Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA BRONKIAL


STASE KEPERAWATAN GERONTIK
DI RUANG KLINIK LANSIA PUSKESMAS PUTRI AYU

DISUSUN OLEH :
ALDA RATIKA
G1B221015

PEMBIMBING AKADEMIK:
Ns. Luri Mekeama, S. Kep., M.Kep

PEMBIMBING KLINIK:
Ns. Ana, S. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Lansia dan Proses Menua


1. Definisi Lansia dan Proses Menua
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut
Aging Process atau proses penuaan. Seseorang dikatakan lansia ialah apabila
berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho,
2012).
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan
semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh
darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut
disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada
umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara
umum akan berpengaruhpada activity of daily living (Fatimah, 2010).

2. Teori Proses Menua


Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:
1) Teori – teori biologi
a. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
– spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul – molekul/DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel.
b. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
c. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
e. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usahadan
stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang
kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelahsel-sel tersebut mati.
2) Teori kejiwaan sosial
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya.
Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang
aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola
hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa mempertahankan
hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil.
b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Pada
teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang
lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi
kehilangan ganda (triple loss), yakni: (1) Kehilangan peran; (2)
Hambatan kontak sosial; (3) Berkurangnya kontak komitmen.

3. Batasan Lanjut Usia


Menurut Nugroho (2012) ada beberapa pendapat para ahli mengenai
batasan lanjut usia diantaranya :
1) Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan lanjut usia
yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

2) Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan sebagai


berikut:
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65tahun)
c. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun,terbagi:
1) Usia 70-75 tahun (young old)
2) Usia 75-80 tahun (old)
3) Usia lebih dari 80 tahun (very old)

3) Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalm dua tahap yaitu:
a. Early old age (usia 60-70 tahun)
b. Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)

4. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik yang berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan
dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan
biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif
(Maryam, 2008).

5. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2016) klasifikasi lansia terdiri dari:
1) Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2) Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebihdengan
masalah kesehatan
4) Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaandan
kegiatan yang dapat mengahasilkan barang atau jasa
5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain

6. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang
rendah dalam melakukan kegiatan, maka akanmempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memilikimotivasi yang
tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansiadan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senangmempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapiada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosialmasyarakat menjadi
positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasarkeinginan
sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya
lansiamenduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya
masyarakattidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkankonsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untukpengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yangmenyebabkan
lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkanmemiliki
harga diri yang rendah.

7. Perubahan-perubahan pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan
seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).
1) Perubahan Fisik
a. Sistem Indra
Sistem pendengaran:Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulitdimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60
tahun.
b. Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastiskering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis
danberbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropiglandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.
c. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan penghubung
(kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai
pendukungutama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalamiperubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
a) Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak dan
mengalami granulasi, sehingga permukaansendi menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dandegenerasi
yang terjadi cenderung kearah progresif,konsekuensinya
kartilagopada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
b) Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah
bagian dari penuaan fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,deformitas
dan fraktur.
c) Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangatbervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringanpenghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan
efek negatif.
d) Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligamen dan fasiamengalami penuaan elastisitas.
d. Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantungbertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantungberkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan inidisebabkan oleh penumpukan lipofusin,
klasifikasi SA Node dan jaringankonduksi berubah menjadi jaringan
ikat.
e. Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikanruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dankemampuan
peregangan toraks berkurang.
f. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksisebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi,
indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar
menurun), liver (hati) makinmengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
g. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak
fungsi yangmengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,
dan reabsorpsi olehginjal.
h. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresifpada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dankemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
i. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary
danuterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki- laki testis masih dapat
memproduksispermatozoa, meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur.
2) Perubahan Kognitif: (1) Daya Ingat (Memory); (2) IQ (Intellegent
Quotient); (3) Kemampuan Belajar (Learning); (4) Kemampuan
Pemahaman (Comprehension); (5)Pemecahan Masalah (Problem Solving);
(6) Pengambilan Keputusan (Decision Making); (7)Kebijaksanaan
(Wisdom); (8)Kinerja (Performance); (9)Motivasi (Motivation)
3) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan keluarga.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri,perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau kepercayaan
makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakinmatang
(mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir
danbertindak sehari-hari.
4) Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekatmeninggal terutama
jikalansia mengalami penurunan kesehatan,seperti menderita penyakit
fisik berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama
pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada
lansia. Hal tersebutdapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengankeinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu
episode depresi. Depresijuga dapat disebabkan karena stres lingkungan
dan menurunnya kemampuanadaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesifkompulsif,
gangguan-gangguantersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda
dan berhubungandengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek
samping obat, atau gejalapenghentian mendadak dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga),
lansiasering merasa tetangganya mencuri barang- barangnya atau
berniatmembunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/diisolasi ataumenarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku
sangatmengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia
bermain-main dengan feses dan urinnya, sering menumpuk barang
dengan tidak teratur.Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut
dapat terulang kembali.

8. Tujuan Pelayanan Kesehatan pada Lansia


Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia menurut Depkes RI (2016) terdiri
dari :
1) Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang setinggi-
tingginya,sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
2) Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental.
3) Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita
suatupenyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kemandirian
yangoptimal.
4) Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada lansia
yang beradadalam fase terminal sehingga lansia dapat mengadapi kematian
dengan tenang danbermartabat.Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada
pusat pelayanan sosial lansia, pusat informasi pelayanan sosial lansia, dan
pusat pengembangan pelayanan sosial lansiadan pusat pemberdayaan
lansia.

B. Konsep Asma Bronkial


1. Pengertian
Sesak nafas dan mengi menjadi suatu pertanda seseorang mengalami
asma. Asma merupakan gangguan radang kronik pada saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat peka terhadap rangsangan
tertentu, sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas
menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus,sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang. Dari proses radang
tersebut dapat timbul gejala sesak nafas dan mengi (Almazini, 2012).
Sedangkan menurut Wahid dan Suprapto (2013) Asma adalah suatu penyakit
dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas pada
rangsangan tertentu, yang mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat
sementara. Dari beberapa pengertian tersebut penulis dapat menyimpulkan
asma merupakan suatu penyakit saluran pernafasan yang mengalami
penyempitan karena hipereaktivitas oleh faktor risiko tertentu.Penyempitan ini
bersifat sementara serta menimbulkan gejala sesak nafas dan mengi.
2. Etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2014) etiologi asma dapat dibagi atas :
a. Asma ekstrinsik / alergi
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya sudah terdapat
semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus,
binatang dan debu.
b. Asma instrinsik / idopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-
faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik, kecemasan atau emosi sering
memicu serangan asma. Asma ini sering muncul sesudah usia 40tahun
setelah menderita infeksi sinus.
c. Asma campuran
Asma yang timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsik.

3. Klasifikasi
Menurut Wijaya dan Putri (2014) kasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit,antara lain :
a. Tahap I : Intermitten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1) Gejala inermitten < 1 kali dalam seminggu
2) Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai beberapa hari)
3) Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) Asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara periode eksaserbasi
5) PEF atau FEV1 : ≥ 80% dari prediksi
6) Variabilitas < 20%
7) Pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol :
8) Obat untuk mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan perlu
inhalasi jangka pendek β2 agonis
9) Intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi
kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan.
b. Tahap II : Persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan :
1) Gejala ≥ 1 kali seminggu tetapi < 1 kali sehari
2) Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam sebulan
4) PEF atau FEV1 : > 80 % dari prediksi Variabilitas 20-30%
5) Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat-obatan pengontrol serangan harian mungkin perlu bronkodilator
jangka panjang ditambah dengan obat-obatan antiinflamasi (terutama
untuk serangan asma malam hari.

c. Tahap III : Persisten sedang


Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1) Gejala harian
2) Gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur
3) Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
4) Pemakaian inhalasi jangka pendek β2 agonis setiap hari
5) PEV atay FEV1 : > 60% - < 80% dari prediksi Variabilitas > 30%
6) Pemakaian obat-obatan harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat-obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikosteroid
bronkodilatorjangka panjang (terutama untuk serangan asma malam
hari)

d. Tahap IV : Persisten berat


Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1) Gejala terus-menerus
2) Gejala eksaserbasi sering
3) Gejala serangan asma malam hari sering
4) Aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
5) PEF atau FEV1 : ≤ 60% dari prediksi
6) Variabilitas > 30%
4. Faktor Risiko
Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh
1) Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.
2) Pembengkakan membrane bronkus
3) Bronkus berisi mucus yang kental Adapun faktor predisposisi pada asma
yaitu:
a. Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat
alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar
dengan faktorpencetus.
Adapun faktor pencetus dari asma adalah:
a. Alergen
Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi
tiga, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatan
tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan
sebagainya.
3) Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris
lainnya yang masuk melalui kontak dengan kulit.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma,
perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
c. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-
15% klienasma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu
lintas, penyapu jalanan.
d. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila
sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan asma
e. Stres
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma,
selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya
(Wahid & Suprapto, 2013).

5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma diantaranya ialah :
a. Stadium Dini
1) Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
b) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c) Wheezing belum ada
d) Belum ada kelainan bentuk thorak
e) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
f) BGA belum patologis

2) Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:


a) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b) Wheezing
c) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d) Penurunan tekanan parsial O2

b. Stadium lanjut/kronik
1) Batuk, ronchi
2) Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3) Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5) Thorak seperti barel chest
6) Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7) Sianosis
8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
9) Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada
Rongen paru
10) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik (Padila, 2015)

7. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan
oleh satu atau lebih dari konstraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi, yang
menyempitkan jalan nafas, atau pembengkakan membran yang melapisi
bronkhi, atau penghisap bronkhi dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-
otot bronkhial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam
jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum diketahui, tetapi
ada yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sisitem
otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk
terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian
menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk
sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin
serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan
mediatorini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan
nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membaran mukosa dan
pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis, Asma idiopatik atau nonalergik,
ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi,
latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan
meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang
dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah
terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak
dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang terjadi
bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adregenik yang
dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adregenik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor alfa
mengakibatkan penurunan cAMP, mngarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor
beta adrenergik mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat
pelepasan mediator kimiawi dan menyababkan bronkodilatasi. Teori yang
diajukan adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan
asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos (Wijaya dan Putri, 2014).
8. Pathway

9. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2015) yaitu :a Spirometri


Untuk mengkaji jumlah udara yang dinspirasib Uji provokasi
bronkus
c Pemeriksaan sputum

d Pemeriksaan cosinofit totale Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yangdapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
f Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum

g Foto thorak untuk mengetahui adanya pembengkakan,


adanyapenyempitan bronkus dan adanya sumbatan
h Analisa gas darah

Untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan


denganoksigenasi.
(Padila, 2015)
9. Komplikasi
Komplikasi menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
a. Pneumothorak
b. Pneumomediastium dan emfisema sub kutis
c. Atelektasis
d. Aspirasi
e. Kegagalan jantung/ gangguan irama jantung
f. Sumbatan saluran nafas yang meluas / gagal nafasAsidosis

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
Non farmakologi, tujuan dari terapi asma :
a) Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b) Mencegah kekambuhan
c) Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
d) Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan
exercise
e) Menghindari efek samping obat asma
f) Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel

Farmakologi, obat anti asma :


a) Bronchodilator
Adrenalin, epedrin, terbutallin, fenotirol
b) Antikolinergin
Iptropiem bromid (atrovont)
c) Kortikosteroid
Predrison, hidrokortison, orodexon.
d) Mukolitin
BPH, OBH, bisolvon, mucapoel dan banyak minum air putih.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Menurut Wijaya dan Putri (2014) pengkajian yang digunakan pada pasien
dengan asma yaitu :
1. Identitas klien : Meliputi nama, Usia, Jenis Kelamin, ras, dll
2. Informasi dan diagnosa medik penting
3. Data riwayat kesehatan
Pernah menderita penyakit asma sebelumnya, menderita kelelahanyang
amat sangat dengan sianosis pada ujung jari.
4. Riwayat kesehatan sekarang
a) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat
tidak ada nafsu makan, sakit pada dada danpada jalan nafas.
b) Sesak setelah melakukan aktivitas
c) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
d) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
5. Riwayat kesehatan keluarga
a) Riwayat keluarga yang memiliki asma
b) Riwayat keluarga yang menderita penyakit alergi seperti rinitis alergi,
sinustis, dermatitis, dan lain-lain.
6. Ativitas / istirahat
a) Keletihan, kelelahan, malaise
b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit
bernafas.
c) Ketidakmampuan untuk tidur perlu tidur dalam posisiduduk tinggi.
d) Dispnea pada saat istirahat, aktivitas dan hiburan.
7. Sirkulasi : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
8. Integritas ego terdiri dari peningkatan faktor resiko dan perubahan pola
hidup
9. Makanan dan cairan : mual/muntah, nafsu makan menurun,
ketidakmampuan untuk makan
10. Pernafasan
a) Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuanuntuk bernafas
b) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
c) Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanyamemanjang
d) Penggunaan otot bantu pernafasan
e) Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinanselama inspirasi berlanjut sampai penurunan/tidak adanya
bunyi nafas.
11. Keamanan : riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien asma menurut SDKI
(2017) dan Donsu, Induniasih, dan Purwanti (2015) yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit
4. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengambil
keputusan dalam merawat anggota yang sakit
5. Manajement kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota
yang sakit

c. Rencanaan Keperawatan
Rencanaan keperawatan merupakan rencana tindakan yang akan
diberikan kepada klien sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang muncul. Rencana keperawatan berdasarkan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018) dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI,2019) dapat dijabarkan dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel 1. Rencanaan Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Intervensi :
nafas tidak tindakan keperawatan Manajementjalan nafas
efektif diharapkan klien 1. Observasi
berhubungan jalan nafas klien a. Monitor bunyi nafas
dengan tetap paten dengan tambahan
ketidakmampua kriteria hasil : b. Monitor sputum
n keluarga 1. Batuk efektif 2. Terapeutik
memberikan meningkat a. Posisikan semifowler
perawatan bagi 2. Produksi sputum ataufowler
anggotanya menurun b. Berikan minum
yang sakit 3. Mengi menurun hangat
4. Wheezing c. Berikan oksigen jika
menurun perlu
5. Gelisah menurun 3. Edukasi
6. Frekuensi nafas a. Ajarkan teknik
membaik batuk efektif
7. Polanafas 4. Kolaborasi
membaik a. Kolaborasipemberian
Bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik
Intervensi :
ManajementAsma
1. Observasi
a. Monitor frekuensi
dan keadaan nafas
b. Monitor tanda dan
gejala hipoksia
c. Monitor bunyi nafas
tambahan
2. Terapeutik
a. Berikan posisi
semifowler 30-45o
3. Edukasi
a. Anjurkan
meminimalkan
ansietas yang dapat
meningkatkan
kebutuhan oksigen
b. Anjurkan bernafas
lambat dan dalam
c. Ajarkan
mengidentifikasi dan
menghindaripemicu
2. Gangguan Setelah diberikan Intervensi : Pemantauan
pertukaran gas tindakan respirasi
berhubungan keperawatan 1. Observasi
dengan diharapkan a. Monitor frekuensi,
ketidakmampuan pernafasan pasien irama, kedalaman dan
keluarga membaik, dengan upaya nafas
memberikan kriteria hasi : b. Monitor pola nafas
perawatan bagi 1. Tingkat kesadaran c. Monitor kemampan
anggotanya yang pasienmeningkat batuk efektif
sakit 2. Bunyi nafas d. Monitor adanya
tambahan produksi sputum
menurun e. Monitor adanya
3. Gelisah menurun sumbatan jalan nafas
4. Nafas cuping f. Palpasi kesimetrisan
hidung menurun ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi
nafas
h. Monitor saturasi
oksigen
2. Terapeutik
a. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikanhasil
pantauan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan
Intervensi :
Dukunganventilasi
1. Observasi
a. Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu
nafas
b. Monitorr status
espirasi dan
oksigenasi
2. Terapeutik
a. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
b. Berikan posisi
semifowler atau
fowler
c. Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
3. Edukasi
a. Ajarkan malakukan
teknik relaksasinafas
dalam
b. Ajarkan teknik
batuk efektif
3. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Intervensi :
efektif tindakan Manajementjalan nafas
berhubungan keperawatan pola 1. Observasi
dengan nafas pasien kembali a. Monitor pola nafas
ketidakmampuan normal, dengan 2. Terapeutik
keluarga kriteria hasil : a. Posisikan
memberikan 1. Ventilasi semenit semifowler atau
perawatan bagi meningkat fowler
anggotanya yang 2. Tekanan ekspirasi b. Berikan oksigen
sakit daninspirasi jikaperlu
meningkat 3. Edukasi
3. Penggunaan otot Ajarkan teknik batuk
bantu nafas efektif
menurun Intervensi : Dukungan
4. Frekuensi nafas ventilasi
membail 1. Observasi
5. Kedalaman nafas a. Identifikasi adanya
membaik kelelahan otot bantu
nafas
b. Monitorr status
c. respirasi dan
oksigenasi
2. Terapeutik
a. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
b. Berikan posisi
semifowler atau
fowler
c. Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
3. Edukasi
Ajarkan malakukan teknik
relaksasinafas dalam
4. Ansietas Setelah dilakukan Intervensi : Terapi
berhubungan tindakan keperawatan relaksasi otot progresif
dengan diharapkan 1. Observasi
ketidakmampuan kecemasan pasien a. Identifikasi tempat yang
keluarga berkurang, dengan tenang dan nyaman
mengambil kriteria hasil : b. Monitor secara berkala
keputusan dalam 1. Kekhawatiran untuk memastikan otot
merawat anggota akibat kondisi rileks
yang sakit yang dihadapi c. Monitor adanya
menurun indikator tidak rileks
2. Perilaku gelisah 2. Terapeutik
menurun a. Atur lingkungan agar
3. Perilaku tegang tidak ada gangguan
menurun saat terapi
Frekuensi b. Berikan posisi yang
pernafasan nyaman bersandar
menurun dikursi atau posisi
5. Frekuensi nadi tidur
menurun c. Beri waktu
6. Tekanan darah mengungkapkan
menurun perasaan tentang
7. Pucat menurun terapi
Konsentrasimembaik 3. Edukasi
a. Anjurkan memakai
pakaian yang
nyaman dan tidak
sempit
b. Ajarkan langkah-
langkah sesuai
prosedur
c. Anjurkan
menegangkan otot
selama 5 sampai 10
detik, kemudian
anjurkan merilekskan
otot 20- 30 detik,
masing masing 4-8
kali
d. Anjurkan
menegangkan otot
kaki selama tidak
lebih dari 5 detik
untuk menghindari
kram
e. Anjurkan fokus pada
sensasi otot yang
menegang
f. Anjurkan fokus pada
sensasi otot yang
rileks
g. Anjurkan bernafas
dalam dan perlahan
5. Manajement Setelah dilakukan Intervensi :
kesehatan tindakan keperawatan PendampinganKeluarga
keluarga tidak diharapkan keluarga 1. Observasi
efektif mampu mengambil a. Identifikasi
berhubungan keputusan, dengan kebutuhan keluarga
dengan kriteria hasil: terkait masalah
ketidakmampuan 1. Kemampuan kesehatan keluarga
keluarga menjelaskan b. Identifikasi tugas
mengambil masalah kesehatan kesehatan keluarga
keputusan dalam yang dialami yang terhambat
merawat anggota meningkat c. Identifikasi dukungan
yang sakit 2. Aktifitas keluarga spiritualyang
mengatasi masalah mungkin untuk
kesehatan dengan keluarga
tepat meningkat 2. Terapeutik
3. Tindakan untuk a. Berikan harapan
mengurangi faktor yang realistis
resikomeningkat b. Bina hubungan
4. Gejala penyakit saling percaya
anggota menurun dengan keluarga
5. Kemampuan c. Dengarkan keinginan
melakukan danperasaan keluarga
tindakan d. Dukung mekanisme
pencegahan koping adaptif yang
masalah kesehatan digunakan keluarga
meningkat 3. Edukasi
6. Kemampuan a. Ajarkan mekanisme
peningkatkan koping yang dapat
kesehatan dijalankan keluarga
meningkat Intervensi : Dukungan
7. Pencapaian Keluarga Merencanakan
pengendalian Perawatan
kesehatan 1. Observasi
a. Identifikasi
kebutuhan dan
harapan keluarga
tentang kesehatan
b. Identifikasi tindakan
yang dapat dilakukan
keluarga
2. Terapeutik
a. Motivasi
pengembangan sikap
dan emosi yang
mendukungupaya
kesehatan
b. Ciptakan perubahan
lingkungan rumah
secara optimal
3. Edukasi
Ajarkan cara perawatan
yang bisa dilakukan
keluarga

d. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang
dilakukan secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu,
kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis,
kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan
evaluasi. Tahap pelaksanaan keperawatan meliputi: fase persiapan
(preparation), tindakan dan dokumentasi.

e. Evaluasi Keperawatan
Menurut Dion dan Betan (2013) evaluasi keperawatan adalah tahap akhir
dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan sistematis dan
terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan keluarga. Evaluasi bertujuan untuk melihat
kemampuankeluarga dalam mencapai tujuan. Evaluasi terbagi atas dua jenis,
yaitu:
a) Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencanan keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasiformatif
ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif (data hasil pemeriksaan),
Analisa data (perbandingan data dengan teori), danPlanning (perencanaan).
b) Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan
menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan
wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon pasien dan keluarga
terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru Untuk Asma Berat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Azizah Dan Lilik M. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Depkes RI. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia) Di Indonesia. Infodatin Pusat Data
dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. ISSN 2442-7659

Dion Dan Betan. Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Pratik. Yogyakarta:
Nuha Medika

Donsu, Induniasih & Purwanti. 2015. Panduan Praktik Keperawatan Keluarga.


Yogyakarta: Pustaka Rihama

Fatimah, 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia

Maryam, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatnnya. Jakarta: Salemba Medika

Nugroho, 2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3. Jakarta: EGC

Padila. 2015. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Ypgyakarta: Nuha Medika

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator


Diagnostik, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Wahid dan Suprapto . 2013. Keperawatan Medical Bedah Asuhan Keperawatan


Pada Gangguan System Respirasi. Jakarta: Trans Info Media

Wijaya & Putri. 2014. KMB I Keperawatan Medical Bedah Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai