Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

DI RUANG FLAMBOYAN RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Program Studi Professi Ners


Stase Keperawatan Gerontik

Oleh :
Dina Fitrotul Muawwidah
NIM : 72020040017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2020 / 2021
A. KONSEP LANJUT USIA
1. Definisi
Menurut UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 pasal 138, lanjut usia adalah
seseorang yang karena usianya yang lanjut mengalami perubahan biologis, fisik
kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh
aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia
lanjut usia perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan
ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan
kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan
(Murwani, 2010).
Seseorang dikatakan lansia adalah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena
faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani,
rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).

2. Batasan Lansia
Di Indonesia lanjut usia adalah usia 60 tahun keatas. Hal ini dipertegas dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada
Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2012).
Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut :
1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
2) Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015) lanjut usia dikelompokan menjadi
usia lanjut(60-69 tahun) dan usia lanjut dengan risiko tinggi (lebih dari 70
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)

3. Karakteristik Lansia
Menurut Padila, (2013), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang
Kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladatif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

4. Tipologi Lansia
Menurut Nugroho, (2011) tipologi lansia yaitu:
a. Lansia tipe mandiri
Mereka mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan -kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
b. Lansia tipe tidak puas
Cenderung memiliki konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
menyebabkan hilangnya kecantikan, daya Tarik jasmaniyah, kekuasaan, status
yang di sayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit
dilayani dan pengkritik.
c. Lansia tipe pasrah
Cenderung menerima dan menunggu dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis gelap terbitlah terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki,
pekerjaan apa saja dilakukan.
d. Lansia tipe bingung
Cenderung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, acuh tak acuh.
e. Lansia tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan dan menjadi panutan.

5. Mitos Lansia
Menurut Maryam (2011) mitos – mitos seputar lansia antara lain:
a. Mitos kedamaian dan ketentraman
Adanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja,
dan jerih payah dimasa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-akan
sudah berhasil dilewati. Kenyataannya, sering ditemui lansia yang mengalami
stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena
penyakit.
b. Mitos konservatif dan kemunduran
Konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan
keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa lansia itu tidak kreatif,
menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, keras kepala dan cerewet.
Kenyataannya tidak semua lansia bersikap danmempunyai pikiran
demikian.
c. Mitos berpenyakitan
Adanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi
biologis yang disertai beberapa penyakit dan sakit-sakitan. Kenyataannya tidak
semua lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan serta
lansia yang rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat
dan bugar.
d. Mitos senilitas
Adanya anggapan bahwa lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak yang
masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.
e. Mitos tidak jatuh cinta
Adanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah
kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap orang berubah
sepanjang masa serta perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua.
f. Mitos aseksualitas
Adanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang. Kenyataannya
kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan tetap bergaurah hal itu
dibuktikan dengan lansia yang ditinggal mati dengan pasangannya, namun
masih ada rencana ingin menikah lagi.
g. Mitos ketidakproduktifan
Adanya anggapan bahwa para lansia tidak produktiflagi. Kenyataannya banyak
para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan dan produktivitas mental
maupun material. Mitos-mitos tersebut harus disadari perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai
dengan mitos tersebut dan sebagian lagi tidak mengalaminya.
6. Teori Penuaan
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,
teori psikososial, teori lingkungan (Aspiani, 2014).
a. Teori Biologi
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua
merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama
masa hidup. Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat
structural sel/ organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen
patologis. Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang
menghambat proses penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks
sistemik, dapat mempengaruhi/ memberi dampak terhadap organ/ sistem tubuh
lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis.
1) Teori “Genetik Clock”
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program
jam genetik didalam nuclei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu
tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka akan menyebabkan
berhentinya proses mitosis. Radiasi dan zat kimia dapat memperpendek
umur menurut teori ini terjadi mutasi progresif pada DNA sel somatik akan
menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
2) Teori error
Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai
macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat kesalahan tersebut
akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan
kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan. Sejalan dengan
perkembangan umur sel tubuh, maka terjadi beberapa perubahan alami
pada sel pada DNA dan RNA, yang merupakan substansi pembangun atau
pembentuk sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi perubahan sel dimana
sel-sel Nukleus menjadi lebih besar tetapi tidak diikuti dengan peningkatan
jumlah substansi DNA.
3) Teori Autoimun Pada teori ini penuaan dianggap disebabkan oleh adanya
penurunan fungsi sistem imun. Perubahan itu lebih tampak secara nyata
pada Limposit –T, disamping perubahan juga terjadi pada Limposit –B.
perubahan yang terjadi meliputi penurunan sistem immune humoral, yang
dapat menjadi faktor predisposisi pada orang tua untuk :
(a) menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan perkembanga
kanker.
(b) menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses dan secara
agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap pathogen.
(c) meningkatkan produksi autoantingen, yang berdampak pada semakin
meningkatnya risiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan
autoimmun.
4) Teori Free Radical Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses
menua terjadi akibat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu
dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas
merupakan zat yang terbentuk dalam tubuh manusia sehingga salah satu
hasil kerja metabolisme tubuh. Walaupun secara normal ia terbentuk dari
proses metabolisme tubuh, tetapi ia dapat tebentuk akibat :
(1) proses oksigenasi lingkungan seperti pengaruh polutan, ozon, dan
petisida.
(2) reaksi akibat paparan dengan radiasi.
(3) sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas lainnya. Penuaan dapat
terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), radikal
hidroksil,dan H2O2. Radikal bebas sangat merusak karena sangat
reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak
tak jenuh. Makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas
sehingga proses pengerusakan harus terjadi, kerusakan organel sel makin
banyak akhirnya sel mati.
5) Teori Kolagen
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh rusak.
6) Wear Teori Biologi
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan
kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
b. Teori Psikososia
1) Activity Theory (Teori Aktivitas)
Teori ini menyatakan bahwa seseorang individu harus mampu eksis dan
aktif dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan
di hari tua. Aktivitas dalam teori ini dipandang sebagai sesuatu yang vital
untuk mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan kosie diri yang positif.
Teori ini berdasar pada asumsi bahwa :
(1) aktif lebih baik daripada pasif.
(2) gembira lebih baik daripada tidak gembira.
(3) orang tua merupakan orang yang baik untuk mencapai sukses dan akan
memilih alternatif pilihan aktif dan bergembira. Penuaan
mengakibatkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
2) Continuitas Theory (Teori Kontinuitas)
Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang selalu
terjadi dan secara berkesinambungan yang harus dihadapi oleh orang lanjut
usia. Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu
pola perilaku yang meningkatkan stress.
3) Disanggement Theory
Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan masyarakat ,
hubungan dengan individu lain.

4) Teori Stratisfikasi Usia


Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses
penuaan.
5) Teori Kebutuhan Manusia
Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak
semua orang mencapai kebutuhan yang sempurna.
6) Jung Theory
Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan
kehidupan.
7) Course of Human Life Theory
Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.
8) Development Task Theory
Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan
usianya.
c. Teori Lingkungan
1) Radiation Theory (Teori Radiasi)
Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi baik karena sinar
ultraviolet maupun dalam bentuk gelombang-gelombang mikro yang telah
menumbuk tubuh tanpa terasa yang dapat mengakibatkan perubahan
susunan DNA dalam sel hidup atau bahkan rusak dan mati.
2) Stress Theory (Teori Stress)
Stress fisik maupun psikologi dapat mengakibatkan pengeluaran
neurotransmitter tertentu yang dapat mengakibatkan perfusi jaringan
menurun sehingga jaringan mengalami gangguan metabolisme sel
sehingga terjadi penurunan jumlah cairan dalam sel dan penurunan
eksisitas membrane sel.
3) Pollution Theory (Teori Polusi)
Tercemarnya lingkungan dapat mengakibatkan tubuh mengalami gangguan
pada sistem psikoneuroimunologi yang seterusnya mempercepat terjadinya
proses menua dengan perjalanan yang masih rumit untuk dipelajari.
4) Exposure Theory (Teori Pemaparan)
Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai kemampuan mirip dengan
sinar ultra yang lain mampu mempengaruhi susunan DNA sehingga proses
penuaan atau kematian sel bisa terjadi.

7. Masalah-Masalah Yang Terjadi Pada Lansia


Menjadi tua bukanlah suatu penyakit atau sakit, tetapi suatu proses perubahan
dimana kepekaan bertambah atau batas kemampuan beradaptasi menjadi berkurang
yang sering dikenal dengan geriatric giant, dimana lansia akan mengalami 13 I,
yaitu immobilisasi (kurang gerak), instabilitas (mudah jatuh), intcontinence (beser
buang air kecil/air besar), infection (infeksi), Impaiment of vision and hearing,
taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan panca indra,
komunikasi, penyembuhan, kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation
(depresi), inanition (kurang gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis
(menderita penyakit akibat obat-obatan), insomnia (gangguan tidur), immune
defisiensy (daya tahan tubuh yang menurun), dan impotence (impotensi).
Beberapa masalah yang sering terjadi pada lansia menurut Maryam (2011)
adalah sebagai berikut :
a. Kurang bergerak
Gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan
lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan
tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, penyakit jantung, dan pembuluh
darah.
b. Instabilitas
Penyebab terjatuh pada lansia dapat berrupa factor instrinsik (hal-
hal yang berkaitan dengan keadaan tubuh yang diderita) baik karena
proses menua, penyakit maupun proses ekstrinsik (hal-hal yang berasal
dari luar tubuh) seperti obat-obatan tertentu dan factor lingkungan.
Akibat yang paling sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan
bagian tertentu dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit, patah tulang,
cedera pada kepala, luka bakar karena air panas, akibat terjatuh dari
kamar mandi. Selain dari itu terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat
membatasi pergerakannya. Walaupun sebagian lansia yang terjatuh tidak
sampai menyebabkan kematian atau gangguan fisik yang berat, tetapi
kejadian ini harus dianggap bukan merupakan yang ringan. Terjatuh
pada lansia dapat menyebabkan gangguan psikologis berupa hilangnya
harga diri dan perasaan takut akan terjath lagi, sehingga untuk
selanjutnya lansia tersebut menjadi takut berjalan untuk melindungi
dirinya dari bahaya terjatuh.
c. Beser/ gangguan buang air kecil
Merupakan salah satu masalah yang sering didapati pada lansia,
yaitu keluarnya air seni tanpa disadari dalam intensitas yang sering dan
mengakibatkan masalah kesehatan atau social. Beser merupakan masalah
yang sering kali dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun
sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh lansia tersebut
maupun keluarganya. Akibat timbul berbagai masalah baik masalah
kesehatan maupun social yang kesemuanya akan memperburuk kualitas
hidup dari lansia tersebut. Lansia dengan beser sering mengurangi
minum dengan harapan agar dapat mengurangi keluhan tersebut
sehingga dapat menyebabkan lansia mengalami kekurangan cairan
dalam tubuh.
d. Gangguan inteletual
Merupakan kumpulan dari gejala klinik yang meliputi gangguan
fungsi intelektua dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan
terganggunya aktivitas kehidupan sehari-hari, kejadian ini meningkat
dengan cepat mulai usia 60 tahun sampai 85 tahun atau lebih, yaiut
kurang dari 5% lansia yang berusia 60 sampai 74 tahun mengalami
dimensia (kepikunan) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian
meningkat mendekati 50%. Salah satu hal yang dapat menyebabkan
gangguan intelektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan dengan
gangguan intelektual lainnya.
e. Infeksi
Merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia,
karena selain sering didapati juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik
yang menyebabkan keterlamabatan didalam diagnosis dan pengobatan
serta resiko mejadi fatal. Beberapa factor resiko yang menyebabkan
lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi,
kekebalan tubuh yang menuru, berkurangnya berbagai fungsi organ
tubuh, terdapat beberapa penyakit sekaligus (komordibilitas) yang
menyebabkan daya tahan tubuh sangat berkurang. Selain itu, factor
nutrisi, factor lingkungan, dan keganasan kuman akan mempermudah
tubuh mengalami infeksi.
f. Gangguan panca indra, komunikasi, penyembuhan, dan kulit
Akibat proses menua semua panca indra berkurang fungsinya,
demikian gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang digunakan untuk
berbicara dapat menyebabkan terganggunya komunikasi, sedangkan
kulit menjadi lebih kering, rapuh, dan mudah rusak.
g. Depresi
Sering kali gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit-
penyakit gangguan fisik yang tidak dapat diketahui karena gejala –
gejala depresi yang muncul sering kali dianggap sebagai suatu bagian
dari proses menua yang normal. Gejala –gejala depresi dapat berupa
sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa kesepian, tidur terganggu,
pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan menurunnya aktivitas,
tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya ingat berkurang,
menyusahkan orang lain, dan kepercayaan diri berkurang.
h. Kurang gizi
Kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan
lingkungan maupun kondisi kesehatan. Factor lingkungan dapat berupa
ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, karenan gangguan
panca indra, kemiskinan, hidup seorang diri.
i. Daya tahan tubuh menurun
Daya tahan tubuh menurun pada lansia disebabkan oleh penyakit
yang sudah lama diderita (kronis) maupun penyakit yang baru saja
diderita (akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
seseorang. Demikian juga pengguna berbagai obat, keadaan gizi yang
berkurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh, dll.
j. Impotensi
Ketidakmampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi
yang cukup untuk melakukan senggama yang memuaskan yang terjadi
paling sedikit tiga bulan. Penyebab disfungsi ereksi pada lansia adalah
hambatan aliran darah pada alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada
dinding pembuluh darah baik karena proses menua maupun penyakit dan
juga berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin
serta berkurangny kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan.
k. Tidak punya uang
Dengan bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental
akan berkurang secara perlahan-lahan yang menyebabkan
ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan atau meyelesaikan
pekerjaannya sehingga tidka dapat memberikan penghasilan.
l. Penyakit obat-obatan
Salah satu yang sering didapati pada lansia adalah menderita
penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih
banyak. Apalagi sebagian lansia sering menggunakan obat dalam jangka
waktu yang lama tanpa pengawasan dokter, dapat menyebabkan
timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obatan yang digunakan.
8. Penyakit yang menyerang pada lansia
Penyakit – pemyakit yang sering diderita oleh lansia menurut kemkes RI, riskesdas
(2013) antara lain :
a. Serangan jantung
b. Hipertensi
c. Rematik
d. Osteoporosis
e. Diabetes
f. Kanker
g. Gangguan ginjal
h. Pembesaran prostat
i. TBC
j. Penyakit mata
k. Alzaimer

9. Faktor Yang Mempengaruhi Lansia


a. Faktor Internal
Pengaruh factor-faktor internal seperti terjadinya penurunan anatomi,
fisiologi dan perubahan psikososial pada proses menua makin besar, penurunan
ini akan menyebakan lebih mudah timbulnya penyakit dimana batas antara
penurunan tersebut dengan penyakit sering kali tidak begitu nyata.
Penurunan anatomi dan fisiologi dapat meliputi system saraf pusat,
kardiovaskuler, pernafasan, metabolisme, ekspresi, muskoloskeletal serta kondisi
psikososial. Kondisi psikososial itu sendiri meliputi perubahan kepribadian yang
menjadi factor predisposisi yaitu gangguan memori, cemas, gangguan tidur,
perasaan kurang percaya diri, merasa diri menjadi beban orang lain, merasa
rendah diri, putus asa dan dukungan sosial yang kurang. Factor sosial meliputi
perceraian, kematian, berkabung,kemiskinan, berkurangnya interaksi sosial dalam
kelompok lansia mempengaruhi terjadinya depresi. Respon perilaku seseorang
mempunyai hubungan dengan control sosial yang berkaitan dengan kesehatan.
Frekuensi kontak sosial dan tingginya integrasi dan keterikatan sosial dapat
mengurangi atau memperberat efek stres pada hipotalamus dan system saraf
pusat. Hubungan sosial Ini dapat mengurangi kerusakan otak dan efek penuaan.
Makin banyaknya jumlah jaringan sosial pada usia lanjut mempunyai hubungan
dengan fundsi kognitif atau mengurangi rata-rata penurunan kognitif 39%.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada percepatan proses menua antara
lain gaya hidup factor lingkungan dan pekerjaan. Gaya hidup yang mempercepat
proses penuaan adalah jarang beraktifitas fisik, perokok, kurang tidur dan nutrisi
yang tidak teratur. Hal tersebut dapat diatasi dengan setrategi pencegahan yang
diterapkan secara individual pada usia lanjut yaitu dengan menghentikan
merokok serta factor lingkungan, dimana lansia menjalani kehidupannya
merupakan factor yang secara langsung dapat berpengaruh pada proses menua
karena penurunan kemampuan sosial, factor-faktor ini antara lain radikal bebas
seperti asap kendaraan, asap rokok meningkatkan resiko penuaan dini, sinar
ultraviolet mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen sehingga kulit tampak
lebih tua.

10. Pengkajian - Pengkajian Pada Lansia


a. Katz Indeks
Mengukur kemampuan pasien dalam melakukan 6 kemampuan fungsi :
bathing, dressing, toileting, transfering, feeding, maintenance, continence.
Biasa digunakan untuk lansia pasien dengan penyakit kronik (stroke, fraktur
hip)
Pengkajian Status Fungsional
INDEKS KATZ
SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, bepindah, ke
kamar kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari.
Kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi
tambahan
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, berpindah, dan satu fungsi
tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi, tidak
dapat diklasifikasikan sebagai C,D, E, F, dan G
Penilaian Indeks KATZ :

b. Barthel Indeks
Pengkajian fungsi kemandirian dengan indeks BARTHEL

NO KRITERIA MANDIRI DG TIDAK


BANTUAN MAMPU
1 Makan
2 Mandi
3 Perawatan diri
4 Berpakaian
5 Buang air kecil
6 Buang air besar
7 Berpindah dari kursi
roda ketempat tidur,
sebaliknya
8 Personal toilet (cuci,
makan, menyisir
rambut, gosok gigi)
9 Aktifitas duduk/
transfer
10 Naik turun tangga
Penilaian :
20 = Mandiri
12-19 = Ketergantungan Ringan
9-11 = Ketergantungan Sedang
5-8 = Ketergantungan Berat
0-4 = Ketergantungan Total

b. SPSMQ
Pengkajian status kognitif dan Afektif

Short Portable Mentol Status


Questionnaire (SPMSQ)
Skor NO Pertanyaan Jawaban
+ -
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang ini ? (hari tanggal,
tahun)
3 Apa nama tempat ini ?
4 Berapa nomer telepon anda
5 Dimana alamat anda? (tanyakan hanya
bila klien tidak mempunyai telepon)
6 Berapa umur anda?
7 Kapan anda lahir ?
8 Siapa presiden indonesia sekarang?
9 Siapa presiden sebelumnya?
10 Siapa nama kecil ibu anda?
11 Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka baru,
semua secara menurun
Jumlah kesalahan total
Penilaian SPMSQ:
1. Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuh
2. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3. Salah 6-8 : kerusakan intelektual ringan
4. Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
c. GDS
d. Pengkajian status psikologi
Skala depresi : Geriatric Depression Scale = GDS

Skala Depresi geriatrik, bentuk singkat


1. Apakah pada dasarnya anda puas dengan kehidupan anda ?
2. Apakah anda tidak dapat melakukan sebagian besar kegiatan anda ?
3. Apakah anda merasa bahwa hidup anda tidak berguna ?
4. Apakah anda sering merasa bosan ?
5. Apakah anda hampir selalu bersemangat tinggi ?
6. Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda ?
7. Apakah anda merasa bahagia hampir sepanjang waktu ?
8. Apakah anda sering merasa bahwa tidak ada yang membantu anda ?
Tidak, semua keluarga membantu
9. Apakah anda lebih memilih diam didalam rumah daripada keluar rumah
untuk mencoba hal-hal yang baru ?
10. Apakah anda merasa memiliki lebih banyak masalah dengan ingatan anda
dibanding biasanya ?
11. Apakah anda merasa bahwa hidup anda saaat ini menyenangkan ? Apakah
anda merasa tidak berharga dengan keadaan anda saat ini ?
12. Apakah anda merasa sangat kuat / bertenaga ?
13. Apakah anda merasa bahwa situasi anda tanpa harapan ?
14. Apakah anda merasa bahwa kebanyakan orang lebih dari pada anda ?

Analisa Hasil :
Nilai 3 atau lebih mendeteksi adanya kasus Depresi

e. APGAR KELUARGA
Pengkajian status sosial

APGAR
NO Fungsi Uraian Skore
0: tidak pernah
1: kadang-
kadang
2: selalu
1 Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat
kembali pada keluarga (teman-
teman) saya untuk membantu
pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2 Hubungan Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan
masalah dengan saya
3 Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga
(teman-teman) saya menerima
dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas atau
arah baru
4 Afeksi Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi
saya, seperti marah, sedih atau
mencintai
5 Pemecahan Saya puas dengan cara teman-
teman saya dan saya
menyediakan waktu bersama-
sama
Analisa Hasil :
Skor 8-10 : Fungsi sosial normal
Skor 5-7 : fungsi sosial cukup

e. MMSE
MINI MENTAL STATE EXAM
Ite Tes Nilai Nilai
m Maks
ORIENTASI
1. Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal),
hari apa?
2. Kita berada dimana ? (negara), (provinsi),
(kota), (rumah sakit), (lantai/kamar)
REGISTRASI
3. Sebutkan 3 buah nama benda (jeruk, uang,
mawar), tiapbenda 1 detik, pasien disuruh
mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai1 tiap
nama bendayang benar. Ulangi sampai pasien
dapat menyebutkan denganbenar dan catat
jumlah pengulangan.
ATENSI DAN KALKULASI
4. Kurangi 100 dengan 7, nilai 1 untuk tiap
jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata
“WAHYU” (nilai diberi huruf yang benar
sebelum kesalahan, misalnya uyahw=2)
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5. Pasien disuruh menyebutkan kembali 3 nama
benda diatas
BAHASA
6. Pasien diminta menyebutkan nama benda yang
ditunjukkan (pensil, arloji)
7. Pasien diminta mengulang rangkaian
kata:”tanpa kalau dan atau tapi”.
8. Pasien diminta melakukan perintah”Ambil
kertas ini dengan tangan kanan ,lipatlah
menjadi dua dan letakkan dilaintai”.
9. Pasien diminta membaca dan melakukan
perintah” Angkatlah tangan kiri anda”
10. Pasien diminta menulis sebuah kalimat
11. (spontan)
Pasien diminta meniru gambar di bawah ini

Skor total

Pedoman skor kognitif global (secara umum):


Nilai : 24 – 30 : normal
Nilai : 17 – 23 : probable gangguan kognitif
Nilai 0 – 16 : definite gangguan kognitif
Catatan : dalam membuat penilaian fungsi kognitif harus diperhatikan tingkat
pendidikan dan usia responden.

B. ANEMIA
1. Definisi
Anemia adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki cukup sel darah
merah yang sehat untuk membawa oksigen yang cukup ke jaringan tubuh.
Anemia adalah suatu kondisi di mana konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari
biasanya. Kondisi ini mencermin kan kurang nya jumlah normal eritrosit dalam
sirkulasi. Akibat nya, jumlah oksigen yang di kirim ke jaringan tubuh juga
berkurang (Sugeng Jitowiyono, 2018).
Anemia adalah suatu kondisi konsetrasi hemoglobin kurang dari normal
anemia merefleksikan jumlah eritrosit yang kurang dari normal di dalam
sirkulasi. Akibatnya jumlah oksigen yang dihantarkan ke jaringan tubuh juga
berkurang. Anemia bukan merupakan kondisi penyakit khusus melainkan suatu
tanda adanya gangguan yang mendasari ( Brunner & Suddarth, 2015).
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar
hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41%
pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita,
wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang
dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan
fungsi tubuh.  Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan
jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute
DERAJAT WHO NCI
Derajat 0 (nilai normal) > 11.0 g/dL Perempuan 12.0-16.0
g/dL
Laki – laki 14.0-18.0
g/dL
Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL 10.0 g/dL - nilai normal
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 8.0 - 10.0 g/dL
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL
Derajat 4 (mengancam < 6.5 g/dL < 6.5 g/dL
jiwa)
2. Etiologi
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu
a. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin
B12,asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
b. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan
terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak
dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.
c. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap
zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
d. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di
saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan
anemia.
e. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan
lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan
masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis,
dll).
f. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin
B12.
g. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,
masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat
menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah
merah.
h. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria,
atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
Berdasarkan pendekatan fisiologis dibedakan menjadi 5 yaitu Anemia
Aplastik, Anemia pada penyakit ginjal, Anemia Defisiensi Besi, Anemia
Megaloblastik dan Anemia Hemolitika ( Ni Ketut & Briggita, 2019).
a. Anemia aplastic
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada prekusor
sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak. Anemia ini
dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat dari infeksi
tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan akibat radiasi.
Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat diantisipasi jika pemajanan
pada pasien dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap berlangsung setelah
terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang hampir dapat berkembang
menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai

Pansitopenia

Anemia aplastik
Gejala-gejala:
a) Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
b) Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
c) Morfologis: anemia normositik normokromik
b. Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
a) Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
b) Hematokrit turun 20-30%
c) Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun
defisiensi eritopoitin
c. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal
Penyebab:
a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus,
hemoroid, dll.)
gangguan eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
a) Atropi papilla lidah
b) Lidah pucat, merah, meradang
c) Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
d) Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
d. Anemia megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam Folat)
Penyebab:
a) Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
b) Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor
c) Infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi
cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
Sintesis DNA terganggu

Gangguan maturasi inti sel darah merah

Megaloblas (eritroblas yang besar)

Eritrosit immatur dan hipofungsi
e. Anemia hemolitika
Anemia hemolitika yaitu defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
destruksi sel darah merah:
a) Pengaruh obat-obatan tertentu
b) Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
c) Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
d) Proses autoimun
e) Reaksi transfusi
f) Malaria
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

3. Pathofisiologi
Menurut ( Wijaya & Putri, 2013) timbulnya anemia mencerminkan adanya
kegagalan sum – sum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau
kedua nya. Kegagalan sum – sum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak di ketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (dekstruksi), hal ini
dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah normal yang menyebabkan dekstruksi sel darah merah. Lisis sel darah
merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagostik atau dalam sistem
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai efek samping proses ini,
bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap
kenaikan dekstruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan
peningkatan bilirubin plasma. Konsentrasi normal nya 1 mg/dL atau kurang, bila
kadar diatas 1,5 mg/dL akan mengakibatkan interik pada sklera.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal seperti anoksia organ
terget karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke
jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia. Kombinasi kedua
penyebab ini akan menimbulklan gejala yang disebut syndrome anemia.Anemia
dapat dibagi menjadi lima bagian, seperti anemia aplastik, anemia defisiensi besi,
anemia megaloblastik, anemia hemolitik, dan anemia sel sabit. Anemia aplastik
diperkirakan dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu kerusakan sel induk, kerusakan
lingkungan mikro, dan mekanisme imunologis. Perdarahan menahun menyebabkan
kehilangan zat besi, sehingga cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan
kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi
berlanjut terus, maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum
terjadi, keadaan ini disebut iron deficienr erythropoesis.
Timbulnya meganoblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena
terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan
vitamin B12, dimanan vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan
DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12 pentig dalam pembentukkan
mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritroblast ini, maka maturasi inti
sel lambat, sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar karena
pembelahan sel yang lambat. Sel eritroblast dengan ukuran yang lebih besar serta
susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel meganoblast. Sel
meganoblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum
tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek
yang berujung pada terjadinya anemia.
Penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia. Hemolisis
dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi
tubuh, tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba, sehigga segera menurunkan kadar
hemoglobin. Peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh. Hemolisis
berdasarkan tempatnya terbagi menjadi dua bagian, yaitu
a. Hemolisis ekstravaskular; hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem
retikuloendotelial (RES) terutama pada lien, hepar, dan sumsum tulang karena sel
ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan membran,
presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas eritrosit.
Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan globin yang akan dikembalikan ke
protein pool,serta zat besi yang dikembalikan ke makrofag selanjutnya akan
digunakan kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan
bilirubun. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albimin menjadi indirek,
mengalami konjungsi dalam hati menjadi bilirubun direk kemudian dibuang
melalui empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam feses dan
urobilinogen dalam urin.
b. Hemolisis intravaskular; pemecahan eritrosit intravaskular menyebabkan lepasnya
hemoglobin bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh
hepatoglobin, sehingga kadar hepatoglobin plasma akan menurun. Apabila
kapasitas hepatoglobin dilampaui, maka terjadilah hemoglobin bebad dalam
plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan mengalami
oksidasi menjadi metemoglobin sehingga terjadi metemoglobinemia. Hemoglobin
bebas akan keluar melalui urin sehingga terjadi hemoglobinemia. Pemecahan
eritrosit intravaskular akan melepaskan banyak LDH yang terdapat dalam eritrosit,
sehingga serum LDH akan meningkat.
Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoiesis. Distruksi
eritrosit dalam darah tepi akan merangsang mekanise bio-feedback sehingga
sumsum tulang meningkatkan eritropoesis. Peningkatan eritopoesis ditandai oleh
peningkatan jumlah eritoblast dalam sumsum tulang, sehingga terjadi hiperplasia
normoblastik.Adanya defek pada molekul hemoglobin dimana defek tersebut
merupakan satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin. Oleh karena
hemoglobin A normal mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta, maka
terdapat dua gen untuk sintesis tiap rantai. Hemoglobin yang cacat tersebut diberi
nama hemoglobin S (HbS). HbS menjadi kaku dan membentuk kanfigurasi seperti
sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah. Sel darah merah pada anemia sel
sabit ini kehilangan kemampuannya berubah bentuk sewaktu melewati pembuluh
yang sempit, sehingga aliran darah ke jaringan sekitarnya tersumbat. Hal ini
menyebabkan iskemia dan infark di berbagai organ tubuh menyebabkan serangan
nyeri.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering muncul
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan gejala yang
berhubungan dengan anemia. Faktor tersebut antara lain kecepatan anemia,
Perdarahan masif Depresi sumsum tulang kongenital atau akibat obat - obatan
Defisiensi besi, B12, asam folat Eritrosit prematur Pembentukan sel
hemopoetik terhenti atau berkurang Kekurangan bahan baku pembuat sel darah
merah Umur eritrosit pendek akibat penghancuran sel darah merah Kehilangan
banyak darah
Transfusi darah Resti infeksi Ansietas Hb menurun (< 10 g/dL ),
trombosi /rombositopenia, pansitopenia kardiovaskuler Gastrointestinal
pengurangan aliran darah dan kompenen nya ke organ tubuh yang kurang vital
(anggota gerak), penambahan aliran darah ke otak dan jantung Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan Gangguan absorbsi nutrient yang diperukan
untuk pembentukan sel darah merah Pengiriman oksigen dan nutrien sel
berkurang Intoleransi aktivitas Pengiriman oksigen dan nutrient ke sel
berkurang Penurunan BB, kelemahan Perubahan perfusi jaringan Takikardi, TD
menurun, pengisian kapiler lambat, ekstremitas dingi, palpitasi kronisital
anemia, kebutuhan metabolik pasien, gangguan fisik (misalnya penyakit
jantung atau paru), serta gambaran umum dari kondisi yang menyebabkan
anemia.
Secara umum, semakin cepat anemia berkembang, semakin parah gejalan
nya. Orang yang biasanya sangat aktif atau memiliki tuntutan signifikan
terhadap kehidupan mereka cenderung memiliki gejala yang lebih tinggi
daripada orang yang lebih banyak duduk. Beberapa anemia oleh sebagai
kelainan lain yang tidak diakibatkan oleh anemia namun secara inheren
dikaitkan dengan penyakit tertentu (Sugeng Jitowiyono, 2018)

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Tes penyaring
Tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan
pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi
anemia tersebut meliputi pengkajian pada komponenj-komponen
berikut : kadar hemoglobin, indeks eritrosit (mcv dan mchc)
2) Pemeriksaan darah seri anemia
Hitung leukosit, trombosit, laju endap darah (LED) dan hitung
retikulosit.
3) Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai keadaan system
hematopoiesis
b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
c. Radiologi

5. Penatalaksanaan Medis
menurut (Sugeng Jitowiyono, 2018) yang dapat dilakukan pada pasien Anemia
adalah sebagai berikut:
a. Transplantasi sel darah merah
b. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
c. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
d. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang
membutuhkan oksigen
e. Obati penyebab perdarahan abnormal (bila ada)
f. Diet kaya besi yag mengandung daging dan sayuran hijau
6. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pola Pernafasan
Kaji pernafasan klien selama sakit
b. Kebutuhan Nutrisi
Kaji Antropometri dengan rumus BB: TB-TB, Biokimia, Clinical sign, Diet
c. Kebutuhan Eliminasi
Kaji BAAK dan BAB klien selama sakit
d. Kebutuhan Istirahat & Tidur
Kaji istirahat dan tidur klien selama sakit
e. Rasa Aman & Nyaman
Kaji rasa aman & nyaman klien selama sakit
f. Kebutuhan Berpakaian
Kaji bagaimana cara berpakaian klien selama sakit
g. Kebutuhan Mempertahankan Suhu Tubuh dan Sirkulasi
Kaji klien bagaimana cara mempertahankan suhu tubuh dan sirkulasi selama
sakit
h. Kebutuhan Personal Hygine
Kaji kebersihan tubuh klien selama sakit
i. Kebutuhan Gerak dan Keseimbangan Tubuh
j. Kebutuhan Berkomunikasi dengan orang lain
Kaji klien bagaimana cara berkomunikasi dengan orang lain selama sakit
k. Kebutuhan Bekerja
Kaji bagaimana klien bekerja selama sakit
l. Kebutuhan Bermain & Rekreasi
Kaji Bagaimana cara klien bermain & rekreasi selama sakit
m.Kebutuhan Spiritual
Kaji Bagaiman klien melakukan ibadah selama sakit
n. Kebutuhan Belajar
Kaji bagaimana cara klien belajar selama sakit

7. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan penurunan kekuatan
otot
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin dalam darah
d. Ancietas berhubungan dengan stressor

8. Intervensi keperawatan
N TUJUAN DAN KRITERIA
DIAGNOSA INTERVENSI (NIC)
O HASIL (NOC)
1. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan 1. monitor intake atau asupan nutrisi
berhubungan keperawatan diharapkan untuk mengetahui sumber energi yang
dengan kelemahan aktivitas klien tidak adekuat
terganggudengan kriteria hasil Terapi aktifitas
1. kemudahan dalam 2. bantu klien untuk tetap fokus pada
melakukan aktivitas sehari- kekuatan nya diband ingkan dengan
hari kelemahannya
2. kekuatan tubuh bagian atas 3. instrusikan klien dan keluarga untuk
dan bawah tidak terganggu melaksanakan aktivitas yang di
3. tekanan darah ketika inginkan
beraktifitas tidak terganggu 4. konsulkan dengan ahli gizi mengenai
cara meningkatkan asupan energi dari
makanan
2. Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor kalori dan asup
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan status an makanan
kebutuhan tubuh nutrisi klien tidak menyimpang 2. Berikan Pendidikan kesehatan
berhubungan dari rentan berhubun
dengan normal dengan kriteria hasil gan dengankebutuhan
ketidakmampuan 1. Asupan gizi terpenuhi kebutuhan nutrisi
mengabsorpsi 2. Energi terpenuhi 3. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrien 3. Asupan makanan terpenuhi nutrisi
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
3. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor adanya data laboratorium
perfusi jaringan keperawatan diharapkan perfusi terkait dengan kehilangan darah
perifer berhub jaringan klien membaik dengan (misalnya hemo globin, hematokrit)
ungan dengan kriteria hasil : 2. Lakukan penilaian sirkulasi perifer
penurunan konsen 1. Capilary Refill Time <2 secara komprehensif (missal,
trasi hemoglobin detik mengecek nadi perifer,dll)
dalam darah 2. Muka tidak pucat 3. Kolaborasi dengan tim medis lainya
3. Pengisian kapiler untuk pemberian transfusi darah
ekstremitas
4. Tekanan darah 120/90
mmHg
4. Ancietas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji untuk tanda verbal dan non
berhubungan keperawatan diharapkan verbal
dengan stressor ancietas klien berkurang dengan 2. Jelaskan semua prosedur (tekhnik
kriteria hasil : relaksasi nafas dalam )
1. Mengurangi penyebab 3. Dorong keluarga untuk mendampingi
kecemasan klien dengan cara yang tepat
2. Menggunakan tekhnik 4. Kolaborasi dengan tim medis lainya
relaksasi untuk meng urangi untuk mengatur penggunaan obat-
rasa cemas dan takut obatan untuk mengurangi kecemasan
3. Memantau intensitas secara tepat
kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y.(2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media.
Brunner & Sudart. (2015). Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC
BPOM RI.(2011). Laporan Tahunan 2011 BadanPengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta:
Badan POM RI.
Jitowiyono, Sugeng . (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Kemenkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan.
Kemenkes RI. (2015). Rencana Strategis Kemenkes Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:
Maryam, R.S., Eksari, M.F., Rosidawati, Jubaedi,A.,& Batubara, I.(2011). Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: Salemba Medika.
Moniung.(2015). Hubungan Lama Tinggal Dengan Tingkat Depresi Lanjut Usia di Panti
Sosial Tresna Werdha “Agape” Tondano. Jurnal e-Clinical, Volume 3, Nomor 1
Januari – April 2015.
Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: ANDI
Nugroho, Wahyudi . (2011). Keperawatan Gerontik dan Geriatric. Edisi ketiga .Jakarta :
EGC
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Stanley,M. & Beare,P.G. (2011). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai