DISUSUN OLEH:
SOLICHATUN
NIM. 62019040151
2. BATASAN LANSIA
Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria
berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia(elderly) ialah 60-74
tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua(very old) ialah di atas 90
tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama(fase
inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga(fase
presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutupusia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatricage): > 65 tahun
atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagimenjadi tiga batasan
umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), danvery old (> 80 tahun)
(Efendi, 2009).
2
3. KARAKTERISTIK LANSIA
Lansia memiliki karakteristik yaitu berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan dan masalah
yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan biopsikososial dan spiritual,
kondisi adaptif hingga mal adaptif (Maryam,2008).
4. TIPOLOGI LANSIA
Menurut Nugroho (2008) terdapat beberapa tipe lanjut usia, yaitu :
a. Tipe arif bijaksana : kaya dengan hikmah pengalaman, mudah menyesuaikan diri dengan
perubahan jaman, memiliki kesibukan, bersifat ramah, rendah hati, dermawan, selalu
memenuhi undangan dan menjadi panutan bagi orang-orang di sekitarnya.
b. Tipe mandiri : mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan yang
baru, selektif dalam memilih pekerjaan, teman pergaulan dan undangan.
c. Tipe tidak puas : lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani,
kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.
d. Tipe pasrah : menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan beribadah, turut
sana turut sini, ringan kaki melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung : kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, sering menyesal, pasif
dan acuh tak acuh.
Nugroho (2008) juga mengelompokkan usia lanjut dalam beberapa tipe yang tergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungannya serta kondisi fisik, sosial, mental dan
ekonominya, yaitu :
a. Tipe optimis : lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, mereka
memandang masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab.
b. Tipe konstruktif : lanjut usia ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup,
mempunyai toleransi yang tinggi, humoristik, fleksibel, dan tahu diri.
c. Tipe ketergantungan : lanjut usia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi
selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan bila bertindak
yang tidak praktis.
d. Tipe defensif : lanjut usia biasanya sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan atau
jabatan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol,
3
memegang teguh kebiasaan, bersifat kompulsif aktif, anehnya mereka takut menghadapi
“menjadi tua” .
e. Tipe militan dan serius : lanjut usia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang,
bisa menjadi panutan.
f. Tipe pemarah dan frustasi : lanjut usia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
selalu menyalahkan orang lain, menunjukkan penyesuaian yang buruk.
g. Tipe bermusuhan : lanjut usia yang selalu menganggap orang lain yang menyebabkan
kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga.
h. Tipe putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri : lanjut usia ini bersifat kritis dan
menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan sosio-
ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri.
5. MITOS LANSIA
Mitos-mitos yang berkaitan dengan lanjut usia menurut Mubarak, et al., (2009):
a. Mitos kedamaian dan ketenangan
Seseorang yang sudah berada pada masa lanjut usia dapat santai dan menikmati
masa tuanya serta menikmati hasil jerih payahnya pada masa muda, serta semua cobaan
kehidupan seakan-akan terlewati semua.
Kenyataannya tidak seperti itu, dimana seseorang yang berada pada masa lanjut
usia akan mengalami berbagai macam penyakit yang berdampak timbulnya stres,
kemiskinan, berbagai keluhan dan penderitaan lainnya.
4
c. Mitos berpenyakitan
Lanjut usia kenyataannya akan mengalami proses degenerative biologis dan akan
menderita berbagai macam penyakit. Penurunan daya tahan tubuh dan metabolisme pada
lanjut usia menyebabkan mereka mudah terkena penyakit.
Namun sekarang banyak penyakityang dapat dikontrol seperti melalui
pengobatan.
d. Mitos senilitas
Kerusakan pada bagian otak tertentu akan menyebabkan lanjut usia mengalami
demensia atau pikun.
Namun kenyataannya tidak semua lanjut usia akan mengalami kerusakan otak
yang berdampak pada demensia. Mereka masih tetap memiliki daya ingat yang baik,tetap
sehat dan ada berbagai macam cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya
ingat yang mereka alami.
e. Mitos ketidakproduktifan
Lanjut usia dipandang sebagai seseorang yang tidak produktif lagi, namun
kenyataannya tidak semua lanjut usia tidak produktif. Lanjut usia banyak yang masih
mencapai kematangan dari produktifitas mental dan memiliki material yang tinggi diusia
tuanya.
6. TEORI PENUAAN
Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan,yaitu
teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual.
a. Teori biologis
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori stres,
teori radikal bebas, dan teori rantai silang.
1) Teori genetik dan mutasi. Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara
genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi.
2) Immunology slow theory.
Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat
menyebabkankerusakan organ tubuh.
3) Teori stres.
5
Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
4) Teori radikal bebas.
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkanoksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan
protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.
6
Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya
derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri
dari pergaulan di sekitarnya.
3) Teori aktivitas.
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung bagaimana seorang
lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan
aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan.
4) Teori kesinambungan.
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia.
Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada
saat dia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan
harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun dia telah menjadi lansia.
5) Teori perkembangan.
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu
tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang
dapat bernilai positif ataupun negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan
bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh
lansia tersebut.
6) Teori stratifikasi usia.
Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang dilakukan bersifat
deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara
kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang
demografi dan keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah
teori ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat
bahwa stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas
dan kelompok etnik.
7) Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan
individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.
7
b. Instability (mudah jatuh)
c. Incontinence (beser BAB/BAK)
d. Intellectual impairment (gangguan intelektual/ demensia)
e. Infection (infeksi)
f. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan
penciuman)
g. Isolation (Depression)
h. Inanition (malnutrisi)
i. Impecunity (kemiskinan)
j. Iatrogenic (menderita penyakit pengaruh obat-obatan)
k. Insomnia(sulit tidur)
l. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
m. Impotence(Gangguan seksual)
n. Impaction (sulit buang air besar)
8
ruang gerak Anda menjadi terbatas. Semakin tua usia Anda, gejala penyakit ini bisa
semakin bertambah buruk.
Untuk itu, Anda perlu melakukan olahraga teratur dan menjaga berat badan Anda agar
artritis tidak memburuk. Jika Anda merasa sakit, sebaiknya istirahat dan jangan
memaksa untuk melakukan banyak aktivitas.
c. Stroke
Stroke merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan butuh pertolongan cepat untuk
meminimalkan kerusakan otak. Stroke terjadi saat suplai darah ke bagian otak tidak
terpenuhi, sehingga jaringan otak tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi cukup untuk
melakukan fungsinya.
Lansia merupakan golongan yang sering mengalami stroke. Beberapa gejala dari stroke
adalah mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki di salah satu sisi tubuh, penurunan
penglihatan di salah satu atau kedua mata, kesulitan bicara atau memahami perkataan
orang lain, sakit kepala tiba-tiba tanpa tahu penyebabnya, dan kehilangan keseimbangan
saat berjalan.
d. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
PPOK adalah istilah yang mengacu pada sekelompok penyakit paru yang menghalangi
aliran udara sehingga membuat penderitanya sulit bernapas. Emfisema dan bronkitis
kronis merupakan dua kondisi paling umum yang menyebabkan PPOK.
e. Diabetes mellitus
Diabetes berada di urutan kelima dalam penyakit pada lansia yang paling banyak
terjadi. Usia yang semakin tua membuat tubuh banyak berubah, termasuk perubahan
dalam cara tubuh menggunakan gula darah. Akibatnya, banyak lansia yang menderita
diabetes karena tubuhnya tidak bisa menggunakan gula darah dengan efisien.
9
10. PENGKAJIAN PADA LANSIA
a. Katz Indeks
Pengkajian status fungsional (Indeks kemandirian KATZ)
3 Ke Kamar Kecil
Mandiri : Masuk dan keluar dari kamar kecil
kemudian membersihkan genetalia sendiri
Tergantung : Menerima bantuan untuk masuk
ke kamar kecil dan menggunakan pispot
4 Berpindah
Mandiri : Berpindah ke dan dari tempat tidur
untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri
Bergantung : Bantuan dalam naik atau turun
dari tempat tidur atau kursi, tidak melakukan
satu, atau lebih perpindahan
5 Kontinen
10
Mandiri : BAK dan BAB seluruhnya dikontrol
sendiri Tergantung : Inkontinensia parsial atau
total; penggunaan kateter,pispot, enema dan
pembalut (pampers )
6 Makan
Mandiri : Mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri
Bergantung : Bantuan dalam hal mengambil
makanan dari piring dan menyuapinya, tidak
makan sama sekali, dan makan parenteral
(NGT)
Keterangan: Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien
Analisis Hasil:
Nilai A: Kemandirian dalam hal makan, kontinen ( BAK/BAB), berpindah, kekamar
kecil, mandi dan berpakaian.
Nilai B: Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
Nilai C: Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
Nilai D: Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi
tambahan
Nilai E: Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan
satu fungsi tambahan.
Nilai F: Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil,
berpindah dan satu fungsi tambahan
Nilai G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
b. Barthel indeks
Barthel Indeks merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi mengukur
kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga
digunakan sebagai kriteria dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien yang
mengalami gangguan keseimbangan.
11
1 Makan 2 1 0
2 Mandi 1 0
3 Perawatan DIRI 1 0
4 Berpakaian 2 1 0
5 Buang air kecil 2 1 0
6 Buang air besar 2 1 0
7 Berpindah dari kursi roda ke tempat 2 1 0
tidur, sebaliknya
8 Personal toilet(cuci muka, menyisir 3 1 0
rambut, gosok gigi)
9 Aktivitas duduk/ transfer 3 2 (bantuan
1 orang).
1
(bantuan 2
orang).
10 Naik turun tangga 2 1 0
Penilaian:
20 = mandiri
12-19 = ketergantungan ringan
9-11 = ketergantungan sedang
5-8 = ketergantungan berat
0-4 = ketergantungan total
12
Dimana alamat anda? ( tanyakan bila klien tidak
mempunyai telepon)
Berapa umur anda?
Kapan Anda lahir?
Siapa presiden Indonesia sekarang?
Siapa Presiden Sebelumnya?
Siapa nama kecil ibu anda?
Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru,semua secara menurun
Jumlah kesalahan total
Penilaian SPMSQ
1. Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
2. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3. Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4. Salah 9-10 : Kerusakan intelektual berat
13
12.Apakah anda merasa tidak berharga dengan keadaan anda saat ini ?
13.Apakah anda merasa sangat kuat /bertenaga?
14.Apakah anda merasa bahwa situasi anda tanpa harapan ?
15.Apakah anda merasa bahwa kebanyakan orang lebih baik dari pada anda ?
Analisa Hasil :
e. APGAR Keluarga
Pengkajian Status Sosial
APGAR keluaga
No Fungsi Uraian Skore
0= tidak pernah
1 = kadang-
Kadang
2 = selalu
1 Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada
keluarga ( teman- teman) saya untuk
membantu pada waktu sesuatu menyusahkan
saya
14
seperti marah, sedih atau mencintai
Analisa hasil :
Skor : 8-10 : fungsi sosial normal
Skor : 5-7 : fungsi sosial cukup
Skor : 0-4 : Fungsi sosial kurang/ suka menyendiri
f. MMSE
FORMAT PENGKAJIAN MMSE
15
14. K
15. A
16. P
17. A
18. B
4 MENGINGAT
Minta klien untuk mengulang 3 obyek di
atas
19.
…………………………………………….
.
20……………………………….
21………………………………
5 BAHASA
a. Penamaan
Tunjukkan 2 benda minta klien
menyebutkan :
22. Jam tangan
23. Pensil
b. Pengulangan Minta klien mengulangi
tiga kalimat berikut
24. “Tak ada jika, dan, atau tetapi “
c. Perintah tiga langkah
25. Ambil kertas !
26. Lipat dua !
27. Taruh dilantai !
d. Turuti hal berikut
28. Tutup mata
29. Tulis satu kalimat
30. Salin gambar
JUMLAH
16
Analisis hasil : Nilai < 21 : Kerusakan kognitif
B. OSTEOARTHRITIS (OA)
1. DEFINISI
Osteoartritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak (Price dan Wilson,2013).
Disebut juga penyakit sendi degeneratif, merupakan ganguan sendi yang tersering. Kelainan
ini sering menjadi bagian dari proses penuaan dan merupakan penyebab penting cacat fisik
pada orang berusia di atas 65 tahun (Robbins, 2007).
Osteoarthritis merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan kartilago,
lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada
sendi( CDC,2014).
Sendi yang paling sering terserang oleh osteoarthritis adalah sendi-sendi yang harus
memikul beban tubuh, antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal dan sevikal, dan sendi-sendi
pada jari (Price dan Wilson, 2013).
Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh
adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian.
Osteoarthritis adalah bentuk arthritis yang paling umum, dengan jumlah pasiennya
melampaui separuh jumlah pasien arthritis. Gangguan ini sedikit lebih banyak pada
perempuan daripada laki-laki (Price dan Wilson, 2013).
2. ETIOLOGI
Faktor resiko pada osteoarthritis, meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Peningkatan usia
osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita OA yang
berusia di bawah 40 tahun (Helmi, 2012). Di Indonesia, prevalensi OA mencapai 5%
pada usia < 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun
(Soeroso et al., 2009).
2. Obesitas
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang berkerja lebih berat,
diduga memberi andil terjadinya osteoarthritis.
17
3. Obesitas, membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang berkerja
lebih berat, diduga memberi andil terjadinya AO (Helmi, 2012). Serta obesitas
menimbulkan stres mekanis abnormal, sehingga meningkatkan frekuensi penyakit
(Robbins, 2007).
4. Jenis kelamin
Wanita lebih banyak mengalami osteoarthritis daripada laki laki. Meningkatnya kejadian
OA pada wanita di atas 50 tahun diperkirakan karena turunnya kadar estrogen yang
signifikan setelah menopause.
5. Trauma
Riwayat deformitas sendi yang diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan stres
mekanis abnormal sehingga meningkatkan frekuensi penyakit.
6. Faktor genetik
Gen atau gen-gen spesifik yang bertanggung jawab untuk ini belum terindentifikasi
meskipun pada sebagian kasus diperkirakan terdapat keterkaitan dengan kromosom.
Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan sendi tulang akan lebih besar kemungkinan
mengalami OA.
3. PATOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosityang merupakan unsur
penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu.
Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk
matriks disekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang
paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut
dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi. Osteoartritis pada
beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya
rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya
sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-
peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitascongenital dan penyakit
peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik
dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan
metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosidan
18
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan
nyeri, kaki krepitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
4. PATHWAYS
19
5. MANIFESTASI KLINIS
20
a. Nyeri pada sendi leher, bahu, tangan, kaki, pinggul atau lutut
b. Kekakuan sendi
c. Krepitasi pada sendi tulang rawan
d. Pembengkakan pada tulang
e. Deformitas sendi
6. KLASIFIKASI
Osteoartritis diklasifikasikan oleh Altman et al menjadi 2 golongan yaitu:
a. Osteoarthritis primer
Osteoartritis primer atau OA idiopatik belum diketahui penyebabnya dan tidak
berhubungan dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
Osteoartritis primer banyak dihubungkan dengan penuaan.
b. Osteoarthritis sekunder
Osteoartritis sekunder adalah OA yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi
lainnya,seperti pada post-traumatik, kelainan kongenital dan pertumbuhan (baik lokal
maupun generalisata), kelainan tulang dan sendi, penyakit akibat deposit kalsium,
kelainan endokrin, metabolik, inflamasi, imobilitas yang terlalu lama, serta faktor risiko
lainnya seperti obesitas,operasi yang berulangkali pada struktur-struktur sendi, dan
sebagainya.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Untuk OA tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diagnostik, tetapi pemeriksan
laboratorium yang spesifik dapat membantu mengetahui penyakit yang mendasari pada
OA sekunder.
b. Dengan uji serologik dengan pendeteksian di dalam cairan sinovium dan/ serum adanya
makromolekul (mis, glikosaminoglikan) yang dilepas oleh tulang rawan / tulang yang
mengalami degenerasi.
c. Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada tulang
seperti pecahnya tulang rawan.
d. Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
21
e. Analisa cairan engsel
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian diketahui
apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
f. Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel tulang. Dokter
akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
g. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai
penyempitan rongga sendi.
8. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena
patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa
sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti
inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi
sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis
osteoartritis.
b. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik.
Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-
alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi. Juga perlu diperhatikan beban pada lutut
berlebihan karena kaki yang tertekuk (pronatio).
c. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi
program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat
mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
d. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang menahun
dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-
alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
22
e. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi pemakaian
panas dan dingin dan program latihan yang tepat.
Pemakaian panas yang diberikan sebelum latihan untuk mengurangi rasa nyeri dan
kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok
jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti
Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari
pancuran panas. Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik
lebih baik dari pada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi
dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke
sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang peran
penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-otot
tersebut adalah penting.
f. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang
nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah
osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi
untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.
1) Penggantian engsel (artroplasti).
Engsel yang rusak akan diangkat dan diganti dengan alat yang terbuat dari plastik
atau metal yang disebut prostesis.
2) Pembersihan sambungan (debridemen).
Dokter bedah tulang akan mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan
mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.
3) Penataan tulang.
Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan remaja. Penataan dilakukan agar
sambungan/engsel tidak menerima beban saat bergerak.
23
· Menunjukkan toleransi aktivitas
· Mendemonstrasikan penghematan energy
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi.
2) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
3) Tentukan penyebab keletihan
4) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energi yang adekuat
b. Ansietas b/d ancaman atau perubahan pada kesehatan, kebutuhan yang tidak
terpenuhi
Kriteria hasil :
- Ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya ringan hingga sedang
- Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas yang dibuktikan oleh indikator 1-5
(tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu)
Intervensi :
2) Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan
ansietas
3) Bantu pengalihan ansietas melalui radio, TV, permainan untuk menurunkan ansietas
dan memperluas fokus
24
d. Resiko jatuh b/d penurunan kekuatan ekstremitas bawah, kelemahan umum
Kriteria Hasil :
• Resiko jatuh akan menurun atau terbatas, yang dibuktikan oleh keseimbangan,
gerakan terkoordinasi, perilaku pencegahan jatuh, kejadian jatuh, dan
pengetahuan : Pencegahan Jatuh
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian resiko jatuh pada pasien
2) Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi jatuh
3) Ajarkan klien bagaimana posisi terjatuh yang dapat meminimalkan cedera
4) Bantu pasien saat ambulasi
5) Sediakan alat bantu berjalan
25
g. Defisit perawatan diri b/d gangguan muskuloskeletal, kelemahan
Kriteria Hasil :
• Menunjukkan perawatan diri : Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat terpenuhi
Intervensi :
1) Kaji kemampuan personal hygiene
2) Pantau adanya perubahan kemampuan fungsi
3) Dukung kemandirian klien dalam personal hygiene, bantu klien hanya jika
diperlukan
4) Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan
5) Akomodasi pilihan dan kebutuhan klien seoptimal mungkin
26
DAFTAR PUSTAKA
Nurma, Ningsih lukman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer C. Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Alih Bahasa
Andry Hartono, dkk. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith.M, Nancy R.Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC.Edisi 9. Jakarta : EGC
Handono, Sri. 2013.” Upaya Menurunkan Keluhan Nyeri Sendi Lutut pada Lansia di
Maryam. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.
Sara, Koentjoro. 2010. Skripsi Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Derajat
Diponegoro.
Efendi, Ferry & Makhfud. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013. Hal. 2 (Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan)
Wilkinson, Judith.M, Nancy R.Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC.Edisi 9. Jakarta : EGC
27
MENGETAHUI
28