Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun Oleh :

Hayatun Nupus (1720190028)

Dosen Pembimbing :

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

BEKASI

Jl. Raya Jati Waringin No.12,Jaticempaka, pondok gede, kotaBks, Jawa


Barat 17411
A. Konsep Dasar Gerontik
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya
menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah
menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang
masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan
pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan
tua (Nugroho, 2006).

2. Batasan Lansia

a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut:

1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,

2) Usia tua (old): 75-90 tahun, dan

3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.

b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:

1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,

2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,


3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan

3. Ciri-Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:

a. Lansia merupakan periode kemunduran.

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.

Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia
yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan
diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap social
masyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran.

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam
segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di
masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan


konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.
Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk
pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan
memiliki harga diri yang rendah.

4. Klasifikasilansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes
RI (2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu
seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih, lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia
potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa, lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak
berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

5. Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun


(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan masalah
yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai
spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat
tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008).

6. Tipe lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam dkk,
2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggun asib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan
pekerjaan apa saja
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan
acuh tak acuh
1. Teori-teori proses penuaan
Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses
penuaan, yaitu :teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual.
a. Teori biologis
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori
stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.
1. Teori genetic dan mutase
Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi.
2. Imunnology slow theory
Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh
3. Teori stress
Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai
4. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat
melakukan regenerasi
5. Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua
menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.
b. Teori psikologi
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua
menyebab kan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.
c. Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori
interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement
theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity theory),
teori perkembangan (development theory), dan teori stratifikasi usia (age
stratification theory).

2.2.3. Perkembangan Lansia


Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di dunia.
Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap
akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan).
Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan perubahan
kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan
kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif
pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya.
Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai
penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk
menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori, namun para ahli
pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan pada faktor genetik (Siti
Nur Kholifah, 2016).
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN PENDERIT DIABETES MILITUS
TIPE II

Disusun Oleh :

Hayatun Nupus (1720190028)

Dosen Pembimbing :

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

BEKASI

Jl. Raya Jati Waringin No.12,Jaticempaka, pondok gede, kotaBks, Jawa


Barat 17411
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DIABETES MELITUS

A. Konsepdasar Diabetes Melitus


1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai dengan
adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan insulin atau
penggunaan karbohidrat secara berlebihan (Hidayat, 2009).
Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang
tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (Rendy & Margareth, 2012).
Diabetes melitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relative (Hasdianah, 2012).
2. Etiologi Diabetes Melitus
Penyebab diabetes berdasarkan tipenya: (Rendy & Margareth, 2012).
a. DM tipe I (Diabetes Mellitus tergantung insulin/DMTI)
1) Faktor genetik/herediter
Penderita DM tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes I.
Kecenderungan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)tertentu.HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.
2) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel b pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel b
pancreas.
3) Faktor imunologi
Pada DM tipe I terdapat bukti adanya suatu responautoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimanaantibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
b. DM tipe II (Diabetes Mellitus tak tergantung insulin/DMTTI)
Diabetes mellitus tipe II yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung pada

insulin. diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap

insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin. Faktor

risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II adalah :

1) Usia: (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)

2) Obesitas: obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target

diseluruh tubuh: insulin yang tersedia menjadi kurang efektif dalam

meningkatkan efek metabolik

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik

Karakteristik diabetes mellitus tipe 2 menurut Damayanti


(2015) biasanya berusia > 40 tahun.
3. Patofisiologi Diabetes Melitusdan Pathway
a. Diabetes Melitustipe I
DM tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang mempunyai predisposisi
genetik. Pada mereka yang memiliki indikasi risiko penanda gen (DR3 dan DR4
HLA), DM terjadi kurang dari 1%. Lingkungan telah lama dicurigai sebagai
pemicu DM tipe 1. Insiden meningkat, baik pada musim semi maupun gugur, dan
onset sering bersamaan dengan epidemik berbagai penyakit virus. Autoimunaktiv
langsung menyerang sel beta pankreas dan produknya. ICA dan antibodi insulin
secara progresif menurunkan keefektifan kadar sirkulasi insulin. Hal ini secara
pelan-pelan terus menyerang sel beta dan molekul insulin endogen sehingga
menimbukanonset mendadak DM. Hiperglikemi dapat timbul akibat dari penyakit
akut atau stress, dimana meningkatkan kebutuhan insulin melebihi cadangan dari
kerusakan masa sel beta. Ketika penyakit akut atau stres terobati, klien dapat
kembali kepada status terkompensasi dengan durasi yang berdeda-beda dimana
pankreas kembali mengatur produksi sejumlah insulin secara adekuat. Status
kompensasi ini disebut sebagai periode honeymoon, secara khas bertahan untuk
3-12 bulan. Proses berakhir ketika masa sel beta yang berkurang tidak dapat
memproduksi cukup insulin untuk meneruskan kehidupan. Klien menjadi
bergantung kepada pemberian insulin eksogen (diproduksi diluar tubuh) untuk
bertahan hidup.
b. Diabetes Melitustipe II
Patogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM tipe 1. Respon terbatas sel
beta terhadap hiperglikemia tampaknya menjadi faktor mayor dalam
perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis terhadap kadarglukosa darah
tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika merespon peningkatan
glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitiasi, dapat kembali dengan
menormalkan kadar glukosa. Rasio proinsulin(prekursor insulin) terhadap insulin
tersekresi juga meningkat. Proses patofisiologi kedua dalam DM tipe 2 adalah
resistensi terhadap aktivitas insulin biologis, baik dihati maupun jaringan perifer.
Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Orang dengan DM tipe 2 memiliki
penuruan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa yang mengakibatkan
produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah
tinggi. Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk
meningkatkan glukosa. Mekanisme penyebab resistensi insulin perifer tidak jelas
namun ini nampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap reseptor pada
permukaan sel. Insulin adalah hormon pembangun (anabolik). Tanpa insulin tiga
masalah metabolik mayor terjadi: penurunan pemanfaatan glukosa, peningkatan
metabolisme lemak, dan peningkatan pemanfaatan protein.
4. ManifestasiKlinik Diabetes Melitus
Manifestasi DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin (Price&
Wilson).
a. Kadar glukosa puasa tidak normal.
b. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresisosmotic
yang meningkatkan pengeluaran urin dan timbul rasa haus.
c. Rasa lapar yang semakin besar, BB berkurang.
d. Lelah dan mengantuk.
e. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi,
peruritas vulva.
5. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diabetes mellitus adalah:
a. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia
2) Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung
koroner, (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler.
b. Komplikasi menahun diabetes mellitus
1) Neuropatidiabetik
2) Retinopatidiabetik
3) Nefropatidiabetik
4) Proteinuria
5) Kelainan koroner
6) Ukusgangrene
6. PemeriksaanPenunjang
Menurut Barbara C. Long (1995 : 9 ) pemeriksaan diagnostik untuk penyakit diabetes
millitus adalah :
Pemeriksaan Prosedur dan persiapan Interpretasi
Gula darah puasa (GDP) : Puasa mulai tengah malam Kriteria diagnostik untuk
70 – 110 mg/dL diabetes millitue>
plasmavena 140mg/dL palni sedikit dal
m 2x pemeriksaan atau >
140 mg/dL disertai gejala
klasik hiperglikemia atau
CGT : 115 : 140 mg/dL
Gula darah 2 jam Gula darah diukur 2jam Digunakan untuk skrining
postprandial< 140 mg/dL setelah makan berat atau 2 atau evaluasi pengobatan,
jam setelah mendapat 100 bukan diagnostik
gr gula
Gula darah sewaktu : 140 Digunakan untuk skrining
mg/dL bukan diagnostik
Tes intoleransi glukosa Puasa mulai tengah Kriteria diagnotikunuk
oral (TTGO).GD < malam, GDP diambil diabetes millitus , GDP :
115mg/dL diberi 75 mg glukosa, 140 mg/dL. Tapi gula
sampel darah (dan urine) darah 2 jam dan
ditampung pada ½ 1, dan pemeriksaan lainya > 200
2 jam kadangkadang mg/dL dalam 2x
pada2, 4, dan 5 jam pemeriksaan untuk 165
berikut. GDP < 140 mg/dL 2 jam
natara 140-200 mg/dL dan
pemeriksaan untuk IGT :
GDP < 140 mg/dL . TTGO
dilakukan hanya pada
pasien yang bebas diit dan
beraktivitaas fisik 3 hari
sebelum tes, tidak
dianjurkan pad (1)
hiperglekimia yang sedang
puasa (2) orang yang
mendapat thiazide,
dilantinpropanolol, lasix,
tiroid, estrogen, pil KB,
steroid (3) pasien yang
dirawat
Tes toleransi glukosa Sama untuk TTGO Dilakukan jika TTGO
intravena (TTGI) merupakan kontra indikasi
kelainan gaastrointestinal
yang mempengaruhi
glukosa

7. Penatalaksanaan
a. Terapi Diabetes Melitus
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa dalam darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan series pada pola aktivitas pasien(Rendi dan Margareth, 2012).
b. Beck (2011) menjelaskan bahwa tujuan diet nutrisi ini antara lain:
1) Memulihkan dan mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran nilai yang
normal sehingga mencegah terjadinya glikosuria beserta gejala-gejalanya.
2) Mengurangi besarnya perubahan kadar glukosa darah postprandial. tindakan ini
bersama-sama dengan normalisasi kadar glukosa darah,akan membantu
mencegah terjadinya komplikasi lanjut yang mencakup penyakit mikrovaskuler
3) Memberikan masukan semua jenis nutrien yang memadai sehingga
memungkinkan pertumbuhan normal dan perbaikan jaringan
4) Memulihkan dan mempertahankan berat badan yang normal

Penderita diabetes melitus didalam melaksanakan diet harus memperhatikan (3


J), yaitu: jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makan yang harus diikuti, dan jenis
makanan yang harus diperhatikan.

 Tipe diet nutrisipasien Diabetes Melitus


Tipe diet nutrisi untuk pasien DM (Beck, 2011) :
1) Diet RendahKalori
Diet rendah kalori untuk menurunkan berat badan yang kemudian diikuti

dengan diet untuk mempertahankan berat badan. Pasien DM yang

menjalani diet rendah kalori harus menyadari perlunya penurunan berat

badan dan berat badan yang diturunkan tidak boleh dibiarkan naik kembali.

2) Diet BebasGula

Tipe diet ini digunakan untuk pasien diabetes yang berusia lanjut dan tidak

memerlukan suntikan insulin. Diet bebas gula diterapkan berdasarkan dua

prinsip:

a. Tidak memakan gula dan makanan yang mengandung gula

b. Mengkonsumsi makanan sumber hidratarang sebagai bagian dari

keseluruhan hidangan secara teratur.

3) Sistem penukaranghidratarang

Sistem penukaranghidratarang digunakan untuk pasien-pasien DM yang

mendapatkan suntikan insulin atau obat-obatan hipoglikemik oral dengan

dosisi tinggi. Diet yang berdasarkan sistem ini merupakan diet yang lebih
rumit untuk diikuti oleh seseorang pasien DM, tetapi mempunyai

kelebihan, yaitu diet ini lebih fleksibel dan bervariasi ketimbang diet tipe

bebas gula.

 Syarat diet DM hendaknya dapat:


 Memperbaiki kesehatan umum penderita
 Mengarahkan pada berat badan normal
 Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
 Mempertahankan kadar KGD normal
 Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopatidiabetik
 Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
 Menarik dan mudah diberikan Jumlah sesuai kebutuhan
 Jadwal diet ketat
 Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
 Dii DM I : 1100 kalori
 Diit DM II : 1300 kalori
 Diit DM III : 1500 kalori
 Diit DM IV : 1700 kalori
 Diit DM V : 1900 kalori
 Diit DM VI : 2100 kalori
 Diit DM VII : 2300 kalori
 Diit DM VIII : 2500 kalori

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk


Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
diabetes komplikasi
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J :
a) J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambahkan
b) J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c) J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuanjumlahkaloridiit diabetes mellitus harusdisesuaikanoleh status
gizipenderita, penentuangizidilaksanakandenganmenghitung percentage of
relative body weight denganrumus :

BBR = BB (Kg) x100%

TB (Cm)-100
Ket :
a. Kurus (underweight) : BBR < 90%
b. Normal (ideal) : BBR 90-110%
c. Gemuk (overweight) : BBR > 110%
d. Obesitas, apabila : BBR > 120%
- Obesitasringan : BBR 120-130%
- Obesitassedang : BBR 130-140%
- Obesitasberat : BBR 140-200%
- Morbid : BBR >200%
 Sebagaipedomanjumlahkaloriyangdiperlukansehari-hariuntuk penderitaDM yang
bekerjabiasaadalah:
- Kurus : BB x 40-60 kalorisehari
- Normal : BB x 30 kalorisehari
- Gemuk : BB x20 kalorisehari
- Obesitas : BBx10-15 kalorisehari

Anda mungkin juga menyukai