“ GERONTIK “
Oleh :
DELVIA
NH0117022
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
“ STROKE “
Oleh :
DELVIA
NH0117022
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
GERONTIK
1. Perubahan Fisiologi
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak
jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
5) Sistem respirasi
7) Sistem perkemihan
9) Sistem reproduksi
b. Perubahan Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi
C. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2. Kesehatan umum
3. Tingkat pendidikan
4. Keturunan (hereditas)
5. Lingkungan
6. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
2. Perubahan Psikososial
1. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika
lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat,
gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
2. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan
dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut
dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti
dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi.
Depresi juga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya
kemampuan adaptasi.
4. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum,
gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif,
gangguangangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan
berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping
obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
5. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga),
lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat
membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau
menarik diri dari kegiatan sosial.
6. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main
dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.
Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE
Peningkatan Thrombus/Emboli
tekanan sistemik di serebral
Aneurisma./APM
Suplai darah ke
jaringan serebral
Perdarahan tidak adekuat
arachnoid/ventrikel
Perfusi jaringan
Vasospasme arteri serebral tidak
Hematoma serebral adekuat
serebral/saraf
serebral
PTIK/Herniosis serebral
Iskemik/infork
Pola nafas
tidak efektif
Hemifer kanan Hemifer kiri
Area
brocca Hemiparase/plegi kiri Hemiparase/plegi kanan
Kerusakan
kemunikasi verbal
Kurang pengetahuan
a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama,
alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama,
suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
b. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti koagulasi, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia, TTV
meningkat, nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum, sesak naps,
penggunaan alat bantu napas, dan peningkatan frekuensi napas. Pada
klien dengan kesadaran CM, pada infeksi peningkatan pernapasannya
tidak ada kelainan, palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus
seimbang, auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terdapat peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg)
c) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada
likasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran arean
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sememntara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan mengendalian kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunujukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonojol karena
klien stroke mengalami masalah mobility frekuensi napas. Pada klien
dengan kesadaran CM, pada infeksi peningkatan pernapasannya tidak
ada kelainan, palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus seimbang,
auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
f) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terdapat peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg)
g) B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada
likasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran arean
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya
h) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sememntara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan mengendalian kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine
eksternal hilang atau berkurang selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunujukkan kerusakan neurologis luas.
i) B5 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonojol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan
untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegi serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat. (Saputra, 2015)
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Pada klien lanjut usia kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat
latergi, stupor dan koma
3) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal dan hemisfer
4) Pangkajian Saraf Kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central
5) Pengkajian Sistem Motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh
6) Pengkajian Reflek
Pada fase akur refleks fisiologis yang lumpuh akan menghilang setelah
beberapa hari reflek fisiologian muncul kembali didahului refleks patologis
7) Pengkajian Sistem Sensori
Dapat terjadi hemihipertensi. (Saputra, 2015)
1.3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intra cranial.
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek batuk dan
menelan, immobilisasi.
f. Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat. (Nanda, 2013)
i. Resiko Jatuh
1.4. INTERVENSI KEPERWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat
peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria Hasil :
1) Klien tidak gelisah.
2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.
4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20 x/menit).
Intervensi:
1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab peningkatan TIK
dan akibatnya.
2) Berikan klien bed rest total.
3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung (beri bantal
tipis)..
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan berlebihan..
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral.
Tujuan & Kriteria Hasil :
1) Kemampuan berbicara meningkat dari 1 ke 5
2) Afasia meningkat dari 5 ke 1
Intervensi :
1) Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dan diksi bicara
2) Berikan dukungan psikologis
3) Anjurkan berbicara perlahan
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.
Tujuan dan Kriteria Hasil :
1) Pergerakan ekstremitas meningkat dari 1 ke 5
2) Kekuatan otot meningkat dari 1 ke 5
3) Rentang Gerak (ROM) meningkat dari 1 ke 5
Intervensi :
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Fasilitasi melakukan pergerakan
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam melakukan pergerakan
4) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.
Tujuan & Kriteria Hasil :
1) Kemampuan mandi meningkat dari 1 ke 5
2) Kemampuan menggunakan pakaian meningkat dari 1 ke 5
3) Kemampuan toileting meningkat dari 1 ke 5
Intervensi :
1) Monitor tingkat kemandirian
2) Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,berpakaian, bersiap dan
makan
3) Jadwalkan rutinitas perawatan diri
4) Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek batuk dan
menelan, immobilisasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pola nafas efektif.
Kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak nafas.
2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.
3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)
Intervensi :
1) Observasi pola dan frekuensi nafas.
2) Auskultasi suara nafas.
3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali..
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga sebab ketidakefektifan pola
nafas.
Rasional : klien dan keluarga berpartisipasi dalam mencegah
ketidakefektifan pola nafas.
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.
f. Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM jika mungkin..
2) Ubah posisi tiap 2 jam.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah yang
menonjol.
4) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit.
g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan menelan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
1) Turgor kulit baik.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Tidak muntah.
Intervensi :
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan reflex batuk..
2) Berikan makan dengan bertahan pada lingkungan yang tenang.
3) Berikan makanan dalam penyajian masih hangat.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan makanan melalui selang.
5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.
h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
kebutuhan pengetahuan klien dan keluarga terpenuhi.
Kriteria hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program pengobatan.
Intervensi :
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik.
2) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat.
3) Sediakan bagi keluarga tentang informasi kemajuan keadaan pasien.
4) Diskusikan dalam pemilihan terapi atau penanganan terhadap pasien.
i. Resiko Jatuh
Tujuan & Kriteria Hasil :
1) Jatuh saat berjalan menurun dari 5 ke 1
Intervensi :
1) Identifikasi faktor resiko jatuh
2) Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
3) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
1.5. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan keperawatan untuk mencapai
tujuan yang spesifik (Ferry, 2016)
1.6. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi prose keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana keperawatan dan
implementasi sudah berhasi dicapai (Ferry, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Ferry, E. (2016). keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktik dalam keperawatan. jakarta:
Salemba Medika.
NANDA International. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan
Profesional Jilid 3. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Saputra, A. D. (2015). Stroke Hemoragik. Academik keperawatan, 48.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Defenisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI