Anda di halaman 1dari 23

UNIVERSITAS FALETEHAN

KEPERAWATAN GERONTIK

LAPORAN PENDAHULUAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

SHELLA AYUNINGTIAS PUTRI

1018031107

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS FALETEHAN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. KONSEP PROSES PENUAAN


1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari. Menua atau
menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak  permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang  berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,
dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun  psikologis.
Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan
figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Menua (menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara  perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup (Nugroho, 2000).

2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis
menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
b. Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998. Batasan orang dikatakan lansia
adalah 60 tahun.
Depkes, diikuti dari Azis (1994) lebih lanjut membuat penggolongan lansia
menjadi 3 kelompok yaitu:
1) Kelompok lansia dini (55-64) tahun) yakni kelompok yang baru memasuki
lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun keatas).
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yakni lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
c. Menurut Birren dan Jenner (1977), mengelompokkan usia lanjut menjadi 3
kelompok, yaitu:
1) Usia biologis, yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya
berada dalam keadaan hidup hingga mati.
2) Usia psikologis, menunjuk kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian kepada situasi hidupnya.
3) Usia sosial, yang menunjukkan kepada peran yang diharapkan atau diberikan
masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

3. Teori Proses Menua


1) Teori Biologis
a. Teori genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa
didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses
penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik 
untuk spesies tertentu. setiap spesies didalam inti selnya memiliki suatu jam
genetic jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang
berbeda – beda yang telah diputar  menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis
ini berhenti berputar, dia akan mati. Manusia mempunyai umur harapan hidup
nomor  dua terpanjang setelah bulus. secara teoritis, memperpanjang umur 
mungkin terjadi, meskipun hanya beberapa waktu dengan  pengaruh dari luar,
misalnya peningkatan kesehatan dan  pencegahan penyakit dengan pemberian
obat – obatan atau tindakan tertentu
b. Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik  akibat pengaruh
lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam  proses transkripsi DNA atau
RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. kesalahan ini terjadi terus –
menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan
sel menjadi kanker atau sel menjadi penyakit. setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga
terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana, 2000).
c. Teori non genetic
a) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory, mutasi yang
berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh
mengenali dirinya sendiri (self  recognition). Mutasi yang merusak membran
sel, akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada
lanjut usia (Goldstein, 1989).
b) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory, teori radikal bebas
dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh, karena adanya proses
metabolisme atau proses  pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas
merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai
elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif  mengikat atom atau
molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam
tubuh. Tidak stabilnya radikal  bebas (kelompok atom mengakibatkan oksidasi
oksigen bahan organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel, 1994).
c) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam  berbagai percobaan
hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo, 2000).
d) Teori rantai silang (cross link theory, teori ini menjelaskan  bahwa menua
disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul
kolagen bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan
yang menyebabkan  perubahan padamembran plasma, yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada
proses menua.
e) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, terdiri atas
teori oksidasi stres (wear and tear  theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan
stres menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal).
2) Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara lain :
a. Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal – hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lanjut
usia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan
status sosial berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pokok – pokok sosial
exchange theory antara lain:
1. Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya
masing – masing .
2. Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan  biaya dan
waktu.
3. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor  mengeluarkan
biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
1. Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.
2. lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan akti;itas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
3. Ukuran optimum (pola hidup)dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia.
4. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan indi;idu agar tetap stabil
dari usia pertengahan sampai lanjut usia
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personalitas yang dimilikinya.
d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory).
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya

4. Perubahan Pada Lansia


a. Perubahan fisik
1. Sistem respirasi : Menurut Nugroho (2008) perubahan pada sismtem respirasi
meliputi, otot pernapasan menjadi kaku, penurunan aktivitas silia menyebabkan
reaksi batuk berkurang sehingga secret menumpuk dan terjadi obstruksi.
2. Sistem kardiovaskuler : katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa
darah menurun hal ini menyebabkan penurunan kontraksi dan volume, elastisitas
pembuluh darah menurun, meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
menyebabkan tekanan darah meningkat (Maryam, 2008).
3. Sistem persarafan : saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon, berkurangnya atau hilangnya lapisan myelin akson dapat
menyebabkan respon motoric dan reflek berkurang (Maryam, 2008).
4. Sistem musculoskeletal : menurut Maryam (2008) perubahan terjadi meliputi,
cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh, bungkuk, persendian membesar
dan kaku, tremor, tendon mengerut.
5. Sistem panca indera : menurut Nugroho (2008), mengalami gangguan dan
kemunduran diantaranya pada sistem pendengaran, penglihatan, pengecap dan
pembau, serta peraba.
b. Perubahan mental
Menurut Maryam (2008) perubahan psikologis pada lansia meliputi short term
memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi
kematian, perubahan keinginan, depresi dan kecemasan. Pada umumnya usia lanjut
mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Dari segi mental emosional
sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya
kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut
diterlantarkan karena tidak berguna lagi.
c. Perubahan psikososial
a) Pensiun
Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitas dan identitas yang dikaitkan
dengan peranan pekerjaan. Bila seseorang pensiun, ia akan mengalami
kehilangan-kehilangan antara lain; kehilangan finansial (income berkurang),
kehilangan status/jabatan, kehilangan teman/kenalan serta kehilangan pekerjaan
atau kegiatan.
b) Kesepian
Septiningsih (2012) menjelaskan dalam studinya bahwa lansia rentan
mengalami kesepian. Kesepian yang dialami dapat berupa kesepian emosional,
situasional, kesepian sosial.
c) Kecemasan
Kecemasan dalam menghadapi kematian Ermawati (2013) menyimpulkan
bahwa terdapat 2 tipe lansia yang berbeda saat memandang kematian. Tipe
pertama yaitu lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam menghadapi
kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi. Sementara
tipe yang kedua adalah lansia yang cemas berat menghadapi kematian
dikarenakan takut akan kematian itu sendiri, takut mati karena banyak tujuan
hidup yang belum tercapai, juga merasa cemas karena sendirian dan tidak akan
ada yang menolong saat sekarat nantinya.

B. KONSEP HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Penyakit hipertensi ini tidak selalu
beresiko pada penderita penyakit jantung, tetapi juga beresiko pada penderita
penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan semakin tinggi
tekanan darah, makin besar pula resikonya (Nurarif, et al., 2015).
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan darah
diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas maupun
mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang
sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah
yang kembali ke jantung (Triyanto,2014).

2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut NANDA NIC-NOC klasifikasi dari hipertensi, yaitu :

Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa 18 tahun atau lebih


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 130 < 85
Normal Tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Tingkat 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
Tingkat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110
Tingkat 4 (sangat berat) ≥ 210 ≥ 120

3. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Hipertensi Primer (Esensial)
Disebut hipertensi idopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang
memepengaruhinya, yaitu : genetic, lingkungan, hiperaktivitas saraf simpatis
sistem renin, angiostensin, dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor – faktor
yang meningkatkan risiko adalah obesitas, merokok, alcohol dan polistemia.
b. Hipertensi Sekunder
Penyebab, yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjalm sindrom cushing, dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dana
tau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg
2) Hipertensi sistolik teriosolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Faktor Risiko Faktor-faktor risiko hipertensi terbagi dalam 2 kelompok yaitu faktor
yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah :
a. Faktor yang dapat diubah
1) Gaya hidup modern
Kerja keras penuh tekanan yang mendominasi gaya hidup masa kini
menyebabkan stres berkepanjangan. Kondisi ini memicu berbagai penyakit
seperti sakit kepala, sulit tidur, gastritis, jantung dan hipertensi. Gaya hidup
modern cenderung membuat berkurangnya aktivitas fisik (olah raga).
Konsumsi alkohol tinggi, minum kopi, merokok. Semua perilaku tersebut
merupakan memicu naiknya tekanan darah.
2) Pola makan tidak sehat
Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga keseimbangan cairan dan
mengatur tekanan darah. Tetapi bila asupannya berlebihan, tekanan darah
akan meningkat akibat adanya retensi cairan dan bertambahnya volume darah.
Kelebihan natrium diakibatkan dari kebiasaan menyantap makanan instan
yang telah menggantikan bahan makanan yang segar. Gaya hidup serba cepat
menuntut segala sesuatunya serba instan, termasuk konsumsi makanan.
Padahal makanan instan cenderung menggunakan zat pengawet seperti
natrium berzoate dan penyedap rasa seperti monosodium glutamate (MSG).
Jenis makanan yang mengandung zat tersebut apabila dikonsumsi secara terus
menerus akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena adanya
natrium yang berlebihan di dalam tubuh.
3) Obesitas
Saat asupan natrium berlebih, tubuh sebenarnya dapat membuangnya melalui
air seni. Tetapi proses ini bisa terhambat, karena kurang minum air putih,
berat badan berlebihan, kurang gerak atau ada keturunan hipertensi maupun
diabetes mellitus. Berat badan yang berlebih akan membuat aktifitas fisik
menjadi berkurang. Akibatnya jantung bekerja lebih keras untuk memompa
darah.
b. Faktor yang tidak dapat diubah :
1) Genetik Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar Sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
Potassium terhadap Sodium, individu dengan orang tua yang menderita
hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar daripada orang yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Anggraini dkk, 2009).
2) Usia
Hipertensi bisa terjadi pada semua usia, tetapi semakin bertambah usia
seseorang maka resiko terkena hipertensi semakin meningkat. Penyebab
hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan–
perubahan pada, elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas
pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
(Smeltzer, 2009).
3) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, akan tetapi wanita
pramenopause (sebelum menopause) prevalensinya lebih terlindung daripada
pria pada usia yang sama. Wanita yang belum menopause dilindungi oleh oleh
hormone estrogen yang berperan meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolestrol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis yang dapat
menyebabkan hipertensi (Price & Wilson, 2006).

4. Tanda dan Gejala


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing, Lemas, kelelahan, Sesak
nafas, Gelisah, Mual, Muntah, Epitaksis , Kesadaran menurun
Menurut Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah
intracranial. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Gejala lain yang umumnya
terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

5. Patofisologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi
sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk pertimbangan
gerontologi perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup), mengakibatkan penurunan
curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

6. Komplikasi
a. Stroke
b. Infark miokard
c. Gagal ginjal
d. Gagal jantung
e. Kerusakan pada mata

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan tembakau, latihan
dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan
2) Perubahan cara hidup
3) Mengurangi intake garam dan lemak
4) Mengurangi intake alcohol
5) Mengurangi BB untuk yang obesitas
6) Latihan / peningkatan aktivitas fisik
7) Olahraga teratur
8) Menghindari ketegangan
9) Istirahat cukup
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penangan mengguanakan obat – obatan, antara lain :
1) Golongan Diuretik : membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan
mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan
darah.
2) Penghambat Adrenergik : sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker, beta
–blocker, dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat sistem saraf
simpatis. Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan
memberikan respon terhadap stress, dengan cara meningkatkan tekanan darah.
3) ACE-inhibitor : angiostensin converting enzyme inhibitor menyebabkan
penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
4) Angiotensin-II-bloker : menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu
mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.
5) Antahonis Kalsium : menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang berbeda
6) Vasodilator : melebarnya pembuluh darah
7) Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang
menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan segera. Beberapa obat
bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan
secara intervena : diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin, labetalol.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas dan anemia.
2) BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3) Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh penegluaran kadar ketokolamin.
4) Uranalisa : darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM
b. CT scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
c. EKG : dapat menunjakan pola rengangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantunh hipertensi
d. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : batu ginjal, perbaikan ginjal
e. Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Hal – hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain : Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang
terdekat, alamat, Nomor Registrasi.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : biasanya pasien dengan keluhan kepala terasa pusing dan
bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur
2) Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien
mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan berkunang – kunang,
tidak bisa tidur
3) Riwayat kesehatan dahulu : biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit
menahun yang sudah lama dialami oleh pasien dan biasanya pasien
mengkonsumsi obat rutin
4) Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit
keturunan
c. Riwayat obat
Menanyakan obat yang telah dikonsumsi sebelumnya
d. Pengkajian ADL (activity daily living)
1) Nutrisi
Menilai apakah ada perubahan nutrisi dalam makan dan minum, pola
konsumsi makanan dan riwayat peningkatan berat badan. Biasanya pasien
dengan hipertensi perlu memenuhi kandungan nutrisi seperti karbohidrat,
protein, mineral, air, lemak, dan serat. Tetapi diet rendah garam juga berfungsi
untuk mengontrol tekanan darah pada klien.
2) Istirahat/tidur : Pada pasien lansia dengan hipertensi mengalami susah tidur
3) Aktivitas : menanyakan apakah terjadi perubahan pola aktivitas dalam waktu
terkahir, kebiasaan merokok
2. Pemeriksaan Fisik
 Pada pemeriksaan kepala dan leher
meliputi pemeriksaan bentuk kepala, penyebaran rambut, warna rambut, struktur
wajah, warna kulit, kelengkapan dan kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea
mata, konjungtiva dan sclera, pupil dan iris, ketajaman penglihatan, tekanan bola
mata, cuping hidung, lubang hidung, tulang hidung, dan septum nasi, menilai
ukuran telinga, ketegangan telinga, kebersihan lubang telinga, ketajaman
pendengaran, keadaan bibir, gusi dan gigi, keadaan lidah, palatum dan orofaring,
posisi trakea, tiroid, kelenjar limfe, vena jugularis serta denyut nadi karotis.
 Pada pemeriksaan thoraks
meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk dada, penggunaan
otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi (penilaian vocal premitus), perkusi
(menilai bunyi perkusi apakah terdapat kelainan), dan auskultasi (peniaian suara
nafas dan adanya suara nafas tambahan).
 Pada pemeriksaan jantung
meliputi inspeksi dan palpasi (mengamati ada tidaknya pulsasi serta ictus kordis),
perkusi (menentukan batas-batas jantung untuk mengetahui ukuran jantung),
auskultasi (mendengar bunyi jantung, bunyi jantung tambahan, ada atau tidak
bising/murmur)
 Pada pemeriksaan abdomen
meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk abdomen,
benjolan/massa, bayangan pembuluh darah, warna kulit abdomen, lesi pada
abdomen), auskultasi(bising usus atau peristalik usus dengan nilai normal 5-35
kali/menit), palpasi (terdapat nyeri tekan, benjolan/masa, benjolan/massa,
pembesaran hepar dan lien) dan perkusi (penilaian suara abdomen serta
pemeriksaan asites).
 Pemeriksaan genetalia dan sekitarnya
meliputi area pubis, meatus uretra, anus serta perineum terdapat kelainan atau
tidak. Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi
 pemeriksaan kekuatan dan kelemahan eksremitas, kesimetrisan cara berjalan.
Pada pemeriksaan integument meliputi kebersihan, kehangatan, warna, turgor
kulit, tekstur kulit, kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat lesi atau
tidak.
 Pada pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran (GCS),
pemeriksaan saraf otak (NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik, serta
pemeriksaan reflex

3. Pathway

4. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Penurunan Curah Jantung d.d perubahan afterload
2) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis
3) Intoleran Aktivitas b.d kelemahan
5. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1 Ds : Faktor resiko (dapat Resiko Penurunan
- Mengeluh sakit dikontrol, tidak dapat di Curah Jantung d.d
kepala kontrol) perubahan afterload
Do : ↓
- Tekanan darah Hipertensi
meningkat ↓
Pembuluh darah

Vasokontriksi

Afterload meningkat

Resiko penurunan curah
jantung
2 Ds : Faktor resiko (dapat Nyeri Akut b.d agen
- Mengeluh nyeri dikontrol, tidak dapat di pencedera fisiologis
Do : kontrol)
- Tekanan darah ↓
meningkat Hipertensi
- Sulit tidur ↓
- Nafsu makan Otak
berubah ↓
- Pola napas Pembuluh darah otak
berubah meningkat
- Gelisah ↓
Suplai O2 menurun

Nyeri akut
3 Ds : Faktor resiko (dapat Intoleran Aktivitas b.d
- Mengeluh lelah dikontrol, tidak dapat di kelemahan
- Merasa tidak kontrol)
nyamn setelah ↓
beraktivitas Hipertensi
- Merasa lemah ↓
Do : Pembuluh darah
- Tekanan darah ↓
berubah >20% Vasokontriksi
dari kondisi ↓
istirahat Afterload meningkat
- Frekuensi ↓
jantung Fatique
meningkat > ↓
20% dari Intoleransi aktivitas
kondisi istirahat

6. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1 Resiko Penurunan Setelah dilakukan Perawatan jantung
Curah Jantung d.d asuhan keperawatan Obeservasi :
perubahan afterload selama 3x24 jam - identifikasi tanda/ gejala
diharapkan curah primer penurunan curah
jantung meningkat jantung
dengan kriteria hasil : - monitor tekanan darah
- Tekanan darah -monitor intake dan output
membaik cairan
- Lelah menurun - mpnitor berat badan
- Oliguria setiap hari pada waktu
menurun yang sama
Terapeutik :
- Berikan diet yang
sesuai
- Fasilitasi pasien
dan keluarga untuk
modifikasi gaya
hidup sehat
- Berika terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress,
jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan
beraktivitas fisik
seusai toleransi
- Anjurkan berhenti
merokok
2 Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis asuhan keperawatan Observasi :
selama 3x24 jam - Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat nyeri karakteristik,
menurun dengan kriteria durasi, frekuensi.
hasil : Kualitas, intensitas
- Keluhan nyeri nyeri
menurun - Identifikasi skala
- Gelisah menurun nyeri
- Kesulitan tidur Terapeutik :
menurun - Berikan terapi
- Tekanan darah komplementer
membaik untuk mengurangi
- Nafsu makan rasa nyeri
membaik - Kontrol
- Pola tidur lingkungan yang
membaik memperberat rasa
- Muntah menurun nyeri
- Mual menurun - Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi :
- Ajarkan terapi
koplementer untuk
mengurangi rasa
nyeri
- Informasikan
pengguanan
analgetik
3 Intoleran Aktivitas Setelah dilakukan Manajemn energy
b.d kelemahan asuhan keperawatan Observasi :
selama 3x24 jam - Identifikasi
diharapkan toleransi gangguan funsgi
aktivitas meningkat tubuh yang
dengan kritera hasil : mengakibatkan
- Keluhan lelah kelelahan
menurun - Monitor fisik dan
- Perasaan lemah emosisonal
menurun - Monitor pola dan
- Tekanan darah jam tidur
membaik - Monitor lokasi dan
- Ferkuensi napas ketidaknyamanan
membaik selama melakukan
aktivitas
Terapeutik :
- Anjurkan tirah
baring
- Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
- Gunakan latihan
rentang gerak
pasif/ atau aktif
Edukasi :
- Anjurkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2018. Hipertensi Membunuh Diam-Diam Ketahui Tekanan Darah
Anda

Departemen Kesehatan RI. 2018. Potret Sehat Indonesia dari Riskesdas 2018, Jakarta :
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.

Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta: EGC

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC

Putri, N. A. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA “Ny.J” DENGAN


HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS . 3-10.

Riskesdas (2018). Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI

Smeltzer C Suzanne & Bare G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed.8 vol 3.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran : EGC

SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PPNI

SLKI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

SIKI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Undang – undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia

Anda mungkin juga menyukai