Anda di halaman 1dari 30

1

UJI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN


EKSTRAK METANOL DAUN KELOR (Moringa oleifera)
MELALUI EKSTRAKSI MASERASI

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH

SISKAWATI
A1L1 17 022

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fitokimia adalah bahan kimia yang hadir secara alami pada tumbuhan.

Sekarang ini fitokimia menjadi lebih populer karena penggunaan obat yang tak

terhitung jumlahnya. fitokimia bermainperan penting melawan sejumlah penyakit

seperti asma, radang sendi, kanker, dll, tidak seperti farmasi zat kimia fitokimia ini

tidak memiliki efek samping. Karena obat fitokimia penyakit tanpa menyebabkan

kerusakan pada manusia ini juga dapat dianggap sebagai manusia-obat-obatan ramah

(Banu dan Catrine, 2015). Salah satu bahan alam yang berpotensi sebagai obat ialah

kelor.

Tanaman kelor (Moringa oleifera) telah dikenal selama berabad-abad sebagai

tanaman multiguna padat nutrisi dan berkhasiat obat. Kelor dikenal sebagai The

Miracle Tree atau pohon ajaib karena terbukti secara alamiah merupakan sumber gizi

berkhasiat obat yang kandungannya di luar kebiasaan kandungan tanaman pada

umumnya (Krisnadi, 2015). Tanaman kelor sangat mudah didapatkan di seluruh

wilayah Indonesia tidak terkecuali di daerah Bau-Bau. Tanaman ini merupakan salah

satu tanaman yang telah lama dikenal, dibudidayakan, dan digunakan oleh

masyarakat Wolio di Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam bahasa Wolio

tanaman kelor (Moringa oleifera) disebut dengan nama kaudhawa. Istilah ini berasal

dari dua kata, yaitu “kau” dan “dhawa”. Kata kau berarti kayu, atau pohon berkayu,

1
2

sedangkan dhawa berarti perekat atau lem yang berasal dari getah (polo) pohon

(Sofyani, 2019). Pemanfaatan kelor sebatas daun kelor segar. Pengolahan daun kelor

yang lazim dilakukan hanya dimasak dengan air dan ditambahkan dengan garam atau

dibuat santan sayur kelor. Tanaman kelor merupakan salah satu tanaman yang

memiliki kandungan anitoksidan.

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau

lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat direndam.

Berdasarkan sumber perolehannya ada dua macam antioksidan yaitu antioksidan

alami dan antioksidan buatan (sintetik). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan

antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih

maka tubh membutuhkan antioksidan (Faramayuda dkk, 2013). Tubuh kita

memerlukan suatu antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan

radikal bebas mengingat begitu banyaknya radikal bebas yang berasal dari luar tubuh

yaitu berupa makanan yang banyak mengandung bahan pengawet, pewarna, asam

lemak tidak jenuh, pestisida, polusi, debu, dan radiasi ultraviolet. (Zuhra dkk., 2008).

Dari hasil peneliti diperoleh informasi bahwa seluruh bagian dari tanaman

kelor telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun obat-obatan. Bagian tanaman

ini yang paling serng dimanfaatkan yaitu daunnya yang berkhasiat sebagai anti

diabetes dan antioksidan (Jaiswal, 2009). Daun kelor mengandung alkaloid, phenol

hidroquinon, flavonoid, steroid, tanin dan saponin sehingga daun kelor berpotensi

sebagai antioksidan (Benabdesselam et.al. 2007).

2
3

Daun Kelor juga berkhasiat sebagai hepatoprotektor, serta kelor mengandung

antioksidan yang tinggi dan baik untuk penyakit yang berhubungan dengan

pencernaan (Putri, 2011). Daun kelor memiliki antioksidan dan kandungan total

fenolik, untuk nilai IC fraksi etil asetat sebesar 117,19 ppm, kloroform-metanol

sebesar 189,09 ppm, kloroform sebesar 286,75 ppm dan metanol 111,7 ppm (Toripah,

dkk. 2014).

Penelitian ini dilakukan dengan metode ekstrasi maserasi atau ekstraksi dingin

Ekstraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan pemanasan. Hal ini

diperuntukkan untuk bahan alam yang mengandung komponen kimia yang tidak

tahan terhadap pemanasan dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang lunak,

misalnya pada daun dan bunga. Kelebihan metode ini adalah sederhana tidak

memerlukan alat-alat yang rumit dan relatif murah. Kelemahannya adalah dari segi

waktu dan penggunaan pelarut yang tidak efektif dan efisien (Kiswandono, 2011).

Kuantitas kandungan senyawa metabolit pada tanaman tiap daerah berbeda

akibat adanya perbedaan letak geografis yang mengcakup kondisi tanah maupun

lingkungan tempat tumbuhnya suatu tanaman itu sendiri. Menurut Fatchurrozak dkk

(2013), ketinggian suatu tempat dari permukaan laut merupakan salah satu faktor

yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Daerah pesisir dan daerah

pegunungan memiliki perbedaan faktor lingkungan. Semakin tinggi ketinggian

tempatnya, maka semakin tinggi pula stress terhadap lingkungan. Ketika suatu

tanaman mengalami stress, maka produksi metabolit sekunder termasuk produksi

vitamin akan mengalami peningkatan. Mayoritas masyarakat dikota bau-bau banyak

3
4

yang memanfaatkan daun kelor untuk dijadikan sayur yang umumnya menggunakan

tehnik pemanasan. Hal ini yang mendasari sehingga perlu dilakukan penelitian uji

fitokimia dan aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun kelor yang ada di Bau-Bau

melalui ekstraksi maserasi.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

1.2.1 Senyawa metabolit sekunder apa yang terkandung pada daun kelor (Moringa

Oleifera) yang tumbuh di daerah kota bau-bau?

1.2.2 Bagaimana aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol daun kelor (Moringa

Oleifera) yang tumbuh di daerah kota bau-bau?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.2 Untuk mengetahui apa saja kandungan senyawa metabolit sekunder yang

terdapat pada daun tanaman kelor (Moringa Oleifera) yang tumbuh di daerah

kota bau-bau.

1.3.3 Untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol daun kelor

(Moringa Oleifera) yang tumbuh di daerah kota bau-bau yang tumbuh di daerah

kota bau-bau.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai informasi ilmiah tentang kandungan senyawa metabolit sekunder pada

daun kelor (Moringa Oleifera) yang diambil dikota bau-bau.

4
5

1.4.2 Memberikan innformasi tentang kadungan senyawa metabolit sekunder dan

aktivitas antioksidan pada daun kelor (Moringa Oleifera).

1.4.3 Memberi pengetahuan yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan pustaka

bagi peneliti selanjutnya.

5
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelor (Moringa oleifera)

Moringa oleifera atau biasa dikenal dengan sebutan kelor merupakan tanaman

obat tradisional Indonesia. Secara morfologi akar tanaman kelor berwarna kuning

keputihan, memiliki bau yang khas, terdapat garis-garis melintang yang halus dan

berwarna terang, memiki kulit yang sedikit licin. Pohon kelor tumbuh dari biji

sehingga memiliki perakaran yang dalam, membentuk akar tunggang yang lebar

seperti lobak dan berserabut, berwarna putih, dan memiliki bau yang semerbak.

Gambar 2.1 Daun Kelor


(Dokumentasi Pribadi)

Penanaman kelor di Indonesia tersebar di seluruh daerah mulai dari aceh

hingga merauke. Oleh karena itu, tanaman kelor dikenal berbagai daerah, seperti

6
7

murong (Aceh), munggai (Sumatera Barat), kilor (Lampung), kelor (Jawa Barat dan

Jawa Tengah), marongghi (Madura), kiloro (Bugis), parongge (Bima), kawona

(Sumba) dan kelor (Ternate) (Mardiana, 2013).

Kelor dikenal masyarakat Indonesia sebagai tanaman obat tradisional dan

dapat dimanfaatkan sebagai pewarna, pakan ternak, sayuran, teh, tepung,kapsul,

minyak, kosmetik, serta diketahui mengandung metabolit sekunder yang memiliki

aktivitas biologis (Kuntari et al., 2017). Tanaman kelor telahdigunakan dalam

pengobatan tradisional untuk berbagai penyakit, termasukpengobatan penyakit

radang, infeksi, gangguan kardio vaskular, gastro intestinal, hematologi dan hati

(Ozcan, 2018).

Morfologi dan Fisoiologi Tanaman Kelor :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Brassicales

Familia : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera L. (Krisnandi, 2015).

7
8

2.2 Uji Fitokimia

Fitokimia adalah bahan kimia yang hadir secara alami pada tumbuhan.

Sekarang ini fitokimia menjadi lebih populer karena penggunaan obat yang tak

terhitung jumlahnya. fitokimia bermainperan penting melawan sejumlah penyakit

seperti asma, radang sendi, kanker, dll, tidak seperti farmasi zat kimia fitokimia ini

tidak memiliki efek samping. Karena obat fitokimia penyakit tanpa menyebabkan

kerusakan pada manusia ini juga dapat dianggap sebagai manusia-obat-obatan ramah

(Banu dan Catrine, 2015).

2.3 Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi

pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unit atau berbeda-beda

antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya menghasilkan

senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis senyawa

metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom.

Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi haya pada saat dibutuhkan saja atau

pada fase-fase tertentu. Fungsi metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri

dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk mengatasi

hama dan penyakit, menarik pollinator, dan sebagai molekul sinyal. Singkatnya,

metabolit sekunder digunakan organisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya

(Reo, dkk. 2017).

8
9

Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia alami yang

dapat ditemukan di alam untuk dijadikan sebagai rujukan untuk pengembangan obat-

obatan khususnya obat baru atau untuk menujang berbagai kepentingan industri.

Bahan ini tidak akan pernah habis dan terus akan tercipta dengan struktur molekul

yang mengalami interkonversi sejalan dengan perkembangan zaman. Dengan

demikian senyawa yang bersumber dari alam akan terus ada tercipta baik yang sudah

pernah ditemukan maupun yang baru dan belum diketemukan (Darminto, dkk. 2009).

2.3.1 Alkaloid

Alkaloid terdiri atas karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar

diantaranya mengandung oksigen.Senyawa ini bersifat basa dan sifat ini bergantung

pada adanya pasangan elektron pada nitrogen.Jika gugus fungsional yang berdekatan

dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron, maka kesediaan elektron pada nitrogen

naik dan senyawa ini bersifat basa (Lisiyana, 2016).

Hasil positif alkaloid pada uji dragendorff juga ditandai dengan terbentuknya

endapan yang berwarna coklat kemerahan sampai kuning. Endapan tersebut adalah

kalium alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi dragendorff, nitrogen digunakan

untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam

(Risky dan Suyatno, 2014).

Contoh senyawa alkaloid dapat dilihat pada gambar dibawah ini yaitu Morfin

senyawa organik pertama dimurnikan oleh Fredrick Serturner (Merck GmBH) dari

kuncup bunga Papver somniverum :

9
10

Gambar 2.2 Struktur senyawa morfin (Illing dkk, 2017)

2.3.2 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya

tersebar di dunia tumbuhan. Flavonoid tersebar luas di tanaman mempunyai banyak

fungsi. Flavonoid adalah pigmen tanaman untuk memproduksi warna bunga merah

atau biru pigmentasi kuning pada kelopak yang digunakan untuk menarik hewan

penyerbuk. Flavonoid hampir terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk buah,

akar, daun dan kulit luar batang. Manfaat flavonoid yaitu untuk melindungi struktur

sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah keropos tulang dan

sebagai antibiotik. Menurut penelitian menyatakan bahwa sejumlah tanaman obat

yang mengandung flavanoid telah di laporkan memiliki aktivitas antioksidan,

antibakteri, antivirus, antiradang, antielergi dan antikanker (Lubenssy, 2013).

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar

ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru

dan sebagian warna kuning yang ditemukan dalam tumbu-tumbuhan. Uji positif jika

menunjukan warna merah, kuning atau jingga (Illing, dkk. 2017).

10
11

Gambar 2.3 Struktur Senyawa Flavonoid (Julianto, 2019)

2.3.3 Steroid

Senyawa steroid adalah senyawa turunan (derivat) lipid yang tidak terhidrolisis.

Steroid berfungsi sebagai hormon. Secara sederhana steroid dapat diartikan sebagai

kelas senyawa organik bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan

(siklopentano fenantren) mempunyai empat cincin terpadu (Erfiana et al., 2017).

Gambar 2.4 Struktur senyawa steroid (Illing dkk, 2017)

2.3.4 Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa metabolid sekunder yang kerangka karbonnya

berasal dari enam satuan isoprena dan diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik , yaitu

skualena. Senyawa ini berbentuk siklik atau asiklik dan sering memiliki gugus

alkohol, aldehida, atau asam karboksilat Sebagian besar senyawa Triterpenoid

11
12

mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol sehingga dalam kehidupan sehari-hari

banyak dipergunakan sebagai obat seperti untuk pengobatan penyakit diabetes,

gangguan menstuasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria

(Widiyati, 2006).

Gambar 2.5 Struktur metil jasmonat, suatu monoterpenoid (Julianto, 2019)

2.3.5 Polifenol

Polifenol adalah produk sekunder dari metabolisme tanaman. Karakteristik

antioksidan yang berasal dari bahan pangan dilihat dari kandungan polifenol. Sampai

saat ini, minat penelitian terhadap senyawa fenolik meningkat karena kemampuan

‘scavenging’ terhadap radikal bebas. Polifenol merupakan salah satu kelompok yang

paling banyak dalam tanaman pangan, dengan lebih dari 8000 struktur fenolik dikenal

saat ini (Harborne, 1993 dalam Inggrid et al., 2014).

2.3.6 Saponin

Saponin merupakan bentuk glikosida dari sapogenin sehingga akan bersifat

polar. Saponin adalah senyawa yang bersifat aktif permukaan dan dapat menimbulkan

12
13

busa jika dikocok dalam air. Timbulnya busa pada uji saponin menunjukkan adanya

glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis

menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Matheos, 2014).

Gambar 2.6 Struktur senyawa saponin (Illing dkk, 2017)

2.3.7 Tanin

Tanin merupakan senyawa yang tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan,

memiliki peran proteksi terhadap predator (sebagai pestisida) dan mengatur

pertumbuhan suatu tumbuhan. Tanin merupakan gambaran umum untuk senyawa

golongan polimer fenolik (polifenol) (Mustarichie, dkk. 2011).

Asam galat Asam elagat

Gambar 2.7 Gambar struktur senyawa tannin terhidrolisis (Julianto, 2019)

13
14

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah metode pemisahan suatu zat terlarut dengan menggunakan

pelarut. Ekstraksi merupakan suatu kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.

Diketahuinya senyawa aktif yang terkandng daam simplisia akan mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Salah satu contoh metode ekstraksi

yaitu metode maserasi dan sokletasi. Maserasi adalah proses prengekstrakan simplisia

dengan menggunakan pelarut dengan berapa kali pengocokan (Aulia, dkk. 2015).

Alasan pemilihan metode ekstraksi maserasi karena mempunyai banyak

keuntungan dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya. Keuntungan utama

metode ekstraksi maserasi yaitu prosedur dan peralatan yang digunakan sederhana,

metode ekstraksi tidak dipanaskan sehingga bahan alam tidak menjadi terurai.

Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa

senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi pada suhu kamar

(Nurhasnawati, dkk, 2017).

Maserasi merupakan teknik ekstraksi dari sampel padat menggunakan pelarut

tertentu biasanya digunakan metanol atau etanol. Metanol memiliki kelebihan

memiliki titik didih yang lebih rendah sehingga mudah diuapkan pada suhu yang

lebih rendah, tetapi bersifat lebih toksik. Proses maserasi dilakukan selama waktu

tertentu dengan sesekali diaduk, biasanya dibutuhkan waktu 1-6 hari. Selain metanol

14
15

atau etanol pelarut yang lain yang biasa digunakan antaralain aseton, klroform, atau

sesuai dengan kebutuhan (Atun, 2014).

2.5 Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mengandung elektron yang

tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal bebas bersifat tidak stabil dan

sangat reaktif yakni cenderung bereaksi dengan molekul lainnya untuk mencapai

kestabilan. Radikal dengan kereaktifan yang tinggi ini dapat memulai sebuah sebuah

reaksi berantai dalam sekali pembentukannya sehingga menimbulkan senyawa yang

tidak normal dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel penting dalam

tubuh. (Badarinath, dkk. 2010).

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat dibagi menjadi 2 yaitu antioksidan

alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami merupakan senyawa antioksidan

yang terdapat secara alami dalam tubuh sebagai mekanisme pertahanan tubuh normal

maupun berasal dari asupan luar tubuh. Sedangkan antioksidan sintetik merupakan

senyawa yang disintesis secara kimia. Salah satu sumber senyawa antioksidan adalah

tanaman dengan kandungan senyawa polifenol yang tinggi (Tristantini, 2016).

2.6 Anti Oksidan

Senyawa-senyawa seperti flavonoida dan alkaloida terbukti adalah merupakan

senyawa yang mempunyai potensi sebagai antioksidan dan ber-sifat menghambat

pertumbuhan sel-sel kanker menghambat pertumbuhan sel-sel kanker. Pada sampel

yang mengandung senyawa antioksidan, bila semakin tinggi konsentrasi yang

15
16

terkandung berarti semakin banyak pula senyawa yang akan menyumbangkan

elektron atau atom hidrogennya kepada radikal bebas DPPH, yang turut

menyebabkan pemudaran warna pada DPPH, yaitu yang awalnya berwarna ungu tua,

jika direaksikan dengan senyawa antioksidan dalam jumlah besar akan berubah

menjadi warna kuning. Perubahan warna DPPH ini terkait pula de-ngan energi yang

dimiliki DPPH pada saat berbentuk radikal, DPPH cenderung tidak stabil dan

memiliki energi yang besar karena selalu bereaksi mencari pasangan elektronnya,

namun setelah mendapat pasangan elektronnya DPPH akan menjadi lebih stabil

(Adibi, 2017).

2.7 Kondisi Topografi Kota Baubau

Kota Baubau memiliki permukaan yang bergelombang dan berbukit-bukit dan

diantaranya terbentang dataran yang merupakan daerah potensial untuk

pengembangan sektor pertanian. Daerah tertinggi sebagian berada di Kecamatan Lea-

Lea. Topografi wilayah datar berada pada tempat-tempat yang saat ini merupakan

pusat-pusat permukiman di Kecamatan Murhum, sebagian Kecamatan Betoambari

dan Kecamatan Wolio. Baubau merupakan daerah yang memiliki topografi dengan

ketinggian dan kondisi tanah yang berbeda-beda. Pada beberapa jenis buah dan

sayuran termasuk tanaman kelor, kondisi lingkungan dimana tempat tumbuh, dapat

mempengaruhi terjadinya perubahan morfologi dan kandungan senyawa

metabolitnya. Salah satu kondisi lingkungan yang dimaksud adalah perbedaan atau

perubahan ketinggian dimana tanaman tersebut tumbuh. Semakin tinggi ketinggin

16
17

ketinggian tempatnya, maka semakin tinggi pula stress lingkungan tanaman tersebut.

Ketika suatu tanaman mengalami stress, maka produksi metabolit sekunder termasuk

produksi tanaman mengalami peningkatan (Sarni, dkk. 2020).

17
18

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai selesai di Laboratorium

Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Halu Oleo, Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender, seperangkat alat-alat

gelas yang biasa digunakan di laboratorium pengembangan kimia, neraca analitik,

vacum rotary evaporator, water bath, chumber, lampu UV, gelas piala, gelas ukur,

batang pengaduk, kertas saring, labu takar, tabung reaksi bertutup, pipet mikro, kuvet.

3.2.2. Bahan

3.2.2.1 Bahan Kimia

Bahan yang digunakan untuk uji fitokimia yaitu metanol 96%, aquades,

H2SO4 2 N, HCl pekat, larutan gelatin, larutan FeCl3, NaCl 10%, logam Mg, pereaksi

mayer, pereaksi wagner, pereaksi dragendorff, pereaksi lieberman-burchard.

18
19

3.2.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kelor (Moringa

oleifera) yang diambil dari Kec. Wolio, Kel. Wangkanapi, Kota Baubau, Sulawesi

Tenggara.

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Preparasi Sampel

Sampel daun kelor yang diambil dari Baubau, dibersihkan kemudian dibiarkan

kering di udara pada suhu kamar. Setelah kering, sampel dihaluskan dengan

menggunakan blender hingga diperoleh serbuk daun kelor. Simplisia lalu dibawa ke

Laboratorium Pengembangan Jurusan Pendidikan Kimia FKIP UHO untuk diteliti.

3.3.2. Ektraksi Sampel

500 gram serbuk simplisia daun kelor dimasukkan ke dalam wadah toples,

lalu ditambahkan 750 mL pelarut metanol 96% dan ditutup rapat serta terhindar dari

cahaya matahari langsung. Proses perendaman selama 3 hari sambil diaduk tiap 8 jam

sekali. Setelah 3 hari, campuran simplisia dan metanol disaring sehingga diperoleh

maserat (1). Ampas direndam kembali dengan 750 mL metanol selama 1 hari,

disaring kembali dan diperoleh maserat (2). Maserat (1) dan (2) diendapkan semalam

kemudian dipisahkan dari residu dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator

pada suhu 40o C sampai diperoleh ekstrak kental metanol.

19
20

3.3.8. Pembuatan Pereaksi Uji Fitokimia

3.3.8.1 Pereaksi Mayer

Dilarutkan 1,3 6 g HgCl2 dalam 60 mL aquades (larutan I). Dilarutkan 5 g KI

dalam 100 mL aquades (Larutan II).Larutan I dan II dicampur lalu diencerkan sampai

200 mL (Moelyono, 1996 dalam Handoyo, 2011).

3.3.8.2 Pereaksi Wagner

Dilarutkan 0,635 g I2 ke dalam larutan 1 g KI 2,5 mL aquades, kemudian

diencerkan hingga 50 mL (Moelyono, 1987 dalam Handoyo, 2011).

3.3.8.3 Pereaksi Dragendorff

Dilarutkan 2,72 g Kalium Iodida dalam 100 mL aquades ditambah 1 g


Bi(NO3)3 dan 20 mL HNO3 (Harborne, 1987 dalam Handoyo, 2011).

3.3.8.4 Pereaksi Lieberman-Burchard

Dicampurkan 3-4 tetes H2SO4 pekat (98%) dengan 4-5 tetes larutan asam

asetat glasial (Moelyono, 1996 dalam Handoyo, 2011).

3.3.9. Uji Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Kelor

3.3.9.1.Uji Golongan Terpenoid dan Steroid

Uji golongan terpenoid dan steroid dengan cara, lima tetes larutan ekstrak

ditempatkan pada tabung reaksi dan dibiarkan hingga pelarutnya menguap. Ekstrak

ditambahkan dengan anhidrida asam asetat sampai ekstrak terendam semuanya,

20
21

dibiarkan hingga kering dan ditambahkan 2-3 tetes asam sulfat pekat.Perubahan

warna yang terjadi diamati, adanya terpenoid ditunjukkan dengan terjadinya warna

merah sampai ungu sedangkan adanya steroid ditunjukkan dengan terbentuknya

warna hijau sampai biru, pereaksi yang digunakan disebut Liebermann-Burchard

(Meigaria, et al., 2016).

3.3.9.2.Uji Golongan Alkaloid

Uji golongan alkaloid dengan cara, lima tetes larutan ekstrak ditempatkan

pada tabung reaksi dan masing-masing ditambahkan dengan pereaksi Dragendorff

dan Wagner. Terbentuknya endapan menunjukan bahwa ekstrak tersebut

mengandung alkaloid, dimana Dragendroff memberikan endapan merah jingga dan

pereaksi Wanger memberikan endapan coklat (Meigaria,et al., 2016).

3.3.9.3.Uji Golongan Flavonoid

Uji gologan flavonoid dengan cara, lima tetes larutan ekstrak ditempatkan

pada tabung reaksi kemudian ditambahkan dua tetes larutan FeCl3 5%. Terjadi

perubahan warna menjadi kehijauan atau hitam biru menunjukkan adanya flavanoid

(Meigaria, et al.,2016).

3.3.9.4.Uji Tanin

Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 – 2 tetes

pereaksi besi (III) klorida 1%. Keberadaan tannin akan ditunjukkan dengan terjadinya

perubahan warna filtrat menjadi hijau atau biru kehitaman (Meigaria,et al., 2016).

21
22

3.3.9.5.Uji Saponin

Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air panas,

didinginkan, kemudian dikocok selama 10 detik. Setelah itu diamati perubahan yang

terjadi.Kemudian ditambahkan kembali 1 tetes HCl 2N dan diamati kembali

perubahan yang terjadi.Hasil positif apabila muncul busa stabil selama 10 menit

(Meigaria, et al.,2016).

3.10 Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kelor dengan Metode 1,1

Diphenyl-2-Picrylhydrazil (DPPH)

3.10.1 Pembuatan Pereaksi

Larutan pereaksi adalah larutan DPPH 0,3 mM dalam pelarut metanol p.a dan

dijaga pada suhu rendah serta terlindung dari cahaya. Larutan DPPH 0,3 mM dibuat

dengan mengencerkan larutan stock DPPH 1 mM dengan pelarut metanol sedangkan

larutan induk DPPH 1 mM dibuat dengan melarutkan 19.75 mg serbuk DPPH dalam

50 mL metanol.

3.10.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan 1,1 Diphenyl-2-

Picrylhydrazil (DPPH)

Larutan DPPH 0,3 mM diukur absorbansinya dengan spektrometer UV-Vis

pada panjang gelombang 510-520 nm, sesuai dengan warna serapan UV-Vis untuk

larutan DPPH yang berwarna ungu tua.

22
23

3.10.3 Pembuatan Larutan Vitamin C (Ampul) sebagai Larutan Pembanding

Vitamin C dibuat dalam 1000 ppm sebagai larutan induk. Dari larutan induk

di buat dalam kosentrasi 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm, 125 ppm, dan 250 ppm

denganmenggunakan methanol sebagai pelarut.

3.10.4 Pengukuran Absorbansi Penangkap Radikal Bebas dengan Metode DPPH

Ekstrak metanol dan vitamin C masing-masing dilarutkan dengan metanol

96% (p.a) dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing konsentrasi 4,0 mL ditambah

1 mL larutan pereaksi DPPH 0,3 mM dalam tabung reaksi. Dikocok homogen dan

diinkubasi selama 30 menit pada suhu 370℃. Absorbansinya diukur pada panjang

gelombang dan serapan maksimal DPPH yaitu 517 nm. Larutan blangko digunakan

metanol p.a (Suryanto, et al., 2004).

3.10.5 Analisis Data

Dari data yang diperoleh dianalisis larutan yang mengandung senyawa

penangkap. Semakin besar presentasi berkurangnya serapan berarti semakin kuat

penangkap radikal. Aktivitas antioksi dan dinyatakan dalam persentase peredaman (%

inhibisi) terhadap radikal DPPH dengan persamaan.

(AKontrol )- (ASampel )
% Inhibisi = (AKontrol )
x 100 %

(Marliani,et al., 2015).

23
24

Setelah didapatkan persentase aktivitas dari masing-masing konsentrasi,

persamaan ditentukan dengan perhitungan secara regresi linear dimana x adalah

konsentrasi (mg/L) dan y adalah persentase inhibisi (%).Aktivitas antioksidan

dinyatakan dengan inhibition Concentration 50% atau IC50 yaitu konsentrasi sampel

yang dapat meredam radikal DPPH sebanyak 50% konsentrasi awal (Solichin, et al.,

2014).

Dari harga persen penangkap radikal bebas ekstrak etanol daun tanaman soni

yang diperoleh, dihitung persamaan regresi linear untuk selanjutnya ditentukan nilai

IC50 (Konsentrasi bahan uji yang mempunyai aktivitas penangkap radikal bebas

sebesar 50%)

y = ax ± b

y±b
sehingga x = a

dimana ; y = 50 a = slope

b = gradient x = IC50 konsentrasi zat (ppm)

Penentuan konsentrasi dapat dihitung dari persamaan regresi linear skrining

penentralan radikal bebas dengan cara menkonversi nilai x untuk memperoleh nilai

IC50 yang berfungsi sebagai konsentrasi dan y = 50 (Hardiyanti, 2015).

24
25

DAFTAR PUSTAKA

Adibi, Sukaina., dkk. 2017. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Daun
Strobilanthes Crispus Bl (Keji Beling) ) Terhadap Staphylococcus Aureus
dan Escherichia Coli. Jurnal Pendidikan dan Ilmu Kimia. 1(2).

Atun, Sri. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan
Alam. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 8(2).

Benabdesselam FM. Et. al. 2007. Antioxidant activities of alkaloid extracts of two
Algerian species of Fumaria : Fumaria capreolata and Fumaria bastardii.
ACG Publication Rec. Nat. Prod. 1:2-3 (2007) 28-35

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Tekhnik penelitian. Jakarta : Erlangga.

Darminto., Alimudin, Alif., Iwan, Dini. 2009. Identifikasi Senyawa Metabolit


Sekunder Potensial Menghambat Pertumbuhan Bakteri Aeromonas
Hydrophyla dari Kulit Batang Tumbuhan Aveccennia spp. Jurnal
Chemica.10 (2).

Desianti, N., A. Ghanaim F., dan Tri Kustono A. 2014. Uji Toksisitas dan Identifikasi
Golongan Senyawa Aktif Fraksi Etil Asetat, Kloroform, Petroleum Eter, dan
n-heksana Hasil Hidrolisis Ekstrak Metanol Mikroalga Chlorella sp. Skripsi.
Tidak Diterbitkan. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim:
Malang.

Dwika., Pratama P, Oka., Dharmayuda, Made., Sudimartini. 2016. Identifikasi


Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L) di Bali.
Jurnal Indonesia Medicus Veterin.5 (5).

Erfiana, Illing, I., Safitri, Wulan. 2017. Uji Fitokimia Ekstrak Buah Dengen (Dillenia
seratta). Jurnal Dinamika. 8(1).

Fatchurrozak, Suranto, Sugiyarto. 2013. Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap


Kandungan Vitamin C dan Zat Antioksidan Pada Buah Carica pubescens di
Dataran Tinggi Dieng. Jurnal Biologi. 1 (1): 24-31.

Faramayuda, Fahrauk., Fikri Alatas dan Teresa Tri Rayani. 2013.Formulasi Sediaan
Losion Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Coklat (Theobroma cacao
L.).Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi. 2(1).

25
26

Handoyo. 2011. Penapisan Fitokimia Kelompok Daun Jati (Tectona grandis L.F)
pada Jati Usia 1 Tahun dan Jati Usia 20 Tahun yang Tumbuh di Kabupaten
Muna. Skripsi F-KIP. Universitas Halu Oleo. Kendari.

Harborne. 1987. Phytochemical Method. Chapman and Hall ltd: London.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Institute Teknologi Bandung.

Illing I., Wulan S., dan Erfiana. 2017. Uji Fitokimia Ekstrak Buah Soni. Jurnal
Dinamika. 1(08).

Jaiswal D, Rai PK, Kumar A, Mehta S, Watal G. 2009. Effect of Moringa oliefera
Lam. Leaves aqueous extract therapy in hyperglycemic rats. Journaal of
Ethnopharmacol. 123:392-296.

Julianto, Tatang Shabur. 2019. Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunderdan skrining


Fitokimia. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Kiswandono., Agung A. 2011. Perbandingan Dua Ekstraksi Yang Berbeda pada Daun
Kelor (Moringa oleifera, Lamk) Terhadap Rendemen Ekstrak dan Senyawa
Bioaktif yang Dihasilkan. Jurnal Sains Natural Universitas Nusa
Bangsa.1(1): 45-51.

Krisnandi, D.A. 2015. Kelor Super Nutrisi. Blora: Pusat Informasi dan
Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia.

Kusmiyati, Nurfina A., Sri H. 2011. Isolasi dan Identifikasi Zat Aktif Ekstrak
Metanol Rimpang Kunyit Putih (Curcuma mangga Val) Fraksi Etil Asetat.
Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 1(2): 1 - 10.

Lubenssy M. Jimmy A. Jessy J. E. P. 2013. Uji Total Flavonoid Pada Beberapa


Tanaman Obat Tradisional Di Desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur
Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara.Mipa Unstrat Online.1(2).

Matheos, Heryanto, Max Revolta Jhon Runtuwene dan Sri Sudewi. 2014. Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Daun Kayu Bulan (Pisonia Alba).
Meigaria, Komang Mirah., I Wayan Mudianta dan Ni Wayan Martiningsih. 2016.
Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Aseton Daun
Kelor (Moringa Oleifera). Jurnal Wahana Matematika dan Sains. 10(2).

26
27

Moelyono, M.W. 1996. Panduan Praktikum Analisis Fitokimia. Laboratorium


Farmakologi Jurusan Farmasi FMIPA. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Mustarichie, R., Ida M., dan Jutti L. 2011. Metode Penelitian Tanaman Obat:Teori
Dan ImplementasiPenelitian Tanaman untukPengobatan. PT. Widya
Padjadjaran: Bandung.

Nurhasnawati, Henny., Sukarmi dan Fitri Handayani. 2017. Perbandingan Metode


Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Etanol Dun Jambu Bol (Syzgium malaccense L.). Jurnal Ilmiah Manuntung.
3(1).

Pudjarwoto T, Simanjuntak CH, Nur Indah P. 1992. Daya Antimikroba Obat


Tradisional Diare Terhadap Beberapa Jenis Bakteri Enteropatogen. Cermin
Dunia Kedokteran. 76(1).

Putri, O.D. 2011. Sejuta Khasiat Daun kelor. Yogyakarta: Berlian Media

Rahayu, M., Sunarti S., Sulistiarini D. dan Prawiroatmodjo S. 2006. Pemanfaatan


Tumbuhan Obat Secara Tradisional Oleh Masyarakat Lokal Di Pulau
Wawonii, Sulawesi Tenggara. Biodiversitas 7(3): 245-250.

Reo, Albert R., S. Berhimpon., Roike Montolalu. 2017. Metabolit Sekunder Gorgonia
(Paramuricea Clavata). Jurnal Ilmiah Platax. 5(4)

Risky, A.T., dan Suyatno. 2014. Aktivitas Antioksidan Dan Antikanker Ekstrak
Etanol Tumbuhan Paku (Adiantum philippensis L.). Journal of Chemistry.3(1).

Robinson, T. 1991. The Organic Constituen of Higher Plants.6th Edition.


Department of Biochemistry: University of Massachusetts

Susanty, Bachmid Fairus. 2016. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan


Refluks Terhadap Kadar Fenolik dari Ekstrak Tongkol Jagung (Zea Mays
L.). Konversi. 5(2).

Suyono, Suryanti, V., Marliana, Soerya, D. 2015. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis KomponenKimia Buah Labu Siam (Sechium edule
Jacq.Swartz.)dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi.3(1).

27
28

Toripah SS, Abidjulu J, Wehantouw F. 2014. aktivitas antioksidan dan kandungan


total fenolik ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lam). Pharmacon. 3(4):
37-43.

Widiyati, Eni. 2006. Penentuan Adanya Senyawa Triterpenoid dan Uji Aktivitas
Biologis pada Beberapa Spesies Tanaman Obat Tradisional Masyarakat
Pedesaan Bengkulu.Jurnal Gradien. 2(1).

Yuszda, K., Salimi., Nurhayati, B. dan Saiman. 2017. Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Daun Kelor (Moringa
oliefera). Jurnal Kimia. 6(2).

Zaki, Muhamad M. 2013. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari n-Heksana Lumut
Hati Mastigopho Diclados (Bird. Ex Web) Nees. Skipsi. UIN Syarif
Hidayatullah.Banten.

Zuhra, Cut Fatimah., Juliati Br. Tarigan, dan Herlince Sihotang. 2008. Aktivitas
Antioksidan Senyawa Flavonoid dari Daun Katuk (Sauropusandrogunus (L)
Merr.). Jurnal Biologi Sumatera. 1 (3)

28

Anda mungkin juga menyukai