Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun oleh
MARIUS LAIA
(2030282010)

DOSEN PEMBIMBING
Yaslina, M.Kep, Ns.Sp.Kep.Kom
Ns. Millia Angraini, M.KM

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. Konsep Lansia
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari perkembangan hidup manusia. Masa lansia
ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup dan kepekaan secara individual.
Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai
dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia. Peningkatan proporsi pada
lansia dalam masyarakat adalah fenomena diseluruh dunia. World Health Organization (WHO)
telah mengidentifikasi lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran
fisik dan mental (Indrayani & Ronoatmodjo, 2017).
Lanjut usia adalah individu yang telah berusia lebih dari 60 tahun. Depresi merupakan
masalah psikologis yang sering terjadi pada lanjut usia yang ditandai dengan perasaan sedih,
sehingga dapat mempengaruhi aktivitas fisik seseorang. (Utami, Liza & Ashar, 2018).
Seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas, lansia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah
keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stress fisiologi. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individual.
B. Proses Menua
Tahap usia lanjut adalah tahap dimana terjadi penurunan fungsi tubuh. Penuaan merupakan
perubahan kumulastif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami
penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan
degenerative pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh
lainnya Kholifah,Nur Siti (2016)
Menurut Kholifah,Nur Siti (2016) mengatakan ada beberapa teori proses menua sebagai
berikut :
1. Tori-teori biologi
a. Teori gentik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetic untuk spesies-spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogramkan
oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Sebagai contohnya yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel).
b. Pemakain dan rusak
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak
c. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Didalam proses metabolism tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh
menjadi lemah dan sakit.
d. Teori “immunology slow virus theory)
System immune menajdi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
e. Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat dipertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha
dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai
f. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan
protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan
dan hilangnya fungsi.
h. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel
tersebut rusak.
2. Teori kejiwaan sosial
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukan. Teori ini
menyatakan bahwa lansi yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial.
b. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia
Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari
usia pertengahan ke lanjut usia.
c. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan
gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi
pada seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
d. Teori pepbeabsan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambhanya usia, seseorang secara berangsur-
angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga
sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
- Kehilangan peran
- Kehilangan kontak sosial
- Berkurangnya kontak komitmen

Sedangkan teori penuaan secara umum menurut (Ma’rifatul (2011) dapat dibedakan menjadi
dua teori biologi dan teori penuaan psikologis :

1. Teori Biologi
a. Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel
tubuh “deprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sel dari tubuh lansi dibiakan lalu
diobservasi di laboratorium terlihat jumlah sel-sel yang akan membelah sedikit. Pada
beberapa system, seperti system saraf, system musculoskeltal dan jantung, sel pada
jaringan dan organ dalam system itu tidak dapat digantikan jika sel tersebut dibuang
karena rusak atau mati. Oleh karena itu, system tersebut beresiko akan mengalami
proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikti atau tidak sama sekali
untuk tumbuh dan memperbaiki diri.
b. Sitesi protein (kolagen dan elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan leastisitasnya pada lansia. Proses
kehilangan elastisitasnya ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen protein dalam jaringan tertentu.
c. Keracunan oksigen
Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk
mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang
tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidak mampuan mempertahankan
diri dari toksin tersebut membuat struktur membrane sel mengalami perubahan serta
terjadinya keselahan genetic. Membrane sel tersebut merupakan alat sel supaya dapat
berkomunikasi dengan lingkunganya dan berfungsi juga untuk mengontrol proses
pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik didalam tubuh.
d. System imun
Kemampuan system imun mengalami kemunduran pada masa panuaan. Walaupun
demikian, kemunduran kemampuan system imun yang terdiri dari system limfatik
dan khususnya sel darah putih, juga merupakan factor yang berkontribusi dalam
proses penuaan
e. Teori menua akibat metabolism
Pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur, perpanajng umur karena jumlah kalori tersebut antara lain
disebabkan karena menurunya salah satu atau beberapa proses metabolism terjadi
penurunan pengeluaran hormone yang merangsang pruferasi sel misalnya insulis dan
hormone pertumbuhan.
2. Teori Psikologis
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah
menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai
tuanya. Teori ini menyatakan bahwapada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identity pada lansia
yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat,
melibatkan diri dengan masalah di masyarakat. Keluarga dan hubungan interpersonal.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi
pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya.
C. Batasan umur lanjut usia
Berikut ini adalah batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari pendapat
berbagai ahli yang dikutip dari Nugroho (2000).
1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 yang
berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke
atas”.
2. Menurut World Healt Oragnization (WHO)
- Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
- Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun
- Lanjut usia tua (old) : 75-90 Tahun
- Usia sanggat tua (very old) : diatas 90 tahun
3. Menurut Prof.Dr.Ny. Sumiati Ahmad Mohammad
- Masa bayi : 0-1 tahun
- Masa prasekolah : 1-6 tahun
- Masa sekolah : 6-10 tahun
- Masa pubertas : 10-20 tahun
- Masa dewasa : 20-40 tahun
- Masa setengah umur (prasenium) : 40-65 tahun
- Masa lanjut usia ( senium) : 65 tahun ke atas

4. Menurut Dra.Jos Masdani (Psikolog UI)


Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, kedewasaan, dapat dibagi menjadi
empat bagian sebagai berikut :
- Pertama (fase iuventus) : 25-40 tahun
- Kedua (fase vertilitas) : 40-55 tahun
- Ketiga (fase presenium) : 55-65 tahun
- Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia
5. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
- Masa dewasa muda (elderly adulthood) :18 atau 20-25 tahun
- Masa dewasa penuh/maturitas (middle years) : 25-60 atau 65 tahun
- Masa lanjut usia (geriatric age) : > 65 atau 70 tahun
- Nasa lanjut usia (geriatric age) itu sendiri dibagi lagi menjadi tiga batasan umur, yaitu
 young old (70-75 tahun)
 old (75-80 tahun)
 very old (>80 tahun)
6. Menurut Kementrian Kesehatan RI (2015)
- Pra lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun.
- Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
- Lansia risiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan berbagai
masalah kesehatan.
- Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan
yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
- Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
D. Karakteristik Lansia
Menurut pusat data dan informasi, kementrian kesehatan RI (2016), karakteristik lansia dapat
dilihat berdasarkan kelompok berikut ini :
1) Jenis kelamin
Lansia lebih didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Artinya, ini menunjukan bahwa
harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan.
2) Status perkawinan
Penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin 60%
dan cerai mati 37%.
3) Living arrangement
Angka beban tanggungan adalah angka yang menunjukan perbandingan banyaknya orang
tidak prokduktif (umur <15 tahun dan >65 tahun) dengan orang berusia produktif (umur
15-65 tahun). Angka tersebut menjadi cerminan besarnya beban ekonomi yang harus
ditanggung penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia nonproduktif.
4) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan merupakan salah satu indicator yang digunakan untuk mengukur derajat
kesehatan penduduk. Angka kesakitan bisa menjadi indicator kesehatan negate. Artinya,
semakin rendah angka kesakitan menunjukan derajat kesehatan penduduk semakin baik.
E. Perubahn-perubahan yang terjadi pada lansia
Menurut Kholifah,Nur Siti (2016) mengatakan ada beberapa perubahan yang terjadi pada
lansia yaitu :
1. Perubahan fisik
a. System indra
System pendengaran ; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena itu
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-
kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
b. System integument
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit
akan akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan bebercak. Kekeringan kulit
disebabkan atropi glanula sebasea dan glanula sudoritera, timbul pigmen berwarna
coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
c. System Muskuloskeletal
Perubahan system muskoloskeletal pada lansia : jaringan penghubung (kolagen dan
elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur.
d. System karidovaskuler
Perubahan pada system kardiovaskulr pada lansia adalah massa jantung bertambah,
ventrikel kiri mengalam ihipertropi sehinga peregangan jantung berkurang, kindisi ini
terjadi kerena perubahn jaringan ikat. Perubhan ini disebabkan oleh penumpukan
lipofusin, klsifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
e. System respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru,
udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi
torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan
toraks berkurang.
f. Pencernaan dan metabolism
Perubahan yang terjadi pada system pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai
kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa
lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan
menurunya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
g. System perkemihan
Pada system perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
h. System saraf
Susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada serabut
saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.
i. System reproduksi
Perubahan system reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan berangsur-angsur.
2. Perubahn Kognitif
a. Memory (daya ingat, ingatan) menurun
b. IQ (intelligent Quotient) menurun
c. Kemampuan belajar (Learning) menurun
d. Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e. Pemecahan Masalah (Problem Sloving)
f. Pengambilan Keputusan (Dcision Making
g. Kebijaksanaan (Wisdom)
h. Kinerja (Performance)
i. Motivasi
3. Perubahan Mental
Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a. Pertam-tama perubahn fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
4. Peubahan Spritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari.
5. Perubahn Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
b. Duka cita (Berevement)
Meningalnyapasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan
keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga
dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunya kemampuan adaptasi.
d. Ganguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan : fobia, panic, gangguan cemas umum, gangguan
stress stelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut
merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat
penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari
suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia sering
merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya
terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan
sosial.sindrome Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukan penampilan perilaku sanggat menganggu.
Rumah atau kamar kotor dan bau kerena lansia bermain-main dengan feses dan urin
nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan,
keadaan tersebut dapat terulang kembali.
F. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2. Mempersiapkan diri untuk pension
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4. Mempersiapkan kehidupan baru
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sisial/masyarakat secara santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam, 2008)
G. Kebutuhan Dasar Lansia
Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umumnya, yaitu kebutuhan makan,
kebutuhan perlindungan, perlindungan perawatan, kesehatan dan kebutuhan sosial dalam
mengadakan hubungan dengan orang lain, hubungan antar pribadi dengan keluarga, teman-
teman sebaya dan hubungan dengan organisasi-organisasi sosial, dengan penjelasan sebagai
berikut :
1. Kebutuhan utama, yaitu :
- Kebutuhan fisilogi/biologis seperti, makan yang bergizi, seksual, pakaian,
perumahan/tempat beribadah.
- Kebutuhan ekonomi berupa penghasilan yang memadai.
- Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan pengobatan.
- Kebutuhan psikologis, berupa kasih sayang adanya tanggapan dari orang lain,
ketentraman, merasa berguna, memiliki jati diri, serta status yang jelas.
- Kebutuhan sosial, berupa peranan dalam hubungan-hubungan dengan orang lain,
hubungan pribadi dalam keluarga, teman-teman dengan organisasi.
2. Kebutuhan sekunder, yaitu :
- Kebutuhan dalam melakukan aktivitas
- Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi.
- Kebutuhan yang bersifat politisi, yaitu meliputi status, perlindungan hukum,
partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan Negara atau
pemerintah.
- Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami akan makna
keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal yang tidak diketahui/diluar
kehidupan termasuk kematian.
H. PERAN PERAWAT SEBAGI TENAGA KESEHATAN
Menurut Muhith,Abdul & Siyoto Sandu (2016) mengatakan peran perawat geronti sebagai
berikut ini :
a. Sebagai care giver
b. Sebagai pendidik klien lansia
c. Sebagai motivator klien lansia
d. Sebagai advokasi klien lansia
e. Sebagai konselor klien lansia

Menurut Kholifah,Nur Siti (2016) mengatakan peran perawat sebagai berikut :

1. Guide Person of all ages toward a healthy aging process (membimbing orang pada segala
usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
2. Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same (mengormati hak orang
dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan mendorong kualitas
pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and being (memperhatikan serta mengurangi resiko
terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support care gives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan kesehatan).
7. Open channels for continued growth (membuka kesempatan lansia supaya mampu
berkembang sesuai (kapasitasnya).
8. Listern and support (mendengarkan semua keluhan lansia dan memberi dukungan)
9. Offer optimsm, encouragement an hope (memberikan semanggat, dukungan dan harapan
kepada lansia).
10. Generate, support, use and participate in research (menerapkan hasil penelitian, dan
mengembangkan layanan keperawatan melalui kegiatan penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (melakukan upaya pemeliharaan dan
pemulihan kesehatan.
12. Coordinate and management care (melakukan koordinasi dan manajemen keperawatan).
13. Asses, plan, implement and avaluate care in an individualized, hilistik maner (melakukan
pengkajian, merencenakan, melaksanakan dan mengevaluasi perawatan individu dan
perawatan secara menyeluruh).
14. Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan).
15. Nurture future gerontological nurses for advancement of the spciality (membangun masa
depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spiritual, aspect of each other (saling
memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual).
17. Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern (mengenal dan
mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempat bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan dan kenyamanan
dalam menghadapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN REUMATOID ARTHRITIS

A. PENGERTIAN REUMATOID ARTHRITIS


Arthritis rheumatoid (AR) merupakan penyakit kronik,sitemik yang menyebabkan inflamasi
synovial sehingga menyebabkan kerusakan progresif dari kartilago articular dan deformitas.
Artritis rheumatoid terjadi pada 1% populasi penduduk di seluruh dunia yang meliputi segala
umur dan lebih dominan pada wanita dengan perbandingan 3 : 1 (Mudjaddid, dkk, 2017).
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun sistemik yang penyebabnya belum
diketahui. Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan
keterlibatan sendi yang simetris, berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi
(poliartritis). Prevalensi rheumatoid arthritis (RA) telah dilaporkan sekitar 40 orang per 100.000
sengan sekitar 1 persen pada ras kaukasia tetapi bervariasi antara 0,1 persen (dipedesaan Arika)
dan 5 persen (di pima, blackfeet, dan Chippewa Indians). Perempuan tiga kali lebih sering dari
pada laki-laki (Muizzulatif, Sukohar, & Irawati, 2019).
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan kronis
pada sendi. Penatalaksanaan RA harus agresif dan sedini mungkin sehingga mampu
meningkatkan hasil jangka pendek maupun panjang penderita (Dhabib dkk, 2016).
Arthritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan sering kali
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Devi & Nadira).
Rheumatoid arthritis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang
terjadi di jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi sehingga
kolagen terpecah dan terjadi edema. Poliferasi membrane synovial dan akhirnya pembentukan
pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang (Brunner &
suddarth, 2001).
B. Etiologi Rheumatoid arthritis
Menurut Sembiring, Samuel (2018) menggatakan etiologi rheumatoid arthritis sebagai
berikut :
Umumnya, Arthritis Rheumatoid dimulai dari lutut sebagai synovitis monoartikular. Dan
cepat atau lambat, sendi lain pada akhirnya juga akan terlibat. Berkonstitusi dengan molekul
HLA-DR terikat-peptide dengan Rheumatoid arthritis.
Beberapa agen infeksius penyebab rheumatoid arthritis antara lain organisme Mycoplasma,
Eipstein-Barr virus dan virus rubella. Hal ini dibuktikan melalui pemeriksaan cairan synovial
pada pasien rheumatoid arthritis, pada beberapa kasus, infeksi diketahui berasa dari infeksi
periodontal, yang disebabkan oleh bakteri porphyromonas gingivalis.
Factor hormonal memiliki peran pada rheumatoid artritis. Hal ini menarik. Dijumpai
perbaikan rheumatoid artrhritis selama masa kehamilan, namun terjadi rekuensi periode awal
postpartum. Dan saat wanita mengonsumsi kontrasepsi oral, insiden rheumatoid artritis
berkurang. Hiperprolaktinemia kemungkinan juga merupakan factor resiko terjadi rheumatoid
arthritis.
C. Patofisiologi
Menurut Sembiring, Samuel (2018) mengatakan patofisiologi rheumatoid athritis sebagai
berikut :
Mekanisme terjadinya rheumatoid arthritis tidak dipahami secara jelas. Pemicu eksternal
(seperti merokok, infeksi dan trauma) memulai reaksi autoimun yang akhirnya mengarah kepada
hipertrofi synovial dan inflamasi sendi kronis. Hiperplasia sel synovial dan aktivasi sel
endothelial merupakan kejadian awal pada proses patofisiologi dimana terjadinya inflamasi tak
terkontrol. Selanjutnya kartilago dan tulang mengalami destruksi. Factor genetic dan system
imun berkontribusi pada proses penyakit ini.
D. Manifestasi klinis
Gejala-gejala arthritis rheumatoid (AR) menurut kriteria dari American Rheumatoid
Assiciantion (ARA) antara lain :
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan di
sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan
maksimal.
2. Artritis pada 3 regio. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft tissue
swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hiperostis).
3. Artritis pada persendian tangan, sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu
persendian tangan seperti tertera diatas.
4. Artritis simetris, maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak bersifat simetris)
pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyarthritis simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ekstensor atau daerah jukstaartrikular dalam observasi seorang dokter.
6. Factor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal factor rheumatoid serum yang
diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang 5% kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen
tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang kurus menunjukan adanya erosi atau
dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan
sendi.
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sembiring, Samuel (2018) mengatakan pemeriksaan penunjang Rheumatoid
Athritis sebagai berikut :
Penderita dengan AR akan dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium, dimana pada
pemeriksaan laboratorium tersebut biasanya ditemukan factor rheumatoid yang positif, pasien C-
reaktif yang positif, LED yang meningkat, Lukosit normal atau sedikit meningkat, adanya
Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik, trombosit meningkat dan
kadar albumin serum turun dan globin naik.
Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi
metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaca juga sering terkena. Pada awalnya
terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta articular. Kemudian terjadi
penyempitan ruang sendi dan erosi.
F. Tatalakasana
Menurut Sembiring, Samuel (2018) mengatakan ada beberap tatalaksana pengobatan
rheumatoid arthritis yaitu :
Pengobatan dan perawatan penderita AR berfokus kepada pendidikan penderita mengenai
penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan
terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama. Pemberian obat-
obatan anti inflamasi dan anti nyeri, obat-obat rematik (DMARD) yang digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis rheumatoid, serta
rehabilitasi yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup penderita.
Penderita AR dianjurkan untuk mengistirahatkan/meminimalisasi gerakan pada sendi yang
terkena, latihan dibawah pengawasan dokter, atau fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit
pada sendi berkurang atau minimal. Bila juga tidak berhasil, mungkin diperlukan alat-alat.
Karena itu, selain pengobatan rehabilitasi medic untuk penderita juga perlu dilakukan termasuk
diantaranya jika penderita juga perlu dilakukan termasuk diantaranya jika penderita mengunakan
pemakain alat bidai, tongkat penyangga, walking machine, kursi roda, sepatu dan terapi
mekanik, pemanasan hidroterapi, elektroterapi, serta oscupational therapy.
Kemajuan pengobatan dapat dinilai dengan menggunakan parameter antara lain lamanya
morning stiffness, banyaknya sendi yang nyeri bila digerakan, kekuatan menggenggam, waktu
yang diperlukan untuk berjalan 1015, hasil laboratorium, jumlah obat-obat yang digunakan.
G. Komplikasi
Menurut Sembiring, Samuel (2018) ada beberapa komplikasi dalam penatalaksanaan
perawatan rheumatoid arthritis yaitu :
1. Komplikasi yang terjadi antara lain kelainan system pencernaan yang sanggat sering
dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptic yang merupakan komplikasi utama penggunaan
obat anti inflamasi nosteroid (NSAID), obat pengubah perjalanan penyakit (disease
modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi factor penyebab morbiditas
dan mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.
2. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikulasi dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan
dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropatik iskemik akibat
vaskulitis.
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif (misalnya, tanda
vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan informasi riwayat pasien
pada rekam medik. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang kekuatan (untuk
mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan resiko (area yang perawat dapat mencegah
atau potensi masalah yang dapat ditunda).. Pengkajian dapat didasarkan pada teori
keperawatan tertentu seperti yang dikembangkan oleh Sister Callista Roy, Wanda Horta, atay
Dorothea Orem, atau pada kerangka pengkajian standar seperti Pola Kesehatan Fungsional
Menurut Marjory Gordon. Kerangka ini menyediakan cara mengategorikan data dalam jumlah
besar ke dalam jumlah yang dikelola berdasarkan pola atau kategori data terkait.

Dasar dari diagnosis keperawatan adalah penalaran klinis. Penalaran klinis diperlukan
untuk membedakan yang normal dari data abnormal, mengelompokkan data terkait,
menyadari data yang kurang, mengidentifikasi data yang tidak konsistensi, dan membuat
kesimpulan (Alfaro Lefebre,2004). Penilaian klinis adalah “interpretasi atau kesimpulan
tentang kebutuhan pasien, keprihatinan, atau masalah kesehatan, dan atau keputusan untuk
mengambil tindakan (Tanner,2006, hal.204). Isu-isu kunci, atau fokus, mungkin jelas di
awal penilaian (misalnya integritas kulit diubah, kesepian) dan memungkinkan perawat
untuk memulai proses diagnostik. Sebagai contoh, pasien dapat melaporkan rasa sakit atau
menunjukkan agitasi sambil memegang bagian tubuh. Perawat akan mengenali
ketidaknyamanan klien berdasarkan laporan klien atau prilaku sakit. Perawat ahli dapat
dengan cepat mengidentifikasi kelompok karateristik klinis dari data pengkajian dan mulus
maju ke diagnosis keperawatan. Perawat pemula mengambil proses yang lebih berurutan
dalam menentukan diagnosis keperawatan yang tepat.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penelitian klinis tentang respons manusia terhadap

gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan respons dari seorang individu,

keluarga, kelompok, atau komunitas. Perawat mendiagnosis masalah kesehatan, menyatakan


resiko, dan kesiapan untuk promosi kesehatan. Diagnosis berfokus masalah tidak boleh

dipandang lebih penting darpada diagnosis dengan prioritas tertinggi bagi pasien.

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang

telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa

keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien,

keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.

Masalah yang lazim muncul (Nanda 2015):

1) Nyeri akut b.d perubahan patologis oleh arthritis rheumatoid

2) Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok,

deformitas.

3) Gangguan mobilitas fisik b.d kekakuan sendi

4) Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuloskeletal (penurunan kekuatan otot)

5) Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit, penurunan produktifitas

(status kesehatan dan fungsi peran)


3. Perencanaan Keperawatan

Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika
perencanaan yang dibuat diaplilkasinkan pada klien. Tindakan yang dilakukan munngkin
sama. Mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi
yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan Pembuatan kriteria hasil dan
perencanaan tindakan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan. Setelah perawat mengkaji
kondisi klien dan menetapkan diagnosis
keperawatan, perawat perlu membuat rencana tindakan dan tolok ukur yang akan
digunakan untuk mengevaluasi perkembangan klien (DeLaune dkk, 2002).

Perencanaan keperawatan sebaiknya memenuhi persyaratan berikut ini (DeLauner


dkk, 2002).

1) Bersifat individual, bergantung pada kebutuhan dan kondisi klien.

2) Bisa dikembangkan bersama-sama dengan klien, tenaga kesehatan lain, atau

orang yang ada di sekitar klien.

3) Harus terdokumentasi.

4) Berkelanjutan.

Perencanaan keperawatan didefinisikan sebagai “berbagai perawatan,

berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan, yang dilakukan oleh seorang perawat

untuk meningkatkan hasil klien atau pasien” (CNC, n.d). Perencanaan tindakan

keperawatan adalah tulisan yang dibuat dan digunakan sebagai panduan saat

melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah yang muncul.


Tabel Perencanaan Keperawatan

Diagnosa
Keperawatan
No NOC NIC

1. Nyeri Akut b.d Perubahan 1. Pain level, 1.1 Lakukan pengkajian


Patologis oleh Arthritis nyeri secara
Rheumatoid 2. Pain control, komprehensif termasuk
3. Comfort level lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,

Kriteria hasil: kualitas dan faktor


prespitasi.
1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu 1.2 Observasi reaksi
penyebab nyeri, nonverbal dari
mampu ketidaknyamanan
mennggunakan
teknik 1.3 Kaji kultur yang
nonfarmakologi mempengaruhi respon
untuk mengurangi nyeri
nyeri, mecari 1.4 Kurangi faktor
bantuan) prespitasi nyeri
2. Melaporkan bahwa 1.5 Evaluasi pengalaman
nyeri berkurang nyeri masa lampau
dengan
menggunakan 1.6 Pilih dan lakukan
manajemen nyeri penanganan nyeri
(farmakologi,
3. Mampu mengenali non-farmakologi dan
nyeri (skala, inter personal)
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri) 1.7 Ajarkan teknik non
farmakologi
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah 1.8 Tingkatlkan istirahat
nyeri berkurang
1.9 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
2. DGangguan citra tubuh 1. Body image 2.1 Kaji secara verbal dan
. b.d perubahan non verbal respon klien
0 penampilan tubuh, sendi, 2. Self esteem terhadap tubuhnya
0 bengkok, deformitas. Kriteria hasil:
8 2.2 Monitor frekuensi
3 1. Body image positif mengkritik dirinya

2. Mampu 2.3 Jelaskan tentang


mengidentifikasi pengobatan,
kekuatan personal perawatan, kemajuan,
dan prognosis penyakit
3. Mendiskripsikan
secara faktual 2.4 Dorong klien
perubahan fungsi mengungkapkan
tubuh perasaannya
identifikasi arti
4. Mempertahankan pengurangan melalui
interaksi sosial alat bantu

2.5 Fasilitasi kontak


dengan individu lain
dalam kelompok kecil
3. Gangguan mobilitas fisik 3.1 Monitoring vital sign
b.d kekakuan sendi sebelum atau sesudah
latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
3.2 Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi
sesuai dengan
kebutuhan
3.3 Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
3.4 Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
3.5 Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
3.6 Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara
mandirisesuai
kemampuan
3.7 Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs klien
3.8 Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
3.9 Ajarkan klien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
4. DDefisit 1. Self care hygiene 4.1 Pertimbangkan usia
.
0
1
0
9
perawatan diri Kriteria hasil: klien ketika
b.d gangguan mempromosikan
muskuloskeletal (penurunan 1. Perawatan diri aktivitas perawatan diri
kekuatan otot) ostomi untuk
eliminasi 4.2 Menentukan jumlah
dan jenis bantuan yang
2. Perawatan diri dibutuhkan
aktivitas kehidupan
sehari-hari (ADL) 4.3 Menyediakan
mampu untuk lingkungan yang
melakukan aktivitas terapeutik dengan
perawaratan fisik memastikan hangat,
dan pribadi secara santai, pengalaman
mandiri atau denfan pribadi, dan personal
alat bantu
4.4 Tempat handuk, sabun,
3. Perawatan diri deodoran, alat
hygiene: mampu pencukur dan aksesoris
untuk lainnya yang
mempertahankan dibutuhkan di samping
kebersihan dan tempat tidur atau di
penampilan yang kamar mandi
rapi secara mandiri
dengan atau tanpa 4.5 Memantau
alat bantu pembersihan kuku,
menurut kemampuan
4. Perawatan diri perawatan diri klien
hygiene oral:
mampu 4.6 Memantau integritas
mempertahankan kulit klien
mobilitas yang 4.7 Menjaga kebersihan
diperlukan untuk diri klien
kekamar mandi dan
menyediakan 4.8 Memberikan bantuan
perlengkapan mandi sampai pasien
sepenuhnya dapat
5. Membersihkan dan mengasumsikan
mengeringkan perawatan diri
tubuh
6. Mengungkapkan
secara verbal
kepuasan tentang
kebersihan tubuh
dan hygiene oral
5. DAnsietas b.d kurangnya 1. Anxuety level 5.1 Gunakan pendekatan
. informasi yang menenangkan
0 2. Sosial anxiety level
0
8
0
tentang Kriteria hasil: 5.2 Nyatakan dengan jelas
penyakit, harapan terhadap
penurunan 1. Klien mampu pelaku pasien
produktifitas mengidentifikasi
(status dan 5.3 Jelaskan semua
kesehatan dan mengungkapkan prosedur dan apa yang
fungsi peran) gejala cemas dirasakan selama
prosedur
2. Vital sign dalam
batas normal 5.4 Pahami perspektif
pasien terhadap situasi
3. Postur tubuh, stres
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan 5.5 Temani pasien untuk
tingkat aktivitas memberikan keamanan
menunjukkan dan mengurangi takut
berkurangnya
kecemasan 5.6 Dengarkan dengan
penuh perhatian

5.7 Bantu pasien mengenal


situasi yang
menimbulkan
kecemasan

5.8 Dorong pasien untuk


mengungkapkan
perasaan, keatkutan,
persepsi
5.9 Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan

kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien.

Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreatifitas perawat. Sebelum

melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut

dilakukan. Perawat harus yakin bahwa: tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan

tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, serta sesuai dengan

kondisi klien, selalu dievaluasi apakah sudah efektif dan selalu didokumentasikan menurut

waktu (Doenges dkk, 2006).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat

membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah

ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya

sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang

berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor

kondisi klien untuk mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan tindakan

keperawatan, kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain,

apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa

terpenuhi (Doenges dkk,2006). Selain digunakan untuk mengevaluasi tindakan

keperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk memeriksa semua

proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti, FN (2009). Tingkat pengetahuan lansia tentang penyakit rheumatoid arthritis di
panti sosial tresna werdha (PSTW), Jakarta:Cendekia academia.edu.
Artinawati, sri (2014). Asuhan keperawatan gerontik, bogor, IN MEDIA.

Chintyawati, cicy. (2014). hubungan antara nyeri reumatoid arthritis dengan kemandirian
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari pada lansia di posbindu karang mekar wilayah
kerja puskesmas pisangan tangerang selatan, Tanggerang: cendekia 15-19.
Corwin, elizabeth j. (2009). buku saku patofisiologi, Jakarta: Egc 347.

Debora, oda. (2012). Proses keperawatan dan pemeriksaan fisik, Jakarta: salemba medika.

D mutiatikum, rabea pangerti yekti. (2009). faktor-faktor berhubungan dengan penyakit


sendi berdasarkan riskesdas 2007-2008, jakarta: Cendekia, Bul. Penelit. Kesehat.
Supplement 2009 : 32.

Kusuma, hardhi. Amin huda. (2016). asuhan keperawatan praktis berdasarkan penerapan
diagnosa nanda, NIC, NOC dalam berbagai kasus, edisi revisi jilid 2, jogjakarta:
mediaction.

Majid, yudi abdul, evi susanti (2018) pengaruh pendidikan kesehatan dengan media
kalender terhadap peningkatan pengetahuan lansia tentang penatalaksanaan
rematik. Babul ilmi jurnal ilmiah multi sciencekesehatan

Marwoto, dkk. (2010) buku ajar patologi II (khusus) edisi ke-1, jakarta.
Moloeng (1999) Metodologi penelitian, bandung:cendekia.

Nainggolan, olwin. (2012). prevalensi dan determinan penyakit rematik di indonesia.


Cendekia majalah kedokteran indonesia 59 (12), 588-594.

Nanda internasional. (2015). diagnosis keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017 edisi
10. jogjakarta: EGC.

Ningsih, Nurna. Lukman (2012). asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal. Jakarta: salemba medika 216-223.

PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia. Jakarta selatan: EGC.

Rachmawati, imami nur & yati afiyanti. (2014). metodologi penelitian kualitatif dalam riset
keperawatan, jakarta, rajagrafindo persada.

Anda mungkin juga menyukai