Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2

Oleh :
WILDAN
NIM. C2121001

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1. KONSEP DASAR LANSIA

a. Definisi Lansia

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas,


menurut UU RI No.13 Tahun 1998 Bab 1 Pasal 1. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (Middle age)
adalah 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 – 74 tahun, lanjut usia tua
(old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
(Nugroho, 2008).

Lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun keatas baik pria


maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang
tak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang
lain dalam menghidupi dirinya (Tamher, 2009).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).

b. Batasan Lansia

1. Menurut WHO, lansia dibagi dalam beberapa kelompok yaitu:


a. Usia pertengahan (Middle Age) = Usia 45 – 59 Tahun
b. Usia Lanjut (Elderly) = Usia 60 – 74 Tahun
c. Usia Lanjut Tua (Old) = Usia 75 – 90 Tahun
d. Usia Sangat Tua (Very Old) = Usia > 90 Tahun
2. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:
a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun
b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun
ke atas dengan masalah kesehatan.
c. Ciri-ciri Lansia

Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :

1. Lansia merupakan periode kemunduran.

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

2. Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial
di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi
positif.

3. Menua membutuhkan perubahan peran.

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami


kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung


mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan
lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki
harga diri yang rendah.
d. Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Siti Maryam (2009), tugas perkembangan pada lansia yaitu :

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun


b. Mempersiapkan diri untuk pasien
c. Membentuk hubungan yang baik dengan orang seusiannya
d. Mempersiapkan kehidupan baru
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial atau masyarakat secara
santai
f. Mempersiapkan diri untuk kematian dan kematian pasangan Tugas
perkembangan pada usia lanjut menurut Tamher (2009) yaitu :
a. Penyesuaian terhadap penurunan kekuatan dan kesehatan fisik
b. Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan penghasilan
c. Penyesuaian terhadap kematian pasangan atau orang terdekat, membangun
suatu perkumpulan dengan sekelompok seusia, mengambil prakarsa dan
beradaptasi terhadap peran sosial dengan cara yang fleksibel, serta
membuat pengaturan hidup atau kegiatan fisik yang menyayangkan.
e. Teori Menua
a. Teori Biologi
Teori biologi tentang proses penuaan terdiri dari :
1) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas mempu merusak membran sel, lisosom, mitokondria,
dan inti membran melalui reaksi kimia yang disebut peroksidasi lemak.
Teori radikal bebas pada penuaan ditujukkan oleh hormon yang ditandai
dengan munculnya efek patologis. Radikal bebas dapat menyebabkan
terjadinya pigmen dan kolagen pada proses penuaan. Meningkatnya
radikal bebas dapat dihambat dengan pengaturan diet (jumlah kalori)
serta konsumsi obat atau makanan yang mengandun banyak anti
oksidan seperti makanan yang mengandung Vitamin E, Vitamin C,
selenium, glutation peroksidae dan superokside dismutase.
2) Teori Autoimun
Menurut teori autoimun, penuaan diakibatkan oleh antibodi
yang bereaksi terhadap sel normal dan merusakknya. Reaksi tersebut
terjadi karena tubuh gagal mengenal sel normal dan memproduksi
antibodi yang salah. Akibatnnya, antibodi tersebut akan bereaksi
terhadap sel normal, disamping sel abnormal yang menstimulasi
pembentukannya. Teori ini didukung dengan kenyataan bahwa jumlah
antibodi meningkat pada lansia dan terdapat persamaan antara penyakit
inum (seperti artritis reumatoid, diabetes, tiroidtis dan amiloidosis)
dengan fenomena menua di masyarakat.
3) Teori Telomer
Dalam pembelahan sel, DNA membelah dengan proses
mekanisme satu arah. Setiap pembelahan akan menyebabkan panjang
ujung telomer (ujung lengan pendek kromosom) berkurang
panjangnnya (65 rantai dasar asam amino) saat terjadi pemutusan
duplikat kromosom. Semakin sering sel membelah, semakin cepat ujung
telomer memendek dan akhirnya tidak mampu untuk membelah lagi
4) Teori Hormonal
Pusat terjadinya proses penuaan terletak pada otak. Hal ini
idasarkan pada studi tentang hipotiroidisme yang dapat menjadi fatal
apabila tidak diobati dengan tiriksin. Manifestasi dari penuaan akan
tampak jika penyakit tersebut tidak segera ditangani seperti penurunan
sistem kekebalan, kulit yang mulai keriput, munculnya uban dan
penuruanan proses metabolisme secara perlahan.
5) Teori Mutasi Somatik (error catastrophe)
Menurut teori ini terjadi penuaan karen adanya mutasi somatik
yang diakibatakan oleh pengaruh lingkungan yang buruk. Mutasi
somatik bisa terjadi karena adanya kesalahan dalam proses transkripsi
DNA-aRNA dan proses translasi RNA-a protein atau enzim, dan
belangsung terus-menerus, hingga terjadi penurunan fungsi organ atau
sel -sel menjadi kanker atau penyakit.
6) Teori Stres
Teori ini didasarkan pada fakta bahwa menua sebai akibat dari
hilangnnya sel – sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan
stress yang menyebabkan sel – sel lelkah terpakai kembali.
b. Teori Sosiopsikologis
1) Teori Aktivitas atau Kegiatan

Teori ini menyatakan bahwa lansia harus tetap aktif mengikuti


kegiatan di masyarakat untuk mencapai kesejahteraan pada usiannya.
Aktivitas sosial dibutuhkan oleh lansia untuk mempertahankan
kepuasan hiup dan konsep diri yang positif. Lansia yang masih aktif
diharapkan tetap bersemangat dan tidak merasa terasingkan oleh
masyarakat karena faktor usia. Teori ini didasarkan pada tiga asumsi
bahwa lebih baik aktif daripada pasif, lebih baik bahagia daripada
murung dan lansia sejahtera adalah lansia yang bisa selalu aktif dan
bahagia
2) Teori Pembebasan
Dalam teori ini dijelaskan bahwa bertambahnnya usia, seseorang
perlahan – lahan mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnnya atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial pada lansia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda yaitu kehilangan
peran, hambatan kontak sosial dan berkurangnya komitmen.
3) Teori Kepribadian Lanjut
Teori kepribadian lanjut menyangkal teori aktivitas dan teori
pembebasan. Perubahan yang terjadi pada seseorang yang usiannya
telah lanjut sangat dipengaruhi oleh tipe personaliti yang dimilikinnya.
4) Teori Lingkungan
 Exposure Theory
Teori ini menyatakan bahwa paparan sinar matahari dapat
mengakibatkan percepatan proses penuaan
 Radiation Theory
Adanya paparan radiasi sinar gamma, sinar X dan ultraviolet
dari alat – alat medis memudahkan sel mengalami denaturasi protein
dan mutasi DNA
 Polution Theory
Polusi udara, air, dan tanah mengandung substansi kimia yang
mempengaruhi kondisi epigenetik dan menimbulkan penuaan dini
 Stress Theory
Stres fisik maupun psikis yang terjadi dapat meningkatkan kadar
kortisol dalam darah. Jika kondisi stres berlangsung terus –
menerus, maka proses penuaan akan terjadi lebih cepat.

f. Perubahan Sistem Endokrin Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara


degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan
sexual (Azizah dan Lilik M, 2011, 2011).

a. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra

Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)


oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga
dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas
60 tahun.

2) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak


elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga
menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi
glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna
coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan


penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi..
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak
teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan
mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya
kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi,
sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut akan
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot: perubahan struktur
otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran
serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada
otot mengakibatkan efek negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat
sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan
elastisitas.

4) Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa


jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin,
klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan
ikat.

5) Sistem respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,


kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.

6) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti


penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena
kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun
(kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

7) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

8) Sistem saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi


yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

9) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya


ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur- angsur.

b. Perubahan Kognitif

1) Memory (Daya ingat, Ingatan)

2) IQ (Intellegent Quotient)

3) Kemampuan Belajar (Learning)

4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)

6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)

7) Kebijaksanaan (Wisdom)

8) Kinerja (Performance
9) Motivasi

c. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.

2) Kesehatan umum

3) Tingkat pendidikan

4) Keturunan (hereditas)

5) Lingkungan

6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan


teman dan famili.

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap


gambaran diri, perubahan konsep diri.
d. Perubahan spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.


Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.

e. Perubahan Psikososial

1) Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal


terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita
penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik
terutama pendengaran.

2) Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan


kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada
lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.

3) Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong,


lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi
suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres
lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.

4) Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas


umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif,
gangguangangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda
dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek
samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.

5) Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham


(curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya
atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.

6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan
perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena
lansia bermain- main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk
barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan
tersebut dapat terulang kembali.

Menurut Nugroho (2000) Perubahan Fisik pada lansia adalah :

1) Sel

Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar,


berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak,
otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya
mekanisme perbaikan sel.

2) Sistem Persyarafan

Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan


menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra
sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive
terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang
sensitive terhadap sentuhan.

3) Sistem Penglihatan

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih


suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis,
daya membedakan warna menurun.

4) Sistem Pendengaran

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada


bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti
kata-kata, 50% terjadi
pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi
atrofi menyebabkan otosklerosis.

5) Sistem Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena kemampuan


jantung menurun 1% setiap tahun sesudah kita berumur 20 tahun,
sehingga pembuluh darah kehilangan sensitivitas dan elastisitas
pembuluh darah. Berkurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke duduk atau
duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65
mmHg dan tekanan darah meninggi, karena meningkatnya resistensi
dari pembuluh darah perifer.

6) Sistem pengaturan temperatur tubuh

Pengaturan suhu hipotalamus yang dianggap bekerja sebagai


suatu thermostat (menetapkan suatu suhu tertentu). Kemunduran terjadi
karena beberapa faktor yang mempengaruhi yang sering ditemukan
adalah temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi aktifitas
otot rendah.

7) Sistem Respirasi

Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas residu


meningkat, mengakibatkan menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas menurun pula.
Selain itu, kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2
arteri menurun menjadi 75 mmHg, dan CO2 arteri tidak berganti.

8) Sistem Gastrointestinal

Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun,


pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

9) Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya
menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering
terjadi atrofi vulva, selaput lendir mengering, elastisitas jaringan
menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek
pada seks sekunder.

10) Sistem Endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH,


LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen,
progesterone, dan testoteron.

11) Sistem Kulit

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses


keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas
akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan
pada bentuk sel epidermis.

12) Sistem Muskuloskeletal

Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan


pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut
dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan
menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
2. TINJAUAN KASUS

a. Pengertian

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner
dan Suddarth, 2002).

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada


seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002) (Yulianti, 2017)
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan
Bare,2015)(Varena, 2019).

b. Etiologi

1. DM type I : IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Pada tipe ini


insulin tidak diproduksi. Hal ini disebabkan dengan timbulnya reaksi
autoimun oleh karena adanya peradangan pada sel beta insulitis.
Kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen).

a) Faktor imunologi : Respon abnormal dimana antibodi terarah pada


jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi dengan jaringan tersebut
sebagai jaringan asing. sebagai jaringan asing.

b) Faktor lingkungan : virus / toksin tertentu dapat memacu proses yang


dapat menimbulkan distruksi sel beta.

2. DM type 2 NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) Etiologi


biasanya dikaitkan dengan faktor obesitas. Hereditas atau lingkungan
penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin.

3. DM type Spesifik Lain Disebabkan oleh berbagai kelainan genetik spesifik


(kerusakan genetik sel beta pankreas dan kerja insulin). Penyakit pada
pankreas, gangguan endokrin lain, obat-obatan atau bahan kimia, infeksi
(rubela congenital dan Cito Megalo Virus (CMV)).

4. Diabetes kehamilan Awitan selama kehamilan, disebabkan oleh hormon


yang diekskresikan plasenta dan mengganggu kerja insulin. (Brunner &
Suddarth, 2002)

c. Patofisiologi
Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glukagen
meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang
menyebabkan metabolism lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan
keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan
menyebabkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH
serum menurun yang menyebabkan asidosis.

Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi


menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika
hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul
Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi)
sehingga terjadi dehidrasi.

Glukosuria mengakibatkan keseimbangan kalori negative sehingga


menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polipagi). Penggunaan glukosa oleh sel
menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun,
sehingga tubuh menjadi lemah. Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh
darah kecil, arteri kecil sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer
menjadi berkurang, yang akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena
suplai makanan dan oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya
infeksi dan terjadinya gangguan.
Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina
menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya
pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal, sehingga
terjadi nefropati. Diabetes mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf
otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati. (Price,
2000).
d. Pathway
e. Manifestasi Klinis

Penyakit Diabtes Mellitus ini pada awalnya sering tidak dirasakan dan tidak
disadari oleh penderita. Gejala-gejala muncul tiba-tiba pada anak atau orang
dewasa muda. Sedangkan pada orang dewasa > 40 tahun, kadangkadang gejala
dirasakan ringan sehingga mereka menganggap tidak perlu berkonsultasi ke
dokter. Penyakit DM diketahui secara kebetulan ketika penderita menjalani
pemeriksaan umum (general medikal check-up). Biasanya mereka baru datang
berobat, bila gejala-gejala yang lebih spesifik timbul misalnya penglihatan
mata kabur, gangguan kulit dan syaraf, impotensi. Pada saat itu, mereka baru
menyadari bahwa dirinya menderita DM.

Berdasarkan Tokropawiro (2006) menyebutkan tanda dan gejala

diabetes mellitus antara lain :

a) Trias DM antara lain banyak minum, banyak kencing dan banyak makan

b) Kadar glukosa darah pada waktu puasa > 120 mg/dl (nilai rentang
normal 70 – 120 mg/dL).

c) Kadar glukosa 2jam sesudah makan > 200 mg/dl (nilai rentang normal 90
– 140 mg/dL)

d) Glukosuria (adanya glukosa dalam urin)

e) Mudah lelah, kesemutan

f) Rasa tebal dikulit, kram, mudah mengantuk.

g) Berat badan menurun, kelemahan.

h) Bila terdapat luka susah sembuh.


f. Pemeriksaan penunjang/diagnostic Glukosa darah sewaktu

1) Kadar glukosa darah puasa

2) Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2


kali pemeriksaan:

1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

g. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:


1) Obat Hipoglikemik oral
a) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan
denagn obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase
atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan
utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan.
Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
a. Glibenklamida (5mg/tablet).
b. Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
c. Glikasida (80 mg/tablet).
d. Glikuidon (30 mg/tablet).
b) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer).
Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan berat
badan.
c) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
2) Insulin
a) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya
digunakan Human Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml
injeksi), yang beredar adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan
kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan secara drastis.
Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat – obatan anti DM dengan
dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi dengan obat – obatan
tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana sidosis laktat,
stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil
dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan
pengendalian diet.

b) Jenis Insulin
1) Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin,
cristalin zink, dan semilente.
2) Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral
Protamine Hagerdon)
3) Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc
Insulin)
3. TINJAUAN ASKEP

a. Pengkajian

1. Data Subyektif

 Identitas

DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60


tahun dan umumnya adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau
tipe DMTTI.

 Keluhan utama

DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering


tidak khas dan asimtomatik ( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB
menurun, terjadi infeksi minor, kebingungan akut, atau depresi ).

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan


penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan luka pada tungkai yang sukar
sembuh dengan pengobatan lazim.

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,


mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.

 Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari

1. Aktivitas/ Istirahat :

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot


menurun.

2. Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan


pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah

3. Integritas Ego

Stress, ansietas

4. Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

5. Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat


badan, haus, penggunaan diuretik.

6. Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,


parestesia, gangguan penglihatan.

7. Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)


8. Pernapasan

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya


infeksi / tidak)
9. Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Data obyektif

Pemeriksaan fisik pada Lansia

a. Sel ( perubahan sel )

Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih


besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intrasel.

b. Sistem integument

Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan


pucat dan terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah
kekulit dan menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku
pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia
60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis / botak dan warna
rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

c. Sistem Muskuler

Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang


pengecilan otot karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak
begitu berpengaruh.

d. Sistem pendengaran

Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran


timpani menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan
serumen sehingga mengeras karena meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan

Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan


hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya
ambang penglihatan( daya adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat,
susah melihat gelap ). Hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang karena berkurangnya luas pandangan. Menurunnya daya
membedakan warna hijau atau biru pada skala.

f. Sistem Pernafasan

Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,


menurunnya aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar
biasanya dan jumlah berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi
75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak berganti – kemampuan
batuk berkurang.

g. Sistem Kardiovaskuler

Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung


memompa darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.

h. Sistem Gastointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar,


rasa lapar menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan
lambung, peristaltik lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati
makin mengecil.

i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50 %, laju filtrasi glumesulus menurun
sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang sehingga kurang mampu
memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria bertambah, ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun (
zoome ) karena oto – otot yang lemah, frekwensi berkemih meningkat,
kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan
retensi urin dan pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).

j. Sistem Reproduksi

Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium


dan uterus, atrofi payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun
adanya penurunan secara berangsur – angsur, dorongan sek menetap
sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik.

k. Sistem Endokrin

Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan


sekresinya tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH,
menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju metabolisme tubuh ( BMR )
menurun, menurunnya produk aldusteran, menurunnya sekresi, hormon
godad, progesteron, estrogen, testosteron.

l. Sistem Sensori

Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat


otak menurun sekitar 10 – 20 % )

b. Diagnosa
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi
pancreas
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
3. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi
c. Perencanaan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria hasil
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemia
Kadar Glukosa (1.03115)
asuhan keperawatan
Darah a. Monitor tanda dan
berhubungan selama … x 24 jam
gejala
dengan
diharapkan kestabilan
disfungsi hiperglikemia (mis.
pancreas kadar glukosa darah
Poliuria, polidipsia,
membaik dengan
polifagia,
kriteria hasil :
kelemahan, malaise,
1. Ttv dalam batas
pandangan kabur,
normal
2. Pusing menurun sakit kepala)
3. Lelah/lesu
b. Berikan asupa
menurun
4. Gemetar menurun cairan oral
5. Mulut kering
c. Anjurkan monitor
menurun
6. Kadar glukosa kadar glukosa darah
dalam darah
secara mandiri
membaik
d. Kolaborasi
pemberian insulin,
jika perlu

2 Gangguan pola Setelah dilakukan Dukungan Tidur (1.05174)


tidur asuhan keperawatan a. Identifikasi factor
berhubungan selama … x 24 jam gangguan tidur (fisik
dengan diharapkan pola tidur dana tau psikologis)
hambatan membaik dengan b. Fasilitasi
lingkungan kriteria hasil : menghilangkan stress
1. Keluhan sulit tidur sebelum tidur
menurun c. Anjurkan menghindari
2. Pola tidur makanan/minuman
membaik yang mengganggu
tidur
d. Anjurkan relaksasi
otot autogenic atau
cara nonfarmakologis
lainnya

3 Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit


integritas asuhan keperawatan (1.11353)
kulit/jaringan selama … x 24 jam a. Identifikasi penyebab
berhubungan diharapkan integritas
gangguan integritas kulit
dengan kulit/jaringan
perubahan meningkat dengan (mis. Perubahan
sirkulasi kriteria hasil :
sirkulasi, perubahan
1. Kerusakan jaringan
menurun status nutrisi, penurunan
2. Kerusakan lapisan
kelembaban, suhu
kulit menurun
3. Kemerahan lingkungan ekstrem,
menurun
penurunan mobilitas)
b. Ubah posisi tiap 2 jam
jika tirah baring
c. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion,
serum)
d. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Varena, M. (2019). Karya Tulis Ilmia Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus. 121.
Yulianti, T. (2017). Asuhan Keperawatan Pada..., Fakultas Ilmu Kesehatan UMP.
Kesehatan, 18, 8–23.
Azizah & Lilik Ma’rifatul, (2011). Keperawatan LanjutUsia. Edisi 1. Yogyakarta :
Graha Ilmu
Depkes RI (2005). Pedoman pembinaan Kesehatan Lanjut Usia. Jakarta
Nugroho, Wahjudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Stanley, M &Beare, P.G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai