Anda di halaman 1dari 4

Di Indonesia, terdapat keanekaragaman hayati yang tinggi dan banyak tanaman yang

bermanfaat dan juga berkhasiat untuk kesehatan Kekayaan alam ini bermanfaat besar bagi
kesehatan penduduknya, bahkan bagi penduduk dunia (Ginarana et al., 2020). Salah satu
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan baik sebagai bahan makanan maupun obat-obatan ialah
tanaman kelor (Moringa oleifera L.). Kelor termasuk ke dalam familia Moringaceae dan
memiliki banyak sebutan, seperti kelor, kerol, marangghi, moltong, kelo, keloro, kawano, dan
ongge. Tanaman kelor tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tanaman ini memiliki
ketinggian batang 7-11 meter. Daun kelor berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil- kecil
bersusun majemuk dalam satu tangkai, dapat dibuat sayur atau obat. Bunganya berwarna putih
kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau, bunga ini muncul sepanjang
tahun. Kelor diketahui mengandung lebih dari 90 jenis nutrisi berupa vitamin esensial, mineral,
asam amino, antipenuaan dan antiinflamasi. Kelor mangandung 539 senyawa yang dikenal
dalam pengobatan tradisional Afrika dan India serta telah digunakan dalam pengobatan
tradisional untuk mencegah lebih dari 300 penyakit.(Dwika et al., 2016)

Tumbuhan umumnya berpotensi sebagai obat penyakit karena mengandung senyawa -


senyawa kimia. Senyawa kimia di dalam tumbuhan dibentuk dan diuraikan melalui dua sistem
metabolisme, yaitu metabolisme primer dan metabolisme sekunder. Proses metabolisme primer
melibatkan senyawa metabolit primer, seperti karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat.
Sedangkan metabolisme sekunder menghasilkan produk berupa metabolit sekunder, seperti
alkaloid, flavonoid, tanin, terpenoid, steroid dan lain-lain (Salimi et al., 2017). Semuanya
merupakan senyawa-senyawa yang mampu bertindak sebagai antioksidan dan memiliki potensi
sebagai obat. Efektivitas antioksidan pada daun M. oleifera L telah terbukti bekerja sangat baik
sehingga banyak dimanfaatkan sebagai obat herbal tradisional (Yati et al., 2018).

Tanaman obat yang digunakan dalam berbagai penyakit adalah reservoir bio terkaya
dari berbagai fitokimia. Fitokimia (disebut juga metabolit sekunder) merupakan senyawa kimia
yang terdapat pada tanaman dan memiliki berbagai macam aktivitas biologis, seperti
antimikroba, antifungi, antioksidan dan lain-lain (Surahmaida & Umarudin, 2019). Fitokimia
dapat dipisahkan dari bahan tanaman dengan berbagai teknik ekstraksi. Metode konvensional
yang paling umum digunakan meliputi maserasi, perkolasi, infus, pencernaan, rebusan,
ekstraksi kontinu panas. Ekstraksi fitokimia dari bahan tanaman dipengaruhi oleh faktor pra-
ekstraksi (bagian tanaman yang digunakan, asal dan ukuran partikelnya, kadar air, metode
pengeringan, tingkat pemrosesan, dll.) dan faktor terkait ekstraksi (metode ekstraksi yang
diadopsi, pelarut yang dipilih), serta rasio pelarut terhadap sampel, pH dan suhu pelarut, dan
lama ekstraksi) (Shaikh & Patil, 2020)

Proses pemisahan senyawa bahan alam secara umum dari daun, kulit, batang, buah,
akar, atau bagian lainnya dari tumbuhan, salah satunya adalah dengan metode maserasi. Prinsip
maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut
yang sesuai selama beberapa hari pada temperature kamar terlindung dari cahaya. Beberapa
pelarut organik yang sering digunakan sebagai ekstraktan seperti benzena, toluena, petroleum
eter, metilenklorida, klorofrom, karbon tetraklorida, etil asetat dan dietil eter. Dalam pemilihan
pelarut, hal- hal yang perlu dipertimbangkan adalah selektifitas, sifat racun dan kemudahannya
untuk diuapkan. Alkohol merupakan pelarut yang baik untuk ekstraksi pendahuluan . (Agung
Abadi Kiswandono, 2007). Pelarut akan masuk kedalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi
sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel dengan diluar sel.
Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan
konsentrasi rendah (proses difusi) (Karima et al., 2019).

Adapun metode lain dalam identifikasi senyawa metabolit sekunder yakni metode
kromatografi. Metode kromatografi yang paling sederhana yang sering digunakan yaitu
kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi Lapis Tipis merupakan suatu teknik pemisahan
dengan menggunakan fase stasioner berupa lapisan tipis seragam yang disalutkan pada
permukaan bidang datar berupa lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. Prinsip dari
KLT didasarkan pada pemisahan senyawa karena adanya adsorpsi oleh fasa diam dari fasa
gerak yang membawa cuplikan senyawa (Primadiamanti et al., 2018).

Aktivitas antioksidan daun kelor telahbanyak diteliti pada manusia dan ternak
monogastrik. Sebagai upaya untuk memaksimalkan manfaat tanaman daun kelor untuk
ruminansia, perlu adanya penelitian untuk menguji perubahan ketersediaan senyawa fenolik
dan aktivitas antioksidan daun kelor pasca pencernaan ruminal (Badriyah et al., 2017)
DAFTAR PUSTAKA

Agung Abadi Kiswandono. (2007). PERBANDINGAN DUA EKSTRAKSI YANG


BERBEDA PADA DAUN KELOR ( Moringa oleifera , lamk ) TERHADAP
RENDEMEN EKSTRAK DAN SENYAWA BIOAKTIF Agung Abadi Kiswandono
Universitas Prima Indonesia Medan Email : nau_shila@yahoo.com. Junal Sains Natural
Universitas Nusa Bangsa, 1(1), 45–51.

Badriyah, B., Achmadi, J., & Nuswantara, L. K. (2017). Kelarutan Senyawa Fenolik dan
Aktivitas Antioksidan Daun Kelor (Moringa oleifera) di Dalam Rumen Secara In Vitro.
Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian Journal of Animal Science), 19(3), 116.
https://doi.org/10.25077/jpi.19.3.116-121.2017

Dwika, W., Putra, P., Agung, A., Oka Dharmayudha, G., & Sudimartini, L. M. (2016).
Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L) di Bali
(IDENTIFICATION OF CHEMICAL COMPOUNDS ETHANOL EXTRACT LEAF
MORINGA (MORINGA OLEIFERA L) IN BALI). Indonesia Medicus Veterinus
Oktober, 5(5), 464–473.

Ginarana, A., Warganegara, E., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2020). Uji Aktivitas
Antibakteri Formulasi Gel Ekstrak Daun Kelor ( Moringa oleifera ) terhadap
Staphylococcus aureus Antibacterial Activity Test of Moringa oleifera Leaf in Gel
Formulation Against Staphylococcus aureus. Jurnal Majority, 9, 21–25.

Karima, N., Pratiwi, L., & P. Apridamayanti. (2019). Identifikasi Senyawa Kuersetin Ekstrak
Etil Asetat Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.) dengan Metode Kromatografi
Lapis Tipis (KLT). Jurnal Ilmiah Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 4(4), 1–5.

Primadiamanti, A., Feladita, N., & Rositasari, E. (2018). Identifikasi Flavonoid Daun Matangan
(Merremia peltata L.) dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Analis Farmasi,
3(2), 94–101. https://core.ac.uk/download/pdf/328113537.pdf

Salimi, Y. K., Bialangi, N., & Saiman, S. (2017). ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA
METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK METANOL DAUN KELOR (Moringa oleifera
Lamk.). Akademika : Jurnal Ilmiah Media Publikasi Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi,
6(2), 132–143. https://doi.org/10.31314/akademika.v6i2.54

Shaikh, J. R., & Patil, M. (2020). Qualitative tests for preliminary phytochemical screening: An
overview. International Journal of Chemical Studies, 8(2), 603–608.
https://doi.org/10.22271/chemi.2020.v8.i2i.8834

Surahmaida, S., & Umarudin, U. (2019). Studi Fitokimia Ekstrak Daun Kemangi Dan Daun
Kumis Kucing Menggunakan Pelarut Metanol. Indonesian Chemistry and Application
Journal, 3(1), 1. https://doi.org/10.26740/icaj.v3n1.p1-6

Yati, S. J., Sumpono, S., & Candra, I. N. (2018). POTENSI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
METABOLIT SEKUNDER DARI BAKTERI ENDOFIT PADA DAUN Moringa oleifera
L. Alotrop, 2(1), 82–87. https://doi.org/10.33369/atp.v2i1.4744

Anda mungkin juga menyukai