merupakan
salah
satu
dari
tujuh
negara
dengan
metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologis yang beraneka
ragam sehingga memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi
obat baru (Lisdawati, dkk., 2007).
Garcinia cowa Roxb. (Guttiferae, Cluciaceae), secara umum dikenal
dengan nama kandis di Indonesia atau asam kandih (Sumatera Barat) dan cha
muang (Thailand). Tanaman asam kandis telah banyak digunakan oleh masyarakat
pada hampir seluruh bagiannya, seperti batang, kulit batang, daun, bunga, buah,
akar, dan getah. Di Indonesia, buah kering asam kandis umumnya digunakan
sebagai bumbu masak, sedangkan di Thailand air seduhan dari kulit batang asam
kandis telah digunakan untuk menurunkan panas (antipiretik) (Darwati, dkk.,
2009). Daun dan buah telah digunakan untuk memperlancar peredaran darah dan
pengencer dahak pada batuk pilek (Panthong, dkk., 2006).
Di Sumatera Barat, masyarakat sudah sejak lama memanfaatkan olahan
kulit buah asam kandis sebagai bumbu rempah pada masakan rendang, sate
padang, gulai kepala ikan, kari, maupun gulai asam padeh ikan. Di samping itu,
olahan kulit buah tersebut dipercaya sebagai obat penurun kolesterol maupun
sebagai obat pelangsing tubuh.
Tumbuhan Garcinia ini kaya dengan metabolit sekunder, terutama
triterpenoid, flavonoid, xanton, dan florogusinol. Xanton dan florogusinol
merupakan penanda kemotaksonomi untuk genus ini. (Wahyuni, dkk., 2015).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa tanaman asam kandis
mengadung xanton, xanton terpenilasi, maupun xanton tetraoksigenasi pada
hampir semua bagiannya seperti pada akar, batang, kulit batang, daun, buah, dan
getahnya (Wahyuni, dkk., 2004; Mahabusarakam, dkk., 2005; Shen dan Yang.,
2005; Panthong, dkk., 2006; Darwati, dkk., 2009).
Pada kulit batang terdapat [2E,6E,10E]-(+)4a-hydroxy-3-methyl-5a(3,7,11,15-tetramethyl-2,6,10,14-hexadecatetraenyl-2
cyclohexen-1-one;
2-(3-
Hingga saat ini, tumbuhan G. cowa masih terus diteliti karena tidak
hanya banyak digunakan secara tradisional tetapi juga menjadi sumber bahan obat
yang potensial. Hampir pada semua bagian tanaman ini sudah diteliti.
Berdasarkan penelusuran data-data hasil penelitian, didapatkan bahwa pada
bagian kulit batang dan kulit buah yang banyak memberikan informasi terkait
kandungan sumber senyawa kimia aktif dan bioaktivitasnya, sehingga masih
sedikit pula informasi yang didapatkan pada bagian tumbuhan lainnya. Untuk itu,
peneliti ingin mengembangkan sumber senyawa kimia aktif pada salah satu
bagian tumbuhan lainnya yaitu daun. Hal ini dikarenakan ketersediaan daun di
alam sangatlah banyak dan jarang digunakan bila dibandingkan bagian tumbuhan
lainnya sehingga perlu dieksplorasi lebih lanjut. Hasil peneltian sebelumnya, telah
dilaporkan beberapa senyawa potensial dari fraksi diklorometana dari daun G.
cowa,
yakni
garcinisidone-A;
methyl
dan
2.4.6-trihydroxy-3-(3-methylbut-2-enyl)benzoate;
3-(1-methyl-2-butenyl)-1,4-benzoquinone.
Senyawa-
senyawa ini memiliki aktivitas sebagai agen sitotoksik terhadap sel kanker
payudara (MCF-7) dan paru-paru (H-460) (Wahyuni, dkk., 2015). Dengan
demikian, peneliti tertarik untuk mengisolasi sumber kandungan senyawa kimia
aktif dari daun G. cowa namun dari fraksi yang berbeda yaitu fraksi heksana. Hal
ini dapat dilakukan karena diklorometana dan heksana memiliki tingkat kepolaran
yang berbeda. Kemudian, peneliti juga ingin menguji bioaktivitas dari hasil isolasi
yang didapatkan.
Metode yang digunakan untuk penelitian ini meliputi ekstraksi dengan
cara sokletasi menggunakan pelarut heksana. Alasan pemilihan ekstraksi dengan
cara sokletasi ialah agar tercapainya ekstraksi senyawa secara sempurna dengan
pelarut yang sesuai sehingga akan didapatkan lebih banyak ekstrak bila
dibandingkan dengan cara ekstraksi lainnya. Ekstrak heksana yang diperoleh
diuapkan secara in vacuo hingga didapatkan ekstrak kental. Pemisahan senyawa
yang dituju dilakukan dengan cara kromatografi kolom yang dimonitor dengan
kromatografi lapis tipis serta dilanjutkan dengan pemurnian senyawa secara
rekristalisasi. Karakterisasi senyawa hasil isolasi meliputi pemeriksaan secara
organoleptis, fisika, kimia, dan elusidasi struktur secara fisikokimia yang meliputi
spektrofotometer ultraviolet (UV), inframerah (IR), dan resonansi magnet inti
(NMR). (Dachriyanus, 2004; Harbourne, J. B.,1987).
1.3.
Tujuan Penelitian
Untuk menjawab rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
adalah:
1. Mengetahui suatu senyawa metabolit sekunder hasil isolasi dari fraksi
heksana daun Garcinia cowa Roxb.
2. Mengetahui karakteristik suatu senyawa hasil isolasi dari dari fraksi heksana
daun Garcinia cowa Roxb.
3. Mengetahui bioaktivitas suatu senyawa hasil isolasi dari fraksi heksana daun
Garcinia cowa Roxb.
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan informasi ilmiah
: Plantae
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Dicotyledoneae
: Guttiferales
: Guttiferae
: Garcinia
Spesies
2.1.2
2.1.3
Morfologi Tumbuhan
Garcinia cowa Roxb. merupakan tumbuhan khas Asia yang banyak
tersebar di Asia Tenggara dan Cina Tenggara (Song, dkk., 2013). Tumbuhan ini
termasuk pohon kecil hingga menengah, bercabang, hijau, tinggi batang 8-20 m
dengan diameter 15-30 cm, dan kadang-kadang 90 cm. Kulit batang berwarna
gelap-coklat dengan getah berwarna kuning lemon. Daun sederhana berukuran 615 x 2,5-6,0 cm, hijau mengkilap, tebal, meruncing pada kedua ujung daun,
dengan 12-18 pasang tulang daun. Daun muda lembut, berwarna kemerahan
hingga perunggu (Lim, 2012). Bunga uniseksual, bunga uniseksual adalah bunga
betina berwarna kuning orange ditemukan pada akhir cabang dan bunga jantan
ditemukan di sepanjang cabang-cabang dalam suatu kelompok. Buah bulat
berukuran 2,5-6,0 cm, hijau ketika muda, dan kusam, dan kuning ketika masak
(Ritthiwigrom, dkk., 2013).
2.2.
Kandungan Kimia
Garcinia cowa Roxb. (Guttiferae) di Sumatera Barat dikenal dengan
cyclohexen-1-one;
2-(3-
1,3,6-trihidroxy-7-methoxy-4-
xanton
terpenilasi,
yaitu
1.6-dihydroxy-3,7-dimethoxy-2-(3,7-
enyl)benzoate
(1),
garcinisidone-A
(2),
dan
3-(1-methyl-2-butenyl)-1,4-
10
(Likhitwitayawuid, dkk., 1998), sitotoksik terhadap sel kanker HL-60, SMMC7721, A-549, MCF-7, dan SW480 (Na, dkk., 2013).
Bunga G. cowa Roxb. aktif menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus (SA) dan Methicillin resistant staphylococcus aureus
(MRSA) (Trisuwan, 2012). Buah segar tumbuhan ini memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dsn MRSA SK1
(Panthong, dkk., 2006). Kulit buah G. cowa Roxb. memiliki efek sitotoksik
terhadap sel kanker payudara T47D, menghambat pertumbuhan bakteri gram
positif, seperti Bacillus cereus, Bacillus coagulans, Bacillus subtilis, dan
Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif, seperti Escherichia coli (Negi,
dkk., 2008) dan dapat menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus flavus ATCC
46283 (Joseph, dkk., 2005).
2.4 Metode Isolasi Senyawa Organik Bahan Alam
2.4.1 Ekstraksi
Senyawa metabolit sekunder biasanya terdapat dalam organisme
dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu biasanya dalam proses
isolasi dimulai dari sampel yang jumlahnya banyak, minimal 2 kg sampel
kering
yang
sudah
dihaluskan.
Pekerjaan
isolasi
membutuhkan
perkolasi,
infudasi,
dan
sokhletasi.
Sedangkan
teknik
11
12
13
Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur terukur 96-98OC selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes
RI, 2000). Metode ini digunakan untuk menyari kandungan aktif dari
simplisia yang larut dalam air panas. Penyarian dengan cara ini
menghasilkan sari yang tidak stabil, mudah tercemar oleh bakteri dan
jamur sehingga sari yang diperoleh harus segera diproses sebelum 24 jam.
14
Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (suhu lebih dari
30OC) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000). Dekok
adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal
dengan air pada suhu 90OC selaam 30 menit (BPOM, 2008).
2.4.2
15
tipis
16
etanol > aseton > etil asetat > kloroform > dietil eter > metilen diklorida >
benzena > toluena > karbon tetraklorida > heksan > petroleum eter.
Identifikasi senyawa yang telah terpisah pada lapisan tipis dapat dilakukan
dengan
menggunakan
reaksi
penampak
noda
maupun
dideteksi
vakum
cair
merupakan
modifikasi
dari
17
terjadinya proses difusi karena ukuran silika gel yang biasanya digunakan
pada lapisan kromatografi KLT sebagai fasa diam dalam kolom yang halus
yaitu 200-400 mesh.
Kolom yang digunakan berukuran lebih pendek daripada kolom
kromatografi gravitasi dengan diameter yang lebih besar (5 -10 cm).
Kolom KVC dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh
kerapatan kemasan maksimum. Sampel yang akan dipisahkan biasanya
sudah diadsorbsikan ke dalam silika kasar terlebih dahulu (ukuran silika
kasar 30-70 mesh) agar pemisahannya lebih teratur dan menghindari
sampel langsung menerobos ke dinding kaca tanpa melewati adsorben
terlebih dahulu, yang dapat berakibat gagalnya proses pemisahan. Pelarut
yang kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penyerap yang
sebelumnya sudah dimasukkan sampel. Kolom dihisap perlahan-lahan ke
dalam kemasan dengan memvakumkannya. Kolom dielusi dengan
campuran pelarut yang cocok, mulai dengan pelarut yang kepolarannya
rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan. Kolom dihisap sampai
kering pada setiap pengumpulan fraksi, sehingga kromatografi vakum cair
disebut juga kolom fraksinasi.
2.4.2.3 Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG)
Kromatografi kolom gravitasi dapat digunakan untuk pemisahan
dan
pemurnian
senyawa
yang
telah
difraksinasi
menggunakan
18
19
2.4.3
20
21
biasanya
diperlukan
pengetahuan
sebelumnya
mengenai
22
(Heteronuclear
(Heteronuclear
Multiple
Multiple
Bond
Quantum
Coherence),
Connectivity),
1H-1H
HMBC
COSY
23
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah mesin penggiling (grinder), peralatan
timbangan, vial, botol 100 ml, aluminium foil, gelas ukur, piket ukur, pipa kapiler,
gelas beker, pipet tetes, plat tetes, batang pengaduk kaca, pinset, spatula, corong,
kertas saring, lampu ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm (Betrachter
Camag), kolom kromatografi dengan berbagai ukuran, bejana kromatografi
(chamber),
spektrofotometer
UV-Vis
(Shimadzu),
Spektrofotometer
IR
(Biorad/Digilab FTS-45), Spektrometer Varian Inova 13C RMI pada 125 MHz,
Spektromer Varian Inova 1H RMI pada 500 MHz, dan Fisher-John Melting Point
Apparatus.
3.2.2
Bahan
28
Pengambilan Sampel
Sampel daun G. cowa Roxb. diambil di Batu Busuk-Limau Manih, Pauh,
29
Sekitar 1-2 tetes lapisan air pada plat tetes ditambahkan beberapa tetes
asam sulfat pekat dan sedikit serbuk logam magnesium. Terjadinya warna merah
muda sampai merah menunjukkan adanya senyawa flavonoid.
disortasi basah setelah itu dijemur selama beberapa hari hingga kering. Setelah itu,
30
sampel yang sudah kering disortasi kering dan dirajang hingga berbentuk seperti
serbuk halus dengan menggunakan grinder. Serbuk halus tersebut dimasukkan ke
dalam alat soklet lalu dialiri dengan menggunakan pelarut heksana yang
ditampung dengan labu alas bulat dan proses ekstraksi dimulai dengan
memanaskannya menggunakan penangas air sampai pelarut heksana di dalam alat
soklet tepatnya pada sifon jernih. Ekstraksi dikatakan selesai jika tidak ada lagi
noda pada plat KLT yang dilihat di bawah lampu UV 254 nm pada hasil ekstraksi
terakhir yang diteteskan pada plat KLT atau juga menggunakan reagensia. Setelah
itu, hasil sokletasi berupa ekstrak diuapkan secara in vacuo dengan menggunakan
alat rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental heksana.
3.3.5
(KLT) menggunakan plat KLT silika gel 60 GF 254 nm dengan berbagai sistem
fase gerak. Setelah dilihat di bawah lampu UV 254 nm sebagai penampak noda
hingga didapatkan pemisahan yang bagus pada sistem fase geraknya.
Fraksi heksana sebanyak 18 gram dikromatografi kolom menggunakan
fase diam silika gel dan fase gerak yang sesuai. Namun biasanya, untuk proses
kromatografi awal digunakan metode Step Gradient Polarity (SGP) yaitu
mengelusi senyawa dengan meningkatkan kepolaran fase geraknya secara
bertahap, yaitu heksana, DCM, etil asetat, dan metanol. Silika gel disuspensikan
dengan pelarut heksana dan diaduk homogen. Suspensi silika gel dimasukkan ke
dalam kolom kromatografi yang ujungnya telah dilapisi kapas sambil diketuk
terus-menerus hingga silika memadat. Sampel disiapkan secara preabsorpsi
dengan melarutkannya dalam heksana dan ditambahkan silika gel sama banyak,
31
lalu pelarutnya diuapkan dengan rotary evaporator sampai kering sehingga dapat
dikerok dengan spatula. Serbuk hasil preabsorpsi ini ditabur secara merata di atas
suspensi silika dalam kolom kromatografi dan dielusi dengan fase gerak
menggunakan metode SGP. Fraksi yang keluar ditampung dengan menggunakn
vial. Tiap fraksi dimonitor dengan KLT dan penampak noda lampu UV 254 nm.
Fraksi dengan pola noda yang sama digabung sehingga diperoleh beberapa fraksi.
Pemisahan fraksi dilanjutkan dengan fase diam dan fase gerak yang cocok, yang
dapat dilihat dengan memonitoring KLT fraksi yang akan dipisahkan. Bila fraksi
yang didapatkan sangat sedikit dapat digunakan kromatotron maupun pemurnian
langsung dengan rekristalisasi menggunakan sedikit pelarut yang melarutkannya
dan kemudian didesak oleh pelarut yang berbeda kepolarannya tergantung kepada
pola KLT yang terbentuk di bawah lampu UV 254 nm.
3.3.6
32
dengan lempengan kaca objek yang lain. Lempengan tersebut diletakkan di atas
alat pemanas pada alat. Kenaikan suhu diatur tiap 1 OC per menit, Melalui kaca
pembesar, diamati perubahan fisik senyawa hasil isolasi. Jarak leleh dihitung
mulai saat meleleh hingga semua senyawa meleleh.
3.3.6.3 Pemeriksaan Sifat Kimia
Pemeriksaan sifat kimia berupa reaksi kimia senyawa hasil isolasi dengan
pereaksi kimia berupa larutan besi(III)klorida 1% b/v, larutan amonium hidroksida
2 N, reaksi dengan logam magnesium dalam suasana asam klorida pekat, dan
reaksi dengan asetat anhidrat dalam suasana asam sulfat pekat. Senyawa hasil
isolasi dilarutkan dalam metanol dan direaksikan dengan pereaksi kimia. Diamati
perubahan warna atau bentuk yang terjadi.
3.3.6.4 Pemeriksaan Kromatografi
Pemeriksaan kromatografi senyawa hasil isolasi dilakukan dengan KLT
dengan plat silika gel 60 GF 254 pada eluen yang sesuai. Pola noda dilihat di
bawah lampu uv 254 nm dan dihitung Rf nya.
3.3.6.5 Pemeriksaan Fisikokimia
Pemeriksaan fisikokimia dilakukan menggunakan spektofotometer UVVis dengan menggunakan konsentrasi senyawa hasil isolasi dalam metanol yang
sesuai. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan spektrum inframerah dan
resonansi magnet inti.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G., 2007, Teknologi Bahan Alam (SF-2) ed. Revisi, Bandung: Penerbit
ITB
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2008, Acuan Sediaan Herbal Vol.4
Edisi 1, Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2013, Pedoman Teknologi Formulasi
Sediaan Berbasis Ekstrak Vol.2, Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan
Makanan
Dachriyanus, Dianita, R., dan Jubahar, J, 2003. Uji Aktivitas Senyawa
Antimikroba dan Antioksidan Senyawa Hasil Isolasi dari Kulit Batang
Tumbuhan Garcinia cowa Roxb., Jurnal Natur Indonesia. 11 (2): 109-114
Dachriyanus, Putri A., dan Rustini, Isolasi senyawa antimikroba dari kulit batang
Garcinia griffithii T. Anders, jurnal matematika dan ilmu pengetahuan
alam, 13(2), 2004, 114-118
Darwati, Bahti, H.H., Dachriyanus, Supriyatna, 2009, Santon Terpenilasi Aktif
Antioksidan dari Kulit Batang Garcinia cowa Roxb. Jurnal Bionatura,
Vol.11, No.2, Hal. 129-136
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV,
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat, Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Harborne, J.B. (2006). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan (alih bahasa: Kosasih Padmawinata & Iwang Soediro).
Bandung : Penerbit ITB.
Hardjono Sastrohamidjojo. (2005). Kromatografi. Yogyakarta : Liberty
Harjono Sastrohamidjojo. (2007). Spektroskopi. Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Pavia, D.L, Lampman G.M, Kriz G.S, 2007,
Introduction to
spectroscopy, Australia : Brook/Cole
Hostettman, K., Hostettman, M., & Marston, A. (1986). Cara Kromatografi
Preparatif. (Alih bahasa: Kosasih P). Bandung: ITB.
Izzaddin S.A., Rahmani, M., Sukari, M.A., Lee, H., & Ee, G.C.L. 2006, gamma
mangostin and rubraxanthone two potential lead compounds for
anticancer activity against CEM-SS Cell Line. Natural Product Science.
12 (3): 138-143
Jantan I., Pisar M., Idris Md.MS., Taher M., Ali RM., 2002, In vitro Inhibitory
Effect of Rubraxanthone Isolated from Garcinia parvifolia on PlateletActivating Factor Receptor Binding, Planta Med. 68L 1133-113
Joseph, G.S., Jayaprakasha, G.K., Selvi, A.T., Jena B.S., Sakariah, K.K., 2005.
Antiaflatoxigenic and Antioxidant Activities of Garcinia Extracts, Int. J.
Food Microbiol., 101, 153-160
Lee H. & Chan H. 1997. 1,3,6-trihydroxy-7-methoxy-8-(3,7-dimethyl-2,6octadienyl) xanthone from Garcinia cowa. Phytochemistry. 16: 2003820040.
Likhitwitayawuid, W,. Phadungcharoen T., Mahidol C., 1997, 7-OMethylgarcinone E from Garcinia cowa, Phytochemistry Vol 45, No.6,
pp. 1299-1301
Likhitwitayawuid, W ., Chanmahasathien, N., Ruangrungsi, Krungkrai J ., 1998,
Xanthones with antimalarial activity from Gracinia cowa, Planta med 64,
281-282
Lim, K.L., 2012, Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants Vol.2, Fruit,
Springer Dordrecht Heidelberg London New York
Mahabusarakam, W., Chairerk, P., Taylor, W.C., 2005, Xanthones from Garcinia
cowa Roxb. latex. Phytochemistry 66 (2005) 1148-1153
Murakami, A., Jiwajiinda, S., Koshimizu, K., & Ohigashi, H. 1995. Screening for
In vitro Antitumor Promoting Activities of Edible Plants from Thailand.
Cancer Lett. 95: 137-146
Na Patallung, P., Thongtheeraparp, W., Wiriyachitra, P., Taylor, W.C., 1994,
Xanthone of Garcinia cowa, Planta Med, 60 (4), 365-368
Na, Z., Song QS, Hu HB., 2013, A new prenylated xanthone from latex of
Garcinia cowa Roxb, Records Nat Prod 7: 220-224
Negi, P.S., Jayaprakasha, G.K., Jena, B.S., 2008, Antibacterial activity of the
extracts from the fruit rinds of Garcinia cowa and Garcinia pedunculata
against food borne pathogens and spoilage bacteria, LWT-Food Sci.
Technol., 41, 1857-1861
Panthong, K., Pongcharoen, S., Phongpaichit, Taylor, W.C., 2006,
Tetraoxygenated xanthones from the fruits of Garcinia cowa,
Phytochemistry 67: 999-1004
Ritthiwigrom, T., Laphookieo, S., Pyne, G., 2013, Chemical Constituents and
biological activities of Garcinia cowa Roxb. Maejo International Journal
of Sciences and Technology. 7 (2) : 212-231
Rullah, K., Dewi, R., Sia, S., Fadli, R., Fatria, D., Teruna, H.Y., Novita, G.,
Wahyuni, F.S., Dachriyanus, Potensi Kandis (Garcinia cowa Roxb)
Sebagai Herbal Antioksidan Alami
Shen, J., Yang, J.H., 2006, Two New Xanthones from the stems of Garcinia cowa,
Chem.Pharm.Bull. 54 (1) 126-128
Shen,J., Tian, Z., Yang, J.H., 2007, The constituents from the stems of Garcinia
cowa Roxb. and their cytotoxic activities, Pharmazie 62: 549-551
Silverstein R.M.; Webster F.X., 1998, Spectrometric, Identification of Organic
Compounds sixth edition,New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Yogyakarta: KANISIUS.
Song, Q., Na, Z., Hu, H., 2013. A new prenylated Xanthone from Latex of
Garcinia cowa Roxb. Academy of Chemistry of Globe Publications Mei
7:3, 220-224
Tjitrosoeomo, G., 1993, Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta), Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Trisuwan, K., Ritthiwigrom T., 2012, Benzophenone and xanthone derivatives
from the inflorescent of Garcinia cowa, Arch Pharm Res 35: 1733-1738
Wahyuni, F.S., Byrne L.T., Dachriyanus, Dianita R., Jubahar J., Lajis N.H., 2004,
A new ring-reducted tetraprenyltoluquinone and a prenylated xanthone
from Garcinia cowa, Aust J Chem doi:10.1002/chin.200431179
Wahyuni, F.S., 2009. Isolation, Characterization, adn Preliminary
Pharmacological Evaluation of Constituents of Garcinia cowa Roxb.
Disertasi. Malaysia: Universiti Putra Malaysia.
Wahyuni, F.S., Shaari, K., Stanslas, J., Lajis, N., Dachriyanus, 2015, Cytotoxic
xanthones from the stem bark of Garcinia cowa Roxb, Journal of
Chemical and Pharmaceutical Research, 7 (1) : 227-23
.
Lampiran 1. Skema Kerja
Daun segar asam kandis
(4 kg)
Dikumpulkan, dibersihkan,
disortasi basah, dan dijemur
Kromatografi
Rekristalisasi