Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Belajar Klinik Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu : Yani Nurhayani, Ners., M.Kep

Disusun Oleh

Delia Mandalasari (19008)

Kelompok 9

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

STIKES AHMAD DAHLAN CIREBON

2021
A. KONSEP LANJUT USIA
1. Pengertian Lanjut Usia

Menurut Muhammad, 2010 dalam (Marunang & Adriani, 2017)


Lanjut usia merupakan suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan
manusia. Proses lanjut usia merupakan proses selama hidup, tidak
hanya di mulai dari suatu waktu tertentu, tetapi sejak awal kehidupan.
Lansia adalah masa dimana kebiasaan berfikir, mengingat, menangkap,
dan merespon sesuatu sudah mengalami penurunan.

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus


kehidupanmanusia di dunia. Usia tahap ini di mulai 60-an sampai akhir
kehidupan. Periodeini digambarkan dalam Al-Hadis sebagai berikut:
“Masa penuaan umur ummatku adalah enam puluh hingga tujuh puluh
tahun.” (HR Muslim dan Nasa`i)

2. Tugas Perkembangan Lanjut Usia


Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak
berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang dari pada kehidupan
orang lain. Orang tua diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan
menurunya kekuatan, hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan
perubahan peran yang pernah dilakukan didalam maupun diluar rumah.
Mereka juga diharapkan untuk mencari kegiatan untuk mengganti
tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka
ketika masih muda.
Bagi Erikson, prestasi pada masa dewasa akhir adalah perasaan
akan adanya integritas ego atau integritas diri, pencapaian yang
didasarkan pada refleksi akan kehidupan seseorang. Para lansia harus
mengevaluasi dan menerima kehidupan mereka untuk menerima
semakin mendekatnya dengan kematian.
Secara garis besar menurut Havighurst tugas-tugas perkembangan
usialanjut adalah sebagai berikut:
1) Menyesuaikan diri dengan menurun kekuatan fisik dan kesehatan.
2) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya
income(penghasilan) keluarga.
3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
4) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.
5) Menyesuaikan diri dengan peran sosial.

3. Tipe-Tipe Lanjut Usia


1) Tipe Arif Bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahanzaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana,dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.
2) Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari
pekerjaan, teman bergaul dan memenuhi undangan.
3) Tipe Tidak Puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah,
tidak sabar, mudah tesinggung, sulit dilayani, pengkritik dan
banyakmenuntut.
4) Tipe Pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
ringan kaki,pekerjaan apa saja dilakukan.
5) Tipe Bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasifdan acuh tak acuh (Maryam, et al, 2008).
4. Mitos-Mitos Lanjut Usia
Menurut Saul (1974) dalam Maryam, dkk, (2008: 35-36), mitos-mitos
lansia :
1) Mitos kedamaian dan ketentraman
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup,
hasil kerja, dan jerih payah dimasa muda. Berbagai guncangan
kehidupan seakan-akan sudah berhasil dilewati. Kenyataannya,
sering ditemui lansia yang mengalami stres karena kemiskinan dan
berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit.
2) Mitos konservatif dan kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan,
tradisi, dan keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa lansia
itu tidak kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, keras
kepala dan cerewat.Kenyataannya tidak semua lansia bersikap
danmempunyai pikiran demikian.
3) Mitos berpenyakitan
Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa
degenerasi biologis yang disertai beberapa penyakit dan sakit-
sakitan. Kenyataannya tidak semua lansia berpenyakitan. Saat ini
sudah banyak jenis pengobatan serta lansia yang rajin melakukan
pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar.
4) Mitos senilitas
Adanya anggapan bahwa lansia sudah pikun. Kenyataannya,
banyak yang masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat,
karena banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan
daya ingat.
5) Mitos tidak jatuh cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta
dan bergairah kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan
emosi setiap orang berubah sepanjang masa serta perasaan cinta
tidak berhenti hanya karena menjadi tua.
6) Mitos aseksualitas
Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun,
minat, dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang.
Kenyataannya kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan
tetap bergaurah hal itu dibuktikan dengan lansia yang ditinggal
matidengan pasangannya, namun masih ada rencana ingin menikah
lagi.
7) Mitos ketidakproduktifan
Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktif lagi.
Kenyataannya banyak para lansia yang mencapai kematangan,
kemantapan dan produktivitas mental maupun material. Mitos
tersebut harus disadari perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai dengan
mitos tersebut dan sebagian lagi tidak mengalaminya.
5. Teori Proses Menua
Teori-teori penuaan digolongkan dalam dua kelompok yaituteori
biologis dan teori psikososial (Padila, 2013)
1) Teori Biologis
a) Teori Cross Linkage (rantai silang)
Proses penuaan mempengaruhi unsur penyusutan tulang yang
membuat kekakuan pada sendi dan akibat dari suatu reaksi
kimia yang membuat kekakuan pada jaringan.
b) Teori Radikal Bebas
Dari proses ini diketahui akibat dari radikal bebas dapat
mempengaruhi kerja membran sel yang mengakibatkan
penurunan fungsi tubuh.
c) Teori Genetik
Teori ini menjelaskan menua telah terprogram secara genetik
pada spesies tertentu. Menua dapat terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia olehkarena molekul-molekul atau DNA
dan pada setiap sel akan mengalami perubahan.
d) Teori Immunologi
System imun akan mejadi kurang efektif dalam mempertahkan
diri
e) Teori Stress Adaptation
Regenerasi jaringan tidak dapat lagi mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihanusaha dan stress
menyebabkan sel-sel tubuh lelah.
f) Teori Wear and Tear (pemakaian dan rusak)
Teori ini menjelaskan akibat dari aktivitas dan pengaruh dari
stress dapat membuat sel-sel pada tubuh menjadi menurun.
2) Teori Psikososial
Teori ini mengidentifikasikan tugas-tugas yang harus dicapai dalam
setiap tahap perkembangan. Tugas perkembangan terakhir
merefleksikan kehidupan seseorang dan pencapaiannya. Hasil
penyelesaian akhir antara integritas ego dan keputusan adalah
kebebasan.

3) Teori Stabilitas Personal


Menjelaskan bahwa kepribadian seseorang terbentuk padamasa
kanak-kanak dan tetap bertahan secara stabil. Perubahan yang
radikal pada usia tua bisa jadi mengindikasikan penyakit otak.

4) Teori Sosiokultural
Teori Pembebasan (disengagement theory) “Dengan bertambahnya
usia, seseorang berangsur-angsur mulai melepas diri dari kehidupan
sosialnya, atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya” hal ini
menyebabkan interaksi sosial lanjut usia menurun.

5) Teori Aktivitas
Teori ini menyatkan bahwa “Penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana seseorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
beraktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin. Adapun kualitas aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas aktivitas yang dilakukan”.

6) Teori Konsekuensi Fungsional


Teori ini menjelaskan tentang konsekuensi fungsional usia lanjut
yang berhubungan dengan perubahan-perubahan karena usia dan
faktor resiko tembahan. Tanpa adanya intervensi maka beberapa
konsekuensi fungsional akan menjadi negatif dan sebaliknya.
6. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Semakin bertambahnya umur, akan menyebabkan terjadinya perubahan
pada diri manusia Azizah dan Lilik M, 2011 dalam (Kholifah, 2016)
1) Perubahan fisik
a) Sistem Indra
Perubahan pada sistem pendengaran : Prebiakusis (gangguan
pendengaran) pada bagian telinga dalam,terutama terhadap
bunyi sura atau nada-nada yang tinggi,suara yang tidak jelas,
sulit dimengerti kata-kata.
b) Sistem Integumen
Pada lansia kulit akan mengalami atropi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbercak yang disebabkan atropi glandula
sebasea dan glandula sudoritera, sera timbulpigmen coklat
pada kulit yang dikenal dengan liver spot.
c) Sistem Moskuloskeletal
Perubahan yang terjadi pada sistem moskuloskeletal ialah
jaringan penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang
otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
d) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler lansia
adalah massa jantung berambah, ventriker kiri mengalami
hipertropi sehingga peregangan jatung berkurang, hal ini
terjadi karena perubahan jaringan ikat.
e) Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lanisa ditandai dengan
menciutnya ovar dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada
laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun ada penurunan berangsur-angsur.
2) Perubahan Kognitif
a) Memory (daya ingat, ingatan)
b) IQ (Intelegent Quetient)
c) Kemampuan belajar (learning)
d) Kemampuan pemahaman (comprehension)
e) Pemecahan masalah (problem solving)
f) Pengambilan keputusan (decision marking)

7. Masalah dan Penyakit Yang Sering di Hadapi Oleh Lanjut Usia


Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang
dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan
istilah 14 (I) diantaranya :
1) Immobility (kurang bergerak)
2) Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh)
3) Incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar)
4) Intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia)
5) Infection (infeksi)
6) Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication,
convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi,
penyembuhan, dan kulit)
7) Impaction (sulit buang air besar)
8) Isolation (depresi)
9) Inanition (kurang gizi)
10) Impecunity (tidak punya uang)
11) Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan)
12) Insomnia (gangguan tidur)
13) Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun)
14) Impotence (impotensi).
B. KONSEP KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Menurut Stuart G.W dan Sundeen S.J (1995) dalam (Sinaulan,
2016) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan
saling percaya antara perawat dan klien, dalam hubungan iniperawat
dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional.
Menurut (Heri Purwanto) dalam Mundakir, 2006 Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan
bertujuan, kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan
merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk
penyembuhan pasien.
Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik,
psikologi, lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan
ketrampilan komunikasi yang tepat, disamping itu juga memerlukan
pemikiran penuh untuk memperhatikan waktu yang tepat.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkanbahwa komunikasi
terapeutik merupakan proses interaksiyang dilakukan antara perawat
dan pasien dengan teknik-teknik tertentu baik verbal maupun nonverbal
yangsecara sadar dan dirancang untuk memberikan bantuankepada
pasien memenuhi kebutuhan kesehatannya. Komunikasi terapeutik juga
merupakan salah satu cara membina hubungan saling percaya antara
perawat dan pasien sehingga dapat membawa dampak positif dan
kepuasan dalam pelayanan kesehatan.
2. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Mundakir, 2006 dalam (Azizah, S., Lestari, P., & Novitasari,
L., 2013) Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
1) Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran
2) Dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan serta mengurangi
keraguan
3) Membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan ego
4) Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri
dalam hal peningkatan derajat kesehatan
5) Mempererat interaksi antara klien dengan tenaga kesehatan secara
profesional dalam rangka membantu penyelesaian masalah klien.

Menurut Juliane (2010), tujuan komunikasi terapeutik untuk


mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif pada
pertumbuhan pasien meliputi :
1) Realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri
sendiri.
2) Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yangtinggi.
3) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling
tergantung dan mencintai.
4) Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan personal yang realistis.
3. Sikap Komunikasi Terapeutik
Menurut Aspiani (2014), karakteristik lansia berbeda-beda sehingga
kita harus memahami lansia tersebut. Dalam berkomunikasi dengan
lansia ada teknik-teknik khusus agar komunikasi yang dilakukan
berlangsung lancar dan sesuai tujuan yang diinginkan, yaitu :
1) Teknik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima dan memahami lansia
dengan menunjukkan sikap peduli dan sabar untuk mendengarkan
dan memerhatikan ketika lansia berbicara agar maksud komunikasi
dapat dimengerti.
2) Responsif
Reaksi terhadap fenomena yang terjadi pada lansia merupakan suatu
bentuk perhatian yang dapat diberikan. Ketika terdapat perubahan
sikap terhadap lansia sekecil apapun hendaknya mengklarifikasi
tentang perubahan.
3) Fokus
Sikap ini merupakan upaya untuk tetap konsisten terhadap
komunikasi yang diinginkan. Hal ini perlu diperhatikan karena
umumnya lansia senang menceritakan hal yang tidak relevan.
4) Suportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik aspek fisik maupun psikis
secara bertahap menyebabkan emosi lansia menjadi labil. Perubahan
ini dapat disikapi dengan menjaga kestabilan emosi lansia, misalnya
dengan mengiyakan, senyum, dan mengaggukkan kepala ketika
lansia berbicara.
5) Klarifikasi, Sabar dan Ikhlas
Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan agar maksud
pembicaraan dapat dimengerti. Apabila tidak disikapi dengan sabar
dan ikhlas akan menimbulkan perasaan kesal sehingga komunikasi
tidak berjalan dengan baik.
Menurut Zen (2013), dalam berkomunikasi dengan lansia ada
beberapa teknik yang dapat dilakukan yaitu:
1) Pendekatan perawatan terhadap lansia baik secara fisik,
psikologis, sosial, dan spiritual serta menunjukkan rasa hormat
dan keprihatinan.
2) Berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik dengan
menggunakna kalimat sederhana dan pendek, kecepatan dan
tekanan suara tepat, berikan kesempatan lansia untuk bicara,
hindari pertanyaan yang mengakibatkan lansia menjawab “ya”
dan “tidak” dan ubah topik pembicaraan jika lansia sudah tidak
tertarik.
3) Komunikasi nonverbal yang meliputi perilaku, kontak mata,
ekspresi wajah, postur dan tubuh, dan sentuhan.
4) Meningkatkan komunikasi dengan lansia yaitu dengan memulai
kontak.
5) Suasana komunikasi harus diciptakan senyaman mungkin saat
berkomunikasi dengan lansia, misalnya posisi duduk berhadapan,
jaga privasi, penerangan yang cukup, dan kurangi kebisingan.
4. Fase-Fase Komunikasi Terapeutik
Struktur dalam komunikasi terapeutik terdiri dariempat fase yaitu: fase
pre interaksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja dan fase
terminasi (Suryani, 2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau
kegiatan perawat yang harus terselesaikan.
1) Fase Pre Interaksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai hubungan
dengan klien.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a) Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasan.
b) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa
diri perawat akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya
agar bernilai terapeutik bagi klien.
c) Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam
membuat rencana interaksi.
d) Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan
diimplementasikan saat bertemu dengan klien
2) Fase Orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien.
Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
a) Bina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap
penerimaan dan komunikasi terbuka, jujur, ihklas,
menepati janji dan menghargai klien.
b) Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting
untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi. Kontrak
yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat,
waktu dan topik pertemuan.
c) Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi
masalah klien.
d) Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan
setelah masalah klien teridentifikasi.
3) Fase Kerja
Tahap ini merupakan inti dari proses komunikasi terapeutik.
Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang
dihadapi klien. Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana
asuhan yang telah ditetapkan. Teknik berkomunikasi terapeutik
yang sering digunakan perawat adalah mengeksplorasi,
mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi,
memfokuskan dan menyimpulkan.
4) Fase Terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit karena hubungan saling
percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada
unit tertentu atau saat klienakan pulang. Perawat dan klien
bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang
telahdilalui dan pencapaian tujuan.
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang
dibagi dua yaitu :
a) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan.
b) Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan
proses keperawatan secara menyeluruh.
C. KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Menurut Herawani dalam Hermansyah (2013) mengemukakan
bahwapendidikan kesehtan sebagai kumpulan yang mendukung
kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan
individu, masyarakat dan ras. Dalam keperawatan, pendidikan
kesehatan merupakan suatu bentuk intervensi keperawatan yang
mandiri untuk membantu pasien baik individu, kelompok, maupun
masyarakat dalam mengatasi maslah kesehatannya melalui kegiatan
pembelajaran.
Jadi kesimpulannya pendidikan kesehatan merupakan proses
perubahan tindakan secara terencana pada diri individu, keluarga atau
masyarakat dari tidak tahu nilai kesehatan menjadi tahu dan dari tidak
mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri.
Pendidikan kesehatan juga merupakan usaha atau kegiatan untuk
membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan baik
pengetahuan, sikap maupun ketrampilan untuk mencapai hidup sehat
secara optimal (Herawani dalam Hermansyah, 2013).

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan


Secara umum tujuan pendidikan kesehatan ialah mengubah perilaku
individu atau masyarakat dibidang kesehatan (WHO, 2013) yang dikuti
oleh Hermansyah (2013).
1) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat.
2) Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tuuan hidup sehat
3) Mendorong perkembangan dan pengggunaan secara tepat
pelayanan yang ada.
3. Prinsip-Prinsip Pendidikan Kesehatan
Menurut Mubarak & Chayatin (2009) prinsip-prinsip pendidikan
kesehatan adalah :
1) Belajar mengajar berfokus pada klien, pendidikan klien adalah
hubungan klien yang berfokus pada kebutuhan klien yang spesifik.
2) Belajar mengajar bersifat menyeluruh, artinya dalam memberikan
pendidikan kesehatan harus dipertimbangkan klien secara
kesehatan tidak hanya berfokus pada muatan spesifik saja.
3) Belajar mengajar negoisasi.
Dimana petugas kesehatan dan klien bersama-sama menentukan
apa yang telah diketahui dan apa yang penting untuk diketahui.
4) Belajar mengajar yang interaktif, dimana proses belajar-mengajar
adalah suatu proses yang dinamis dan interaktif, yang melibatkan
partisipasi dari petugas kesehatan dan klien
5) Pertimbangan usia dalam pendidikan kesehatan, untuk menumbuh
kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui
pengajaran, sehingga perlu dipertimbangkan usia klien dan
hubungan dengan proses belajar mengajar.
4. Langkah-Langkah Pendidikan Kesehatan
Menurut Swanson dan Nies dalam Nursalam dan Efendi (2008)
adabeberapa langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan
pendidikan kesehatan, yaitu :
1) Tahap I (Perencanaan dan pemilihan strategi)
Tindakan perawat yang perlu dilakukan pada tahap ini antara
lain:
a) Review data yang berhubungan dengan kesehatan,
keluhan,kepustakaan, media massa, dan tokoh masyarakat.
b) Cari data baru melalui wawancara, fokus grup (dialog
masalah yang dirasakan).
c) Bedakan kebutuhan sasaran dan persepsi terhadap masalah
kesehatan, termasuk identifikasi sasaran
d) Identifikasi kesenjangan pengetahuan kesehatan.
e) Tulis tujuan yang spesifik, dapat dilakukan, menggunakan
prioritas, dan ada jangka waktu.
f) Kaji sumber-sumber yang tersedia (dana, sarana dan
manusia)
2) Tahap II (Memilih saluran dan materi atau media)
Pada tahap pertama diatas membantu untuk memilih saluran
yang efektif dan materi yang relevan dengan kebutuhan sasaran.
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah :
a) Identifikasi pesan dan media yang digunakan.
b) Gunakan media yang sudah ada atau menggunakan media
baru.
c) Pilihlah saluran dan caranya.
3) Tahap III (Mengembangkan materi dan uji coba)
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah:
a) Kembangkan materi yang relevan dengan sasaran.
b) Uji terlebih dahulu materi dan media yang ada. Hasil uji
cobaakan membantu apakah meningkatkan pengetahuan,
dapatditerima, dan sesuai dengan individu.
4) Tahap IV (Implementasi)
Merupakan tahapan pelaksanaan pendidikan kesehatan.
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah sebagai
berikut:
a) Bekerjasama dengan organisasi yang ada di komunitas
agarefektif
b) Pantau dan catat perkembangannya.
c) Mengevaluasi kegiatan yang dilakukan.
5) Tahap V (Mengkaji efektifitas)
Mengkaji keefektifan program dan pesan yang telah
disampaikan terhadap perubahan perilaku yang diharapkan.
Evaluasi hasil hendaknya berorientasi pada kriteria jangka
waktu (panjang atau pendek) yang telah ditetapkan.
6) Tahap VI (Umpan balik untuk evaluasi program)
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah sebagai
berikut:
a) Kaji ulang tujuan, sesuaikan dengan kebutuhan.
b) Modifikasi strategi bila tidak berhasil.
c) Lakukan kerjasama lintas sektor dan program.
d) Catatan perkembangan dan evaluasi terhadap pendidikan
kesehatan yang telah dilakukan.
e) Pertahankan alasan terhadap upaya yang akan dilakukan.
f) Hubungan status kesehatan, perilaku, dan pendidikan
kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Manurung, R., & Adriani, T. U. (2017). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Panti Jompo Yayasan Guna Budi
Bakti Medan Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Keperawatan IMELDA, 3(2), 294-
306.
Afrizal, A. (2018). Permasalahan Yang Dialami Lansia Dalam Menyesuaikan Diri
Terhadap Penguasaan Tugas-Tugas Perkembangannya. Islamic Counseling:
Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 2(2), 91-106.
Krisnawati, Krisnawati (2021) SKRIPSI PENGARUH SENAM KEGEL
TERHADAP INKONTINENSIA URINE PADA LANJUT USIA Di UPT
Pelayanan Sosial Tresna Werdha Magetan. Skripsi (S1) thesis, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
Riasnugrahani, M. (2021, November). Bahagia di Usia Tua: Sejahtera Fisik dan
Psikologis. In Sendimas 2021-Seminar Nasional Pengabdian kepada
Masyarakat (Vol. 6, No. 1, pp. 246-251).
Sinaulan, R. L. (2016). Komunikasi terapeutik dalam perspektif Islam. Jurnal
Komunikasi Islam, 6(1), 129-157.
Azizah, S., Lestari, P., & Novitasari, L. (2013). Pengaruh Komunikasi Terapeutik
Terhadap Kecemasan Lansia yang Tinggal Di Balai Rehabilitasi Sosial
“Mandiri” Pucang Gading Semarang. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ):
Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai