Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia

1. Pengertian Lanjut Usia

Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun

keatas menurut UU No 13 tahun 1998. Menjadi tua adalah suatu keadaan

dimana akan terjadi di dalam kehidupan setiap manusia, menua

merupakan proses alami yang berarti seseorang telah mencapai tahap-

tahap kehidupan yaitu neonates, toddler, pra school, school, remaja,

dewasa dan lansia (Padila, 2013).

Perubahan utama yang terkait dengan penuaan yaitu terdapat

perubahan biologis morfologis dan fungsional,terutama terkait dengan

penurunan massa otot rangka dan kekuatan otot, yang mempengaruhi

terutama kebugaran fisik lansia dan kemampuan untuk melakukan

aktivitas kehidupan sehari-hari terkait dengan perawatan diri, yang

melibatkan kegiatandasar kehidupan sehari-hari, hingga yang

palingkompleks, seperti kegiatan instrumental kehidupan sehari-hari

terutama terkait dengan kemandirian dalam pengelolaan kehidupan

keluarga, penggunaan peralatan rumah tangga, transportasi pribadi atau

umumdan pengendalian pengobatan dan keuangan mereka sendiri , lanjut

usia bisa dikatakan terganggu keperawatan dirinya jika deficit perawatan


diri yaitu kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi,

berhias, makan, toileting) (Munawati, 2018).

Lansia dikelompokkan menjadi : lanjut usia potensial adalah lansia

yang bisa melakukan aktifitas yang dapat menghasilkan uang dan lansia

tidak potensial lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Sunaryo, 2016)

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Menua

Faktor yang mempengaruhi yaitu hereditas atau genetik, nutrisi atau

makanan, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stress

(Muhith dkk, 2016).

a. Hereditas atau generik

Kematian sel merupakan seluruh program kehidupan yang dikaitkan

dengan peran DNA yang penting dalam mekanisme pengendalian

fungsi sel. Secara genetic, perempuan ditentukan oleh pasangan

kromosom X sedangkan laki-laki oleh satu kromosom X. Kromosom

X ini ternyata membawa unsure kehidupan sehingga perempuan

berumur lebih panjang dari pada laki-laki.

b. Nutrisi Makanan

Berlebihan atau kekurangan mengganggu keseimbangan reaksi

kekebalan

c. Status Kesehatan

Penyakit yang selama ini selalu dikaitkan dengan proses penuaan,

sebenarnya bukan disebabkan oleh proses menua sendiri, tetapi lebih


disebabkan oleh faktor luar yang merugikan yang berlangsung tetap

dan berkepanjangan.

d. Lingkungan

Proses menua secara biologis berlangsung secara alami dan tidak

dapat dihindari, tetapi seharusnya dapat tetap dipertahankan dalam

status sehat.

e. Stress

Tekanan kehidupan sehari-hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan,

ataupun masyarakat yang tercermin dalam bentuk gaya hidup akan

berpengaruh terhadap proses penuaan

3. Batasan Lansia

Menurut (Padila, 2013) menjelaskan batasan umur lansia dibagi

menjadi usia :

a. Usia pertengahan (Middle age) usia 45-59 tahun

b. Usia lanjut (Elderly) antara usia 60-74 tahun

c. Usia Tua (Old) 75-90 tahun dan,

d. Usia Sangat tua (Very old) > 90 tahun

4. Perubahan Fisik Pada Lansia

a. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia adalah :

(Padila, 2013)

1) Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta

garis-garis yang menetap

2) Rambut Kepala mulai memutih atau beruban


3) Gigi mulai lepas (ompong)

4) Penglihatan dan pendengaran berkurang

5) Mudah lelah dan mudah jatuh

6) Mudah terserang penyakit

7) Nafsu makan menurun

8) Penciuman mulai menurun

9) Gerakan menjadi lambat

10) Pola tidur berubah.

b. Perubahan sistem fisiologis pada lansia :

1) Perubahan sistem kardiovaskuler pada usia lanjut :

a) Elastisitas dinding aorta menurun

b) Penurunan denyut jantung pada saat maksimal pada

latihan

c) Penurunan elastisitas pada dinding vena

2) Perubahan sistem gastrointestinal pada usia lanjut :

a) Ukuran lambung lansia menjadi lebih kecil, sehingga

daya tamping makannan menjadi lebih berkurang

b) Proses perubahan protein menjadi pepton terganggu

karena sekresi asam lambung berkurang dan rasa

lapar berkurang.

3) Perubahan sistem respiratori pada lanjut usia :

a) Perubahan seperti hilangnya silia dan menurunnya

refleks batuk dan muntah mengubah keterbatasan


fisiologis dan kemampuan perlindungan pada sistem

pulmonal.

b) Perubahan anatomis seperti penurunan komplian paru

dan dinding dada turut berperan dalam peningkatan.

4) Perubahan sistem musculoskeletal pada lanjut usia :

a) Penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh

penurunan massa otot (atropi otot)

b) Kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot

menurun dengan bertambahnya usia.

5) Perubahan sistem endokrin pada lanjut usia :

Produksi hormon hampir semua menurun fungsi

paratiroid dan sekresinya tak berubah, pertumbuhan

hormone pituitary ada tetapi lebih rendah dan hanya ada

pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari

ACTH,TSH,FSH dan LH.

6) Perubahan sistem intergumen pada lanjut usia :

a) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit

kering dan kurang keelastisannya karna menurunnya

cairan dan menurunnya adipose, kelenjar-kelenjar

keringat mulai tak bekerja dengan baik.

b) Menurunnya aliran darah dalam kulit juga

menyebabkan penyembuhan luka yang kurang baik.

7) Perubahan sistem neurologi pada lanjut usia :


Berat otak akan menurun, hubungan pensyarafan cepat

menurun, lambat dalam respon dan waktu untuk berfikir,

berkurangnya penglihatan.

8) Perubahan sistem genetourinari pada lanjut usia :

Otot-otot pengatur fungsi saluran kencing menjadi lemah,

frequensi buang air kecil meningkat, terkadang terjadi

ngompoldan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.

9) Perubahan sistem sensori (panca indra) pada lanjut usia :

Penurunan kemampuan pendengaran dan mata kurang

kesanggupan melihat secara fokus objek yang dekat,

bahkan ada yang menjadi rabun, demikian juga dengan

indra pengecap, perasa, penciuman berkurang

sensitivitasnya.

5. Tipe-tipe Lansia

Tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya tipe tersebut

diantaranya : (Padila, 2013).

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,

sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi

panutan.

b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi

undangan.

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,

pengkritik dan banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama

dan melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,

menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

6. Tugas Perkembangan Lansia

Kesiapan pada lansia untuk beradaptasi terhadap tugas

perkembangannya dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada

tahap sebelumnnya. Tugas perkembangan lansia adalah sebagai

berikut :

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

b. Mempersipakan diri untuk pension

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

d. Mempersiapkan kehidupan baru


e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial / masyarakat

secara santai.

f. Mempersipkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan

7. Kebutuhan Lansia

Terdapat 10 kebutuhan lansia (Widyanto, 2014). yaitu :

a. Makanan yang cukup sehat

b. Pakaian dan kelengkapannya

c. Perumahan/tempat tinggal/tempat beribadah

d. Perawatan dan pengawasan kesehatan

e. Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hukum

f. Transportasi umum

g. Kunjungan/tempat bicara informasi

h. Rekreasi dan hiburan lainnya

i. Rasa aman dan tentram

j. Bantuan alat panca indra, kesinambungan bantuan dan fasilitas.

B. Konsep Dukungan Keluarga

1. Pengertian Dukungan Keluarga

Keluarga ialah support system utama bagi lansia dalam

mempertahankan kesehatannya (Padila, 2013). Peranan keluarga antara

lain menjaga, atau merawat lansia, mempertahankan atau

meningkatkan status mental mengantisipasi perubahan status sosial

ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan

spiritual bagi lansia. semakin disadari bahwa perawatan dan asuhan


untuk usia lanjut dirumah akan menjadi suatu kebutuhan seiiring

dengan bertambahnya populasi warga lansia di Indonesia, keluarga

menempati posisi antar individu dan masyarakat, sehingga dalam

keluargalah upaya kesehatan masyarakat sekaligus dapat terpenuhi

(Sunaryo, 2016). Jadi dukungan keluarga menurut (Friedman, 2014) adalah

suatu bentuk hubungan interpersonalyang meliputi sikap,tindakan dan

penerimaan terhadap lansia sehingga lansia tersebut akan merasa

diperhatikan. Dukungan keluarga menurut (Friedman, 2010) adalah

sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya,

berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan

instrumental dan dukungan emosional.

2. Jenis-jenis dukungan keluarga

Menurut (Friedman, 2013) menjelaskan bahwa keluarga memiliki

beberapa jenis dukungan antara lain :

a. Dukungan Informasional

Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai

pemberi informasi, dimana keluarga menjelaskan tentangpemberian

saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan

suatu masalah. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat,

usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

b. Dukungan penilaian atau penghargaan

Dukungan penilaian adalah keluarga yang bertindak

membimbingdan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber


dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan

support, penghargaan, perhatian.

c. Dukungan Emosional

Dukungan emosional adalah keluarga sebagai tempat yang

amandan damai untuk istirahat serta pemulihan serta membantu 17

penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional

meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk adanya bentuk

afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan

didengarkan.

3. Sumber Dukungan Keluarga

Sumber dukungan keluarga adalah sumber dukungan sosial

keluarga yang dapat berupa dukungan sosial keluarga secara internal

seperti dukungan dari suami, istri anak serta dukungan dari saudara

kandung atau dukungan sosial keluarga secara eksternal seperti paman

dan bibi (Friedman, 2013).

4. Macam-macam bentuk keluarga

Menurut (Indriyani, 2013) membagi dukungan keluarga menjadi

Tiga yaitu :

a. Dukungan Fisiologis

Dukungan fisiologis merupakan dukungan yang dilakukan dalam

bentuk pertolongan-pertolongan dalam aktivitas sehari-hari yang

mendasar seperti dalam hal mandi, menyiapkan makanan, dan

memperhatikan gizi, toileting, menyediakan tempat tertentu, atau


ruang khusus, merawat seseorang bila sakit, membantu kegiatan

fisik, sesuai kemampuan, seperti senam, menciptakan lingkungan

yang aman dan lain-lain.

b. Dukungan Psikologis

Dukungan psikologis yakni ditunjukkan dengan memberikan

perhatian dan kasih sayang pada anggota keluarga, memberikan rasa

aman, membantu menyadari, dan memahami tentang identitas.

Selain itu meminta pendapat atau melakukan diskusi, meluangkan

waktu bercakap-cakap untuk menjaga komunikasi yang baik dengan

intonasi atau nada bicara jelas, dan sebagainnya.

c. Dukungan Sosial

Dukungan sosial diberikan dengan cara menyarankan individu

untuk mengikuti kegiatan spiritual seperti pengajian, perkumpulan

arisan, memberikan kesempatan untuk memilih fasilitas kesehatan

sesuai dengan keinginan sendiri, tetap menjaa interaksi dengan

orang lain, dan memperhatikan norma-norma yang berlaku.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

Menurut (Purnawan, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi

dukungan keluarga adalah :

a. Faktor Internal

1) Tahap perkembangan
Tahap perkembangan artinya dukungan dapat ditentukan oleh

rentang usia (bayi-lansia) yang memiliki pemahaman dan

respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.

2) Pendidikan dan tingkat pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh

intelektual yan terdiri dari pengetahuan, latar belakang

pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif

akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan

untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan

penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan

untuk menjaga kesehatan dirinya.

3) Faktor emosi

Faktor emosional mempengaruhi keyakinan terhadap adanya

dukungan dengan cara malaksanakannya. Seseorang yang

mengalami respon stres dalam setiap perubahan hidupnnya

cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, dilakukan

dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat

mengancam kahidupannya. Seseorang yang secara umum

sangat tenang mungkin mempunyai respon emosional yang

kecil selama sakit. Seseorang individu yang tidak mampu

melakukan koping secara emosional terhadap ancaman

penyakit mungkin akan menyangka adanya gejala penyakit

pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan.


4) Faktor spiritual

Spiritual adalah bagaimana seseorang menjalani kehidupannya

mencakup nilai, dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan

dengan keluarga atau teman dan kemampuan mencari harapan

dan arti dalam kehidupan.

b. Faktor eksternal

1) Faktor keluarga

Praktik dikeluarga adalah bagaimana keluarga memberikan

dukungan biasanya mempengaruhi penderita dalam

melaksanakan kesehatannya. Misalnnya klien juga

kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika

keluarganya melakukan hal yang sama.

2) Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko

terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang

mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.

3) Latar belakang budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk cara

pelaksanaan kesehatan pribadi.

C. Konsep Kemandirian

1. Pengertian Kemandirian
Kondisi dimana seseorang tidak tergantung pada orang lain dalam

melakukan aktivitas, menentukan keputusan, dan adanya sikap percaya

diri pada dirinya sendiri merupakan pengertian dari kemandirian.

Kemandirian pada individu ini harus memiliki sikap yang diperoleh

secara komulatif dalam perkembangan individu lansia dalam

perkembangannya 21 dan akan terus belajar untuk terus bersikap

mandiri untuk menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga

individu lansia bersikap dan berfikir secara mandiri. Dengan adanya

kemandirian ini seseorang dapat memilih jalan hidupnya sendiri untuk

berkembang lebih baik dan siap untuk menghadapinya (Husain, 2011).

Kemandirian pada lansia bisa dilihat dari status fungsionalnnya yaitu

makan, kontinen (BAB atau BAK), berpindah, ke kamar mandi,

berpakaian, mandi untuk menilai kemandirian lansia tersebut

menggunakan Indexz Katz untuk mengetahui kemampuan seseorang

untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri

(Padila, 2013).

2. Aspek-aspek Kemandirian

Aspek-aspek kemandirian ada tiga Menurut (Hosnan, 2016), yaitu :

a. Kemandirian emosional, yakni aspek kemandirian yang menyatakan

perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu.

b. Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat

keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan

melakukannya secara bertanggung jawab.


c. Kemandirian nilai, yakni kemampuan memaknai seperangkat

prinsip tentang benar dan salah, serta tentang apa yang penting dan

apa yang tidak penting.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Pada Lansia

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi lansia :

a. Faktor Imobilitas

Imobilitas itu sendiri adalah ketidakmampuan lansia untuk bergerak

secara aktif.

b. Faktor Mudah Jatuh

Bila seseorang bertambah tua, kemampuan fisik dan mentalnya

perlahan akan menurun. Kemampuan fisik dan mental yang

menurun sering menyebabkan jatuh pada lansia, akibatnya akan

berdampak pada menurunnya ativitas dalam kemandirian lansia

(Ediawati, 2013).

4. Dampak Kemandirian Lansia

a. Mengurangi beban tanggungan bagi keluarga ataupun pemerintah.

b. Meningkatkan kualitas hidup lansia melalui peningkatan kesehatan

dan kesejahteraan.

c. Lansia dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri.

d. Mengupayakan agar para lansia menikmati masa tua bahagia dan

berguna.

e. Lansia melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dengan

peningkatan kesehatan, mencegah penyakit.


D. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri (self-concept) merupakan bagian yang penting dalam

kehidupan mengenai kepribadian setiap manusia. Konsep diri

merupakan suatu hal yang unik pada manusia, sehingga dapat

digunakan untuk membedakan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Setiap individu memiliki konsep diri yang dinyatakan melalui sikap

dirinya yaitu berupa aktualisasi diri dari individu tersebut. Setiap

individu memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya

menyebabkan individu tersebut sadar akan keberadaan dirinya.

Perkembangan yang dialami setiap individu akan membantu

pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan (Anas, 2013).

Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara

utuh menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual.

Termasuk di dalamnya adalah persepsi individu tentang sifat dan

potensi yang dimilikinya, interaksi individu dengan orang lain maupun

lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan

objek serta tujuan, harapan, dan keinginannnya. Konsep diri

berkembang secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan

psikososial seseorang. Konsep diri juga merupakan semua ide, pikiran,

kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya

dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain

(Anas, 2013).
2. Jenis-jenis Konsep Diri

Menurut (Desmita, 2012) bahwa dalam perkembangannya, konsep

diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

a. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif menunjukkan adanya penerimaan diri dimana

individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik

sekali. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi.

Individu yang memiliki konsep diri positif dapat memahami dan

menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang

dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi

positif dan dapat menerima dirinya apa adanya. Individu yang

memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang

sesuai dengan realita, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan

besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di

depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses

penemuan, bersikap optimis, percaya diri sendiri dan selalu bersikap

positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang

dialami. Kegagalan tidak dipandang sebagai akhir segalanya, namun

dijadikan sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk

melangkah kedepan. Individu yang memiliki konsep diri positif

akan mampu menghargai dirinya sendiri.

b. Konsep Diri Negatif


Individu yang memiliki konsep diri negatif meyakini dan

memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidakdapat berbuat

apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak

disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Individu ini akan

cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan

yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan,

namun lebih sebagai halangan. Individu yang memiliki konsep diri

negatif akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika ia

mengalami kegagalan akan menyalahkan diri sendiri maupun

menyalahkan orang lain.

3. Komponen-komponen Konsep Diri

Menurut (Yusuf dkk, 2015) bahwa terdapat beberapa komponen

konsep diri yaitu identitas diri, citra diri, harga diri, ideal diri, dan

peran diri.

a. Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari

observasi dan penilaian dirinya, sebagai sintesis semua aspek

konsep diri menjadi satu kesatuan yang utuh. Identitas diri

berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan

berkembangnya konsep diri. Individu yang memiliki perasaan

identitas diri kuat akan memandang dirinya tidak sama dengan

orang lain, unik, dan tidak ada duanya. Identitas jenis kelamin

berkembang secara bertahap sejak lahir. Identitas jenis kelamin


dimulai dengan konsep laki-laki dan perempuan serta banyak

dipengaruhi oleh pandangan maupun perlakuan masyarakat.

Kemandirian timbul dari perasaan berharga, mengahragai diri

sendiri, kemampuan, dan penguasaan diri. Individu yang mandiri

dapat mengatur dan menerima dirinya. Ciri identitas diri yaitu;

memahami diri sendiri sebagai organisme yang utuh, berbeda dan

terpisah dari orang lain, menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian

masyarakat, mengakui jenis kelamin sendiri, menyadari hubungan

masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang, memandang

berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keserasian dan

keselarasan, dan mempunyai tujuan hidup yang dapat bernilai, dan

dapat direalisasikan.

b. Gambaran Diri

Gambaran diri (body image) adalah sikap individu terhadap

tubuhnya baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi

performance dan potensi tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh

pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Fungsi tubuh, serta

persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh. Perubahan

perkembangan yang normal seperti penuaan terlihat lebih jelas

terhadap citra diri dibandingkan dengan aspek-aspek konsep diri

lainnya. Citra diri berhubungan dengan kepribadian. Cara seseorang

memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek

psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima


dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga

terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Gambaran

diri bergantung pada bagian realitas tubuh, sehingga seseorang

biasanya tidak dapat beradaptasi dengan cepat untuk berubah secara

fisik. Perubahan fisik boleh jadi tidak sesuai dengan gambaran diri

ideal seseorang. Begitu juga dengan lansia, perubahan fisik yang

terjadi akibat proses penuaan dapat merubah persepsi lansia

terhadap tubuhnya. Lansia sering mengatakan bahwa mereka

merasa tidak berbeda tetapi ketika mereka melihat diri mereka

dalam cermin, mereka terkejut dengan kulit yang keriput dan

rambut memutih. Penurunan ketajaman pandangan adalah faktor

yang mempengaruhi lansia dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Proses normal penuaan menyebabkan penurunan ketajaman

penglihatan. Kecurigaan, mudah tersinggung, tidak sabar, atau

menarik diri dapat terjadi karena kerusakan pendengaran.

c. Harga Diri

Harga diri (self-esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil

yang dicapai dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku

individu tersebut sesuai dengan ideal diri. Harga diri dapat

diperoleh orang lain dan diri sendiri. Aspek utama harga diri adalah

dicintai, disayangi, dikasihi orang lain, dan mendapat penghargaan

dari orang lain. Harga diri rendah apabila kehilangan kasih saying

atu cinta kasih dari orang lain, kehilangan penghargaan dari orang
lain, dan hubungan interpersonal yang buruk. Individu akan merasa

berhasil atau hidupnya bermakna apabila diterima dan diakui orang

lain atau merasa mampu menghadapi kehidupan dan mampu

mengontrol dirinya. Individu yang berhasil dalam cita-cita akan

menumbuhkan perasaan harga diri yang tinggi atau sebaliknya, akan

tetapi pada umumnya individu memiliki tendensi negatif terhadap

orang lain, walaupun isi hatinya mengakui keunggulan orang lain.

d. Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuakan

dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan

keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang ingin

dicapai. Faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu: menetapkan

ideal diri sebatas kemampuan, faktor culture dibandingkan dengan

standar orang lain, hasrat untuk berhasil, hasrat melebihi orang lain,

hasrat memenuhi kebutuhan realistik, hasrat menghindari

kegagalan, adanya perasaan cemas dan rendah diri. Dalam

menetapkan ida diri hendaknya tidak tinggi dari kemampuan

individu, dan masih dapat dicapai.

e. Peran Diri

Peran diri adalah pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang

diharapkan individu berdasarkan posisinya di masyarakat. Setiap

individu disibukkan oleh berbagai macam peran yang terkait dengan

posisinya pada setiap saat, selama ia masih hidup, misalnya sebagai


anak, istri, suami, ayah, mahasiswa, perawat, dokter, bidan, dosen,

dan ketua RT/RW. Setiap peran berhubungan dengan pemenuhan

harapan-harapan tertentu. Apabila harapan tersebut dapat terpenuhi,

rasa percaya diri seseorang akan meningkat. Sebaliknya, kegagalan

untuk memenuhi harapan atas peran dapat menyebabkan penurunan

harga diri atau terganggunya konsep diri.

4. Hal-hal Yang Mempengaruhi Konsep Diri

(Aprianto, 2012) menyatakan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang

diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri

sebagai pribadi menjadi manusia sebagaimana yang di harapkan.

Faktor yang mempengaruhi konsep diri antara lain:

a. Intelegensi

Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap

lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf

intreligensinya semakin baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu

bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan

cara yang dapat diterima. Maka jelas akan meningkatkan konsep

dirinya, demikian pula sebaliknya.

b. Pendidikan

Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan

meningkatkan prestasinyaa. Jika prestasinya meningkat maka

konsep dirinya akan berubah.

c. Status Sosial Ekonomi


Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang

lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi

konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang

cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat

dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai

konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status

sosialnya rendah.

d. Hubungan Keluarga

Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang

anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain

dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

e. Orang Lain

Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu.

Bagaimana orang lain mengenal seorang individu, maka akan

membentuk konsep diri individu tersebut. Individu dapat diterima,

dihormati dan disenangi orang lain karena keadaan dirinya, maka

individu tersebut akan cenderung bersikap menghormati dan

menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan

dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak

akan menyenangi dirinya.

E. Penelitian Terkait

1. Penelitian Ridlawati (2013) tentang Hubungan Dukungan Keluarga dan

Kemandirian Lansia Dengan Konsep Diri Lansia di Kelurahan


Bambankerep Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Desain penelitian

ini menggunakan studi korelasi yang menjelaskan hubungan antara

variabel terikat dan variabel bebas. Metode yang digunakan adalah

survey dengan wawancara menggunakan kuesioner dan observasi.

Analisa data menggunakan Uji Korelasi Rank Spearmen. Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan antara dukungan

keluarga dengan konsep diri lansia dengan nilai p value 0,041.

2. Penelitian Chrestina (2019) tentang Hubungan Dukungan Keluarga

Dengan Konsep Diri Lansia. Desain yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan yang bersifat cross sectional yang bertujuan untuk

mengungkapkan korelasi antara variabal bebas dan terikat. Populasinya

adalah semua lansia yang ada di Desa Pongsamelung Kabupaten Luwu

sebanyak 138 orang. sampel dalam penelitian ini sebanyak 58 orang.

Berdasarkan hasil analisa data di dapatkan responden yang mendapat

dukungan keluarga baik sebanyak 35 orang (60,3%) dan dukungan

keluarga kurang sebanyak 23 orang (39,7%). Responden yang memiliki

konsep diri positif sebanyak 40 orang (69%) dan memiliki konsep diri

negatif sebanyak 18 orang (31%). Dan akhirnya bisa di tarik kesimpulan

bahwa Terdapat hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia

di Desa Pongsamelung Kabupaten Luwu Tahun 2018, p = 0,011 < α =

0,05.

3. Penelitian Nusa Indah (2015) mengenai Hubungan Dukungan Keluarga

Dengan Konsep Diri Pada Lansia Di Kelurahan Koto Panjang Ikur Koto
Wilayah Kerja Puskesmas Ikur Koto Tahun 2015. Desain penelitian ini

adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di Kelurahan Koto

Panjang Ikur Koto pada bulan Desember sampai Juni 2015. Populasi

adalah seluruh lansia berusia ≥60 tahun dan tinggal bersama keluarga

yang berada di kelurahan Koto Panjang Ikur Koto sebanyak 442 lansia.

Penarikan sampel menggunakan teknik simple random sampling dengan

jumlah responden 78 lansia. Pengolahan data melalui tahap editing,

coding, entry dan cleaning. Data dianalisa secara univariat berupa

distribusi frekuensi dan persentase serta bivariat dengan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan 47,4 % lansia memiliki konsep diri

negatif dan 47,4% lansia memiliki dukungan keluarga yang kurang baik,

dan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga

dengan konsep diri lansia di Kelurahan Koro Panjang Ikur Koto Tahun

2015 dengan p < 0,05 (p = 0,007).

Anda mungkin juga menyukai