Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI
DI UPTD PANTI GRIYA WERDHA JAMBANGAN
SURABAYA

Disusun Oleh :
NUR ISNAINI WULAN RAHMADHANI
132229060

PRAKTIK PROFESI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2022
1.1 Konsep Lansia
1.1.1 Pengertian Lansia
Menurut WHO, lansia menurut seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun
keatas. Lansia adalah kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir
dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Seseorang dikatakan lansia
apabila berusia 60 tahun lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).
1.1.2 Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari
1) Pra lansia yaitu seseorang yang berusia 45-59 tahun
2) Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan
4) Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
5) Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya tergantung pada bantuan orang lain
1.1.3 Ciri-Ciri Lansia
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia sebagai berikut:
1) Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagai datang dari faktor fisik dan faktor psikologis
sehingga memotivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Contohnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan,
maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang
mmiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama
terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negative, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap social masyarakat menjadi positif.
3) Menua membutuhkan perubahan peran
Perubaha peran pada lansia atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan
dari lingkungan. Cotohnya lansia menduduki jabatan sosial dimasyarakat sebagai
ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak meberhentikan lansia sebagai ketua RW
karena usianya.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk membuat penyesuain diri
lansia menjadi buruk pula. Misalnya lansia yang tinggal bersama keluarga sering
tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri rendah
1.1.4 Perubahan Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif
yang akan terdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya
perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan Lilik M,
2011).
1.1.5 Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran: prebiakusis (gangguan pada pendengaran) karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas , sulit dimengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Integument
Pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan.kekeringan kulit ini
disebabkan atropi grandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: jaringan penghubung (kolagen
dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung utama
kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan
menjadi bentangan yang tidak teratur diantaranya yaitu :
(1) Kartilago: jaringan kaertilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago
untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah
progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap
gesekan.
(2) Tulang: berkurangya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari
penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih
lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
(3) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot. Peningkatan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negativ.
(4) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen fasia
mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem Kardiovaskuler
Masa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan
penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa Nude dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat sistem respirasi.
5) Sistem Respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jarinagnan ikat paru, kapasitas total paru
tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan
ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru bekurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap
menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin
mengecil dan menurunya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, eksresi, dan reabsorpsi oleh
ginjal.
8) Sistem Saraf
Susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada
serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
9) Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai denagn menciutnya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
1.1.6 Perubahan Kognitif
1. Daya Ingat, Ingatan (Memory)
2. IQ (Intellegent Quocient)
3. Kemampuan belajar (Learning)
4. Kemampuan pemahaman (Comprehension)
5. Pemecahan masalah (Problem solving)
6. Pengambilan keputusan (Decission Making)
7. Kebijaksanaan (Widsom)
8. Kinerja (Performance)
9. Motivasi (Motivation)
1.1.7 Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khusunya organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutuhan dan ketulian
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
8) Rangkain dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau kepercayaan dalam
kehidupannya.
1.1.8 Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
megalami penuruan kesehatan, seperti menderita peyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pedengaran
2) Duka Cita (Betrevement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlarut akan meimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan
keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episde depresi, depresi
juga dapat disesbabkan karena stress lingkungan dan menurunnya kemapuan
adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan obsesif kompulsif,
gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan
berhubungan degan skunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat,
atau gejala penghetian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai denga waham (curiga), lansia serimg
merasa tetangga mencuri barang-barang atau berniat membutuhkannya. Biasanya
terjadi pada lansia yang terisolasi atau menarik diri dengan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan diamana lansia meunjukan penampilan perilaku sangat megaggu.
Rumah atau kama tidur bau karena lansia bermain-main degan feses da urinnya,
sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadan
tersebut dapat terulang kembali
1.2 Konsep Dasar Penyakit
1.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastoliknya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi
menderita penyakit jatung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf,
ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya.
(Sylvia A.price, 2015).
Hipertensi pada lansia yaitu hipertensi sistolik terisolasi (HST), meningkatnya
tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan
infark miokard walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic
hypertension) (Siti Widyaningrum, 2012).
1.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Berdasarkan penyebabnya hipertensi di bagi menjadi dua golongan:
1. Hipertensi Primer (Esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Factor yang
mempengaruhinya yaitu: genetic, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem
rennin. Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Factor-faktor yang
meningkatkanresiko: obesitas, merokok, alcohol dan polisetamia. (Nurarif &
Kusuma, 2015) Seiring dengan bertambahnya usia, elastisitas dinding pembuluh
darah semakin menurun. Demikian pula dengan jenis kelamin, laki-laki memiliki
resiko hipertensi di bandingkan pada wanita. Hal ini berkaitan dengan adanya
hormone estrogen pada wanita yang berkontribusi pada kelenturan pembuluh
darah. Penurunan produksi hormone estrogen pada usia menoupose membuat
resiko pada wanita juga meningkat. (Yasmara, Deni dkk, 2016)
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan dampak dari penyakit tertentu. Angka kejadiannya
berkisar antara 10-20% saja. Beberapa kelainan yang dapat menimbulkan
hipertensi sekunder:
1) Glomerulosnefritis akut
Hipertensi terjadi secara tiba-tiba dan memburuk dengan cepat.
2) Sindrom nefrotik
Penyakit ini bersifat lambat dan menimbulkan gejala klinis sindrom nefrotik
seperti proteinuria berat, hippoproteinemia, dan edema yang berat.
3) Pielonefritis
Peradangan pada ginjal ini sering disertai dengan kelainan struktur bawaan
ginjal atau juga pada batu ginjal.
4) KimmeltStiel-Wilson
Penyakit pada ginjal ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes militus
yang berlangsung lama.
5) Hipertensi renovaskular
Hipertensi ini disebabkan oleh adanya lesi pada arteri renalis. (Yasmara, Deni
dkk, 2016)
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar 140 mmHg dan /
atau tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastoliknya lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada:
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perier untuk oksigenasi.
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan yaitu:
Tabel 2.1 Derajat Hipertensi
No. Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
1. Normal <120 <80
2. Pre-Hipertensi 120 – 139 80 – 89
3. Hipertensi Stadium 1 140 – 159 90 – 99
4. Hipertensi Stadium 2 >160 >100

1.2.3 Manifestasi Klinis


1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak
berukuran.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu:
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual, muntah
6) Epistaksis
7) Kesadaran menurun (Nurarif& Kusuma, 2015)
1.2.4 Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi juga dapat diklasifikasikan menjadi hipertensi
primer dan hipertensi sekunder.
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer atau hipertensi esensial ini merupakan jenis hipertensi yang
tidak di ketahui penyebabnya. Ini merupakan jenis hipertansi yang paling banyak
yaitu 90-95% dari insidensi hipertensi secara keseluruhan. Hipertensi primer ini
sering tidak disertai dengan gejala dan biasanya gejala baru muncl saat hipertensi
sudah berat atau sudah menimbulkan komplikasi. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan hipertensi dijuluki sebagai silent killer.
2. Hipertensi sekunder
Jumlah hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10% dari kejadian hipertensi
secara keseluruhan. Hipertensi jenis ini merupakan dampak sekunder dari penyakit
tertentu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan hipertensi antara lain
penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, hiperardosteron maupun
kehamilan. Selain itu, obat-obatan tertentu juga bisa menjadi pemicu hipertensi
sekunder
Hipertensi primer maupun sekunder memiliki potensial untuk menjadi
hipertensi berat atau dengan pula sebagai krisis hipertensi. Angka kejadian krisi
hipertensi di Amerika berkisar 2-7% pada populasi penderita hipertensi yang tidak
melakukan pengobatan secara teratur. Sedangkan seiring perbaikan penanganan
yang dilakukan, angka kejadiannya menurun hingga tinggal 1% saja. Sayangnya
kejadian krisis hipertensi di Indonesia hingga saat ini masih belum ada laporan
mengenai hal tersebut. (Yasmara, Deni dkk, 2016).

1.2.5 Patofisiologi
Tekanan darah merupakan hasil interaksi antara curah jantung (cardiac out put) dan
derajat dilatasi kontruksi arteriola (resistensi vascular sistemik).Tekanan darah arteri
dikontrol dalam waktu singkat oleh baroreseptor arteri yang mendeteksi perubahan
tekanan pada arteri utama, dan kemudian melalui mekanisme umpan balik hormonal
menimbulkan berbagai variasi respons tubuh seperti frekuensi denyut jantung, kontraksi
otot jatung, kontraksi otot polos pada pembuluh darah dengan tujuan mempertahankan
tekanan darah dalam batas normal. Baroreseptor dalam komponen kardiovaskuler
tekanan rendah, seperti vena, atrium dan sirkulasi pulmonary, memainkan peranan
penting dalam pengaturan hormonal volume vascular. Penderita hipertensi dipastikan
mengalami peningkatan salah satu atau kedua komponenini, yakni curah jantung dan
atau resistensi vascular sistematik. (Yasmara, Deni dkk, 2016).
Saat hipertensi bertambah berat dan jantung mulai mengalami pembesaran, curah
jantung mengalami penurunan secara progresif meskipun belum terdapat tanda-tanda
gagal jantung. Hal ini disebabkan resistensi perifer semakin tinggi dan kecepatan ejeksi
ventrikel kiri semakin menurun .penurunan curah jantung ini akan menyebabkan
gangguan perfusi ke organ tubuh, terutama ginjal. Kondisi ini berdampak penurunan
volume ekstrasel dan perfusi ginjal ini akan mengaktivasi system rennin angiostensin.
Renin yang dikeluarkan oleh ginjal ini akan merangsang angiotensinogen untuk
mengeluarkan angiotensionogen I (AI) yang bersifat vasokonstriktor lemah. Adanya
angiotensin I pada peredaran darah akan memicu pengeluaran angiotensin converting
enzym (ACE) di endothelium pembuluhparu. ACE ini kemudian akan mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II (AII) yang merupakan vasokonstriktor kuat
sehingga berpengaruh pada sirkulasi tubuh secara keseluruhan. Selain sebagai
vasokonstriktor kuat, AII memiliki efek lain yang pada akhirnya meningkatkan tekanan
darah. Dampak yang timbul oleh AII antara lain hipertrofi jantung dan pembuluh darah,
stimulasi rasa haus, memicu produksi oldesteron dan anti-diuretic hormone (ADH)
(Yasmara, Deni dkk, 2016)
Renin diekskresikan sebagai respons tubuh terhadap beberapa kondisi diantaranya
stimulasi system saraf simpatik, hipotensi, dan penurunan asupan natrium. Kemudian
rennin akan menginduksikan angiotensinogen untuk berubah menjadi angiotensi I (AI).
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang dihasilkan oleh endothelium pembuluh
darah paru mengubah AI menjadiangiotensin II (AII). Peningkatan tekanan darah sebagai
dampak dari adanya AII ini terjadi melalui dua cara utama yaitu efek fasokontruksi dan
perangsangan kelenjar adrenal. Vasokontruktoryaitu AII menebabkan vasokontruksi baik
pada arteriol maupun vena. Kontruksi arteriol akan meningkat tahanan perifer sehingga
membutuhkan usaha jantung lebih besar dalam melakukan pemompaan. sedangkan pada
vena dampak , tetapi sudah mampu menimbulkan peningkatan aliran balik darah vena ke
jantung. Perangsangan kelenjar endokrin yaitu AII merangsang kelenjar adrenal untuk 16
mengeluarkan hormone aldosteron, hormone inibekerja pada tubulus distal nefron.
Dampak dari keberadaan hormone aldesteron ini adalah peningkatan penyerapan kembali
air dan NACl oleh tubulus distal nefron. Hal ini akan mengurangi pengeluaran garam dan
air melalui ginjal. Kondisi ini membuat volume darah meningkat yang diikuti pula
dengan peningkatan tekanan darah. Berat ringannya gejala hipertensi sendiri sangat di
pengaruhi oleh seberapa banyak dan seberapa vital organ yang terkena dampak dari
penurunan perfusi darah akibat tingginya resisitensi sistemik tersebut.
1.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan
ataupun dengan memodifikasi gaya hidup. Sebagian besar pasien memerlukan obat anti
hipertensi seumur hidup dengan obat tunggal maupun kombinasi lebih dari satu obat.
Pedoman penatalaksanaan hipertensi sangat diperlukan oleh para dokter untuk mencegah
terjadinya komplikasi kardio-serebrovaskuler (Yenny, 2016).
Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam,
menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok dan minuman
beralkohol. Olahraga juga di anjurkan bagi penderita hipertensi (Soenarta, dkk., 2015)
1. Terapi non farmakologi
Terapi nonfarmakologi digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi nonfarmakologi
meliputi:
1) Diet
- Mengurangi makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi
- Retriksi garam secara moderat dari 10gr/hr menjadi 5gr/hr
- Penurunan berat badan
- Diet tinggi kalium
- Makanan dan minuman dalam kaleng
- Mengurangi konsumsi alcohol dan merokok (Depkes, 2014)
2) Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi seperti lari, jongging, bersepeda, berenang dan lainlain.
Lama latihan berkisar 20-15 menit.
2. Terapi farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
1) Golongan Diuretik
Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal membuang garam dan air, yang
akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah.
2) Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat yang terdiri dari
alfablocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat
sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah istem saraf yang dengan
segera akan memberikan respon terhadap stress, dengan cara meningkatkan
tekanan darah.
3) ACE-inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan
penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
4) Angiotensin-II-bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu
mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.
5) Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang berbeda.
6) Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
7) Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat
yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan segera. Beberapa
obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar
diberikan secara intravena : diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin,
labetalol.
1.2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN / keratin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3) Glucose: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
2. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG: dapatmenunjukanpolaregangan, dimana luas, peninggian gelombang p
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
4. IUP: mengindentifikasikan penyebab hipertensi seperti: batu ginjal, perbaikan
ginjal
5. Photo dada: menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung (Nurarif& Kusuma, 2015).
1.2.8 Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat terjadi karena hemorogi akibat tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak ang terpajan tekanan
tinggi. stroke dapat terjadi pada penyakit hipertensi kronis, apabila arteri yang
memperdarai otak mengalami hipertrofi dan penebalan.
2. Gagal jantung
Tekan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk
memompa darah. Kondisi ini berakibat otot jantung akan menebal dan meregang
sehingga daya pompa oto menurun. Pada akhirnya, terjadi kegagalan kerja otot
jantung (Yuli, 2018).
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal bisa terjadi sebab kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus gijal. Denganrusaknya glomerulus, aliran darah kenefron akan
terganggu dan dapat berlanjut menjadi kematian dan hipoksik (Bianti Nuraini,
2015)
4. Enselopati
Terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan
berbahaya). Tekanan yang sangattinggi pada 20 kelainan ini menyebabkan
peningkatan kapiler dan mendorong cairan keruangan intersistil di seluruh susunan
saraf pusat (Aspiani, R.Y, 2014). 2.1.8.5 Kejang Bisa terjadi pada wanita
preeklamasia. Bayi yang lahir mungkin memiliki berat badan yang kecil akibat
perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan
asidosis jika ibu mengalami kejang selama bisa juga sebelum persalinan. (Aspiani,
R.Y, 2014)
1.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Lansia Hipertensi
1.3.1 Pengakjian
1. Identitas
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, alamat sebelum tinggal
di panti, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan sebelumnya, pendidikan
terakhir, tanggal masuk panti, kamar dan penanggung jawab.
2. Keluhan utama
Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sakit
kepala disertai rasa berat ditengkuk, sakit kepala berdenyut. Nyeri kadang-kadang
sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit tidak hilang
dengan istirahata dan minum obatan (Gede, 2011).
Menurut AHA (American Heart Association) penderita hipertensi bisa
memiliki tekanan darah tinggi selama bertahuntahun tanpa merasakan gejala apa
pun. Sepertiga penderita 30 hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya memiliki
tekanan darah tinggi. Gejala mulai muncul ketika sudah ada tanda kerusakan
pembuluh darah. Dikatakan mengalami hipertensi saat hasil pembacaan tekanan
darahnya berada di atas ambang batas tensi normal 120/80 mmHg. Tekanan darah
tinggi tidak menyebabkan sakit kepala atau mimisan, kecuali pada kondisi darurat
atau tensi sangat tinggi.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala. Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, pusing, wajah kemerahan, pendarahan
dihidung dan kelelahan yang bisa terjadi pada penderita hipertensi. Jika
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sakit
kepala, kelelahan, sesak nafas, muntah, pandangan kabur, yang terjadinya karena
ada kerusakan pada otak, jantung, mata dan ginjal. Kadang penderita hipertensi
berat mengalami penurunan kesadaran bahkan koma (Cahyani, 2020).
4. Riwayat kesehatan dahulu
Penderita hipertensi biasanya ditandai dengan menderita penyakit, diabetes
militus, penyakit ginjal, obesitas, ada riwayat merokok, hiperkolesterol,
penggunaan obat kontrasepsi oral dan penggunaan obat lainnya (Cahyani, 2020).
5. Riwayat Masuk Panti
Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti dan bagaimana proses nya
sehingga dapat bertempat tinggal di panti.
6. Riwayat Keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan,
dan anak-anak)
7. Riwayat Pekerjaan
Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, dan sumbersumber
pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi
8. Riwayat Lingkup Hidup
Meliputi : tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah orang yang tinggal di rumah,
derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.
9. Riwayat Rekreasi
Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan
10. Sumber/ Sistem Pendukung
Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti dokter,
perawat atau klinik
11. Kebiasaan Ritual Tidur
Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Pada pasien lansia dengan
hipertensi mengalami susah tidur sehingga dilakukan ritual ataupun aktivitas
sebelum tidur.
12. Status Kesehatan Saat Ini
Meliputi : status kesehatan umum selama stahun yang lalu, status kesehatan
umum selama 5 tahun yang lalu, keluhan-keluhan kesehatan utama, serta
pengetahuan tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.
13. Obat-Obatan
Menjelaskan obat yang telah dikonsumsi, bagaimana mengonsumsinya, atas nama
dokter siapa yang menginstruksikan dan tanggal resep
14. Nutrisi
Diet, Riwayat peningkatan / penurunan berat badan, pola konsumsi makanan,
masalah-masalah yang mempengaruhi masukan makanan. Diet yang dianjurkan
pada penderita hipertensi yaitu diet DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertansion) diet yang dirancang untuk menurunkan lonjakan tekanan darah.
Diet ini menenkankan pada pola makan rendah garam namun tetap mengandung
nutrisi seimbang (Meva Nareza, 2020).

15. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan


1) Gaya hidup yang kurang sehat merupakan faktor resiko hipertensi yang bisa
kita ubah dengan kata lain, mengatur pola hidup sehat mengurangi konsumsi
natrium, lemak jenuh, alcohol berlebihan
2) Kebiasaan merokok dapat meningkatkan tekanan jantung dan pembuluh
darah yang diakibatkan oleh zat kimia sehingga pembuluh darah menyempit.
3) Stress: stress yang dialami para lansia juga dapat menyebabkan timbulnya
hipertensi karena perubahan hormone pada tubuh saat sedang setress. Bila
tidak segera ditangani bisa mengalami hipertensi jangka Panjang bahkan
penyakit jantung yang berujung kematian. (Aditya, 2017).
16. Riwayat psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering muncul pada
klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit yang dirasakan sakit oleh
klien perubahan psikologis tersebut juga muncul akibat kurangnya pengetahuan
penyebab dan akibat dari hipertensi seperti stroke, jantung, gagal ginjal, dan
diabetes (Gede, 2011)
17. Pemeriksaan fisik
1) Umum
Inspeksi adanya kelelahan, perubahan nafsu makan, kesulitan tidur.
2) Integumen
Inspeksi pada lansia terdapat perubahan kelembapan pada kulit (kering,
elastisitas kulit menurun) kulit menjadi tipis, ada perubahan warna rambut,
perubahan kuku.
3) Hemopoetik
Adanya pendarahan, pembengkakan kelenjar limfa, Riwayat tranfusi darah
dll.
4) Kepala
Inspeksi terdapat sakit kepala, pusing, tidak ada trauma pada masa lalu
5) Mata
Inspeksi bentuk mata simetris, biasanya pada penderita hipertensi terdapat
adanya gangguan penglihatan, pupil isokor, konjungtiva anemis, pada
lansia juga bisa mengalami gangguan penglihatan seperti rabun jauh atau
rabun dekat.
6) Telinga
Inspeksi bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak terdapat kelainan,
tidak ada lesi, biasanya pada lansia mengalami gangguan pendengaran.
Palpasi tidak terdapat nyeri tekan.
7) Hidung dan Sinus
Inspeksi bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, tidak dijumpai kelainan,
apistaksis. Palpasi tidak ada nyeri tekan.
8) Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi bentuk mulut biasanya tidak simetris jika terjadi CVA, tidak ada
lesi, tidak ada kesulitan menelan.
9) Leher
Inspeksi tidak ada benjolan. Palpasi terdapat kekakuan bagian belakang,
terdapat nyeri tekan pada bagian belakang.
10) Payudara
Inspeksi tidak ada lesi, tidak keluar cairan dari putting susu. Palpasi tidak
ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
11) Sistem Pernafasan
Inspeksi tidak ada batuk, tidak ada sesak, tidak ada sputum, tidak ada
mengi. Auskultasi Sonor
12) Sistem Kardiovaskular
Inspeksi tidak ada nyeri dada, tidak ada sesak, tidak ada edema palpasi
tidak ada nyeri tekan, vocal premitus kanan kiri sama, Auskultasi bunyi
jantung pekak
13) Gastrointestinal
Inspeksi anoreksia, tidak toleran terhadap makan, hilangnya nafsu makan,
mual, muntah, perubahan berat badan, perubahan kelembapan kulit.
14) Perkemihan
Inspeksi tidak ada edema pada pasien, inkotinensia urine.
15) Genetalia
Inspeksi: tidak ada lesi, riwayat mentruasi, riwayat menopause, tidak ada
penyakit kelamin. Palpasi tidak ada nyeri tekan pelvic.
16) Muskuloskeletal
Inspeksi kelemahan, letih, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan
rutin, perubahan warna kulit, gerak tangan empati, otot muka tegang
(khususnya sekitar mata), gerakan fisik cepat.
17) Sistem saraf pusat
Inspeksi terdapat sakit kepala, kejang, kaku kuduk, serangan jantung,
stroke, tremor. 36 18) Sistem endokrin Inspeksi pada pasien penderita
hipertensi tidak ditemukan adanya pembesaran pada kelenjar tiroid dan
karotis.
1.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis : peningkatan
tekanan vaskuler serebral
2. (D.0055) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurangnya kontrol tidur
3. (D.0056) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
4. (D.0011) Resiko penurunan curah jantung d.d perubahan afterload
1.3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No. Intervensi
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I. 08238)
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Observasi
agen pencidera 3x24 jam klien dapat - Identifikasi lokasi,
fisiologis : mengontrol nyeri dengan karakteristik, durasi,
peningkatan tekanan kriteria : frekuensi, kualitas,
vaskuler serebral 1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
(D.0077) menurun - Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun - Identifikasi respon nyeri
3. Gelisah menurun non verbal
4. Kesulitan tidur - Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
memperingan nyeri
2. Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur (L.05174)


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Observasi
kurangnya kontrol 3x24 jam pola tidur - Identifikasi pola aktivitas
tidur (D.0055) membaik dengan kriteria: dan tidur
1. Keluhan sulit tidur - Identifikasi fak tor
menurun penganggu tidur
2. Keluhan sering - Identifikasi makanan dan
terjaga menurun minuman yang
3. Keluhan tidak puas mengganggu tidur
tidur menurun - Mengidentifikasi obat
4. Keluhan pola tidur tidur yang dikonsumsi
berubah menurun 2. Terapeutik
- Modifikasi lingkungan
- Batasi waktu tidur siang
- Fasilitasi menghilangkan
stres sebelum tidur
- Tetapkan jadwal rutin
tidur
- Lakukan prosedur untuk
eningkatkan kenyamanan
- Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan/atau
tindakan unruk menunjang
siklus tidur terjaga
3. Edukasi
- Jelaskan pentingnya
tidurcukup selama sakit
- Anjurkan menepati
kebiasaan tidur
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Terapi Aktivitas (I.05186)
b.d tindakan keperawatan 1. Obsevasi
ketidakseimbangan 3x24 jam tidak terjadi - Identifikasi defisit tingkat
antara suplai dan intoleransi aktifitas aktivitas
kebutuhan oksigen dengan kriteria : - Identifikasi kemampuan
(D.0056) 1. Saturasi oksigen berpartisipasi dalam
meningkat aktivitas
2. Tekanan darah - Identifikasi sumber daya
membaik aktivitas yang diinginkan
- Identifikasi makna
aktivitas rutin
2. Terapeutik
- Fasilitasi fokuspada
kemampuan, bukan defisit
yang dialami
- Koordinasikan pemilihan
aktifitas sesuai usia
- Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
- Fasilitasi fisik rutin
- Fasilitasi pengganti saat
mengalami keterbatasan
waktu, energi, atau gerak
- Fasilitasi aktivitasi
motorik untuk
merlaksasikan otot
3. Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas
fisik
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang
- Anjurkan melakukan
aktivitas fisik
4. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam
merencanakan program
aktivitas
- Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
Resiko penurunan Setelah dilakukan Perawatan jantung (I.02075)
curah jantung d.d tindakan keperawatan 1. Observasi
perubahan afterload 3x24 jam tidak terjadi - Identifikasi tanda/gejala
(D.0011) penurunan curah jantung primer penurunan curah
dengan kriteria : jantung (meliputi: dispnea,
1. Tekanan darah kelelahan, edema,
membaik ortopnea, PND,
2. CRT membaik peningkatan CVP).
- Identifikasi tanda/gejala
sekunder penurunan curah
jantung (meliputi:
peningkatan berat badan,
hepatomegaly, distensi
vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
- Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
- Monitor intake dan output
cairan
- Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang
sama
- Monitor saturasi oksigen
2. Terapeutik
- Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi
nyaman
- Berikan diet jantung yang
sesuai (mis: batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi
lemak)
- Gunakan stocking elastis
atau pneumatik
intermitten, sesuai indikasi
- Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
- Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress,
jika perlu
- Berikan dukungan
emosional dan spiritual
3. Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
- Anjurkan berhenti
merokok
- Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
- Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program
rehabilitasi jantung

DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Ma’rifatul. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha ilmu. Diakses pada
tanggal 24 Februari 2021, 16.15 WIB
Cahyani N. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. C Dengan Diagnosa medis
Hipertensi. Online. eprints.kertacendekia.ac.id diakses pada tanggal 09 November
2022, 08.00 WIB
Dinarti & Mulyani. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Online. Bppsdmk.kemkes.go.id.
Diakses pada tanggal 09 November 2022,08.30 WIB
Gede. (2011). Konsep asuhan keperawatan sindrom coroner
akut.samoke2012.wprdpress.com. diakse pada tanggal 09 November 2022, 09.00
WIB
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan hematologic Jakarta: Salemba Medika. Nurarif, Amin Huda &
Kusuma ,
Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
NicNoc. Jilid 2.jogjakarta: medication
NANDA-I (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi, ed. 10. Jakarta: penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Nuraini, Bianti. (2015). Risk Faktor Hypertension. Online. juke.kedoketran.unila. diakses 28
Januari 2021, 16.15 Price, A sylvia.
Nanda NIC NOC (2015) diagnosis definisi dan klasifikasi penerbit buku kedokteran EGC.
Prawira Eka Aditya. (2017). Penyebab hipertensi. Online. M.liputan6.com diakses pada
tanggal 26 Januari, 13:00 WIB 93 Singgalingging, G. 2011. Karakteristik Penderita
Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Herna Medan 2011. Medan: 1-6
Soenarta, A.A., dkk. (2015). Pedoman Tata Laksana Hipertensi Pada Penyakit Kardivaskular,
1. Hlm. 1-2. Diakses pada tanggal 09 November 2022, 10.00 WIB
Syamsudin. (2011). Buku ajar farmakoterapi kardiovaskuler dan renal. Salemba medika:
Jakarta.
S Widyaningrum. (2012). Hipertensi pada lansia. Online. respiratory.unej.ac.id diakses pada
tanggal 09 November 2022, 10.00 WIB
www.aladokter.com. Obat tekanan darah tinggi. Diakses tanggal 27 Februarai 2021, 21.26
WIB www.aladokter.com. Diet DASH untuk penderita hipertensi. Diakses tanggal 09
November 2022, 09.30 WIB
Yasmara, Deni dkk. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta
Yuwono, Ridwan dkk. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap
Tingkat Kecemasan Pada Penderita Hipertensi. Jks.fikes.unsoed.ac.id. diakses pada
tanggal 09 November 2022, 08.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai