Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA Tn. G DENGAN HIPERTENSI

NI MADE SRI ARI RATIH

2214901067

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TENOLOGI KESEHATAN BALI

DENPASAR
2022

A. TINJAUAN TEORI
1. Konsep Teori Lansia
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup (Nugroho, 2012).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua
(Nugroho, 2012). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
a. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial.
b. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.
c. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo,
2016)

Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang


menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah. Munandar (2014) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia
yaitu:

a. Ketidak berdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain.


b. Ketidak pastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya.
c. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau
pindah.
d. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah
banyak
e. Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan
perubahan fisik, Hurlock (2010) mengemukakan bahwa perubahan fisik yang
mendasar adalah perubahan gerak.

Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri
makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga
minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan
rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi
yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap
sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara
benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.

Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (2010) mengatakan bahwa


perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap
perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap
yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari
pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag
diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah
peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 2012)

Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri


penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 2010) adalah:
a. Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
b. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi.
c. Selalu mengingat kembali masa lalu.
d. Selalu khawatir karena pengangguran.
e. Kurang ada motivasi.
f. Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik.
g. Tempat tinggal yang tidak diinginkan.

Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah minat
yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja
dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki
kekhawatiran minimal trehadap diri dan orang lain.

Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak
harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal
ini diartikan:

3. Teori Proses Menua


a. Teori-teori Biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabka kerusakan organ tubuh.

5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
b. Teori Kejiwaan Sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda
(triple loss), yakni :
- Kehilangan peran.
- Hambatan kontak sosial.
- berkurangnya kontak komitmen.
4. Pemasalahan Yang terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia,
antara lain: (Setiabudhi, 2019)
a. Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
b. Permasalahan khusus :
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
2) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
3) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia.
7) Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Proses Menua
- Hereditas atau ketuaan genetik
- Nutrisi atau makanan
- Status kesehatan
- Pengalaman hidup
- Lingkungan
- Stres
5. Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria,
endokrin dan integumen.
b. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
2) Kesehatan umum.
3) Tingkat pendidikan.
4) Keturunan (hereditas).
5) Lingkungan.
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya lansia makin
matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 2017).

6. Penyakit Yang Sering Terjadi Pada Lansia


Menurut the National Old People’s Welfare Council, dikemukakan 12 macam
penyakit lansia, yaitu : Depresi mental
a. Gangguan pendengaran.
b. Bronkhitis kronis.
c. Gangguan pada tungkai / sikap berjalan.
d. Gangguan pada koksa / sendi pangul / Anemia.
e. Demensia.
7. Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan penyakit
pada proses menua (Kozier, 2010). Menurut Lueckerotte (2010) keperawatan
gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus
pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi.
8. Fungsi Perawat Gerontik
Menurut Eliopoulous (2010), fungsi perawat gerontologi adalah:
Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (Membimbing orang
pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
a. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
b. Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang
lain melakukan hal yang sama).
c. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
d. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
e. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi
pelayanan kesehatan).
f. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
g. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
h. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat,
dukungan dan harapan).
i. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
j. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan
perawatan restoratif dan rehabilitatif).
k. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
l. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic
maner (Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
m. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
n. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya).
o. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each
other (Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan
spritual).
p. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan
tempatnya bekerja).
q. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan
dan kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
r. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan
untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
B. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian Hipertensi
Menurut Triyanto (2014) hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka
morbiditas maupun mortilitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukan
fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg
menunjukan fase darah yang kembali ke jantung. Hipertensi juga dapat diartikan
sebagai gangguan pada sistem peredaran darah yang sering terjadi pada lansia,
dengan kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg, tekanan sistolik 150-155 mmHg masih dianggap
normal pada lansia (Sudarta, 2013).
Hipertensi merupakan peningkatan abormal tekanan darah di dalam pembuluh darah
arteri dalam satu periode, mengakibatkan arteriola berkonstriksi sehingga membuat
darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri (Udjianti,
2011). Berdasarkan pengertian beberapa sumber tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa hipertensi adalah gangguan pada sistem peredaran darah dimana
terjadi peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik sehingga membuat darah sulit
mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.
2. Klasifikasi
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah pada orang dewasa
menurut Triyanto (2014), adapun klasifikasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
3. Klasifikasi berdasarkan tekanan darah pada orang dewasa

Kategori Tekanan Tekanan


darah darah
sistolik diastolik
(mmHg) (mmHg)

Normal <130 <85

Normal 130 – 139 85 – 89


Tinggi

Stadium 1 140 – 159 90 – 99


(ringan)

Stadium 2 160 – 179 100 – 109


(sedang)

Stadium 3 180 – 209 110 – 119


(berat)

Stadium 4 210 120


(Maligna)

Sumber: (Triyanto, 2014)


4. Etiologi Dan Faktor Resiko
Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi, yaitu:
a. Etiologi
1) Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui,
sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak
ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit
renivaskuler, gagal ginjal maupun penyakit lainnya, genetik serta
ras menjadi bagian dari penyebab timbulnya hipertensi esensial
termasuk stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan
dan gaya hidup (Triyanto, 2014).
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan
pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),
hiperaldosteronisme, penyakit parenkimal (Buss & Labus, 2013).
b. Faktor resiko
1) Faktor resiko yang bisa diubah
a. Lingkungan (stres)
Faktor lingkungan seperti stres juga memiliki pengaruh
terhadap hipertensi. Hubungan antara stres dengan
hipertensi melalui saraf simpatis, dengan adanya
peningkatan aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan
tekanan darah secara intermitten (Triyanto, 2014).

b. Obesitas
Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah
kegemukan atau obesitas. Perenderita obesitas dengan
hipertensi memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi
volume darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penderita yang memiliki berat badan normal (Triyanto,
2014).
c. Rokok
Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus
pelepasan katekolamin. Katekolamin yang mengalami
peningkatan dapat menyebabkan peningkatan denyut
jantung, iritabilitas miokardial serta terjadi vasokontriksi
yang dapat meningkatkan tekanan darah (Ardiansyah,
2012).
d. Kopi
Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein.
Kafein sebagai anti-adenosine (adenosine berperan untuk
mengurangi kontraksi otot jantung dan relaksasi pembuluh
darah sehingga menyebabkan tekanan darah turun dan
memberikan efek rileks) menghambat reseptor untuk
berikatan dengan adenosine sehingga menstimulus sistem
saraf simpatis dan menyebabkan pembuluh darah
mengalami konstriksi disusul dengan terjadinya
peningkatan tekanan darah (Blush, 2014).
2) Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Genetik
Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap angka
kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80 %
lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari pada
heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang menderita
hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi,
oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto, 2014).
b. Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang berpengaruh
terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya usia maka
semakin tinggi pula resiko mendapatkan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal ini
disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang
mempengaruhi pembuluh darah, hormon serta jantung (Triyanto,
2014).
c. Ras
Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk
menderita hipertensi primer ketika predisposisi kadar renin plasma
yang rendah mengurangi kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan kadar natrium yang berlebih (Kowalak, Weish, &
Mayer, 2011).
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat vasomotor yang dihantarkan dalam
bentuk impuls bergerak menuju ganglia simpatis melalui saraf simpatis. Saraf
simpatis bergerak melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan asetilkolin
sehingga merangsang saraf pascaganglion bergerak ke pembuluh darah untuk
melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Mekanisme
hormonal sama halnya dengan mekanisme saraf yang juga ikut bekerja mengatur
tekanan pembuluh darah (Smeltzer &Bare, 2008). Mekanisme ini antara lain:
a. Mekanisme vasokonstriktor norepineprin-epineprin
Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan eksitasi pembuluh
darah juga menyebabkan pelepasan norepineprin dan epineprin oleh medulla
adrenal ke dalam darah. Hormon norepineprin dan epineprin yang berada di
dalam sirkulasi darah akan merangsang pembuluh darah untuk
vasokonstriksi. Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor
(Saferi & Mariza, 2013).
b. Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin
Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma menjadi substrat
renin untuk melepaskan angiotensin I, kemudian dirubah menjadi
angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat. Peningkatan tekanan
darah dapat terjadi selama hormon ini masih menetap didalam darah
(Guyton, 20p12).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut
usia (Smeltzer & Bare, 2008). Perubahan struktural dan fungsional meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan kemampuan
relaksasi otot polos pembuluh darah akan menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah, sehingga menurunkan kemampuan aorta
dan arteri besar dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Saferi & Mariza, 2013).

6. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinik menurut Ardiansyah (2012) muncul setelah penderita mengalami
hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain:
a. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan langkah
tidak mantap.
b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena peningkatan
tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.
c. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.
d. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi darah
akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi.
f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan aliran
darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glomerulus.

Hipertensi sering ditemukan tanpa gejala (asimptomatik), namun tanda-tanda


klinis seperti tekanan darah yang menunjukkan kenaikan pada dua kali
pengukuran tekanan darah secara berturutan dan bruits (bising pembuluh darah
yang terdengar di daerah aorta abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan
femoralis disebabkan oleh stenosis atau aneurisma) dapat terjadi. Jika terjadi
hipertensi sekunder, tanda maupun gejalanya dapat berhubungan dengan keadaan
yang menyebabkannya. Salah satu contoh penyebab adalah sindrom cushing yang
menyebabkan obesitas batang tubuh dan striae berwarna kebiruan, sedangkan
pasien feokromositoma mengalami sakit kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat
dan perspirasi yang sangat banyak (Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).

7. Pemeriksaaan Penunjang
a. EKG :
Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri,
adanya penyakit jantung atau aritmia.
b. Laboratorium :
Fungsi ginjal: urin lengkap(urinalisis) Ureum, creatinin, BUN dan
asam urat, serta darah lengkap lainnya.
c. Foto rontgen:
Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta
yang lebar.
d. Ekokardiogram :
Tampak penebalan dinding ventrikel, mungkin juga sudah terjadi
dilatasi dan gangguan fungsi diastolic dan sistolik.
8. Komplikasi
Komplikasi pada penderita hipertensi menurut Corwin (2009) menyerang organ-
organ vital antar lain:
a. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infark miokard
menyebabkan kebutuhan oksigen pada miokardium tidak terpenuhi kemudian
menyebabkan iskemia jantung serta terjadilah infark.

b. Ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan kerusakan
progresif sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus menyebabkan
aliran darah ke unit fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan osmotik
menurun kemudian hilangnya kemampuan pemekatan urin yang menimbulkan
nokturia.
c. Otak
Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas dari pembuluh
darah di otak, sehingga terjadi stroke. Stroke dapat terjadi apabila terdapat
penebalan pada arteri yang memperdarahi otak, hal ini menyebabkan aliran
darah yang diperdarahi otak berkurang.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat
penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu:
1) Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass Index
dengan rentang 18.5 – 24.9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan rumus
membagi berat badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan
dalam satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi dengan
melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan serat. Penurunan
berat badan sebesar 2.5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan darah
diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).
2) Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet rendah
garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau
2,4 gr garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi garam sampai
dengan 2300 mg setara dengan satu sendok teh setiap harinya.
Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi
asupan garam menjadi ½ sendok teh/hari(Dalimartha, 2008).
3) Batasi konsumsi alkohol
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih
dari 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah,
sehingga membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat
membantu dalam penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah
natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-
buahan setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat membuat
asupan potassium menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet
potasium (>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan konsumsi
diet tinggi buah dan sayur.
5) Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi
seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah
tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin yang membuat jantung
bekerja lebih keras karena mempersempit pembuluh darah dan
meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan
darah(Dalimartha, 2008).
6) Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat
dilakukan dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau
meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan
tekanan darah yang tinggi (Hartono, 2007).
8) Aromaterapi (relaksasi)
Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan alternative yang
menggunakan minyak esensial untuk memberikan kesehatan dan
kenyamanan emosional, setelah aromaterapi digunakan akan
membantu kita untuk rileks sehingga menurunkan aktifitas
vasokonstriksi pembuluh darah, aliran darah menjadi lancar dan
menurunkan tekanan darah (Sharma, 2009).
9) Terapi masase (pijat)
Masase atau pijat dilakukan untuk memperlancar aliran energi dalam
tubuh sehingga meminimalisir gangguan hipertensi beserta
komplikasinya, saat semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak
terhalang oleh tegangnya otot maka resiko hipertensi dapat
diminimalisir (Dalimartha, 2008).
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan hipertensi secara farmakologi dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu melalui obat-obat modern yang bersifat kimiawi maupun
melalui pengobatan herbalis Syaifudin et al. (2013).
1) Obat modern
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013)
merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain:
a. Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan
berlebih dalam tubuh sehingga daya pompa jantung
menjadi lebih ringan.
b. Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan
Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi
untuk menghambat aktifitas saraf simpatis.
c. Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk
menurunkan daya pompa jantung, dengan
kontraindikasi pada penderita yang mengalami
gangguan pernafasan seperti asma bronkial.
d. Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh
darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.
e. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor
(Captopril)
Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan
zat angiotensin II dengan efek samping penderita
hipertensi akan mengalami batuk kering, pusing, sakit
kepala dan lemas.
f. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-
obatan jenis penghambat reseptor angiotensin II
diberikan karena akan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptor.
g. Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.
2) Obat herbalis
Menurut Mufida (2019) jus buah naga merah (Hylocereus Polyrhizzus)
dapat efektif dalam menurukan tekanan darah. Dimana salah satu
kandungan yang terdapat pada buah naga merah yaitu flovonoid yang
dapat melenturkan atau memperlebar pembuluh darah sehingga dapat
melancarkan peredaran darah dan menurunkan tekanan darah tinggi.
Tidak hanya memiliki rasa yang manis dan segar, buah naga memiliki
kandungan gizi yang sangat beragam dan baik untuk menurunkan
tekanan darah tinggi. Beberapa kandungan dalam buah naga diantaranya
vitamin B, vitamin C, karbohidrat, serat, kalori, lemak tak jenuh,
kalsium, protein, fosfor serta memiliki kadar air yang tinggi. Selain itu
menurut Kurniawati & Hariyanto (2019) buah naga merah memiliki
kandungan antioksidan yang sangat tinggi. Kandungan bermanfaat untuk
mencegah radikal bebas dan melindungi tubuh dari berbagai macam
serangan penyakit, seperti hipertensi.
Menurut Mufida (2019), mengkonsumsi jus buah naga setiap hari
sebanyak 400 ml/hari pagi dan sore sebelum makan diberikan selama 3
hari diberikan secara teratur dapat berpengaruh terhadap penurunan
tekanan darah, setelah tekanan darah turun dapat mengkonsumsi jus buah
naga apabila sewaktu-waktu terjadi peningkatan tekanan darah tinggi
sebanyak 2x/hari atau sebanyak 400 ml/hari. Jus buah naga merah sangat
dianjurkan karena tidak terdapat efek samping setelah mengkonsumsi jus
buah merah tersebut. Tidak terdapat kontra indikasi : penderita diabetes
militus, hipertensi, kolestrol, kanker, stoke, penyakit kardiovaskular dan
pada pasien insufisiensi ginjal. Jadi sangat amat dianjurkan untuk di
konsumsi oleh semua kalangan terlebih untuk penderita hipertensi.
C. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, alamat rumah.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Pada pasien hipertensi biasanya mengeluh sakit
kepala
2) Riwayat penyakit sekarang : Informasi yang dapat diperoleh
meliputi informasi mengenai
3) Riwayat penyakit sebelumnya : Tanyakan riwayat penyakit yang
pernah dialami klien seperti riwayat hipertensi, penyakit jantung,
DM dan lain-lain.
4) Riwayat kesehatan keluarga : Pada klien hipertensi biasanya
terdapat anggota keluarga yang mengidap juga (bersifat menurun)
c. Aktivitas Rekreasi
Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan
d. Riwayat Keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung, pasangan,
dan anak-anak)
e. Pola Kebiasaaan (Virginia Handerson)
Menurut teori Virginia Henderson, pengkajian terhadap kebutuhan pasien dapat
dilakukan diantaranya dari segi:
1) Bernafas : Pada saat pengkajian pernafasan, pada umumnya pasien
mengeluh sulit bernafas.
2) Makan : Pada saat pengkajian pola makan biasanya pasien mengeluh mual.
3) Minum : Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan
gangguan.
4) Eliminasi BAB & BAK : Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak
mengeluhkan gangguan.
5) Gerak aktivitas : Kemampuan  ADL :
- Kemampuan untuk makan
- Kemampuan untuk mandi
- Kemampuan untuk toileting               
- Kemampuan untuk berpakaian           
- Kemampuan untuk instrumentalia
- Kemampuan mobilisasi:
Pada saat pengkajian, pasien biasanya mampu mengubah posisi d
itempat tidur, mampu duduk di tempat tidur, namun ketika pasien
berdiri dan berpindah pasien merasakan pusing.
6) Istirahat tidur : Pasien biasanya mengalami gangguan tidur akibat nyeri
dada, sesak, dan pusing yang dirasakannya.
7) Pengaturan suhu tubuh : Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien biasanya
berada dalam rentang normal yaitu 36o C -  37° C.
8) Kebersihan diri : Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengalami
masalah/ keluhan kebersihan diri.
9) Rasa nyaman : Pada saat pengkajian, biasanya pasien mengatakan sakit
pada bagian kepala, nyeri pada dada, merasa sesak, serta kesemutan pada
ekstremitas.
10) Rasa aman : Pada saat pengkajian pasien biasanya gelisah atau cemas
dengan raut wajah pasien tampak tidak tenang.
11) Sosial : Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan komunikasi atau
hubungan social dengan lingkungan sekitarnya.
12) Pengetahuan belajar : Meliputi kemampuan pasien dalam menerima
informasi tentang penyakitnya, serta nasihat-nasihat yang diberikan oleh
perawat atau dokter, berhubungan dengan penyakitnya.
13) Rekreasi : Pada umumnya pasien lebih banyak beristirahat di rumah atau
fasilitas kesehatan, dengan memanfaatkan fasilitas TV sebagai hiburan atau
berkumpul bersama keluarga. Pada pasien hipertensi ringan biasanya
dianjurkan untuk melakukan latihan fisik seperti lari, jogging, jalan santai
atau bersepeda dan bersenang-senang. Pasien juga dianjurkan untuk
melakukan teknik relaksasi (yang memungkinkan dan bukan kontraindikasi
dari kondisi pasien) untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.
14) Spiritual : Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.
15) Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini : Pada umumnya pasien hipertensi
mengeluh nyeri kepala dan kelelahan.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Pasien memiliki riwayat
hipertensi dengan pengobatan yang tidak terkontrol dan tidak
berkesinambungan .Adanya riwayat penyakit ginjal dan adrenal.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : TTV, BB/TB
2) Keadaan Umum  : lemah
3) Kepala dan leher
Meliputi pemeriksaan bentuk kepala, penyebaran rambut, warna rambut,
struktur wajah, warna kulit, kelengkapan dan kesimetrisan mata, kelopak
mata, kornea mata, konjungtiva dan sclera,pupil dan iris, ketajaman
penglihatan, tekanan bola mata, cuping hidung,lubang hidung, kebersihan
lubang telinga, ketajaman pendengaran,keadaan bibir, gusi dan gigi,
keadaan lidah, tiroid, vena jugularis serta denyut nadi karotis.
4) Dada
- Payudara
Meliputi inpeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (warna kemerahan
pada mammae, oedema, papilla mammae menonjol atau tidak,
hiperpigmentasi aerola mammae, apakah ada pengeluaran cairan pada
putting susu), palpasi (menilai apakah ada benjolan, pembesaran
kelenjar getah bening, kemudian disertai dengan pengkajian nyeri
tekan).
- Thoraks
Meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk dada,
penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi (penilaian
vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah terdapat
kelainan), dan auskultasi (peniaian suara nafas dan adanya suara nafas
tambahan).
- Jantung
Meliputi inspeksi dan palpasi (mengamati ada tidaknya pulsasi serta
ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas jantung untuk
mengetahui ukuran jantung), auskultasi (mendengar bunyi jantung,
bunyi jantung tambahan, ada atau tidak bising/murmur)
5) Abdomen
Meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk abdomen,
benjolan/massa, bayangan pembuluh darah, warna kulit abdomen, lesi
pada abdomen), auskultasi(bising usus atau peristalik usus dengan nilai
normal 5-35 kali/menit), palpasi (terdapat nyeri tekan, benjolan/masa,
benjolan/massa, pembesaran hepar dan lien) dan perkusi (penilaian suara
abdomen serta pemeriksaan asites)
6) Genital
Meliputi area pubis, meatus uretra, anus serta perineum terdapat kelainan
atau tidak.
7) Muskuluskeletal
Meliputi pemeriksaan kekuatan dan kelemahan eksremitas, kesimetrisan
cara berjalan.
8) Integumen
Meliputi kebersihan, kehangatan, warna, turgor kulit, tekstur kulit,
kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat lesi atau tidak.
9) Neurologis
Meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran (GCS), pemeriksaan saraf otak
(NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik, serta pemeriksaan reflex
10) Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertropi/rigiditas ventrikuler,
iskemia miokard
b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan
natrium
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fisik tidak bugar,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
e. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
f. Resiko jatuh (NANDA-I, 2017)
11) Intervensi Keperawatan

(NANDA, 2015)

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


Keperawatan Hasil (NOC)
1 Penurunan curah NOC NIC
jantung berhubungan
● Cardiac Pump Cardiac Care
dengan peningkatan
Effectiveness
afterload, 1. Evaluasi adanya nyeri
● Circulation Status
vasokonstriksi, dada
● Vital Sign Status
hipertropi/rigiditas 2. Catat adanya disritmia
Kriteria Hasil
ventrikuler, iskemia jantung
miokard 1. Tanda vital dalam 3. Catat danya tanda dan
rentang normal gejala turunnya cardiac
2. Dapat mentoleransi output
aktivitas, tidak ada 4. Monitor status
kelelahan kardiovaskuler
3. Tidak ada edema 5. Monitor status
paru, perifer, dan pernapasan yang
tidak ada asites menandakan gagal
4. Tidak ada penurunan jantung
kesadaran 6. Monitor abdomen
sebagai indikator
penurunan perfusi
7. Monitor adanya
perubahan tekanan darah
8. Monitor respon pasien
terhadap efek
pengobatan antiaritmia
9. Monitor toleransi
aktivitas pasien
10. Anjurkan untuk
menurunkan stres
Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas dari
nadi
4. Monitor jumlah dan
irama jantung
5. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
2 Nyeri akut NOC Pain Management
berhubungan dengan
● Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri
peningkatan tekanan
● Pain Control secara komprehensif
vaskuler serebral
● Comfort Level termasuk lokasi,
karakterisitik, durasi,
frekuensi, kualitas dari
Kriteria Hasil :
faktor presipitasi
1. Mampu mengontrol 2. Evaluasi pengalaman
nyeri (tahu penyebab nyeri masa lampau
nyeri, mampu 3. Kontrol lingkungan yang
menggunakan teknik dapat mempengaruhi
nonfarmakologi untuk nyeri seperti suhu
mengurangi nyeri, ruangan, pencahayaan dan
mencari bantuan) kebisingan
2. Melaporkan bahwa 4. Kurangi faktor presipitasi
nyeri berkurang dengan nyeri
menggunakan 5. Pilih dan lakukan
manajemen nyeri penanganan nyeri
3. Mampu mengenali (farmakologi,
nyeri (skala, intensitas, nonfarmakologi, dan
frekuensi, dan tanda interpersonal)
nyeri) 6. Kaji tipe dan sumber
4. Menyatakan rasa nyeri untuk menentukan
nyaman setelah nyeri intervensi
berkurang 7. Ajarkan tentang teknik
5. Wajah pasien tidak nonfarmakologi
meringis. 8. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
3 Kelebihan volume NOC : NIC :
cairan berhubungan
● Fluid balance Fluid Management
dengan kelebihan
● Hydration
asupan natrium 1. Monitor tanda-tanda vital
● Electrolit and acid
2. Monitor berat badan
base balance
3. Jelaskan pada pasien dan
dengan kriteria hasil :
keluarga rasional dari
1. BB pasien tidak pembatasan konsumsi
meningkat terlalu garam berlebih
tinggi 4. Evaluasi pemahaman
2. Pasien mengerti pasien tentang diit garam
tentang diet garam
yang dijelaskan

4 Intoleransi aktivitas NOC Activity Therapy:


berhubungan dengan
● Energy Conservation 1. Kolaborasikan dengan
fisik tidak bugar,
ketidakseimbangan ● Activity Tolerance Tenaga Rehabilitas
antara suplai dan ● Self Care : ADLs Medik dalam
kebutuhan oksigen Kriteria Hasil : merencanakan program
terapi yang tepat
1. Berpartisipasi dalam
2. Bantu klien untuk
aktivitas fisik tanpa
mengidentifikasi aktifitas
disertai peningkatan
yang mampu dilakukan
tekanan darah, nadi
3. Bantu untuk
dan RR
mengidentifikasi dan
2. Mampu melakukan
mendapatkan sumber
aktivitas sehari-hari
yang diperlukan untuk
(ADLs) secara
aktivitas yang diinginkan
mandiri
4. Bantu untuk mendapat
3. Tanda-tanda vital
alat bantu aktivitas
normal
seperti kursi roda,
4. Mampu berpindah :
5. Bantu untuk
dengan atau tanpa
mengidentifikasi
bantuan alat
kekurangan dalam
5. Status
beraktivitas
kardiopulmunari
6. Bantu pasien untuk
adekuat
mengembankan motivasi
6. Sirkulasi status baik
diri dan penguatan
7. Status respirasi:
7. Monitor respon fisik,
pertukaran gas dan
emosi, sosial dan
ventilasi adekuat
spiritual

5 Defisiensi NOC NIC


pengetahuan
1. Knowledge : disease Teaching : disease proces
berhubungan dengan
proces
kurang informasi 1. Berikan penilaian
2. Knowledge : health
tentang tingkat
behavior
Kriteria hasil pengetahuan pasien
tentang proses penyakit
1. Pasien dan keluarga
yang spesifik
menyatakan tentang
2. Jelaskan patofisiologi
penyakit, kondisi,
dari penyakit dan
prognosis dan
bagaimana hal ini
program pengobatan
berhungan dengan
2. Pasien dan keluarga
anatomi dan
mampu
fisiologi ,dengan cara
melaksanakan
yang tepat.
prosedur yang
3. Gambarkan tanda dan
dijelaskan secara
gejala yang biasa pada
benar.
penyakit, dengan tanda
3. Pasien dan keluarga
yang tepat
mampu menjelaskan
4. Identifikasi kemungkinan
kembali apa yang
penyebab, dengan cara
dijelaskan
yang tepat
perawat/tim
5. Sediakan informasi pada
kesehatan lainnya.
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
6. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi yang akan
datang dan atau proses
pengontrolan penyakit.
7. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan.
8. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat.
6 Resiko jatuh NOC NIC

● Risk Kontrol Environment Management


Kriteria Hasil: (Manajemen Lingkungan)

1. Klien terbebas dari 1. Sediakan lingkungan yag


terjatuh aman untuk pasien
2. Klien mampu 2. Idntifikasi kebutuhan
menjelaskan keamanan pasien, sesuai
cara/metode untuk dengan kondisi fisik dan
mencegah terjatuh fungsi kognitif pasien dan
3. Klien mampu riwayat penyakit
menjelaskan faktor terdahulu
resiko dari 3. Menyediakan tempat tidur
lingkungan yang nyaman dan bersih
4. Mampu mengenali 4. Menganjurkan keluarga
perubahan status untuk menemani pasien
kesehatan 5. Memindahkan barang-
barang yang
membahayakan

12) Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyususun rencana keperawatan. Implementasi
keperawatan adalah serangkaia kegiatan yang dilakukan oleh perawatat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih tindakan keperawatan yang sesuai dengan
kebutuhan klien. Semua tindakan keperawatan dicatat dalam format yang
telah ditetapkan oleh institusi (NANDA, 2015).
13) Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke
efektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif (data hasil
pemeriksaan), analisi data dan perencanaa (NANDA, 2015). Adapun
evaluasi yang diharapkan pada klien hipertensi yaitu :
a. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan
TTV dalam batas normal sehingga penurunan curah jantung
teratasi
b. Nyeri (sakit kepala) teratasi
c. Tidak terjadi kelebihan volume cairan
d. Intoleransi aktivitas teratasi
e. Defisiensi pengetahuan teratasi
f. Tidak terjadi resiko jatuh
D. WOC
Faktor Predisposisi: usia, jenis
kelamin, merokok, stres, kurang
olahraga, genetic, alcohol, konsentrasi
garam, obesitas

HIPERTENSI

Tekanan darah Perubahan situasi


sistemik Perubahan Struktur
Informasi yang
Beban kerja jantung ↑ Penyumbatatan minim
pembuluh darah
Defisien
Vasokontriksi Pengetahuan
Aliran darah makin cepat
keseluruh tubuh sedangkan
nutrisi dalam sel sudah Gangguan
mencukupi kebutuhan sirkulasi

Otak Pembuluh Retina


Aliran darah darah
menurun Resistensi pembuluh Spasme
darah otak Sistemik arteriol
meningkat
Respon RAA↓
Vasokontriks Resiko Jatuh
i
Merangsang aldosteron Nyeri Akut Afterload
meningkat

Retensi Na
Fatigu
E. DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, M. (2012) . Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info
Medis
Azizah, Lilik Ma’rifatul. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Buss, J. S., & Labus, D.(2013). Buku saku patofisiologi menjadi sangat mudah edisi 2.
Diterjemahkan oleh Huriawati Hartanto.Jakarta: EGC.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.
Fatmah. (2010). Gizi usia lanjut. Erlangga : Jakarta
Fatmah., (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga
Guyton, A. C., Hall, J. E. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC
KEMENKES. (2021). Frequently Asked Question(Faq) Seputar Pelaksanaan Vaksinasi
COVID-19. Diakses tanggal 27 September 2022, dari
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_C
OVID__call_center.pdf
Kowalak., Weish dan Mayer. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Kurniawati, K., & Hariyanto, A. (2019). Pengaruh Pemberian Buah Naga Terhadap
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Desa Bedahlawak Tembelang
Jombang. Jurnal Keperawatan, 8(1), 20-29.
Mufida, R. T. (2019). Efektivitas Pemberian Jus Buah Naga Merah (Hylosereus
Polyirhizzus) terhadap Penderita Hipertensi pada Menopause di Posyandu
Banjaran Wilayah Kerja Puskesmas Wilayah Utara Kota Kediri. Journal for
Quality in Women's Health, 2(2), 59-67.
NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi10.
Jakarta: EGC
NANDA-I. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020. Jakarta:
EGC
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC
Panduan cuci tangan pakai sabun,
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/
Panduan_CTPS2020_1636.pdf
PERKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular, edisi
pert., Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.
Saferi W, Andra.,Mariza P, Yessie. (2013). KMB 2 :Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta : EGC
Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth/
editor, Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare; alih bahasa, Agung Waluyo, dkk.
Jakarta: EGC.
Stanley & Barae (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran. EGC
Sudarta, W. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Cardiovaskuler.
Yogyakarta : Gosyen Publishing
Suprapto, Ira Haryani. (2014). Menu Ampuh Atasi Hipertensi. Yogyakarta: Notebook
Triyanto, Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Udjianti, W. J.(2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai