Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sereh (Cymbopogon citratus)


2.1.1 Klasifikasi sereh
Klasifikasi sereh secara ilmiah dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah
ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi ilmiah sereh (Cymboogon citratus)
Klasifikasi sereh (C.citratus)
Kingdom Plantae
Subkingdom Trachebionta
Divisi Spermatophyta
Sub Divisi Angiospermae/Magnoliophyta
Kelas Monocotyledonae/Liliopsida
Sub Kelas Commelinidae
Ordo Poales/Cyperales
Famili Graminae/Poaceae
Genus Cymbopogon
Spesies Cymbopogon citratus (DC.)Stapf

Sumber: (Kristiani, 2013 dan LIPI, 2015)

Gambar 2.1 Sereh

6
7

2.1.2 Deskripsi Tanaman Sereh


Tanaman sereh termasuk rumput-rumputan tegak menahun, serta
perakarannya sangat dalam dan kuat. Batangnya tegak atau condong,
membentuk rumpun, pendek, masif, bulat (silindris), gundul, sering
kali di bawah buku-bukunya berlilin, dan penampang lintang batang
berwarna merah. Daunnya tunggaal, lengkap, pelepah daun silindris,
gundul, sering kali bagian permukaandalam berwarna merah, ujung
berlidah (ligula), helainya lebih dari separuh menggantung dan hasil
berbau aromatik. Bunganya merupakan susunan malai atau bulir
majemuk, bertangkai atau duduk, berdaun pelindung nyata, dan
biasanya berwarna sama (umumnya putih). Daun pelindung
bermetamorfosis menjadi gluma steril dan fertil (pendukung bunga).
Kelopak bunga bermetamorfosis menjadi bagian palea (dua unit) dan
lemma atau sekam (satu unit). Mahkota bunga bermetamorfosis
menjadi dua kelenjar lodicula, yang berfungsi untuk membuka
bunga di pagi hari. Benang sari berjumlah tiga sampai enam buah
dan membuka secara memanjang. Sementara itu, kepala putiknya
yang sepasang membentuk bulu dengan percabangan berbentuk
jambul. Buah sereh seperti buah padi, memanjang pipih dorso
ventral, embrio separuh bagian biji. Waktu berbunga antara bulan
Januari-Desember (Prasetyono, 2012).

Tanaman ini bisa tumbuh pada daerah dengan ketinggian 50-2.700


meter di atas permukaan laut. Di Indonesia, tanaman ini banyak
terdapat di Jawa, di dataran rendah dengan ketinggian 60-140 meter
di atas permukaan laut. Untuk membiakkan tanaman ini dapat
dilakukan dengan menggunakan potongan potongan rimpangnya.
Jarak tanaman yang dianjurkan adalah 0,5-1 meter. Pemanenan
dilakukan bila tinggi tanaman mencapai 1-1,5 meter. Pemotongan
pertama dilakukan pada umur enam sampai sembilan bulan.
8

Pemanenan selanjutnya dilakukan selang tiga sampai empat bulan


(Prasetyono, 2012).

2.1.3 Penggunaan Tanaman Sereh


Masyarakat telah sejak lama menggunakan tanaman sereh
(C.citratus) sebagai bahan makanan ataupun obat tradisional. Sereh
digunakan sebagai obat tradisional untuk batuk, flu, gingivitis, sakit
kepala, lepra, malaria, sakit mata, pneumonia, dan gangguan
vaskuler. Jika dicampur dengan lada, sereh bisa dijadikan terapi
rumahan untuk gangguan menstruasi dan nausea. Selain itu,
tumbuhan ini juga dapat menjadi pembersih yang baik untuk
mendetoks liver, pankreas, ginjal, kandung kemih (vesica urinaria),
dan traktus digestivus. Sereh juga dapat mengatasi asam urat,
kolesterol, lemak berlebih, dan toksin lain di dalam tubuh saat
stimulasi pencernaan, sirkulasi darah, dan laktasi, meredakan
gangguan pencernan dan gastroenteritis. Riset terbaru dari Food and
Nutrition Research Institute of the department of Science and
technology menunjukkan bahwa sereh dapat membantu mencegah
kanker (Manvitha dan Bidya, 2014).

2.1.4 Minyak Atsiri Batang Sereh


Tidak satupun minyak atsiri tersusun dari senyawa tunggal, tetapi
merupakan campuran komponen yang terdiri atas tipe-tipe yang
berbeda. Melalui asal-usul biosinttetiknya, minyak atsiri secara
umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu, turunan terpenoid yang
terbentuk melalui jalur biosintesis asam asetat mevalonat dan
turunan fenil propanoid yang merupakan senyawa aromatik,
terbentuk melalui jalur biosintesis asam sikimat. Terpenoid berasal
dari suatu unit senyawa sederhana yang disebut sebagai isoprena.
Sementara fenil propana terdiri dari gabungan inti benzena
(Gunawan, 2010).
9

Penyusun minyak atsiri dari kelompok terpenoid dapat berupa


terpena-terpena. Terpena yang paling sering terdapat sebagai
komponen penyusun minyak atsiri adalah monoterpena. Sebagai
contoh adalah geraniol (asiklik monoterpena), limonea (monosiklik
monoterpena), dan -pinena (bisiklik monoterpena). Terpena lain di
bawah monoterpena yang berperan penting sebagai penyusun
minyak atsiri adalah seskuiterpena dan diterpena. Sebagai contoh
adalah kadinena (bisiklik seskuiterpena), -kariofilena (bisiklik
seskuiterpena), dan asam abietat (trisiklik seskuiterpena) (Gunawan,
2010). Aktivitasnya yang menghambat bakteri dimungkinkan karena
kemampuannya untuk berikatan dengan protein ekstraseluler dan
dinding sel bakteri. Semakin bersifat lipofilik, maka semakin dia
melakukan disrupsi perusakan lipid bilayer membran sel akibat
gugus hidrofobik yang dimilikinya (Putra, 2014).

Kelompok besar lain dari komponen penyusun minyak atsri adalah


senyawa golongan fenil propana. Senyawa ini mengandung cincin
fenil C6 dengan rantai samping berupa propana C3. Sebagai contoh
senyawa golongan fenil ini adalah sinamilaldehida, anetol, eugenol,
feniletil, anisaldehida, dan metil salisilat (Gunawan,2010). Sifat daya
hambat senyawa fenol terhadap mikroba disebabkan karena gugus
hidroksil yang dimilikinya dapat berinteraksi dengan protein
membran sel mikroba melalui ikatan hidrogen sehingga protein
tersebut kehilangan fungsinya. Gugus hidroksil dapat menjadi donor
hidrogen yang sangat baik untuk membentuk ikatan hidrogen dengan
gugus karbonil pad protein. Protein dan fosfolipid merupakan
senyawa penting yang menyusun membran sel mikroba, yang mana
protein di sini berfungsi sebagai pengatur keluar-masuknya material
dari dan ke dalam sel (Putra, 2014).
10

Menurut Bassol et al. (2011), komponen terbesar minyak atsiri


C.citratus berupa sitral (siklik monoterpena) yang merupakan
campuran dari dua stereoisomer aldehida monoterpena, yaitu trans
isomer geranial (alpha-citrial) dan cis isomer netral (beta-citral). ia
juga tersusun atas kandungan lain diantaranya myrcene, ocimene,
linalool, citronella, geraniol, nerol, farnasene, chamigrene,
naphtalene, dan lainnya (Subramanian et al., 2015) kemudian
ditemukan juga pinene, borneol, terpinolene, dan lainnya (Shah et
al., 2011).

Mekanisme kerja minyak atsiri dalam membunuh bakteri adalah


dengan cara mengubah permeabilitaas membran sel, menghilankan
ion-ion dalam sel, menghalangi proton-pump, dan menurunkan
produksi adenosin triofosfat (ATP). Minyak atsiri bersifat lipofilik
yang dapat melewati dinding bakteri karena dinding bakteri terdiri
atas polisakarida, asam lemak, daan fosfolipid. Hal ini dapat
mengakibatkan kerusakan dinding sel sehingga dapat membunuh
bakteri. Mekanisme kerja minyak atsiri adalah dengan menghambat
stabilitas membran sel bakteri dan menyebabkan material sitoplasma
menghilang (Korenblum et al., 2013).

2.2 Ekstraksi
Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
2.2.1 Destilasi
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan campuran
bahan kimia berdasarkan perbedaan kemudahan menguap
(Volatilitas) bahan dengan titik didih yang berbeda. Destilasi
menggunakan panas sebagai agen pemisah campuran, campuran zat
dididihkan hingga menguapa dan uap ini kemudian didinginkan
kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih
rendah akan menguap lebih dulu.
11

Pada proses pemisahan secara destilasi, fase uap akan segera


terbentuk setelah sejumlah cairan dipanaskan pada kondisi tekanan
dan suhu tertentu. Uap dipertahankan kontak dengan sisa cairannya
(dalam waktu relatif cukup) dengan harapan pada suhu dan tekanan
tertentu, antara uap dan sisa cairan akan berada dalam
keseimbangan, sebelum campuran dipisahkan menjadi destilat dan
residu. Pada pemanasan yang terus menerus, komponen yang lebih
volatil akan berubah menjadi fase uap. Fasa uap yang terbentuk
selanjutnya diembunkan (dekondensasi), kemudian akan diperoleh
kondensat yang berupa komponen-komponen dalam keadaan yang
relatif murni.

Destilasi merupakan cara yang paling umum digunakan dalam


industri untuk memishkan suatu campuran yang homogen dalam
bentuk larutan. Proses destilasi beroperasi dalam satu perangkat yang
terdiri dari beberapa peralatan, yang masing-masing peralatan
memiliki fungsi berbeda-beda (Christyananta, 2012).

Secara umum destilasi dibagi atas 4 jenis, yaitu (Anakunhas, 2012) :


2.2.1.1 Destilasi Sederhana
Pada destilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah
perbedaan titik didih yang jauh atau salah satu komponen
lebih bersifat volatil dari komponen yang lain dan bekerja
pada tekanan atmosfer. Jika campuran dipanaskan maka
komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap
lebih dulu. Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan
kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah komponen untuk
menjadi gas. Destilasi ini dilakukan pada tekanan atmsfer.
Aplikasi destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan
campuran air dan alkohol, air dan NaCl, dan lain-lain.
12

2.2.1.2 Destilasi Fraksionasi


Destilasi fraksionasi adalah proses pemisahan destilat ke
dalam bagian-bagian dengan titik didih makin lama makin
tinggi yang selanjutnya pemisahan bagian-bagian ini
dimaksudkan untuk destilasi ulang. Destilasi ini berfungsi
untuk memisahkan campuran larutan/cairan yang terdiri
dari dua komponen atau lebih, dari suatu larutan
berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilasi ini dapat
digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih
kurang dari 20 C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau
dengan tekanan rendah. Aplikasi dari destilasi jenis ini
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dalam
minyak mentah, minyak atsiri, dan lain-lain.

Perbedaan destilasi fraksionasi dan destilasi sederhana


adalah adanya kolom fraksionasi. Di kolom ini terjadi
pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda
pada setiap plate atau tahapannya. Pemanasan yang
berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian destilasi yang
lebih dari tahap-tahap di bawahnya.
2.2.1.3 Destilasi Uap
Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa
yang memiliki titik didih mencapai 200 C atau lebih.
Destilasi uap dapat menguapkan senyawa-senyawa ini
dengan suhu mendekati 100 C dalam tekanan atmosfer
menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang
fundamental dari destilasi uap adalah dapat mendestilasi
campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-masing
senyawa campurannya. Selain itu, destilasi uap dapat
digunakan untuk campuran yang tidak larut ddalam air di
semua suhu, tapi dapat didestilasi dengan air. Aplikasi dari
13

destilasi uap adalah untuk mengekstrak beberapa produk


alam seperti minyak eucalyptus dari eucalyptus, minyak
sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstrak minyak
parfum dari tumbuhan.

Campuran dipanaskan melalui uap air yang dialirkan ke


dalam campuran dan ditambah juga dengan pemanasan.
Uap dari campuran akan naik ke atas menuju ke kondensor
menghasilkan destilat dan akhirnya masuk ke labu destilat.
2.2.1.4 Destilasi Vakum
Destilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang
ingin didestilasi tidak stabil, dengan pengertian dapat
terdekomposisi sebelum atau mendekati titik didihnya atau
campuran yang memiliki titik didih di atas 150 C. Metode
destilasi ini tidak dapat digunakan pada pelarut dengan titik
didih yang rendah jika kondensornya menggunakan air
dingin karena komponen yan gmenguap tidak dapat
dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi tekanan
digunakan pompa vakum atau aspirator. Aspirator berfungsi
sebagai penurun tekanan pada sistem destilasi vakum.

2.2.2 Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak
digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala
industri (Agoes, 2007). Metode ini dilakukan dengan memasukkan
serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang
tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentkan ketika
tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut
dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi,
pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian utama
dari metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut
14

yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa


senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit
diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi
dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat
termolabil (Mukhriani, 2014).

2.2.3 Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan
dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan
kran pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas
serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bwah.
Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh
pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam
perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau
seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak
pelarut dan memakan banyak waktu.

2.2.4 Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam
sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong
yang ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang
sesuai dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah
suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses ekstraksi
yang kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil
kondensasi sehingga tidak membutuhkan banyak pelarut dan tidak
memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat
termolabil dapat terdegradas karena ekstrak yang diperoleh terus-
menerus berada pada titik didih.
15

2.3 Gel
Menurut Farmakope Indonesia IV (1995) gel merupakan sistem semisolid
terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekul
organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairaan. Jika massa gel terdiri
dari partikel kecil yang terpisah sistem gel disebut sistem dua fase, atau
biasa disebut juga magma. Jika makromolekul organik tersebar rata dalam
suatu cairan maka sistem gel tersebut disebut sistem satu fase.
Makromolekul sintesis yang menyusun gel fase tunggal antara lain adalah
carbopol.

Gel memiliki kandunagan air yang lebih besar dibandingkan sediaan semi
padat lainnya. Ketika kandungan air menguap setelah aplikasi akan
memberikan sensasi dingin pada kulit. Gel yang memiliki kandungan air
dan atau alkohol juga akan menguap dan dapat memberikan sensasi
menyegarkan pada kulit setelah aplikasi (Baki & Alexander, 2015).

Polimer gel tersusun dari jaringan monomer tiga dimensi yang saling
berikatan dan mengembang di dalam solven hingga batas konsentrasi
tertentu. Gel dapat dikatakan berada di fase intermediet antara sediaan liquid
dan solid. Gel tersusun dari fase terdispersi yaitu polimer, serta fase
pendispersi yaitu air atau solven lain. Sistem gel dapat berbentuk jernih
ataupun keruh, karena penyusunnya mungkin tidak terlarut sempurna dan
dapat membentuk agregat. Konsentrasi penyusun gelling agent dalam
sediaan adalah kurang dari 10%, biasanya 0,5-2,0% (Troy & Beringer,
2006).

Hidrogel adalah polimer hidrofilik, dalam air akan mengembang dan


menyerap banyak air. Hidrogel merupakan sistem dispersi koloidal polimer
makromolekul, memiliki kemampuan untuk mengembang, tetapi tidak larut
dalam air ataupun sistem pelarut. Interaksi yang terjadi saat polimer
makromolekuk mengembang dan membentuk jaringan crosslinked adalah
16

ikatan kovalen, gaya Van der Waals, ikatan hindrogen, gaya elektrostatik,
interaksi jembatan ionik, atau interaksi hidrofobik (Dumitriu, 2001).
2.3.1 Kontrol Karakteristik Gel
Pengujian perlu dilakukan untuk mengevaluasi kualitas gel yang
telah diformulasi. Beberapa uji yang direkomendasikan oleh USP
antara lain adalah sebagai berikut :
2.3.1.1 Uji Organoleptis
Pengujian dilakukan secara langsung berkaitan dengan
bentuk, warna dan bau dari sediaan gel yang telah dibuat.
Tujuan dilakukannya uji organoleptis pada sediaan gel
adalah untuk mengetahui kualitas sediaan secara visual.
2.3.1.2 Uji Homogenitas
Pengujian ini dilakukan dengan cara sampel gel antiseptik
ekstrak daun sereh dioleskan pada kaca preparaat, sediaan
harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak
terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1985). Manfaat
dilakukannya uji homogenitas adalah untuk mengetahui
keseragaman partikel dari sediaan gel. Penyebaran partikel
yang merata membuktikan bahwa zat aktif terdispersi secara
merata pada sediaan. Sehingga apabila digunakan akan
memberikan hasil yang maksimal.
2.3.1.3 Uji pH
Pengujian pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH
meter. Cara pengujian yaitu probe ph meter dicelupkn pada
sediaan dan hasil ph dapat dilihat langsung pada alat yang
telah terhubung pada probe ph meter. Uji pH dilakukan
untuk mengetahui keamanan dari sediaan gel apabila
digunakan. Sediaan gel yang terlalu asam atau terlalu basa
akan menyebabkan iritasi pada kulit pengguna. Nilai pH
ideal untuk sediaan gel adalah sama dengan ph kulit, yaitu
berkisar antara 4,5-6,0 (Draelos & Lauren, 2006).
17

2.3.1.4 Uji Viskositas


Pengukuran viskositas adalah salah satu cara paling cepat
dan akurat untuk memberikan gambaran mengenai karakter
suatu gel, bagaimana cara penyimpanannya. Pengujian
viskositas ini disertai dengan pengujian reologi untuk
mengetahui karakter reologi gel, yang umumnya merupakan
sistem non-Newtonian. Viskometer dengan sistem cup dan
bob maupun sistem cone dan plate dapat digunakan untuk
pengujian reologi gel. Viskometer tersebut mengukur gaya
gesek yang timbul ketika gel mulai mengalir yang
dipengaruhi oleh temperatur dan kecepatan putar
pengukuran (Gad, 2008).

Viskositas pada sistem non-Newton diukur pada beberapa


kecepatan putar dengan temperatur yang terkntrol. Sediaan
gel memiliki karakteristik rheologi pseudoplastis dimana
peningkatan kecepatan atau shear stress yang diberikan
bersifat menurunkan viskositas sediaan. Sifat alamiah lain
dari sediaan gel adalah kemampuan untuk kembali ke
konsistensi awal setelah tidak ada gaya yang diberikan
kembali atau dikenal dengan karakter tiksotropi (Gad,
2008).

Penentuan Viskositas dan sifat alir dilakukan dengan


viskometer Brookfield. Sediaan dimasukkan dalam gelas
beker 100ml, spindel diturunkan ke dalam sediaaan hingga
batas yang ditentukan, jalankan spindle, ddan amati
viskositasnya. Tujuan dilakukannya uji viskositass adalah
untuk mengetahui kekentalan gel. Kekentalan dari sediaan
gel akan mempengaruhi sifat alir dari sediaan gel. Sediaan
gel yang baik memiliki sift alir yang baik. Nilai viskositas
18

ideal untuk sediaan gel berkisar antara 2000-4000 cps


(Septiani et al., 2011).
2.3.1.5 Uji Daya Lekat
Uji ini berkaitan dengan kemampuan gel untuk melapisi
permukaan kulit secar kedap dan tidak menyumbat pori-pori
kulit serta tidak menghambat fungi fisiologi kulit dengan
penghantaran obat yang baik. Daya lekat berhubungan
langsung dengan viskositas sediaan, semakin tinggi daya
lekat yang dihasilkan, maka viskositas atau kekentalan
sediaan akan semakin tinggi. Hal tersebut akan berdampak
pada susah untuk dituangkannya gel tersebut dari wadah,
daya lekat yang baik sebaiknya tidak kurang dari 4 detik
(Lieberman et al., 1998).
2.3.1.6 Uji Daya Sebar
Daya sebar suatu sediaan berkaitan dengan kenyamanan
suatu sediaan apabila digunakan. Gel yang baik akan
memiliki daya sebar baik apabila diaplikasikan pada kulit.
Daya sebar yang baik untuk sediaan gel memiliki diameter
antra 5-7 cm (Garg et al., 2002).

2.3.2 Bahan Formulasi Gel


Berikut ini merupakan bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan
pembentuk formulasi sediaan gel :
2.3.2.1 Gelling agent
Sediaan gel, lotion maupun krim pada umumnya
menggunakan gelling agent. Gelling agent merupakan
bbahan yang dapat meningkatkan viskositas dan stabilitas
sediaan, memberikan karakteristik sifat alir serta
memberikan struktur internal yang kompleks. Turunan
selulosa, gum, akrilat, dan tipe polimer lain merupakan
gelling agent yang bersifat hidrofilik (Baki and Alexander,
19

2015). Gelling agent digunakan pada konsentrasi 0,5-10%


(Sandhu et al., 2012).
2.3.2.2 Humektan
Humektan merupakan bahan yang bersifat higroskopis.
Fungsi humektan adalah sebagai pelembab yaitu
memberikan hidrasi pada kulit dengan cara menarik air
pada bagian dalam epidermis dan dermis sampai ke bagian
luar dari kulit dan menghambat penguapan air dari produk.
Contoh dari humektan adalah gliserin, sorbitol, urea dan
propilen glikol (Baki et al., 2015).

Gliserin larut dalam aseton, benzen, kloroform, etanol


(95%), eter, etil asetat, metanol, minyak, dan air. Gliserin
bersifat higroskopis, tidak dapat teroksidasi pada kondisi
penyimpanan suhu ruangan, dapat terdekomposisi saat
pemanasan membentuk akrolein. Campuran dari gliserin
dengan air, etanol (95%), dan propilen glikol stabil secara
kimia (Rowe et al., 2009).

Gliserin berfungsi sebagai pengawet antimikrobal, emolien,


humektan, plastisizer, pelarut, agen pemanis, dan agen
tonisitas. Aplikasi gliserin padda formulasi atau teknologi
farmasi pada sediaan topikal adalah sebagai humektan dan
emolen. Gliserin berfungsi sebagai humektan dengan
konsentrasi kurang dari sama dengan 30%. Selain itu
gliserin digunakan sebagai zat tambahan dalam gel ddengan
basis hidrofilik dan hidrofobik (Rowe et al., 2009).

2.4 Hand Sanitizer


Hand sanitizer merupakan produk yang digunakan untuk menghilangkan
mikroorganisme dari tangan dengan tujuan mencegah mikroorganisme
20

penginfeksi dan mengurangi pertumbuhan dari mikroorgnisme yang


menyebabkan infeksi penyakit (Baki and Alexander, 2015).

Hand sanitizer mengandung bahan antiseptik seperti alkohol atau


isopropanol, serta pelembab untuk meminimalisir terjadinya iritasi pada
kulit. Hand sanitizer digunakan untuk membersihkan tangan pada keadaan
yang tidak memungkinkan untuk mencuci tangan (Simonne, 2005). Hand
sanitizer memiliki banyak keunggulan yang disukai seperti waktu aplikasi
yang singkat, kerja yang efektif, nyaman, dan meningkatnya kepatuhan
pengguna. Sediaan hand sanitizer dapat diformulasikan dalam bentuk gel
maupun cairan (Trore et al., 2007).

Bakteri yang ada di tangan dibagi menjadi dua jenis yaitu bakteri resident
dan bakteri transient. Bakteri resident adalah bakteri yang tinggal dan
berkoloni di kulit dan biasa ditemui pada lapisan stratum korneum kulit.
Sebagai flora normal, bakteri ini memiliki peran protektif dengan
melakukan kompetisi nutrisi dengan bakteri patogen. Bakteri transient biasa
didapatkan melalui kontak dengan permukaan benda asing. Bakteri ini
mungkin tidak dapat berkoloni di tangan dan lebih mudah dihilangkan
dibandingkan bakteri resident. Bakteri transient dapat berifat patogenik dan
menyebabkan infeksi. Hand sanitizer bekerja membunuh mikroorganisme
transient yang hidup di permukaan tangan dan menjaga bakteri resident
untuk hidup setelah penggunaan (WHO, 2005).
21

2.5 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terentuk oleh generalisasi dari
hal-hal khusus, serta model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana
seorang peneliti menghubungkan secara logis beberapa faktor yang
dianggap penting dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010).

Destilasi minyak atsiri daun sereh


(Cymbopogon citratus)

Formulasi gel minyak atsiri daun sereh


(Cymbopogon citratus) dengan basis
gelatin

Melakukan uji evaluasi karakter fisik


gel ekstrak minyak atsiri daun sereh
(Cymbopogon citratus) dengan basis
gelatin
1. Uji Organoleptis
2. Uji Homogenitas
3. Uji Ph
4. Uji Viskositas
5. Uji Daya lekat
6. Uji Daya sebar

Tidak sesuai
Sesuai persyaratan
persyaratan mutu fisik
mutu fisik gel
gel

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai