Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Program

formulasi sabun cair berbahan aktif daun ketapang sebagai antibakteri dan
pengujian terhadap staphylococcus aureus

1.2 Latar Belakang

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1 .Bagaimanakah cara membuat Formula sabun cair Antibakteri dari daun
ketapang (Terminalia catappa L.) ?
2. Bagaimanakah cara pengujiannya terhadap Bakteri Staphylococus Auerus?

1.4 Tujuan
1) Mengetahui potensi dari Daun ketapang ( Terminalia catappa Linn. ) s sebagai
bahan baku alternatif pembuatan sabun mandi,

2) Mengetahui prosedur pembuatan sabun mandi dari daun ketapang dengan


metode saponifikasi,

3) Mengetahui kualitas, efektivitas, dan keamanan sabun yang dihasilkan sebagai


sabun mandi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 06-3532-1994).

1.5 Manfaat

Mahasiswa dapat memahami cara pengolahan sediaan herbal dalam bentuk


Sabun Cair dan mengetahui tentang kasiat Daun ketapang sebagai antibakteri
terutama Staphylococus aureus.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Ketapang

Klasifikasi Ketapang

Ketapang adalah nama sejenis pohon tepi pantai yang rindang.

Lekas tumbuh dan membentuk tanjuk indah bertingkat-tingkat,

ketapang kerap dijadikan pohon peneduh di taman-taman dan tepi

jalan. Dalam bahasa inggris tumbuhan ini dikenal dengan nama-nama

Bengal almond, Indian almond, Tropical almond, dan lain-lain

Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdo : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

m : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Sub Divisio : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)

Classis : Rosidae

Sub Classis : Myrtales

Ordo : Combretaceae

Familia : Terminalia

Genus : Terminalia catappa L.

Species

6
3

Gambar. 2.1.1 Daun Ketapang

Daun ketapang juga sering digunakan oleh peternak ikan hias

dalam pembiakan ikan, karena mempunyai khasiat sebagai antibakteri.

Teh dari daun ketapang dipercaya berkhasiat sebagai obat kolestrol,

diabetes, dan hipertensi. Daun ketapang yang telah jatuh digunakan

untuk mengobati penyakit liver. Di Suriname, teh yang dibuat dari

daun ketapang digunakan untuk mengobati disentri dan diare

(Hargono, 1986).

Selain itu Daun ketapang juga dapat meringankan gejala

peradangan pada rongga perut, Untuk penyakit Kulit Khususnya

Bagin pengobatan Kudis lepra ,Dan gatal-gatal ,Dan Sakit

tenggorokan

2.2.Morfologi Tanaman Ketapang (Terminalia catappa)


4

2.3 Kandungan kimia

Daun ketapang mengandung alkaloid, flavonoid seperti

quercetin dan kemferol, steroid/triterpenoid, terpenoid, tannin katekat,

tanin galat, asam palmitat, asam linolenat, dan asam stearat, fitol, 1-

nonadekena, asam ursolat, asam asiatat, kuinolin, saponin, dan asam

tanat (Pertiwi, 2011).

Di Taiwan, penggunaan komponen tanaman ketapang

digunakan sebagai ramuan untuk mengobati penyakit hati. Daun

ketapang juga disinyalir mempunyai zat antikarsiogenik. Selain itu

juga berkhasiat sebagai anticlastogenic (seperti antioksidan dalam

mencegah proses pecahnya kromosom) (Ekawati, 2008).

2.4 Komponen Tanaman

2.5 .Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang digunakan untuk membasmi bakteri


khususnya yang merugikan manusia. Pengendalian pertumbuhan
mikroorganisme pada inang yang terinfeksi dan mencegah
pembusukan serta kerusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo,
1971).

Menurut Madigan dkk (2000), berdasarkan sifat toksisitas sel


aktifnya senyawa antimikroba mempunyai 3 macam efek terhadap
pertumbuhan mikroba yaitu :
1. Bakteriostatik : menghambat pertumbuhan bakteri tetapi tidak
membunuh sel. ( Menghambat sintesis protein atau meningkatkan
ribosom ).
5

2. Bakterisida : Membunuh sel bakteri tetapi tidak terjadi lisi sel atau
pecasel. Antibiotik yang bersifat bakterisida adalah golongan
sefalosporin, Rifampicin, aminoglikosid, Isoniazid dan Kotrimoxazol.
3. Bakteriolitik : Menyebabkan sel menjadi lisis/pecah sehingga jumlah
sel berkurang.
Menurut Aulia (2008), Antibakteri adalah obat atau senyawa kimia
yang digunakan untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang
bersifat merugikan manusia.
Mekanisme Kerja Antibakteri
Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembasmian
bakteri yaitu germisid, bakterisid, bakteriostatik, antiseptik dan desinfektan.
Mekanisme kerja obat antimikroba tidak sepenuhnya dimengerti, namun
mekanisme aksi ini dapat dikelompokkan dalam empat hal utama :
1.Penghambatan Sintesis Dinding Sel Bakteri
Langkah pertama kerja obat berupa pengikatan obat pada reseptor
sel (beberapa diantaranya adalah enzym transpeptida). Kemudian
dilanjutkan dengan reaksi transpeptidase dan sintesis peptidoglikan
terhambat. Mekanisme ini diakhiri dengan pembuangan atau penghentian
enzym autolisis pada dinding sel. Pada lingkungan yang isotonis lisis terjadi
pada lingkungan yang jelas hipertonik, mikroba berubah menjadi protoplast
atau seroflaks yang hanya tertutup oleh selaput sel yang rapuh. Sebagai
contoh antibakteri dengan mekanisme kerja diatas adalah penicillin,
sefalosporin, vankomisin, basitrasin, sikloserin dan ampicilline.
2. Penghambatan Keutuhan Permeabilitas Dinding Sel Bakteri
Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh selaput sitoplasma yang
bekerja sebagai penghalang dengan permeabilitias selektif, melakukan
fungsi pengangkutan aktif sehingga dapat mngendalikan susunan sel. Bila
integritas fungsi selaput sitoplasma terganggu misalnya zat bersifat
surfaktan sehingga permeabilitas dinding sel berubh atau bahkan rusak,
maka komponen penting seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-
lain keluar dari sel dan sel berangsur-angsur mati. Contoh : Amfoterisin B,
6

Kolistin, Polmiksin Imidazol dan Polien menunjukkan mekanisme kerja


tersebut.
3.Penghambat Sintesis Protein
Umumnya senyawa penghambat ini akan menyebabkan
Staphylococus aureus salah membaca kode pada mRNA oleh tRNA
(hambatan translasi dan transkripsi bahan genetik). Kloramphenicol
erytromicin,lincomisin, tetrasikline dan aminoglikosida juga bersifat
menghambat sintesis protein sel bakteri.
4. Penghambat Sintesis Asam Nukleat
Senyawa antibakteri yang bekerja dengan senyawa ini,
diharapkan mempunyai selektifitas yang tinggi, sehingga hanya sintesis
asam nukleat yang dihambat. Umunya senyawa penghambat akan berikatan
dengan enzym atau salah satu komponen yang berperan dalam tahapan
sintesis, sehingga akhirnya reaksi akan terhenti karena tidak ada substrat
yang direaksikan dan asam nukleat tidak dapat terbentuk.
Menurut Fatmawaty et al,(2009) kandungan kimia dalam daun yang
diduga bersifat antibakteri adalah flavonoid. Mekanisme kerjanya sebagai
antibakteri yaitu dengan membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler
dan terlarut dengan dinding mikroba. Kemungkinan lain adalah flavonoid
berperan secara langsung dengan mengganggu fungsi sel mikroorganisme
dan penghambatan siklus sel mikroba.
C. TINJAUAN BAKTERI Staphylococus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif,


tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk
kokus dan tersusun seperti buah anggur. Ukuran Staphylococcus berbeda-
beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada
media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni
berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar
40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa
kelompok antigen dari Staphylococcus.Staphylococcus aureus adalah
bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang mampu menfermentasikan
7

manitol dan menghasilkan enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase,


protease dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung lysostaphin yang
dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah. Toksin yang dibentuk oleh
Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta dan
apsilon. Toksin lain ialah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin.
Enterotosin dan eksoenzim dapat menyebabkan keracunan makanan
terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin menyerang
leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun. Eksofoliatin merupakan
toksin yang menyerang kulit dengan tanda-tanda kulit terkena luka bakar
8

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Maserasi

3.2 Fraksinasi

3.3 Uji Aktifitas Antibakteri Daun Ketapang

Metode Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Kemang Uji aktivitas antibakteri
minyak atsiri daun kemangi (Ocimum americanum L.) dengan cara membuat suspensi
bakteri kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri lalu ditambahkan medium, dibiarkan
memadat kemudian dibuat lubang sumuran untuk memasukkan minyak atsiri lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC dan diukur diameter zona hambat yang
terbentuk.

3.4 Penyusun Formula Sabun Mandi Cair

Formulasi Sediaan Sabun Cair Antibakteri Pembuatan sediaan sabun cair antibakteri
minyak atsiri daun kemangi (Ocimum americanum L.), dibuat dengan cara: pertama
dibuat fase minyak yaitu melarutkan asam stearate,minyak jarak dan cocamid DEA
dengan cara dipanaskan. Kemudian kedua dibuat fase air yaitu melarutkan kalium
hidroksida, sodium lauril sulfat, dan asam sitrat dengan cara pemanasan. Selanjutnya
dicampur fase minyak, minyak atsiri dan fase air dengan cara dimikser, setelah tercampur
dimasukkan gliserin sampai terbentuk emulsi.

3.5 Uji Aktifitas Bakteri

Uji Aktivitas Antibakteri Sabun Cair Minyak Atsiri Daun Kemangi Uji aktivitas antibakteri
sabun cair minyak atsiri daun kemangi (Ocimum americanum L.) dengan cara membuat
suspensi bakteri kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri lalu ditambahkan medium.
Dibiarkan memadat kemudian dibuat lubang sumuran untuk tempat memasukkan sabun
cair antibakteri minyak atsiri daun kemangi lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC
dan diukur diameter zona hambat yang terbentuk Evaluasi Mutu Sediaan sabun cair
Evaluasi mutu sediaan meliputi pengukuran viskositas, pH, daya sebar dan homogenitas
sediaan, pengukuran dilakukan pada hari ke- 0, 7, 14, 21 dan 28
9

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitiam

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan metode

Randomized Post Only Control Group Design. Secara sistematis dapat

digambarkan sebagai berikut :

K O1

K (+) O2

R
K (-) O3
Unit eksperimen
P1 O4

P2 O5

P3 O6

Gambar 4.1 Rancangan penelitian


Keterangan :
R : Randomisasi
K : Kelompok kontrol hanya diberi pelet dan aquadest
K (+) : Kelompok kontrol positif (+) diberi ekstrak
K (-) : Kelompok kontrol negatif (-) diberi parasetamol
P1 : Kelompok perlakuan 1 diberi parasetamol + ekstrak
P2 : Kelompok perlakuan 2 diberi parasetamol + ekstrak
P3 : Kelompok perlakuan 3 diberi parasetamol + ekstrak
O1 : Kadar SGOT dan SGPT kelompok K
O2 : Kadar SGOT dan SGPT kelompok K(+)
O3 : Kadar SGOT dan SGPT kelompok K(-)
O4 : Kadar SGOT dan SGPT kelompok P1
O5 : Kadar SGOT dan SGPT kelompok P2
O6 : Kadar SGOT dan SGPT kelompok P3

20
10

4.2 Populasi dan Sampel

Populasi : Tikus putih (Rattus norvegicus)

Berusia 2-3 bulan dengan berat badan ± 200 gram berjenis kelamin jantan,

Sampel : Jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus federer, yaitu:

(k-1)(n-1) ≥ 15

(6-1)(n-1) ≥ 15

5n-5 ≥ 15

5n ≥ 20

n≥4

Keterangan :

k : jumlah kelompok

n : jumlah sampel dalam tiap kelompok

Pada penelitian ini, jumlah sampel untuk tiap kelompok ditentukan

sebanyak 5 ekor tikus putih berjenis kelamin jantan (n > 4), dan jumlah

kelompok tikus putih ada 6 sehingga penelitian ini membutuhkan 30 ekor

tikus putih dari populasi yang ada.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.4 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Dosis ekstrak daun ketapang.

2. Variabel terikat

Kadar SGOT dan SGPT


11

3. Variabel luar

a. Variabel luar yang dapat dikendalikan

Jenis makanan, variasi genetik, jenis kelamin, berat badan dan umur.

b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan

Kondisi psikologis, reaksi hipersensitifitas dan keadaan awal Hepar

tikus putih.

4.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Ekstrak daun ketapang

Ekstrak daun ketapang merupakan daun ketapang yang dipetik di pinggir

jalan pucang adi surabaya yang kemudian diekstraksi dengan cara

dikeringanginkan beberapa hari kemudian serbuk dimaserasi

menggunakan etanol 70% selama 24 jam, setelah itu disaring dan

filtratnya akan diuapkan menggunakan alat penguap berputar. Dosis yang

digunakan merupakan dosis yang efektif sebagai hepatoprotektor pada

tikus. Dosis yang digunakan untuk tikus wistal 1,5gr/kgBB, 3gr/kgBB,

4,5gr/kgBB (Batubara, 2003). Ekstrak daun ketapang diberikan pada

tikus menggunakan sonde dengan melalui oral yang dapat digunakan

efektivitasnya sebagai hepatoprotektor karena mengandung flavonoid

yang dapat digunakan sebagai perlindungan hati dari parasetamol dosis

toksik.

2. SGOT
12

SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, sebuah

enzim yang secara normal berada di sel hati dan organ lain. Level SGOT

darah kemudian dihubungkan dengan kerusakan sel hati. Pada tikus

percobaan darah diambil intra cardial menggunakan spet ukuran 5 ml

kemudian diukur kadar SGOT dianalisa dengan reagen dyalisis

Harga normal : Wanita : < 31 U/L

Pria : < 35 U/L

3. SGPT

SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamic Piruvic Transaminase,

enzim ini banyak terdapat di hati. Hati dapat dikatakan rusak bila jumlah

enzim tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya. Pada tikus

percobaan darah diambil intra cardial menggunakan spet ukuran 5 ml

kemudian diukur kadar SGPT dianalisa dengan reagen dyalisis

Harga normal : Wanita : < 31 U/L

Pria : < 41 U/L

4. Paracetamol

Paracetamol yang digunakan berbentuk serbuk yang kemudian dibuat

dosis toksik berdasarkan berat badan tikus, kemudian serbuk paracetamol

yang sudah ditimbang anak dilarutkan dengan CMC 1%, yang kemudian

akan disonde peroral pada tikus menggunakan spet ukuran 5ml.

4.6 Alat dan Bahan

4.6.1 Alat
13

1. Evaporator

2. Tempat minum dan makanan tikus putih

3. Timbangan analitik

4. Jarum oral/ sonde

5. Labu erlenmeyer

6. Corong

7. Centrifuge

8. Pipet

9. Beaker Gelas

10. Tabung pemisah serum/ vacutainer

11. Kandang hewan

4.6.2 Bahan

1. Daun ketapang

2. Etanol

3. Aquadest

4. Pelet

5. Tikus putih

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Uji kandungan Flavonoid Ekstrak Daun Ketapang metode KLT

Skrining flavonoid metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

Ekstrak daun ketapang ditotolkan pada fase diam lempeng KLT silica

gel F254, dengan fase gerak kloroform : etanol : air (9,7:0,2:0,1).


14

Penampak noda yang digunakan cerium sulfat. Uji flavonoid kertas

berwarna ungu dengan penampak noda berwarna coklat hasil ekstrak

daun ketapang positif mengandung flavonoid.

4.7.2 Pembuatan ekstrak daun ketapang

4.7.3 Pembuatan suspensi dan penetapan dosis parasetamol

4.7.4 Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris,

menggunakan 30 ekor tikus putih wistar jantan berusia 2-3 bulan

dengan bobot badan 130-240 gram yang dibagi 6 kelompok

perlakuan masing – masing terdiri dari 5 ekor tikus yang sudah

diadaptasikan dari hari 1- 7. Kemudian dihari ke 8 -14, Kelompok

pertama diberikan aquadest dan pakan normal sebagai kelompok

kontrol, kelompok kedua diberikan curliv plus 80mg/kgBB dan

paracetamol 750mg/kgBB sebagai kelompok positif, kelompok

ketiga diberikan paracetamol 750 mg/kgBB sebagai kontrol negatif,

kelompok keempat diberikan ekstrak daun ketapang 1,5gr/kgBB dan

parasetamol 750mg/kgBB sebagai kelompok perlakuan 1, kelompok

kelima diberikan ekstrak daun ketapang 30gr/kgBB dan parasetamol

750mg/kgBB sebagai kelompok perlakuan 2, dan kelompok keenam

diberikan ekstrak daun ketapang 4,5gr/kgBB dan parasetamol

750mg/kgBB sebagai kelompok perlakuan 3. Kemudian pada hari ke

15 dilakuakan pengambilan darah kemudian diperiksa kadar SGOT

dan SGPT tikus.


15

Sampel 30 ekor tikus

Randomisasi

Kelompok Kelompok Kelompok Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan3


kontrol positif negatif

Adaptasi diberi pelet dan aquadest dari hari ke 1-7

Aquadest + Curliv plus Pct Ekstrak Ekstrak Ekstrak


pakan 80mg/kgBB Hari ke 1,5gr/kgBB + 3gr/kgBB + 4,5gr/kgBB +
Hari ke + aquadest 8 - 14 Pct Pct Pct
8-14 Hari ke 750mg/kgBB 750mg/kgBB 750mg/kgBB
(hari 8-14) (hari 8-14) (hari 8-14)
8-14

Pengambilan darah dan pengukuran kadar SGOT dan SGPT (hari ke 15)

Analisis data

Gambar 4.2 Pengelompokan dan perlakuan hewan uji


16

4.7.5 Pemeriksaan Kadar SGOT dan SGPT

Pipet 3 ml reagen SGOT


+
0,3 ml serum
 Campur, hingga rata
 Langsung dibaca absorbansi dengan spektofometer (λ340nm dan suhu
37º C)
Keterangan :
a) ALAT = …..U/L
b) Harga normal : Wanita : < 31 U/L
Pria : < 35 U/L

Prinsip Kerja :
ASAT
l-Asparate+2-Oxoglutara ↔ LGlutamate+Oxaloasetat
MDH
Oxaoasetat + NADH + H+ ↔ D-Malate + NAD+

Komponen dan Konsentrasi reagen


R1 : TRIS pH 7,65 110 mmol/L
L-Aspartate 320 mmol/L
MSH < 800 U/L
LDH < 1200 U/L

R2: 2-Oxoglutarat 85 mmol/L


NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-Phosphat FS
Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L
Pyridoxal-5-Phosphat 13 mmol/L
17

Gambar 4.3 Diagram alir analisa kadar SGOT serum dengan reagen dyalisis

Pipet 3 ml reagen SGPT


+
0,3 ml serum
 Campur, hingga rata
 Langsung dibaca absorbansi dengan spektofometer (λ340nm dan suhu
37º C)
Keterangan :
a) ALAT = …..U/L
b) Harga normal : Wanita : < 31 U/L
Pria : < 41 U/L

Prinsip Kerja :
ASAT
L-Alanin+2-Oxoglutara ↔ L-Glutarat+pyruvat
LDH
Pyruvat + NADH + H+ ↔ D-Lactase+ NAD+

Komponen dan Konsentrasi reagen


R1 : TRIS pH 7,15 140 mmol/L
L-Alanin 7000 mmol/L
LDH < 2300 U/L

R2: 2-Oxoglutarat 85 mmol/L


NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-Phosphat FS
Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L
Pyridoxal-5-Phosphat 13 mmol/L

Gambar 4.4 Diagram analisa kadar SGPT serum dengan reagen dyalisis
18

4.8 Analisa Data

Dari hasil penelitian akan diperoleh data tentang aktifitas enzim

SGOT dan SGPT analisa data dilakukan dengan secara analisa interfersial

yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dari pengaruh

pemberian ekstrak daun ketapang terhadap aktivitas enzim SGPT dan

SGOT pada tikus dengan menggunakan uji ANOVA. Uji selanjutnya

dengan uji Least Significance Difference (LSD,) uji ini dilakukan bila

terdapat perbedaan yang nyata diantara keduanya dan melihat perbedaan

antara kelompok kontrol dengan masing masing perlakuan.


19

Anda mungkin juga menyukai