Anda di halaman 1dari 17

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PRIA GAY

(SUATU STUDI FENOMENOLOGIS)

Meilani Sukma Marsudi1, Arie Rihardini Sundari2

Program Studi Psikologi


Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia Y.A.I
Jalan Diponegoro No. 74, Jakarta Pusat
E-mail: meilanisukmam@gmail.com1, rihardiniars@gmail.com2

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan kesejahteraan psikologis pria dewasa madya
yang memiliki orientasi homoseksual. Metode penelitian yang diterapkan adalah kualitatif
fenomenologi. Pengambilan data menggunakan metode snowballing sampling dengan teknik
wawancara dan observasi nonpartisipatif. Adapun kriteria responden penelitian merupakan individu
dewasa madya (berusia 40-60 tahun) dan merupakan individu dengan orientasi homoseksual.
Jumlah responden dalam penelitian sebanyak tiga orang. Responden pertama berinisial B,
merupakan seorang pria gay berusia 40 tahun, yang membangun hubungan romantis dengan sesama
jenisnya. Responden kedua dan ketiga merupakan pasangan gay yang tinggal serumah dan
mengasuh anak. Responden kedua berinisial K berusia 45 tahun, sedangkan responden ketiga
berinisial A berusia 41 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa B dan A memiliki enam dimensi
kesejahteraan psikologis. Sedangkan K, hanya memiliki empat dimensi kesejahteraan psikologis,
yaitu hubungan positif dengan individu lain, tujuan dalam hidup, penguasaan lingkungan, dan
otonomi. B dominan pada dimensi pertumbuhan pribadi karena dapat memanfaatkan hobinya
sebagai sumber mata pencaharian. K dominan pada dimensi tujuan dalam hidup karena memiliki
keinginan untuk keluar dari lingkungan homoseksual demi menjaga anak asuhnya. Sedangkan A,
dominan pada dimensi penguasaan lingkungan karena dapat memanipulasi situasi agar pasangan
homoseksualnya dapat mengikuti keputusannya.

Kata kunci: kesejahteraan psikologis, dewasa madya, homoseksual, gay.

ABSTRACT

The purpose of this study is to overview psychological well-being’s men in middle adulthood who
have a homosexual orientation. The research method applied is qualitative phenomenology.
Collecting data using the snowballing sampling method with general instructions, interview
techniques, and nonpartisipative observations. The criteria for research subjects are middle adult
individuals (aged 40-60 years) and individuals with a homosexual orientation. The number of
subjects in the study was three people. The first subject with the initials B is a 40-year-old gay man,
who builds a romantic relationship with the same sex. The second and third subjects are male gay
couples who live in the same house and raise children. The second subject with the initials K is 45
years old, while the third subject with the initials A is 41 years old. The results showed that B and
A had six dimensions of psychological well-being. While K only has four dimensions of
psychological well-being, namely positive relationships with other individuals, goals in life,
environmental mastery, and autonomy. B is dominant in the personal growth dimension because he
can use his hobby as a source of livelihood. K is dominant in the dimension of purpose in life because
he has a desire to get out of the homosexual environment in order to take care of his foster children.
Meanwhile, A is dominant in the environmental mastery dimension because he can manipulate the
situation so that his homosexual partner can follow the decision he wants.

Keywords: psychological well-being, middle adult, homosexual, gay.

1. PENDAHULUAN merupakan hak pribadi setiap individu


dalam berhubungan dengan
Sejatinya manusia dilahirkan pasangannya.
dengan berbagai macam perbedaan dari
segi sifat, perasaan, pemikiran, perilaku Perdebatan tentang normal atau
maupun potensi yang dimiliki. Oleh abnormalnya homoseksual masih belum
karenanya dalam menjalani kehidupan terselesaikan hingga saat ini, terutama
manusia satu dan yang lain memiliki setelah APA mendeklasifikasi
jalan dan tujuan hidup yang berbeda homoseksualitas dari DSM. Menurut
(individual differences). Meskipun National Association for Research and
demikian, manusia hidup berdampingan Therapy of Homosexuality (NARTH),
dengan manusia lainnya. Dalam yaitu sebuah lembaga psikolog yang
berhubungan dan berinteraksi, terdapat berpusat di Amerika Serikat, menyatakan
berbagai watak dan karakter manusia, bahwa paradigma terhadap homoseksual
begitu juga dengan pilihan hidupnya. ini berubah dari “mengubah orientasi”
Salah satunya pilihan tentang orientasi menjadi membantu klien menerima
seksual, walaupun keberadaannya masih keadaan homoseksualitasnya (dalam
menimbulkan kontroversi di masyarakat, Ayub, 2017). Namun demikian,
sebagian individu memilih orientasi keputusan ini membuat sebagian
homoseksual dalam berhubungan dengan masyarakat percaya bahwa menjadi
pasangannya. homoseksual sesungguhnya adalah
perilaku yang normal. Dilema ini
Orientasi seksual yang berbeda ini membuat APA mempertegas
merupakan kelainan dan perilaku yang pernyataannya melalui DSM IV, yaitu
menyimpang dari norma-norma acuan yang dapat dijadikan kategori
masyarakat, sehingga kaum homoseksual normal atau abnormal suatu perilaku
ditentang dan ditolak. Di sisi lain, kaum seksual dilihat berdasarkan budaya yang
homoseksual tidak terima dengan hal berlaku pada masing-masing masyarakat
tersebut, sehingga pada tahun 1970 (Ayub, 2017).
terbentuk gerakan Gay Liberation Front
di London, (Spencer dalam Ayub, 2017). Terlepas dari deklasifikasi
Gerakan ini terus melakukan kampanye homoseksual pada DSM, budaya dan
yang berfokus pada upaya penyadaran norma-norma yang ada tetap
kepada kaum lesbian, gay, biseksual dan dipertahankan masyarakat, khususnya
transgender (LGBT), dan masyarakat pada masyarakat yang menganut budaya
umum bahwa ketertarikan sesama jenis timur. Menurut pandangan budaya timur,
bukan termasuk kepada penyimpangan, perilaku homoseksual adalah sebuah
sehingga kaum homoseksual layak perilaku yang sangat menyimpang, dan
mendapatkan hak-hak seksual sangat tidak layak untuk dilakukan oleh
sebagaimana orang biasa lainnya (Ayub, umat manusia di muka bumi ini. Bahkan
2017). Pilihan orientasi seksual sejatinya semua agama yang ada di dunia ini yang
bukan hanya agama Islam, hampir tantangan besar bagi legalisasi hak-hak
seluruhnya tidak sepakat dengan adanya seksual LGBT.
perilaku homoseksual (Hidayat, Bakar, &
Bustamam, 2017). Indonesia merupakan Dilansir dari detik.com, baru-
salah satu negara yang kental terhadap baru ini tanggal 28 Januari 2022, marak
budaya timur dan mayoritas menentang tersebar kasus video asusila sesama jenis
adanya perilaku homoseksual. Menurut gay pada media sosial yang terjadi di
Hawari (dalam Ayub, 2017), individu Banjarnegara, Jawa Tengah. Video
homoseks dapat berubah asalkan tersebut mempertontonkan konten
memiliki kemauan yang kuat, serta pornografi yang dilakukan oleh seorang
diiringi dengan usaha melalui intervensi siswa laki-laki Sekolah Menengah
terapi spiritual, selain dari biologis, sosial Kejuruan dengan seorang laki-laki
dan psikologis. Dapat diartikan bahwa dewasa. Setelah ditelusuri, video yang
berdasarkan budaya yang ada di tersebar tersebut bukan video pertama
Indonesia, “perilaku homoseksual” yang tersangka buat dan diketahui bahwa
dikategorikan sebagai perilaku seksual tersangka memperjual belikan video
yang menyimpang, namun tidak dapat tersebut di media sosial.
dipungkiri bahwa ada “orientasi
homoseksual” pada beberapa individu Selain itu, permasalahan lainnya
yang patut dihargai sebagai bentuk dari yang sering dialami kaum homoseksual
hak asasi manusia. adalah rentannya terpapar HIV (Human
immunodeficiency virus). Berdasarkan
Lembaga survei independen keterangan dari Pusat Data dan Informasi
dalam dan luar negeri mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan RI (2019),
Indonesia pada tahun 2015 memiliki 3% Lelaki Seks Lelaki (LSL) menempati
populasi LGBT, sehingga dari 250 juta peringkat ketiga sebagai kelompok
penduduk Indonesia, sekitar 7,5 juta berisiko penyebab positif HIV dengan
adalah LGBT (Feirly & Erlina, 2021). persentase sebesar 8,75%. Sejumlah
Banyaknya populasi yang diikuti dengan permasalahan yang membayangi
perkembangan media sosial, membuat perilaku kaum homoseksual dapat
kaum homoseksual semakin membuka berdampak pada kondisi kesehatan
diri dan berupaya untuk merdeka. Situasi mental. Menurut Laporan Kajian
ini membuat masyarakat Indonesia Kementerian Pemberdayaan Perempuan
khawatir akan adanya pergeseran budaya dan Perlindungan Anak bersama dengan
terhadap orientasi homoseksual, yaitu Pusat Penelitian Universitas Indonesia
yang awalnya menolak menjadi terbiasa (2015, p.1), selain penyakit menular
dan mendapat pengakuan dari seksual masalah kesehatan yang dialami
masyarakat. Menurut Saleh dan Arif kaum homoseksual antara lain terkait
(2017) gerakan kampanye menuntut perilaku seksual, pengguna narkoba,
legalitas LGBT marak dilakukan dan depresi, dan bahkan bunuh diri. Berbagai
mendapatkan dukungan penting dari permasalahan menghinggapi kaum
akademisi dan pegiat feminisme. Kaum homoseksual, di tengah perjuangannya
homoseksual bergerak dari ranah politik untuk menjalani pilihan orientasi
hingga teologi. Di bidang politik, kaum seksualnya dan perilaku seksual yang
homoseksual berupaya mewujudkan memiliki risiko tinggi dalam hubungan
lolosnya undang-undang yang dengan pasangan sesama jenisnya.
memberikan celah bagi legalisasi Bagaimana pengalamannya dan
pernikahan sesama jenis. Perlawanan perjuangannya untuk dapat meraih
masyarakat di bidang teologi adalah kebahagiaan dan eksistensi diri, menarik
untuk ditelaah lebih lanjut, di mana
konsep yang sesuai adalah kesejahteraan (tidak terkecuali individu homoseksual)
psikologis. diharapkan dapat berfungsi sepenuhnya
dalam menjalani kehidupan. Dalam
Secara eksplisit kesejahteraan artian dapat mengetahui tujuan dan arah
psikologis (Psychological well-being) kehidupan, membangun hubungan yang
berkaitan dengan pengembangan dan baik dengan masyarakat, sehingga
realisasi diri individu, merupakan tercapai kepuasan dan kebermaknaan
subbagian yang membangun kebahagian dalam hidup.
dan kepuasan hidup. (Ryff & Singer,
2008). Dalam upaya mewujudkan
rumah tangga sesuai dengan
Salah satu sumber kebahagiaan orientasinya, sembari memenuhi tugas
dalam hubungan pernikahan adalah perkembangan dewasa madya sehingga
memiliki anak. Di Indonesia, pernikahan dapat mencapai kepuasan dalam hidup, di
hanya dapat dilakukan oleh seorang pria lapangan penulis mendapati pasangan
dengan seorang wanita, dengan demikian homoseksual yang tinggal bersama dan
keturunan dari hasil pernikahan tersebut mengasuh seorang anak. Meskipun,
sah secara hukum. Maka dari itu, keduanya menyadari akan terdapat
beberapa individu homoseksual memilih berbagai tantangan, kendala serta
untuk tidak memiliki keturunan. Menurut permasalahan ketika menjalani rumah
Erikson (dalam Santrock, 2011, p.105), tangga sesama jenis di tengah
individu dengan tahap perkembangan keberagaman masyarakat Indonesia yang
dewasa madya memiliki tugas menentang perilaku homoseksual.
perkembangan, yaitu kebutuhan akan Sehubungan dengan itu, penting untuk
memiliki keturunan dan mewariskan meneliti kesejahteraan psikologis
keterampilan pada individu lain individu homoseksual terutama di usia
(generativitas). Individu yang gagal dewasa madya.
melalui tahap ini akan mengalami
stagnasi atau tenggelam dalam dirinya 2. TINJAUAN PUSTAKA
sendiri.
Homoseksual
Setiap individu dewasa madya
maupun individu dengan orientasi Homoseksualitas merupakan
homoseksual, tentu berupaya untuk orientasi atau pilihan seks yang
mencapai kesejahteraan psikologis, di diarahkan kepada individu dari jenis
mana pemenuhannya tergantung pada kelamin yang sama atau ketertarikan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. individu secara emosional dan seksual
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepada individu dari jenis kelamin yang
kesejahteraan psikologis individu terdiri sama. Istilah gay yang dipinjam dari
atas usia, jenis kelamin, sosial-ekonomi, bahasa inggris mengacu pada laki-laki
budaya, dukungan sosial, evaluasi maupun perempuan yang memiliki
terhadap pengalaman hidup, dan ketertarikan seksual sesama jenis.
religiusitas, (Ryff & Keyes, 1995). Dewasa ini, istilah gay seringkali dipakai
Menurut Ryff (1995), terdapat beberapa untuk laki-laki, sedangkan pada
dimensi kesejahteraan psikologis yang perempuan menggunakan istilah lesbian.
penting untuk dipenuhi pada usia dewasa Hal ini dikarenakan istilah ini mengacu
madya yaitu penguasaan lingkungan, pada gaya hidup, sikap bangga, dan
otonomi, dan penerimaan diri. keterbukaan kaum homoseksual terhadap
masyarakat (Oetomo, 2001, p.7).
Melalui psychological well-
being yang baik, individu dewasa madya
Menurut Strong, DeVault, dan mewariskan keturunan. Keinginan ini
Cohen (2011, p.187), istilah akan semakin besar ketika individu
homoseksual membawa konotasi yang berada di usia dewasa madya. Usaha
negatif karena mengaburkan perbedaan untuk terus berkembang dari satu masa
antara apa yang dialami perempuan dan ke masa ini melibatkan proses evaluasi
laki-laki, maka dari itu istilah gay dan terhadap kegagalan dan pencapaian yang
lesbian lebih sering digunakan untuk sudah diraih sehingga sampai pada
tidak hanya menggambarkan perilaku kesimpulan kesejahteraan psikologisnya.
seksual, tetapi juga menyangkut aspek
cinta, komitmen, keinginan, kepedulian, Ryff (1989) merumuskan
pekerjaan, gairah, politik, kehilangan, konsepsi kesejahteraan psikologis
dan harapan. (psychological well-being) sebagai
integrasi dari teori-teori psikologi
Berdasarkan pendapat di atas, perkembangan, psikologi klinis, dan
dapat disimpulkan bahwa homoseksual kesehatan mental. Menurut Ryff (1998),
merupakan orientasi seksual di mana kesejahteraan psikologis diartikan
individu memiliki ketertarikan untuk sebagai kondisi dimana individu mampu
membangun relasi romansa dengan menerima kelebihan dan kekurangannya,
individu sesama jenisnya yang tidak mampu menentukan tujuan atau arah
hanya menyangkut perilaku seksual hidupnya, memaksimalkan potensi
tetapi juga mengenai penerimaan diri, sehingga menjadi pribadi yang mandiri,
lingkungan, dan gaya hidup. membangun hubungan yang positif
dengan individu lain, dan mampu
Cass (dalam Franken, 2002) mengendalikan lingkungan untuk terus
menjelaskan terdapat enam tahapan berkembang ke arah yang lebih baik.
pembentukan individu menjadi gay atau
lesbian, yaitu tahap kebingungan Dapat diartikan bahwa
identitas (identity confusion), tahap kesejahteraan psikologis sebagai tingkat
perbandingan identitas (identity di mana individu dapat menerima dan
comparison), tahap toleransi identitas memahami diri sepenuhnya, baik
(identity tolerance), tahap penerimaan mengenai kebiasaan positif maupun
identitas (identity acceptance), tahap negatif diri, mampu mengevaluasi setiap
kebanggan identitas (identity pride), dan kejadian dengan cermat sehingga
tahap penerimaan identitas sepenuhnya mendapatkan makna yang positif,
(identity synthesis). Selain itu, menurut mampu memaksimalkan potensi diri dan
Lesmana (2021, p.77) terdapat beberapa tidak bergantung pada individu lain, serta
ciri-ciri yang sering ditampilkan pria gay, dapat menjalin hubungan yang
yaitu menatap pria lain lebih lama dari mendalam dan memberikan manfaat bagi
pria biasa, wangi parfum lebih mencolok diri dan lingkungan sekitar.
daripada wanita, cara berpakaian lebih
daddy, modis, matching dan update, tata Ryff & Singer (2008)
rambut lebih klimis dan trendy, cara mengemukakan enam dimensi
bicara lebih sopan dan kental pada huruf kesejahteraan psikologis, yaitu
‘s’, serta lebih menjaga gesture dan penerimaan diri, hubungan positif
sikap. dengan individu lain, pertumbuhan
pribadi, tujuan dalam hidup, dan
Kesejahteraan Psikologis otonomi. Enam dimensi tersebut
dipengaruhi oleh banyak faktor,
Manusia dalam upaya diantaranya usia, jenis kelamin, status
mempertahankan eksistensi dirinya di sosial-ekonomi, budaya, dukungan
kehidupan memiliki kewajiban untuk sosial, evaluasi terhadap pengalaman
hidup, dan religiusitas, (Ryff & Keyes,
1995). Masalah utama yang harus
dipecahkan dan disesuaikan secara
Dewasa Madya memuaskan selama usia dewasa madya
mencakup apa saja yang menjadi tugas-
Masa dewasa madya adalah masa tugas perkembangan usia dewasa madya.
di mana terjadi penurunan keterampilan Menurut Havighurst (dalam Jahja, 2011,
fisik dan meluasnya tanggung jawab, p.262) terdapat tugas-tugas
menjadi lebih sadar mengenai polaritas perkembangan pada usia ini, yaitu tugas
usia muda dan berkurangnya jumlah yang berkaitan dengan perubahan fisik,
waktu yang masih tersisah di dalam tugas yang berkaitan dengan perubahan
hidup, berusaha meneruskan sesuatu minat, tugas yang berkaitan dengan
yang bermakna kepada generasi penyesuaian kejuruan, dan tugas yang
selanjutnya, dan suatu masa di mana berkaitan dengan kehidupan keluarga.
individu telah mencapai dan membina
kepuasan dalam kariernya (Santrock, 3. METODE PENELITIAN
2011, p.75).
Metode penelitian yang
Menurut Erikson (Alwisol, 2009, digunakan ini adalah kualitatif
p.102) individu pada periode dewasa fenomenologi. Penelitian kualitatif
madya mengalami tahap generativitas fenomenologi merupakan pendekatan
versus stagnasi pada usia 30 hingga 65 yang berusaha untuk mengungkap,
tahun. Generativitas berkaitan dengan mempelajari serta memahami fenomena
membina dan membimbing generasi dan konteks yang khas dan unik dialami
penerus, seperti memiliki dan merawat oleh individu hingga tataran keyakinan
anak, bekerja produktif, menciptakan ide individu yang bersangkutan. Menurut
baru untuk perubahan dunia ke arah yang Heidegger (dalam Fadli, 2021),
lebih baik. Kegagalan pada generativitas pendekatan ini bertujuan untuk
menyebabkan stagnasi, yaitu menutup memahami atau mempelajari
diri terhadap perkembangan budaya atau pengalaman hidup manusia, mencari
relasi dengan lingkungan, karena lebih hakikat atau esensi dari pengalaman dan
mementingkan diri sendiri. sasarannya untuk memahami
pengalaman sebagaimana disadari.
Masa dewasa madya merupakan
periode terjadinya perubahan penampilan Fenomenologi diartikan sebagai
fisik yang dikarenakan penuaan, pengalaman subjektif seseorang dan
kesepian yang disebabkan oleh merupakan suatu studi tentang kesadaran
kehilangan pasangan hidup dan anak- dari perspektif pokok dari seseorang
anak yang sudah berkeluarga (Husserl dalam Moleong, 2020, p.14).
(Muzakkiyah & Suharnan, 2016). Pendekatan fenomenologi tidak
Keterbatasan eksistensi dan kesepian berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti
akan kematian dapat menambah makna sesuatu yang dipahami responden
hidup individu. Di masa ini individu penelitian, melainkan berusaha
mulai menanyakan dan mengevaluasi memahami aspek subjektif dari perilaku
diri, seperti mengapa aku ada? dan apa responden penelitian. Peneliti dalam
yang menjadi makna dalam hidupku? pendekatan fenomenologi berusaha
Maka dari itu, individu dewasa madya masuk ke dalam dunia konseptual para
memaknai spiritualitas tidak hanya responden penelitian sedemikian rupa
berlandaskan agama, tetapi juga keadaan sehingga peneliti mengerti apa dan
spirit, filosofi, dan pikiran (Frankl dalam bagaimana suatu pengertian yang
Santrock, 2011, p.97). dikembangkan oleh responden penelitian
dapat terbentuk berdasarkan peristiwa dikarenakan, menurut Erickson (dalam
dalam kehidupannya (Moleong, 2020, Santrock, 2003) di usia remaja individu
p.17). mengalami krisis identitas, berusaha
mencari jati diri yang sesungguhnya.
Berdasarkan permasalahan yang
ada, teknik pengambilan sampel yang Faktor eksternal terutama
digunakan adalah snowball sampling. lingkungan menjadi faktor yang paling
Menurut Salganik dan Douglas (dalam dominan sebagai pemicu munculnya
Lenaini, 2021), teknik snowball sampling orientasi homoseksual pada ketiga
(bola salju) merupakan metode sampling responden. Semua responden penelitian
yang didapat dengan cara bergulir dari mulai tertarik pada sesama jenis karena
satu responden ke responden yang lain. keseharian responden tinggal berdekatan
dengan individu homoseksual lainnya. B
Karakteristik responden mengenal homoseksual dari majikan
penelitian dibatasi dengan kriteria yang sering memberinya uang saku.
berikut: Sedangkan K dan A, mengenal
a. Individu dengan orientasi homoseksual dari lingkungan pekerjaan.
homoseksual, Namun, penulis juga melihat adanya
b. Individu yang sedang berada pada faktor lain sebagai penyebab munculnya
tahap perkembangan dewasa madya orientasi homoseksual pada B dan A,
(berusia 40-60 tahun). yaitu peran ayah. B tampak tidak
Terdapat tiga responden penelitian yang mendapatkan figur ayah yang baik, ayah
sesuai dengan krtiteria tersebut, yaitu kandung B meninggalkannya ketika
berinisial B, K, dan A. masih di kandungan, sedangkan ayah tiri
B dirasakan meninggalkan kesan yang
Data penelitian didapatkan dari buruk selama mengasuhnya. Pada A,
observasi nonpartisipatif dan wawancara meskipun mempersepsikan penyebab
terstruktur bersama responden penelitian, orientasi homoseksualnya berasal dari
serta dibantu dengan hasil dokumentasi genetik, tetapi penulis menyimpulkan
sebagai bukti dan menghindari adanya bahwa peran ayah yang bersifat otoriter
human error. Lama pengambilan data ikut mempengaruhi orientasi
penelitian terhitung sejak tanggal 23 homoseksualnya. Hal ini penulis
Maret 2022 hingga 17 Juli 2022 yang dapatkan berdasarkan pengakuan A yang
terdapat sebanyak sebelas pertemuan. mengatakan bahwa ayahnya akan marah,
Analisis data penelitian menggunakan jika salah satu anaknya belum hadir di
metode pencocokan data (pattern meja makan. Selain itu, semua kakak
mathching) untuk menemukan berbagai ataupun adik A berjenis kelamin laki-laki
pola hubungan dan kesamaan data sehingga perlakuan ibu A terkesan lebih
lapangan, kemudian membandingkan memanjakannya daripada kakak ataupun
data lapangan tersebut dengan konsep- adiknya. Peristiwa ini sesuai dengan hasil
konsep teoritis. penelitian yang dilakukan oleh Saefudin,
Lisnawati, dan Sriwiyanti (2020) tentang
4. HASIL DAN PEMBAHASAN persepsi gay terhadap peran ayah dalam
pengasuhan. Hasil penelitian tersebut
Homoseksual menggambarkan bahwa responden
mempersepsikan kecilnya figur ayah
Ketertarikan homoseksual dalam pengasuhan, ayah responden
pertama kali dirasakan oleh ketiga menerapkan pola asuh otoriter dan pola
responden penelitian pada usia remaja, asuh ibu responden lebih dominan
yaitu B berusia 17 tahun, K berusia 19 daripada ayah. Sehingga pola asuh
tahun, dan A berusia 18 tahun. Hal ini
tersebut berdampak pada tidak adanya secara jelas mengakui bahwa semakin
contoh bagaimana seorang ayah banyak ia bertemu dan berdiskusi dengan
mengontrol, berkomunikasi, dan individu homoseksual, semakin ia
menghukum anak. Hal ini menyebabkan mendalami orientasinya. Perilaku yang
tidak ada nilai maskulin yang didapat tampak pada ketiga responden ini
responden dari ayahnya. merupakan karakterisktik dari adanya
tahap toleransi identitas.
Pertama kali merasakan
ketertarikan sesama jenis, ketiga B dan A menunjukkan
responden mengaku bingung dengan keterlibatan yang lebih mendalam
perasaannya (tahap kebingungan terhadap hubungan homoseksual (tahap
identitas). B mempertanyakan orientasi penerimaan identitas). Hal ini terlihat
homoseksualnya hingga melakukan dari sikap B yang sepenuhnya yakin
percobaan bunuh diri. K merasa bingung memilih orientasi homoseksual karena
dan memilih menyembunyikan orientasi menganggap hidupnya dapat terjamin
homoseksualnya karena khawatir dapat dengan baik jika menjalin hubungan
mempermalukan keluarga. Sedangkan, A bersama pasangannya. Pada A, meskipun
merasa bingung, namun berusaha tidak ingin sepenuhnya terbuka, A
menyangkal dengan menganggap hal mengaku sudah dapat menerima
tersebut sebagai perasaan kagum. orientasinya. Sedangkan K, sama sekali
tidak ingin terbuka dengan orientasinya
Individu homoseksual juga mulai dan berusaha memperingatkan generasi
menyadari keterasingan orientasinya di muda untuk tidak terjerumus dalam
dalam masyarakat (tahap perbandingan lingkungan homoseksual.
identitas). Hal ini terbukti pada ketiga
responden penelitian. Ketiga responden Tahap kebanggaan identitas
mempertanyakan apakah ia dapat sangat tampak pada A. Hal ini terlihat
bahagia dengan memilih orientasi dari sikap A yang memiliki keinginan
homoseksual? Atau apakah suatu saat ia untuk kaum homoseksual mendapatkan
dapat menikah dan menjalani kehidupan wadah mengembangkan keterampilan,
yang normal layaknya individu meskipun keberadaan kaumnya tidak
heteroseksual? dapat diterima masyarakat. Pada B, tahap
kebanggaan identitas ditunjukkan dengan
B mengaku mulai berani sikapnya yang secara terang-terangan
bercerita orientasi homoseksualnya berusaha untuk mengumumkan
dengan individu lain (coming out) setelah hubungannya dengan pasangan
memiliki pengetahuan yang mendalam homoseksual di media sosial. Namun,
mengenai orientasi tersebut. Pengetahuan tahap kebanggan identitas ini tidak
ini B dapatkan dari komunitas dan teman- dialami oleh K, karena K berusaha untuk
teman homoseksualnya. Kemudian K, ia menjauhkan generasi muda dari
sempat memutuskan untuk melepas lingkungan homoseksual dan
orientasi homoseksual dengan menikahi menganggap individu homoseksual yang
lawan jenisnya. Namun, karena bangga pada orientasinya sebagai
hubungan tersebut kandas, K individu yang terlalu percaya diri.
memutuskan untuk merantau ke kota
Jakarta. Peristiwa tersebut membuat K Pada tahap terakhir, yaitu tahap
bertemu kembali dengan relasi penerimaan identitas sepenuhnya, B
homoseksual dan semakin mendalami menunjukkan sikap memaklumi ketika
orientasinya. Akhirnya, hal ini membuat masyarakat berkomentar negatif pada
K kembali menjalin hubungan romansa perilaku individu homoseksual yang
dengan sesama jenis. Sedangkan, A berusaha memerdekakan kaumnya.
Sedangkan K dan A, tampak tidak Dimensi pertumbuhan pribadi
berhasil melalui tahap ini. Keduanya menjadi dimensi yang paling dominan
mengaku menyesali keputusan memilih dimiliki oleh B. Hal ini dikarenakan B
orientasi homoseksual. K dan A merasa memiliki keterampilan merajut dan
tidak memiliki kepastian dalam hidup menjadikan hobi tersebut sebagai ladang
dengan orientasi seksual yang telah usaha. Usaha ini berkembang pesat
dipilih. sehingga dapat mencukupi kebutuhan B
dan keluarga. A memiliki hobi memasak
Kesejahteraan Psikologis yang juga ia jadikan sebagai ladang
usaha. Akan tetapi, usahanya tersebut
Dimensi penerimaan diri, tampak belum dapat memenuhi kebutuhan A.
tidak dimiliki oleh K. Ia menghukum Sedangkan pada K, dimensi
dirinya karena merasa durhaka pada pertumbuhan pribadi tidak tampak. K
Ibunya yang telah meninggal. Peristiwa tidak memiliki keterampilan dan juga
tersebut juga membuat K menyesali tidak memiliki keinginan untuk
keputusannya menjadi individu mempelajari hal baru.
homoseksual dan membuat K memiliki
keinginan untuk menikah kembali K menunjukkan dimensi tujuan
dengan lawan jenis. Sedangkan B dan A, dalam hidup yang dominan. Oleh karena
memiliki dimensi penerimaan diri. B itu, K menempatkan kebahagiaan anak
dapat sepenuhnya menerima orientasi asuhnya sebagai tujuan menjalani hidup.
homoseksual. Pengalaman negatif di Selain K, A juga memperlihatkan
masa lalu ketika B diselingkuhi pasangan dimensi tujuan hidup, karena di masa
homoseksual, membuat B berhati-hati depan A memiliki keinginan untuk
dalam memilih pasangan kembali ke kampung halaman yaitu
homoseksualnya. Kemudian A, tampak tinggal bersama dengan ayah dan anak
tidak dapat sepenuhnya menerima asuhnya sambil menekuni keterampilan
orientasi homoseksual. Akan tetapi, A A dalam memasak. Sedangkan, B
masih memiliki keinginan untuk memiliki dimensi tujuan dalam hidup,
meneruskan hubungannya dengan namun tidak dominan. Hal ini
pasangan. A juga tampak memiliki dikarenakan B hanya memiliki keinginan
keinginan untuk memperjuangkan hak- untuk mendapat pembagian harta warisan
hak kaum homoseksual walaupun dari orang tua pasangannya, di mana
menyesali keputusannya memilih keinginan tersebut hanya memunculkan
orientasi homoseksual. kebahagian yang semu untuk B.

Ketiga responden menunjukkan Ketiga responden tampak


adanya dimensi hubungan positif dengan memiliki dimensi penguasaan
individu lain. Hal ini dikarenakan B dan lingkungan. A tampak dapat
A terlihat dapat membangun relasi yang mengendalikan lingkungan. Selain itu,
cukup baik pada teman dan tetangga. selama penulis mendatangi kediaman A,
Pada K, dimensi ini tampak kurang terlihat banyak tetangga yang
dominan, karena K cenderung menutup menyapanya dan bahkan memberinya
diri dengan individu lain. Selain itu, K bingkisan makanan. Kemudian pada B, ia
mengaku kesulitan membangun dapat mendalami keterampilan
hubungan akrab dengan individu lain. fotografinya dengan memanfaatkan
Namun, K tetap dapat berkomunikasi tetangga di lingkungan tinggalnya. Akan
dengan baik dengan teman ataupun tetapi, sesekali B tampak ingin
tetangga. diperlakukan lebih tinggi daripada
individu lain karena merasa memiliki
status sosial yang lebih baik. Sedangkan
K, yang memiliki sifat pendiam mengaku yang lebih baik dari pasangan membuat
tidak ingin memanfaatkan kesempatan A lebih leluasa dalam mengambil
yang ada di lingkungannya karena keputusan, meskipun terkadang pasangan
khawatir tidak dapat bertanggung jawab A tidak menuruti permintaannya. Pada K,
secara penuh. status ekonomi dan sosial tampak tidak
mempengaruhi kesejahteraan psikologis,
Ketiga responden memiliki karena K tidak memiliki sumber
dimensi otonomi, namun jika ketiganya penghasilan yang tetap.
dibandingkan, maka memperlihatkan
taraf yang bervariasi. B berada pada taraf Ketiga responden penelitian
rendah karena semua keputusan yang ia tampak memiliki dukungan sosial. B
ambil sangat bergantung pada mendapat penerimaan orientasi dari Ibu
pasangannya. A berada pada taraf sedang dan keluarganya. A mendapatkan
karena dalam hubungan homoseksualnya bantuan dan arahan dari Adik sepupunya
A terlihat lebih dominan dalam mengatur dikala mengalami kesulitan. Sedangkan,
urusan rumah tangga, tetapi keputusan A K menjadikan anak asuhnya sebagai
sering berubah-ubah. Sedangkan, K tempat bersandar ketika kehilangan arah.
memiliki taraf yang tinggi karena Akan tetapi, K tampak mengalami
konsisten dalam memutuskan jalan yang kesulitan menjalin hubungan akrab
ia pilih. Selain itu, hal ini juga terlihat dengan individu lain, sehingga K juga
dari sikap K ketika memutuskan untuk sulit menerima perpisahannya dengan
mengasuh anak dan menolak pemberian istri dan menerima kematian Ibunya.
fasilitas yang diberikan pasangan
homoseksualnya ketika masih berada di Melihat ketiga responden
Surabaya. penelitian, evaluasi positif hanya terjadi
pada B dan A. Percobaan bunuh diri yang
Hanya terdapat lima faktor yang B lakukan di usia remaja, membuat B
tampak berperan memuculkan memaknai kejadian tersebut sebagai
kesejahteraan psikologis responden pembelajaran dalam hidup. Sehingga B
penelitian, yaitu jenis kelamin, status bertekad untuk mendapatkan pasangan
sosial-ekonomi, dukungan sosial, homoseksual yang lebih baik dan lebih
evaluasi pengalaman dalam hidup, dan mapan dari mantan pasangannya. Pada
religiusitas. A, evaluasi positif terjadi karena kondisi
ekonomi yang terpuruk. A yang
Faktor jenis kelamin hanya mendapatkan respon negatif dari teman
tampak pada A. Hal ini dikarenakan A ketika meminta bantuan, mengevaluasi
menunjukkan sikap bangga terhadap kejadian tersebut dengan bertekad untuk
orientasinya. A memiliki keinginan tidak berharap dan bergantung pada
untuk memperjuangkan hak-hak individu lain. A juga menyadari bahwa
homoseksual yang menurutnya belum selama ini dirinya terlalu hanyut dengan
dapat terpenuhi. Sedangkan pada B dan dunia gemerlap. Oleh karena itu, A
K, faktor jenis kelamin tidak tampak, bertekad untuk dapat lebih berhemat dan
keduanya dapat memahami dan menabung demi masa depan diri dan
menerima norma masyarakat yang keluarganya. Sedangkan pada K, faktor
menentang homoseksual. evaluasi positif tampak tidak terjadi.
Peristiwa kematian sang ibu membuat K
Status sosial-ekonomi yang baik menghukum dan menyalahkan dirinya.
dimiliki oleh B dan A. Status sosial yang Saat ditanya mengenai evaluasi diri, K
B dapatkan dari pasangannya membuat B tidak dapat pula menggambarkan
merasa lebih diterima dan dihargai ataupun menyebutkannya secara spesifik.
individu lain. Pada A, status ekonomi
Faktor religiuitas menjadi faktor jenis, meskipun di masa mendatang
yang tampak pada K. Responden K pasangan homoseksual memutuskan
menunaikan sholat ketika tidak memiliki hubungan dengannya. Sedangkan
jalan keluar dari permasalahannya, responden K dan A, memiliki keinginan
sehingga sementara waktu K dapat karena khawatir dengan kehidupan di
merasakan ketenangan. Sedangkan pada hari tua, norma anti homoseksual yang
B dan A, faktor religiusitas tidak tampak ada di masyarakat, dan kehidupan akhirat
karena keduanya tidak menunaikan (agama).
sholat lima waktu.
Individu di usia dewasa madya
Dewasa Madya juga dihadapkan dengan tugas
perkembangan berkenaan dengan
Kesejahteraan psikologis yang penyesuaian kejuruan. Menurut
dimiliki oleh responden tidak dapat Havighurst (dalam Jahja, 2011), tugas
dipisahkan dengan penghayatan terhadap perkembangan ini berkaitan dengan
tugas perkembangan dewasa madya yang pemeliharaan standar hidup yang relatif
harus dipenuhi. Tugas perkembangan mapan. B dan A tampak memiliki tugas
yang berkaitan dengan perubahan fisik perkembangan ini. B memiliki keinginan
tampak tidak mempengaruhi untuk mewariskan keterampilan
kesejahteraan psikologis pada ketiga merajutnya pada generasi muda, dan A
responden. Hal ini dikarenakan juga memiliki keinginan untuk
Havighurst (dalam Jahja, 2011) mewariskan keterampilan memasak pada
menyatakan bahwa tugas perkembangan anak asuhnya. Sedangkan K, merasa
ini meliputi kemauan untuk melakukan tidak ada keterampilan yang dapat
penerimaan dan penyesuaian dengan diwariskan karena K menganggap
berbagai perubahan fisik yang normal keterampilannya dapat mengarahkan
terjadi di usia dewasa madya. B rutin individu lain mendalami orientasi
mewarnai rambutnya, usaha ini homoseksual.
menunjukkan bahwa B tidak dapat
menerima penuaan yang terjadi pada Tugas perkembangan dewasa
dirinya. Hal serupa dialami oleh K dan A. madya yang terakhir adalah tugas
Meskipun tidak mewarnai rambut karena perkembangan yang berkaitan dengan
terkendala secara ekonomi, K dan A kehidupan keluarga. Kategori ini
mengaku sedih dengan penuaan fisik meliputi hal-hal yang berkaitan dengan
yang dialami. K dan A merasa individu sebagai pasangan, dan
pergerakannya menjadi terbatas, padahal penyesuaian diri dengan orang tua yang
K dan A belum mencapai puncak lanjut usia (Havighurst dalam Jahja,
kesuksesan. 2011). Di keluarganya, B dianggap dapat
membantu memenuhi kebutuhan
Tugas perkembangan yang keluarga. B juga memiliki hubungan
berkaitan dengan perubahan minat yang akrab dengan orang tua
menyangkut tentang kemauan individu pasangannya, sehingga tugas kehidupan
dewasa madya mengembangkan minat keluarga tampak terlaksana pada diri B.
yang berorientasi pada kedewasaan Begitu pula dengan A, ia tampak
(Havighurst dalam Jahja, 2011). Tugas memiliki hubungan yang baik dengan
perkembangan ini tidak terjadi pada B. Ayah dan keluarganya. A mengaku
Responden B sepenuhnya memilih sering diminta pulang ke kampung
orientasi homoseksual meskipun halaman hingga hal ini membuat A
memiliki kekhawatiran tentang hari memiliki keinginan untuk hidup bersama
tuanya. B sama sekali tidak memiliki dengan ayah dan anak asuhnya di
keinginan untuk menikah dengan lawan kampung halaman. Sedangkan K, kedua
orang tuanya telah meninggal, saudara dimensi-dimensi kesejahteraan
kandung K cenderung mengabaikannya, psikologis yang dominan pada dimensi
dan K juga tidak dapat bertemu dengan pertumbuhan pribadi. Sedangkan K,
anak kandung dan mantan istrinya karena hanya memiliki empat dimensi
tidak mendapat izin dari orang tua kesejahteraan psikologis, serta tidak
mantan istrinya. K hanya menjadikan memiliki dimensi penerimaan diri dan
anak asuhnya sebagai keluarga dan pertumbuhan pribadi. Sehingga apabila
harapannya. Maka dari itu, tugas dewasa dibandingkan dengan semua responden,
madya yang berkaitan dengan kehidupan K dapat dikatakan menempati posisi
keluarga tidak tampak pada K. terakhir atau paling rendah.

5. KESIMPULAN DAN SARAN Tugas perkembangan dewasa


madya yang mempengaruhi
Kesimpulan kesejahteraan psikologis A adalah tugas
perkembangan yang berkaitan dengan
Hasil penelitian menunjukkan perubahan minat, penyesuaian kejuruan,
bahwa tidak semua responden penelitian dan kehidupan keluarga. Sedangkan pada
dapat melalui tahap-tahap pembentukan B, yaitu tugas perkembangan yang
homoseksual yang diungkapkan Cass berkaitan dengan penyesuaian kejuruan
(dalam Franken, 2002). Bahkan, K dan kehidupan keluarga. Kemudian pada
tampak kembali pada tahap pertama, K, hanya terdapat tugas perkembangan
yaitu kebingungan identitas. Hal ini yang berkaitan dengan perubahan minat.
dikarenakan K mengaku sangat bingung Sehubungan dengan itu, hal ini semakin
dengan orientasinya. K terkadang merasa menguatkan bahwa jika ketiga responden
dapat mengontrol diri untuk tidak dibandingkan, A memiliki kesejahteraan
melakukan perilaku homoseksual, namun psikologis tinggi, B memiliki
terkadang juga sebaliknya. Meskipun kesejahteraan psikologis sedang, dan K
demikian, ketiga responden tampak memiliki kesejahteraan psikologis yang
melalui tiga tahap secara berturut-turut, rendah.
yaitu tahap kebingungan identitas,
perbandingan identitas, dan toleransi Saran
identitas. Perbedaan tahap yang dapat
dilalui responden penelitian ini diduga Bagi individu homoseksual,
terjadi karena adanya perbedaan situasi diharapkan dapat lebih terbuka dengan
atau pengalaman masa lalu responden. keluarga terhadap permasalahan yang
Sehingga masing-masing responden dialami, lebih mendalami ilmu agama,
memiliki cara pandang yang berbeda menjauhi perilaku seks bebas, dunia
dalam mempersepsikan dan mengambil gemerlap (dugem), dan narkotika, serta
suatu keputusan.
memberanikan diri untuk meminta
Enam dimensi kesejahteraan bantuan psikolog profesional dalam
psikologis tampak pada responden A dan menghadapi permasalahan. Hasil
B. A memiliki dimensi kesejahteraan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
psikologis yang lebih tinggi jika referensi dalam mempelajari dan
dibandingkan dengan B dan K. Hal ini memahami individu homoseksual. Orang
dikarenakan A memiliki semua dimensi tua yang memiliki anak dengan orientasi
kesejahteraan dan terdapat dua dimensi homoseksual disarankan untuk dapat
yang berada pada taraf tinggi, yaitu menerapkan komunikasi yang asertif
tujuan dalam hidup dan penguasaan dengan anak. Masyarakat ataupun
lingkungan. Selanjutnya, B memiliki keluarga besar yang memiliki saudara
dengan orientasi homoseksual Aryanti, Z. (2016). Faktor Risiko
diharapkan dapat lebih merangkul Terjadinya LGBT pada Anak dan
individu homoseksual, menasehati Remaja. Nizham, 5(1), 42-49.
dengan cara yang positif, tidak memaksa, Diakses tanggal 18 April 2022,
mendiskriminasi, atau memiliki pukul 14.36WIB, dari https://e-
prasangka buruk pada individu journal.metrouniv.ac.id/index.ph
p/nizham/article/view/904/737
homoseksual. Pemerintah dan himpunan
Asmara, Y. K., & Valentina, D. T.
atau organisasi psikologi, diharapkan (2017). Konsep Diri Gay yang
dapat lebih memperhatikan isu mengenai Coming Out. Jurnal Psikologi
individu homoseksual. Udayana, 4(2), 277-289. DOI:
https://doi.org/10.24843/JPU.20
Selain itu, bagi peneliti 17.v04.i02.p05.
selanjutnya yang akan mengambil fokus Atmaja, A. G., Nyandra, M., & Aryanata,
penelitian pada permasalahan N. T. (2017). Kecemasan dan
homoseksual disarankan untuk lebih Mekanisme Pertahanan Diri pada
mendalami faktor penyebab orientasi Kaum Homoseksual. Jurnal
homoseksual, khususnya faktor pola asuh Psikologi Mandala, 2(2), 9-17.
orang tua, ekonomi, dan traumatis masa Diakses tanggal 24 Maret 2022
lalu terhadap lawan jenis. Kemudian, pukul 17.06 WIB, dari
untuk lebih mengungkap kesejahteraan https://jurnal.undhirabali.ac.id/in
psikologis pada responden penelitian, dex.php/mandala/article/downlo
peneliti selanjutnya juga disarankan ad/671/596.
untuk mendalami faktor pendidikan, pola Ayub. (2017). Penyimpangan Orientasi
hidup sehat, dan strategi coping stress Seksual (Kajian Psikologis dan
yang diterapkan responden penelitian. Teologis). Jurnal Pemikiran
Islam, 1(2), 179-226.
DAFTAR PUSTAKA DOI: http://dx.doi.org/10.21111/
tasfiyah.v1i2.1851.
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian Fadli, M. R. (2021). Memahami desain
Edisi Revisi. Malang: UMM metode penelitian kualitatif.
Press. Jurnal Humanika, 21(1), 33-54.
Amawidyati, S. A. G. & Utami, M. S. Diakses tanggal 07 April 2022
(2015). Religiusitas dan pukul 19.37 WIB, dari
Psychological Well‐Being Pada https://journal.uny.ac.id/index.p
Korban Gempa. Jurnal hp/humanika/article/view/38075
Psikologi, 34(2), 164-176. /pdf_1.
Diakses tanggal 11 April 2022 Feirly, A. N., & Erlina, N. (2021).
pukul 09.40 WIB, dari Gambaran Kebermaknaan Hidup
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/artic pada Pria dengan Perilaku
le/view/7095. Homoseksual. Jurnal Penelitian
Anggarwati, I. P., & Thamrin, P. W. Kualitatif Ilmu Perilaku, 2(2),
(2019). Work Family-Conflict 117-124. ISSN:2808-7526.
dan Psychological Well-Being Diakses tanggal 01 April 2022
Pada Ibu Bekerja. Jurnal pukul 08.39 WIB, dari
Psikologi, 12(2), 200-212. https://jpkip-
Diakses tanggal 01 April 2022 fpsium.com/index.php/jpkip/arti
pukul 08.23 WIB, dari cle/view/1/1.
https://ejournal.gunadarma.ac.id/ Feldman, R. S. (2013). Understanding
index.php/psiko/article/view/244 Psychology, Tenth Edition. New
4/pdf.
York: McGraw-Hill Publishing Kementrian Kesehatan RI. (2019).
Company. Diakses tanggal 25 Infodatin HIV. Diakses tanggal
Maret 2022 pukul 11.13 WIB, 30 Maret 2021 jam 10.00 WIB,
dari dari
https://www.academia.edu/2646 https://pusdatin.kemkes.go.id/res
6986/Understanding_Psycholog ources/download/pusdatin/infod
y. atin/infodatin-2020-HIV.pdf.
Franken, R. E. (2022). Human Kendall, P. C., & Hammen, C. (1998).
Motivation. California: Brooks Abnormal Psychology
Cole Publishing Company. Understanding Human
Hartono, U. Kronologi Terungkapnya Problems, Second Edition.
Video Mesum Gay yang Viral di Baston: Houghton Mifflin
Banjarnegara. Diakses tanggal Company. Diakses tanggal 05
15 April 2022 pukul 12.02 WIB, April 2022 pukul 14.35 WIB,
dari dari
https://www.detik.com/jateng/hu https://archive.org/details/abnor
kum-dan-kriminal/d- malpsycholo00kend/page/374/m
5943011/kronologi- ode/2up?q=page+375&view=the
terungkapnya-video-mesum- ater.
gay-yang-viral-di-banjarnegara. Khairani, A., & Saefudin, D. (2018).
Hidayat, T., Bakar, A., & Bustamam, N. Homoseksual Berdasarkan
(2017). Gaya Hidup LGBT di Pandangan Psikologi Islam.
tengah Masyarakat Kota Banda Jurnal Pendidikan Islam, 7 (2),1-
Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa 23. Diakses tanggal 01 April
Bimbingan dan Konseling, 2(2), 2022 pukul 08.50 WIB, dari
62-70. Diakses tanggal 01 April https://www.researchgate.net/pu
2022 pukul 08.41 WIB, dari blication/328657013_Homoseks
http://jim.unsyiah.ac.id/pbk/artic ual_Berdasarkan_Pandangan_Ps
le/view/1954/2647. ikologi_Islam.
Jahja, Y. (2011). Psikologi Komnasham. (2015). Prinsip-Prinsip
Perkembangan Edisi Pertama. Yogyakarta. Diakses tanggal 18
Jakarta: Kencana. ISBN: 978- April 2022 pukul 13.15 WIB,
602-8730-44-0. Diakses tanggal dari
10 April 2022 pukul 14.15 WIB, https://www.komnasham.go.id/fi
dari les/20151130-prinsip-prinsip-
http://webadmin.ipusnas.id/ipus yogyakarta-$O9YQS.pdf.
nas/publications/books/64874. Kozma, A. Stone, M. J., & McNeil, J. K.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan (1991). Psychological Well-
dan Perlindungan Anak & Pusat Being in Later Life. Canada:
Penelitian Universitas Indonesia. Butterworths Group. Diakses
(2015). Pandangan Masyarakat tanggal 19 April 2022 pukul
Terhadap Lesbian, Gay, 11.21 WIB, dari
Biseksual, dan Transgender https://archive.org/details/psych
(LGBT) Di Jakarta, Bogor, ologicalwel0000kozm.
Tangerang, dan Depok. Diakses Kurniawan, M., Y., & Susilarini, T.
tanggal 25 Maret 2022 pukul (2021). Gambaran Psychological
12.00 WIB, dari Well-Being di Komunitas Lansia
https://www.kemenpppa.go.id/li Adi Yuswo Gereja St. Albertus
b/uploads/list/0bad8-4-laporan- Agung Harapan Indah Bekasi.
lgbt-masyarakat.pdf. Jurnal IKRA-ITH Humaniora,
5(2), 74-57. Diakses tanggal 29 Jakarta: Gajah Mada University
Maret 2022 pukul 16.51 WIB, Press.
dari https://journals.upi- Mukhid, A. (2018). Kajian Teoritis
yai.ac.id/index.php/ikraith- tentang Perilaku Lesbian, Gay,
humaniora/article/view/955/744. Biseksual, Transgender (LGBT)
Lenaini, I. (2021). Teknik Pengambilan dalam Perspektif Psikologis dan
Sampel Purposive dan Snowball Teologis. Jurnal Sosial, Politik,
Sampling. Jurnal Kajian, Kajian Islam dan Tafsir, 1(1),
Penelitian dan Pengembangan 53-75. Diakses tanggal 18 April
Pendidikan Sejarah, 6(1), 33-39. 2022 pukul 14.32 WIB, dari
Diakses tanggal 08 April 2022 https://journal.uinmataram.ac.id/
pukul 11.30 WIB, dari index.php/sophist/article/view/7
http://journal.ummat.ac.id/index. 56/421.
php/historis/article/view/4075/p Muzakkiyah, N., & Suharnan. (2016).
df. Religiusitas, Penyesuaian Diri
Lesmana, G. (2021). Bimbingan dan Subjective Well-Being.
Konseling Populasi Khusus. Jurnal Psikologi Indonesia, 5(1),
Jakarta: Kencana. ISBN: 978- 28-38.
623-218-856-3. Diakses tanggal Oetomo, D. (2001). Memberi Suara Pada
19 April 2022 pukul 15.32, dari yang Bisu. Yogyakarta: Galang
http://webadmin.ipusnas.id/ipus Press.
nas/publications/books/185570. Pratiwi, I. W., Rachmawati, S., &
Lestari, S. P., Wulaningsih, I., & Fitriyah, Puspitasari, D. N. (2019).
L. (2018). Studi Fenomenologi Psychology for Daily Life.
Perilaku Homoseksual di Kota Depok: PT RajaGrafindo
Semarang. Jurnal Perawatan, Persada.
5(2), 50-60. Diakses tanggal 18 Prihatsanti, U., Suryanto, & Hendriani,
April 2022 pukul 14.25 WIB, W. (2018). Menggunakan Studi
dari Kasus sebagai Metode Ilmiah
http://stikesyahoedsmg.ac.id/ojs/ dalam Psikologi. Buletin
index.php/sjkp/article/view/213/ Psikologi, 26(2): 126 – 136.
pdf#. Diakses tanggal 13 April 2022
Linawati, A. R., & Desiningrum, R. D. pukul 09.39 WIB, dari
(2017). Hubungan Antara https://jurnal.ugm.ac.id/buletinp
Religiusitas dengan sikologi/article/view/38895.
Psychological Well-Being pada Primasti, K. A., & Wrastari, A. T. (2013).
Siswa SMP Muhammadiyah 7 Dinamika Psychological Well-
Semarang. Jurnal Empati, 7(3), Being pada Remaja yang
105-109. Diakses tanggal 01 Mengalami Perceraian Orangtua
April 2022 pukul 08.59, dari Ditinjau dari Family Conflict
https://ejournal3.undip.ac.id/ind yang Dialami. Jurnal Psikologi
ex.php/empati/article/view/1973 Kepribadian dan Sosial, 2(3),
8/18669. 120-127. Diakses tanggal 22
Moleong, L. J. (2020). Metodologi April 2022 pukul 11.39, dari
Penelitian Kualitatif. Bandung: http://journal.unair.ac.id/downlo
PT Remaja Rosdakarya. ad-fullpapers-
Monkos, F. J., Knoers, A. M. P., & jpksc1e8f5e5682full.pdf.
Haditono, S. R. (2001). Psikologi Rakhmahappin, Y., & Prabowo, A.
Perkembangan: Pengantar (2014). Kecemasan Sosial Kaum
dalam Berbagai Bagiannya. Homoseksual Gay dan Lesbian.
Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, to psychological well-
2(2), 199-213. Diakses tanggal being. Journal of Happiness
24 Maret 2022 pukul 16.49 WIB, Studies: An Interdisciplinary
dari Forum on Subjective Well-Being,
https://ejournal.umm.ac.id/index 9(1), 13–39. DOI: https://sci-
.php/jipt/article/view/1997/2099. hub.se/https://doi.org/10.1007/s1
Ryff, C. D. (1989). Happiness is 0902-006-9019-0. Diakses
everything, or is it? Explorations tanggal 13 April 2022 pukul
on the meaning of psychological 15.04 WIB.
well-being. Journal of Saefudin, W., Lisnawati, & Sriwiyanti.
Personality and Social (2020). Father’s Role in
Psychology, 57(6), 1069–1081. Parenting: A Case Study from
DOI: https://sci- Gay Student Perception. Jurnal
hub.se/https://doi.org/10.1037/0 Psikologi Integratif, 9(2), 225-
022-3514.57.6.1069. Diakses 251. Diakses tanggal 05 Juli
tanggal 13 April 2022 pukul 2022 pukul 13.24, dari
15.00 WIB. http://ejournal.uin-
Ryff, C. D., & Essex, M. J. (1992). The suka.ac.id/isoshum/PI/article/vie
interpretation of life experience w/2268/pdf_1.
and well-being: The sample case Saleh, G., & Arif, M. (2017). Perilaku
of relocation. Psychology and LGBT dalam Tinjauan Sosial.
Aging, 7(4), 507–517. DOI: Prosiding 2 th Celscitech-UMRI,
https://sci- 2, 45-51. ISSN: 2541-3023.
hub.se/10.1159/000289026. Diakses tanggal 15 April 2022
Diakses tanggal 13 April 2022 pukul 14.11 WIB, dari
pukul 15.10 WIB. https://core.ac.uk/download/pdf/
Ryff, C. D., & Keyes, C. L. M. (1995). 327217663.pdf.
The structure of psychological Salovey, P., Rothman, A. J., Detweiler, J.
well-being revisited. Journal of B., & Steward, W. T.
Personality and Social (2000). Emotional states and
Psychology, 69(4), 719–727. physical health. American
DOI: https://sci- Psychologist, 55(1), 110–
hub.se/https://doi.org/10.1037/0 121. DOI: https://sci-
022-3514.69.4.719. Diakses hub.se/10.1037/0003-
tanggal 13 April 2022 pukul 066x.55.1.110. Diakses tanggal
15.03 WIB. 13 April 2022 pukul 15.05 WIB.
Ryff, C. D., & Singer, B. Santrock, W. J. (2003). Adolescence:
(1996). Psychological Well- Perkembangan Remaja Edisi
Being: Meaning, Measurement, Keenam. Jakarta: Erlangga.
and Implications for Santrock, W. J. (2011). Life-Span
Psychotherapy Research. Development Edisi Ketigabelas
Psychotherapy and Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Psychosomatics, 65(1), 14– Sari, S. S. L., & Desiningrum, R. D.
23. DOI: https://sci- (2016). Kecerdasan Emosional
hub.se/10.1159/000289026. dan Psychological Well-Being
Diakses tanggal 11 April 2022 pada Taruna Semester III
pukul 13.55 WIB. Politeknik Ilmu Pelayaran
Ryff, C. D., & Singer, B. H. (2008). Semarang. Jurnal Empati, 5(1),
Know thyself and become what 158-161. Diakses tanggal 17
you are: A eudaimonic approach Maret 2022 pukul 20.30 WIB,
dari
https://ejournal3.undip.ac.id/ind
ex.php/empati/article/view/1510
0/14596.
Setianingrum, R. N., & Maryatmi, S. A.
(2020). Hubungan antara
Kecerdasan Emosional dan
Coping Stress terhadap
Psychological Well-Being pada
Anak Sulung di Kelurahan X
Bogor. Jurnal IKRA-ITH
Humaniora, 4(3), 111-118.
Diakses tanggal 17 Maret 2022
pukul 20.27 WIB, dari
https://journals.upi-
yai.ac.id/index.php/ikraith-
humaniora/article/view/819/617.
Strong, B., DeVault, C., & Cohen, T. F.
(2011). The Marriage and
Family Experience: Intimate
Relationship in a Changing
Society, Eleventh Edition.
Boston: Cengage Learning.
Tanujaya, W. (2014). Hubungan
Kepuasan Kerja dengan
Kesejahteraan Psikologis
(Psychological Well Being) pada
Karyawan Cleaner (Studi pada
Karyawan Cleaner yang
Menerima Gaji Tidak Sesuai
Standar UMP di PT. Sinergi
Integra Services, Jakarta). Jurnal
Psikologi, 12(2), 67-79. Diakses
tanggal 31 Maret 2022 pukul
15.28 WIB, dari
https://ejurnal.esaunggul.ac.id/in
dex.php/psiko/article/view/1455/
1324.
Winarni, E. W. (2018). Teori dan Praktik
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
Penelitian Tindak Kelas,
Research and Development.
Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai