Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK PADA

Tn. “S” DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA DUSUN KAMPUNG BARU

Disusun Oleh
NURIKMAL FADILAH
NHO119055

CI LAHAN CI INSTITUSI

(ERNAWATI, S.Kep.,Ns) (AMRIATI MUTMAINNA, S.Kep., Ns., MSN)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN
2023
A. Konsep Keperawatan Gerontik & Teori Menua
1. Definisi
Lansia merupakan kelompok lansia yang rentan masalah, baik masalah
ekonomi, social, budaya, kesehatan maupun psikologis, oleh karenanya agar lansia
tetap sehat, sejahtera dan bermanfaat, perlu didukung oleh lingkungan yang
kondusif seperti keluarga (Rohmana, 2022)
Lansia merupakan kelompok berisiko yang memiliki fakor risiko dan
berpotensi tinggi terpapar penyakit. Lanjut usia adalah masa saat seseorang telah
mencapai kematangan dalam ukuran dan fungsi serta menunjukkan beberapa
kemunduran seiring berjalannya waktu (Gemini, 2021)
Lansia merupakan kelompok penduduk yang menjadi focus perhatian para
ilmuwan, masyarakat, dan pemerintah karena membawa berbagai permasalahan
yang harus diantisipasi dan dicarikan jalan keluarnya, termasuk bidang kesehatan
(Sitti Utami, 2022)

2. Batasan Umur Lanjut Usia


1. Menurut UU No.13 tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi,
“Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas”.
2. Menurut World Health Organization (WHO)
Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun
Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun
Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

3. Teori Proses Menua


Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,
teori psikologis, teori social dan teori spiritual, sebagai berikut :
1. Teori biologi
Teori biologi mencakup teori genetic dan mutasi, immunology slow
theory, teori stress, teori radikal bebas dan teori rantai silang.

1
2. Teori genetic dan mutasi
Menurut teori genetic dan mutasi, menua terprogram secara genetic untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang deprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsi sel).
Teori pengumpulan pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori
akumulasi dari produk sisa, sebagai contoh adalah adanya pigmen lipofusin di
sel otot jantung dan sel susunan saraf pusat pada lansia yang mengakibatkan
terganggunya fungsi sel itu sendiri.
Pada teori biologi dikenal istilah pemakaian dan perusakan (wear and
tear) yang terdiri karena kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-
sel tubuh menjadi lelah (pemakaian). Pada teori ini juga didapatkan terjadinya
peningkatan jumlah kolagen dalam tubuh lansia, tidak ada perlindungan
terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.
3. Immunology slow theory
Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh.
4. Teori stress
Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat hilngnya sel-sel yang
biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress yang menyebabkan
sel-sel tubuh lelah terpakai
5. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organic seperti
karbohidrat dan protein.
6. Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua
atau using menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan
ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.
7. Teori psikologi
2
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan
penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula
dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan inteligensi dapat
menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif
dapat menjadikan seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap
nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya.
8. Teori social
Ada beberapa teori social yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu
teori interaksi social (social exchange theory), teori penarikan diri
(disengagement theory), teori aktivitas (acivity theory), teori kesinambungan
(continuity theory), teori perkembangan (development theory), dan teori
stratifikasi usia (age stratification theory).
9. Teori interaksi social
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Pokok-pokok teori interaksi social adalah sebagai berikut:
1) Masyarakat terdiri atas actor-aktor social yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi social yang memerlukan biaya dan
waktu
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor harus
mengeluarkan biaya
4) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya
kerugian
5) Hanya interaksi yang ekonomis saja yang di pertahanka olehnya
10. Teori penarikan diri
Teori ini merupakan teori social tentang penuaan yang paling awal.
Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari
pergaulan disekitarnya.
11. Teori aktivitas
Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al
3
(1972) yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas
serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas
dan aktivitas yang dilakukan.
12. Teori kesinambungan
Teori ini dianut oleh banyak pakar social. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seorang
pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia.

13. Teori perkembangan


Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh
lansia pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami teori
Freud, Buhler, Jung, dan Erickson.
14. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan.

B. Konsep Perubahan pada Lansia


1. Perubahan Fisiologi
1. Sel: Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun dan cairan
intraseluler menurun.
2. Kardiovaskuler: Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa
darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh
darah menurun, serta meningkatknya resistensi pembuluh darah perifer
sehingga tekanan darah meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
sehingga tekanan darah meningkat.
3. Respirasi: Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas
paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih
berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun,
serta terjadi penyempitan pada bronkus.
4. Persarafan: saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan
4
dengan stress.
5. Muskuloskeletal: Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh
(osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku
(atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan mengalami sklerosis
6. Gastrointestinal: Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun,
dan peristaltic menurun sehingga daya absorbs juga ikut menurun. Ukuran
lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga
menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan.
7. Genitourinaria: Ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun,
penyaringan di glomerulus menurun dan fungsi tubulus menurun sehingga
kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun.
8. Vesika urinaria: Otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi
urine. Prostat hipertrofi pada 75% lansia.
9. Vagina: Selaput lendir mongering dan sekresi menurun.
10. Pendengaran: Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan-gangguan
pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
11. Penglihatan: Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap
menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan katarak.
12. Endokrin: Produksi hormone menurun.
13. Kulit: Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung
dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskulrisasi menurun, rambut
memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta
kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.
14. Belajar & memori: Kemampuan belajar masih ada tetapi relative menurun.
Memori (daya ingat) menurun karena proses encoding menurun.
15. Inteligensi: Secara umum tidak banyak berubah
16. Personality & adjustment (pengaturan): Tidak banyak perubahan, hampir
seperti saat muda.
17. Pencapaian (achievement): Sains, filosofi, seni, dan music sangat
memengaruhi
2. Perubahan Sosial
a. Peran : Post power syndrome, single woman, dan single parent.
b. Keluarga : Kesendirian, kehampaan.
5
c. Teman : Ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan akan
meninggal. Berada di rumah terus-menerus akan cepat pikun (tidak
berkembang).
d. Abuse : Kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal (dicubit, tidak
diberi makan).
e. Masalah hukum : Berkaitan dengan perlindungan aset dan kekayaan pribadi
yang dikumpulkan sejak masih muda.
f. Pensiun : Kalau menjadi PNS akan ada tabungan (dana pension). Kalau tidak,
anak dan cucu yang akan member uang.
g. Ekonomi : Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi lansia
dan income security.
h. Rekreasi : Untuk ketenangan batin
i. Keamanan : Jatuh, terpleset
j. Transportasi : Kebutuhan akan sistem transportasi yang cocok bagi lansia.
k. Politik : Kesempatan yang sama untuk terlibat dan memberikan masukan
dalam sistem politik yang berlaku.
l. Pendidikan : Berkaitan dengan pengentasan buta aksara dan kesempatan untuk
tetap belajar sesuai dengan HAM.
m. Agam a: Melaksanakan ibadah
n. Panti jompo : Merasa dibuang/diasingkan
3. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan
keinginan, depresi dan kecemasan. Dalam psikologi perkembangan, lansia dan
perubahan yang dialaminya akibat proses penuaan. Masalah-masalah umum yang
sering dialami oleh lansia (Maryam dkk, 2008):
18.Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus bergantung pada orang
lain
19.Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk
melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya
20.Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi
dan kondisi fisik
21.Mencari teman baru untuk menggantikan suami/istri yang telah meninggal
6
atau pergi jauh dan/cacat
22.Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin
bertambah
23.Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa
24.Lingkungan (Nasrullah, 2016)
Berdasarkan beberapa evidence based yang telah dilakukan terdapat
perubahan psikososial yang dapat terjadi pada lansia antara lain:
a. Kesepian
Lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang dialami dapat
berupa kesepian emosional, situasional, kesepian sosial atau gabungan ketiga-
tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut beberapa hal yang dapat
memengaruhi perasaan kesepian pada lansia diantaranya:
1) Mcerasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima
2) Kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi dalam suatu
komunikasi
3) Mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan hidup
(suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena anaknya tidak tinggal
satu rumah (Septiningsih & Na’imah (2012)

b. Kecemasan Menghadapi Kematian


Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil penelitiannya
bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian. Tipe pertama lansia yang
cemas ringan hingga sedang dalam menghadapi kematian ternyata memiliki
tingkat religiusitas yang cukup tinggi. Sementara tipe yang kedua adalah
lansia yang cemas berat menghadapi kematian dikarenakan takut akan
kematian itu sendiri
c. Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah:
a) Jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi depresi
dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan
hormonal, perbedaan stressor psikososial bagi wanita dan laki-laki, serta

7
model perilaku tentang keputusasaan yang dipelajari;
b) Status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah/tidak pernah
menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal tersebut dikarenakan
orang lanjut usia yang berstatus tidak kawin sering kehilangan dukungan
yang cukup besar (Muhith, 2016)
4. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan, lanjut usia
semakin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir
sehari- hari dan pada usia 70 tahun perkembangan yang dicapai pada tingkat ini
adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara mencintai dan
keadilan (Gemini, 2021)
5. Perubahan Seksualitas
Pertambahan usia menyebabkan perubahan perubahan jasmani pada pria
ataupun wanita. Perubahan tersebut dapat berdampak pada kemampuan seseorang
untuk melakukan dan menikmati aktivitas seksual. Sejalan dengan bertambahnya
usia, masalah seksual merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya bagi usia
lanjut.
Menurut Alexander dan Alison dalam Darmojo (2010) mengatakan bahwa
pada dasarnya perubahan fisiologik yang terjadi pada aktivitas seksual pada usia
lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukan status dasar dari
aspek vascular, hormonal dan neurologiknya.
Perubahan psikologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau
dari pembagian tahapan seksual menurut Kaplan dalam Darmojo (2010) dalam
berikut ini :
a. Fase Hasrat (Desire)
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan
pasangan,harapan kultural, kecemasan akan kemampuan seks. Interval
untuk meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat serta
testoteron menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi
libido.
b. Fase Arousal
Lansia wanita : pembesaran payudara berkurang, terjadi penurunan

8
flushing, elastibilitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-
otot, iritasi uretra dan kandung kemih
Lansia pria: ereksi membutuhkan waktu lebih lama dan kurang begitu
kuat, penurunan produksi sperma sejak usia 40 tahun akibat penurunan
testoteron, elevasi testis ke perineum lebih lambat
c. Fase Orgasme
Lansia Wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit
konstraksil kemampuan mendapatkan orgasme multiple berkurang
Lansia Pria : kemampuan mengontrol enjakulasi membaik, kekuatan
dan jumlah kontraksi otot berkurang, volume ejakulat menurun (Andriani,
2021)

C. Konsep Penyakit/kasus
1. Konsep Penyakit/Kasus
Writing Group American Society of Hypertension (WG-ASH)
menyatakan, hipertensi adalah penyakit kardiovaskuler yang kompleks, dimana
tidak hanya tekanan darah yang diukur dalam kisaran normal, tetapi juga apakah
ada risikonya misalnya kelainan fisiologi dan system, dan penyakit
kardiovaskuler yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi (Brook, 2005). (Kurnia,
2020)
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling sering muncul di
negara berkembang seperti Indonesia. Seseorang dikatakan hipertensi dan beresiko
mengalami masalah kesehatan apabila setelah dilakukan beberapa kali
pengukuran, nilai tekanan darah tetap tinggi, nilai tekanan darah sistolik 140
MmHg ke atas atau diastolik 90 MmHg ke atas (Tagle, 2018).
2. Etiologi
Etiologi dari hipertensi bisa dilihat dari banyak faktor, dengan penyebab
yang tidak dapat diidentifikasi, tetapi beberapa yang umumnya terlibat berkaitan
dengan homeostatik. Tekanan darah akan tetap tinggi dan terus naik dari waktu ke
waktu karna peningkatan progresif dalam resistansi arteri perifer. Kenaikan terus
menerus dalam resistensi arteri nadalah karna retensi ginjal yang tidak sesuai
terhadap garam dan air atau ketidaknormalan pada dinding pembuluh darah.
Kondisi tingkat keparahan berhubungan langsung dengan adanya jumlah dan
9
besarnya faktor resiko, lamanya keberadaan faktor resiko, dan adanya status
penyakit yang menyertai. Tingkat keparahan komplikasi hipertensi meningkat saat
tekanan darah baik sistol maupun diastol meningkat (Moncloa, 2018)
a. Hipertensi Primer
Hipertensi primer (esensial) disebut juga hipertensi ideopatik akrna
tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetik,
lingkungan, hiperaktifitas saraf simpati sistem renin. Angiotensin dan
peningkatan Na+Ca intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko:
obesitas, merokok, alkohol dan polistemia
b. Hipertensi Sekunder
Penyakit atau salah yang spesifik di diagnosa dengan hipertensi
sekunder dan dalam banyak kasus penyebab utamanya dapat di perbaiki. Oleh
karna itu penting untuk mengisolasi akar permasalah sehingga regimen
pengobatan yang tepat dapat diresepkan. Tingkat keparahan tergantung dari
penyebab pokonya, faktor-faktor personal, lingkungan serta durasi status
penyakit yang menyertai.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi (Nurarif & Kusuma,
2015):
4. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang nmemeriksa. Hal ini berarti hipertensi hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
5. Gejala lazim
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
4. Patofisiologi (Patoflow)
Pada dasarnya, terjadinya hipertensi disebabkan oleh peningkatan aktivitas
vasomotor sentral dan peningkatan kadar neropineprin dan plasma, yang
10
menyebabkan tidak berfungsinya sistem kendali tekanan darah termasuk disfungsi
reflek baroreseptor ataupun kemoreseptor. Epineprin adalah zat yang disekresikan
pada dari saraf simpatis atau ujung saraf vasokontriktor dan langsung bekerja pada
otot polos pembuluh darah yang menyebabkan vasokontriksi (Guyton, 2007).
Impuls bereseptor menghambat pusat vasokonstriktor di medulla oblongata
dan menstimulasi pusat saraf vagus. Efeknya adalah memperluas pembulu darah dari
seluruh sistem peredaran darah perifer dan mengurangi frekuensi dan intensitas
kontraksi. Oleh karena itu, stimulasi reseptor dan barorefleksi pada arteri dapat
menyebabkan tekanan darah menjadi turun (Guyton, 2007). Pada saat yang sama,
ketika komposisi kimiawi darah berubah, misalnya, ketika darah berubah,
mekanisme refleks kemoreseptor terjadi, kandungan oksigen rendah, kandungan
karbon dioksida dan hidrogen tinggi, atau nilai pH turun.
Kondisi ini merangsang reseptor kimiawi yang ada di sinus caroticus dan
mengirim rangsangan yang berjalan di sepanjang saraf dan saraf vagus ke pusat
vasomotor di area kompresi atau vasokonstriktor, yang juga mengandung bagian dari
akselerator jantung, yang di sebut pelepasan stimulus, berjalan dalam saraf simpatis
menuju ke jantung, zona vasokonstriktor mengirimkan rangsang ke pembuluh darah
sehingga menyebabkan kecilnya diameter pembuluh darah, disfungsi kedua reflek
dapat mengakibatkan aktivasi pusat vasomotor di batang otak (Masud, 1989).
(Nurrahmani, 2012)

5. Pemeriksaan Penunjang
Pada awal proses diagnosis, dokter akan menanyakan gejala yang dialami,
riwayat penyakit yang sama dalam keluarga, riwayat medis penderita, serta obat-obat
yang sedang dikonsumsi oleh penderita. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan
fisik untuk menilai kondisi jantung, paru-paru, serta melihat tanda adanya
pembengkakan pada tungkai dan pergelangan kaki. Guna memastikan diagnosis,
beberapa pemeriksaan penunjang juga perlu dilakukan, diantaranya:
1. Foto Rontgen dada
Tes ini bertujuan untuk mengetahui adanya pembengkakan pada bilik kanan
jantung atau pembuluh darah paru-paru, yang merupakan tanda dari hipertensi
pulmonal.
2. Elektrokardiogram (EKG)
11
Untuk mengetahui aktivitas listrik jantung dan mendeteksi gangguan irama
jantung.
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi atau USG jantung dilakukan untuk menghasilkan citra jantung
dan memperkirakan besarnya tekanan pada arteri paru-paru serta kerja kedua
bagian jantung untuk memompa darah.
4. Tes fungsi paru
Tes fungsi paru dilakukan untuk mengetahui aliran udara yang masuk dan
keluar dari paru-paru, menggunakan sebuah alat yang bernama spirometer.
5. Kateterisasi jantung
Tindakan ini dapat dilakukan setelah pasien menjalani pemeriksaan
ekokardiografi untuk memastikan diagnosis hipertensi pulmonal sekaligus
mengetahui tingkat keparahan kondisi ini.
6. Pemindaian
Pemindaian seperti CT scan atau MRI digunakan untuk memperoleh gambaran
yang lebih jelas mengenai ukuran dan fungsi jantung, penggumpalan pada
pembuluh darah, dan aliran darah pada pembuluh darah paru-paru. Tes darah
7. Polisomnografi
Digunakan untuk mengamati tekanan darah dan oksigen, denyut jantung, dan
aktivitas otak selama pasien tertidur. Alat ini juga digunakan untuk mengenali
gangguan tidur, seperti sleep apnea. Biopsi paru. Dilakukan dengan cara
mengambil sampel jaringan paru-paru untuk melihat kelainan di paru-paru yang
dapat menjadi penyebab hipertensi pulmonal (Tagle, 2018).

6. Penatalaksanaan Medis Terbaru


Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi dan terapi
farmakologi. Terapi non farmakologi berupa modifikasi gaya hidup meliputi pola diet,
aktivitas fisik, larangan merokok dan pembatasan konsumsi alkohol. Terapi
farmakologis dapat diberikan antihipertensi tunggal maupun kombinasi. Pemilihan
obat anti hipertensi dapat didasari ada tidaknya kondisi khusus (komorbid maupun
komplikasi) (Adrianus Kosasih, 2019).
1. Farmakologi

12
Pada hipertensi stadium 2 dan juga hipertensi stadium 1 jika perubahan gaya
hidup dalam 4-6 bulan gagal menurunkan tekanan darah hingga mencapai target.
AHA merekomendasikan inisiasi terapi farmakologis jika : TD ≥140/90 mmHg
pada pasien yang tidak memiliki penyakit kardiovaskular dan memiliki risiko
penyakit kardiovaskular aterosklerosis dalam 10 tahun <10%. TD ≥130/80 mmHg
Terdapat penyakit kardiovaskular atau memiliki risiko penyakit kardiovaskular
aterosklerosis dalam 10 tahun >10% Lansia (≥65 tahun) Memiliki penyakit
komorbid tertentu (DM, CKD, CKD paska transplantasi ginjal, gagal jantung,
angina pectoris stabil, penyakit arteri perifer, pencegahan sekunder stroke lacunar)
(Santoso, 2018).
Menurut Adrianus Kosasih, (2019), ada lima golongan obat anti hipertensi
utama yang rutin direkomendasikan yaitu:
a. ACE
b. ARB beta bloker
c. CCB
d. Diuretic
2. Non Farmakologi
Terapi non farmakologi untuk penanganan hipertensi berupa anjuran
modifikasi gaya hidup. Pola hidup sehat dapat menurunkan darah tinggi. Pemberian
terapi farmakologi dapat ditunda pada pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko
komplikasi penyakit kardiovaskular rendah. Jika dalam 4-6 bulan tekanan darah
belum mencapai target atau terdapat faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya
maka pemberian medikamentosa sebaiknya dimulai. Rekomendasi terkait gaya
hidup adalah sebagai berikut:
a. Penurunan Berat Badan
Target penurunan berat badan perlahan hingga mencapai berat badan ideal
dengan cara terapi nutrisi medis dan peningkatan aktivitas fisik dengan latihan
jasmani.
b. Mengurangi Asupan Garam
Garam sering digunakan sebagai bumbu masak serta terkandung dalam
makanan kaleng maupun makanan cepat saji. Diet tinggi garam akan
meningkatkan retensi cairan tubuh. Asupan garam sebaiknya tidak melebihi 2
gr/ hari.
13
c. Diet
Diet DASH merupakan diet yang direkomendasikan. Diet ini pada intinya
mengandung makanan kaya sayur dan buah, serta produk rendah lemak.
Pemerintah merekomendasikan diet hipertensi berupa pembatasan pemakaian
garam dapur ½ sendok teh per hari dan penggunaan bahan makanan yang
mengandung natrium seperti soda kue. Makanan yang dihindari yakni otak,
ginjal, paru, jantung, daging kambing, makanan dan minuman dalam kaleng,
makanan yang diawetkan, mentega dan keju, bumbu-bumbu tertentu (kecap
asin, terasi, petis, garam, saus tomat, saus sambal, tauco dan bumbu penyedap
lainnya) serta makanan yang mengandung alkohol (durian, tape).

d. Olahraga
Rekomendasi terkait olahraga yakni olahraga secara teratur sebanyak 30
menit/hari, minimal 3 hari/ minggu.
e. Mengurangi Konsumsi Alkohol
Pembatasan konsumsi alkohol tidak lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau 1 gelas per hari pada wanita dapat menurunkan hipertensi.
f. Berhenti Merokok
Merokok termasuk faktor risiko penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu
penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok demi menurunkan
risiko komplikasi penyakit kardiovaskular (Santoso, 2018).

7. Konsep Tindakan Keperawatan Yang diberikan


Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
penyakit. Prinsip pengelolaan penyakit hipertasi meliputi :
1. Terapi tanpa obat
1. Diet
2. Latihan fisik
3. Tehnik relaksasi
4. Terapi dengan obat

8. Program Perencanaan Pulang/Discharge planning


Program perencanaan pulang/discharge planning ditujukan untuk mengakhiri
14
serangan akut secepat mungkin, mencegah serangan berulang dan pencegahan
komplikasi.
1. Medikasi
a. Penggunaan obat antihipertensi yang sering di anjurkan sesuai sesuai resep
dokter meliputi :
1) Amlodipin 5mg 1x1 dan 2x1
2) Amlodipine 10mg 2x1
3) Nifedipine 1x1
4) Captopril 12,5mg 1x1 dan 2x1
5) Captopril 25mg 1x1 dan 2x1
6) Hidroklorotiazid 1x1
7) Bisoprolol 1x1 (Natasia & Suprapti, 2020).
2. Perawatan
a. Anjurkan cek kesehatan secara berkala
b. Anjurkan enyahkan rokok
c. Anjurkan rajin aktivitas fisik dengan prinsip yaitu isotonis dan dinamis seperti
lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain, intensitas olahraga yang baik
antara 60-80 % dari kapasitas aerobic atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal
yang disebut zona latihan, lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada
dalam zona latihan, frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5
x perminggu
d. Anjurkan diet seimbang seperti restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr
menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh,
menurunkan berat badan, menurunkaan asupan etanol
e. Anjurkan istirahat cukup
f. Anjurkan kelola stres (Natasia & Suprapti, 2020).

15
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan
2. Manajemen Kesehatan Tidak Efektif b.d Kurang Terpapar Informasi
3. Risiko Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan Afterload

16
3.3.1 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Rencana Tindakan Keperawatan
No Diangnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil* Intervensi*
1. Intoleransi Aktivitas Tujuan: Manajemen Energi
Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan selama 3x8 jam 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
toleransi aktivitas meningkat kelelahan
Kriteria Hasil: 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Kemudahan dalam 3. Monitor pola dan jam tidur
melakukan aktivitas 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
sehari-hari meningkat aktivitas
2. Keluhan lelah menurun Terapeutik
3. Dispnea saat beraktivitas 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
menurun Cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan

17
Edukasi
4. Anjurkan tirah baring
5. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
6. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
7. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
2. Manajemen Kesehatan Tujuan: Edukasi Kesehatan
Tidak Efektif Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan selama 1x8 jam 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
diharapkan manajemen 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
kesehatan meningkat menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Kriteria Hasil: Terapeutik
1. Melakukan tindakan 1. Sediakan media dan media Pendidikan Kesehatan
untuk mengurangi 2. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
faktor risiko meningkat 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
2. Menerapkan program

18
perawatan meningkat Edukasi
3. Aktivitas hidup sehari- 1. Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan
hari efektif memenuhi 2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
tujuan kesehatan Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
meningkat perilaku hidup bersih dan sehat
3. Risiko penurunan curah Tujuan: Perawatan Jantung
jantung Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan selama 3x8 jam 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
diharapkan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal
meningkat. nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
1. Kekuatan nadi perifer (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegaly, distensi
meningkat vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
2. Lelah menurun pucat)
3. Tekanan darah membaik 3. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik,
jika perlu)
4. Monitor saturasi oksigen
5. Monitor keluhan nyeri dada

19
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
3. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup
sehat
4. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
5. Berikan dukungan emosional dan spiritual
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
3. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

20
3.3.2 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Tn. S
Umur : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Rabu,05,April,20 Intoleransi 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang S : Klien mengatakan cepat lelah dan
23 Aktivitas mengakibatkan kelelahan tidak mampu melakukan aktivitas
Pukul 10.00 Hasil : Klien mengatakan kakinya tidak sekuat terlalu lama atau berat
dulu ketika melakukan aktivitas berat O : Klien tampak hanya duduk dan
2. Memonitor kelelahan fisik dan emosional sesekali memijat betisnya
Hasil : Klien mengatakan kurang mampu A : Masalah belum teratasi
beraktivitas yang berlebihan atau lama P : Lanjutkan intervensi
3. Memonitor pola dan jam tidur 5. Anjurkan melakukan aktivitas
Hasil : Klien tidur ±6-8 jam secara bertahap
4. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan 6. Anjurkan menghubungi
selama melakukan aktivitas perawat jika tanda dan gejala
Hasil : klien merasa kurang nyaman pada kelelahan tidak berkurang

21
bagian paha menjalar sampai betis saat 7. Ajarkan strategi koping untuk
beraktivitas mengurangi kelelahan
5. Menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
Hasil : Klien dianjurkan untuk berjalan-jalan
kecil
Risiko 1. Mengidentifikasi tanda/gejala primer S :
Penurunan penurunan curah jantung O:
Curah Jantung Hasil : Klien mengatakan cepat lelah setelah - Klien tampak tidak sesak
beraktivitas dan kadang merasa sesak saat - Tidak tampak edema
beraktivitas berlebihan - Nadi perifer teraba kuat
2. Mengidentifikasi tanda/gejala sekunder - Tanda- tanda vital
penurunan curah jantung TD : 170/105 mmHg
Hasil : Klien tidak menunjukkan tanda N : 95
sekunder penurunan curah jantung P : 20x/menit
3. Memonitor tekanan darah S : 37,1ºC
Hasil : 171/105 mmHg A : Masalah belum teratasi
4. Memonitor saturasi oksigen P : Lanjutkan intervensi
Hasil : 98% 1. Identifikasi tanda/gejala

22
5. Memonitor keluhan nyeri dada primer penurunan curah
Hasil : Klien mengatakan tidak merasakan jantung
nyeri dada 2. Identifikasi tanda/gejala
6. Memberikan dukungan emosional dan spiritual sekunder penurunan curah
Hasil : Klien diberikan dukungan emosional jantung
dengan perhatian, empati, dukungan berupa 3. Monitor tekanan darah
perhatikan, bertanya, menyimak, merespon, 4. Monitor saturasi oksigen
memberikan informasi dan dorong mencari 5. Monitor keluhan nyeri dada
bantuan profesional 6. Memberikan dukungan
emosional dan spiritual
7. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi

Tanggal Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Keperawatan
Kamis,06 April, Intoleransi 5. Menganjurkan melakukan aktivitas secara S : Klien mengatakan dapat
2023 Aktivitas bertahap melakukan aktivitas ringan dan lelah
Pukul 11.30 Hasil : Klien dianjurkan untuk melakukan berkurang saat melakukan aktivitas
peregangan, berjalan-jalan ringan dan ringan

23
menghindari melakukan aktivitas yang O :
memberikan tekanan berlebihan pada bagian - Klien tampak berjalan-jalan kecil
ekstremitas bawah, misalnya melakukan di sekitar kompleks rumah
pekerjaan rumah ringan. - Klien tampak tidak lemas dan
6. Menganjurkan menghubungi perawat jika tidak pucat setelah beraktivitas
tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang ringan
Hasil : Klien dianjurkan menghubungi A : Masalah teratasi
pelayanan kesehatan jika terdapat gejala P : Pertahankan intervensi
kelelahan seperti lemas, letih, lesu, tidak 5. Anjurkan melakukan aktivitas
bergairah, mata terasa berat, merasa lelah secara bertahap
meskipun sudah tidur atau tidak beraktivitas, 6. Anjurkan menghubungi
sakit kepala, pusing. perawat jika tanda dan gejala
7. Mengajarkan strategi koping untuk kelelahan tidak berkurang
mengurangi kelelahan 7. Ajarkan strategi koping untuk
Hasil : Klien diajarkan strategi koping berupa mengurangi kelelahan
mencari dukungan positif dari orang lain atau
keluarga, membuat harapan positif, menerima
dan berdamai dengan keadaan, mendekatkan
diri pada tuhan, mengurangi kelelahan dengan

24
relaksasi atau meditasi.
Manajemen 1. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan S : Klien mengatakan paham dan
Kesehatan menerima informasi mengerti tentang informasi yang
Tidak Efektif Hasil : Klien siap dan mampu menerima diberikan dan mulai menerapkan
informasi dikehidupan sehari-hari
2. Menjelaskan factor risiko yang dapat O : Klien tampak dapat menjelaskan
mempengaruhi Kesehatan sesuai dengan materi yang
Hasil : Klien dijelaskan bahwa selain diberikan
peningkatan tekanan darah penyebab hipertensi A : Masalah teratasi
yaitu stress, obesitas, konsumsi garam berlebih, P : Hentikan Intervensi
minum alcohol dan merokok. Klien juga
diberikan tentang gejala-gejala hipertensi
3. Mengajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat
Hasil : Klien diajarkan untuk cek kesehatan
secara berkala, enyahkan rokok, rajin aktivitas
fisik, diet seimbang, istirahat cukup, dan kelola
stress

25
Risiko 1. Mengidentifikasi tanda/gejala primer penurunan S :
Penurunan curah jantung O:
Curah Jantung Hasil : Klien tidak menunjukkan tanda primer - Klien tampak tidak sesak
penurunan curah jantung dan mengatakan - Tidak tampak edema
hanya lelah dan merasa sesak saat beraktivitas - Nadi perifer teraba kuat
berlebihan - Tanda- tanda vital
2. Mengidentifikasi tanda/gejala sekunder TD : 171/102 mmHg
penurunan curah jantung N : 86x/menit
Hasil : Klien tidak menunjukkan tanda P : 20x/menit
sekunder penurunan curah jantung S : 36,5ºC
3. Memonitor tekanan darah A : Masalah belum teratasi
Hasil : 171/102 mmHg P : Lanjutkan intervensi
4. Memonitor saturasi oksigen 1. Identifikasi tanda/gejala
Hasil : 98% primer penurunan curah
5. Memonitor keluhan nyeri dada jantung
Hasil : Klien mengatakan tidak merasakan nyeri 2. Identifikasi tanda/gejala
dada sekunder penurunan curah
6. Memberikan dukungan emosional dan spiritual jantung
Hasil : Klien diberikan dukungan emosional 3. Monitor tekanan darah

26
dengan perhatian, empati, dan mendorong 4. Monitor saturasi oksigen
untuk meningkatkan ibadah, menjaga kesehatan 5. Monitor keluhan nyeri dada
dengan berolahraga dan mencukupi kebutuhan 6. Berikan diet jantung yang
tidur serta gizi seimbang, berfikir ke hal positif sesuai (mis. Batasi asupan
dan membicarakan perasaan kepada seseorang kafein, natrium, kolesterol,
yang dapat dipercaya dan makanan tinggi lemak)
7. Menganjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi 7. Fasilitasi pasien dan keluarga
Hasil : Klien dianjurkan untuk beraktivitas untuk modifikasi gaya hidup
fisik ringan dan tidak memberikan tekanan sehat
berlebihan pada bagian ekstremitas bawah 8. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu

27
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
4.4.1 Kesimpulan
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling sering muncul
di negara berkembang seperti Indonesia. Seseorang dikatakan hipertensi
dan beresiko mengalami masalah kesehatan apabila setelah dilakukan
beberapa kali pengukuran, nilai tekanan darah tetap tinggi, nilai tekanan
darah sistolik 140 MmHg ke atas atau diastolik 90 MmHg ke atas
(Nurkholifah, 2018).
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas penyakit. Prinsip pengelolaan penyakit hipertasi meliputi :
2. Diet
3. Latihan fisik
4. Tehnik relaksasi
5. Terapi dengan obat
4.4.2 Saran
1. Bagi Pasien
Diharapkan keluarga pasien agar selalu memantau ketepatan waktu
dalam meminum obat sesuai anjuran dokter, menjaga pola makan, rajin
latihan fisik, istirahat yang cukup dan mengelola stres dengan baik.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Diharapkan dapat mempertahankan kualitas dalam pemberian pelayanan
keperawatan dan mempertahankan kerjasama yang baik antara tim
kesehatan maupun klien, untuk mendukung, meningkatkan, kesehatan
pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Adrianus Kosasih. (2019). Penatalaksanaan hipertensi 2019 (Antonia (ed.)). SH.

Andriani, R. B. (2021). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jawa barat: Penerbit


adab.

Kemenkes RI. (2023). Cegah Hipertensi dengan CERDIK - Direktorat P2PTM.


Kemenkes Ri. https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/hipertensi-
penyakit-jantung-dan-pembuluh-darah/cegah-hipertensi-dengan-cerdik

Kurnia, A. (2020). SELF-MANAGEMENT HIPERTENSI (1st ed.). CV. Jakad


Media Publishing.

Moncloa, A. B. (2018). Redefinición de la hipertensión arterial SIMPOSIUM


Redefinition of high blood pressure. 64(2), 191–196.

Muhith, A. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Andi


Offset.

Natasia, A., & Suprapti, S. (2020). Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi.


7269, 82–90.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN


BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC.

Nurrahmani, U. (2012). STOP Hipertensi (1st ed.). Famila.

Rohmana, K. (2022). Keperawatan Gerontik. Bandung: Penerbit Media Sains


Indonesia.

Sitti Utami, M. R. (2022). Keperawatan Gerontik. Padang Sumatera Barat:


PT.Global Eksekutif Teknologi.

Santoso, A. (2018). Standar Nasional Pendidikan Dokter Spesialis Jantung dan


Pembuluh Darah (G. Asiani (ed.); 1st ed.).

Tagle, R. (2018). Arterial Hypertension Diagnosis. Revista Clínica Las Condes,


29(1), 12–20. https://doi.org/10.1016/j.rmclc.2017.12.005

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Defenisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Defenisi dan Kriteria Hasil Keperwatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

29

Anda mungkin juga menyukai