yang sedang berganti pakaian, mandi, atau melakukan aktivitas
seksual. Pengintip tidak bertujuan menjalin kontak seksual dengan korban.
Umumnya penderita kondisi ini hanya melakukan masturbasi sambil
mengintip.
4.Froteurisme
xlii
Penderita froteurisme memiliki kecenderungan untuk menggesek
organ kelaminya pada tubuh orang asing, termasuk di tempat umum.
Kelainan seksual ini paling sering ditemui pada pria dengan dengan rentang
usia 15-25 tahun dengan perilaku yang cenderung pemalu.
4.Fetisisme
Penderita fetisisme memilliki gairah seksual terhadap benda mati,
seperti celana dalam atau sepatu wanita. Hasrat seksual orang dengan
fetisisme ini akan bangkit dengan menyentuh atau menggunakan benda-
benda tersebut. Benda ini kadang digunakan saat berhubungan seksual
dengan orang lain atau bahkan ada kalanya menggantikan hubungan seksual
yang sesungguhnya dengan orang lain. Ada juga kelainan lain yang disebut
parsialisme, yaitu ketertarikan seksual pada bagian tubuh tertentu, seperti
dada, bokong, atau kaki orang lain.
5. Transvestitisme
Transvestitisme adalah perilaku pria heteroseksual yang suka
berpakaian dan berdandan selayaknya wanita untuk membangkitkan fantasi
atau gairah seksual. Agar tidak ketahuan, sebagian pria yang menderita
kelainan ini, mendapatkan kepuasan dengan menggunakan pakaian dalam
wanita, di balik pakaian yang digunakan sehari-hari.
6. Masokisme seksual
Penderita masokisme meraih kepuasan seksual ketika dia mendapat
kekerasan, baik secara verbal atau nonverbal, seperti digigit, diikat, atau
dipermalukan dengan kata-kata tertentu. Penderita masokisme dapat
menyayat atau membuat luka bakar pada dirinya. Seringkali orang dengan
xliii
kelainan masokisme mencari pasangan yang meraih kepuasan seksual
dengan melakukan kekerasan (sadisme). Pasangan sadomasokisme, di mana
yang satu adalah seorang masokis dan yang lain adalah seorang sadis,
biasanya melakukan aktivitas seksual meliputi jeratan atau ikatan (bondage),
pemukulan pada bokong (spanking), atau simulasi pemerkosaan.
7. Sadisme seksual
Penderita sadisme seksual terus-menerus memiliki fantasi dan
mendapatkan kepuasan seksual dari menyiksa pasangannya secara psikologis
dan fisik, seperti memerkosa, menyiksa, atau bahkan membunuh. Dengan
melakukan perilaku ini, penderita merasa berkuasa terhadap korbannya.
Pelaku sadisme dapat dikenai hukuman pidana dan perlu mendapat
perawatan intensif dari psikiater.
a.cara pencegahannya
xliv
Parafilia lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Sampai
saat ini penyebab pasti parafilia belum diketahui. Meski begitu, ada beberapa
kondisi yang diduga bisa memicu parafilia, antara lain:
(a)Trauma pada masa kecil, misalnya pelaku pernah mengalami pelecehan
seksual dari orang lain.
(b)Kesulitan mengekspresikan perasaan dan sulit memulai hubungan dengan
orang lain.
(c)Berulang kali mendapatkan aktivitas seksual yang menyenangkan
terhadap situasi dan objek tertentu, sehingga terbentuklah penyimpangan
seksual pada situasi dan objek tersebut.
Tujuan utama penanganan parafilia adalah untuk membatasi perilaku
kriminal dan mengurangi ketidaknyamanan penderita. Pada umumnya,
parafilia perlu mendapat penanganan dari dokter dan psikiater dalam jangka
panjang, dengan cara:
Konseling
Psikoterapi, antara lain psikoterapi individu untuk mengubah perilaku
dan terapi keluarga.
Obat-obatan, untuk mengurangi fantasi dan kecenderungan perilaku
menyimpang, seperti antidepresan dan antiandrogen.
Terapi hormon, untuk mengurangi dorongan seksual dan perilaku
berbahaya.
Terapi penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, jika
penderita juga bermasalah dalam hal tersebut.
xlv
Pedofilia, voyeurisme, sadisme, ekshibisionisme, dan froteurisme adalah
tindakan kriminal dan dapat dijatuhi hukuman pidana.
INDEX
anal, 13 Froteurisme, 33
anatomi, 8 genital, 14
aurat, 20 hormone, 14
baligh, 21 identifikasi, 9
biologis, 5 impuls, 12
Communalism, 28 Indigenous, 29
Discordance, 30 indikator, 8
edofilia, 32 informasi, 6
Eksibisionisme, 32 interpersonal, 26
falik, 13 jasmaniah, 14
Fetisisme, 33 Knowledge, 29
fisik, 6 Konseling, 35
xlvi
kontinum, 27 reproduksi, 7
kultural, 16 rohaniah, 14
latent, 14 Sadisme, 34
libido, 12 seks, 3
lovemaking, 17 sexological worldview, 26
Masokisme, 34 Sexual obsession, 30
Materialistic universe, 28 Sexual stimulation, 31
mentransformasikan, 22 sosial, 6
moral, 17 sosio-kultural, 17
Oral, 13 sosiologi, 16
Pendidikan, 6 spiritual, 16
Permissiveness, 31 Spiritual immortality, 29
pornografi, 6 Spiritualism, 29
potensi, 15 Tangible realism, 28
prokreasi, 26 Transvestitisme, 33
psikologis, 5 verbal stimulus, 16
Psikoterapi, 35 Voyeurisme, 33
pubertas, 12, 25
remaja, 12
xlvii
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2001) hlm. 105
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 134
xlviii
Mas’ud Mubin dan A. ma’ruf Asrori, Menyikap Problema Seks Suami Isteri,
(Surabaya: Al Miftah, 1998), hlm. 1
Yusuf Madani, Pendidikan Seks untuk Anaka dalam Islam, (Jakarta: Pustaka
Zahra, 2003), hlm. 67
xlix
l
li