2214901067
FAKULTAS KESEHATAN
DENPASAR
2022
A. TINJAUAN TEORI
1. Konsep Teori Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup (Nugroho, 2012).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua
(Nugroho, 2012). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
a. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial.
b. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.
c. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo,
2016)
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri
makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga
minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan
rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi
yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap
sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara
benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah minat
yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja
dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki
kekhawatiran minimal trehadap diri dan orang lain.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak
harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal
ini diartikan:
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
b. Teori Kejiwaan Sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda
(triple loss), yakni :
- Kehilangan peran.
- Hambatan kontak sosial.
- berkurangnya kontak komitmen.
4. Pemasalahan Yang terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia,
antara lain: (Setiabudhi, 2019)
a. Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
b. Permasalahan khusus :
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
2) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
3) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia.
7) Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Proses Menua
- Hereditas atau ketuaan genetik
- Nutrisi atau makanan
- Status kesehatan
- Pengalaman hidup
- Lingkungan
- Stres
5. Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria,
endokrin dan integumen.
b. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
2) Kesehatan umum.
3) Tingkat pendidikan.
4) Keturunan (hereditas).
5) Lingkungan.
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya lansia makin
matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 2017).
b. Obesitas
Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah
kegemukan atau obesitas. Perenderita obesitas dengan
hipertensi memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi
volume darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penderita yang memiliki berat badan normal (Triyanto,
2014).
c. Rokok
Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus
pelepasan katekolamin. Katekolamin yang mengalami
peningkatan dapat menyebabkan peningkatan denyut
jantung, iritabilitas miokardial serta terjadi vasokontriksi
yang dapat meningkatkan tekanan darah (Ardiansyah,
2012).
d. Kopi
Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein.
Kafein sebagai anti-adenosine (adenosine berperan untuk
mengurangi kontraksi otot jantung dan relaksasi pembuluh
darah sehingga menyebabkan tekanan darah turun dan
memberikan efek rileks) menghambat reseptor untuk
berikatan dengan adenosine sehingga menstimulus sistem
saraf simpatis dan menyebabkan pembuluh darah
mengalami konstriksi disusul dengan terjadinya
peningkatan tekanan darah (Blush, 2014).
2) Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Genetik
Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap angka
kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80 %
lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari pada
heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang menderita
hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi,
oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto, 2014).
b. Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang berpengaruh
terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya usia maka
semakin tinggi pula resiko mendapatkan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal ini
disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang
mempengaruhi pembuluh darah, hormon serta jantung (Triyanto,
2014).
c. Ras
Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk
menderita hipertensi primer ketika predisposisi kadar renin plasma
yang rendah mengurangi kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan kadar natrium yang berlebih (Kowalak, Weish, &
Mayer, 2011).
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat vasomotor yang dihantarkan dalam
bentuk impuls bergerak menuju ganglia simpatis melalui saraf simpatis. Saraf
simpatis bergerak melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan asetilkolin
sehingga merangsang saraf pascaganglion bergerak ke pembuluh darah untuk
melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Mekanisme
hormonal sama halnya dengan mekanisme saraf yang juga ikut bekerja mengatur
tekanan pembuluh darah (Smeltzer &Bare, 2008). Mekanisme ini antara lain:
a. Mekanisme vasokonstriktor norepineprin-epineprin
Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan eksitasi pembuluh
darah juga menyebabkan pelepasan norepineprin dan epineprin oleh medulla
adrenal ke dalam darah. Hormon norepineprin dan epineprin yang berada di
dalam sirkulasi darah akan merangsang pembuluh darah untuk
vasokonstriksi. Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor
(Saferi & Mariza, 2013).
b. Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin
Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma menjadi substrat
renin untuk melepaskan angiotensin I, kemudian dirubah menjadi
angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat. Peningkatan tekanan
darah dapat terjadi selama hormon ini masih menetap didalam darah
(Guyton, 20p12).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut
usia (Smeltzer & Bare, 2008). Perubahan struktural dan fungsional meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan kemampuan
relaksasi otot polos pembuluh darah akan menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah, sehingga menurunkan kemampuan aorta
dan arteri besar dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Saferi & Mariza, 2013).
6. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinik menurut Ardiansyah (2012) muncul setelah penderita mengalami
hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain:
a. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan langkah
tidak mantap.
b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena peningkatan
tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.
c. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.
d. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi darah
akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi.
f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan aliran
darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glomerulus.
7. Pemeriksaaan Penunjang
a. EKG :
Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri,
adanya penyakit jantung atau aritmia.
b. Laboratorium :
Fungsi ginjal: urin lengkap(urinalisis) Ureum, creatinin, BUN dan
asam urat, serta darah lengkap lainnya.
c. Foto rontgen:
Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta
yang lebar.
d. Ekokardiogram :
Tampak penebalan dinding ventrikel, mungkin juga sudah terjadi
dilatasi dan gangguan fungsi diastolic dan sistolik.
8. Komplikasi
Komplikasi pada penderita hipertensi menurut Corwin (2009) menyerang organ-
organ vital antar lain:
a. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infark miokard
menyebabkan kebutuhan oksigen pada miokardium tidak terpenuhi kemudian
menyebabkan iskemia jantung serta terjadilah infark.
b. Ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan kerusakan
progresif sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus menyebabkan
aliran darah ke unit fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan osmotik
menurun kemudian hilangnya kemampuan pemekatan urin yang menimbulkan
nokturia.
c. Otak
Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas dari pembuluh
darah di otak, sehingga terjadi stroke. Stroke dapat terjadi apabila terdapat
penebalan pada arteri yang memperdarahi otak, hal ini menyebabkan aliran
darah yang diperdarahi otak berkurang.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat
penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu:
1) Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass Index
dengan rentang 18.5 – 24.9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan rumus
membagi berat badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan
dalam satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi dengan
melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan serat. Penurunan
berat badan sebesar 2.5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan darah
diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).
2) Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet rendah
garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau
2,4 gr garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi garam sampai
dengan 2300 mg setara dengan satu sendok teh setiap harinya.
Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi
asupan garam menjadi ½ sendok teh/hari(Dalimartha, 2008).
3) Batasi konsumsi alkohol
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih
dari 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah,
sehingga membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat
membantu dalam penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah
natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-
buahan setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat membuat
asupan potassium menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet
potasium (>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan konsumsi
diet tinggi buah dan sayur.
5) Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi
seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah
tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin yang membuat jantung
bekerja lebih keras karena mempersempit pembuluh darah dan
meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan
darah(Dalimartha, 2008).
6) Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat
dilakukan dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau
meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan
tekanan darah yang tinggi (Hartono, 2007).
8) Aromaterapi (relaksasi)
Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan alternative yang
menggunakan minyak esensial untuk memberikan kesehatan dan
kenyamanan emosional, setelah aromaterapi digunakan akan
membantu kita untuk rileks sehingga menurunkan aktifitas
vasokonstriksi pembuluh darah, aliran darah menjadi lancar dan
menurunkan tekanan darah (Sharma, 2009).
9) Terapi masase (pijat)
Masase atau pijat dilakukan untuk memperlancar aliran energi dalam
tubuh sehingga meminimalisir gangguan hipertensi beserta
komplikasinya, saat semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak
terhalang oleh tegangnya otot maka resiko hipertensi dapat
diminimalisir (Dalimartha, 2008).
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan hipertensi secara farmakologi dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu melalui obat-obat modern yang bersifat kimiawi maupun
melalui pengobatan herbalis Syaifudin et al. (2013).
1) Obat modern
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013)
merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain:
a. Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan
berlebih dalam tubuh sehingga daya pompa jantung
menjadi lebih ringan.
b. Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan
Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi
untuk menghambat aktifitas saraf simpatis.
c. Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk
menurunkan daya pompa jantung, dengan
kontraindikasi pada penderita yang mengalami
gangguan pernafasan seperti asma bronkial.
d. Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh
darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.
e. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor
(Captopril)
Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan
zat angiotensin II dengan efek samping penderita
hipertensi akan mengalami batuk kering, pusing, sakit
kepala dan lemas.
f. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-
obatan jenis penghambat reseptor angiotensin II
diberikan karena akan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptor.
g. Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.
2) Obat herbalis
Menurut Mufida (2019) jus buah naga merah (Hylocereus Polyrhizzus)
dapat efektif dalam menurukan tekanan darah. Dimana salah satu
kandungan yang terdapat pada buah naga merah yaitu flovonoid yang
dapat melenturkan atau memperlebar pembuluh darah sehingga dapat
melancarkan peredaran darah dan menurunkan tekanan darah tinggi.
Tidak hanya memiliki rasa yang manis dan segar, buah naga memiliki
kandungan gizi yang sangat beragam dan baik untuk menurunkan
tekanan darah tinggi. Beberapa kandungan dalam buah naga diantaranya
vitamin B, vitamin C, karbohidrat, serat, kalori, lemak tak jenuh,
kalsium, protein, fosfor serta memiliki kadar air yang tinggi. Selain itu
menurut Kurniawati & Hariyanto (2019) buah naga merah memiliki
kandungan antioksidan yang sangat tinggi. Kandungan bermanfaat untuk
mencegah radikal bebas dan melindungi tubuh dari berbagai macam
serangan penyakit, seperti hipertensi.
Menurut Mufida (2019), mengkonsumsi jus buah naga setiap hari
sebanyak 400 ml/hari pagi dan sore sebelum makan diberikan selama 3
hari diberikan secara teratur dapat berpengaruh terhadap penurunan
tekanan darah, setelah tekanan darah turun dapat mengkonsumsi jus buah
naga apabila sewaktu-waktu terjadi peningkatan tekanan darah tinggi
sebanyak 2x/hari atau sebanyak 400 ml/hari. Jus buah naga merah sangat
dianjurkan karena tidak terdapat efek samping setelah mengkonsumsi jus
buah merah tersebut. Tidak terdapat kontra indikasi : penderita diabetes
militus, hipertensi, kolestrol, kanker, stoke, penyakit kardiovaskular dan
pada pasien insufisiensi ginjal. Jadi sangat amat dianjurkan untuk di
konsumsi oleh semua kalangan terlebih untuk penderita hipertensi.
C. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, alamat rumah.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Pada pasien hipertensi biasanya mengeluh sakit
kepala
2) Riwayat penyakit sekarang : Informasi yang dapat diperoleh
meliputi informasi mengenai
3) Riwayat penyakit sebelumnya : Tanyakan riwayat penyakit yang
pernah dialami klien seperti riwayat hipertensi, penyakit jantung,
DM dan lain-lain.
4) Riwayat kesehatan keluarga : Pada klien hipertensi biasanya
terdapat anggota keluarga yang mengidap juga (bersifat menurun)
c. Aktivitas Rekreasi
Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan
d. Riwayat Keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan,
dan anak-anak)
e. Pola Kebiasaaan (Virginia Handerson)
Menurut teori Virginia Henderson, pengkajian terhadap kebutuhan pasien dapat
dilakukan diantaranya dari segi:
1) Bernafas : Pada saat pengkajian pernafasan, pada umumnya pasien
mengeluh sulit bernafas.
2) Makan : Pada saat pengkajian pola makan biasanya pasien mengeluh mual.
3) Minum : Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan
gangguan.
4) Eliminasi BAB & BAK : Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak
mengeluhkan gangguan.
5) Gerak aktivitas : Kemampuan ADL :
- Kemampuan untuk makan
- Kemampuan untuk mandi
- Kemampuan untuk toileting
- Kemampuan untuk berpakaian
- Kemampuan untuk instrumentalia
- Kemampuan mobilisasi:
Pada saat pengkajian, pasien biasanya mampu mengubah posisi d
itempat tidur, mampu duduk di tempat tidur, namun ketika pasien
berdiri dan berpindah pasien merasakan pusing.
6) Istirahat tidur : Pasien biasanya mengalami gangguan tidur akibat nyeri
dada, sesak, dan pusing yang dirasakannya.
7) Pengaturan suhu tubuh : Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien biasanya
berada dalam rentang normal yaitu 36o C - 37° C.
8) Kebersihan diri : Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengalami
masalah/ keluhan kebersihan diri.
9) Rasa nyaman : Pada saat pengkajian, biasanya pasien mengatakan sakit
pada bagian kepala, nyeri pada dada, merasa sesak, serta kesemutan pada
ekstremitas.
10) Rasa aman : Pada saat pengkajian pasien biasanya gelisah atau cemas
dengan raut wajah pasien tampak tidak tenang.
11) Sosial : Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan komunikasi atau
hubungan social dengan lingkungan sekitarnya.
12) Pengetahuan belajar : Meliputi kemampuan pasien dalam menerima
informasi tentang penyakitnya, serta nasihat-nasihat yang diberikan oleh
perawat atau dokter, berhubungan dengan penyakitnya.
13) Rekreasi : Pada umumnya pasien lebih banyak beristirahat di rumah atau
fasilitas kesehatan, dengan memanfaatkan fasilitas TV sebagai hiburan atau
berkumpul bersama keluarga. Pada pasien hipertensi ringan biasanya
dianjurkan untuk melakukan latihan fisik seperti lari, jogging, jalan santai
atau bersepeda dan bersenang-senang. Pasien juga dianjurkan untuk
melakukan teknik relaksasi (yang memungkinkan dan bukan kontraindikasi
dari kondisi pasien) untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.
14) Spiritual : Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.
15) Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini : Pada umumnya pasien hipertensi
mengeluh nyeri kepala dan kelelahan.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Pasien memiliki riwayat
hipertensi dengan pengobatan yang tidak terkontrol dan tidak
berkesinambungan .Adanya riwayat penyakit ginjal dan adrenal.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : TTV, BB/TB
2) Keadaan Umum : lemah
3) Kepala dan leher
Meliputi pemeriksaan bentuk kepala, penyebaran rambut, warna rambut,
struktur wajah, warna kulit, kelengkapan dan kesimetrisan mata, kelopak
mata, kornea mata, konjungtiva dan sclera,pupil dan iris, ketajaman
penglihatan, tekanan bola mata, cuping hidung,lubang hidung, kebersihan
lubang telinga, ketajaman pendengaran,keadaan bibir, gusi dan gigi,
keadaan lidah, tiroid, vena jugularis serta denyut nadi karotis.
4) Dada
- Payudara
Meliputi inpeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (warna kemerahan
pada mammae, oedema, papilla mammae menonjol atau tidak,
hiperpigmentasi aerola mammae, apakah ada pengeluaran cairan pada
putting susu), palpasi (menilai apakah ada benjolan, pembesaran
kelenjar getah bening, kemudian disertai dengan pengkajian nyeri
tekan).
- Thoraks
Meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk dada,
penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi (penilaian
vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah terdapat
kelainan), dan auskultasi (peniaian suara nafas dan adanya suara nafas
tambahan).
- Jantung
Meliputi inspeksi dan palpasi (mengamati ada tidaknya pulsasi serta
ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas jantung untuk
mengetahui ukuran jantung), auskultasi (mendengar bunyi jantung,
bunyi jantung tambahan, ada atau tidak bising/murmur)
5) Abdomen
Meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk abdomen,
benjolan/massa, bayangan pembuluh darah, warna kulit abdomen, lesi
pada abdomen), auskultasi(bising usus atau peristalik usus dengan nilai
normal 5-35 kali/menit), palpasi (terdapat nyeri tekan, benjolan/masa,
benjolan/massa, pembesaran hepar dan lien) dan perkusi (penilaian suara
abdomen serta pemeriksaan asites)
6) Genital
Meliputi area pubis, meatus uretra, anus serta perineum terdapat kelainan
atau tidak.
7) Muskuluskeletal
Meliputi pemeriksaan kekuatan dan kelemahan eksremitas, kesimetrisan
cara berjalan.
8) Integumen
Meliputi kebersihan, kehangatan, warna, turgor kulit, tekstur kulit,
kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat lesi atau tidak.
9) Neurologis
Meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran (GCS), pemeriksaan saraf otak
(NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik, serta pemeriksaan reflex
10) Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertropi/rigiditas ventrikuler,
iskemia miokard
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan
natrium
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fisik tidak bugar,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
e. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
f. Resiko jatuh (NANDA-I, 2017)
11) Intervensi Keperawatan
(NANDA, 2015)
12) Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyususun rencana keperawatan. Implementasi
keperawatan adalah serangkaia kegiatan yang dilakukan oleh perawatat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih tindakan keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhan klien. Semua tindakan keperawatan dicatat dalam format yang
telah ditetapkan oleh institusi (NANDA, 2015).
13) Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke
efektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisi data dan perencanaa (NANDA, 2015). Adapun
evaluasi yang diharapkan pada klien hipertensi yaitu :
a. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan
TTV dalam batas normal sehingga penurunan curah jantung
teratasi
b. Nyeri (sakit kepala) teratasi
c. Tidak terjadi kelebihan volume cairan
d. Intoleransi aktivitas teratasi
e. Defisiensi pengetahuan teratasi
f. Tidak terjadi resiko jatuh
D. WOC
Faktor Predisposisi: usia, jenis
kelamin, merokok, stres, kurang
olahraga, genetic, alcohol, konsentrasi
garam, obesitas
HIPERTENSI
Retensi Na
Fatigu
E. DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, M. (2012) . Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info
Medis
Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Buss, J. S., & Labus, D.(2013). Buku saku patofisiologi menjadi sangat mudah edisi 2.
Diterjemahkan oleh Huriawati Hartanto.Jakarta: EGC.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.
Fatmah. (2010). Gizi usia lanjut. Erlangga : Jakarta
Fatmah., (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga
Guyton, A. C., Hall, J. E. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC
KEMENKES. (2021). Frequently Asked Question(Faq) Seputar Pelaksanaan Vaksinasi
COVID-19. Diakses tanggal 27 September 2022, dari
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_C
OVID__call_center.pdf
Kowalak., Weish dan Mayer. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Kurniawati, K., & Hariyanto, A. (2019). Pengaruh Pemberian Buah Naga Terhadap
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Desa Bedahlawak Tembelang
Jombang. Jurnal Keperawatan, 8(1), 20-29.
Mufida, R. T. (2019). Efektivitas Pemberian Jus Buah Naga Merah (Hylosereus
Polyirhizzus) terhadap Penderita Hipertensi pada Menopause di Posyandu
Banjaran Wilayah Kerja Puskesmas Wilayah Utara Kota Kediri. Journal for
Quality in Women's Health, 2(2), 59-67.
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi10.
Jakarta: EGC
NANDA-I. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020. Jakarta:
EGC
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC
Panduan cuci tangan pakai sabun,
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/
Panduan_CTPS2020_1636.pdf
PERKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular, edisi
pert., Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.
Saferi W, Andra.,Mariza P, Yessie. (2013). KMB 2 :Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta : EGC
Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth/
editor, Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare; alih bahasa, Agung Waluyo, dkk.
Jakarta: EGC.
Stanley & Barae (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran. EGC
Sudarta, W. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Cardiovaskuler.
Yogyakarta : Gosyen Publishing
Suprapto, Ira Haryani. (2014). Menu Ampuh Atasi Hipertensi. Yogyakarta: Notebook
Triyanto, Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Udjianti, W. J.(2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika