A DENGAN GASTRITIS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMBACANG KOTA PADANG
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas Mata Kuliah Praktik Gerontik
OLEH:
2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/ biologis
menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961) Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah
dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia
mengalami kehilangan ganda (triple loss):
1. Kehilangan peran (loss of role).
2. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and
relationship).
3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores
and values)
Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses menua
yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat
memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri
menghadapi kematiannya. Dari penyebab terjadinya proses menua
tersebut, ada beberapa peluang yang memungkinkan dapat diintervensi
agar proses menua dapat diperlambat. Kemungkinan yang terbesar adalah
mencegah:
1. Meningkatnya radikal bebas.
2. Memanipulasi sistem imun tubuh.
3. Melalui metabolisme/makanan, memang berbagai misteri kehidupan
masih banyak yang belum bisa terungkap, proses menua merupakan
salah satu misteri yang paling sulit dipecahkan.
Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari luar (eksogen) tidak
boleh dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya hidup yang
salah. Banyak faktor yang memengaruhi proses menua (menjadi tua),
antara lain herediter/genetik, nutrisi/makanan, status kesehatan,
pengalaman hidup, lingkungan, dan stres. Proses menua/menjadi lanjut
usia bukanlah suatu penyakit, karena orang meninggal bukan karena tua,
orang muda pun bias meniggal dan bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos
mengenai lanjut usia yang sering merugikan atau bernada negatif, tetapi
sangat berbeda dengan kenyataan yang dialaminya (Nugroho, 2000).
2. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di terima ditengah
masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih tahu diri, tak mempunyai
inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai istrinya. Ia
senang mengalami pensiun, malahan biasanya banyak makan dan minum, tidak
suka bekerja dan senang untuk berlibur.
3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan tak stabil,
bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak dapat di kontrol,
memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif. Anehnya mereka
takut menghadapi menjadi tua dan tak menyenangi masa pensiun.
Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998,
PHBS erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang
garapanya adalah membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam bidang
kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai dengan visipromosi
kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-masing tatanan. Gaya hidup
sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok, melakukan aktivitas
30 menit sehari, personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan seperti
rumah sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.
Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia
untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi,
yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai
kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi
seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan
zat pengatur.
a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras,
jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.
b. Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan
komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan
pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia
(posyandu lansia) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS) lanjut usia.
c. Upaya Kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan dapat di
lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut
ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan
Desa. Apabila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan
fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.
d. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif maupun
upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan
fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.
https://images.app.goo.gl/zKPUCquxPWP5h5dEA
Lambung dalam bahasa inggris (stomach) dan dalam bahasa belanda (maag)
atau ventrikulus atau gaster. Berupa suatu kantong yang terletak dibawah sekat rongga
badan.
Lambung menerima persediaan darah yang melimpah dari arteri gastrika dan
arteri lienalis, persyarafan diambil dari vagus dan dari pleksus seliaka sistema
simpatis. Makanan masuk kedalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal,
sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung kedalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting yaitu :
1. Lendir berfungsi untuk melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh
asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2. Asam klorida (HCL) berfungsi untuk menciptakan suasana yang sangat
asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara
membunuh berbagai bakteri.
3. Perkursor pepsin merupakan enzim yang memecahkan protein.
IV. Etiologi
Lambung adalah sebuah kantung otot yang kosong, terletak pada bagian kiri
atas perut tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa mempunyai panjang
berkisar antara 10 inci dan dapat mengembang untuk menampung makanan atau
minuman sebanyak 1 galon. Bila lambung damlam keadaan kosong, maka ia akan
melipat mirip seperti sebuah akordion. Ketika lambung mulai terisi akan
mengembang, lipatan-lipatan tersebut secara bertahap membuka.
Lambung memproses dan menyimpan makanan dan secara bertahap
melepaskannya kedalam usus kecil. Kerika makanan masuk kedalam esopagus,
sebuah cincin otot yang berada pada sambungan antara esopagus dan lambung
(asophageal sphincter) akan membukan dan membiarkan makanan masuk ke
lambung. Setelah masuk kelambung cincin ini menutup. Dinding lambung terdiri
dari lapisan-lapisan otot yang kuat. Ketika makanan berada dilambung, dinding
lambung akan mulai menghancurkan makanan tersebut. Pada saat yang sama,
kelenjar-kelenjar yang berada dimukosa pada dinding lambung mulai
mengeluarkan cairan lambung (termasuk enzim-enzim dan asam lambung) untuk
lebih menghancurkan makanan tersebut.
Salah satu komponen cairan lambung adalah asam hidroklorida. Asam ini
sangat korosif sehingga paku besi pun larut dalam cairan ini. Dinding lambung
dilindungi oleh mukosa-mukosa bicarbonate (sebuah lapisan penyangga yang
mengeluarkan ion bikarbonat secara regular sehingga menyeimbangkan
keasaman dalam lambung) sehingga terhindar dari sifat korosif asam
hidroklorida.
Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan
mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung. Beberapa penyebab
yang dapat mengakibatkan terjadinya gastritis antara lain :
1. Infeksi bakteri
4. Penggunaan kokain
5. Stress fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau
infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan
pada lambung.
6. Kelainan autoimmune
7. Crohn’s disease
Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada
dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan
peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini,
gejala-gejala dari Crohn’s disease (yaitu sakit perut dan diare dalam
bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala gastritis.
1. Gastritis Akut
Pengaruh efek samping obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti
Inflamatory Drug seperti aspirin juga dapat menimbulkan gastritis. Obat analgesik
anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat
menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang
bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya
sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil.
Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang
berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer. Pemberian aspirin juga
dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan
faktor defensif terganggu.
Alkohol berlebih, terlalu sering memakan makanan yang mengandung nitrat
(bahan pengawet) atau terlalu asam (cuka), kafein seperti pada teh dan kopi serta
kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya gastritis. Karena bahan-bahan tersebut
bila terlalu sering kontak dengan dinding lambung akan memicu sekresi asam
lambung berlebih sehingga dapat mengikis lapisan mukosa lambung.
Kemudian stress psikologis maupun fisiologis yang lama dapat menyebabkan
gastritis. Stress seperti syok, sepsis, dan trauma menyebabkan iskemia mukosa
lambung. Iskemia mukosa lambung mengakibatkan peningkatan permeabilitas
mukosa akibatnya terjadi difusi balik H+ ke dalam mukosa. Mukosa tidak mampu lagi
menahan asam berlebih menyebabkan edema lalu rusak.
2. Gastritis Kronis
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A (sering
disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang
menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun,
seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylori) Ini dihubungkan dengan
bakteri H. Pylori, faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan
dan alkohol, merokok atau refluks isi usus kedalam lambung. H. Pylori termasuk
bakteri yang tidak tahan asam, namun bakteri jenis ini dapat mengamankan dirinya
pada lapisan mukosa lambung.
Keberadaan bakteri ini dalam mukosa lambung menyebabkan lapisan lambung
melemah dan rapuh sehingga asam lambung dapat menembus lapisan tersebut.
Dengan demikian baik asam lambung maupun bakteri menyebabkan luka atau tukak.
Sistem kekebalan tubuh akan merespon infeksi bakteri H. Pylori tersebut dengan
mengirimkan butir-butir leukosit, sel T-killer, dan pelawan infeksi lainnya.
Namun demikian semuanya tidak mampu melawan infeksi H. Pylori tersebut
sebab tidak bisa menembus lapisan lambung. Akan tetapi juga tidak bisa dibuang
sehingga respons kekebalan terus meningkat dan tumbuh. Polymorph mati dan
mengeluarkan senyawa perusak radikal superoksida pada sel lapisan lambung. Nutrisi
ekstra dikirim untuk menguatkan sel leukosit, namun nutrisi itu juga merupakan
sumber nutrisi bagi H. Pylori. Akhirnya, keadaan epitel lambung semakin rusak
sehingga terbentuk ulserasi superfisial dan bisa menyebabkan hemoragi (perdarahan).
Dalam beberapa hari gastritis dan bahkan tukak lambung akan terbentuk.
Gastritis kronis :
1. Bervariasi dan tidak jelas.
2. Perasaan penuh, anoreksia.
3. Distress epigastrik yang tidak nyata.
4. Cepat kenyang.
VII. Komplikasi
Pada gastritis akut. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa
hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syak hemoragik yang bisa
mengakibatkan kematian. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan
dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperhatikan hampir sama namun
pada tukak peptik penyebab utamanya adalah infeksi Helicobacter Pylori, sebesar
100% tukak duodenum dan 60-90% pada tukak lambung. Hal ini dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi.
Pada gastritis kronik adalah inflamasi lambung yang lama yang disebabkan
oleh ulkus benigna dan maligna dari lambung atau oleh Helicobater Pylori.
1) Atrofi lambung dapat menyebabkan ganggguan penyerapan terhadap vitamin.
2) Anemia pernisinosa yang mempunyai antibodi terhadap faktor intrinsik dalam
serum atau cairan gasternya akibat gangguan penyerapan terhadap vitamin
B12.
3) Gangguan penyerapan zat besi.
IX. Farmakologi
Obat yang dipergunakan untuk gastritis adalah Obat yang mengandung bahan-
bahan yang efektif menetralkan asam dilambung dan tidak diserap ke dalam
tubuh sehingga cukup aman digunakan (sesuai anjuran pakai tentunya). Semakin
banyak kadar antasida di dalam obat maag maka semakin banyak asam yang
dapat dinetralkan sehingga lebih efektif mengatasi gejala sakit gastritis dengan
baik.
Pengobatan gastritis tergantung pada penyebabnya. Gastritis akut akibat
konsumsi alkohol dan kopi berlebihan, obat-obat NSAID dan kebiasaan merokok
dapat sembuh dengan menghentikan konsumsi bahan tersebut.
Gastritis kronis akibat infeksi bakteri H. pylori dapat diobati dengan terapi
eradikasi H. pylori. Terapi eradikasi ini terdiri dari pemberian 2 macam antibiotik
dan 1 macam penghambat produksi asam lambung, yaitu PPI (proton pump
inhibitor).
Untuk mengurangi gejala iritasi dinding lambung oleh asam lambung,
penderita gastritis lazim diberi obat yang menetralkan atau mengurangi asam
lambung, misalnya (Mayo Clinic,2007) :
a) Antasid
Obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan
merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis
ringan. Antasida menetralkan asam lambung sehingga cepat
mengobati gejala antara lain promag, mylanta, dll.
b) Penghambat asam (acid blocker)
Jika antasid tidak cukup untuk mengobati gejala, dokter
biasanya meresepkan obat penghambat asam antara lain simetidin,
ranitidin, atau famotidin.
c) Proton pump inhibitor (penghambat pompa proton)
Obat ini bekerja mengurangi asam lambung dengan cara
menghambat pompa kecil dalam sel penghasil asam. Jenis obat
yang tergolong dalam kelompok ini adalah omeprazole,
lanzoprazole, esomeparazol, rabeprazole, dll. Untuk mengatasi
infeksi bakteri H. pylori, biasanya digunakan obat dari golongan
penghambat pompa proton, dikombinasikan dengan antibiotika.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
i. Pengkajian
1) Anamnesa meliputi :
1. Identitas Pasien
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis kelamin :
4. Jenis pekerjaan :
5. Alamat :
6. Agama :
7. Tingkat pendidikan : Bagi orang yang tingkat pendidikan rendah atau minim
mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap remeh
penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut biasa dan
akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit
ini.
8. Riwayat sakit dan kesehatan
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit saat ini
3. Riwayat penyakit dahulu
3) Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan
bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa
pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa
anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis.
2. Uji napas urea
Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh
urease H. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2).
CO2 cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara
ekspirasi.
3. Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau
tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan
juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya
pendarahan dalam lambung.
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna
bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini dilakukan dengan
cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut
dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan
akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan
pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna
yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari
jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien
biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus
menunggu sampai efek dari anestesi menghilang kurang lebih satu atau dua jam.
Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah
rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
6. Analisis Lambung
Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting
untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik
dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk
dianalisis. Analisis basal mengukur BAO (Basal Acid Output) tanpa
perangsangan.
7. Analisis stimulasi
4) Psikososial
iv. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan
dari pelaksanaan adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, memfasilitasi
koping.
Pendekatan tindakan keperawatan meliputi independent (suatu tindakan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk/ perintah dari dokter atau tenaga kesehatan
lainnya). Dependent (suatu tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan medis, tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan
medis dilaksanakan) dan interdependent suatu tindakan yang memerlukan kerja sama
dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga social, ahli gizi, fisioterapi dan
dokter (Nursalam, 2000).
v. Evaluasi
Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan dan implementasi keperawatan. Tahap evaluasi yang
memungkinkan perawat untuk memonitor yang terjadi selama tahap pengkajian,
perencanaan dan implementasi (Nursalam, 2011).
BAB III
LAPORAN KASUS
I.Pengkajian
A. Data Umum
Ny.A telah menderita penyakit Asam lambung, saat sekarang ini Ny.E
merasakan nyeri pada bagian tumit,ulu hati nyeri dan kepala pusing.
1.Tanda-tanda Vital
TD : 150/80 mmHg
N : 87 x/menit
S : 36,7 oC
RR : 20 x/menit
BB : 57 kg
1. Pemeriksaan Head To toe
a. Kepala
Normocephalus, rambut tampak sedikit beruban, tidak ada luka, tidak ada
nyeri tekan pada kepala dan tidak ada benjolan.
b. Mata
Bentuk tampak simetris, konjungtiva tampak anemis, sclera ikterik, pupil
isokor, penglihatan sedikit kabur, tidak ada peradangan, tidak ada nyeri dan
tidak ada benjolan.
c. Hidung
Bentuk tampak simetris, tidak ada luka, tidak ada peradangan, tidak ada secret
pada hidung, tidak ada nyeri tekan, penciuman masih cukup baik.
d. Mulut dan Tenggorokan
e. Mulut tampak bersih, mukosa mulut tampak kering, tidak ada peradangan, gigi
tampak kuning, tampak careas gigi dan gigi tampak ompong, sedikit
mengalami kesulitan saat mengunyah dan tidak ada kesulitan saat menelan.
f. Telinga
Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak tampak serumen, tidak ada peradangan,
tidak nyeri tekan pada bagian belakang telinga (mastoideus), tidak ada
benjolan, pendengaran masih bagus
g. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada luka, tidak ada bendungan
vena jugularis, klien mengeluh leher bagian belakang, terasa berat (kaku
kuduk).
h. Dada
Tampak simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada nyeri tekan.
i. Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada oedema, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
j. Genetalia
Tidak dikaji
k. Ekstremitas
Kekuatan otot tangan kanan dan kiri 4, kaki kanan dan kiri 4
l. Integument
Kebersihan cukup baik, warna kulit hitam, lembab, tidak ada gangguan pada
kulit.
D. Aktivitas Sehari-hari
Katz index
No Kegiatan Mandiri Bantuan Bantuan
. Sebagian Penuh
1. Mandi
2. Berpakaian
3. Ke Kamar Kecil
4. Berpindah Tempat
5. BAK/BAB
6. Makan/Minum
Keterangan : klien dapat beraktivitas secara mandiri tanpa pengawasan, pengarahan, atau
bantuan aktif dari orang lain.
a. Nutrisi
1.Pola Nutrisi
Sehat - Makan : 2-3 kali sehari
- Minum : 5-6 gelas sehari air putih
Sakit - Makan : 1-2 kali sehari
- Minum : 3-4 gelas sehari air putih
2. Pola Eliminasi
- BAB : 1 kali sehari
- BAK : 4-5 kali sehari
Ny.A Mengatakan tidur jam 21.00 WIB dan bangun pada saat subuh
Ketika mau sholat subuh.
Ny.A Istirahat cukup, namun saat melakukan banyak aktivitas Ny.A
merasa Lelah dan kaki terasa nyeri.
a. Psikologi
Klien mengatakan ia tidak merasa kesepian karna dilingkungannya banyak
anak-anak dan lingkungan tidak terasa sepi.
b. Dukungan social
Klien mengatakan keluarga lain hanya mengunjunginya saat ada keperluan
dan hari besar.
c. Spiritual
Klien mengatakan ia rutin melakukan ibadah sholat 5 waktu dan membaca Al-
Qur’an
d. Rekreasi
Klien mengatakan ketika ia bosan, ia menonton tv dan terkadang duduk diteras
rumahnya.
E. Status Kognitif/Afektif/Sosial
A.Short Portable Mental Status Questionare ( SPMSQ )
Pertanyaan :
Bena Salah Nomor Pertanyaan Jawaban
r
√ 1 Tanggal berapa hari ini ? 09
√ 2 Hari apa sekarang ? Selasa
√ 3 Apa nama tempat ini ? Ampang
√ 4 Dimana alamat anda ? Kp Jambak
√ 5 Berapa umur anda ? 66 tahun
√ 6 Kapan anda lahir ? 16-08-1955
√ 7 Siapa presiden Indonesia ? Jokowi
√ 8 Siapa presiden Indonesia SBY
sebelumnya ?
√ 9 Siapa nama kecil anda ? Aini
√ 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap 17, 14, 11, 8, 5,
pengurangan 3 dari setiap
angka baru, secara menurun
JUMLAH Benar : 10
Salah : 0
Interpretasi :
Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat
Dari hasil Short Portable Mental Status Questionare ( SPMSQ ) di dapatkan hasil 10 benar
dan 0 salah ini menunjukkan bahwa fungsi intelektual NY”A” Utuh.
1. 93
2. 86
3. 79
4. 72
5. 65
5 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga
obyek pada poin ke- 2 (tiap poin nilai
1)
6 Bahasa 9 9 Menanyakan pada klien tentang
benda (sambil menunjukan benda
tersebut).
Minta klien untuk mengulangi kata
berkut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :tidak ada, jika dan
tetapi.
Minta klien untuk mengikuti perintah
berikut yang terdiri 3 langkah.
1. Ambil kertas ditangan anda
2. lipat dua
3. dan taruh dilantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktifitas sesuai perintah
nilai satu poin.
“tutup mata anda”
Perintahkan kepada klien untuk
menulis kalimat dan menyalin
gambar.
Total nilai 30 26
Interpretasi hasil :
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat
Dari hasil MMSE (Mini Mental Status Exam)di dapatkan hasil 21 ini menunjukkan bahwah
NY “A” tidak ada gangguan kognitif.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan actual dan fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan,tidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
tirah baring,imobilitas,gaya hidup.
III. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
No
Hari/Tgl/Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Dx
Selasa,09 1 - Mengkaji Nyeri S: Pasien mengatakan nyeri di
November - Mengkaji tingkat,durasi dan tumit,ulu hati dan kepala
2021 lokasi nyeri O: Skala nyeri 6
- Melakukan pengecekan vital TD: 150/80 mmHg
sign A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta: EGC
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC
Depkes RI. (2001). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas Kesehatan:
Materi Pembinaan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Usia Lanjut
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Kozier, B.B., & Erb, G. (1987). Fundamentals of Nursing: Concepts and Procedures
Massachussets: Eddison Wesley
Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri : Mosby Eliopoulos, C.
(2005). Gerontological Nursing (6 th Ed). Philadelphia: JB.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: Salemba Medika. Carpenito, L. J. (2006).
Riset Keperawatan Buku Ajar & Latihan, Edisi 4. Jakarta: EGC Dermawan,D. T. R.
(2010).
Keperawatan Medikal Bedah ( Sistem Pencernaan ). Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Doenges, M. E. (2000).
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta: Salemba
Medika. Potter, P. A. and Perry (2005).
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan
2012-2014. Jakarta : EGC
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7
Volume 2. Jakarta : EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2. Jakarta :
MediAction