Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumber daya alam yang sangat berlimpah terhampar luas pada daratan dan

lautan Indonesia.Tanaman banyak yang mengandung senyawa bioaktif yang

bermanfaat untuk pengobatan. Masyarakat yang menggunakan obat tradisional

semakin meningkat. Data dari Badan kesehatan dunia (WHO) menunjukan

sebanyak 80 % orang memakai obat tradisional didunia (Khotimah, 2016).

Ditemukannya tanaman dengan bermacam-macam senyawa obat baru

membuat senyawa bioaktif dianggap menjadi penting untuk dibuat menjadi obat

(Masriani, 2017). Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang dihasilkan dari

proses biogenesis. Untuk tanaman sendiri, senyawa ini digunakan sebagai

mekanisme pertahanan. Pemanfaatan senyawa bioaktif saat ini semakin pesat

terutama dalam dunia kesehatan (obat) dan biopestisida (Hayati, 2010).

Jenis dan spesies mangrove beragam seperti Soneratia alba,

Aviceniamarina, Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, dan Bruguiera

gymnorrhiza (Schaduw, 2011).Salah satu tumbuhan mangrove yang tumbuh di

wilayah pesisir desa Borgo Satu Kecamatan Belang Kabupaten Minahasa

Tenggara berdasarkan bentuk, sifat dan tempat tumbuh yang ditelusuri dari literasi

adalah Rhizopora stylosa. Masyarakat sekitar mengenal tumbuhan ini dengan

nama Lolaro dan memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat

1
2

antiinflamasi.Keberadaan senyawa metabolit sekunder dapat diketahui dengan

melakukan skrining fitokimia.

Seleksi awal agar mengetahui tanaman yang mengandung senyawa bioaktif

disebut dengan skrinning fitokimia. Dalam prosesnya sering digunakan pelarut

organik untuk memisahkan senyawa dari tanaman. Pelarut organik yang

umummnya dipakai yakni methanol, etanol, etil asetat, n-heksan dan kloroform

(Fajarullah, 2014). Pemilihan pelarut yang benar bisa membuat didapatnya

senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi. Maka dari itu harus diperhatikan

sifat kepolaran dari pelarut ketika ingin mengekstraksi suatu senyawa (Arifianti,

2014).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul Skrining Fitokimia Komponen Utama

Senyawa Bioaktif Ekstrak Etanol Akar Mangrove (Rhizophora stylosa).

1.2. Rumusan Masalah


Komponen utama senyawa bioaktif apa yang terkandung dalam ekstrak

etanol akar mangrove (Rhizophora stylosa)?

1.3. Tujuan Penelitian


Mengetahui kandungan komponen utama senyawa bioaktifekstrak etanol

akar mangrove (Rhizophora stylosa).

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Manfaat untuk penulis yaitu agar penulis dapat mengetahui komponen


utama senyawa bioaktif akar mangrove (Rhizophora stylosa),proses
3

pengujian parametrik spesifik ekstrak, dan uji fitokimia metabolit


sekunder ekstrak akar mangrove (Rhizophora stylosa).
2. Manfaat untuk Institusi yaitu sebagai bahan masukan untuk Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Manado untuk lebih
mengembangkan praktik-praktik yang dilakukan mahasiswa agar
nantinya dapat digunakan sebagai suatu tolak ukur untuk dijadikan
produk yang bermanfaat dan berguna untuk masyarakat luas dan juga
STIKES Muhammadiyah Manado.

1.4.2 Manfaat Praktis


Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu, diharapkan agar dapat menambah

pengetahuan dan informasi bagi pembaca ataupun masyarakat luas tentang

komponen utama senyawa bioaktif akar mangrove (Rhizophora stylosa).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Mangrove (Rhizophora stylosa)

Gambar 2.0-1Pohon dan Akar Mangrove (Rhizophora stylosa) (Dokumentasi


Pribadi Februari, 2021 di Desa Borgo Satu)
Tanaman mangrove adalah tanaman yang diketahui tumbuh dipesisir pantai

dan memiliki manfaat dalam pengobatan tradisional. Semua bagian dari tanaman

ini bisa dimanfaatkan dalam pengobatan. Akan tetapi masih banyak penduduk

Indonesia yang tidak memanfaatkan tanaman ini dengan baik. penyebabnya yakni

kurangnya informasi mengenai pemanfaatan mangrove dalam pengobatan

(Oktavianus, 2013).

Tanaman ini bertumbuh kembang di area ekstrim dan sangat tahan akan

bencana alam dan serangan mikroba sehingga sangat berpotensi untuk diteliti

tentang senyawa metabolit sekunder yang dikandungnya (Oktavianus,2013).

Hutan mangrove bisa dijumpai diseluruh pesisir pantai Indonesia. Hutabn

mangrove mencakup berbagai jenis mahkluk hidup yang bisa saling berinteraksi,

4
5

berfungsi sebagai pelindung, serta bisa mencegah erosi dan abrasi (Tarigan,

2008).

2.1.1.Taksonomi
Menurut Ellison, et. all., (2010) taksonomi mangrove (Rhizophora stylosa)
adalah sebagai berikut:

Kingdom : iPlantae

Divisi : iMagnoliophyta

Kelas : iMagnoliopsida

Ordo : iMalpighiales

Family : iRhizophoraceae

Genus : iRhizophora

Spesies : iRhizophora istylosa iGriff

2.1.2. Morfologi
Mangrove memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Kulit kayu halus, bercelah, berwarna abu-abu hingga hitam

2) Memiliki akar tunjang dengan panjang hingga 3m, dan akar udara yang

tumbuh dari cabang bawah

3) Daun berkulit, berbintik teratur di lapisan bawah, gagang daun berwarna

hijau, panjang gagang 1-3,5 cm. Bentuknya elips melebar, ujung daun

meruncing, gagang kepala bunga seperti cagak, bieksual, masing-masing

menempel pada gagang individu

4) Buahnya berbentuk seperti buah pir, warna coklat, berisi 1 biji femtil

(Noor, et. all., 2006).


6

2.2. Senyawa Bioaktif (Metabolit Sekunder)

2.2.1.Pengertian Metabolit Sekunder


Metabolit sekunder merupakan senyawa alami yang bersumber dari

tanaman yang berefek fisiologis bagi mahkluk hodup, senyawa ini berperan

sebagai mekanisme pertahanan hidup dari organisme. Hampir semua tanaman

yang mengandung metabolit sekunder memanfaatkan senyawa tersebut guna

membela diri ketika lingkungannya buruk ataupun menghadapi hama (Saifudin,

2014).

Utamanya tanaman menghasilkan senyawa metabolit primer sedangkan

metabolit sekunder hhanya sedikit dihasilkan oleh tanaman. Senyawa ini hanya

diproduksi saat metabolit primer secara spesifik bereaksi dan memproduksi

senyawa tertentu (Khotimah, 2016), metabolit sekunder berwujud molekul kecil

serta memiliki varian struktur dan fungsi yang berbeda-beda (Ergina et. all,,

2014).

2.2.2. Jenis-jenis Metabolit Sekunder


1. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa serta tidak berwarna.

Alkaloid lebih mudah terkomposisi karena bersifat basa terutama oleh panas

dengan terdapatnya oksigen. Alkaloid umumnya terkandung dalam

tumbuhan yang berfungsi sebagai alat pelindung diri dari ancaman sekitar

dan cadangan makanan bagi tumbuhan (Lenny, 2006).

Definisi lain dari alkaloid yaitu senyawa alam bersifat basa karena

terdapat Atom N pada molekulnya serta bisa memberi efek pada manusia

dalam dosis kecil. Senyawa ini sangat larut dalam pelarut yang bersifat non
7

polar. (Hanani, 2014).

Gambar 2.0-2Struktur senyawa Alkaloid (Harborne, 1996)

Gambar 2.0-3Struktur Kimia Morfin (Illing, 2017)

2. Terpenoid

Istilah terpenoid berasal dari Jerman “terpentin” atau bahasa inggris

“turpentine” nama terpen diberikan oleh seorang yang bernama Kekule,

yang menggunakan istilah tersebut untuk menggunakan hidrokarbon C10H16

sebagai pengganti istilah yang dikenal dengan “terebene”. Semakin

berkembangnya ilmu pengetahuan, membuat nama terpen digunakan lebih

luas untuk senyawa yang dimiliki rumus bangun dengan unit kimia C 5H8

(Hanani, 2014).

Terpenoid merupakan senyawa yang berbentuk bersama biosintesis,

tersebar luas pada dunia flora dan fauna namun juga bisa ditemukan pada

mikroba serta terumbu karang (Sirait, 2007).

Senyawa ini dimiliki oleh tanaman yang berbau dan bisa diisolasikan

dalam metode suling kemudian menghasilkan minyak atsiri. Senyawa ini

merupakan senyawa yang tersusun dari isoprene serta merupakan

penyambungan dari dua ataupun lebih atom karbon. Senyawa ini sangat
8

mudah meguap. Umumnya senyawa ini diekstraksi dengan menggunakan

pelarut eter atau kloroform (Manuputy,2010).

Gambar 2.0-4Struktur Turunan Senyawa Terpenoid (Harborne, 1996)


3. Flavonoid

senyawa ini merupakan turunan polifenol yang memiliki atom C

sebanyak 15 yang disusun dalam C6-C3-C6. Senyawa ini bisa diumpai

dalam tumbuhan dan memiliki aktivitas yang bisa dimanfaatkan dalam

pengobatan seperti antiimflamasi, antidiabetes, antikanker, dan antioksidan

(Sahidin, 2015).

Gambar 2.0-5Struktur Dasar Senyawa Flavonoid (Sahidin, 2015)

Umumnya senyawa ini ditemukan berikatan dengan gula yang

berbentuk glikosida seingga mempertegas bahwa senyawa ini mudah larut

pada pelarut yang bersifat polar (Hanani, 2014).

Flavonoid adalah senyawa dari golongan polifenol, terdapat pada

tanaman yang bisa berefek bioaktiff dalam pengobatan seperti antiinflamasi,

antivirus, antioksidan dan lain-lain (Marzouk, 2016).

4. Steroid

Senyawa ini merupakan hasil modifikasi dari triterpen yang


9

menghilangkan 3 gugus metil pada atom karbon 4 dan 14. Salah satu contoh

dari senyawa ini yakni kolesterol (Sahidin, 2015).

Gambar 2.0-6Struktur Kimia Kolesterol (Sahidin, 2015)


Steroid adalah turunan lipid yang mempunyai tiga cincin inti

sikloheksana serta satu cincin siklopentana yang tergabung pada ujung tiga

cincin tersebut. Senyawa ini disusun oleh isoprene dari rantai hidrokarbon

yang panjang sehingga memiliki sifat non polar. Senyawa steroid yang

mengandung gugus –OH dikenal dengan sterol yang lebih memiliki sifat

polar. Senyawa ini bisa diekstraksi dari tumbuhan dan hewan. Bagi

tumbuhan sendiri senyawa ini berfungsi untuk melindunginya dari ancaman

disekitar (Lenny, 2006).

5. Saponin

Saponin adalah glikosida yang mempunyai aglikon berupa steroid dan

triterpenoid. Saponin ada pada sebagian besar tanaman dan beberapa hewan.

Saponin tersebar merata pada tanaman seperti akar, batang, daun, biji dan

buah. Pada tanaman yang rentan dengan serangga dan mikroba, dinyatakan

mengandung saponin dalam konsentrasi tinggi. Hal tersebut bisa

membuktika bahwa senyawa ini bisa menjadi skema pertahanan tumbuhan

dari ancaman disekitarnya (Hanani, 2014).

Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang


10

menyerupai sabun (bahasa latin Sapo berarti sabun). Saponin adalah

senyawa aktif yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan

pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah

merah.Larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan

tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan

selama bertahun-tahun yang lalu.Beberapa saponin bekerja sebagai anti

mikroba juga.Dikenal dua jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid alkohol

dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping

spiroketal.Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak

larut dalam eter (Doni, 2012).

Sifat-sifat saponin : berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat

deterjen yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin, mempunyai

aktivitas haemolisis, merusak sel darah merah, tidak beracun bagi binatang

berdarah panas, mempunyai sifat antieksudatif, mempunyai sifat

antiinflamasi (Kristianti, 2007).

Menurut Guclu dan Mazza (2007), saponin memiliki efek positif yang

berguna bagi tubuh.Efek positif saponin ditinjau dari segi kesehatan dapat

berfungsi sebagai antioksidan, aktifitas menghambat karies gigi dan

trombosit, selain itu saponin merupakan senyawa yang mempunyai efek anti

inflamasi, analgesik, antifungi dan sitotoksik.

6. Tanin

Tanin adalah senyawa yang dibagi menjadi galat, terhidrolisis, katekol

dan terkondensasi. Tanaman menggunakan senyawa ini sebagai mekanisme


11

pertahanan diri dan berkhasiat sebagai antidiare, antibakteri dan antioksidan.

Senyawa ini memiliki kegunaan sangat banyak bagi pengobatan (Kristianto,

2013).

Gambar 2.0-7Struktur Kimia Tanin (Sahidin, 2015)

Tanin merupakan senyawa umum yang terdapat dalam tumbuhan

berpembuluh, memiliki gugus fenol, memiliki rasa sepat dan mampu

menyamak kulit karena kemampuannya menyambung silang protein. Jika

bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak larut

dalam air (Novianti, 2012).Di dunia pengobatan, tanin bermanfaat untuk

mengobati diare, menghentikan pendarahan, dan mengobati ambeien

(Mangan, 2009).

2.3. Ekstrak dan Ekstraksi


Menurut DITJEN POM (1995), Ekstrak merupakan zat-zat berkhasiat yang

disari dari satu ataupun lebih dari bagian tanaman atau hewan. Bahan aktif pada

ekstrak terdapat didalam sel sehingga membutuhkan metode ekstraksi dan pelarut

yang sesuai dengan ekstrak yang akan dipakai. Ekstrak kering adalah ekstrak yang

diapat dari penguapan ekstrak kental yang bertujuan untuk menghilangkan segala

kandungan pelarut yang tertinggal didalam ektrak kental.


12

Ekstraksi adalah salah satu tahapan penyarian kandungan senyawa kimia

dengan menggunakan pelarut yang sesuai dari sampel yang akan diuji. Salah satu

ekstraksi yang sering dipakai yaitu dengan metode ekstraksi maserasi, metode

maserasi merupakan tahapan ektraksi yang dilaksanakan dengan merendam

serbuk simplisia dengan memakai pelarut dengan diaduk beberapa kali dalam

kurun waktu tertentu, proses ini dilaksanakan pada suhu kamar, kerugian utama

dari proses ini yakni sangat memerlukan banyak waktu, menggunakan banyak

pelarut, ada beberapa senyawa yang sulit disari pada suhu kamar (DITJEN POM,

1979).

2.4. Maserasi
Maserasi adalah cara menyari yang sederhana dapat dilaksanakan dengan

hanya merendam sampel pada larutan pada jangka waktu beberapa hari didalam

suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Metode ekstraksi ini bisa dilaksanakan

asalkan simplisia yang digunakan sesuai dengan pelarut yang digunakan (Hanani,

2014). Maserasi kinetic merupakan teknik pengadukan secara berkelanutan.

Remaserasi adalah kegiatan maserasi yang diulangi kembali dengan menggunakan

residu pada proses maserasi sebelumnya (Muhgni, 2013).

Adalah cara ekstraksi yang sederhana. Pelaksanaannya hanya merendam

simplisia dengan pelarut yang sesuai dalam suhu kamar serta terhindar dari

cahaya. Metode ini sering banyak digunakan karena proses pengerjaannnya yang

mudah. Proses ini akan habis jika kestimbangan antar konsentrasi senywa telah

tercapai. Maserasi berprinsip pada menyari senyawa aktif dengan merendam

sampel dalam cairan pelarut sesuai dalam jangka waktu yang dibutuhkan dan
13

berada pada suhu ruangan serta terlindung dari cahaya. Tembusnya cairan

kedalam sel tanamanlah yang membuat konsentrasi seimbang dari dalam dan luar

sel sehingga senyawa bisa ditarik dari dalam sel tanaman (Lestari, 2011).

Kelebihan dari metode ini yakni tidak memakan biaya, tak butuh banyak

peralatan, bisa mengekstraksi senyawa yang tak tahan panas dan sangat aman

dilakukan karena tak butuh proses pemanasan. Kelemahan dari metode ini yakni

membutuhkan waktu lama dalam prosesnya dan penggunaan pelarut yang banyak

(Rahmawati, 2015).

2.5. Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain.

Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat

tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi. Sifat

pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah, mudah

menguap pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi komponen senyawa

dengan cepat, dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisolusi

(Rahmadani, 2015).Berbagai pelarut lazim digunakan pada berbagai pekerjaan

ekstraksi, fraksinasi, dan fase gerak kromatografi disajikan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1Pelarut yang lazim dan penggunaannya


(Saifudin, 2014)
Konstanta
Solven Penggunaan
dielektrik (ε)
Heksana 2,02 Mengekstraksi lemak. Untuk partisi
paling awal terhadap larutanair
atauheksana.Heksanatidakbercampur
dengan metanol. Dengan rasio
besarke kecil (0-10 %) dicampur etil
14

asetat digunakan untuk fase gerak


KLT dan kolom silika
untukmemisahkan senyawa semi
polar-non polar.
CCl4 (Karbon Racun. Tidak pernah dipakai untuk
2,24
tetraklorida) ekstraksi atau pemisahan.
Karsinogenik!!. Digunakan untuk
pemisahanisomer-
Benzana 2,28 isomeryangmemiliki cincin benzen,
untuk tahappemurnian.
Lakukan di lemari asam/fumehood.
Fase gerak KLT dicampur dengan
Toluen 2,38 metanol kadar rendah. Analisis KLT
senyawa bercincin benzen.
Bersifatbasalemah.Dicampur(1-5%)
dalamkloroform-metanolatauheksana-
Trietil amina 2.43
etil asetat untuk menganalisisKLT
beberapa alkaloid.
Partisi terhadap air. Dicampur
metanol kadar rendah (5-20 %)
untuk
fasegerakKLTfasenormal.Selalularut
denganmetanolberapapunkadarnya.
Cukup toksik. Direkomendasikan
Kloroform 4,81
diganti dengan diklorometan untuk
kromatografi kolom adapun
KLTtidak masalah. Dalam
bentukterdeutronasi pelarut yang
bersih untuk kebanyakan senyawa
semi polar-non polar.
Toksik dan anestetik. Jika terpaksa
digunakan dengan rasio 1-4 terhadap
Eter (dietil heksana digunakan sebagai fase gerak
5,0
eter) untuk pemurniandan pemisahan
dengan KLT. Dilakukan di lemari
asam.
Partisi cair-cair dengan air. Dilakukan
setelah heksana. Dicampur
denganheksana(0-100%)untuk fase
gerak kromatografi kolom. Dicampur
Etil asetat 6,02 dengan kloroform atau diklorometana
untuk kromatografi kolom senyawa-
senyawa non polar. Dilakukan
sebelum campuran heksana-etil
asetat.
15

Sedikit mengasamkan fase gerakpada


Asam asetat 6,15
KLT pemisahan halus
Partisi cair-cair menggantikan
kloroform. Dicampur metanol kadar
Diklorometana 8,93
rendah (5-20 %) untuk fase gerak
KLT fase normal.
Partisi terhadap air setelah etil asetat.
Kadang dicampur sedikit asam asetat
atau asam lemah lain dan dijenuhkan
n-butanol 17,8
dengan air untuk analisis KLT
glikosida. Ditutup rapat. Bau
mengganggu pernapasan.
Partisi cair-cair dengan air jika perlu
n-propanol 20,1 lebih halus ketika fraksi air setelah
dipartisi dengan n-butanol
Ekstraksi senyawa semi polar.
Kadang dicoba dengan sedikit
Aseton 20,7 metanol untuk KLT. Dalam bentuk
terdeutronasi sebagai pelarut semi
polar NMR.

Ekstraksi awal simplisiabaik sendiri


Etanol 25,3
atau dicampur dengan airkadar<30%

Pelarututamauntukekstraksisimplisia.
Campuran dengan aseton atau
asetonitril untuk fase gerak fase
Metanol 33
terbalik. Rasio sangat kecil terhadap
klorofom atau diklorometana untuk
fasegerak KLT fase normal.
Bentuk campuran dengan air untuk
Asetonitril 36,6 fase gerak KLT fase terbalik dan
HPLC
DMSO
Pelarut untuk bioassay.Bentuk
(Dimetil 47,2
terdeutronasi sebagai pelarut NMR
Sulfoksida)
Pengekstraksi polar, membuat infusa,
membuat dekokta. Dalam
Air 80 bentukterdeutron sebagai pelarut
NMR.

Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang

tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut.


16

Secara umum pelarut-pelarut golongan alkohol merupakan pelarut yang paling

banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam, karena dapat

melarutkan senyawa metabolit sekunder. Salah satu pelarut alkohol yang

digunakan untuk maserasi adalah etanol (Lenny, 2006).

Menurut Rahmawati (2015), komponen aktif yang dapat diekstrak dari suatu

bahan tergantung pada kepolaran pelarut yang digunakan. Senyawa yang terikat

pada pelarut polar antara lain alkaloid, asam amino, polihidroksi steroid, dan

saponin. Senyawa yang terikat pada pelarut semi polar antara lainpeptida dan

depsipeptida. Senyawa yang terikat pelarut non polar antara lain hidrokarbon,

asam lemak, dan terpen. Konstanta dielektrik (ε) merupakan salah satu ukuran

kepolaran pelarut yang mengukur kemampuan pelarut untuk menyaring daya tarik

elektrostatik antara isi yang berbeda.Meskipun air mempunyai konstanta

dielektrikum yang paling besar (paling polar), namun penggunaannya sebagai

pelarut pengekstrak jarang digunakan karena mempunyai beberapa kelemahan

seperti menyebabkan reaksi fermentatif (mengakibatkan perusakan bahan aktif

lebih cepat), pembengkakan sel dan larutannya lebih mudah dikontaminasi.Pelarut

organik dan sifat fisiknya dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2Pelarut Organik dan Sifat Fisiknya mengacu pada (Rahmawati, 2015)

Titik Didih Konstanta Massa Jenis


Pelarut Polaritas
(oC) Dielektrikum (g/ml)
Etanol 79 30 4.3 0.789
Metanol 65 33 5.1 0.791
Air 100 80 10.2 1
Heksana 69 2.0 0.1 0.655
Dietil Eter 35 4.3 2.8 0.713
Kloroform 61 4.8 4.1 1.498
Etil Asetat 77 6.0 4.4 0.894
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

Ekstrak Etanol 70%


Akar Mangrove
(Rhizophora
stylosa).

 Identifikasi alkaloid
 Identifikasi flavonoid
Senyawa Bioaktif  Identifikasi saponin
(Metabolit Sekunder)  Identifikasi terpenoid&steroid
 Identifikasi tanin

Negatif Positif

Keterangan :

= Variabel bebas

=Variabel terikat

Gambar 3.1Kerangka Konsep Skrining Fitokimia Komponen Utama Senyawa


Bioaktif Ekstrak Etanol Akar Mangrove (Rhizophora stylosa)

24
25

3.2. Desain Penelitian


Penelitian menggunakan jenis penelitian Experimental, dan desain

penelitian yangakan digunakan yaitu Pre-Eksperimental.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akandilakukan di Laboratorium Kimia dan Program Studi D3

Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Manado pada Bulan

Maret tahun 2021.

3.4. Variabel Penelitian


3.4.1. Variabel Independen

Variabel Indepeden atau variabel bebas dalam penelitian ini yaitu ekstrak

etanol akar mangrove (Rhizophora stylosa).

3.4.2. Variabel Dependen

Variabel Dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini yaitu

Senyawa Bioaktif/ Metabolit Sekunder

3.5. Definisi Operasional


1. Ekstrak etanol akar mangrove adalah ekstrak hasil dari penyarian akar

mangrove dengan etanol yang diektraksi dengan menggunakan metode

maserasi.

2. Senyawa bioaktif atau metabolit sekunder adalah senyawa kimia hasil

metabolisme akar mangrove yang dapat ditarik dan diikat dengan

menggunakan pelarut-pelarut tertentu sesuai sifat dasar dan

kepolarannya.
26

3.6. Populasi dan Sampel

3.6.1. Populasi
Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mangrove yang

tumbuh di daerah Sulawesi Utara.

3.6.2. Sampel
Sampel penelitian yangakan digunakan adalah akar mangrove yang diambil

dari Desa Borgo Satu, Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa Tenggara, yang

sudah diekstrak.

3.7. Instrumen Penelitian

3.7.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan kaca/gelas

yang umum dipakai seperti gelas beker, tabung reaksi, batang pengaduk,pisau,

aluminium foil, timbangan analitik, kertas saring, rak tabung reaksi, corong kaca,

gunting, gelas ukur, pipet tetes, waterbathdan rotary vacum evaporator,

3.7.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :akar mangrove,

etanol 70%, aquadest, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff, pereaksi Wagner,

H2SO4 (Asam Sulfat) , serbuk Mg (Magnesium) , FeCl 3 (Besi III klorida), dan HCl

(Asam Klorida).

3.8. Prosedur Kerja

3.8.1. Preparasi dan Maserasi


Akar mangrove (Rhizophora Stylossa)segarsebanyak 1kg, bagian akar yang

diambil adalah akar napasdipisahkan dari kotoran,dicuci bersih dengan air

mengalir lalu ditiriskan. Akar mangrovedikeringkandengan cara diangin-anginkan


27

selama 3-5 hari, simplisia yang telah kering selanjutnya dirajang kemudian

diserbukkan.Serbuk simplisia akar mangrove dimaserasi dengan menggunakan

etanol 70% dengan perbandingan 1:7,5 gram/ml dan disimpan dalam wadah

tertutup rapat dan terlindung dari cahaya selama 3x24 jam. Hasil maserasi

disaring dan dilakukan pemekatanfiltrat menggunakan Rotary vacuum evaporator

dan diangin-anginkan,kemudian hitung % randemen ekstrak.

3.8.2. Proses pengujian parameter spesifik


Penetapan organoleptik yaitu dengan pengenalan secara fisik dengan

menggunakan panca indera dalam mendeskripsikan bentuk,bau dan warna.

3.8.3. Uji Fitokimia Metabolit Sekunder Ekstrak Akar Mangrove


Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya bioaktif yang

terdapat pada akar mangrove.Uji fitokimia meliputi penapisan alkaloid, penapisan

flavonoid, penapisan steroid dan terpenoid, penapisan saponin, dan penapisan

tanin.

A. Uji Alkaloid

Sampel dicampur dengan 5 ml HCl. Uji alkaloid menggunakan 3

pereaksi yaitu pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer, dan pereaksi Wagner.

ambahkan 3 tetes pereaksi Dragendorf terbentuk endapan merah jingga,

ditambahkan 3 tetes Mayer terbentuk endapan putih, dan ditambahkan 3 tetes

pereaksi Wagner terbentuk endapan cokelat, maka positif mengandung

alkaloid (Mondong, 2015).


28

B. Uji Terpenoid Dan Steroid

Sebanyak 2 ml ekstrak dicampur dengan 3 tetes asam klorida serta 1

tetes asam sulfat. Apabila muncul warna merah ataupun ungu maka bisa

dipastikan bahwa sampel mengandung terpenoid. Untuk pengujian steroid

sama seperti terpenoid akan tetapi untuk hasil akan membentuk warna hijau

(Septyaningsih, 2010).

C. Uji Flavonoid

Dicampurkan 2 ml sampel dengan 1 ml HCl dan 0,05 mg serbuk Mg,

setelah itu dikocok. Apabila terbentuk warna jingga ataupun merah maka bisa

dipastikan sampel mengandung flavonoid (Erginaet. all.,2014).

D. Uji Saponin

Ekstrak sebanyak 2 ml dicampurkan 10 ml aquadest serta 1 tetes HCl

kemudian dikocok selama 10 detik hasil positif ditunjukan dengan adanya

pembentukan busa setelah hasil pengocokan, busa tersebut akan bertahan

selama 10 detik (Marliana et.all.,2005).

E. Uji Tanin

Pengujian dilakukan dengan menambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3

1%.Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam kebiruan atau

hijau (Minarno, 2015).

3.9. Teknik Analisis Data


Data yang didapat akan disuguhkan dalam bentuk gambar dan tabel dan

dianalisa secara deskriptif.

Anda mungkin juga menyukai