Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI PADA LANSIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :

ERWIN ARI PAHARGYO


NIM: 62019040176

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN

PROFESI NERS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI PADA LANSIA

KONSEP TEORI
Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia,
Konsep dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipertensi.
1. Konsep Teori Lansia
1.1. Batasan Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
1.2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifiksai pada lansia :
1) Pralansia (prasenilis) : seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia : seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi : seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4) Lansia potensial : lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
5) Lansia tidak potensial : lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
1.3. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
Kesehatan).
2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif.
3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
1.4. Mitos Lansia
Seiring bertambahnya usia dan berkurangnya kemampuan daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh, Lansia sering di jumpai
masalah-masalah kesehatan dan Mitos-mitos yang mengiringinya.
Menurut (Sheiera Saul, 1974)
1) Mitos kedamaian dan ketenangan
Usia lanjut dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di masa muda
dan dewasanya. Badai dan goncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil
dilewati.
Kenyataannya:
Kering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan
karena penyakit depresi, kekuatiran, paranoid, dan masalah psikotik.
2) Mitos konservatisme dan kemunduran.
Mitos-mitos lansia selanjutnya ialah Memandang bahwa usia lanjut pada
umumnya konservatif, tidak kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke masa silam,
merindukan masa lalu, kembali ke masa anak-anak, susah berubah, keras kepala,
dan cerewet.
Kenyataannya:
Tidak semua usia lanjut bersikap dan berpikir demikian.
3) Mitos berpenyakitan
Usia lanjut dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh
berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses menua
yang berhubungan dengan kesehatan.
Kenyataannya:
Memang proses penuaan disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh dan
metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit, tetapi banyak penyakit yang
masa sekarang dapat dikontrol dan diobati.
4) Mitos senilitis
Usia lanjut dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan
bagian otak.
Kenyataannya:
Banyak usia lanjut yang masih tetap terlihat sehat dan segar.
5) Mitos tidak jatuh cinta
Usia lanjut tidak lagi jatuh cinta dan gairah kepada lawan jenis tidak ada.
Kenyataannya:
Perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa. Perasaan cinta tidak
berhenti hanya karena menjadi usia lanjut.
6) Mitos aseksualitas
Pandangan bahwa usia lanjut dalam berhubungan seks mengalami penurunan,
minat, dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang.
Kenyataannya:
Kehidupan seks pada usia lanjut normal saja. Memang dalam hal frekuensi dan
kekuatan menurun.
7) Mitos ketidakproduktifan
Mitos-mitos lansia yang terakhir ialah Usia lanjut dipandang sebagai usia tidak
produktif.
Kenyataannya:
Banyak usia lanjut yang mencapai kematangan, kemantapan, kesuksesan dan
produktifitas mental dan material.
1.5. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua
(Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan
pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ
vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus
menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini
diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang
menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994)
menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau
pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak
dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan
perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar
adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri
makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat
terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi
tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi
pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara
fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap
perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang
ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari
pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag
diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat
yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja
dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekhawatiran
minimal trehadap diri dan orang lain.
1.6. Teori Proses Menua
1.6.1. Teori-teori Biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel).
b) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit.
d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak
dapat regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah
sel-sel tersebut mati.
1.6.2. Teori Kejiwaan Sosial
a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial
3. berkurangnya kontak komitmen
1.7. Permasalahan yang terjadi pada lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia,
antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1. Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia
1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Menua
a. Hereditas atau ketuaan genetik
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stres
1.9. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem
pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin
dan integumen.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep dir.
3) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,
1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970).
1.10. Penyakit yang sering diderita Lansia
Menurut the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12 macam
penyakit lansia, yaitu :Depresi mental
1) Gangguan pendengaran
2) Bronkhitis kronis
3) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
4) Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
5) Demensia
1.11. Pengkajian pada Lansia
1) Indeks Barthel (IB)
Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi mengukur
kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga
digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-
pasien yang mengalami gangguan keseimbangan, menggunakan 10 indikator,
yaitu :
TabelInstrument pengkajian dengan Indeks Barthel.

No Item yang dinilai Skor Nilai

1. Makan (Feeding) 0  =    Tidak mampu


1 =   Butuh bantuan memotong,
mengoles mentega dll.
2  =    Mandiri
2. Mandi (Bathing) 0  =    Tergantung orang lain
1  =    Mandiri
3. Perawatan diri 0  =    Membutuhkan bantuan orang
(Grooming) lain
1 =   Mandiri dalam perawatan
muka, rambut, gigi, dan
bercukur
4. Berpakaian (Dressing) 0  =    Tergantung orang lain
1  =    Sebagian dibantu (misal
mengancing baju)
2  =    Mandiri
5. Buang air kecil (Bowel) 0  =    Inkontinensia atau pakai
kateter dan tidak terkontrol
1  =    Kadang Inkontinensia (maks,
1x24 jam)
2  =    Kontinensia (teratur untuk
lebih dari 7 hari)
6. Buang air besar 0  =    Inkontinensia (tidak teratur
(Bladder) atau perlu enema)
1  =    Kadang Inkontensia (sekali
seminggu)
2  =    Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0  =    Tergantung bantuan orang
lain
1  =    Membutuhkan bantuan, tapi
dapat melakukan beberapa
hal sendiri
2  =    Mandiri
8. Transfer 0  =    Tidak mampu
1  =    Butuh bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
2  =    Bantuan kecil (1 orang)
3  =    Mandiri
9. Mobilitas 0  =    Immobile (tidak mampu)
1  =    Menggunakan kursi roda
2  =    Berjalan dengan bantuan satu
orang
3  =    Mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
10. Naik turun tangga 0  =    Tidak mampu
1  =    Membutuhkan bantuan (alat
bantu)
2  =    Mandiri

Interpretasi hasil :
20        : Mandiri
12-19   : Ketergantungan Ringan
9-11     : Ketergantungan Sedang
5.8       : Ketergantungan Berat
0-4      : Ketergantungan Total
2) Indeks Kats
Indeks katz adalah suatu instrument pengkajian dengan sistem penilaian yang
didasarkan pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat
mengidentifikasikan kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan
pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, R. Siti, dkk, 2011).
Pengkajian ini menggunakan indeks kemandirian Katz untuk aktivitas
kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
bergantung dari klien dalam hal 1) makan, 2) kontinen (BAB atau BAK), 3)
berpindah, 4) ke kamar kecil, 5) mandi dan berpakaian (Maryam, R. Siti, dkk,
2011).
Tabel Penilaian Indeks Katz menurut Maryam, R. Siti, dkk, 2011.
Skor Kriteria
e
Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB
A atau BAK), berpindah, ke kamar kecil
mandi dan berpakaian.
Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari
B
fungsi tersebut.
Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi
C
dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
D
berpakaian dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
E berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi
tambahan.
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
F berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan
satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut.
Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak
Lain dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F
Keterangan:
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang
lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi, meskipun sebenarnya mampu.
a) Mandi
Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau
ekstermitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.
Bergantung: bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan
keluar dari bak mandsi, serta tidak mandi sendiri.
b) Berpakaian
Mandiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian,
mengancingi atau mengikat pakaian.
Tergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau baju hanya sebagian.
c) Ke Kamar Kecil
Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan genitalia
sendiri.
Tergantung: menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan menggunakan
pispot.
d) Berpindah
Mandiri: berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi
sendiri.
Tergantung: bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak
melakukan satu, atau lebih berpindah
e) Kontinen
Mandiri: BAK dan BAB seluruh dikontrol sendiri.
Tergantung: Inkontinensia parsial atau lokal; penggunaan kateter, pispot, enema,
dan pembalut (pampres).
f) Makan
Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.
Bergantung: bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT).

Tabel Modifikasi Indeks Kemandirian Katz menurut Maryam, R. Siti, dkk, 2011.
Mandiri Tergantung
No Aktivitas
Nilai (1) (Nilai 0)
1 Mandi di kamar mandi (menggosok,
membersihkan, dan mengeringkan
badan).
2 Menyiapkan pakaian, membuka, dan
menggunakannya.
3 Memakan makanan yang telah
disiapkan.
4 Memelihara kebersihan diri untuk
penampilan diri (menyisir rambut,
mencuci rambut, mengosok gigi,
mencukur kumis).
5 Buang air besar di WC
(membersihkan dan mengeringkn
daerah bokong).
6 Dapat mengontrol pengeluaran feses
(tinja).
7 Buang air kecil di kamar mandi
(membersihkan dan mengeringkan
daerah kemaluan).
8 Dapat mengontrol pengeluaran air
kemih.
9 Berjalan dilingkungan tempat
tinggalatau ke luar ruangan tanpa
alat bantu, seperti tongkat.
10 Menjalankan agama sesuai agama
dan kepercayaan yang dianut.
11 Melakukan pekerjaan rumah,
seperti: merapikan tempat tidur,
mencuci pakaian, memasak, dan
membersihkan ruangan.
12 Berbelanja untuk kebutuhan sendiri
atau kebutuhan keluarga.
13 Mengelola keuangan (menyimpan
dan menggunakan uang sendiri).
14 Mengguanakan sarana transfortasi
umum untuk berpergian.
15 Menyiapkan obat dan minum obat
sesuai dengan aturan (takaran obat
dan waktu minum obat tepat).
16 Merencanakan dan mengambil
keputusan untuk kepentingan
keluarga dalam hal penggunakan
uang, aktivitas sosial yang dilakukan
dan kebutuhan akan pelayanan
kesehatan.
17 Melakukan aktivitas di waktu luang
(kegiatan keagamaan, sosial,
rekreasi, olah raga dan menyalurkan
hobi.
JUMLAH POIN MANDIRI

Analisi Hasil :
Point    : 13 – 17  : Mandiri
Point    : 0 – 12    : Ketergantungan
3) Short portable mental status questionnaire (SPMSQ).
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual.Pengujian
terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenaan dengan orientasi, riwayat pribadi,
memori dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh
dan kemampuan matematis atau perhitungan.Metode penentuan skor sederhana
meliputi tingkat fungsi intelektual di mana berfungsi membantu keputusan yang
khusus mengenai kapasitas perawatan diri.
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar, catat semua jawaban.Ajurkan pertanyaan 4A
hanya jika klien tidak mempunyai telepon.Catat jumlah kesalahan total
berdasarkan 10 pertanyaan.
Tabel Short Portable Mental Status Questioner (SPSMQ)
No Pertanyaan Benar Salah Ket
1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Dimana alamat anda?
5. Berapa umur anda?
6. Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)?
7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
9. Siapa nama ibu anda?
10. Berapa 20-3? Tetap pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara menurun berurutan.
Jumlah

Keterangan :
1. Kesalahan 0 -2 : Fungsi Inteletual Utuh
2. Kesalahan 3-4 : Kerusakan Inteletual Ringan
3. Kesalahan 5-7 : Kerusakan Inteletual Sedang
4. Kesalahan 8-10 : Kerusakan Intelektual Berat
4) Mini-mental state exam (MMSE)
Merupakan instrument pengkajian sederhana yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan seseorang dalam berfir atau menguji aspek aspek kognitif apakah ada
perbaikan atau semakin memburuk.Dari Pfeiffer E ( 1975 )

Tabel MINI MENTAL STATE EXAM ( MMSE ) ( Menguji Aspek – Aspek


Kognitif dari Fungsi Mental )
Nilai Pasien Pertanyaan
Maksimu
m
Orientasi
5 5 ( Tahun ) ( Musim ) ( Tanggal ) ( Hari ) (
Bulan apa sekarang ) ?
5 5 Dimana kita : ( Negara bagian 0
( Wilayah ) (Kota) ( Rumah sakit )
(Lantai ) ?
Registrasi

3 3 Sebutkan Nama 3 Objek : 1 detik untuk


mengatakan masing – masing. Beri 1
poin untuk setiap jawaban yang benar.
Perhatian dan Kalkulasi

5 2 Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran


Berhenti setelah 5 jawaban. Berganti eja
“kata” ke belakang
Mengingat

3 3 Meminta untuk mengulang ketiga objek


diatas
Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran
Bahasa

9 9 Nama Pensil dan melihat ( 2 poin )


Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan
atau tetapi ( 1 poin )
Nilai Total
Keterangan :
Nilai maksimal 30
Nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan
penyelidikan lanjut
1.12. Peran dan Fungsi Keperawatan Gerontik
Dalam prateknya perawat dalam menangani kasus gerontik melakukan peran dan
fungsinya adalah sebagai berikut:
1) Sebagai care giver atau pemberi asuhan keperawatan.
2) Sebagai pendidik klien lanjut usia.
3) Sebagai motivator klien lanjut usia.
4) Sebagai advokasi klien lanjut usia.
5) Sebagai konselor atau memberi konseling pada klien lajut usia.
2. KONSEP HIPERTENSI PADA LANSIA
2.1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih
tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah
yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization)
memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah
sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak
membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90
mmHg (Rohaendi, 2008).
2.2. Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999):
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan /
atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint National Commitle, U.S 1992)

Tekanan sistolik Tekanan diastolik


Tigkat Jadwal kontrol
(mmHg) (mmHg)
Tingkat I 140-159 90-99
Tingkat II 160-179 100-109 1 bulan sekali
Tingkat III 180-209 110-119 1 minggu sekali
Tingkat IV 210 satau lebih 120 atau lebuh Dirawat RS

2.3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada :
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Katub jantung menebal dan menjadi kaku
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
 Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
 Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
 Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
 Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
 Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit seperti Ginjal,
Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular,
Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis,
Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis.
Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral Kortikosteroid.
2.4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

Pathway
2.5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas,
Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.
2.6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan
dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b. BUN
Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi (diabetes
mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan
katekolamin (meningkatkan hipertensi)
c. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
e. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan
plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
f. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
g. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )

h. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
i. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
j. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
k. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal / ureter
l. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
m. CT scan
n. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
o. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
2.7. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini
meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
 Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
 Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
 Penurunan berat badan
 Penurunan asupan etanol
 Menghentikan merokok

b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu:
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya
latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
Ø Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan
pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek
dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan
somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
Ø Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk
dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
Ø Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi
juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT
NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT
OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika,
penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada
pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
o Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
o Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis,
Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
o Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-3 jenis lain
o Step 4
Alternatif pemberian obatnya Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi
yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara
pemberian pendidikan kesehatan.

2.8. Konsep Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
2. Riwayat atau adanya factor resiko
a. Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
b. Penggunaan obat yang memicu hipertensi
3. Aktivitas / istirahat
a. Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
b. Frekuensi jantung meningkat
c. Perubahan irama jantung
d. Takipnea
4. Integritas ego
a. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
b. Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
5. Makanan dan cairan
a. Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-
gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
b. Mual, muntah.
c. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
6. Nyeri atau ketidak nyamanan
a. Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
b. Nyeri hilang timbul pada tungkai.
c. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
d. Nyeri abdomen.
Pengkajian Persistem
1. Sirkulasi
a. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup
dan penyakit cerebro vaskuler.
b. Episode palpitasi,perspirasi.
2. Eleminasi
a. Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa lalu.
3. Neurosensori
a. Keluhan pusing.
b. Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam).
4. Pernapasan
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d. Riwayat merokok
B. Diagnosa Keperawatan Pada Lansia yang Mungkin Muncul adalah :
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
2. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kebutuhan metabolic
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung yang
tidak adekuat
4. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau
keterbatasan kognitif
C. Intervensi
 Dx 1 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas,perhatikan frequency nadi
lebih dari 20 kali per menit diatas frequency istirahat : peningkatan tekan
darah yang nyata selama atau sesudah aktivitas ( tekanan sistolik meningkat
40 mmhg atau tekanan diastolic meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri
dada : kelemahan dan keletihan yang belebihan :pusing atau pingsan.
Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2. Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy,
misalnya menggunakan kursi saat mandi,duduk saat menyisir rambut atau
menyikat gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan energy, juga
membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
 DX 2 : Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kebutuhan metabolic
1. Intervensi : kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara
hipertensi dan kegemukan.
Rasional : kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi
karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah
jangtung berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.
2. Intervensi : bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan
membatasi masukan lemak,garam,dan sesuai indikasi.
Rasional : kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
ateroskelorosis dan kegemukan yang merupakan predesposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya misalnya stroke,penyakit ginjal,gagal
jantung. Kelebihan memasukkan garam memperbanyak volume cairan
intravascular dan dpat merusak ginjal yang lebih memperburuk
hipertensi.
 DX 3 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system
pendukung yang tidak adekuat
1. Intervensi : Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi
perilaku, misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian,
keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup
seseorang, mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang
diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari
2. Intervensi : Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan
kemungkinan strategi untuk mengatasinya
Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam
mengubah respons seseorang terhadap stressor
3. Intervensi : Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri
dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan control diri yang
berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat
meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik
4. Intervensi : Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan,
kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala
ketidakmampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah
Rasional : Menifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin
merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi
penentu utama TD diastolic
 DX 4 : Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau
keterbatasan kognitif
1. Intervensi : Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk orang
terdekat
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang
terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis. Bila
pasien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu,
maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan.
2. Intervensi : Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang
hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan TD
dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan. Pemahaman
bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk
memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa
sehat
3. Intervensi : Hindari mengatakan TD “normal” dan gunakan istilah
“terkontrol dengan baik” saat menggambarkan TD pasien dalam batas
yang diinginkan
Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang
kehidupan, maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan membantu
pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan
pengobatan/medikasi
4. Intervensi : Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor risiko
kardiovaskular yang dapat diubah misalnya obesitas, diet tinggi lemak
jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum
alcohol( lebih dari 60cc/hari dengan teratur), pola hidup penuh stress.
Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.
D. Evaluasi
1. Pasien berpartisupasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
2. Menunjukkan perubahan pola makan ( misalnya pilihan makan, kuantitas,dan
sebagainya), mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan
pemeliharaan kesehatan optimal.
3. Mengidentivikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
4. Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen
pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa


Aksara, Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat
Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown
and Company. Boston
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia,
Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC.
Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai