Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MILITUS PADA LANJUT USIA NY. P DIRUANG


MAWAR DI RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun oleh:

Nama : Fatma Mardhotillah


NIM : 72020040052
Jurusan : Profesi Ners
RS / Ruang : RSUD RAA Soewondo Pati/ R. Mawar

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


JL. GANESHA 1 PURWOSARI KUDUS 59316 Telp. (0291) 437218
TAHUN 2021
A. KONSEP LANSIA
1. Definisi
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13
Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2010).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang menyebabkan
penyakit degenerative misal, hipertensi, arterioklerosis, diabetes mellitus dan
kanker (Nurrahmani, 2012).
2. Batasan Lansia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi dalam Sunaryo (2016), batabatas
umur yang mencakup batas umur lansia sebagai berikut
a. Menurut undang-undangn Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mmencapai usia 60 tahun
ke atas”.
b. Menurut Wordl Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat
kriteria berikut usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat
tua (very old) ialah di batsu 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase, yaitu: pertama
(fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (Fase virilities) ialah 40-55 tahun,
ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65
sampai tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setypnegoro masa lanjut usia (geriatric age) >
65 tahun, atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi
menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75- 80 tahun),
dan very old (> 80 tahun) (Efendi & Makhfudli, 2009).

2
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008).
3. Karakteristik lanjut usia menurut Budi Anna Keliat (2009):
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
Kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
4. Tipologi Lansia
a. Tipe Arif Bijaksana Kaya dengan hikmah pengalaman , menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sedehana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta
memenuhi undangan. 
c. Tipe tidak Puas Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang
menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah,
kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar ,
mudah tersinggung, menuntut sulit dilayani dan pengkritik. 
d. Tipe Pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis
gelap dating terang, emgikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa
saja dilakukan. 
e. Tipe Bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh Orang lanjut usia dapat pula
dikelompokkan dalam beberapa tipe yang bergantung kepada karakter
pengalaman, kehidupannya, lingkungan, fisik, mental, sosial dan ekonomi. 
Antara lain : 
1) Tipe optimis, santai dan riang : tipe kursi goyang ( rocking chairman) 
2) Tipe konstruktif 
3) Tipe ketergantungan ( dependen ) 
4) Tipe defensif 

3
5) Tipe militan dan serius 
6) Tipe marah dan frustrasi (the angry man) 
7) Tipe putus asa (benci pada diri sendiri) ; self heating man Sebagai seorang
perawat perlu mengenal berbagai tipe dari lanjut usia sehingga perawat
akan dapat menghindari kesalahan atau kekeliruan dalam melaksanakan
pendekatan perawatan. Tentu saja tipe-tipe tersebut hanya suatu pedoman
dasar dan dalam prakteknya dapat ditemui dalam berbagai variasi.
5. Mitos Lansia
a. Mitos konservatif
Ada pandangan bahwa lansia pada umumnya:
1) Konservaatif
2) Tidak kreatif
3) Menolak inovasi
4) Berorientasi ke masa silam
5) Merindukan masa lalu
6) Kembali ke masa kanak-kanak
7) Susah menerima ide baru
8) Susah berubah
9) Keras kepala
10) Cerewet
Faktanya : tidak semua lansia bersikap, berfikiran, dan berperilaku
demikian. 
b. Mitos berpenyakit dan kemunduran 
Lansia sering kali dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang
disertai dengan berbagai  penderitaan akibat bermacam penyakit yang
menyertai proses menua (lansia merupakan masa berpenyakitan dan
kemunduran)
Faktanya : memang proses menua disertai dengan menurunnya daya
tahan tubuh dan  metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit. Akan tetapi,
saat ini telah banyak penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.
c. Mitos senilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh adanya
kerusakan sel otak. 

4
Faktanya: banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar bugar, daya
pikirnya masih jernih dan cenderung cemerlang, bnyak cara untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
d. Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif, bahkan
menjadi beban keluarganya.Lansia dipandang sebagai masa usia yang tidak
produktif, bahkan menjadi beban keluarganya.
Faktanya: tidak demikian, banyak individu yang mencapai kebenaran,
kematangan, kemantapan, serta produktifitas mental dan material dimas lanjut
usia.
e. Mitos asektualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, minat, dorongan, gairah,
kebutuhan, dan daya seks menurun.
Faktanya: kehidupan seks pada lansia berlangsung normal, dan
frekuensi hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi masih
tetap tinggi. 
f. Mitos tidak jatuh cinta
Lansia sudah tidak lagi jatuh cinta, tidak tertarik atau bergairah kepada
lkawan jenis.
Faktanya: perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa,
perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi lansia.
g. Mitos kedamaian dn ketenangan
Lansia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di masa
muda dan dewasanya. Badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-akan
telah berhasil dilewatinya.
Faktanya:L sering ditemukan stres karena kemiskinan dan berbagai
keluhan serta penderitaan karena penyakit, kecemasan, kekhawatiran, depresi,
paranoid, dan psikotik.
6. Teori Penuaan
a. Teori biologis
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses
menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh
selama masa hidup (Reny Yuli, 2014). Teori ini lebih menekankan pada

5
perubahan kondisi tingkat struktural sel/organ tubuh, termasuk didalamnya
adalah pengaruh agen patologis.
1) Teori genetik
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetic untuk spesies-
spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai di dalam nuclei (inti sel) suatu
jam yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar,
jadi menurut konsep ini bila jam berhenti akan meninggal dunia,
meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal.
2) Teori Non-genetik
a) Teori penurunan system imun tubuh (auto immune theory)
Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
sistem imun tubuh mengenai dirinya sendiri. Jika mutasi yang
merusak membrane sel, akan menyebabkan sistem imun tidak
mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah yang mendasari
peningkatan peyakit auto imun pada lanjut usia.
b) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory)
Radikal bebas dianggap sebagai penyebab penting terjadinya
kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan
seperti: Asap kendaraan bermotor, asap rokok, zat pengawet makanan,
radiasi, sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan
pigment dan kolagen pada proses menua.
c) Teori menua akibat metabolisme
Bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan
kalori menyebabkan kegemukan dan memperpendek umur.
d) Teori rantai silang
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein,
karbohidrat dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat
kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan
perubahan pada membran plasma yang mengakibatkan terjadinya
jaringan yang kaku, kurang elastis dan kehilangan fungsi pada proses
menua

6
b. Teori Psikologis
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya
setelah menua Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap
terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usia lanjut.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dengan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2) Kepribadian Berlanjut (Continuty Theory)
Menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut
usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya.
3) Teori Pembahasan (Disengagement Theory)
Putusnya pergualan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran
individu dengan individu lainnya. Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan
diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi anda kehilangan
(triple loss), yakni : kehilangan peran (loss of role), hambatan kontak
sosial (restriction of contacts and relationships), berkurangnya komitmen
(reduced commitment to social moes and values). (Azizah, 2011)
7. Masalah perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan – Perubahan yang terjadi pada Lansia menurut Reny Yuli Aspiani,
2014 :
a. Perubahan Fisik :
1) Sel : Jumlahnya lebih sedikit, ukurannya lebih besar, TBW (jumlah
cairan tubuh berkurang) dan cairan intra seluler menurun, menurunnya
proporsi protein di otak, ginjal, otot darah dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2) Sistem Kardiovaskuler : Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung
menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun sehingga
menurunnya kontraksi dan volume jantung, kehilangan elastisitas

7
pembuluh darah, oksigenisasi tidak adekuat, mengakibatkan pusing
mendadak, tekanan darah cenderung tinggi karena meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
3) Sistem Persarafan : Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak tiap
individuberkurang setiap hari), respon dan waktu untuk bereaksi lambat,
atropi saraf panca indra (berkurangnya penglihatan, pendengaran,
pencium & perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin), kurang sensitif
terhadapsentuhan.
4) Sistem Pendengaran : Prebiakusis (hilangnya kemampuan untuk daya
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap suara nada tinggi,
suara yg tidak jelas, sulit mengerti kata-kata) 50% terjadi pada usia
>65th, atropi membran tympani, menyebabkan otosklerosis (kekakuan
pada tulang bagian dalam), terjadinya pengumpulan cerumen dapat
mengeras karena peningkatan keratin, pendengaran bertambah menurun
pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa/stress.
5) Sistem Penglihatan : Lensa lebih suram (kekeruhan lensa) menjadi
katarak, kornea lebih berbentuk sferis (bola kecil), respon terhadap sinar
menurun, daya adaptasi terhadap gelap lebih lambat, hilangnya daya
akomodasi mata, lapang pandang menurun, sulit membedakan warna
biru dan hijau pada skala.
6) Sistem Respirasi : Otot - otot pernafasan kehilangan kekuatan (lemah)
dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas silia, elastisitas paru berkurang,
kapasitas residu meningkat, menarik nafas berat, dan kedalaman
bernafas menurun  O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg;  CO2 arteri
tidak berganti kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuandinding,
dada & kekuatan otot pernafasan menurun sejalan dengan tambah usia.
7) Sistem Genitourinari : Ginjal mengecil dan nefron atropi, aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang; kurangnya
kemampuan mengkonsentrasi urin; berat jenis urin menurun, proteinuria
(+1), otot-otot vesika urinaria melemah, kapasitasnya menurun 200
ml sedangkan frekuensi buang air kecil meningkat. Pada pria
lansia, vesika urinari sulit dikosongkan akibatnya meningkatkan retensi
urin. Prostat membesar (dialami 75% pria usia 65 tahun keatas), atropi

8
vulva, selaput lendir kering, elastisitas menurun, permukaan lebih licin,
perubahan warna.Seksual intercourse masih.
8) Sistem  Reproduksi : Menciutnya ovari dan uterus, atropi payudara, pada
laki-laki, testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meski ada
penurunan secara berangsur-angsur, selaput lendir vagina menurun,
permukaan lebih halus, sekresi berkurang, reaksi sifatnya alkali,
perubahan- perubahan warna, dorongan Seksual masih.
9) Sistem  Gastrointestinal : Kehilangan gigi, karena kesehatn gigi buruk
atau gizi buruk, indra pengecap menurun, iritasi kronis selaput lendir,
atropi indra pengecap, hilangnya sensisitifitas saraf pengecap di lidah
tentang rasa manis, asin, dan pahit, dilambung, sensisitifitas rasa lapar
menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan juga menurun,
peristaltik lemah sehingga biasa timbul konstipasi, daya absorbsi
terganggu.
10) Sistem Endokrin : Produksi hormon menurun, termasuk hormon tiroid,
aldosteron, kelamin (progesteron, estrogen, testosteron), menurunnya
aktivitas tiroid, menurunnya BMR= basal metabolic rate, fungsi
paratiroid & sekresinya tidak berubah.
11) Sistem Integumen : Kulit keriput, akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik, (kaku, rapuh dan keras),
karena kehilangan proses keratinisasi, perubahan ukuran dan bentuk -
bentuk sel epidermis, menurunnya respon terhadaptrauma, mekanisme
proteksi kulit menurun : Produksi serum menurun, gangguan pigmentasi
kulit. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam
hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas, akibat
menurunnya cairan & vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat,
kuku pudar dan kurang bercahaya, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsi.
12) Sistem Muskuloskeletal : Tulang kehilangan density (cairan), makin
rapuh, kifosis, pinggang, lutut dan jari pergelangan, pergerakannya
terbatas, Discus intervertebralis menipis, menjadi pendek (tingginya
berkurang), persendian membesar dan kaku, tendon mengerut dan

9
mengalami sklerosis, atropi serabut otot bergerak menjadi lambat, otot-
otot kram dan tremor, otot polos tidak begitu terpengaruh
b. Perubahan Psikososial
1) Pensiun : Produktivitas dan identitas – peranan (kehilangan financial,
kehilangan status, kehilangan relasi),
2) Sadar akan kematian,
3) Perubahan dalam cara hidup
4) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
5) Hilanganya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap body
image, perubahan konsep diri.
c. Perubahan Mental
1) Faktor-faktor yang pengaruhi perubahan mental : Perubahan fisik, organ
perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, herediter, lingkungan.
2) Perubahan kepribadian yang drastis.
3) Berkurangnya adaptasi untuk kebiasaan baru, berkurangnya
kemampuan nyatakan sopan santun.
4) Merasa kadang tidak diperhatikan atau dilupakan.
5) Cenderung menyendiri, bermusuhan.
6) Mudah tersinggung akibat egoisme atau reaksi kemunduran ingatan.
7) Tidak memperhatikan kebersihan, penampilan.
8) Lupa meletakan barang, menuduh orang mencuri, gelisah, delirium
pada malam hari.
9) Pola tidur berubah (tidur seharian atau sulit tidur di malam hari).
10) Mengumpulkan barang yang tidak berharga.
d. Perubahan Memori
1) Kenangan jangka panjang : berjam-jam sampai berhari-hari.
2) Kenangan jangka pendek  atau seketika : 0-10 menit, kenangan buruk.
e. IQ (Intellgentia Quotion)
Akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan
otak seperti perubahan intelegenita quantion (IQ) yaitu fungsi otak kanan
mengalami penurnan sehingga lansia akan mengalami penurunan sehingga
lansia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal,
pemecahan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah seseorang.
Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan, karena penurunan

10
kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk menerima
rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan untuk
mengingat pada lansia juga menurun (Mujahidullah, 2012).
f. Perkembangan Spiritual
Pada umumnya lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya,
hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan meninggalkan
kehidupan dunia.
g. Masalah Fisik Sehari-Hari Yang Sering Ditemukan Pada Lansia
1) Mudah jatuh
2) Mudah lelah, disebabkan oleh : Faktor psikologis, Gangguan organis,
Pengaruh obat.
3) Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol, penyakit
metabolic, dehidrasi.
4) Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru, dsb.
5) Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan
jantung, gangguan sistem respiratorius, overweight, anemia.
6) Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis, psikologis.
7) Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi, gagal
jantung, kurang vitamin B1, penyakit hati, penyakit ginjal, kelumpuhan,
dsb.
8) Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia, osteoporosis,
osteoartritis, batu ginjal, dsb.
9) Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis, fraktur/dislokasi, saraf
terjepit.
10) Berat badan menurun karena nafsu makan menurun, gangguan saluran
cerna, faktor sosio-ekonomi.
11) Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung kemih,
saluran kemih, kelainan syaraf, faktor psikologis.
12) Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus besar,
kelainan rektum.
13) Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi lensa
berkurang, katarak, glaukoma, infeksi mata.

11
14) Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian menyebabkan
kekacauan mental.
15) Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik dan
psikogenik (depresi, irritabilitas).
16) Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis, sakit gigi,
dsb.
17) Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan karena ganguan
sirkulasi darah lokal, ggn syaraf umum dan lokal.
18) Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM, gagal ginjal,
hepatitis kronis, alergi2.
8. Penyakit yang menyerang pada lansia
a. Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis,
osteoartritis.
b. Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina,
cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia.
c. Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum.
d. Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal
Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia.
e. Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas.
f. Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru.
g. Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker.
h. Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson, dan
sebagainya.
9. Faktor faktor yang mempengaruhi lansia
1. Hereditas (keturunan/ genetik)
2. Nutrisi / makanan
3. Status kesehatan.
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stress
10. Pengkajian pengkajian pada lansia
a. KATZ INDEKS
Mengukur kemampuan pasien dalam melakukan 6 kemampuan fungsi :
bathing, dressing, toileting, transfering, feeding, maintenance continence.

12
Biasa digunakan untuk lansia, pasien dengan penyakit kronik (stroke, fraktur
hip).
b. BARTHEL INDEKS
Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi
mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas
serta dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan
fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan keseimbangan.
c. SPSMQ
merupakan instrument pengkajian sederhana yang digunakan untuk menilai
fungsi intelektual maupun mental dari lansia
d. GDS
Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan salah satu instrumen yang
paling sering digunakan untuk mendiagnosis depresi pada usia lanjut.
e. APGAR KELUARGA
merupakan kuesioner skrining singkat yang dirancang untuk merefleksikan
kepuasan anggota keluarga dengan status fungsional keluarga dan untuk
mencatat anggota-anggota rumah tangga.
f. MMSE
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah pemeriksaan yang paling
sering digunakan untuk mengetahui fungsi kognitif.

B. PENYAKIT/ GANGGUAN LANSIA


1. DEFINISI
Diabetes militus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Tingkat kadar glukosa
darah menentukan apakah seseorang menderita diabetes melitus atau tidak
(Hasdianah,2012)
Diabetes Melitus yaitu satu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya
komplikasi makroveskuler dan neurologis (Purwonto H,2016)

13
2. ETIOLOGI
Diabetes Melitus disebabkan oleh penurunan insulin oleh sel-sel beta pulau
lengerhans. Jenis juvenilis (usia muda) disebabkan oleh predisposisi herediter
terhadap perkembangan antibodi yang merusak sel beta. Diabetes jenis awitan
maturitas disebabkan oleh generasi sel beta akibat penuaan dan akibat kegemukan.
Tipe ini jelas disebabkan oleh degenarasi sel beta sebagai akibat penuaan yang
cepat pada orang yang rentan dan obesitas mempredisposisi terhadap jenis
obesitas ini karena ini diperlukan insulin dalam jumlah besar untuk pengolahan
metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan orang normal.
Penyebab resistensi pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas tetapi faktor
yang banyak berperan antara lain :
1. Kelainan genetik
2. Usia
3. Gaya hidup stress
4. Pola makan yang salah
5. Obesitas
6. Infeksi
(Riyadi, Sujono:Sukarmin,2013)

3. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh prosesautoimun. Hiperglikemia
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak oleh hati. Disamping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak simpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan menimbulkan hiperglikemia postprandal (sesudah makan). Ketika glukosa
berlebihan disekresiakan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengekuaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini disebut deurisis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Difisiensi insulin juga mengganggu metabolisme dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien apat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelemahan otot. Dalam keadaan normal insulin mengenalikan glikogenesis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogenesis (pembentukan glukosa dari

14
asam-asam amino serta substansi yang lain). Namun pada penderita defisiensi
insulin. Proses ini terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan
lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan (Corwin Elizabeth,2011).
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khususnya pada permukaan
sel. Sebagai akibat terkait insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangakaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi pada diabetes
disertai dengan penurunan reaksi intersel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi. Pengambilan glukosa oleh jaringan. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri-ciri khas diabetes, namun
masih terdapat insulin yang adekuat untuk pemecahahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes. Meskipun demikian diabetes yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progesif, maka awitan diabetes (Corwin
Elizabeth,2011).

4. MANIFESTASI KLINIK
a. Poliuria akibat dari dlurestic osmotik bila diambang ginjal terhadap reabsorbsi
glukosa dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal
b. Polidipsi; Dehidrasi sekunder terhadap poliuria menyebabkan haus. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktifasi menyebabkan orang
haus terus dan ingin selalu minum.
c. Polifagia; Kelaparan sekunder terhadap ketabolisme jaringan menyebabkan rasa
lapar. Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun
d. Penurunan berat badan
e. Kelelahan
f. Kelainan kulit (gatal-gatal, bisul-bisul), biasanya terjadi didaerah ginjal lipatan
kulit seperti diketiak dibawah payudara

15
g. Kesemutan
h. Kelemahan tubuh
i. Luka/bisul yang tidak sembuh-sembuh
j. Pada laki-laki kadang mengelyh impotensi
(Riyadi,Sujono:Sukarmin,2013)

5. KLASIFIKASI
Klasifikasi diabetes mellitus menurut Rumahorbo (2014, p. 14); Utami
(2010, p. 14), terdiri dari :
a. Diabetes mellitus tipe 1, yaitu diabetes tergantung insulin atau insulin
dependen diabetes mellitus (IDDM). Penyebab utamanya adalah tubuh tidak
menghasilkan insulin atau hilangnya sel beta, penghasil insulin pada pulau-
pulau Langerhans pankreas. Penderita tergantung dengan insulin dari luar
tubuh karena pankreas tidak adekuat mencukupi kebutuhan tubuh.
b. Diabetes mellitus tipe II, yaitu diabetes tidak tergantung insulin atau non
insulin dependen diabetes mellitus (NIDDM), diabetes mellitus tipe II
disebabkan oleh berkurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas,
menurunnya aktifitas insulin di jaringan dan atau meningkatnya resistensi
jaringan terhadap insulin.
c. Diabetes mellitus tipe lain, yaitu diabetes yang timbul akibat penyakit lain
yang mengakibatkan gula darah meningkat seperti infeksi berat, kelainan
pankreas, kelainan hormonal, karenaobat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
dan kelainan genetik.
d. Gestasional Diabetes mellitus (GDM) yaitu intoleransi glukosa yang terjadi
selama kehamilan. Kondisi ini dapat terjadi bila pada trimester ke dua
kehamilan sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik
somatomamotropin (HCS) meningkat untuk mensuplai asam amino dan
glukosa ke fetus

16
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Riyadi, Sujono: Sukarmin, 2011. Pemeriksaan gula darah padi
pasien Diabetes Melitus antara lain:
1. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl
Kriteria diagnostik untuk diabetes melitus >140 mg/dl paling sedikit dalam
dua kali pemeriksaan atau >140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia,
atau IGT 115-140 mg/dl
2. Gula darah 2 jam prandial <140 mg/dl
Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik
3. Gula darah sewaktu <140mg/dl
Digunakan untyk skrining bukan diagnostik
4. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
GD <115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam <200 mg/dl, 2 jam <140 mg/dl.
TTGO dilakukan hanya pada pasien yang telah bebas dan diet. Beraktivitas
fisik 3 hari sebelum tes tidak dianjurkan pada :
a. Hiperglikemia yang sedang puasa
b. Orang yang mendapat thiazide, dilantin, propanolol, lasik, thyrois,
esterogen, pil KB, steroid
c. Pasien yang dirawat atau sakit akut atau pasien inaktif
5. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI)
Dilakukan jika TTGI merupakan kontra indikasi atau terdapat kelainan
gastrointestinal yang mempengaruhi absorpsi glukosa.
6. Glyeosatet hemoglobin
Berguna untuk memantau kadar glukosa darah rata-rata selama lebih dari 3
bulan. C- Peptidae 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian
glukosa untuk mengukur proinsulin (produk saping yang tidak aktif secara
biologis) dari pembentukan insulin dapat membantu mengetahui sekresi
insulin.

17
7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diabetes menurut Rumohorbo (2014, p. 25); Shanty (2011, p.
32), antara lain :
a. Edukasi
Edukasi penyandang diabetes dimaksudkan untuk memberi informasi
tentang gaya hidup yang perlu diperbaiki secara khusus memperbaiki pola
makan dan pola latian fisik. Informasi yang cukup akan memperbaiki
ketrampilan dan sikap penderita diabetes. Edukasi pemantauan kadar
glukosa darah juga diperlukan karena dengan pemantauan kadar glukosa
secara mandiri, penderita diabetes dapat mengukur terapinya untuk
mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal.
b. Terapi Gizi
Pengaturan zat gizi pada penyandang diabetes diarahkan pada gizi
seimbang serta pengaturan jumlah kalori, jenis makanan dan jadwal
makan. Keteraturan jadwal makan merupakan hal penting bagi
penyandang diabetes yang menggunakan obat hipoglikemik baik oral
maupun injeksi.
c. Latihan Fisik
Latihan fisik penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko
kardiovaskuler. Pemilihan jenis dan intensitas latian fisik memerlukan
advis tenaga kesehatan karena pada penyandang diabetes takaran latian
fisik terkait sangat erat dengan kadar glukosa darah khususnya bagi para
pasien yang mendapat terapi obat hipoglikemik dan pembatasan asupan
kalori.
d. Farmakoterapi
Obat hipoglikemik dapat diberikan dalam bentuk tablet atau injeksi.
Biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan olahraga
gagal menurunkan kadar gula darah. Obat hipoglikemik oral (OHO)
berdasarkan cara kerjanya dibagi atas 4 golongan yaitu :
1) Pemicu sekresi insulin seperti Sulfonil Urea dan Glinid.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin seperti Metformin dan
Tiazolindion.

18
3) Penghambat Glukoneogenesis (Metformin).
4) Penghambat absorbs glukosa seperti penghambat glukosidase alfa.

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan kurang
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

9. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Dx TUJUAN INTERVENSI TTD


Kep
1. 1 Setelah diberikan asuhan - Manajemen Cairan
keperawatan diharapkan 1. Monitor tanda-tanda vital
volume cairan teratasi pasien
lebih baik: 2. Berikan cairan dengan tepat
1. Keseimbangan intake - Manajemen eleminasi
dan output dalam 24 perkemihan
jam tidak terganggu 3. Anjurkan pasien/keluarga
2. Tekanan darah tidak untuk mencatat output urine
terganggu yang sesuai
4. Kolaborasi dengan dokter
mengenai pemberian obat
anti diabetes
2 2 Setelah diberikan asuhan - Manajemen Nutrisi
keperawatan diharapkan 1. Monitor kecenderungan
Kebutuhan Nutrisi terjadinya penurunan dan
Kurang dari kebutuhan kenaikan berat badan
tubuh lebih baik: 2. Berikan pilihan makanan
1. Asupan gizi tidak sambil menawarkan
terganggu dan bimbingan terhadap pilihan
normal makanan yang lebih sehat

19
2. Asupan makanan 3. Bantu pasien menentukan
tidak terganggu dan pedoman makanan yang
normal paling cocok dalam
3. Asupan Cairan tidak memenuhi kebutuhan
terganggu dan nutrisi
normal 4. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk pemberian diit
3 3 Setelah diberikan asuhan Terapi Aktivitas
keperawatan diharapkan 1. Monitor TTV
intoleransi aktivitas (TD,N,S,RR)
lebih baik: 2. Bantu pasien dengan
1. Kemudahan dalam aktivitas fisik teratur
melakukan aktivitas misal miring kanan dan
hidup harian tidak kiri
terganggu 3. Mengedukasi keluarga
2. Kekuatan tubuh untuk mengajarkan
bagian atas tidak pasien miring kiri,
terganggu kanan dan duduk
3. Bergerak dengan 4. Kolaborasi dengan
mudah tidak pemberian obat
terganggu
4 4 Setelah diberikan asuhan - Manajemen Jalan Nafas
keperawatan diharapkan 1. Monitor status pernafasan
ketidakefektifan pola dan oksigenasi sebagaimana
napas lebih baik: mestinya
1. Frekuensi pernafasan 2. Posisikan pasien untuk
tidak terganggu memaksimalkan ventilasi
2. Irama pernafasan 3. Motivasi pasien untuk
tidak terganggu bernafas pelan dalam dan
3. Tidak ada suara nafas batuk
tambahan 4. Kolaborasi dengan tim
medis pemberian obat

20
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth J. Cowin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya Media.

Hasdianah, H.R. (2012). Mengenail Diabetes pada Orang Dewasa dan Anak-Anak dengan
Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.

. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:NuhaMedika.

. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam.Yogyakarta: Nuha Medika.

.(2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Purwonto H. (2016). Evaluasi hasil Belajar.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, (2018). Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta: DPP PPNI

Riyadi, Sarjono : Sukarmin (2013). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Eksokrin Dan Endokrin pada Pankreas. Jogjakarta: Graha Ilmu. Edisi Pertama.

Shadine,M, (2010). Mengenal Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : Penebit Keenbooks

21

Anda mungkin juga menyukai