Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun Oleh : Kelompok 10

Mela Rahma Yanti (19077)

III B

STIKES AHMAD DAHLAN CIREBON

JalanWalet 21 Cirebon 45153 – Telp./Fax. (0231) 201942

e-mail : stikes.adc@gmail.com/website : stikes-adc.ac.id

2021/2022
A. KONSEP LANJUT USIA
1) Pengertian lanjut usia (Lansia)
Usia lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari. Menua
atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu
anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik, yang
ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompomg,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, Gerakan lambat dan
figure tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada
Bab I pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibakan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti atau
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang
terus-menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami
pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000)

2) Tugas Perkembangan Lansia


Dalam perkembangan masa lansia juga memiliki tugas perkembangan yang
harus dilaksanakan oleh para individu yang menginjak usia lansia. Seperti yang
diungkapkan oleh para individu yang menginjak usia lanjut. Seperti yang
diungkapkan oleh Hurlocek (1980:386) ada tujuh tugas perkembangan selama
hidup yang harus dilaksanakan oleh lansia yaitu oleh :
a) Penyesuain terhadap penurunan kemampuan fisik dan psikis
b) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
c) Menemukan makna kehidupan
d) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
e) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga
f) Penyesuain diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia
g) Menerima dirinya sebagai seorang lansia

Menurut Erikson (dalam Mariam, 2008:40) Kesiapan lansia untuk menyesuaikan


diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh
kembang pada tahap sebelumnya. Apabila tahap tumbuh kembang sebelumnya
melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik dan bisa membina
hubungan yang serasi dengan orang-orang sekitarnya, pada otomatis diusia lanjut
ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan ketika tahap
perkembangan sebelumnya, seperti olahraga, mengembangkan hobi, bercocok
tanam dll.

Tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :

a) Mempersiapakan diri untuk kondisi yang menurun


b) Mempersiapkan diri untuk pensiun
c) Membentuk hubungan yang baik dengan orang seusianya
d) Mempersiapkan kehidupan baru
e) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai
f) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangannya

3) Tipe tipe Lanjut Usia


Menurut Nugroho ( 2000 ) tipe lansia tergantumg dengan karakter, ekonomi,
kondisi fisik, mental, pengalaman hidup, social dengan lingkungannya
Tipe – tipe lansia bisa dijabarkan sebagai berikut :
1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan
2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan bergaul dengan teman dan memenuhi undangan
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung,sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut
4) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan
melakukan pekerjaan apa saja
5) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif
dan acuh tak acuh
Selain itu tipe lansia yaitu tipe konstruktif, tipe optimis, tipe dependen
( ketergantungan ), tipe militant dan serius, tipe devensif ( bertahan ), tipe putus
asa ( benci terhadap dirinya ) serta tipe pemarah atau prustasi ( kekecewaan karna
gagal melakukan sesuatu ).
Sedangkan jika dilihat dari tingkat kemandiriannya berdasarkan kemampuan
dalam melakukan aktivitas kesehariannya ( indeks kemandirian katz ), para lansia
bisa di golongkan beberapa tipe, yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri
dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak
langsung, lansia dengan bantuan badan social, lansia panti werdha, lansia yang
dirawat dirumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental ( Maryam, dkk, 2008).

4) Mitos – Mitos Lanjut Usia


Menurut Nugroho ( 2000 ) mitos – mitos lanjut usia antara lain :
1) Mitos Kedamaian dan ketenangan
Lansia terkadang bisa menikmati hidupnya dengan santai dari hasil
kerjanya dan usahanya diwaktu muda dan dewasanya. Setiap guncangan
dikehidupannya seakan sudah terlewati dengan berhasil.
Tetapi pada kenyataanya, masih banyak ditemui lansia stress dikarnakan
miskin, keluhan dan semua penderitaanya yang disebabkan oleh penyakitnya.
Lanjut usia juga terkadang mengalami depresi, kekhawatiran, paranoid, dan
masalah psikotik.
2) Mitos konservasi dan kemunduran
Koservatif sendiri artinya kolot, bersikap mempertahakan kebiasaan,
tradisi, keadaan yang berlaku.
Lansia beranggapan tidak kreatif, menolak akan inovasi, berorientasi ke
masa silam, kembali kemasa kanak- kanak, susah berubah, keras kepala, dan
cerewet. Tetapi pada kenyataannya, tidak semua lansia bersikap dan
mempunyai pikiran demikian. Hanya beberapa lanjut usia yang berfikiran
demikian, karna ada salah satu hal yang bisa bersikap seperti itu yang bisa
menyebabkan lansia bersikap seperti itu
3) Mitos berpenyakitan
Proses menua sering dikaitkan dengan datangnya berbagai penyakit
sebagai penderitaan manusia. Proses menua menjadikan lansia mengalami
penurunan di metabolism dan daya tahan tubuhnya, sehingga lansia sering
terjadi sakit.
Tetapi kenyataannya penyakit saat ini banyak cara disembuhkan dan
dikontrol. Selain itu, lanjut usia yang sering menjaga kebugaran tubuhnya bisa
menghambat proses menua itu sendiri
4) Mitos senilitas
Orang sering memandang lansia sebagai orang yang sering mengalami
pikun karna adanya kerusakan pada otaknya dan bagian lainnya. Tetapi
kenyataaanya, lansia mengalami proses menua yang disertai dengan adanaya
kerusakan pada otaknya ( masih banyak yang tetap cerdas dan sehat dan bisa
bermanfaat bagi orang lain ).
5) Mitos tidak jatuh cinta
Orang lain sebagai mengganggap lansia sudah tidak bisa merasakan
jatuh cinta dan tertarik dengan lawan jenis. Kenyataanya, perasaan masing –
masing orang berbeda – beda dan terkadang sering berubah dan perasaan jatuh
cinta tidak akan terhenti dikarnakan hanya bertambah tuanya seseorang
6) Mitos aseksualitas
Terdapat pandangan lansia mengalami penurunan pada hubungan sex,
dorngan, minat,kebutuhan, gairah dan kekuatan berhubungan sex berkurang
pada kenyataannya sexsualitas seseorang lansia menunjukan bahwa baik –
baik saja dan masih ada gairah. Hanya saja referensi dalam melakukan
hubungan sex menurun seiring bertambahnya usia. Dibutuhkan bahwa
banyaknya lanjut usia yang menikah lagi.
7) Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai tidak produktif lagi. Tetapi kenyataannya
banyak lansia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan produktifitas
mental maupun material.
Sebagai perawat harus menyadari mitos – mitos yang seperti dijelaskan
diatas dalam memberikan asuhan keperawatan, karna banyak juga lansia yang
sesuai dengan mitos dan sebagian juga tidak mengalaminya ( Maryam, dkk,
2008 )
5) Teori Proses Menua
Proses menua bersifat individual:
a) Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda
b) Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda
c) Tidak ada satu factorpun yang ditemukan dapat mencegah proses menua
1) Teroi biologis
a. Teori Genetic
Teori genetic clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan
bahwa didalam tubuh terdapat jam biologi yang mengatur gen dan
menentukan proses menuaan. Teori ini menyatakan bahwa menu yaitu telah
terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti
selnya memiliki suatu jam genetic/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut reflikasi
tertentu sehingga bila jenis ini berhenti, dia akan mati. Manusia mempunyai
umur harapan hidup nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara teoritis,
memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun hanya beberapa waktu
dengan poengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan pencehagan
penyakit dengan pemberian obat-obatan atau Tindakan tertentu.
b. Teori Mutasi Somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatic akibat
pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi
DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini
terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ
atau perubahan sel menjadi kanker atau sel menjadi penyakit. Setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutase sel
kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana,
2000)
c. Teori Non Genetik
1. Penurunan system imun tubuh (auto-immune theory), mutasi yang
berulang dapat, menyebabkan kurangnya system imun tubuh mengenali
dirinya sendiri (selfrecognition). Mutasi yang merusak membrane sel, akan
menyebabkan system imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal
inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-immune pada lanjut usia
(Goldstein, 1989).
2. Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory), teori radikal
bebas dapat terbentuk dialam bebas dan didalam tubuh, karena adanya
proses metabolisme atau proses pernafasan didalam mitokondria. Radikal
bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena
mempunyai electron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif
mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan
atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organic, misalnya
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat
bergenerasi (Haliwel, 1994). Radikal bebas dianggap sebagai penyebab
penting terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat
dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinat ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen
dan collagen pada proses menua.
3. Teori menua akibat metabolisme, telah dibuktikan dalam berbagai
percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan
perubahan asuhan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat
memper[endek umur (Darmojo,2000)
4. Teori rantai silang (Cross link theory), teori ini menjelaskan bahwa menua
disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat dan asam nukleat ( molekul
kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan
yang menyebabkan perubahan pada membrane plasma, yang diakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada
proses menua.
5. Teori fisiologi, teori ini merupakan teori intrinsic dan ekstrinsik, terdiri
atas teori oksidasi stress (wear and tear theory). Disini terjadi kelebihan
usaha dan stress menyebabkan sel tubuh Lelah terpakai ( regenerasi
jaringan tidak dapat memperyahankan kestabilan lingkungan internal).
1) Teori Sosiologis
Teori sosiologis, tentang proses menua yang dianut selama ini antara lain:
a) Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosisal merupakan
kunci mempertahankan status sosil berdasarkan kemampuan bersosialisasi.
Pokok-pokok sosial ekschange theory antara lain:
1) Masyaraka terdiri atas actor sosial yang berupaya mencaoai tujuannya
masing-masing
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan
waktu
3) Untuk mencapai tujuan hendak dicapai, seorang actor mengeluarkan biaya
b) Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung
teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang
aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasaan bila dapat melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.
c) Teori kepribadian berlanjut ( Continuiti Theory)
Dalam lepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang lanjut usia sangat dipengaruhi
oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
keseimbangand dalam siklus kehidupan lanjut usia. Pengalam hidup
seseortang suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi
lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan
seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut usia.
d) Teori pembebasan/ penarikan diri (Disangagement Theory)
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubngan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya. Pokok-pokok disengagement
teori:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa pensiun. Pada
Wanita, terjadi pada masa peran dalam kelurga berkurang, misalnya saat
anak menginjak dewasa dan meninggalkan rumah untuk belajar dan
menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menrik manfaat diri dari hal ini karena lanjut
usia dapat merasakan tekanan sosial berkurang, sedangkan kaum muda
memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik.
3) Ada 3 aspek utama dalam teori ini yang perlu diperhatikan
- Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
- Proses tersebut tidak dapat dihindari
- Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat

6) Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia


Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia semakin bertambahnya umur
manusia, terjadi proses peneuan secara degenerative yang akan berdampak pada
perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga
kognitif, perasaan, sosial, dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).
a. Perubahan fisik
1) Sistem indra
Sistem pendengaran, prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara tidak
jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatan 60 tahun.
2) Sistem intrergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastic kering dan
berkeruut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbecak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandulasudoritera, timbul pigmen berwara coklat pada kulit dikenal
dengan liverspot.
3) Sistem musculoskeletal
Perubahan muskuloskeletal pada lansia, jaringan penghubung
(Kolagen dan Elastin), kartilago, tulang, otot,dan sendi. Kolagen
sebagai pendukung kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan
pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
Kartilago, jaringan pada persendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Tulang,
berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari
penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan
lebih lanjut akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan
mengakibatkan nyeri, depormitas dan fraktur. Otot, perubahan struktur
otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran
serabut otot, peningkatkan jaringan penghubung dan jaringan lemak
pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi, jaringan ikat sekitar
sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskular
Adalaah masa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi
sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena
perubahan jaringan ikat.
5) Sistem respirasi
Pada proses penuaaan terjadi perrubahan jaringan ikat paru, kapasitas
total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir pada paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan kemampuan
peregangan totrak berkurang.
6) Pencernaan dan metabolisme
Seperti penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata
karena kehilangan gigi, indra pengecapan menurun, rasa lapar menuru,
liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah.
7) Sistem perkemihan
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
8) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunana
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
9) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary
dan nuterus. Terjadi atrofi payudara pada perempuan. Pada laki-laki
testis masih dapat memproduksi sperma protozoa, meskipun adanya
penurunan secaraa berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
1) Memori (daya ingat)
2) IQ (intellgent quotient)
3) Kemampuan belajar (learning)
4) Kemampuan pemahaman (comprehension)
5) Pemecahan masalah (problem solving)
6) Pengambilan keputusan (decision making)
7) Kebijaksanaan (wisdom)
8) Kinerja (perfomance)
9) Motivasi
c. Perubahan Mental
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya orang perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
7) Gangguan kosep diri akibat kehilangan jabatan
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili
9) Hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
d. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaannya makin terintegrasi dalam kehidupannya.
Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari
e. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
2) Duka cita (berevemen)
3) Depresi
4) Gangguan cemas
5) Parafrenia
6) Syndroma diogenes
f. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini di awali Ketika pensiun. Meskipun
tujuan edial pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua namun dalam kenyataannya sering di artikan sebaliknya,
karena pensiun sering di artikan sebagai kehilangan pengasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah
orang memasuki masa pensiun lebih tergantung model kepribadiannya
seperti yang telah di uraikan pada poin di atas. Kenyataan ada menerima,
ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari
tua dan ada juga seolah oah acuh terhadap pengsiun ( pasrah ).
g. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Akibat berkurangnya pungsi indra pendengaran, penglihatan, grak
pisik dan sebagainya maka muncul gangguan pungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran
berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya, sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebainya di cegah dengan selalu
mengajak mereka melakukan aktivitas selama yang bersangkutan masih
sanggup. Agar tidak merasa tidak terlalu di asingkan karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kadang-kadang trus muncul prilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang yang tidak
berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu dengan orang
lain sehingga prilakunya seperti anak kecil.
h. Permasalahan Kesehatan pada lansia
Lanjut usia mengalami masalah Kesehatan masalah ini berawal dari
kemnduran sel-sel tubuh, sehingga pungsi dan daya tahan tubuh menurun
serta paktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah Kesehatan
yang sering di alami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan
keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa
penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi,
gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dan
sebagainya.
Masalah-masalah Kesehatan, yang sering terjadi pada lansia berbeda
dari orang dewasa, yang sering di sebut sindroma, geriatric yaitu kumpulan
gejala-gejala mengenai Kesehatan yang sering di keluhkan oleh pada
lanjut usia dan atau keluaraganya ( istilah 141), yaitu :
1) Immobility ( kurang bergerak)
2) Instability (instabilitas dan jatuh)
3) Incontinence Urin dan alvi ( besar BAB dan BAK )
4) Intelectual impairment ( gangguan intelektual seperti demensia dan
delirium )
5) Infection ( infeksi )
6) Impairment of hearing, vision and smell ( gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman )
7) Isolation (depression )
8) Inantion ( malnutrisi )
9) Impecunity ( tidak punya penghasilan )
10) Latrogenic ( penyakit karena pemkaian obat-obatan )
11) Insomnasi ( sulit tidur )
12) Immune-deffeciency ( penurunan system kekebalan tubuh)
13) Impotence ( gangguan seksual )
14) Impacion ( sulit buang air besar )

7) Masalah dan Penyakit Yang Sering di hadapi Oleh Lanjut Usia


Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia menurut Kane dan
Ouslander sering disebut istilah 141 yaitu (Harsono 2006) :
a) Immobility (kurang bergerak), gangguan fisik, jiwa, dan factor lingkungan
dapat menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering
adalah gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit jantung
dan pembuluh darah.
b) Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh) penyebab
terjatuh pada lansia dapat berupa factor instrinsik (hal-hal yang berkaitan
dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit
maupun factor ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-
obat tertentu dan factor lingkungan.
c) Icontinence (beser buang air kecil atau buang air besar) beser buang air kecil
(BAK) merupakan salah satu masalah yang sering didapati pada lansia, yaitu
keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang cukup
mengakibatkan masalah kesehatan atau social.
d) Intellectual impairment (gangguan intellectual/dementia) merupakan
kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intellectual dan
ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas
kehidupan sehari-hari.
e) Infection (infeksi) merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting
pada lansia karena selain sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan
asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan didalam diagnosis dan
pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat pula.
f) Infairment of vision and hearing, taste, smell, communication, confalescence,
skin integrity (gangguan panca indra, komunikasi, penyembuhan, dan kulit)
akibat proses menua semua panca indra berkurang fungsinya, demikian juga
gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang digunakan untuk berbicara.
g) Inpaction (sulit buang air besar) beberapa factor yang mempermudah
terjadinya konstipasi seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang
berkurang sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-
obat tertentu, dan lain-lain.
h) Isolation (depresi) perubahan status social, bertambahnya penyakit dan
berkurangnya kemandirian social serta perubahan-perubahan akibat proses
menua menjadi salah satu pemicu munculnya depresi pada lansia.
i) Inanition (kurang gizi) kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan
perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan.
j) Impectunity (tidak punya uang)
k) Latrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan)
l) Insomnia (gangguan tidur)
m) Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun)
n) Impotence (impotensi)

B. KONSEP KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Komunikasi dengan lansia adalah proses
penyampaian pesan atau gagasan dari petugas atau perawat kepada lanjut usia dan
diperoleh tanggapan dari lanjut usia sehingga diperoleh kesepakatan tentang isi
pesan komunikasi.
Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana. Sarana
komunikasi meliputi panca indera manusia (mata, mulut, tangan dan jari) dan
buatan manusia (TV, Radio, Surat kabar). Sikap penyampaian pesan harus dalam
jarak dekat, suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek, wajah
berseri- berseri sambil menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru, dada
sedikit membungkuk dan jempol tangan bersikap mempersilahkan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan agar komunikasi berjalan lancer adalah menguasai bahan atau
pesan yang akan disampaikan, menguasai bahasa setempat, tidak terburu-buru,
memiliki keyakinan, bersuara lembut, percaya diri, ramah, dan sopan. Lingkungan
yang mendukung komunikasi adalah suasana terbuka, akrab, santai, menjaga tetap
ramah, posisi menghormati, dan memahami keadaan lanjut usia. (Wahjudi
Nugroho, 2008)

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik


a) Membantu Klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan, pikiran
dan dapat mengambil tindakan
b) Mengurangi keraguan, membantu dalam mengambil tindakan yang efektif
c) Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisi dan dirinya sendiri dalam hal
peningkatan derajat kesehatan
d) Mempererat hubungan/interaksi antara klien dengan tenaga medis secara
professional dalam membantu penyelesaian masalah

3. Sikap Komunikasi Terapeurik


Menurut Egan ada lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang
dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik
a) Sikap Berhadapan
Maksud dari posisi ini adalah kita sudah siap melakukan sesuatu untuk klien.
b) Sikap Mempertahankan Kontak Mata
Kontak mata berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
c) Sikap Membungkuk Kearah Klien
Posisi ini menunjukan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu
d) Sikap Mempertahankan Sikap Terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi, sebuah sikap menerima kehadiran orang lain dalam
berkomunikasi
e) Sikap Tetap Rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
member respon kepada klien
f) Jarak Berinteraksi
Ruang intim sampai 50 cm, ruang pribadi 50-20 cm, dan ruang konsultasi
sosial 275-365 cm. Komunikasi terapeutik pada umumnya terjadi diruang
pribadi, tetapi antara pasien dengan perawat tidak dibatasi meja atau jeruji
g) Diam
Dapat berguna untuk memfasilitasi pasien dalam mengekspresikan pikiran dan
perasaannya. Contohnya pada pasien menarik diri, setelah perawat
mengajukan pertanyaan maka perawat diam untuk member kesempatan pada
pasien memikirkan tentang jawaban pertanyaan.
h) Volume Nada dan Suara Mempengaruhi Penyampaian Pesan
Pada pasien lansia digunakan volume suara tinggi dengan nada rendah, pada
pasien perilaku kekerasan digunakan volume dan nada suara rendah, tetapi
tetap tegas.
Ada sikap lain yang juga membantu dalam komunikasi terapeutik :
a) Sikap Kesejatian, kesejatian yaitu seorang perawat mempunyai sikap ikhlas,
terbuka dan transparan.
b) Sikap Empati, yaitu sikap yang dapat menempatkan diri dalam posisi orang
lain.
c) Sikap Hormat, yaitu sikap menghargai dan peduli pada orang lain. Hormat
atau respek yaitu seorang perawat memperlakukan klien menghargai, dan
menghormati sebagai seorang yang membutuhkan pertolongan.
d) Sikap Konkret, yaitu sikap dalam menggunakan sesuatu yang nyata seperti
menunjukkan hal yang nyata. Konkrit yaitu seorang perawat mampu
menggunakan bahasa yang jelas.

4. Fase-fase Komunikasi Terapeutik


a) Fase Pra Interaksi
Tugas perawat pada fase ini :
1) Mendapatkan informasi tentang klien
2) Mencari literatur yang berkaitan dengan masalah klien
3) Eksporasi diri : pantasi dan kecemasan
4) Menganalisa kekuatan diri dan kelemahan professional diri
5) Menentukan spesifik data yang akan dicari
6) Metode yang tepat untuk wawancara
7) Seting ruang, waktu dan tempat
b) Fase Orientasi/Perkenalan
Tugas perawat pada fase ini adalah :
1) Membina hubungan saling percaya, dengan cara memperkenalkan diri
2) Menentukan kontrak (waktu, tempat dan topik)
3) Menggali pikiran dan perasaan klien untuk menemukan masalah klien
4) Perawat mendorong klien untuk mengekpresikan perasaannya
c) Fase Kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik :
1. Perawat membantu klien mengatasi masalahnya
2. Perawat dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat Analisa yang
tinggi
3. Perawat, membantu klien mengenl masalahnya, cara mengatasinya dan
evaluasi cara yang telah dipilih
4. Perawat harus peka terhadap ungkapan klien verbal maupun nonverbal
d) Fase Terminasi
Tugas perawat pada tahap terminasi :
1) Mengevaluasi tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan
2) Melihat atau mengevaluasi keadaan klien secara objektif (evaluasi objektif)
3) Mengevaluasi perasaan klien setelah berinteraksi dengan klien (evaluasi
subjektif) dengan menanyakan bagaimana perasaan klien setelah dilakukan
Tindakan perawatan
4) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan
(pekerjaan rumah untuk klien)
5) Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.

C. KONSEP PENDIDIKAN KOMUNIKASI


1. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan
untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya
perawat sebagai perawat pendidik (Suliha,dkk,2002). Menurut Notoatmodjo (2010)
pendidikan kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat
agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara, dan
meningkatkan taraf kesehatannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan
kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan dengan menyampaikan materi tentang
kesehatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku sasaran.
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan (Nursalam dan Efendi, 2008) yaitu :
Terjadi perubahan sikap dan tingkah laku individu, keluarga, kelompok khusus dan
masyarakat dalam membina serta memelihara perilaku hidup sehat serta berperan
aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
3. Prinsip-prinsip Pendidikan Kesehatan
Perinsip Pendidikan Kesehatan merupakan kumpulan dimana saja dan kapan saja
sepanjangn dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran
Pendidikan. Pendidikan Kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh
seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran Pendidikan iu sendiri
yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri. Bahwa yang harus
dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri.
Pendidikan Kesehatan di lakatakan berhasil bila sasaran Pendidikan (individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya
sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan.
4. Langkah-langkah Pendidikan Kesehatan
Menurut sanson dan nies dalam nursalam dan efendi ( 2008) ada beberapa Langkah
yang harus ditempuh dalam melaksanakan Pendidikan Kesehatan, yaitu :
a) Tahap I Perencanaan dan pemilihan strategi
Tahap ini merupakan dasar dari proses komunikasi yang akan di lakukan oleh
pendidik Kesehatan dan juga merupakan kunci penting untuk memahami
kebutuhan belajar sasaran dan mengetahui Sasaram atau pesan yang akan di
sampaikan.
Tindakan perawat yang perlu di lakukan pada tahap ini antara lain :
1) Review data yang berhubungan dengan Kesehatan, keluhan, perpustakaan,
media masa, dan tokoh masyarakat
2) Cari data baru melalui wawancara, focus grup (dialog masalah yang di
rasakan)
3) Bedakan kebutuhan sasaran dan persepsi terhadap masalah Kesehatan,
termasuk identifikasi sasaran.
4) Identifikasi kesenjangan pengetahuan Kesehatan
5) Kaji sumber-sumber yang tersedia (dana, sarana dan manusia).
b) Tahap II. Memilih saluran dan materi/media
Pada tahap pertama di atas membantu unuk memilih saluran yang efektif dan
materi yang relavan dengan kebutuhan sasaran. Saluran yang dapat digunakan
adalah melalui kegiatan yang ada di masyarakat. Sedangkan materi yang
digunakan disesuaikan kemampuan sasaran.
Tindakan keperawatan yang perlu di lakukan adalah :
1) Identifikasi pesan dan media yang di gunakan
2) Gunakan media yang suah ada atau menggunakan media baru
3) Pilihlah saluran dan caranya.
c) Tahap III pengembangan materi dan uji coba
Materi yang ada sebaiknya di uji coba ( diteliti ulang) apakah sudah sesuai
dengan sasaran dan mendapat respon atau tidak.
Tindakan keperawatan yang perlu di lakukan adalah :
1) Kembangkan materi yang re;lavan dengan sasaran
2) Uji terlebih dahulu materi dan media yang ada. Hasil uji coba akan
membantu apakah meningkatkan pengetahuan, dapat di terima, dan sesuai
dengan individu
d) Tahap IV implementasi
Merupakan tahapan pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Tindakan keperawatan yang perlu di lakukan adalah sebagai berikut:
1) Bekerjasama dengan organisasi yang ada di komunikasi agar efektif
2) Pantau dan catat perkembangan
3) Mengevaluasi kegiatan yang di lakukan
e) Tahap V mengkaji efektifitas
Mengkaji keefektifan program dan pesan yang telah disampaikan terhadap
perubahan prilaku yang di harapkan. Evaluasi hasil hendaknya berorientasi
pada kriteria jangka waktu (Panjang/pendek) yang telah di tetapkan.
Tindakan yang perlu di lakukan adalah melakukan evaluasi proses dan hasil.
f) Tahap VI umpan balik untuk evaluasi program
Langkah ini merupakan tanggung jawab perawat terhadap Pendidikan
Kesehatan yang telah diberikan, apakah perlu dilakukan perubahan terhadap isi
peran dan apakah telah sesuai dengan kebutuhan sasaran. Informasi dapat
memberikan gambaran tentang Kekuatan yang telah di gunakan dan
memungkinkan adanya modifikasi.
Tindakan keperawatan yang perlu di lakukan adalah sebagai berikut :
1) Kaji ulang tujuan, sesuaikan dengan kebutuhan
2) Modifikasi strategi bila tidak berhasil
3) Lakukan kerja sama lintas sector dan program
4) Catat perkembangan dan evaluasi terhadap Pendidikan Kesehatan yang
telah di lakukan
5) Pertahankan alasan terhadap upaya yang akan di lakukan
6) Hubungan status Kesehatan, prilaku, dan Pendidikan Kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/437557851/Bab-i-Pendahuluan
http://eprints.umpo.ac.id/4072/3/BAB%20II.pdf
https://id.scribd.com/document/486992009/lp-gerontik-basuki
https://id.scribd.com/document/427003201/LP-Gerontik
https://id.scribd.com/presentation/472352802/fase-Komunikasi-terapeutik-pptx
https://id.scribd.com/presentation/327394329/KOMUNIKASI-TERAPEUTIK
https://id.scribd.com/document/368570120/Sikap-Komunikasi-Terapeutik-Dan-Non-
Terapeutik-2

Anda mungkin juga menyukai