Oleh :
Dina Fitrotul Muawwidah
NIM : 72020040017
2. Batasan Lansia
Di Indonesia lanjut usia adalah usia 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada
Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2012).
Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut :
1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
2) Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokan menjadi
usia lanjut(60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi (lebih dari 70
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)
3. Karakteristik Lansia
Menurut Padila, (2013), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang
Kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladatif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
4. Tipologi Lansia
Menurut Nugroho, (2011) tipologi lansia yaitu:
a. Lansia tipe mandiri
Mereka mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan -kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
b. Lansia tipe tidak puas
Cenderung memiliki konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
menyebabkan hilangnya kecantikan, daya Tarik jasmaniyah, kekuasaan, status
yang di sayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit
dilayani dan pengkritik.
c. Lansia tipe pasrah
Cenderung menerima dan menunggu dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis gelap terbitlah terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki,
pekerjaan apa saja dilakukan.
d. Lansia tipe bingung
Cenderung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, acuh tak acuh.
e. Lansia tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan dan menjadi panutan.
5. Mitos Lansia
Menurut Maryam (2011) mitos – mitos seputar lansia antara lain:
a. Mitos kedamaian dan ketentraman
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja,
dan jerih payah dimasa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-akan
sudah berhasil dilewati. Kenyataannya, sering ditemui lansia yang mengalami
stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena
penyakit.
b. Mitos konservatif dan kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan
keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa lansia itu tidak kreatif,
menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, keras kepala dan cerewet.
Kenyataannya tidak semua lansia bersikap danmempunyai pikiran
demikian.
c. Mitos berpenyakitan
Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi
biologis yang disertai beberapa penyakit dan sakit-sakitan. Kenyataannya tidak
semua lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan serta
lansia yang rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat
dan bugar.
d. Mitos senilitas
Adanya anggapan bahwa lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak yang
masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.
e. Mitos tidak jatuh cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah
kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap orang berubah
sepanjang masa serta perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua.
f. Mitos aseksualitas
Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang. Kenyataannya
kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan tetap bergaurah hal itu
dibuktikan dengan lansia yang ditinggal mati dengan pasangannya, namun
masih ada rencana ingin menikah lagi.
g. Mitos ketidakproduktifan
Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktiflagi. Kenyataannya banyak
para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan dan produktivitas mental
maupun material. Mitos-mitos tersebut harus disadari perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai
dengan mitos tersebut dan sebagian lagi tidak mengalaminya.
6. Teori Penuaan
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,
teori psikososial, teori lingkungan (Aspiani, 2014).
a. Teori Biologi
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua
merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama
masa hidup. Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat
structural sel/ organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen
patologis. Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang
menghambat proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks
sistemik, dapat mempengaruhi/ memberi dampak terhadap organ/ sistem tubuh
lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis.
1) Teori “Genetik Clock”
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program
jam genetik didalam nuclei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu
tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka akan menyebabkan
berhentinya proses mitosis. Radiasi dan zat kimia dapat memperpendek
umur menurut teori ini terjadi mutasi progresif pada DNA sel somatik akan
menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
2) Teori error
Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai
macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat kesalahan tersebut
akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan
kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan. Sejalan dengan
perkembangan umur sel tubuh, maka terjadi beberapa perubahan alami
pada sel pada DNA dan RNA, yang merupakan substansi pembangun atau
pembentuk sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi perubahan sel dimana
sel-sel Nukleus menjadi lebih besar tetapi tidak diikuti dengan peningkatan
jumlah substansi DNA.
3) Teori Autoimun Pada teori ini penuaan dianggap disebabkan oleh adanya
penurunan fungsi sistem imun. Perubahan itu lebih tampak secara nyata
pada Limposit –T, disamping perubahan juga terjadi pada Limposit –B.
perubahan yang terjadi meliputi penurunan sistem immune humoral, yang
dapat menjadi faktor predisposisi pada orang tua untuk :
(a) menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan perkembanga
kanker.
(b) menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses dan secara
agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap pathogen.
(c) meningkatkan produksi autoantingen, yang berdampak pada semakin
meningkatnya risiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan
autoimmun.
4) Teori Free Radical Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses
menua terjadi akibat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu
dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas
merupakan zat yang terbentuk dalam tubuh manusia sehingga salah satu
hasil kerja metabolisme tubuh. Walaupun secara normal ia terbentuk dari
proses metabolisme tubuh, tetapi ia dapat tebentuk akibat :
(1) proses oksigenasi lingkungan seperti pengaruh polutan, ozon, dan
petisida.
(2) reaksi akibat paparan dengan radiasi.
(3) sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas lainnya. Penuaan dapat
terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), radikal
hidroksil,dan H2O2. Radikal bebas sangat merusak karena sangat
reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak
tak jenuh. Makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas
sehingga proses pengerusakan harus terjadi, kerusakan organel sel makin
banyak akhirnya sel mati.
5) Teori Kolagen
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh rusak.
6) Wear Teori Biologi
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan
kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
b. Teori Psikososia
1) Activity Theory (Teori Aktivitas)
Teori ini menyatakan bahwa seseorang individu harus mampu eksis dan
aktif dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan
di hari tua. Aktivitas dalam teori ini dipandang sebagai sesuatu yang vital
untuk mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan kosie diri yang positif.
Teori ini berdasar pada asumsi bahwa :
(1) aktif lebih baik daripada pasif.
(2) gembira lebih baik daripada tidak gembira.
(3) orang tua merupakan orang yang baik untuk mencapai sukses dan akan
memilih alternatif pilihan aktif dan bergembira. Penuaan
mengakibatkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
2) Continuitas Theory (Teori Kontinuitas)
Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang selalu
terjadi dan secara berkesinambungan yang harus dihadapi oleh orang lanjut
usia. Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu
pola perilaku yang meningkatkan stress.
3) Disanggement Theory
Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan masyarakat ,
hubungan dengan individu lain.
b. Barthel Indeks
Pengkajian fungsi kemandirian dengan indeks BARTHEL
b. SPSMQ
Pengkajian status kognitif dan Afektif
Analisa Hasil :
Nilai 3 atau lebih mendeteksi adanya kasus Depresi
e. APGAR KELUARGA
Pengkajian status sosial
APGAR
NO Fungsi Uraian Skore
0: tidak pernah
1: kadang-
kadang
2: selalu
1 Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat
kembali pada keluarga (teman-
teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2 Hubungan Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3 Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga
(teman-teman) saya menerima
dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas atau
arah baru
4 Afeksi Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi
saya, seperti marah, sedih atau
mencintai
5 Pemecahan Saya puas dengan cara teman-
teman saya dan saya
menyediakan waktu bersama-
sama
Analisa Hasil :
Skor 8-10 : Fungsi sosial normal
Skor 5-7 : fungsi sosial cukup
e. MMSE
MINI MENTAL STATE EXAM
Ite Tes Nilai Nilai
m Maks
ORIENTASI
1. Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal),
hari apa?
2. Kita berada dimana ? (negara), (provinsi),
(kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)
REGISTRASI
3. Sebutkan 3 buah nama benda (jeruk, uang,
mawar), tiapbenda 1 detik, pasien disuruh
mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai1 tiap
nama bendayang benar. Ulangi sampai pasien
dapat menyebutkan denganbenar dan catat
jumlah pengulangan.
ATENSI DAN KALKULASI
4. Kurangi 100 dengan 7, nilai 1 untuk tiap
jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata
“WAHYU” (nilai diberi huruf yang benar
sebelum kesalahan, misalnya uyahw=2)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5. Pasien disuruh menyebutkan kembali 3 nama
benda diatas
BAHASA
6. Pasien diminta menyebutkan nama benda yang
ditunjukkan (pensil, arloji)
7. Pasien diminta mengulang rangkaian
kata:”tanpa kalau dan atau tapi”.
8. Pasien diminta melakukan perintah”Ambil
kertas ini dengan tangan kanan ,lipatlah
menjadi dua dan letakkan dilaintai”.
9. Pasien diminta membaca dan melakukan
perintah” Angkatlah tangan kiri anda”
10. Pasien diminta menulis sebuah kalimat
11. (spontan)
Pasien diminta meniru gambar di bawah ini
Skor total
B. ANEMIA
1. Definisi
Anemia adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki cukup sel darah
merah yang sehat untuk membawa oksigen yang cukup ke jaringan tubuh.
Anemia adalah suatu kondisi di mana konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari
biasanya. Kondisi ini mencermin kan kurang nya jumlah normal eritrosit dalam
sirkulasi. Akibat nya, jumlah oksigen yang di kirim ke jaringan tubuh juga
berkurang (Sugeng Jitowiyono, 2018).
Anemia adalah suatu kondisi konsetrasi hemoglobin kurang dari normal
anemia merefleksikan jumlah eritrosit yang kurang dari normal di dalam
sirkulasi. Akibatnya jumlah oksigen yang dihantarkan ke jaringan tubuh juga
berkurang. Anemia bukan merupakan kondisi penyakit khusus melainkan suatu
tanda adanya gangguan yang mendasari ( Brunner & Suddarth, 2015).
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41%
pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita,
wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang
dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan
fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan
jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute
DERAJAT WHO NCI
Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.0-16.0
g/dL
Laki – laki 14.0-18.0
g/dL
Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL 10.0 g/dL - nilai normal
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 8.0 - 10.0 g/dL
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL
Derajat 4 (mengancam < 6.5 g/dL < 6.5 g/dL
jiwa)
2. Etiologi
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu
a. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin
B12,asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
b. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan
terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak
dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.
c. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap
zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
d. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di
saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan
anemia.
e. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan
lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan
masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis,
dll).
f. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin
B12.
g. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,
masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat
menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah
merah.
h. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria,
atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
Berdasarkan pendekatan fisiologis dibedakan menjadi 5 yaitu Anemia
Aplastik, Anemia pada penyakit ginjal, Anemia Defisiensi Besi, Anemia
Megaloblastik dan Anemia Hemolitika ( Ni Ketut & Briggita, 2019).
a. Anemia aplastic
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada prekusor
sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak. Anemia ini
dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat dari infeksi
tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan akibat radiasi.
Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat diantisipasi jika pemajanan
pada pasien dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap berlangsung setelah
terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang hampir dapat berkembang
menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
↓
Gangguan sel induk di sumsum tulang
↓
Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
↓
Pansitopenia
↓
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
a) Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
b) Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
c) Morfologis: anemia normositik normokromik
b. Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
a) Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
b) Hematokrit turun 20-30%
c) Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun
defisiensi eritopoitin
c. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal
Penyebab:
a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus,
hemoroid, dll.)
gangguan eritropoesis
↓
Absorbsi besi dari usus kurang
↓
sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin
↓
Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
a) Atropi papilla lidah
b) Lidah pucat, merah, meradang
c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
d. Anemia megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam Folat)
Penyebab:
a) Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
b) Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor
c) Infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi
cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
Sintesis DNA terganggu
↓
Gangguan maturasi inti sel darah merah
↓
Megaloblas (eritroblas yang besar)
↓
Eritrosit immatur dan hipofungsi
e. Anemia hemolitika
Anemia hemolitika yaitu defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
destruksi sel darah merah:
a) Pengaruh obat-obatan tertentu
b) Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
c) Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
d) Proses autoimun
e) Reaksi transfusi
f) Malaria
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit
↓
Antigesn pada eritrosit berubah
↓
Dianggap benda asing oleh tubuh
↓
sel darah merah dihancurkan oleh limposit
↓
Anemia hemolisis
3. Pathofisiologi
Menurut ( Wijaya & Putri, 2013) timbulnya anemia mencerminkan adanya
kegagalan sum – sum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau
kedua nya. Kegagalan sum – sum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak di ketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (dekstruksi), hal ini
dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah normal yang menyebabkan dekstruksi sel darah merah. Lisis sel darah
merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagostik atau dalam sistem
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai efek samping proses ini,
bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan dekstruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma. Konsentrasi normal nya 1 mg/dL atau kurang, bila
kadar diatas 1,5 mg/dL akan mengakibatkan interik pada sklera.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal seperti anoksia organ
terget karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke
jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia. Kombinasi kedua
penyebab ini akan menimbulklan gejala yang disebut syndrome anemia.Anemia
dapat dibagi menjadi lima bagian, seperti anemia aplastik, anemia defisiensi besi,
anemia megaloblastik, anemia hemolitik, dan anemia sel sabit. Anemia aplastik
diperkirakan dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu kerusakan sel induk, kerusakan
lingkungan mikro, dan mekanisme imunologis. Perdarahan menahun menyebabkan
kehilangan zat besi, sehingga cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan
kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi
berlanjut terus, maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum
terjadi, keadaan ini disebut iron deficienr erythropoesis.
Timbulnya meganoblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena
terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan
vitamin B12, dimanan vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan
DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12 pentig dalam pembentukkan
mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritroblast ini, maka maturasi inti
sel lambat, sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar karena
pembelahan sel yang lambat. Sel eritroblast dengan ukuran yang lebih besar serta
susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel meganoblast. Sel
meganoblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum
tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek
yang berujung pada terjadinya anemia.
Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia. Hemolisis
dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi
tubuh, tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba, sehigga segera menurunkan kadar
hemoglobin. Peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh. Hemolisis
berdasarkan tempatnya terbagi menjadi dua bagian, yaitu
a. Hemolisis ekstravaskular; hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem
retikuloendotelial (RES) terutama pada lien, hepar, dan sumsum tulang karena sel
ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan membran,
presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas eritrosit.
Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan globin yang akan dikembalikan ke
protein pool,serta zat besi yang dikembalikan ke makrofag selanjutnya akan
digunakan kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan
bilirubun. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albimin menjadi indirek,
mengalami konjungsi dalam hati menjadi bilirubun direk kemudian dibuang
melalui empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan
urobilinogen dalam urin.
b. Hemolisis intravaskular; pemecahan eritrosit intravaskular menyebabkan lepasnya
hemoglobin bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh
hepatoglobin, sehingga kadar hepatoglobin plasma akan menurun. Apabila
kapasitas hepatoglobin dilampaui, maka terjadilah hemoglobin bebad dalam
plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan mengalami
oksidasi menjadi metemoglobin sehingga terjadi metemoglobinemia. Hemoglobin
bebas akan keluar melalui urin sehingga terjadi hemoglobinemia. Pemecahan
eritrosit intravaskular akan melepaskan banyak LDH yang terdapat dalam eritrosit,
sehingga serum LDH akan meningkat.
Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis. Distruksi
eritrosit dalam darah tepi akan merangsang mekanise bio-feedback sehingga
sumsum tulang meningkatkan eritropoesis. Peningkatan eritopoesis ditandai oleh
peningkatan jumlah eritoblast dalam sumsum tulang, sehingga terjadi hiperplasia
normoblastik.Adanya defek pada molekul hemoglobin dimana defek tersebut
merupakan satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin. Oleh karena
hemoglobin A normal mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta, maka
terdapat dua gen untuk sintesis tiap rantai. Hemoglobin yang cacat tersebut diberi
nama hemoglobin S (HbS). HbS menjadi kaku dan membentuk kanfigurasi seperti
sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah. Sel darah merah pada anemia sel
sabit ini kehilangan kemampuannya berubah bentuk sewaktu melewati pembuluh
yang sempit, sehingga aliran darah ke jaringan sekitarnya tersumbat. Hal ini
menyebabkan iskemia dan infark di berbagai organ tubuh menyebabkan serangan
nyeri.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering muncul
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan gejala yang
berhubungan dengan anemia. Faktor tersebut antara lain kecepatan anemia,
Perdarahan masif Depresi sumsum tulang kongenital atau akibat obat - obatan
Defisiensi besi, B12, asam folat Eritrosit prematur Pembentukan sel
hemopoetik terhenti atau berkurang Kekurangan bahan baku pembuat sel darah
merah Umur eritrosit pendek akibat penghancuran sel darah merah Kehilangan
banyak darah
Transfusi darah Resti infeksi Ansietas Hb menurun (< 10 g/dL ),
trombosi /rombositopenia, pansitopenia kardiovaskuler Gastrointestinal
pengurangan aliran darah dan kompenen nya ke organ tubuh yang kurang vital
(anggota gerak), penambahan aliran darah ke otak dan jantung Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan Gangguan absorbsi nutrient yang diperukan
untuk pembentukan sel darah merah Pengiriman oksigen dan nutrien sel
berkurang Intoleransi aktivitas Pengiriman oksigen dan nutrient ke sel
berkurang Penurunan BB, kelemahan Perubahan perfusi jaringan Takikardi, TD
menurun, pengisian kapiler lambat, ekstremitas dingi, palpitasi kronisital
anemia, kebutuhan metabolik pasien, gangguan fisik (misalnya penyakit
jantung atau paru), serta gambaran umum dari kondisi yang menyebabkan
anemia.
Secara umum, semakin cepat anemia berkembang, semakin parah gejalan
nya. Orang yang biasanya sangat aktif atau memiliki tuntutan signifikan
terhadap kehidupan mereka cenderung memiliki gejala yang lebih tinggi
daripada orang yang lebih banyak duduk. Beberapa anemia oleh sebagai
kelainan lain yang tidak diakibatkan oleh anemia namun secara inheren
dikaitkan dengan penyakit tertentu (Sugeng Jitowiyono, 2018)
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Tes penyaring
Tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan
pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi
anemia tersebut meliputi pengkajian pada komponenj-komponen
berikut : kadar hemoglobin, indeks eritrosit (mcv dan mchc)
2) Pemeriksaan darah seri anemia
Hitung leukosit, trombosit, laju endap darah (LED) dan hitung
retikulosit.
3) Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai keadaan system
hematopoiesis
b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
c. Radiologi
5. Penatalaksanaan Medis
menurut (Sugeng Jitowiyono, 2018) yang dapat dilakukan pada pasien Anemia
adalah sebagai berikut:
a. Transplantasi sel darah merah
b. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
c. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
d. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang
membutuhkan oksigen
e. Obati penyebab perdarahan abnormal (bila ada)
f. Diet kaya besi yag mengandung daging dan sayuran hijau
6. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pola Pernafasan
Kaji pernafasan klien selama sakit
b. Kebutuhan Nutrisi
Kaji Antropometri dengan rumus BB: TB-TB, Biokimia, Clinical sign, Diet
c. Kebutuhan Eliminasi
Kaji BAAK dan BAB klien selama sakit
d. Kebutuhan Istirahat & Tidur
Kaji istirahat dan tidur klien selama sakit
e. Rasa Aman & Nyaman
Kaji rasa aman & nyaman klien selama sakit
f. Kebutuhan Berpakaian
Kaji bagaimana cara berpakaian klien selama sakit
g. Kebutuhan Mempertahankan Suhu Tubuh dan Sirkulasi
Kaji klien bagaimana cara mempertahankan suhu tubuh dan sirkulasi selama
sakit
h. Kebutuhan Personal Hygine
Kaji kebersihan tubuh klien selama sakit
i. Kebutuhan Gerak dan Keseimbangan Tubuh
j. Kebutuhan Berkomunikasi dengan orang lain
Kaji klien bagaimana cara berkomunikasi dengan orang lain selama sakit
k. Kebutuhan Bekerja
Kaji bagaimana klien bekerja selama sakit
l. Kebutuhan Bermain & Rekreasi
Kaji Bagaimana cara klien bermain & rekreasi selama sakit
m.Kebutuhan Spiritual
Kaji Bagaiman klien melakukan ibadah selama sakit
n. Kebutuhan Belajar
Kaji bagaimana cara klien belajar selama sakit
7. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan penurunan kekuatan
otot
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin dalam darah
d. Ancietas berhubungan dengan stressor
8. Intervensi keperawatan
N TUJUAN DAN KRITERIA
DIAGNOSA INTERVENSI (NIC)
O HASIL (NOC)
1. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan 1. monitor intake atau asupan nutrisi
berhubungan keperawatan diharapkan untuk mengetahui sumber energi yang
dengan kelemahan aktivitas klien tidak adekuat
terganggudengan kriteria hasil Terapi aktifitas
1. kemudahan dalam 2. bantu klien untuk tetap fokus pada
melakukan aktivitas sehari- kekuatan nya diband ingkan dengan
hari kelemahannya
2. kekuatan tubuh bagian atas 3. instrusikan klien dan keluarga untuk
dan bawah tidak terganggu melaksanakan aktivitas yang di
3. tekanan darah ketika inginkan
beraktifitas tidak terganggu 4. konsulkan dengan ahli gizi mengenai
cara meningkatkan asupan energi dari
makanan
2. Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor kalori dan asup
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan status an makanan
kebutuhan tubuh nutrisi klien tidak menyimpang 2. Berikan Pendidikan kesehatan
berhubungan dari rentan berhubun
dengan normal dengan kriteria hasil gan dengankebutuhan
ketidakmampuan 1. Asupan gizi terpenuhi kebutuhan nutrisi
mengabsorpsi 2. Energi terpenuhi 3. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrien 3. Asupan makanan terpenuhi nutrisi
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
3. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor adanya data laboratorium
perfusi jaringan keperawatan diharapkan perfusi terkait dengan kehilangan darah
perifer berhub jaringan klien membaik dengan (misalnya hemo globin, hematokrit)
ungan dengan kriteria hasil : 2. Lakukan penilaian sirkulasi perifer
penurunan konsen 1. Capilary Refill Time <2 secara komprehensif (missal,
trasi hemoglobin detik mengecek nadi perifer,dll)
dalam darah 2. Muka tidak pucat 3. Kolaborasi dengan tim medis lainya
3. Pengisian kapiler untuk pemberian transfusi darah
ekstremitas
4. Tekanan darah 120/90
mmHg
4. Ancietas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji untuk tanda verbal dan non
berhubungan keperawatan diharapkan verbal
dengan stressor ancietas klien berkurang dengan 2. Jelaskan semua prosedur (tekhnik
kriteria hasil : relaksasi nafas dalam )
1. Mengurangi penyebab 3. Dorong keluarga untuk mendampingi
kecemasan klien dengan cara yang tepat
2. Menggunakan tekhnik 4. Kolaborasi dengan tim medis lainya
relaksasi untuk meng urangi untuk mengatur penggunaan obat-
rasa cemas dan takut obatan untuk mengurangi kecemasan
3. Memantau intensitas secara tepat
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R.Y.(2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media.
Brunner & Sudart. (2015). Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC
BPOM RI.(2011). Laporan Tahunan 2011 BadanPengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta:
Badan POM RI.
Jitowiyono, Sugeng . (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Kemenkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan.
Kemenkes RI. (2015). Rencana Strategis Kemenkes Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:
Maryam, R.S., Eksari, M.F., Rosidawati, Jubaedi,A.,& Batubara, I.(2011). Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Salemba Medika.
Moniung.(2015). Hubungan Lama Tinggal Dengan Tingkat Depresi Lanjut Usia di Panti
Sosial Tresna Werdha “Agape” Tondano. Jurnal e-Clinical, Volume 3, Nomor 1
Januari – April 2015.
Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: ANDI
Nugroho, Wahyudi . (2011). Keperawatan Gerontik dan Geriatric. Edisi ketiga .Jakarta :
EGC
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Stanley,M. & Beare,P.G. (2011). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika