Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PADA LANSIA

DENGAN HIPERTENSI DI RAAL GRIYA ASIH

Jl. Pramuka Gg Walet No. 60, Lawang, Kec. Lawang, Kabupaten Malang

Disusun oleh:

MELYNDA

211097

KELAS 3B

PRODI D-III KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

RS dr. SOEPRAOEN MALANG

2022/2023
KONSEP DASAR LANSIA

Definisi Lansia

Seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun disebut lansia. Proses menua merupakan
suatu hal yang bertahap sehingga menyebabkan berkurangnya ketahanan tubuh dalam
menghadapi suatu rangsangan dari luar maupun dalam tubuh (Kholifah, 2016). Menua adalah
suatu proses yang terjadi secara alamiah dan tidak dapat dihindari oleh setiap orang,
seseorang tidak akan langsung menjadi tua, namun akan melewati tahapan usai yaitu usia
bayi hingga menjadi tua (Kholifah, 2016). Menua dapat juga dimaksudkan sebagai
menurunnya kenormalan fungsi dan struktur serta keahlian jaringan untuk memperbaiki diri
(Darmojo, 2015).

Lansia merupakan populasi berisiko (population at risk) yang semakin meningkat


jumlahnya. Allender, Rector, dan Warner (2014) menyebutkan bahwa populasi berisiko
(population at risk) adalah kumpulan orang-orang yang masalah kesehatannya memiliki
kemungkinan akan berkembang lebih buruk karena adanya faktor-faktor risiko yang
memengaruhi. Stanhope dan Lancaster (2016) mengatakan lansia sebagai populasi berisiko
ini memiliki tiga karakteristik risiko kesehatan yaitu, risiko biologi termasuk risiko terkait
usia, risiko sosial dan lingkungan serta risiko perilaku atau gaya hidup. Tahap usia lanjut
adalah tahap dimana terjadi penurunan fungsi tubuh.

Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,


jaringan dan sel, yang mengalami perubahan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan
dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kuliat, tulang jantung, pembuluh darah,
paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya. Kemampuan regeneratif pada lansia terbatas,
mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit (Kholifah, 2016).

Batasan Lansia

1. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :


a. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
b. Usia tua (old): 75-90 tahun,
c. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
2. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:
a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
c. Usia lanjut berisiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan (Dalam Kholifah, 2016)
Ciri-ciri Lansia

Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :

1. Lansia merupakan periode kemunduran.


Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang
memiliki motivasi rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan
diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
3. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam
segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di
masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan
konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.
Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk
pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan
memiliki harga diri yang rendah (Kholifah, 2016).

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Menua

1. Hereditas atau keturunan genetik.


2. Nutrisi dan makanan.
3. Status kesehatan.
4. Pengalaman hidup.
5. Lingkungan.
6. Stres (Dalam Kholifah, 2016)
Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang
akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, bukan hanya perubahan fisik,
tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).

1. Perubahan Fisik
a. Sistem Indra Sistem pendengaran
Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti katakata, 50% terjadi pada usia diatas
60 tahun.
b. Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit
akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna
coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
c. Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia
Jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen
sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan
kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga
permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya kepadatan
tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan
mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas
dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan
lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi; pada ansia, jaringan ikat sekitar
sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
d. Perubahan pada sistem kardiovaskuler
Pada lansia adalah massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi
sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA
Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
e. Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang
paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan
sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
f. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai
kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa
lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah. Pada sistem
perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami
kemunduran.
g. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada
serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.
h. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
2. Perubahan Kognitif
a. Memory (Daya ingat, Ingatan)
b. IQ (Intellegent Quotient)
c. Kemampuan Belajar dan pemahaman (Learning)
d. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
e. Pengambilan Keputusan (Decision Making)
f. Kebijaksanaan (Wisdom)
g. Kinerja (Performance)
h. Motivasi
3. Perubahan mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan, kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
4. Perubahan spiritual Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak sehari-hari
5. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan
keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi
juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan
adaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan
stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut
merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat
penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari
suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia sering
merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya
terjadi pada lansia yang terisolasi dan diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu.
Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan
urinnya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan,
keadaan tersebut dapat terulang kembali.
HIPERTENSI

A. PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg. (Smeltzer,2001) Menurut WHO tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95
mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

B. KLASIFIKASI
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : (Darmojo, 1999)
Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi
dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah
dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu :
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

C. ETIOLOGI
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan
perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
c. Kebiasaan hidup
d. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
e. Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
f. Kegemukan atau makan berlebihan
g. Stress
h. Merokok
i. Minum alcohol
j. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :


1. Ginjal ; Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut dan Tumor.
2. Vascular ; Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol,
dan Vaskulitis.
3. Kelainan endokrin ; DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidismed
4. Saraf ; Stroke, Ensepaliti.
5. Obat – obatan ; Kontrasepsi oral, Kortikosteroid
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001). Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
E. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah,
Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan
dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2. BUN: memberikan informasi tentang perfusi ginjal
3. Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan
oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
4. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
5. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan
plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
6. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
7. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
8. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
Steroid urin
9. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
10. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopat
11. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
G. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, Diet rendah
kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
b. Penurunan berat badan
c. Menghentikan merokok
d. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-
87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan
berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perming
2. Edukasi Psikologis
a. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar
membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
b. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
3. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita.

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT
NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT
OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika,
penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada
pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
2. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan, Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika, beta blocker, Ca
antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
3. Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh
Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-3 jenis lain
4. Step 4
Alternatif pemberian obatnya, Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi, Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter )
dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
1) Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit cebrovaskuler, episode palpitasi.
2) Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat,
sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin
lambat/ tertunda.
c. Integritas Ego
1) Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan,keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
2) Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak,otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.
d. Eliminasi
1) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayatpenyakit ginjal padamasa yang lalu).
e. Makanan/cairan
1) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak sertakolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun), Riwayatpenggunaan diuretic
2) Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
1) Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital
(terjadi saatbangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa
jam), Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
2) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek,
proses piker,penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
1) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakitkepala.
h. Pernafasan
1) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja
takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
2) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas
tambahan(krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
1) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
c. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan adanya tahanan pembuluh darah
d. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output
e. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
f. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.
g. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
yang diderita klien

3. Rencana Tindakan
Diagnosa Keperawatan:
Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan :
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam.
Kriteria hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
2. Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
3. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
5. Catat edema umum
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah
pengunjung.
7. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
8. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
9. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan
kepala tempat tidur.
10. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
11. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
12. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
Kolaborasi
1. Untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

Diagnosa Keperawatan
Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
2. Pasien tampak nyaman
3. TTV dalam batas normal
Intervensi :
 Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
 Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
 Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
 Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
 Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik
relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
 Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
Kolaborasi
 Pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan,
diazepam, valium )

Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
adanya tahanan pembuluh darah
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria Hasil :
1. Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan
dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala,
pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal, haluaran urin 30 ml/ menit
2. Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
 Pertahankan tirah baring
 Tinggikan kepala tempat tidur
 Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia
 Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
 Amati adanya hipotensi mendadak
 Ukur masukan dan pengeluaran
 Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
 Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program
Diagnosa Keperawatan
Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output
Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam
Kriteria hasil :
Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari
Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
Intervensi :
1. Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi.
2. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
3. Instruksikan pasien tentang penghematan energy
4. Kaji respon pasien terhadap aktifitas
5. Monitor adanya diaforesis, pusing
6. Observasi TTV tiap 4 jam
7. Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu
8. istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau
sore

Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam
Kriteria hasil :
1. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari
2. Tampak dapat istirahat dengan cukup
3. TTV dalam batas normal
Intervensi :
 Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
 Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
 Evaluasi tingkat stress
 Monitor keluhan nyeri kepala
 Lengkapi jadwal tidur secara teratur
 Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
 Lakukan masase punggung
 Putarkan musik yang lembut

Diagnosa Keperawatan
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.
Tujuan:
Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x
24 jam
Kriteria hasil :
1. Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
2. Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
Intervensi :
 Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
 Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
 Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
 Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien /
atas keberhasilannya

Diagnosa Keperawatan
Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
yang diderita klien
Tujuan:
Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1 x 24 Jam
Kriteria hasil :
1. Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
2. Ekspresi wajah rilek
3. TTV dalam batas normal
Intervensi :
 Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya
kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi
dalam rencana pengobatan
 Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala,
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
 Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya
 Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
 Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup
 Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
 Observasi TTV tiap 4 jam
 Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaanya
 Berikan support mental pada klien
 Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC.

Marilynn E Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku


Kedokteran, EGC, Jakarta.

http://www.scribd.com/doc/45725767/hipertensi-pada-lansia diakses tanggal 16 Januari 2012


http://www.scribd.com/doc/50762215/BAB-I diakses tanggal 16 Januari 2012

Anda mungkin juga menyukai