Anda di halaman 1dari 19

ISSN : 0000 0000

Jurnal Ilmu Perilaku UNIMA


(JIPU)
Volume 1-Nomor 1 Juni 2012

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FIP - UNIVERSITAS NEGERI MANADO
Jurnal Ilmu Perilaku UNIMA
(JIPU)
Volume 1-Nomor 1 Juni 2012

Penanggung Jawab : 1. Prof Dr E. A. Tuerah, M.Si, DEA (Rektor UNIMA)

2. Dr. Deitje A. Katuuk, M.Pd (Dekan FIP)

3. Dra. Thelma Tiwa, M.Si (Pembantu Dekan I FIP)

4. Dra. Meiske Tumbel, M.Si (Pembantu Dekan IV FIP)

Ketua Dewan Penyunting : Dr. Deetje J. Solang, M.Si

Penyunting Pelaksana : 1. Drs. Melkian Naharia, M.Pd

3. Mieke Endang Hartati, M.Hum, M.Si

4. Mieke Lovihan, M.Si

Penyunting Ahli : 1. Prof Dr. A. E. Sinolungan, SH (Psikologi Pendidikan,

UNIMA)

2. Prof. Dr. Marthen Pali, M.Psi (Psikologi UPH)

3. Prof. Dr. Seger, M.Si (Psikologi UNAIR)

4. Dr. Max G. Ruindungan, M.Pd (Psikologi Pendidikan dan


Bimbingan UNIMA)
5. Nihta Liando, Ph.D (Bahasa Inggris UNIMA)

Diterbitkan oleh : Prodi Psikologi FIP

Alamat Sekretariat : Kantor Lembaga Penelitian UNIMA, Kampus UNIMA


Tondano (Kode Pos 95617)

Harga Berlangganan : Rp 25.000 per tahun (termasuk ongkos kirim)

ISSN : 0000 - 0000


Paradigma Studi Kreativitas, C besar atau c kecil?

Deetje J. Solang

Universitas Negeri Manado

Abstrak

Makalah konseptual ini dimaksudkan untuk memaparkan suatu konsep mengenai beragam
pendekatan studi kreativitas yang telah dilakukan selama kurun waktu 60 tahun terakhir. Sejumlah
ahli kreativitas telah melakukan kajian dalam berbagai aspek kehidupan. Bahkan studi kreativitas
secara spesifik mengkaji dari paradigma pemahaman (1) mistik, (2) psikodinamika, (3)
pragmatis, (4) psikometrik, (5) kognitif, dan (6) kepribadian-sosial. Hasil uraian konseptual ini
menunjukkan bahwa proses-proses kognitif, afektif, maupun psikomotor saling berkontribusi dalam
melahirkan gagasan dan produk kreatif dalam variabilitas kreativitas melaui ragam pendekatan
paradigm pendekatan yang menunjukkan performansi kreatif C besar maupun c kecil.

Pendahuluan

Banyak kebingungan yang diperoleh ketika memulai studi kreativias sebagai suatu
variable yang sangat melekat pada semua aspek kehidupan manusia. Masyarakat demikian
akrab menyebut istilah kreativitas dan produk-produk karya yang dihasilkan sebagai karya
kreatif yang bermanfaat untuk kemaslahatan umat manusia baik sebagai gagasan berpikir
atau pun produk karya dalam teknologi, sains, ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan,
sosial, dan sebagainya. Kreativitas pada dasarnya diperlukan untuk memecahkan masalah
manusia di dunia baik masalah yang terkait dengan alam lingkungan maupun interaksinya
dengan lingkungan dalam upaya peradaban manusia. Oleh karena itu pemahaman
mengenai paradigma studi kreativitas perlu dikaji sebagai bahan konseptual dalam
memahami kreativitas yang lebih mendalam di masa yang akan datang.
Konsep-konsep Kreativitas.

Variabel kreativitas sudah sejak lama dibicarakan dan secara luas telah
dipublikasikan dalam literatur sejak 50 tahun terakhir (Lynch dan Harris, 2001; Bruynooghe
& Venken, 1992; Sternberg, 2001a; Sternberg dan Lubart, 2002), sekarang 60 tahun
terakhir (sudah lebih seabad), bahkan kreativitas manusia lahir bersamaan dengan lahirnya
manusia itu sendiri (Albert dan Runco, 2002; Semiawan dkk,1999). Oleh karena itu studi
tentang kreativitas telah mengalami kemajuan pesat dengan menggunakan beragam
pendekatan teoritis (Bruynooghe & Venken, 1992; Elliot, 1999;). Beberapa pendekatan
yang telah dikembangkan antara lain: motif berprestasi, aktualisasi diri, kecakapan,
berpikir divergen, dan aktivitas bisosiatif. Mansfield & Busse (1982) membedakan
kreativitas dalam dua pendekatan: (1) pendekatan tes paper-and pencil (sebagaimana
diukur oleh tes berpikir divergen yang dikembangkan Guilford dan Torrance) dan (2)
pendekatan pengukuran performansi kreatif langsung dalam kehidupan nyata. Menurut
Lynch dan Harris (2001), sedikitnya ada tiga pendekatan teoritis terhadap studi kreativitas
yang dapat diaplikasikan kepada siswa. Jenis pendekatan yang dimaksud adalah
pendekatan: kognitif, berpikir divergen, dan aktivitas bisosiatif. MacKinnon (1975)
membaginya dalam empat pendekatan, yaitu pendekatan produk, proses, pribadi, dan
situasi sebagaimana yang dirujuk Munandar (2000; 1999).

Dilihat dari segi historis (Sternberg dan Lubart, 2002), studi tentang kreativitas
memiliki enam paradigma pemahaman: (1) mistik, (2) psikodinamika, (3) pragmatis, (4)
psikometrik, (5) kognitif, dan (6) kepribadian-sosial. Masing-masing paradigma tersebut
memaparkan karakteristik dan pendekatan yang berbeda atau hampir sama dalam
melakukan kajian konseptual maupun pembuktian empiris. Misalnya pendekatan
psikometrik (Plucker dan Renzulli, 2002), pendekatan studi eksperimental (Runco dan
Sakamoto, 2002; Stokes, 2001), pendekatan studi kasus yang melibatkan pendekatan
sistem untuk memahami keunikan orang yang kreatif (Amabile, 2001; Gruber dan Wallace,
2002, 2001; Nakamura dan Csiszentmihalyi, 2001), pendekatan perspektif historiometrik
(Simonton, 2002), pendekatan yang didasarkan pada faktor biologis (Martindale, 2002;
2001), pendekatan kognisi (Ward dkk, 2002; Ward, 2001; Bink dan Marsh, 2000),
pendekatan studi lintas budaya (Lubart, 2002), dan pendekatan konfluensi (Sternberg,
2003). Sejumlah pendekatan studi kreativitas yang dikemukakan tersebut menunjukkan
bahwa kreativitas ternyata telah mendapat tempat yang signifikan dari psikologi dalam
rangka memahami dinamika dan proses munculnya kreativitas baik yang berasal dari diri
faktor internal individu maupun faktor eksternal individu.

Pada dasarnya kreativitas merupakan variabel yang sangat diperlukan dalam segala
aspek kehidupan manusia baik dalam tataran sosial maupun tataran individual. Pada
tataran sosial, kreativitas dapat menggiring temuan ilmu dalam berbagai bidang kehidupan
yang intinya menghasilkan produk baru yang bernilai guna bagi kehidupan manusia. Pada
tingkat individual, organisasi, dan masyarakat, seseorang dituntut untuk beradaptasi
dengan sumber-sumber yang tersedia agar mampu mengikuti perubahan tugas yang
makin kompetitif.

Konsep kreatif berasal dari penelitian pada open-ended problem solving seperti
berpikir divergen dan problem finding (Wakefield, 1995). Kedua kondisi tersebut
berkombinasi ketika berhadapan dengan situasi problem yang terpaksa (contraint) untuk
memperoleh solusi. Oleh karenanya kreatif dapat didefinisikan sebagai suatu respons yang
bermakna bagi satu situasi yang disebut temuan problem dan memecahkannya dengan
cara tertentu. Selama beberapa dekade, kreativitas dipandang sebagai suatu kapasitas
yang dimiliki tiap manusia untuk menggunakan pikiran dan imajinasinya dalam
mengkonstruk cara-cara melahirkan sesuatu yang baru (Feldhuzen, 2001; Wilson, 1996;
Wagner dan Sternberg, 1984). Sesuatu yang baru itu dapat berbentuk formulasi ide untuk
memperbaiki produk yang ada, memformulasi sesuatu yang unik, dan mengajukan ide
orisinal. Intinya, produk baru yang dimaksudkan bukan tindakan yang destruktif, melainkan
tindakan perbaikan untuk meningkatkan kehidupan yang universal dan serasi dengan alam
atau mengubah hal-hal yang lebih baik di dalam konteks keluarga, sekolah, tempat tinggal,
atau ekosistem (Johnson, 2002) sebagaimana gambaran contoh otentik yang dikemukakan
pada bagian awal (Bab I).
Stone dan Nielsen (1982) menggambarkan kreativitas berdasarkan deskripsi Piaget
yang menghubungkan kreativitas dan pemecahan masalah menurut proses-proses kognitif
yang melibatkan asimilasi, akomodasi, ekuilibrium, dan adaptasi. Dalam suatu eksperimen
dongeng kreatif berdasarkan konstruk proses kognitif Piaget pada anak usia prasekolah
(Mulyadi dkk, 1996) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dalam proses
kognitif mulai dari keadaan seimbang (equilibrium), keadaan tak seimbang
(disequilibrium), berusaha melepaskan diri (attemped), dan kembali ke keadaan seimbang
lagi (equilibrium). Lagi pula, pemecahan masalah kreatif secara potensial terkait dengan
sejumlah pengalaman baru dalam kehidupan keseharian yang memerlukan pengambilan
keputusan (decision making).

Ward (2001) mengemukakan model geneplore yang memfokuskan berpikir kreatif


pada proses dan struktur konseptual yang menghasilkan gagasan kreatif yang berasal dari
hubungan antara proses generatif dan proses eksplorasi. Proses generatif yang
diidentifikasi mencakup pencarian berbagai tipe informasi, misalnya kategori khusus,
pengetahuan konseptual umum, gambaran, analogi sumber, dan sebagainya di samping
asosiasi dan kombinasi konsep dan gambaran. Konsep ini diasumsikan menghasilkan calon
gagasan yang disebut bentuk prainventif yang merupakan solusi kreatif yang belum
lengkap terhadap masalah yang dihadapi, namun menunjukkan titik awal yang dapat
mendukung atau menghambat hasil kreatif. Model geneplore dimaksudkan untuk
menggambarkan proses-proses kognitif yang digunakan dalam aktivitas-aktivitas domain
bebas sebagai proses memicu, menyaring, dan membangkitkan kembali representasi
mental dalam tuntutan tugas dan tujuan (Bink & Marsh, 2001). Individu yang kreatif pada
awalnya melakukan eksplorasi bagaimana melakukan sesuatu dan bagaimana
melakukannya secara berbeda atau apa yang disebut seleksi variabilitas. Batasan
variabilitas menentukan seberapa beda sesuatu dikerjakan dengan memberikan repetisi
dalam fleksibilitas, elaborasi, orisinalitas, dan kebaruan. Batasan tugas itu menentukan
domain dengan melibatkan material dan konvensi yang terkait dengan penggunaan dan
penentuan seberapa beda sesuatu dikerjakan (Stokes, 2001).
Sebagaimana beberapa teori kreativitas yang lain, Amabile (2001; Sternberg, 2002;
2003) mengajukan model tiga komponen dasar intraindividu yang penting bagi kreativitas.
Dalam model ini kreativitas didefinisikan sebagai lahirnya gagasan atau karya yang relevan.
Tiga komponen tersebut meliputi: (1) domain-relevant skill, kompetensi dan talenta yang
diaplikasikan pada satu domain atau beberapa domain di mana individu bekerja, (2)
creativity-relevant processes, karakteristik kepribadian, gaya kognitif, dan kebiasaan kerja
yang mendukung kreativitas dalam domain mana pun, dan (3) intrinsic task motivation,
keterlibatan internal dalam tugas yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Hal ini
menunjukkan bahwa kreativitas merupakan kualitas produk sebagai hasil dari transformasi
sistem kultural yang dibentuk oleh interaksi tiga sistem komponen, yaitu: individu yang
berinovasi, domain simbolis yang diserap individu, dan bidang sosial praktisi dan
gatekeeper yang memicu, menghambat, merespon, menilai, dan mempertimbangkan
kontribusi (Nakamura dan Csikszentmihalyi, 2001).

Uraian beberapa konsep kreativitas tersebut menunjukkan bahwa begitu banyak


susunan maupun pola yang dikembangkan untuk memahami kreativitas. Salah satu konsep
berpikir kreatif yang relatif baru dan sedang marak dikembangkan sebagai kritik terhadap
konsep-konsep kreatif 30 tahun terakhir yang umumnya menggunakan parameter Guilford
(1975) dalam mengembangkan tes berpikir divergen, misalnya Tes Berpikir Kreatif Torrance
(Torrance, 1974; 1975) adalah konsep kreativitas Sternberg (Sternberg, 1986a; 1999a;
2001a; 2003; Sternberg dan Lubart, 1992; 1995; 2002). Sternberg (2003) menggagas
konsep kreativitas berdasarkan pendekatan psikologi kognitif yang melibatkan proses
pemerolehan informasi yang memicu kemampuan berpikir untuk menghasilkan suatu
produk berpikir. Produk yang dihasilkan memiliki kriteria kebaruan (novelty),
kelayakan/ketepatan (appropriatedness), dan kemanfaatan (utility). Sternberg (2001b;
2003; Howard, dkk, 2001; Slavin, 1997; Hopkins, dkk, 1990) memaknai kreativitas sebagai
kemampuan memproduksi karya baru (orisinal, tidak diduga atau diprediksikan),
berkualitas tinggi, dan layak (berguna, ketika menghadapi tugas yang diharuskan), dan
dalam beberapa hal berada di atas inteligensi. Produk baru yang dimaksudkan adalah
suatu penggunaan yang tidak biasa yang secara statistik berbeda dari orang lain, yang
pada tingkat tertinggi merupakan karya besar dari karya sebelumnya (Gardner, 2000).
Suatu produk memiliki beberapa fungsi, antara lain harus: tepat menjawab sejumlah
pertanyaan, berguna, ada jarak antara ketepatan dari kepuasan minimal ke problem yang
harus dicarikan solusi terbaik, dan sesuatu yang baru tidak memaksakan problem pada
aspek non kreatif yang tidak relevan (menghalalkan segala cara), berkualitas tinggi dan
menunjukkan ketrampilan teknis tingkat tinggi, dan menjadi eksekusi yang baik dalam satu
atau lebih cara.

Konsep berpikir kreatif tersebut digagas berdasarkan kerangka kerja teori investasi
(Sternberg dan Lubart, 1995; 2002; Sternberg, 1999a; 2003; Sternberg dan OHara, 2002)
yang kemudian disebut pula sebagai keputusan untuk menjadi kreatif (decision to be
creative) (Sternberg, 1999a; 2003). Menurut teori investasi, orang yang kreatif laksana
investor yang baik, membeli rendah ketika harga saham rendah dan menjual tinggi ketika
harga saham naik. Demikian pula dalam dunia ide terutama bagaimana ia melahirkan
gagasan yang diibaratkan sebagai stok berharga rendah, gagasan yang relatif tidak bernilai
atau tidak dihargai secara terbuka untuk memperoleh rasio pendapatan. Ia berusaha
meyakinkan orang lain mengenai nilai idenya, kemudian menjualnya dengan harga tinggi
(Sternberg, 2001b).

Untuk mewujudkan gagasan kreatif, diperlukan suatu setting lingkungan yang dapat
menstimulasinya. Salah satu setting lingkungan yang dapat menstimulasi kreativitas adalah
sekolah. Sekolah sebagai sarana pembentukan kemampuan intelektual setidaknya
memberi urunan nyata dalam mengembangkan fungsi-fungsi intelektual dalam menggagas
suatu ide orisinal, baru, dan berguna. Secara intelektual individu tidak akan berfungsi
sepenuhnya bila kemampuan yang melibatkan berpikir kreatif tidak dikembangkan,
digunakan, atau diparalelkan dengan kemampuan lainnya (Torrance, 1964), sebab semua
orang (dalam segala usia, kultur, dan semua bidang usaha manusia) memiliki potensi
kreatif dalam kadar yang berbeda baik dalam aktivitas maupun dalam cara
mengekspresikannya.
Untuk menghasilkan produk yang diakui oleh masyarakat memiliki nilai manfaat,
setidaknya distimulasi oleh perpaduan antara enam elemen yang berbeda tetapi saling
mendukung. Elemen-elemen tersebut terdiri atas: ketrampilan intelektual, pengetahuan,
gaya berpikir, personaliti, motivasi, dan lingkungan (Sternberg, 2003; Sternberg dan Lubart,
1995). Elemen yang paling utama dan paling penting adalah ketrampilan intelektual. Untuk
memudahkannya, skema tentang teori investasi kreatif sebagai suatu keputusan yang
digagas Sternberg dapat diskemakan pada gambar 2.1. Kreativitas sebagaimana yang
tampak pada gambar 2.1 berada pada posisi paling utama dan di bawahnya terdapat
sejumlah elemen. Elemen yang paling penting adalah ketrampilan intelektual. Dengan
demikian, kreativitas melebihi kemampuan intelektual (Sternberg, 2001b; 2003).

Ketrampilan intelektual sebagai elemen utama dalam kreativitas merupakan sumber


proses mental manusia dalam mengolah pengetahuan, gaya berpikir, motivasi,
kepribadian, dan menyeleksi lingkungan. Elemen-elemen tersebut memicu lahirnya produk
kreatif (Sternberg, 2003; Sternberg & Lubart, 1995) dan membutuhkan minimal 10 tahun
dalam menggeluti bidangnya (Gardner, 1999a), sedangkan bila hanya melihat aspek
ketrampilan intelektual secara terpisah belum merupakan seorang kreatif, melainkan
pemikir kreatif yang inteligen (Sternberg, 2003; Sternberg dan Lubart, 1995). Pemikir
kreatif yang inteligen baru memiliki potensi yang sifatnya laten bila tidak dilatih dan
dikembangkan. Berpikir kreatif dan produktivitas merupakan proses-proses kognitif dan
afektif yang beroperasi dalam kehidupan semua orang dalam tingkat dan tipe yang
bervariasi (Lync dan Harris, 2001). Walaupun terdapat kemungkinan adanya faktor bawaan
atau potensi genetik yang membuat berpikir kreatif terjadi pada sejumlah siswa dan
menunjukkan bakat kreatif pada level yang sangat tinggi, jelas bahwa bakat kreatif
dipelajari. Orang tua, sekolah, dan guru dapat membantu anak belajar pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan prosedural yang esensial bagi berpikir kreatif untuk semua
jenjang usia dan pendidikan.

Kreativitas

CREATIVITY
Intellectual

Skill

Knowledge Motivation

Thinking
Personality
Styles

Environment

Gambar 2.1

Model Konfluensi Teori Investasi Kreatif sebagai suatu Keputusan


Diadaptasi dari Sternberg (2003, hal. 107-109), Wisdom, Intelligence, and
Creativity Synthesized. New York: Cambridge University Press.

(Sternberg, 2003; Sternberg dan Lubart, 1995). Pemikir kreatif yang inteligen baru
memiliki potensi yang sifatnya laten bila tidak dilatih dan dikembangkan. Berpikir kreatif
dan produktivitas merupakan proses-proses kognitif dan afektif yang beroperasi dalam
kehidupan semua orang dalam tingkat dan tipe yang bervariasi (Lync dan Harris, 2001).
Walaupun terdapat kemungkinan adanya faktor bawaan atau potensi genetik yang
membuat berpikir kreatif terjadi pada sejumlah siswa dan menunjukkan bakat kreatif pada
level yang sangat tinggi, jelas bahwa bakat kreatif dipelajari. Orang tua, sekolah, dan guru
dapat membantu anak belajar pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang
esensial bagi berpikir kreatif untuk semua jenjang usia dan pendidikan.

Elemen kedua adalah pengetahuan (knowledge). Pada satu pihak, seseorang perlu
pengetahuan yang cukup mengenai suatu bidang untuk menggerakkan capaian
kemajuannya. Seseorang tidak dapat bergerak melebihi suatu bidang bila tidak
mengetahui di mana bidang itu. Jadi, seseorang perlu memutuskan untuk menggunakan
pengetahuan sebelumnya, namun juga memutuskan untuk tidak membiarkan
pengetahuan tersebut menjadi hambatan ketimbang membantu. Tiap orang memiliki
pengetahuan dasar. Bagaimana seseorang memilih menggunakan pengetahuan itu
merupakan suatu keputusan yang harus dilakukan.

Elemen ketiga, gaya berpikir (thinking styles). Gaya berpikir melebihi cara
seseorang menggunakan ketrampilan terutama memutuskan bagaimana memperluas
ketrampilan yang cocok dengannya. Gaya berpikir sebagai gaya legislatif utama bagi
kreativitas, merupakan preferensi dan keputusan berpikir dalam cara baru. Preferensi
perlu dibedakan dari kemampuan ke berpikir kreatif. Seseorang mungkin senang
memikirkan tema baru, namun bukan gaya berpikir yang baik, atau sebaliknya. Gaya
berpikir pun membantu menjadikan seorang pemikir kreatif bila ia mampu berpikir secara
global sebaik berpikir lokal, membedakan hutan dari pohon dan mengenali pertanyaan
penting dan tidak penting.

Elemen keempat, personaliti (personality). Sejumlah penjelasan penelitian telah


mendukung atribut personaliti terhadap fungsi kreatif. Atribut tersebut menyangkut
(namun tidak terbatas pada) kesediaan terhadap munculnya hambatan, resiko, toleransi
yang ambiguitas, dan self-efficacy, terutama, membeli rendah dan menjual tinggi dalam
arti menantang sekelompok orang (defyng the crowd), sehingga seseorang memiliki
kesediaan untuk memenuhi janji bila ingin berpikir dan bertindak dalam cara kreatif.

Elemen kelima, motivasi (motivation). Intrinsik merupakan aspek motivasi esensial


bagi kreativitas yang berfokuskan tugas. Penelitian Amabile dan lainnya sebagaimana
dirujuk Sternberg (2003) menunjukkan pentingnya tiap motivasi untuk karya kreatif dan
menyarankan bahwa orang jarang melakukan karya kreatif yang sungguh-sungguh dalam
bidang yang kurang disenanginya. Motivasi bukan sesuatu yang inharen dalam pribadi,
suatu keputusan dimotivasi oleh sesuatu hal atau hal lainnya. Orang yang ingin berkarya
dalam bidang tertentu yang secara khusus tidak disukainya akan memutuskan bahwa
mencurahkan keinginan untuk karya dalam bidang tersebut, harus menemukan cara yang
lebih baik untuk membuatnya tertarik.

Elemen keenam, lingkungan (environment). Akhirnya, seseorang membutuhkan


suatu lingkungan yang mendukung dan memicu ide-ide kreatif. Seseorang dapat memiliki
seluruh sumber-sumber internal yang diperlukan dalam tingkat berpikir kreatif, namun
tanpa sejumlah dukungan lingkungan (seperti forum untuk memaparkan ide), kreativitas
seseorang tidak pernah nampak. Lingkungan khusus tidak sepenuhnya mendukung
kreativitas seseorang yang bernilai guna. Hambatan dalam lingkungan mungkin kecil,
seperti ketika seorang individu menerima umpan balik negatif, atau mungkin hambatan
besar, ketika kreativitas seseorang dinilai bagus atau kehidupan mantap terancam bila
seseorang berpikir dalam sikap yang menantang kaidah atau ketentuan yang berlaku
selama ini (menantang anggapan konvensional). Oleh karena itu individu harus
memutuskan bagaimana merespon kehadiran lingkungan yang menantang.

Terkait dengan perpaduan antara enam komponen: ketrampilan intelektual, gaya


berpikir, pengetahuan, motivasi, personaliti, dan lingkungan, sebagaimana diuraikan di
atas, kreativitas dihipotesiskan melibatkan lebih dari suatu penjumlahan sederhana
tentang tingkatan seseorang pada masing-masing komponen (Sternberg, 2003). Pertama,
kemungkinan awal pada sejumlah komponen (misalnya, pengetahuan) di bawah
kreativitas tidak mungkin tanpa memperhatikan tingkatan komponen lainnya. Kedua,
kompensasi parsial mungkin terjadi di mana kekuatan pada satu komponen (misalnya,
motivasi) meniadakan kelemahan pada komponen lainnya (misalnya, lingkungan). Ketiga,
interaksi mungkin terjadi antarkomponen, seperti inteligensi dan motivasi, di mana tingkat
tinggi pada kedua komponen dapat secara simultan meningkatkan kreativitas.

Penutup

Para peneliti yang menggunakan pengukuran performansi kreativitas berasumsi bahwa


sangat esensial untuk menguji potensi kreatif dalam kehidupan nyata. Seseorang dengan
skor tinggi dalam pengukuran performansi kreativitas memiliki potensi tinggi untuk
mencapai keberhasilan yang kreatif. Masing-masing peneliti telah melakukan studi pada
variabel pendidikan dan situasional yang mempengaruhi skor tes kreatif termasuk skor IQ,
prestasi akademik dan non akademik, dan sifat-sifat personaliti (Crockenberg, 1972;
Mansfield dkk, 1978). Bagaimanapun bila tes performansi tidak terkait erat dengan
prestasi kreatif dalam kehidupan nyata, maka tidak mudah untuk mendefinisikan
kreativitas sebagai tes performansi. Hal ini dipengaruhi oleh skor tes yang tidak bervariasi
antara satu dengan yang lain dalam capaian kreativitas serta faktor-faktor yang tidak
dilakukan dalam kehidupan nyata sebagai performansi kreatif.

Para peneliti yang menggunakan pengukuran kreativitas dalam kehidupan nyata


menyatakan bahwa kreativitas diekspresikan dalam produk, seperti: puisi, simphoni, buku,
temuan, dan teori ilmiah (Mansfield & Busse, 1982) yang memiliki empat karakteristik:
kebaruan, bernilai, transformasi, dan kondensasi (Crockenberg, 1972). Produk kreatif yang
tinggi harus bersifat baru (novelty) atau tidak biasa (unusual), namun belum cukup disebut
produk kreatif, karena produk kreatif harus memiliki nilai (value) atau kemanfaatan
(appropriateness) yang diakui oleh suatu kelompok masyarakat atau sekelompok orang
(Sternberg dan Lubart, 1995; Sternberg, 2003). Oleh karena itu, di samping baru dan
bernilai, produk kreatif harus memiliki transformasi untuk melihat sesuatu dari perspektif
baru, dan memiliki kondensasi terhadap makna (Mainsfield & Busse, 1982).

Studi kreativitas yang didasarkan pada pencapaian kreativitas dalam kehidupan


nyata terhadap para profesional di bidang ilmiah dan yang berkaitan dengan matematika
menunjukkan bahwa mereka memiliki inteligensi di atas rata-rata, melakukan latihan
ekstensif dalam suatu bidang, dan memiliki penyesuaian emosional tingkat minimal
(Mansfield & Busse, 1982). Studi Martindale (2001) menunjukkan bahwa individu genius
memiliki sejumlah sifat: berpikir analogis, kecerdasan tinggi, ulet, memiliki minat luas
dalam berbagai hal, cinta terhadap hal-hal baru, dan percaya diri yang tinggi. Studi
kreativitas berdasarkan konsep geneplore Finke, menemukan bahwa proses generatif
khusus, mendorong lahirnya calon gagasan, memperhatikan proses gagasan terkait, dan
menggunakan proses eksploratori untuk merealisasikan potensi yang dimilikinya (Ward,
2001). Hal ini menunjukkan bahwa proses berpikir kreatif melibatkan proses intelektual
atau proses kognitif. Penelitian lainnya (Stokes, 2001) memberi gambaran bahwa individu
yang memiliki kreativitas tinggi melewati tiga fase: nilai, motif, dan sesuatu yang
membatasi penguasaan ketrampilan dan perhatian yang diperikan terhadap produk dan
penggunaan batasan tugas yang terus berubah, serta mempertahankan variabilitas tinggi.

Hasil-hasil studi yang dikumpulkan Costa (1991) menunjukkan bahwa seseorang


yang berperilaku inteligen memiliki sejumlah karakteristik: gigih, tidak impulsif, bersedia
mendengarkan dan berempati dengan orang lain, berpikir kooperatif, fleksibel, memiliki
kesadaran metakognisi, teliti dan cermat, humoris, suka bertanya, menggunakan
pengetahuan sebelumnya terhadap situasi baru, menerima resiko, menggunakan akal
sehat, cekatan dan kreatif (orisinalitas, insightfulness, memiliki motivasi intrinsik
ketimbang ekstrinsik, terbuka terhadap kritik), takjub, rasa ingin tahu, dan memiliki
pemecahan masalah yang manjur sebagai pemikir. Demikian pula Sternberg (2003)
mengemukakan bahwa intelektual merupakan kunci kreativitas yang terdiri atas tiga aspek
kemampuan: sintetik, analitik, dan praktikal.

Dengan demikian produk kreatif dapat lahir sebagai karya besar (C besar) yang
membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun, sedangkan produk kreatif dalam kehidupan
keseharian merupakan produk c kecil. Namun demikian, uraian dalam makalah ini
merupakan inspirasi bagi peminat studi kreativias dalam pengembanga research psikologi
dalam beragam tataran mikro dan makro melalui paradigm yang diminati.
Referensi

Aiken, L. R.,Jr., 1973. Ability and creativity in mathematics, Review educational research, vol.43,
No.4, 405-432.

Albert, R. S., dan Runco, M. A., 2002. A history of research on creativity, dalam Sternberg (Ed),
Handbook of creativity. New York: Cambridge University Press.

Amabile, T. M., 2001. Beyond talent, John Irving and the passionate craft of creativity. American
psychologist, vol. 56, No. 4, 333-336.

Baer, J., 1993. Creativity and divergent thinking. A task-spesific approach. New Jersey, Lawrence
Erlbaum Associatiates, Publishers.

Bink, M. L., & Marsh, R. L., 2000. Cognitive Regularities in creative activity. Review of general
psychology, vol. 4, No. 1, 59-78.

Bruynooghe, R. M., dan Venken, R., 1992. Creativity. Dalam Shapiro, S. C., (Ed), Encyclopedia of
artificial intelligence Vol. 1, Second edition. Canada: John Willey & Sons, Inc.

Costa, A. L., 1999. Changing curriculum means changing your mind, dalam Costa, A. L. (Ed),
Teaching for intelligence. Arlington Heights, Illinois: Skylight Training and Publishing, Inc.

Costa, A. L., 1991. The school as a home for the mind. Palatine, Illinois: IRI/Skylight Training and
Publishers.

Crockenberg, S. B., 1972. Creativity tests: a boon or boondoggle for education?, Review
educational research, Vol.42, No.1, 27-44.

Csikszentmihalyi, M., & Nakamura, J., 2001. Catalityc creaitivity: Tha case of Linus Pauling,. San
Francisco: American Psyckologist, 109th Annual Convention, August 24-28, 337-341.

Feldhuzen, J. F., 2001. Multiple option as a models for teaching creativity talented child, dalam
Lynch, M.D., & Harris, C. R., (Eds), Fostering in children K-8. Boston: Allyn and Bacon.

Gardner, H., 1993. Frames of mind. The theory of multiple intelligences. New York: Basic Book, A
Division of Harper Collins Publishers, Inc.

Gardner, H., 1999b. Intelligence reframed: Multiple intelligences for the 21 th century. New York:
Basic Books.

Gardner, H., 2000. The disciplined mind. Beyond fact and standardized tests, the K-12 education
that every child diverves. New York: Penguin Books.

Greeno, J. G., dan The Middle School Matematics through Application Proyect Group, 1997.
Theories and practices of thinking and learning to think. American Journal of Education
106 (November), 85-126.
Grigorenco, E. L., Literacy; thinking skills and assessment.
www.satndards.dfes.gov.uk/research/digests/wedjan140948552004/schoolbasedtests?
version=1. Diakses tanggal 16 September 2004.

Grigorenko, E. L., Jarvin, L., dan Sternberg, R. J., 2002. Literacy, thinking and assessment.
www.standard.dfes.gov.uk/research/digests

Gruber, H. W., dan Wallace, D. B., 2002. The case study method and evolving systems approach
for understanding unique creative people at work. Dalam Sternberg (Ed), Handbook of
creativity. New York: Cambridge University Press.

Gruber, H. W., dan Wallace, D. B., 2001. Creative work, the case of Charles Darwin. American
Psychologist, vol. 56, No. 4, 346-349.

Guilford, J. P., 1975. Creativity: A quarter century of progress, dalam Taylor dan Getzels (Eds),
Perspective in creativity. Chicago: Aldine Publishing Company.

Howard, B. C., McGee, S., S, N., and Shic, R., 2001. The triarchic theory of intelligence and
computer-based inquiry learning. Educational Technology, Research and Development, 49,

Lynch, M. D., dan Harris, C. R., 2001. Fostering creativity in children K-8. Boston: Allyn and Bacon.

MacKinnon, D. W., 1975. IPARS contribution to the conceptualization and study of creativity,
dalam Taylor dan Getzels (Eds), Perspectives in creativity. Chicago: Aldine Publishing
Company.

McCann, M., 2004. The creativity/ IQ interface: Old answer and some new questions. Adelaide:
Faculty of Education Humanities Law & Theology, Flinders University.

Mansfield, R. S., & Busse, T. V., 1982. Creativity, dalam Mitzel, H. E., (Ed), Encyclopedia of
educational research. Fifth edition. New York: The Free Press, A Division of McMillan
Publishing, Co, Inc.

Mansfield, R. S., Busse, T. V., and Krepelka, E. J., 1978. The effectiveness of creativity training,
Review of educational research, vol. 48, No. 4, 517-536.

Martindale, C., 2002. Biological bases of creativity. Dalam Sternberg (Ed), Handbook of creativity.
New york: Cambridge University Press.

Martindale, C., 2001. Oscillations and analogies, Thomas Young, MD, FRS, genius. American
psychologist, vol. 56, No. 4, 342-345.

Marzano, R. J., Brandt, R. S., Hughes, C. S., Jones, B. F., Pesseisen, B. Z., Rankin, S. C., dan Suhor, C.,
1988. Dimentions of thinking: A framework for curriculum and instruction. Virginia,
Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Meyer, R. E., 1983. Thinking, problem solving, cognition. San Francisco: Freman.

Munandar, S. C. U., 2000. Kreativitas anak dan strategi pengembangannya. Anima, Indonesian
psychological journal, Vol.15, No.4, 390-394.
Nakamura, J., dan Csikszentmihalyi, M., 2001. Catalityc creativity. The case of Linus Pauling.
American psychologist, vol. 56, No. 4, 337-341.

Plucher, J. A., dan Renzulli, J. S., 2002. Psychometric approaches to the study of human creativity.
Dalam Sternberg (Ed), Handbook of creativity. New York: Cambridge University Press.

Reigeluth, C.M., & Moore J., 1999. Cognitive education and the cognitive domain, dalam
Reigeluth, C. M., (Ed.), Instructional-design theories and models, volume II, a new
paradigm of instructional theory. London: Lawrence Erlbaum Assiciates, Publishers.

Renzulli, J. S., 1986. The three-ring conception of giftedness: a developmental model for creative
productivity, dalam Sternberg & Davidson (Eds), Conceptions of giftedness. New York:
Cambridge University Press.

Runco, M. A., dan Sakamoto, S. O., 2002. Experimental studies of creativity. Dalam Sternberg
(Ed), Handbook of creativity. New York: Cambridge University Press.

Scott, H., Leritz, L. E., and Mumford, M. D., 2004. The effectiveness of creativity training: A
quantitative review. Creativity Research Journal, Vol. 16, No. 4, 361-388.

Semiawan, C., 1997. Perspektif pendidikan anak berbakat. Bandung: Rosdakarya.

Simonton, D. K., 2002. Creativity from a historimetric perspective. Dalam Sternberg (Ed),
Handbook of creativity. New York: Cambridge University Press.

Sternberg R. J., 2004b. Sternbergs triarchic theory of intelligence.


Htpp://www.wilderdom.com/personality/L2-25sternbergTriarchicTheory.html. Last up
date 24 januari 2004. Diakses tanggal 5 Februari 2007, pukul 17.13 WIB.

Sternberg, R. J., 2004c. Teaching triarchically improves school achievement. www.questia.com


number 146. Diakses tanggal 05 Februari 2007 pukul 18.00 WIB.

Sternberg, R. J., 2003. Wisdom, intelligence, and creativity synthesized. New York: Cambridge
University Press.

Sternberg, R. J., 2001a. Creativity for the new millenium. American Psikologist, Vol.56, No.4, 332.

Sternberg, R. J., 2001b. What is the common thread of creativity? Its dialectical relation to
intelligence and wisdom. Journal of American psychologist, Vol.56, No. 4, 360-362.

Sternberg, R. J., 1999a. Creativity is a decision dalam Costa, A. L., (Ed), Teaching for intelligence.
Arlington Heights, Illinois: Skylight Training and Publishing, Inc.

Sternberg, R. J., 1997a. A triarchic view of giftedness: Theory and practice. Dalam Colangelo dan
Davis (Eds), Handbook of gifted education. Boston: Allyn & Bacon.

Sternberg, R. J., 1997b. Succsessful intelligence. New York: Penguin Putnam Inc.
Sternberg, R. J., 1995. For whom the bell curve tools: A review of the bell curve. American
Psychological Society, vol. 6, No. 5, September, 257-261.

Sternberg, R. J., 1986b. Intelligence, wisdom, and creativity: There is better than one. Journal of
educational psychologist, 2/(3), 175-190.

Sternberg, R. J. dan OHara, L.A., 2002. Creativity and intelligence, dalam Sternberg, R. J., (Ed),

Sternberg, R. J., dan Lubart, T. L, 2002. The concepth of creativity: Prospects and paradigms,
dalam Sternberg, R. J., (Ed), Handbook of creativity. New York: Cambridge University Press.

Sternberg, R. J., and Lubart, T. L,1995. Defying the crowd cultivating creativity in a cultural of
conformity. New York: The Free Press.

Stokes, P. D., 2001. Variability, contraints, and creativity, shedding light on Claude Monet. American
psychologist, Vol.56, No. 4, 350-354.

Taylor, C. W., 1964. Creativity progress and potential. New York: McGraw-Hill Book Company.

Tannenbaum, A. J., 1985. Creativity: Educational programs, dalam Husen & Postlethwaite (Eds),
The International Encyclopedia of Education Vol. 2. Oxford: Pergamon Press.

Torrance, J. P., 1980. Creativity and futurisme in education: Retooling. Education, Vol. 100, No. 4,
298-311.

Torrance, E. P., 1975. Creativity research in education: Still alive, dalam Taylor dan Getzels (Eds),
Perspctive in creativity. Chicago, Aldine Publishing Company.

Torrance, J. P., 1964. Education and creativity, dalam Taylor (Ed), Creativity, progress and potential.
New York: McGwaw-Hill Book Company.

Wagner, R. K., and Sternberg, R. J., 1984. Alternative conceptions of intelligence and their
implications for education. Review of educational Research, Summer, Vol. 54, No. 2, 179-
223.

Wakefield, J. F., 1995. Creative thinking. Problem-solving skills and the arts orientation. New Jersey:
Ablex Publishing Corporation.

Ward, T. B., Smith, S. M., dan Finke, R. A., 2002. Creative cognition, dalam Sternberg (Ed),
Handbook of creativity. New york: Cambridge University Press.

Ward, T. B., 2001. Creative cognition, conceptual combination, and the creative writing of Stephen
R. Donaldson. American psychologist, vol. 56, No. 4, 350-354.

Anda mungkin juga menyukai