Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMENSIA DI RUANG SADEWA


RS PERMATA BUNDA PURWODADI
(STASE GERONTIK)

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
202
1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP LANJUT USIA
1. Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah penyakit tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh (Kholifah,
2016).
Usia lanjut adalah suatu proses yang alami yang tidak dapat dihindari oleh
manusia. Lansia ditandai dengan perubahan fisik, emosional, dan kehidupan
seksual (Maramis, 2016). Secara biologis lansia adalah proses penuaan secara
terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian
(Wulansari, 2011).
2. Batasan Lansia
Menurut Depkes RI (2005 dalam Kholifah (2016) batasan lansia
dikategorikan sebagai berikut:
a. Usia lanjut presinilis yaitu antara usia 45-59 tahun
b. Usia lanjut yaitu 60 tahun ke atas
c. Usia lanjut berisiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan
3. Karakteristik Lansia
Adapun karakteristik lansia menurut Depkes RI (2016) adalah sebagai
berikut:
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian dating dari faktor fisik dan faktor
psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang
rendah dalam melakukan kegiatan maka akan mempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang
tinggi sehingga kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik. Misalnya
lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negative, tetapi ada juga lansia yang memiliki tenggang
rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan
sendiri bukan atas adasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai ketua RW, sebaiknya
masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu akan
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang
tinggal bersama keluarga sering tidak tilibatkan untuk pengambilan
keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan
bahkan memiliki harga diri yang rendah.
4. Tipologi Lansia
Adapun macam-macam tipe lanjut usia menurut Nugroho (2008) adalah
sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut uisa ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang dapat menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya
tarik jasamani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi,
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan
pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep “habis gelap terbitlah terang”, mengikuti kegiatan beribadah, ringan
kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lanjut usia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.
5. Mitos Lansia
a. Kedamaian dan ketenangan
Lanjut usia dapat santai dan menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di
masa muda juga dewasanya, badai serta goncangan kehidupan seakan-akan
sudah berhasil dilewati.
Kenyataan: sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai
keluhan serta penderita karena penyakit, depresi, kekhawatiran, paranoid,
masalah psikotik.
b. Mitos konservatisme dan kemunduran
Pandangan bahwa lanjut usia pada umumnya: konservatif, tidak kreatif,
menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, merindukan masa lalu, kembali
ke masa kanak-kanak, susah berubah, keras kepala, cerewet.
Kenyataannya: tidak semua lanjut usia bersikap dan berpikiran demikian.
c. Mitos berpenyakitan
Lanjut usia dipandang sebagai masa degenarasi biologis, yang disertai
oleh berbagai penderitaan akibat berbagai macam penyakit yang menyertai
proses menua (lanjut usia merupakan masa berpenyakitan dan kemunduran).
Kenyataannya:
1) Memamng proses penuaan disertai menurunnya daya tahan tubuh dan
metabolisme, sehingga rawan terhadap penyakit.
2) Tetapi banyak penyakit di masa sekarang yang dapat dikontrol dan
diobati.
d. Mitos senilitas
Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh
kerusakan bagian otak (banyak yang tetap sehat dan segar). Banyak cara
untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
e. Mitos tidak jatuh cinta
Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta dan gairah pada lawan jenis tidak ada.
Kenyataannya: perasaan cemas dan emosi seseorang berubah sepanjang
masa. Perasaan cinta juga tidak berhenti hanya karena menjadi lanjut usia.
f. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa lanjut usia, hubungan seks itu menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang.
Kenyataannya: menunjukkan bahwa kehidupan seks pada lanjut usia
normal saja. Memang frekuensi hubungan seksual menurun, sejalan dengan
meningkatnya usia tetapi masih tetap tinggi.
g. Mitos ketidakproduktifan
Lanjut usia dipandang sebagai usia tidak produktif. Kenyataannya: tidak
demikian, banyak lanjut usia yang mencapai kematangan, kemantapan dan
produktifitas mental serta material.
6. Teori Penuaan
Adapun teori penuaan menurut Lilik Ma’rifatul (2011) adalah sebagai
berikut:
a. Teori biologis
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dan jumlah tertentu dan
kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah 50 kali. Jika
sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium
lalu diobservasi jumlah sel-sel yang akan membelah serta jumlah sel
yang akan membelah akan terlihat sedikit.
2) Teori “Genetik Clock”
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetic untuk
spesies-spesies tertentu. Tiap spesies memulai di dalam nuclei (inti sel)
suatu jam genetic yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu.
Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila
tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti maka kita
akan meninggal dunia meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan
atau penyakit akhir yang katastrofal.
3) Sintesis protein (kolagen dan elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada
lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya
perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada
lansia beberapa protein (kolagen, kartilago, dan elastin pada kuliy) dibuat
oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari proteib yang
lebih muda.
4) Keracunan oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam
tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat
racun tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu.
Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat
struktur membrane sel mengalami perubahan dari rigit, serta terjadi
kesalahan genetic.
5) System imun
Kemampuan system imun mengalami kemunduran pada masa
penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan system yang
terdiri dari system limfatik dan khususnya sel darah putih, juga
merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan.
6) Mutasi somatic (teori Error Catastrophe)
Sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau
tercemar zat kimia yang bersifat karsiogenik atau toksik dapat
memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif
pada DNA sel somatic akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsional sel tersebut.
7) Teori menua akibat metabolisme
Menurut MC Kay et all (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono
(2004), pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena
jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah
satu atau beberapa proses metabolisme.
8) Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, dan di dalam tubuh
difagosit (pecah), dan sebagai produk sampingan di dalam rantai
pernapasan di dalam mitokondria. Makin lanjut usia makin banyan
radikal bebas terbentuk sehingga proses pengerusakan terus terjadi,
kerusakan organel sel semakin banyak dan akhirnya sel mati.
b. Teori psikologis
1) Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimilikinya.
3) Teori pembebasan
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara pelan tapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
7. Masalah-Masalah Yang Menyerang Pada Lansia
Menurut Mubarak (2009), ada beberapa permasalahan yang sering dialami
oleh seorang yang telah memasuki masa lanjut usia yaitu sebagai berikut:
a. Perubahan perilaku
Pada lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku, diantaranya
adalah daya ingat menurun, pelupa, sering menarik diri, ada kecenderungan
penurunan merawat diri, timbulnya kecemasan karena dirinya sudah tidak
menarik lagi, dan lansia sering menyebabkan sensitivitas emosional seeorang
yang akhirnya menjadi sumber banyak masalah.
b. Perubahan psikososial
Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan
ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang
bersangkutan. Lansia yang telah menjalani dengan bekerja, mendadak
dihadapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pension. Bila lansia
cukup beruntung dan bijaksana, maka ia akan mempersiapkan diri dengan
menciptakan berbagai bidang minat untuk memanfaatkan waktunya, masa
pensiunnya akan memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya.
Namun bagi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari lingkungan dan
teman-teman yang akrab.
c. Pembatasan aktivitas fisik
Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran,
terutama di bidang kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan
pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan timbulnya gangguan
dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya. Sehingga dapat meningkatkan
ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.
d. Kesehatan mental
Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor, perubahan-perubahan mental ini erat kaitannya dengan
perubahan fisik. Semakin lanjut usia seseorang, kesibukan sosialnya akan
semakin berkurang dan akan mengakibatkan berkurangnya interkasi dengan
lingkungannya.
8. Penyakit Yang Menyerang Pada Lansia
Adapun penyakit yang menyerang lansia menurut Bandiyah (2015) adalah
sebagai berikut:
a. Penyakit-penyakit system pernapasan
b. Penyakit-pernyakit kardiovaskular dan pembuluh darah
c. Penyakit pencernaan makanan
d. Penyakit system urogenitalik
e. Penyakit gangguan metabolic/endokrin
f. Penyakit pada persendian tulang
g. Penyakit-penyakit yang disebabkan proses keganasan.
9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lansia
Menurut Bandiyah (2015), ada berbagai faktor yang mempengaruhi lansia,
yaitu sebagai berikut:
a. Hereditas: keturunan/genetic
b. Nutris: makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stress
10. Pengkajian-Pengkajian Pada Lansia
a. Indeks Katz
Indeks katz adalah suatu instrument pengkajian dengan system penilaian
yang didasarkan pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional
dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga
memudahkan pemilihan intervensi yang tepat (Maryam, R. Siti, ddk, 2011).
Pengkajian menggunakan indeks katz ini untuk aktivitas kehidupan
sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung
dari klien dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK), berpindah, ke kamar
kecil, mandi dan berpakaian (Maryam, R. Siti, dkk, 2011).
Adapun pengkajian dengan menggunakan indeks katz yaitu sebagai
berikut:

Skor Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau
BAK), berpindah, ke kamar kecil, mandi dan berpakaian.
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi
tersebut.
C Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan.
D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian
dan satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,
ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,
ke kamar kecil, berpindah, dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut.
Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F.
b. Barthel Indeks
Barthel indeks merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi
mengatur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas
serta dapat juga digunakan sebagai criteria dalam menilai kemampuan
fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan keseimbangan
dengan menggunakan 10 indikator.
Instrument pengkajian dengan Barthel Indeks

No Jenis ADL Kategori Skor


1. Makan (feeding) 0: Tidak dapat
1: Perlu bantuan
2: Mandiri
2. Mandi (Bathing) 0: Tergantung orang lain
1: Mandiri
3. Perawatan diri 0: Perlu bantuan
(Grooming) 1: Mandiri
4. Berpakaian 0: Tidak dapat
(Dressing) 1: Sebagian dibantu/perlu
bantuan
2: Mandiri
5. Buang air kecil 0: Tidak bisa mengontrol
(Bowel) (perlu dikateter dan tidak
dapat mengatur)
1: BAK kadang-kadang
(sekali/24 jam)
2: Terkontrol penuh
(lebih dari 7 hari)
6. Buang air besar 0: Inkontinensia (perlu
(Bladder) enema)
1: Kadang inkontinensia
(sekali seminggu)
2: Terkontrol penuh
7. Penggunaan toilet 0: Tergantung bantuan
orang lain
1: Perlu bantuan tetapi
dapat melakukan sesuatu
sendiri
2: Mandiri
8. Berpindah (tidur 0: Tidak dapat
atau duduk) 1: Butuh bantuan (2
orang)
2: Dapat duduk dengan
sedikir
3: Mandiri
9. Mobilitas 0: Tidak bergerak/tidak
mampu
1: Mandiri dengan kursi
roda
2: Berjalan dengan
bantuan
3: Mandiri
10. Naik turun tangga 0: Tidak mampu
1: Perlu bantuan
2: Mandiri
Interpretasi hasil:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan total
c. SPSMQ (Short Portable Mental Status Questionnaire)
Pengkajian ini digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan
intelektual. Instrumen SPMSQ terdiri dari 10 pertanyaan tentang orientasi,
riwayat pribadi, memori dalam hubungannya erat dengan kemampuan
perawatan diri, memori jauh dan pengetahuan matematis. Penilaian dalam
pengkajian SPSMQ adalah nilai 1 jika rusak atau salah dan nilai 0 jika tidak
rusak atau benar.
Instrument pengkajian SPSMQ

Skor No Pertanyaan Jawaban


Benar Salah
1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang ini?
3. Apa nama tempat ini?
4. Berapa nomor telepon Anda?
Dimana alamat Anda?
(tanyakan bila tidak
memiliki telepon)
5. Brapa umur anda?
6. Kapan anda lahir?
7. Siapa presiden Indonesia
sekarang?
8. Siapa presiden sebelumnya?
9. Siapa nama kecil Ibu anda?
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara
menurun?
Interpretasi hasil:
Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6-8 : fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9-10 : fungsi intelektual kerusakan berat
d. GDS (Geriatric Depression Scale)
Skala depresi geriatric merupakan instrument yang disusun secara
khusus untuk memeriksa depresi. Instrument ini terdiri atas 30 atau 15
pertanyaan dengan jawaban Ya atau Tidak.
Instrument GDS (Geriatric Depression Scale)

No Pertanyaan Jawaban Skor


1. Apakah pada dasarnya anda puas dengan Ya/tidak
kehidupan anda?
2. Apakah anda sudah meninggalkan banyak Ya/Tidak
aktivitas dan hal-hal yang menarik minat
anda?
3. Apakah anda merasa bahwa hidup anda Ya/Tidak
hampa?
4. Apakah anda sering merasa bosan? Ya/Tidak
5. Apakah anda biasanya bersemangat/ Ya/Tidak
gembira?
6. Apakah anda takut sesuatu yang buruk Ya/Tidak
akan terjadi pada anda?
7. Apakah anda merasa bahagia untuk Ya/Tidak
sebagian hidup anda?
8. Apakah anda merasa jenuh/tidak berdaya? Ya/Tidak
9. Apakah anda lebih suka tinggal di rumah, Ya/Tidak
daripada pergi keluar dan melakukan
sesuatu yang baru?
10 Apakah anda merasa bahwa anda lebih Ya/Tidak
. mengalami banyak masalah dengan ingatan
anda daripada yang lainnya?
11. Apakah anda pikir hidup anda sekarang ini Ya/Tidak
sangat menyenangkan?
12 Apakah anda merasa tidak berguna/ tidak Ya/Tidak
. berharga saat ini?
13 Apakah anda merasa penuh semangat saat Ya/Tidak
. ini?
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda Ya/Tidak
. sudah tidak ada harapan?
15 Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih Ya/Tidak
. baik keadaannya daripada anda?
Interpretasi hasil:
Skor 0-4 : tidak depresi atau normal
Skor 5-9 : depresi ringan
Skor 10-15 : depresi sedang atau berat
e. APGAR Keluarga
Pengkajian APGAR keluarga digunakan untuk menggambarkan
hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga juga masyarakat,
tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, serta masalah keuangan.
Instrumen pengkajian APGAR keluarga

APGAR Keluarga
No Fungsi Uraian Skor
1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali
pada keluarga (teman-teman) saya untuk
membantu pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya membicarakan sesuatu
dengan saya dan mengungkapkan
masalah denga saya
3. Pertumbuha Saya puasa bahwa keluarga (teman-
n teman) saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan aktivitas
atau arah baru
4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi saya,
seperti marah, sedih, atau mencintai
5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya
dan saya menyediakan waktu bersama-
sama.
Penilaian: jika pertanyaan-pertanyaan yang dijawab selalu (poin 2),
kadang-kadang (poin 1), hamper tidak pernah (poin 0).
Interpretasi hasil:
Skor 8-10 : fungsi sosial normal
Skor 5-7 : fungsi sosial cukup
Skor 0-4 : fungsi sosial kurang/suka menyendiri
f. MMSE (Mini Mental State Exam)
Digunakan untuk menguji aspek kognitif dari fungsi mental: orientas,
registrasi, perhatian, kalkulasi, mengingat kembali, dan bahasa. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk melengkapi dan menilai tetapi tidak dapat digunakan
untuk tujuan diagnostic, namun berguna untuk mengkaji kemajuan pasien.
Instrument pengkajian MMSE

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maksimal Pasien
1 Orientasi 5 Menyebutkan
. 1. Tahun
2. Musim
3. Tanggal
4. Hari
5. Bulan
5 Dimana sekarang kita berada?
1. Negara
2. Provinsi
3. Kabupaten
2 Registrasi 3 Sebutkan tiga nama objek
. (kursi, meja, kertas), kemudia
ditanyakan kepada pasien,
menjawab:
1. Kursi
2. Meja
3. Kertas
Beri 1 poin untuk setiap
jawaban yang benar
3 Perhatian 5 Meminta klien berhitung
. dan mulai 100, kemudian
Kalkulasi dikurangi 7 sampai 5 tingkat.
1. 100, 93, …, …, ….
Beri 1 poin untuk setiap
jawaban benar.
4 Menginga 3 Minta pasien untuk
. t menyebutkan objek pada
point 3:
1. Kursi
2. Meja
3. Kertas
Beri satu poin untuk setiap
jawaban benar
5 Bahasa 9 Nama pensil dan melihat (2
. poin)
Mengulang hal berikut: “tak
ada jika, dan, atau tetapi” (1
poin)
Ikuti perintah 3 langkah:
“ambil kertas di tangan kanan
anda, lipat dua, dan taruh di
lantai” (3 poin)
Baca dan turuti hal berikut:
“tutup mata anda” (1 poin)
Tulis satu kalimat (1 poin)
Menyalin gambar (1 poin)
Interpretasi hasil:
Skor 24-30: Normal
Skor 17-23: Gangguan kognitif ringan
Skor 0-16 : Gangguan kognitif berat

B.
C. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian beratnya
sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial. Kemunduran
kognitif pada demensia biasanya diawali dengan hilangnya fungsi intelektual,
kemunduran memori (pelupa) serta daya pikir lain. Demensia berkaitan erat dengan
usia lanjut (Nugroho, 2012).
Grayson (2004) dalam Aspiani (2014) menyebutkan bahwa demensia bukanlah
sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa
penyakit atau kondisi tertentu. Kumpulan gejalanya ditandai dengan penurunan
kognitif, perubahan mood, serta perubahan tingkah laku.
2. Etiologi
Penyebab demensia menurur Nugraho (2009) :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi
dasarnya tidak dikenal kelainan yaitu : terdapat
pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi
pada system enzim, atau pada metabolism
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal
tetapi belum dapat diobati, penyebab utama dalam
golongan ini diantaranya : Penyakit degenerasi
spino – serebelar.
1) Sub akut leuko-eselfalitis sklerotik fan bogaert
2) Khores Hungtington.
c. Sindrome demensia dengan etiologi penyakit yang
dapat diobati, dalam golongan ini diantranya :
penyakit cerrebro kardioavaskuler dan penyakit
alzheimer.
3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demensia berlangsung lama dan bertahap sehingga pasien dengan
keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit. Gejala klinik dari
demensia Nugroho (2009) menyatakan jika dilihat secara umum tanda dan gejala
demensia adalah :
a. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada
penderita demensia, lupa menjadi bagian
keseharian yang tidak bisa lepas.
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya:
lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita
demensia berada.
c. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata
menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata
yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang
kata atau cerita yang sama berkali-kali.
d. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis
berlebihan saat melihat sebuah drama televisi,
marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak
beralasan.
e. Penderita demensia kadang tidak mengerti
mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
f. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak
acuh, menarik diri dan gelisah
4. Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan
saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan
antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di
atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks
serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung
dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia,
infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi
kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian,
kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan
tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya,
karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan
memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wahjudi (2008), berikut adalah pemeriksaan diagnostik untuk klien
demensia.
a. CT Scan untuk melihat serebral ventrikel dan
pembesaran ruang subaraknoid, atropi otak.
b. MRI sama dengan CT Scan.
c. Biopsi otak untuk membuktikan adanya
neurofibrillary tangles dan neuritis plague
d. Pemeriksaan skrinning neuropsikologis atau
kognitif MMSE (Mini Mental State Examination),
skrinning selama 7 menit. Pemeriksaan SPMSQ
(Short Portable Mental Status Questionnaire) juga
bisa dilakukan
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan demensia antara lain sebagai berikut :
a. Farmakoterapi Sebagian besar kasus demensia
tidak dapat disembuhkan; Untuk mengobati
demensia alzheimer digunakan obat - obatan
antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine,
Galantamine, Memantine. Dementia vaskuler
membutuhkan obat-obatan anti platelet seperti
Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk
melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati
tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
b. Dukungan atau Peran Keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding.
c. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
1) Latihan fisik yang sesuai
2) Terapi rekreasional dan aktifitas
7. Asuhan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan
b. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Lissauer & Fanaroff. (2008).At a Glance Neonatologi.Jakarta:Erlangga.
Medforth, Janet, dkk. (2011).Kebidanan Oxford Dari Bidan Untuk Bidan.Jakarta:EGC.
Saifudin, Abdul Bari. (2009).Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sholeh, Kosim. (2010). Neonatologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Wiknjosastro,Hanifa, dkk. (2008).Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Huda &Hardhi kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan BerdasarkanDiagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction

Anda mungkin juga menyukai