Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : ABK dan Anak Berbakat


Nama : Yefie Virgiana (NIM : 0108518001)
Dosen Pengampu : Yuli Kurniawati S.P, S.Psi, M.A, Ph.D

META-ANALISIS ROLE PLAY UNTUK MELATIH


KETERAMPILAN SOSIAL ANAK CONDUCT DISORDERS

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kembali program role play yang
diselenggarakan dalam pelatihan keterampilan sosial bagi anak tunalaras, terutama
yang berperilaku agresif. Metode di dalam penelitian ini adalah meta analisis yang
mengkaji sejumlah penelitian yang selaras dengan topik. Penelitian diawali dari
perumusan masalah penelitian, dilanjut dengan menelusuri hasil penelitian relevan
untuk dianalisis. Data diperoleh dengan mengakses jurnal elektronik dari google
scholar dengan kata kunci “role play”, “make believe play”, “sosiodrama”,
“bermain peran”, dan “perilaku agresif”. Dari situ akhirnya diperoleh 9 artikel
yang relevan menjadi data penelitian. Teknik analisis datanya yaitu analisis data
kuantitatif dengan prosentase dan analisis data kualitatif untuk data hasil kajian
naratif terhadap penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa role play dapat
digunakan untuk melatih keterampilan sosial bagi anak dengan perilaku agresif.
Kata kunci : Meta Analisis, Role Play, Bermain Peran, Perilaku Agresif

PENDAHULUAN
Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi masa kini di sekolah, dijumpai anak usia dini
dengan perkembangan emosi negatif yang lebih dominan dibandingkan emosi
positifnya. Contohnya emosi negatif yang cenderung muncul yaitu emosi agresif
(Hazizah, 2019). Hal tersebut terkadang membingungkan guru dan orangtua untuk
mendeteksi apakah seorang anak memiliki gangguan emosi atau tidak, tergolong
anak tunalaras atau tidak. Namun sebenarnya terdapat banyak sumber yang akan
menjawab kebingungan tersebut. Salah satunya yaitu definisi dari IDEA tentang
behavioral disorders (di Indonesia disebut gangguan perilaku atau tunalaras), di
mana kondisi tersebut ialah ketidakstabilan emosi yang serius. Individu dengan
kondisi tersebut memiliki kebutuhan akan pendidikan; kebutuhan antar individu;
kebutuhan berperilaku dan emosi; dan kebutuhan fisik yang berhubungan dengan
sekolah dan masalah individu (Smith, 2018). Salah satu jenis masalah termasuk di
dalam emosi tidak stabil adalah perilaku agresif (conduct disorders) dengan cari
perhatian berlebihan, sangat perusak, dan pemarah (Quay & Peterson, 1987).
Bukti nyata dari perilaku agresif bisa saja muncul dalam diri anak. Seperti temuan
yang menjelaskan bahwa terdapat beberapa anak yang berperilaku agresif berupa:
mengganggu teman, mendorong, mencubit, memukul, menendang, meludah, dan
mengambil barang tanpa izin (Rusadi, 2015; Prahasti, 2015; Palupi, 2016). Untuk
versi lainnya oleh individu yang lebih tua, yaitu siswa SMA yang gemar berkelahi
(tawuran), konvoi di jalan, melanggar aturan sekolah, mengancam dan memaki,
bahkan melawan orangtua (Hasbahuddin & Alam, 2017; Gading, dkk, 2017).
Ada baiknya jika perilaku tersebut segera diredam. Apabila sudah nampak sejak
dini, orangtua bersama guru harus segera berupaya menghentikan dan mencegah
kemunculannya kembali. Saran mayoritas para peneliti yang dikaji di tulisan ini
yaitu agar para guru menerapkan metode bermain peran (role play) sebagai salah
satu upaya untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku agresif anak. Selain
itu, sekolah yang ikut menjadi lingkungan anak juga hendaknya menerapkan
berbagai jenis penanganan terhadap perilaku agresif anak.

KAJIAN PUSTAKA
Perilaku Agresif
Di sini akan dibahas sedikit tentang tunalaras yang penderitanya merasa kesulitan
dalam mengontrol perilaku dan emosi, juga kesulitan dalam menjalin interaksi
sosial. Tunalaras atau behavioral disorders dibagi menjadi enam perilaku (Quay
& Peterson, 1987). Pembagian tersebut yaitu: perilaku agresif (conduct disorders),
perilaku antisosial (sozialized aggression), cemas atau menarik diri (anxiety/
withdrawal), gangguan motor (motor exsess), gangguan pemusatan perhatian atau
tidak matang (attention problem or immaturity), dan perilaku psikotik (psychotic
behavior). Mahabbati (2014) menyatakan bahwa conduct disorders adalah tidak
mampu mengendalikan diri. Bagi MacNeil dan Stewart, perilaku ini diniati untuk
mendominasi atau berperilaku destruktif, melalui kekuatan verbal atau fisik, yang
diarahkan kepada obyek sasaran (lingkungan, orang lain, dan diri sendiri) (dalam
Hasbahuddin & Alam, 2017). Gangguannya berupa agresi terhadap orang ataupun
hewan, berbohong, menghancurkan, melanggar aturan secara serius, mencuri, dan
menipu (Rehani, 2012). Anisah (2015) lantas berpendapat bahwa anak dengan
gangguan tersebut, biasanya: pemarah, sombong, iri hati, kejam, cari perhatian,
tidak bertanggungjawab, mudah beralih perhatian, dan berbicara kasar.
Apapun yang dilakukan atau dirasakan oleh seorang individu pasti dilandasi sebab
tertentu. Tak terkecuali dengan perilaku agresif, yang disimpulkan oleh Siddiqah
(2010) bahwa perilaku agresif juga diniati oleh seorang individu atau memiliki
sebab dan maksud tertentu. Maka selaras dengan pemikiran Rimm (2003) yang
telah menganalisis beberapa penyebab munculnya perilaku agresif berikut:
a. Anak pernah menjadi korban perilaku agresif (lalu meniru perilakunya)
b. Anak terlalu dimanjakan sehingga menjadi agresif (secara verbal/ fisik)
c. Menyaksikan perilaku agresif di media massa (televisi, video game, internet)
d. Sikap kedua orangtua yang tidak satu tim dalam mengasuh anak
e. Akibat kemarahan dalam diri anak karena ada sesuatu yang tidak beres
f. Rasa tegang dan frustasi yang timbul akibat penyakit, kelemahan, dan alergi.
g. Frustasi sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak
Di antara faktor-faktor pemicu perilaku agresif tersebut ada beberapa yang sejalan
dengan pemikiran para ahli. Freud menyatakan bahwa kecenderungan perilaku
agresif individu awalnya adalah sifat bawaan dan tindakan instingtual. Menurut
teori psikoanalisa, energi agresif itu justru dikarenakan proses pertumbuhan, oleh
oleh desakan atau dorongan hati yang harus diekspresikan. Bandura memandang
jika perilaku agresi terjadi sebagai akibat meniru model yang berperilaku agresif.
Teori kognitif memandang bahwa hasil olah dan interprestasi informasi stimulus
pemicu agresi dalam pikiran. Teori behavioristik ikut memandang perilaku agresif
sebagai hasil belajar dari lingkungan (dalam Gading, 2017).
Para ahli dan peneliti sebelumnya sudah berusaha mencari solusi untuk mengatasi
perilaku agresif. Dalam Gading (2017) disebutkan bahwa utamanya yaitu dengan
manipulasi perilaku atau mengarahkan agar menjauhi pemicunya; dan manipulasi
konsekuensi dengan diberi hadiah atau sanksi (Calhoun & Acocella, 1995). Selain
itu juga dapat dicegah dengan ragam intervensi berupa terapi, konseling, pelatihan
(Gading, 2014), atau bimbingan kelompok (Winarlin, Lasan, & Widada, 2016).
Di antara berbagai solusi yang ditawarkan tersebut, yang akan dikaji di sini adalah
cara pelatihan. Smith (2018) menyebut cara tersebut dengan latihan keterampilan
sosial yang berupa latihan terarah dalam hal kemampuan sosial bagi anak yang
masih belajar agar berhasil di sekolah. Program luasnya disebut Skillstreaming
(McGinnis, 1990) yang meliputi: peniruan atau modeling, bermain peran (role
play), umpan balik-unjuk kerja (feedback-performance), dan pengalihan kepada
keterampilan latihan (transfer of training). Program tersebut dilakukan urut dan
bertahap, dengan diawali perkiraan tentang kuat lemahnya potensi sosial anak.
Cara pelatihan tersebut dijalankan sesuai dengan pendekatan perilaku (behavioral
approach) dan pendekatan pendidikan (educational approach) (Smith, 2018;
Mangunsong, 2009). Pendekatan perilaku lebih berkonsetrasi pada perilaku untuk
merubah perilaku sosial dan personal dengan berbagai teknik modifikasi perilaku.
Sementara pendekatan pendidikan lebih berupaya membantu keberhasilan anak
secara akademik, memacu efek positif terhadap emosi dan perilaku.

Role Play atau Bermain Peran


Role play merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengajarkan materi pelajaran dengan cara memainkan peran suatu tingkah laku
dalam masalah sosial dengan harapan anak lebih memahami makna pribadi dan
tingkah laku yang ada dalam masalah sosial (Prahasti, 2016). Kegiatan ini disebut
juga main simbolik, main pura-pura, make believe atau fantasi atau imajinasi, atau
bemain drama. Di bidang PAUD, role play termasuk dalam model pembelajaran
sentra (main peran besar dan main peran kecil). Sentra main peran besar didukung
alat main berukuran sebenarnya (meski bekas), yang akan mengajak anak untuk
menuangkan idenya dengan gesture melakonkan seseorang atau sesuatu. Lain lagi
dengan main peran kecil yang memanfaatkan replika, sehingga merubah anak
menjadi dalang yang menghidupkan alat main dalam adegan peran (Diana, 2013).
Bermain peran besar dapat memanfaatkan alat tulis, sofa, piranti makan, topi pak
tani, meja kayu, dan lain-lain. Sementara main peran kecil difasilitasi dengan:
boneka, kereta plastik dengan relnya, kandang dengan miniatur hewan ternak, dan
lain-lain. Inti keduanya adalah memberi kesempatan bagi anak untuk menciptakan
kejadian dengan bermain simbolik. Pemahaman anak tentang dunia sekelilingnya
ikut berkembang, dimulai sejak lingkungan terdekat (keluarga) pada lingkungan
sekitar yang lebih luas seperti : sekolah, warung, pasar, rumah sakit, supermarket,
game center, pantai, lapangan sepakbola, hotel, dan lain-lain (Al Falah).
Informasi dari Al Falah tersebut sependapat dengan Uno (2011) yang menyatakan
bahwa bermain peran bertujuan membantu siswa menemukan makna diri (jati
diri) di dunia sosial sambil memecahkan dilema dengan bantuan kelompok (teman
bermainnya). Di samping itu, anak juga lebih tertarik dengan materi belajarnya,
memahami masalah sosial, menghargai orang lain, dan mampu menghidupkan
suasana yang dapat memancing diskusi (Roestiyah, 2001). Strategi pembelajaran
role play atau sosiodrama juga diasumsikan oleh Wood, dkk (1981) akan mampu
merubah perilaku agresif anak menjadi lebih positif. Di sekolah, guru sebaiknya
mengadakan pembelajaran yang meningkatkan sosial emosi anak, mendengarkan
aktif, berinteraksi pribadi, dan mampu menjadi model yang pantas.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disarikan bahwa program role play menjadi
sarana bermain yang efektif bagi anak, sekaligus belajar memahami diri sendiri
sebagai bagian dari lingkungan sosial di sekitarnya. Hal tersebut pastinya berlaku
pula bagi anak-anak dengan gangguan perilaku.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain Meta Analisis, yang sederhananya dimaknai
sebagai analisis atas analisis (Saryono dan Ritaudin, 2011). Instrumen penelitian
ini ialah human instrument layaknya penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan
datanya yaitu dokumentasi mengumpulkan berbagai artikel jurnal penelitian berisi
masalah yang sejenis. Populasi penelitian ini ialah seluruh dokumen mengenai
penelitian program role play untuk melatih keterampilan sosial bagi anak dengan
conduct disorders (perilaku agresif). Dokumen tersebut berupa artikel jurnal,
buku, dan laporan penelitian. Sampelnya diambil secara purposive, karena data
yang diperoleh sudah ditentukan agar sesuai dengan tema penelitian. Analisis data
yang dilakukan ialah analisis data kuantitatif dengan prosentase dan analisis data
kualitatif untuk data-data hasil kajian naratif terhadap penelitian yang dikaji.

HASIL PENELITIAN
Peneliti memperoleh 9 dokumen tertulis mengenai penelitian-penelitian program
role play untuk melatih keterampilan sosial anak terkondisi conduct disorders.
Sebagian besar diperoleh dari penelusuran jurnal elektronik di google scholar.

Meta Analisis Berdasarkan Tujuan Penelitian


Tujuan-tujuan penelitian program role play untuk melatih keterampilan sosial
anak terkondisi conduct disorders yang didapat sebagian besar membahas tentang
pengujian dampak atau pengaruhnya bagi anak, pengujian efektivitasnya, peran
guru, dan pengembangan program. Berikut perolehan datanya:
Tabel 1. Tujuan dalam Penelitian Program Role Play
No. Tujuan Penelitian Frekuensi Prosentase (%)
1. Menguji dampak atau pengaruh 3 33,3
2. Pengujian keefektifan program 4 44,4
3. Deskripsi peran guru dalam program 1 11,1
4. Pengembangan program 1 11,1
Jumlah 9 100

Meta Analisis Berdasarkan Desain


Penelitian-penelitian tentang program role play yang dikaji di dalam tulisan ini
menggunakan beberapa desain penelitian, yaitu: eksperimen, literature study atau
studi literatur, Research and Development (R&D), dan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Untuk itu, dapat diperoleh data tentang desain penelitian berikut ini :
Tabel 2. Desain Penelitian Program Role play
No. Desain Penelitian Frekuensi Prosentase (%)
1. Eksperimen 5 55,6
2. Literature Study (Studi Literatur) 2 22,2
3. Research and Development (R&D)) 1 11,1
4. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 1 11,1
Jumlah 9 100

Meta Analisis Berdasarkan Populasi/ Sampel atau Subyek Penelitian


Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian-penelitian tentang program
role play atau yang menjadi subyek penelitian adalah anak-anak dari beragam usia
dan jenjang pendidikan, yaitu sejak usia dini hingga usia sekolah menengah.
Berikut perolehan datanya setelah mengkaji 9 penelitian tersebut :
Tabel 3. Populasi/ Sampel atau Subyek Penelitian Program Role play
No. Populasi/ Sampel atau Subyek Penelitian Frekuensi Prosentase (%)
1. Anak usia dini (prasekolah) 5 55,6
2. Anak SD/ sederajat 2 22,2
3. Anak SMP/ sederajat 0 0
4. Anak SMA/ sederajat 2 22,2
Jumlah 9 100

Meta Analisis Berdasarkan Metode/ Teknik Pengumpulan Data


Berbagai metode atau teknik pengumpulan data yang ditemukan setelah mengkaji
penelitian tentang program role play, terdiri atas: metode tes, kuesioner atau
angket, observasi, dan wawancara. Berikut penyajian datanya.
Tabel 4. Metode/ Teknik Pengumpulan Data Penelitian Program Role play
No. Metode/ Teknik Pengumpulan Data Frekuensi Prosentase (%)
1. Tes 1 11,1
2. Kuesioner atau Angket 1 11,1
3. Observasi atau Pengamatan 3 33,3
4. Interview atau Wawancara 1 11,1
5. Dokumentasi 2 22,2
6. Campuran (PTK) 1 11,1
Jumlah 9 100

Meta Analisis Berdasarkan Analisis Data


Dengan beragamnya metode/ teknik pengumpulan data, maka teknik analisis data
yang digunakan di setiap penelitian yang dikaji juga berbeda beda. Adapun teknik
analisis data dalam penelitian-penelitian tentang program role play, yaitu :
Tabel 5. Analisis Data Penelitian Program Role play
No. Tujuan Penelitian Frekuensi Prosentase (%)
1. Deskriptif Kuantitatif 3 33,3
2. Deskriptif Kualitatif 2 22,2
3. Campuran (Deskriptif Kuantitatif, Kualitatif) 1 11,1
3. Visual dan Grafik 1 11,1
4. uji t 2 22,2
Jumlah 9 100

PEMBAHASAN
Setelah mengkaji seluruh dokumen penelitian yang dijadikan relevansi, umumnya
diperoleh data bahwa program role play dapat digunakan sebagai ajang pelatihan
keterampilan bagi individu yang terkondisi conduct disorders. Hasil analisis data
dapat dipaparkan bahwa role play efektif dalam menurunkan perilaku agresif pada
anak gangguan perilaku dengan perilaku berkata kasar dan memukul (Prahasti,
2015; Khairina & Jon Efendi, 2018). Bersama dengan konseling behavioral, role
play efektif untuk meminimalkan perilaku agresif (Rusadi, 2015; Hasbahuddin &
Alam, 2018; Gading, dkk, 2017). Selain itu juga dapat meningkatkan pemahaman
empati anak menuju kriteria sangat baik (Palupi, 2016). Role play ini juga dapat
memperkuat efek pengasuhan dan pengajaran sensitif dan suportif, tak terkecuali
bagi anak dengan gangguan perilaku (Berk & Meyers, 2013). Puncaknya, segala
keterampilan sosial yang diperoleh dari program role play tersebut adalah anak
memiliki keterampilan manajemen diri. Kemampuan tersebut disebut sebagai self-
management skill atau pengaturan diri, berupa : intervensi diri (self-intervention),
pemantauan diri (self-monitoring), dan pengarahan diri (self-instruction) (Smith,
2018). Ketiganya berfungsi sebagai pengendalian diri dan pengaturan emosi dan
perilaku sehingga anak dapat bergaul dengan anak-anak lain (Gioia & Tobin, tt.).

KESIMPULAN
Program role play atau bermain pura-pura dinyatakan efektif dan tepat jika dipilih
guru sebagai strategi pembelajaran di kelas inklusif. Simpulan tersebut disusun
setelah menganalisis beberapa penelitian tentang program role play untuk melatih
keterampilan sosial bagi anak conduct disorders atau berperilaku agresif. Bahkan
selain untuk mengurangi kecenderungan perilaku agresif dalam diri anak, program
role play juga dapat meningkatkan pemahaman empati anak, memperkuat dampak
pengasuhan dan pengajaran, serta memupuk keterampilan manajemen diri anak.

DAFTAR PUSTAKA
Anisah, A. S. (2015). Gangguan Prilaku pada Anak dan Implikasinya Terhadap
Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar. Pendidikan Dasar, 1(2). Diakses
dari http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jpsd/article/download/689/542
Berk & Meyers. (2013). The Role of Make-Believe Play in the Development of
Executive Function. American Journal of Play, volume 6, number 1, ©
The Strong
Diana, Diana. (2013). Model-Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Yogyakarta :
Deepublish
Dokumen Panduan Pendidikan Sentra untuk PAUD. Jakarta : Sekolah Al Falah
Gading, I Ketut, dkk. (2017). Keefektifan Konseling Behavioral Teknik Modeling
dan Konseling Analisis Transaksional Teknik Role playing untuk
Meminimalkan Kecenderungan Perilaku Agresif Siswa Sekolah Menengah
Atas. Jurnal Kajian Bimbingan dan Konseling, 2(4), 2017, 157–164.
Tersedia online di http://journal2.um.ac.id/index.php/jkbk, ISSN 2503-
3417 (online) ISSN 2548-4311 (cetak)
Gioia & Tobin. (tt.). The Role Of Sociodramatic Play In Promoting Self-
Regulation (Handbook).
Hasbahuddin & Alam. (2018). Bimbingan Keterampilan Sosial Untuk
Mengurangi Perilaku Agresif Siswa Di Kabupaten Pangkep. Prosiding
Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia 27
Oktober 2018. ISSN 2598-1978 (STKIP Andi Matappa)
Hazizah, Nur. (2019). The Role Of Teachers In Managing Negative Emotion
(Aggressive) Of Early Childhood. SPEKTRUM Jurnal Pendidikan Luar
Sekolah (PLS) Volume 2, Nomor 1, Maret 2019. Diakses dari
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/pnfi
Khairina & Efendi. (2018). Efektivitas Role playing Untuk Mengurangi Perilaku
Agresif Anak dengan Gangguan Perilaku. Jurnal Penelitian Pendidikan
Kebutuhan Khusus Volume 6 Nomor I Tahun 2018 ISSN: Online 2622-
5077. Open Acces Jurnal: ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu
Mahabbati, A. (2014). Pola Perilaku Bermasalah Dan Rancangan Intervensi
Pada Anak Tunalaras Tipe Gangguan Perilaku (Conduct Disorder).
Dinamika Pendidikan, 21(1), 1–21.
Mangunsong, Frieda. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus (Jilid Kesatu). Depok : LPSP3 Kampus Baru UI
Palupi, Niwang Tunjung. (2016). Metode Role Playing dalam Pembelajaran
Pengembangan Perilaku Pribadi dan Sosial untuk Meningkatkan
Kemampuan Empati Anak Tunalaras Kelas VI di SLB E Prayuwana
Yogyakarta.
Prahasti, Anis Denista. (2015). Efektivitas Bermain Peran (Role Playing) Untuk
Menguranperilaku Agresif Non Verbal Anak Tunarungu Total Kelatklb Slb
N 2 Bantul
Rehani, R. (2012). Gangguan Tingkah Laku Pada Anak. Al-Ta Lim, 19(3), 201.
https://doi.org/10.15548/jt.v19i3.54
Rusadi, Nur Yuliani. (2016). Pengembangan Model Pembelajaran Bermain
Peran Untuk Mengurangi Perilaku Agresif Pada Anak Usia Dini Di
Kabupaten Takalar. Universitas Negeri Makassar, Indonesia
Saryono & Rithaudin. (2011). Meta Analisis Pengaruh Pembelajaran Pendekatan
Taktik (TGFU) terhadap Pengembangan Aspek Kognitif Siswa. Jurnal
Pendidikan Jasmani Indonesia Volume 8, Nomor 2, November 2011
Siddiqah, L. (2010). Pencegahan dan Penanganan Perilaku Agresif Remaja
Melalui Pengelolaan Amarah (Anger Management). JURNAL
PSIKOLOGI VOLUME 37, NO. 1, JUNI 2010: 50 – 64
Smith, David. J,. (2018). Sekolah untuk Semua, Teori dan Implementasi Inklusi/
Terjemahan. Bandung : PENERBIT NUANSA CENDEKIA
Wood, et. al. (1981). Preschool Children with Severe Emotional, or Behavioral
Disorders: Program Directions and Unmet Needs. Available from The
Council for Exceptional Children, Publications Sales, 1920 Association
Dr., Reston, VA 2209

Anda mungkin juga menyukai