Disusun Oleh :
NUR ISNAINI WULAN RAHMADHANI
132229060
1.2.5 Patofisiologi
Tekanan darah merupakan hasil interaksi antara curah jantung (cardiac out put) dan
derajat dilatasi kontruksi arteriola (resistensi vascular sistemik).Tekanan darah arteri
dikontrol dalam waktu singkat oleh baroreseptor arteri yang mendeteksi perubahan
tekanan pada arteri utama, dan kemudian melalui mekanisme umpan balik hormonal
menimbulkan berbagai variasi respons tubuh seperti frekuensi denyut jantung, kontraksi
otot jatung, kontraksi otot polos pada pembuluh darah dengan tujuan mempertahankan
tekanan darah dalam batas normal. Baroreseptor dalam komponen kardiovaskuler
tekanan rendah, seperti vena, atrium dan sirkulasi pulmonary, memainkan peranan
penting dalam pengaturan hormonal volume vascular. Penderita hipertensi dipastikan
mengalami peningkatan salah satu atau kedua komponenini, yakni curah jantung dan
atau resistensi vascular sistematik. (Yasmara, Deni dkk, 2016).
Saat hipertensi bertambah berat dan jantung mulai mengalami pembesaran, curah
jantung mengalami penurunan secara progresif meskipun belum terdapat tanda-tanda
gagal jantung. Hal ini disebabkan resistensi perifer semakin tinggi dan kecepatan ejeksi
ventrikel kiri semakin menurun .penurunan curah jantung ini akan menyebabkan
gangguan perfusi ke organ tubuh, terutama ginjal. Kondisi ini berdampak penurunan
volume ekstrasel dan perfusi ginjal ini akan mengaktivasi system rennin angiostensin.
Renin yang dikeluarkan oleh ginjal ini akan merangsang angiotensinogen untuk
mengeluarkan angiotensionogen I (AI) yang bersifat vasokonstriktor lemah. Adanya
angiotensin I pada peredaran darah akan memicu pengeluaran angiotensin converting
enzym (ACE) di endothelium pembuluhparu. ACE ini kemudian akan mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II (AII) yang merupakan vasokonstriktor kuat
sehingga berpengaruh pada sirkulasi tubuh secara keseluruhan. Selain sebagai
vasokonstriktor kuat, AII memiliki efek lain yang pada akhirnya meningkatkan tekanan
darah. Dampak yang timbul oleh AII antara lain hipertrofi jantung dan pembuluh darah,
stimulasi rasa haus, memicu produksi oldesteron dan anti-diuretic hormone (ADH)
(Yasmara, Deni dkk, 2016)
Renin diekskresikan sebagai respons tubuh terhadap beberapa kondisi diantaranya
stimulasi system saraf simpatik, hipotensi, dan penurunan asupan natrium. Kemudian
rennin akan menginduksikan angiotensinogen untuk berubah menjadi angiotensi I (AI).
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang dihasilkan oleh endothelium pembuluh
darah paru mengubah AI menjadiangiotensin II (AII). Peningkatan tekanan darah sebagai
dampak dari adanya AII ini terjadi melalui dua cara utama yaitu efek fasokontruksi dan
perangsangan kelenjar adrenal. Vasokontruktoryaitu AII menebabkan vasokontruksi baik
pada arteriol maupun vena. Kontruksi arteriol akan meningkat tahanan perifer sehingga
membutuhkan usaha jantung lebih besar dalam melakukan pemompaan. sedangkan pada
vena dampak , tetapi sudah mampu menimbulkan peningkatan aliran balik darah vena ke
jantung. Perangsangan kelenjar endokrin yaitu AII merangsang kelenjar adrenal untuk 16
mengeluarkan hormone aldosteron, hormone inibekerja pada tubulus distal nefron.
Dampak dari keberadaan hormone aldesteron ini adalah peningkatan penyerapan kembali
air dan NACl oleh tubulus distal nefron. Hal ini akan mengurangi pengeluaran garam dan
air melalui ginjal. Kondisi ini membuat volume darah meningkat yang diikuti pula
dengan peningkatan tekanan darah. Berat ringannya gejala hipertensi sendiri sangat di
pengaruhi oleh seberapa banyak dan seberapa vital organ yang terkena dampak dari
penurunan perfusi darah akibat tingginya resisitensi sistemik tersebut.
1.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan
ataupun dengan memodifikasi gaya hidup. Sebagian besar pasien memerlukan obat anti
hipertensi seumur hidup dengan obat tunggal maupun kombinasi lebih dari satu obat.
Pedoman penatalaksanaan hipertensi sangat diperlukan oleh para dokter untuk mencegah
terjadinya komplikasi kardio-serebrovaskuler (Yenny, 2016).
Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam,
menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok dan minuman
beralkohol. Olahraga juga di anjurkan bagi penderita hipertensi (Soenarta, dkk., 2015)
1. Terapi non farmakologi
Terapi nonfarmakologi digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi nonfarmakologi
meliputi:
1) Diet
- Mengurangi makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi
- Retriksi garam secara moderat dari 10gr/hr menjadi 5gr/hr
- Penurunan berat badan
- Diet tinggi kalium
- Makanan dan minuman dalam kaleng
- Mengurangi konsumsi alcohol dan merokok (Depkes, 2014)
2) Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi seperti lari, jongging, bersepeda, berenang dan lainlain.
Lama latihan berkisar 20-15 menit.
2. Terapi farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
1) Golongan Diuretik
Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal membuang garam dan air, yang
akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah.
2) Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat yang terdiri dari
alfablocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat
sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah istem saraf yang dengan
segera akan memberikan respon terhadap stress, dengan cara meningkatkan
tekanan darah.
3) ACE-inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan
penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
4) Angiotensin-II-bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu
mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.
5) Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang berbeda.
6) Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
7) Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat
yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan segera. Beberapa
obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar
diberikan secara intravena : diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin,
labetalol.
1.2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN / keratin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3) Glucose: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
2. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3. EKG: dapatmenunjukanpolaregangan, dimana luas, peninggian gelombang p
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
4. IUP: mengindentifikasikan penyebab hipertensi seperti: batu ginjal, perbaikan
ginjal
5. Photo dada: menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung (Nurarif& Kusuma, 2015).
1.2.8 Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat terjadi karena hemorogi akibat tekanan darah tinggi di otak, atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak ang terpajan tekanan
tinggi. stroke dapat terjadi pada penyakit hipertensi kronis, apabila arteri yang
memperdarai otak mengalami hipertrofi dan penebalan.
2. Gagal jantung
Tekan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk
memompa darah. Kondisi ini berakibat otot jantung akan menebal dan meregang
sehingga daya pompa oto menurun. Pada akhirnya, terjadi kegagalan kerja otot
jantung (Yuli, 2018).
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal bisa terjadi sebab kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus gijal. Denganrusaknya glomerulus, aliran darah kenefron akan
terganggu dan dapat berlanjut menjadi kematian dan hipoksik (Bianti Nuraini,
2015)
4. Enselopati
Terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan
berbahaya). Tekanan yang sangattinggi pada 20 kelainan ini menyebabkan
peningkatan kapiler dan mendorong cairan keruangan intersistil di seluruh susunan
saraf pusat (Aspiani, R.Y, 2014). 2.1.8.5 Kejang Bisa terjadi pada wanita
preeklamasia. Bayi yang lahir mungkin memiliki berat badan yang kecil akibat
perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan
asidosis jika ibu mengalami kejang selama bisa juga sebelum persalinan. (Aspiani,
R.Y, 2014)
1.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Lansia Hipertensi
1.3.1 Pengakjian
1. Identitas
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, alamat sebelum tinggal
di panti, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan sebelumnya, pendidikan
terakhir, tanggal masuk panti, kamar dan penanggung jawab.
2. Keluhan utama
Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sakit
kepala disertai rasa berat ditengkuk, sakit kepala berdenyut. Nyeri kadang-kadang
sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit tidak hilang
dengan istirahata dan minum obatan (Gede, 2011).
Menurut AHA (American Heart Association) penderita hipertensi bisa
memiliki tekanan darah tinggi selama bertahuntahun tanpa merasakan gejala apa
pun. Sepertiga penderita 30 hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya memiliki
tekanan darah tinggi. Gejala mulai muncul ketika sudah ada tanda kerusakan
pembuluh darah. Dikatakan mengalami hipertensi saat hasil pembacaan tekanan
darahnya berada di atas ambang batas tensi normal 120/80 mmHg. Tekanan darah
tinggi tidak menyebabkan sakit kepala atau mimisan, kecuali pada kondisi darurat
atau tensi sangat tinggi.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala. Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, pusing, wajah kemerahan, pendarahan
dihidung dan kelelahan yang bisa terjadi pada penderita hipertensi. Jika
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sakit
kepala, kelelahan, sesak nafas, muntah, pandangan kabur, yang terjadinya karena
ada kerusakan pada otak, jantung, mata dan ginjal. Kadang penderita hipertensi
berat mengalami penurunan kesadaran bahkan koma (Cahyani, 2020).
4. Riwayat kesehatan dahulu
Penderita hipertensi biasanya ditandai dengan menderita penyakit, diabetes
militus, penyakit ginjal, obesitas, ada riwayat merokok, hiperkolesterol,
penggunaan obat kontrasepsi oral dan penggunaan obat lainnya (Cahyani, 2020).
5. Riwayat Masuk Panti
Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti dan bagaimana proses nya
sehingga dapat bertempat tinggal di panti.
6. Riwayat Keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan,
dan anak-anak)
7. Riwayat Pekerjaan
Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, dan sumbersumber
pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi
8. Riwayat Lingkup Hidup
Meliputi : tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah orang yang tinggal di rumah,
derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.
9. Riwayat Rekreasi
Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan
10. Sumber/ Sistem Pendukung
Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti dokter,
perawat atau klinik
11. Kebiasaan Ritual Tidur
Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Pada pasien lansia dengan
hipertensi mengalami susah tidur sehingga dilakukan ritual ataupun aktivitas
sebelum tidur.
12. Status Kesehatan Saat Ini
Meliputi : status kesehatan umum selama stahun yang lalu, status kesehatan
umum selama 5 tahun yang lalu, keluhan-keluhan kesehatan utama, serta
pengetahuan tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.
13. Obat-Obatan
Menjelaskan obat yang telah dikonsumsi, bagaimana mengonsumsinya, atas nama
dokter siapa yang menginstruksikan dan tanggal resep
14. Nutrisi
Diet, Riwayat peningkatan / penurunan berat badan, pola konsumsi makanan,
masalah-masalah yang mempengaruhi masukan makanan. Diet yang dianjurkan
pada penderita hipertensi yaitu diet DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertansion) diet yang dirancang untuk menurunkan lonjakan tekanan darah.
Diet ini menenkankan pada pola makan rendah garam namun tetap mengandung
nutrisi seimbang (Meva Nareza, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Ma’rifatul. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha ilmu. Diakses pada
tanggal 24 Februari 2021, 16.15 WIB
Cahyani N. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. C Dengan Diagnosa medis
Hipertensi. Online. eprints.kertacendekia.ac.id diakses pada tanggal 09 November
2022, 08.00 WIB
Dinarti & Mulyani. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Online. Bppsdmk.kemkes.go.id.
Diakses pada tanggal 09 November 2022,08.30 WIB
Gede. (2011). Konsep asuhan keperawatan sindrom coroner
akut.samoke2012.wprdpress.com. diakse pada tanggal 09 November 2022, 09.00
WIB
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan hematologic Jakarta: Salemba Medika. Nurarif, Amin Huda &
Kusuma ,
Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
NicNoc. Jilid 2.jogjakarta: medication
NANDA-I (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi, ed. 10. Jakarta: penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Nuraini, Bianti. (2015). Risk Faktor Hypertension. Online. juke.kedoketran.unila. diakses 28
Januari 2021, 16.15 Price, A sylvia.
Nanda NIC NOC (2015) diagnosis definisi dan klasifikasi penerbit buku kedokteran EGC.
Prawira Eka Aditya. (2017). Penyebab hipertensi. Online. M.liputan6.com diakses pada
tanggal 26 Januari, 13:00 WIB 93 Singgalingging, G. 2011. Karakteristik Penderita
Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Herna Medan 2011. Medan: 1-6
Soenarta, A.A., dkk. (2015). Pedoman Tata Laksana Hipertensi Pada Penyakit Kardivaskular,
1. Hlm. 1-2. Diakses pada tanggal 09 November 2022, 10.00 WIB
Syamsudin. (2011). Buku ajar farmakoterapi kardiovaskuler dan renal. Salemba medika:
Jakarta.
S Widyaningrum. (2012). Hipertensi pada lansia. Online. respiratory.unej.ac.id diakses pada
tanggal 09 November 2022, 10.00 WIB
www.aladokter.com. Obat tekanan darah tinggi. Diakses tanggal 27 Februarai 2021, 21.26
WIB www.aladokter.com. Diet DASH untuk penderita hipertensi. Diakses tanggal 09
November 2022, 09.30 WIB
Yasmara, Deni dkk. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta
Yuwono, Ridwan dkk. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap
Tingkat Kecemasan Pada Penderita Hipertensi. Jks.fikes.unsoed.ac.id. diakses pada
tanggal 09 November 2022, 08.00 WIB