Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Nangka


2.1.1 Sistematika Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Artocarpus
Jenis : Artocarpus heterophyllus
(Lisnawati, 2018)

Gambar 2.1 Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)


(Hanifah, 2013)

Gambar 2.2 Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)


(Lisnawati, 2018)

4
5

2.1.2 Nama Daerah Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)


Nangka merupakan tanaman buah berupa pohon dan penyebarannya di
daerah tropis sudah menyeluruh di Indonesia. Tanaman ini memiliki beberapa
nama daerah yaitu nongko (Jawa), lumasa atau malasa (Lampung) dan nangka
(Sunda). Beberapa nama asing antara lain jacfruit (Inggris), Kapiak (Papua
Nugini), liangka (Filipina) dan khanum menurut bahasa Thailand. (Lisnawati,
2018).

2.1.3 Morfologi Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)


Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) memiliki tinggi 10-15 m.
Batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar, dan bewarna hijau kotor. Daun nangka
memiliki tulang daun yang menyirip, daging daun yang tebal, tepi rata, ujung
runcing, panjang 5-15 cm, lebar 4-5 cm, tangkai panjang kurang lebih 2 cm dan
bewarna hijau. Bunga nangka merupakan bunga majemuk yang berbentuk bulir
berada di ketiak daun dan bewarna kuning. Bunga jantan dan betina terpisah
dengan tangkai yang memiliki cincin, bunga jantan ada di batang baru diantara
daun atau diatas bunga betina. Buah bewarna kuning ketika masak, oval, dan
berbiji coklat muda (Lisnawati, 2018).

2.1.4 Kandungan Kimia Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)


Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa daun nangka
mengandung saponin, steroid, flavonoid dan tanin (Permata, 2012; Hamzah, dkk.,
2013; Swantara, dkk., 2011; Binumol dan Sajitha., 2013). Akarnya mengandung
saponin, dan kulit batangnya mengandung golongan flavonoid, alkaloid, tanin,
steroid, polifenol dan saponin (Permata, 2012; Hamzah, dkk., 2013; Swantara,
dkk., 2011; Binumol dan Sajitha., 2013).

2.1.5 Khasiat Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)


Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan, secara empiris
tanaman nangka dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dalam
6

pengobatan, bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari daun, akar, daging
buah, biji, kulit batang dan getah.
Daun nangka dapat digunakan sebaga pelancar ASI, borok dan luka.
Daging buah nangka muda dimanfaatkan sebagai makanan sayuran yang
mengandung albuminoid dan karbohidrat. Sementara biji nangka dapat digunakan
sebagai obat batuk dan tonik (Nasution., dkk. 2014). Menurut (T. Ersam, 2001)
Biji nangka dapat diolah menjadi tepung yang digunakan sebagai bahan baku
industri makanan. Khasiat kayu sebagai anti spasmodic dan sedative. Daging buah
sebagai ekspektoran. Getah kulit kayu digunakan sebagai obat demam, obat
cacing dan antiinflamasi. Kandungan kimia dalam kayu adalah morin,
sianomaklurin (zat samak), flavon, dan tanin. Kulit kayunya juga terdapat
senyawa flavonoid yang baru, yakni morusin, artonin E, sikloartobilosanton, dan
artonol B. Bioaktivitasnya terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus,
antiinflamasi, diuretik, dan antihipertensi. Selain itu, nangka juga dilaporkan baik
untuk penderita diabetes terutama daunnya, nangka juga memiliki aktivitas
antibakteri dan juga baik digunakan sebagai pemutih kulit (Ulung, 2014).

2.1.6 Zat Antimikroba Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)


a. Flavanoid
Flavonoid adalah zat aktif yang terdapat pada tumbuhan yang mempunyai
struktur kimia C6-C3-C6 yang tiap bagian C6 merupakan rantai alifatik (Rais,
2015). Menurut (Yulianingtyas, dkk., 2016). Flavonoid merupakan salah satu
kelompok senyawa fenolik yang banyak terdapat pada jaringan tanaman.
Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar,
kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, daun buni dan biji. Penyebaran jenis
flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar, yaitu pada angiospermae.
Mekanisme flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara
lain bahwa flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding
sel bakteri, mikrosom bakteri dan lisosom bakteri. Sebagai hasil interaksi antara
flavonoid dengan DNA bakteri, flavonoid juga mampu melepaskan energi
transduksi terhadap membran sitoplasma bakteri. Selain itu flavonoid juga dapat
7

menghambat motilitas bakteri. Gugus hidroksil yang terdapat pada struktur


senyawa flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan transport
nutrisi yang akhirnya akan mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap bakteri.
(Mulyani, 2013).

b. Saponin
Saponin adalah detergen atau glikosida alami yang mempunyai sifat aktif
permukaan yang bersifat amfifilik, mempunyai berat molekul besar dan struktur
molekulnya terdiri dari aglikon steroid atau triterpen yang disebut dengan
sapogenin dan glikon yang mengandung satu atau lebih rantai gula (Sirohi., dkk.
2014). Saponin dibedakan sebagai saponin triterpenoid dan saponin steroid.
Saponin triterpenoid umumnya tersusun dari sistem cincin oleanana atau ursana.
Glikosidanya mengandung 1-6 unit monosakarida (Glukosa, Galaktosa, Ramnosa)
dan aglikonnya disebut sapogenin, mengandung satu atau dua gugus karboksil.
Mekanisme kerja senyawa saponin sebagai antibakteri yaitu dengan
meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel, apabila
saponin berinteraksi dengan sel bakteri maka sel bakteri tersebut akan rusak atau
lisis. Kadar saponin dapat dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan
metode gravimetri (Mien., dkk. 2015).

c. Tanin
Tanin adalah suatu senyawa phenolic dengan berat molekul cukup tinggi
yang mengandung hidroksil dan kelompok lain yang cocok (seperti karboksil)
untuk membentuk komplek yang efektif dengan protein dan makro molekul yang
lain di bawah kondisi lingkungan tertentu yang dipelajari. Tanin merupakan
bentuk komplek dari protein, pati, selulosa dan mineral. Tanin mempunyai
struktur dengan formula empiris C72H52O46. Salah satu pemanfaatan tanin yaitu
sebagai bahan pembuatan adsorben yang baik. Kegunaan lainnya yaitu sebagai
perekat (sebagai pengganti fenol dalam formulasi), medis, kosmetik, farmasi,
adsorben logam berat dan makanan aplikasi industri. Tanin banyak terdapat dalam
8

tanaman akasia (acasia sp), kulit kayu pinus, kayu quebracho, batang gambir, dan
daun gambir (Bacelo, et al, 2016).
Mekanisme kerja senyawa tanin sebagai antibakteri yaitu dengan cara
memprepitasi protein. Efek antibakteri tanin melalui reaksi dengan membran sel,
inaktivasi enzim dan inaktivasi fungsi materi genetik. Mekanisme kerja tanin
sebagai antibakteri adalah menghambat enzim reverse transkriptase dan DNA
topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk (Nuria, 2009). Tanin
memiliki aktivitas antibakteri yang berhubungan dengan kemampuannya untuk
menginaktifkan adhesin sel mikroba, menginaktifkan enzim, dan menggangu
transport protein pada lapisan dalam sel. Tanin juga mempunyai target pada
polipeptida dinding sel sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang
sempurna. Hal ini menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik
maupun fisik sehingga sel bakteri akan mati (Sari, dkk., 2011).

d. Steroid
Steroid adalah suatu senyawa yang berfungsi untuk meningkatkan
metabolisme hormonal tubuh manusia sehingga menjadi lebih kuat. Namun jika
dikonsumsi dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan efek samping bagi
kesehatan (Robbers et al. 1996). Steroid di alam terdapat pada hewan dan
tumbuhan. Senyawa steroid pada hewan berhubungan erat dengan beberapa
hormon dan keaktifan biologis lainnya, sedangkan pada tumbuhan steroid banyak
terdapat baik pada tumbuhan tingkat tinggi maupun tumbuhan tingkat rendah.
Steroid pada tumbuh-tumbuhan secara umum terdapat dalam bentuk sterol.
Tumbuhan tingkat tinggi biasanya mengandung fitosterol seperti: sitosterol (ß-
sitosterol), stigmasterol, dan kompesterol (Harborne, 1987).
Mekanisme kerja steroid sebagai antibakteri adalah dengan cara merusak
membran sel bakteri (Monalisa, et al., 2011). Steroid dapat berinteraksi dengan
membran fosfolipid sel yang bersifat permeabel terhadap senyawa-senyawa
lipofilik sehingga menyebabkan integritas membran menurun serta morfologi
membran sel berubah yang menyebabkan sel rapuh dan lisis.
9

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi bertujuan untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat
dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat
padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses pengekstraksian komponen
kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam
pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan
proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentras
cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Metode ekstraksi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah maserasi.
Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk menarik atau mengambil
senyawa yang diinginkan dari suatu larutan atau padatan dengan teknik
perendaman terhadap bahan yang akan diekstraksi. Sampel yang telah dihaluskan
direndam dalam suatu pelarut organik selama beberapa waktu (Ibrahim dan
Marham, 2013). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam
rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya
perbedaan konsentrasi didalam sel dengan yang diluar sel. Maserasi umumnya
dilakukan dengan cara 1 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok
dimasukan dalam bejana, kemudian dituangi dengan 10 bagian cairan penyari,
ditutup dan dibiarkan selama 3 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang
diaduk. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol atau pelarut lain.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan
yang digunakan sederhana dan mudah dilakukan. Sedangkan kerugian dari
maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyaringannya kurang sempurna
(Permata, 2012).

2.3 Jerawat
Jerawat adalah kondisi abnormal kulit akibat terjadi gangguan berlebihan
produksi minyak yang menyebabkan penyumbatan folikel rambut dan pori-pori
kulit. Jerawat dapat timbul di kulit muka, bagian dada, leher, dan punggung
10

(Dewi, 2009). Bahaya jerawat jika tidak ditangani adalah bekas luka yang
permanen pada wajah, dan juga bisa terjadi infeksi (Septiandari, 2015).Jerawat
sering terjadi pada usia remaja dengan presentasi antara 36-66% dengan puncak
insiden 16-19 tahun pada laki-laki dan 14-17 tahun pada perempuan (Nugroho &
Widyawati, 2013). Dalam suatu penelitian lain didapatkan bahwa prevalensi
resiko menderita jerawat lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki pada
rentan usia 20 tahun atau lebih (Ika, 2015).
Proses peradangan jerawat terjadi ketika ekskresi bahan kimia dari
Propionibacterium acne merusak stratum korneum dan stratum germinativum
dinding kulit, akibatnya jaringan lemak dan minyak tersumbat sehingga muncul
jerawat (Rohmat & Firdaus, 2018). Penanganan jerawat dapat menggunakan
terapi farmakologis seperti pemberian tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, dan
klindamisin. Terapi tersebut mempunyai efek samping seperti: iritasi, resistensi,
kerusakan organ, dan imunohipersensitivitas.
Bakteri yang menjadi penyebab dari jerawat dikenal dengan nama
Staphylococcus aureus. Bakteri ini ditemukan dipermukaan kulit orang dewasa
yang berkaitan erat dalam masalah jerawat. Walaupun ditemukan dipermukaan
kulit, bakteri ini hidup dikelenjar dan sekresi minyak hingga di dalam folikel
rambut. Bakteri meninggalkan produk-produk enzimnya di kulit sehingga
menyebabkan degradasi di jaringan tersebut. Ketika bakteri bergerak menurunkan
fungsi kulit manusia, maka peradangan akan terjadi. Tipe jerawat diantaranya
komedo, jerawat biasa dan jerawat batu. Komedo adalah pori-pori yang tersumbat.
Komedo yang terbuka terlihat seperti pori-pori yang membesar dan menghitam.
Komedo yang tertutup seperti tonjolan putih kecil, jerawat biasa mudah dikenali,
berupa tonjolan kecil berwarna merah muda atau kemerahan. Penyebabnya bisa
karena pori-pori tersumbat ataupun terinfeksi oleh bakteri yang bisa datang dari
mana saja. Sementara jerawat batu berupa peradangan hebat dan besar-besar dan
berkumpul di seluruh muka yang disebabkan oleh faktor genetik (Akmal, dkk.,
2010).
11

2.4 Masker Gel Peel-Off


Masker adalah salah satu kosmetik perawatan kulit. Proses pemakaian
masker pada umumnya cukup rumit, padahal gaya hidup masyarakat perkotaan
dipenuhi dengan kesibukan sehingga dibutuhkan produk masker yang praktis
dalam pemakaiannya, salah satunya adalah dengan memakai masker peel-off.
Masker wajah peel-off merupakan salah satu jenis masker wajah yang mempunyai
keunggulan dalam penggunaan yaitu dapat dengan mudah dilepas atau diangkat
seperti membran elastis (Rahmawanty et al. 2015). Masker wajah peel-off mampu
meningkatkan hidrasi pada kulit, memperbaiki serta merawat kulit wajah dari
masalah keriput, penuaan, jerawat dan dapat juga digunakan untuk mengecilkan
pori, membersihkan serta melembabkan kulit serta bermanfaat dalam merelaksasi
otot-otot wajah, sebagai pembersih, penyegar, pelembab dan pelembut bagi kulit
wajah (Vieira et al. 2009; Velasco 2014; Grace et al. 2015).
Masker peel-off merupakan salah satu jenis sediaan masker yang praktis
dan mudah saat penggunaannya, selain itu sediaan masker ini telah diaplikasikan
untuk penuaan dini. Masker pee-off terbuat dari bahan karet, seperti polivinil
alkohol atau damar vinil asetat. Masker peel-off biasanya dalam bentuk gel atau
pasta yang dioleskan pada kulit muka. Setelah alkohol yang terkandung dalam
masker menguap, terbentuklah lapisan film yang tipis dan transparan pada kulit
muka. Setelah berkontak selama 15-30 menit, lapisan tersebut diangkat dari
permukaan kulit dengan cara dikelupas. Masker gel merupakan masker yang
praktis, setelah kering masker tersebut dapat langsung diangkat (biasa dikenal
dengan sebutan masker peel-off). Masker peel-off memiliki banyak keunggulan
dibandingkan dengan masker jenis lain yaitu sediaannya berbentuk gel yang sejuk
mampu merelaksasi, mengangkat sel kulit mati agar kulit bersih dan segar,
mengembalikan kelembutan kulit, dan dengan pemakaian teratur dapat
mengurangi kerutanhalus pada kulit wajah, disamping itu zat aktif yang
terkandung pada masker peel-off dapat lebih lama berinteraksi dengan kulit wajah
(Evrilia, dkk., 2014; Rahim, 2014).
12

2.5 Praformulasi
2.5.1 Polyvinyl Alcohol (PVA)
Polyvinyl Alcohol (PVA) merupakan serbuk putih, mudah larut dalam air,
terutama digunakan ada sediaan topikal berfungsi sebagai pembentuk gel dan
dapat membentuk lapisan film yang dikelupas setelah mengering. kelarutan larut
dalam air, sedikit larut dalam etanol 95% (Rowe, dkk., 2009).
Polyvinyl Alcohol (PVA) adalah polimer yang paling umum digunakan
sebagai membrane karena salah satu sifatnya, yaitu hidrofilik. Polyvinyl Alcohol
(PVA) dapat larut dalam air dengan bantuan panas yaitu pada temperatur diatas
90ºC, pada suhu kamar Polyvinyl Alcohol (PVA) berwujud padat, lunak dalam
pemanasan, kemudian elastis seperti karet dan mengkristal dalam proses.
Polyvinyl Alcohol (PVA) memiliki berat molekul 85.000-146.000, mempunyai
temperatur transisi gelas (Tg) sebesar 85ºC, dan temperature leleh (Tm) sebesar
228-256ºC (Perry, 1997).

2.5.2 Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC)


Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC) atau disebut juga
Hypromellose adalah derivat dari metil selulosa berupa serbuk atau butiran putih,
tidak berbau, tidak memiliki rasa, mudah larut dalam air panas dan akan cepat
membentuk koloid. Sangat sukar larut dalam eter, etanol dan aseton. Hydroxy
Propyl Methyl Cellulose (HPMC) merupakan polimer turunan selulosa, yang pada
saat terjadi disperse molekul polimer ini masuk dalam rongga yang dibentuk
molekul air, sehingga terjadi ikatan hidrogen antara gugus hidroksil (-OH) dari
polimer dengan molekul air. Ikatan hidrogen ini berperan dalam hidrasi pada
proses swelling, sehingga makin tinggi konsentrasi HPMC maka makin banyak
gugus hidroksil yang berikatan, sehingga makin tinggi viskositas (Rowe, dkk.,
2009).
Menurut penelitian Hidayah (2013), peningkatan HPMC tidak
menyebabkan perubahan pH dan homogenitas gel. Gel yang baik mempunyai
waktu penyebaran yang sangat singkat. Dibandingkan dengan karbopol, metil
13

selulosa dan sodium alginat, HPMC memiliki daya sebar yang lebih baik sehingga
lebih mudah diaplikasikan ke kulit (Madan dkk., 2010).

2.5.3 Propilen glikol


Propilen glikol merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, rasa agak manis dan memiliki sifat yang higroskopik. Kelarutan propilen
glikol yaitu dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) p dan dengan
kloroform p, larut dalam 6 bagian eter p, tidak dapat bercampur dengan eter
minyak tanah p dan minyak lemak. Propilen glikol incompatible dengan reagen
oksidasi seperti kalium permanganat. Propilen glikol umumnya digunakan sebagai
plasticzer dalam air film-lapisan formulasi. Propilen glikol juga digunakan dalam
kosmetik, sebagai humektan dalam sediaan topikal digunakan konsentrasi 15%
(Rowe, dkk., 2009).

2.5.4 Propil Paraben


Propil Paraben termasuk dalam bahan pengawet yang diizinkan
penggunaannya dan termasuk jenis bahan pengawet organik berupa hablur kecil
atau serbuk putih dan tidak berwarna. Sangat sukar larut dalam air. Mudah larut
dalam etanol dan dalam eter dan sukar larut dalam air mendidih. Dalam air pada
suhu 25ºC larut sebesar 2,5 gr/L dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet
adalah 89,1% pada range pH 8,5. Garam natriumnya mudah larut dalam air pada
suhu 25ºC dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet adalah 89,1% pada range
pH 8,5 (Rowe, dkk., 2009).
Propil Paraben yang paling umum digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri karena spektrum anti mikrobanya yang luas dengan stabilitas
yang baik dan tidak volatilitas juga sangat efektif untuk mengendalikan jamur dan
pertumbuhan ragi. Propil Paraben termasuk dalam golongan bahan tambahan
pangan (BTP) yaitu pengawet jenis propil paraben (Propil para-hydroxybenzoate)
yang memiliki batas maksimum penggunaan 600 mg/kg (BPOM, 2012).
14

2.5.6 Metil Paraben


Metil Paraben termasuk dalam bahan pengawet yang diizinkan
penggunaannya dan termasuk jenis bahan pengawet organik berupa serbuk hablur
putih, berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar, sukar larut dalam air
namun mudah larut dalam etanol dan eter. Dalam air pada suhu 25ºC larut sebesar
2,5 gr/L dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet adalah 87,4% pada range pH
8,5. Garam natriumnya mudah larut dalam air pada suhu 25ºC dengan bentuk
yang aktif sebagai pengawet adalah 87,4% pada range pH 8,5 (Rowe, dkk., 2009).
Metil Paraben termasuk dalam bahan tambahan pangan (BTP) khususnya
anti jamur yang digunakan secara luas sebagai pengawet untuk makanan, obat-
obatan dan kosmetika. Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan
pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Metil paraben termasuk dalam
golongan bahan tambahan pangan (BTP) yaitu pengawet jenis Metil Paraben
(Methyl para-hydroxybenzoate) yang memiliki batas maksimum penggunaan 600
mg/kg (BPOM, 2012).

2.5.7 Etanol
Etanol merupakan cairan yang mudah menguap, jernih, tidak berwarna,
kelarutan bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut
organik (DepKes RI, 1995).

2.5.8 Aquadest
Aqua destilata berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa. Digunakan sebagai pelarut (DepKes RI, 1979).

Anda mungkin juga menyukai