KEPERAWATAN GERONTIK
Disusun oleh
MARIUS LAIA
(2030282010)
DOSEN PEMBIMBING
Yaslina, M.Kep, Ns.Sp.Kep.Kom
Ns. Millia Angraini, M.KM
Sedangkan teori penuaan secara umum menurut (Ma’rifatul (2011) dapat dibedakan menjadi
dua teori biologi dan teori penuaan psikologis :
1. Teori Biologi
a. Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel
tubuh “deprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sel dari tubuh lansi dibiakan lalu
diobservasi di laboratorium terlihat jumlah sel-sel yang akan membelah sedikit. Pada
beberapa system, seperti system saraf, system musculoskeltal dan jantung, sel pada
jaringan dan organ dalam system itu tidak dapat digantikan jika sel tersebut dibuang
karena rusak atau mati. Oleh karena itu, system tersebut beresiko akan mengalami
proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikti atau tidak sama sekali
untuk tumbuh dan memperbaiki diri.
b. Sitesi protein (kolagen dan elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan leastisitasnya pada lansia. Proses
kehilangan elastisitasnya ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen protein dalam jaringan tertentu.
c. Keracunan oksigen
Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk
mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang
tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidak mampuan mempertahankan
diri dari toksin tersebut membuat struktur membrane sel mengalami perubahan serta
terjadinya keselahan genetic. Membrane sel tersebut merupakan alat sel supaya dapat
berkomunikasi dengan lingkunganya dan berfungsi juga untuk mengontrol proses
pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik didalam tubuh.
d. System imun
Kemampuan system imun mengalami kemunduran pada masa panuaan. Walaupun
demikian, kemunduran kemampuan system imun yang terdiri dari system limfatik
dan khususnya sel darah putih, juga merupakan factor yang berkontribusi dalam
proses penuaan
e. Teori menua akibat metabolism
Pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur, perpanajng umur karena jumlah kalori tersebut antara lain
disebabkan karena menurunya salah satu atau beberapa proses metabolism terjadi
penurunan pengeluaran hormone yang merangsang pruferasi sel misalnya insulis dan
hormone pertumbuhan.
2. Teori Psikologis
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah
menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai
tuanya. Teori ini menyatakan bahwapada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identity pada lansia
yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat,
melibatkan diri dengan masalah di masyarakat. Keluarga dan hubungan interpersonal.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi
pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya.
C. Batasan umur lanjut usia
Berikut ini adalah batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari pendapat
berbagai ahli yang dikutip dari Nugroho (2000).
1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 yang
berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke
atas”.
2. Menurut World Healt Oragnization (WHO)
- Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
- Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun
- Lanjut usia tua (old) : 75-90 Tahun
- Usia sanggat tua (very old) : diatas 90 tahun
3. Menurut Prof.Dr.Ny. Sumiati Ahmad Mohammad
- Masa bayi : 0-1 tahun
- Masa prasekolah : 1-6 tahun
- Masa sekolah : 6-10 tahun
- Masa pubertas : 10-20 tahun
- Masa dewasa : 20-40 tahun
- Masa setengah umur (prasenium) : 40-65 tahun
- Masa lanjut usia ( senium) : 65 tahun ke atas
1. Guide Person of all ages toward a healthy aging process (membimbing orang pada segala
usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
2. Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same (mengormati hak orang
dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan mendorong kualitas
pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and being (memperhatikan serta mengurangi resiko
terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support care gives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan kesehatan).
7. Open channels for continued growth (membuka kesempatan lansia supaya mampu
berkembang sesuai (kapasitasnya).
8. Listern and support (mendengarkan semua keluhan lansia dan memberi dukungan)
9. Offer optimsm, encouragement an hope (memberikan semanggat, dukungan dan harapan
kepada lansia).
10. Generate, support, use and participate in research (menerapkan hasil penelitian, dan
mengembangkan layanan keperawatan melalui kegiatan penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (melakukan upaya pemeliharaan dan
pemulihan kesehatan.
12. Coordinate and management care (melakukan koordinasi dan manajemen keperawatan).
13. Asses, plan, implement and avaluate care in an individualized, hilistik maner (melakukan
pengkajian, merencenakan, melaksanakan dan mengevaluasi perawatan individu dan
perawatan secara menyeluruh).
14. Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan).
15. Nurture future gerontological nurses for advancement of the spciality (membangun masa
depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spiritual, aspect of each other (saling
memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual).
17. Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern (mengenal dan
mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempat bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan dan kenyamanan
dalam menghadapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN REUMATOID ARTHRITIS
Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif (misalnya, tanda
vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan informasi riwayat pasien
pada rekam medik. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang kekuatan (untuk
mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan resiko (area yang perawat dapat mencegah
atau potensi masalah yang dapat ditunda).. Pengkajian dapat didasarkan pada teori
keperawatan tertentu seperti yang dikembangkan oleh Sister Callista Roy, Wanda Horta, atay
Dorothea Orem, atau pada kerangka pengkajian standar seperti Pola Kesehatan Fungsional
Menurut Marjory Gordon. Kerangka ini menyediakan cara mengategorikan data dalam jumlah
besar ke dalam jumlah yang dikelola berdasarkan pola atau kategori data terkait.
Dasar dari diagnosis keperawatan adalah penalaran klinis. Penalaran klinis diperlukan
untuk membedakan yang normal dari data abnormal, mengelompokkan data terkait,
menyadari data yang kurang, mengidentifikasi data yang tidak konsistensi, dan membuat
kesimpulan (Alfaro Lefebre,2004). Penilaian klinis adalah “interpretasi atau kesimpulan
tentang kebutuhan pasien, keprihatinan, atau masalah kesehatan, dan atau keputusan untuk
mengambil tindakan (Tanner,2006, hal.204). Isu-isu kunci, atau fokus, mungkin jelas di
awal penilaian (misalnya integritas kulit diubah, kesepian) dan memungkinkan perawat
untuk memulai proses diagnostik. Sebagai contoh, pasien dapat melaporkan rasa sakit atau
menunjukkan agitasi sambil memegang bagian tubuh. Perawat akan mengenali
ketidaknyamanan klien berdasarkan laporan klien atau prilaku sakit. Perawat ahli dapat
dengan cepat mengidentifikasi kelompok karateristik klinis dari data pengkajian dan mulus
maju ke diagnosis keperawatan. Perawat pemula mengambil proses yang lebih berurutan
dalam menentukan diagnosis keperawatan yang tepat.
2. Diagnosa Keperawatan
gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan respons dari seorang individu,
dipandang lebih penting darpada diagnosis dengan prioritas tertinggi bagi pasien.
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang
telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien,
deformitas.
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika
perencanaan yang dibuat diaplilkasinkan pada klien. Tindakan yang dilakukan munngkin
sama. Mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi
yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan Pembuatan kriteria hasil dan
perencanaan tindakan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan. Setelah perawat mengkaji
kondisi klien dan menetapkan diagnosis
keperawatan, perawat perlu membuat rencana tindakan dan tolok ukur yang akan
digunakan untuk mengevaluasi perkembangan klien (DeLaune dkk, 2002).
3) Harus terdokumentasi.
4) Berkelanjutan.
berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan, yang dilakukan oleh seorang perawat
untuk meningkatkan hasil klien atau pasien” (CNC, n.d). Perencanaan tindakan
keperawatan adalah tulisan yang dibuat dan digunakan sebagai panduan saat
Diagnosa
Keperawatan
No NOC NIC
kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien.
melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut
dilakukan. Perawat harus yakin bahwa: tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan
tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, serta sesuai dengan
kondisi klien, selalu dievaluasi apakah sudah efektif dan selalu didokumentasikan menurut
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya
sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang
berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor
keperawatan, kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain,
apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa
keperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk memeriksa semua
proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti, FN (2009). Tingkat pengetahuan lansia tentang penyakit rheumatoid arthritis di
panti sosial tresna werdha (PSTW), Jakarta:Cendekia academia.edu.
Artinawati, sri (2014). Asuhan keperawatan gerontik, bogor, IN MEDIA.
Chintyawati, cicy. (2014). hubungan antara nyeri reumatoid arthritis dengan kemandirian
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari pada lansia di posbindu karang mekar wilayah
kerja puskesmas pisangan tangerang selatan, Tanggerang: cendekia 15-19.
Corwin, elizabeth j. (2009). buku saku patofisiologi, Jakarta: Egc 347.
Debora, oda. (2012). Proses keperawatan dan pemeriksaan fisik, Jakarta: salemba medika.
Kusuma, hardhi. Amin huda. (2016). asuhan keperawatan praktis berdasarkan penerapan
diagnosa nanda, NIC, NOC dalam berbagai kasus, edisi revisi jilid 2, jogjakarta:
mediaction.
Majid, yudi abdul, evi susanti (2018) pengaruh pendidikan kesehatan dengan media
kalender terhadap peningkatan pengetahuan lansia tentang penatalaksanaan
rematik. Babul ilmi jurnal ilmiah multi sciencekesehatan
Marwoto, dkk. (2010) buku ajar patologi II (khusus) edisi ke-1, jakarta.
Moloeng (1999) Metodologi penelitian, bandung:cendekia.
Nanda internasional. (2015). diagnosis keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017 edisi
10. jogjakarta: EGC.
Ningsih, Nurna. Lukman (2012). asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal. Jakarta: salemba medika 216-223.
Rachmawati, imami nur & yati afiyanti. (2014). metodologi penelitian kualitatif dalam riset
keperawatan, jakarta, rajagrafindo persada.