Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

Asuhan Keperawatan pada Lansia Dengan Kasus Demensia di Dusun


Karangnongko, Kabupaten Pasuruan

Oleh:

Siti Afiyah

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO

2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Kasus Demensia Di Dusun
Karangnongko, Kabupaten Pasuruan

Telah disetujui pada,


Hari :
Tanggal :

Mengetahui,
Pembimbing
Akademik

Heti Aprilin, S.Kep.,


Ns., M.MB
A. KONSEP AGING PROCESS
1. Definisi
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alami. Menua
bukanlah suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Memang harus diakui bahwa ada
berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Lanjut usia akan
selalu bergandengan dengan perubahan fisiologi maupun psikologi (Nugroho,
2013).
Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho (2013)
mengatakan bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
dari jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita.
Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan mengalami
kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa
proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam factor yang saling
berkaitan yang dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia,
termasuk kehidupan seksualnya.
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan
proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya,
yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun
psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi
mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk,
gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional
(Iknatius,2013).

2. Teori Proses Penuaan


Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi,
teori psikososial, teori lingkungan (Aspiani, 2014).
1) Teori Biologi
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses
menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama
masa hidup. Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat structural
sel/ organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen patologis. Fokus
dari teori ini adalah mencari determinan-determinan yang menghambat proses
penurunan fungsi organisme. Yang dalam konteks sistemik, dapat mempengaruhi/
memberi dampak terhadap organ/ sistem tubuh lainnya dan berkembang sesuai
dengan peningkatan usia kronologis.
a. Teori “Genetik Clock”
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam
genetik didalam nuclei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan
jika jam ini sudah habis putarannya maka akan menyebabkan berhentinya proses
mitosis. Radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur menurut teori ini terjadi
mutasi progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori Autoimun
Pada teori ini penuaan dianggap disebabkan oleh adanya penurunan fungsi
sistem imun. Perubahan itu lebih tampak secara nyata pada Limposit –T,
disamping perubahan juga terjadi pada Limposit –B. perubahan yang terjadi
meliputi penurunan sistem immune humoral, yang dapat menjadi faktor
predisposisi pada orang tua untuk : (a) menurunkan resistansi melawan
pertumbuhan tumor dan perkembanga kanker. (b) menurunkan kemampuan untuk
mengadakan inisiasi proses dan secara agresif memobilisasi pertahanan tubuh
terhadap pathogen. (c) meningkatkan produksi autoantingen, yang berdampak
pada semakin meningkatnya risiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan
autoimmun.
c. Free Radical Theory
Teori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua terjadi akibat
kurang efektifnya fungsi kerja tubuh dan hal itu dipengaruhi oleh adanya berbagai
radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas merupakan zat yang terbentuk dalam
tubuh manusia sehingga salah satu hasil kerja metabolisme tubuh. Walaupun
secara normal ia terbentuk dari proses metabolisme tubuh, tetapi ia dapat tebentuk
akibat : (1) proses oksigenasi lingkungan seperti pengaruh polutan, ozon, dan
petisida. (2) reaksi akibat paparan dengan radiasi. (3) sebagai reaksi berantai
dengan molekul bebas lainnya. Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari
komponen radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa :
superoksida (O2), radikal hidroksil,dan H2O2. Radikal bebas sangat merusak
karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam
lemak tak jenuh. Makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas sehingga
proses pengerusakan harus terjadi, kerusakan organel sel makin banyak akhirnya
sel mati
d. Teori error
Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai
macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat kesalahan tersebut akan
berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan
fungsi sel secara perlahan. Sejalan dengan perkembangan umur sel tubuh, maka
terjadi beberapa perubahan alami pada sel pada DNA dan RNA, yang merupakan
substansi pembangun atau pembentuk sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi
perubahan sel dimana sel-sel Nukleus menjadi lebih besar tetapi tidak diikuti
dengan peningkatan jumlah substansi DNA.
e. Teori Kolagen
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh rusak.
f. Wear Teori Biologi
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan
kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
g. Teori Rantai Silang
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein,
karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan
radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membrane
plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan
hilangnya fungsi pada proses menua.

2) Teori Psikososial
a. Activity Theory (Teori Aktivitas)
Teori ini menyatakan bahwa seseorang individu harus mampu eksis dan aktif
dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan di hari tua.
Aktivitas dalam teori ini dipandang sebagai sesuatu yang vital untuk
mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan kosie diri yang positif. Teori ini
berdasar pada asumsi bahwa : (1) aktif lebih baik daripada pasif. (2) gembira lebih
baik daripada tidak gembira. (3) orang tua merupakan orang yang baik untuk
mencapai sukses dan akan memilih alternatif pilihan aktif dan bergembira.
Penuaan mengakibatkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
b. Continuitas Theory (Teori Kontinuitas)
Teori ini memandang bahwa kondisi tua merupakan kondisi yang selalu
terjadi dan secara berkesinambungan yang harus dihadapi oleh orang lanjut usia.
Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu pola
perilaku yang meningkatkan stress.
c. Disanggement Theory
Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti dengan masyarakat , hubungan
dengan individu lain.
d. Teori Stratisfikasi
Usia Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat
proses penuaan.
e. Teori Kebutuhan Manusia
Orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua
orang mencapai kebutuhan yang sempurna.
f. Jung Theory
Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan
kehidupan.
g. Course of Human Life Theory
Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.
h. Development Task Theory
Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan
usianya.
3) Teori Lingkungan
a. Radiation Theory (Teori Radiasi)
Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi baik karena sinar
ultraviolet maupun dalam bentuk gelombang-gelombang mikro yang telah
menumbuk tubuh tanpa terasa yang dapat mengakibatkan perubahan susunan
DNA dalam sel hidup atau bahkan rusak dan mati.
b. Stress Theory (Teori Stress)
Stress fisik maupun psikologi dapat mengakibatkan pengeluaran
neurotransmitter tertentu yang dapat mengakibatkan perfusi jaringan menurun
sehingga jaringan mengalami gangguan metabolisme sel sehingga terjadi
penurunan jumlah cairan dalam sel dan penurunan eksisitas membrane sel.
c. Pollution Theory (Teori Polusi)
Tercemarnya lingkungan dapat mengakibatkan tubuh mengalami gangguan
pada sistem psikoneuroimunologi yang seterusnya mempercepat terjadinya proses
menua dengan perjalanan yang masih rumit untuk dipelajari.
d. Exposure Theory (Teori Pemaparan)
Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai kemampuan mirip dengan sinar
ultra yang lain mampu mempengaruhi susunan DNA sehingga proses penuaan
atau kematian sel bisa terjadi.

3. Klasifikasi Lanjut Usia


Menurut Word Healty Organisation (WHO) dalam (Anggreini 2015), usia
lanjut meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun.
3) Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun.
4) Lanjut usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

4. Perubaha Pada Lansia


Proses menua menyebabkan terjadinya perubahan secara fisik dan psikososial
pada lansia.
1) Perubahan Fisik 
Perubahan fisik yang terjadi antara lain penurunan sistem muskuloskeletal,
sistem persarafan, gangguan pendengaran dan penglihatan, sistem reproduksi.
Penurunan kemampuan pada sistem muskuloskeletal akibat digunakan secara
terus-menerus menyebabkan sel tubuh lelah terpakai dan regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, seperti penurunan aliran
darah ke otot, atropi dan penurunan massa otot, gangguan sendi, tulang
kehilangan idensitasnya. Penurunan kekuatan dan stabilitas tulang, kekakuan
jaringan penghubung yang menyebabkan hambatan dalam aktivitas seperti
gangguan gaya berjalan (Santoso & Rohmah 2011).
2) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial dapat terjadi akibat adanya penyakit kronis, gangguan
panca indra seperti kebutaan dan ketulian, dan gangguan gerak sehingga intensitas
hubungan lansia dengan lingkungan sosialnya berkurang karena lansia lebih
banyak berada di rumah. Bahkan dapat timbul kesepian akibat pengasingan dari
lingkungan sosialnya ini (Nugroho, 2014).
3) Penurunan Fungsi Kognitif
Perubahan tidak hanya terjadi pada fisik dan psikososial, tetapi juga pada
kognitif, karena fungsi kognitif dipengaruhi oleh adanya perubahan pada struktur
dan fungsi organ otak, penurunan fungsi sistem muskuloskeletal, dan sistem
reproduksi. Atropi yang terjadi pada otak akibat penuaan menyebabkan penurunan
hubungan antar saraf, mengecilnya saraf panca indra sehingga waktu respon dan
waktu bereaksi melambat, defisit memori, gangguan pendengaran, penglihatan,
penciuman, dan perabaan. Menurunya daya pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap nadatinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%
terjadi pada orang diatas umur 65 tahun (Nugroho, 2014).

B. KONSEP DEMENSIA
1. Definisi Demensia
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neurodegeneratif yang
timbul karena adanya kelainan yang bersifat kronis dan progesifitas disertai
dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar,
bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu.
Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi,
perilaku, dan motivasi (WHO, 2014).
Demensia adalah penurunan memori yang paling jelas terjadi pada saat
belajar informasi baru. Pada kasus yang lebih parah memori tentang informasi
yang pernah dipelajari juga mengalami penurunan. Penurunan terjadi pada materi
verbal dan non verbal. Penurunan ini juga harus didapatkan secara objektif dengan
mendapatkan informasi dari orang – orang yang sering bersamanya, atau pun dari
tes neuropsikologi atau pengukuran status kognitif. (International Classification
of Diseases 10 (ICD 10), 2013).
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup
sehari– hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2015).
Jadi, demensia sendiri merupakan penurunan fungsi kognitif seseorang yang
dapat menyebabkan penurunan daya ingat sehingga dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari, sosial, emosional.

2. Klasifikasi Demensia
1) Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami kematian
sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana
mestinya (Grayson, C. 2013). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori,
kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-
60% penderita demensia disebabkan karena penyakit Alzheimer. Demensia ini
ditandai dengan gejala :
 Penurunan fungsi kognitif.
 Daya ingat terganggu, ditemkanya adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif.
 Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru.
 Perubahan kepribadian (depresi, obsestive, kecurigaan).
 Kehilangan inisiatif.

Penyakit Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium berdasarkanberatnya


deteorisasi intelektual:
Stadium I (amnesia)
- Berlangsung 2-4 tahun.
- Amnesia menonjol.
- Perubahan emosi ringan.
- Memori jangka panjang baik.
- Keluarga biasanya tidak terganggu.
Stadium II (bingung)
- Berlangsung 2-10 tahun.
- Episode psikotik.
- Agresif.
- Salah mengenali keluarga.
Stadium III (akhir)
- Setelah 6-12 tahun.
- Memori dan intelektual lebih terganggu.
- Membisu dan gangguan berjalan.
- Inkontinensia urin.
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan
setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi
darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai demensia vaskular. Tanda-
tanda neurologis fokal seperti:
 Peningkatan reflek tendon dalam.
 Kelainan gaya berjalan.
 Kelemahan anggota gerak.
c. Penyakit Lewy body (Lewy body disease)
Penyakit Lewy body (Lewy body disease) ditandai oleh adanya Lewy body di
dalam otak. Lewy body adalah gumpalan-gumpalan protein alpha-synuclein yang
abnormal yang berkembang di dalam sel-sel syaraf. Abnormalitas ini terdapat di
tempat-tempat tertentu di otak, yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam
bergerak, berpikir dan berkelakuan. Orang yang menderita penyakit Lewybody
 dapat merasakan sangat naik-turunnya perhatian dan pemikiran. Mereka dapat
berlaku hampir normal dan kemudian menjadi sangat kebingungan dalam waktu
yang pendek saja. Halusinasi visual (melihat hal-hal yang tidak ada) juga
merupakan gejala yang umum.
d. Demensia Frontotemporal (Frontotemporal dementia)
Demensia fronttemporal (Frontotemporal dementia) menyangkut kerusakan
yang berangsur-angsur pada bagian depan (frontal) dan atau temporal dari lobus
(cuping) otak. Gejala-gejalanya sering muncul ketika orang berusia 50-an, 60-an
dan kadang-kadang lebih awal dari itu. Ada dua penampakan utama dari demensia
front temporal-frontal (menyangkut gejala-gejala dalam kelakuan dan perubahan
kepribadian) dan temporal (menyangkut gangguan pada kemampuan berbahasa).
2) Menurut Usia Demensia
a. Demensia senilis (usia > 65 tahun)
Demensia sensilis merupakan demensia yang muncul setelah umur 65 tahun.
Biasanya terjadi akibat perubahan dan degenerasi jaringan otak yang diikuti
dengan adanya gambaran deteriorasimental.
b. Demensia prasenilis (usia < 65 tahun)
Demensia Pre Senilis merupakan demensia yang dapat terjadi pada golongan
umur lebih muda (onset dini) yaitu umur 40-59 tahun dan dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi medis yang dapat mempengaruhi fungsi jaringan otak (penyakit
degeneratif pada sistem saraf pusat, penyebab intra kranial, penyebab vaskular,
gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi, penyebab trauma, infeksi
dan kondisi lain yang berhubungan, penyebab toksik (keracunan).

Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi-


anatomisnya :
a. Anterior : Frontal premotor cortex
Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat.
b. Posterior : lobus parietal dan temporal
Gangguan kognitif : memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif baik.
c. Subkortikal : apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.
d. Kortikal : gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.

Kriteria derajat demensia:


a. Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial,
kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan
penilaian umum yang baik.
b. Sedang : Hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat suportivitas.
c. Berat : Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak
berkesinambungan, inkoheren.

Demensia dibagai menjadi beberapa tingkat keparahan yang


dapat dinilai sebagai berikut:
a. Mild
Tingkat kehilangan memori yang cukup mengganggu aktivitas sehari-hari,
meskipun tidak begitu parah, tapi tidak dapat hidup mandiri. Fungsi utama yang
terkena adalah sulit untuk mempelajari hal baru. Penurunan kemampuan kognitif
menyebabkan penurunan kinerja dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tidak pada
tingkat ketergantungan individu tersebut pada orang lain. Tidak dapat melakukan
tugas sehari-hari yang lebih rumit atau kegiatan rekreasi.
b. Moderat
Derajat kehilangan memori merupakan hambatan serius untuk hidup mandiri.
Hanya hal-hal yang sangat penting yang masih dapat diingat. Informasi baru
disimpan hanya sesekali dan sangat singkat. Individu tidak dapat mengingat
informasi dasar tentang di mana dia tinggal, apa telah dilakukan belakangan ini,
atau nama-nama orang yang akrab. Penurunan kemampuan kognitif membuat
individu tidak dapat melakukan aktivitasnya tanpa bantuan orang lain dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk belanja dan penanganan kebutuhan sehari-hari.
Dalam rumah, hanya tugas – tugas sederhana yang dipertahankan. Kegiatan
semakin terbatas dan keadaan buruk dipertahankan.
c. Severe
Derajat kehilangan memori ditandai oleh ketidakmampuan lengkap untuk
menyimpan informasi baru. Hanya beberapa informasi yang dipelajari
sebelumnya yang menetap. Individu tersebut gagal  untuk mengenali bahkan
kerabat dekatnya. Penurunan kemampuan kognitif lain ditandai dengan penurunan
penilaian dan berpikir, seperti perencanaan dan pengorganisasian, dan dalam
pengolahan informasi secara umum. Tingkat keparahan penurunan, harus dinilai
sebagai berikut., penurunan ini ditandai dengan ada atau tidak adanya pemikiran
yang dapat dimengerti. Hal-hal tersebut tadi ada minimal 6 bulan baru dapat
dikatakan demensia.

3. Etiologi Demensia
1) Penyakit Alzaimer
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzaimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti. Penyakit alzaimer disebabkan
karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Bagian
otak mengalami kemunduran sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya
respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Jaringan
abnormal ditemukan di dalam otak (disebut plak senilitis dan serabut saraf yang
tidak teratur) dan protein abnormal (Nugroho,2014).
2) Serangan stroke yang berturut-turut
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang
ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara
bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami
kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia
yang disebabkan oleh stroke kecil disebut juga demensia multi infark. Sebagian
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang kedua
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak (Nugroho, 2014).
3) Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu: terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme (Nugroho,2014).
4) Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati
Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan: Penyakit degenerasi spinoserebral (Nugroho,
2014).
5) Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati
Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati: gangguan
nutrisi, akibat intoksikasi menahun, penyakit – penyakitmetabolisme (Nugroho,
2014).
6) Neurotransmitter
Neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia
adalah asetikolin dan norepineprin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif,
beberapa penelitian melaporkan pada penyakit demensia ditemukannya suatu
degenerasi spesifik pada neuronkolinergik pada nucleus, data lain yang
mendukung adanya defisitkolinergik pada demensia adalah ditemukan konsentrasi
asetikolin dan asetikolin transferase menurun (Watson, 2013).
7) Penyakit Jisim lewy ( Lewy body diseases)
Penyakit Jisim Lewy adalah suatu demensia yang secara klinis mirip dengan
penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran
parkinsonisme, dan gejala ekstra piramidal. Inklusi Jisim Lewy ditemukan di
daerah korteks serebri. Insiden yang sesungguhnya tidak diketahui. Klien dengan
penyakit JisimLewy ini menunjukkan efek yang menyimpang (adverse effect)
ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik (Watson, 2013).

4. Manifestasi Klinis Demensia


Demensia merupakan kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.
Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala
demensia muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-tanda demensia:
1) Demensia adalah kondisi yang lama-kelamaan semakin memburuk.
Penurunan fungsi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala
demensia muncul dan ditemukan. Berikut adalah tanda-tanda demensia:
Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,
”lupa”menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas (Hurley, 2012).
2) Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada (Hurley, 2012).
3) Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mangulang kata
atau cerita yang sama berkali- kali (Hurley, 2012).
4) Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis yang berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang di lakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia
kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul
(Hurley,2012).
5) Adanya perubahan tingkah laku seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan
gelisah sampai susah mengatur pola tidur (Hurley, 2012).

5. Patofisiologi Demensia
Demensia sering terjadi pada usia > 65 tahun, gejala yang mucul yaitu
perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-
hari. Lansia penderita demensia tidak memeperlihatkan gejala yang menonjol
pada tahap awal, mereka sebagaimana lansia pada umumnya mengalami proses
penuanaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka
sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal
yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh
orang– orang terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa kawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin lansia kelelahan dan perlu banyak istirahat. Mereka belum
mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
lansia. Mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa lansia
penderita demensia ke rumah sakit, dimana demensia bukanlah menjadi hal
utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak
terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan
untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia.
6. WOC Demensia
7. Pemeriksaan Penunjang Demensia
1) Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensia reversibel, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratoriumnormal, pemeriksaan laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan: pemeriksaan
darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormon tiroid, kadar asam folat.
2) Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya
masih dipertanyakan.
3) Pemeriksaan EEG (Electroencephalogram)
Pada pemeriksaan EEG tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar hasilnya normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi
gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4) Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
tes sifilis (+), penyengatan meningeal pada CTscan.
5) Pemeriksaan neuropsikologis
Meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-hari /fungsional dan
aspek kognitif lainnya. Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai
penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif,
minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial,
kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna
terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan proses ketuaan atau
proses depresi (Nugroho, 2013).
8. Penatalaksanaan Demensia
Penatalaksanaan pada klien dengan demensia ada berbagai cara antara lain
sebagai berikut (Turana, 2013).
1) Farmakoterapia
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat-obatan
antikoliesterase seperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine,
Memantine.
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat-obatan anti platelet seperti
Aspirin, Ticlopidine, Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak
sehingga memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan
mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan
dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-
depresi seperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang
bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakan obat anti-
psikotik (misalnya Haloperidol, Quetiapine dan Risperidone)
2) Dukungan atau Peran Keluarga (Harrisons,2014)
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderitatetap
memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jamdinding dengan
angka-angka yang besar.
3) Terapi Simtomatik (Harrisons,2014)
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi yang bersifat
simtomatik, terapi tersebut meliputi:
a. Diet.
b. Latihan fisik yang sesuai.
c. Terapi rekreasional dan aktifitas.
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
4) Pencegahan dan perawatan demensia.
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti(Harrisons, 2014):
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
seperti kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
d. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi.
e. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien yang biasa dikaji pada klien dengan demensia adalah usia
(tempat/ tanggal lahir) karena banyak klien lansia yang mengalami demensia.
Identitas lainnya yang perlu ditanyakan adalah nama lengkap, jenis kelamin,
status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir, diagnosis medis (bila
ada), alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan masalah psikososial
demensia adalah klien kehilangan ingatan.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai keadaan klien saat ini
mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai dilakukan pengkajian.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat adanya masalah psikososial
sebelumnya dan bagaimana penanganannya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang mengalami gangguan
psikologi seperti yang dialami oleh klien, atau adanya penyakit genetik yang
mempengaruhi psikososial.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami masalah psikososial
demensia biasanya lemah.
2) Kesadaran: Kesadaran klien biasanya composmentis.
3) Aktivitas istirahat
Gejala: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur, penurunan
minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk
menyebutkan kembali apa yang dibaca / mengikuti acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang
telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
Pada pengkajian aktivitas ada beberapa indeks:
a. Indeks Kemandirian Katz
No Aktivitas Mandiri Tergantung
1. Mandi
Mandiri:
Bantuan hanya pada satu bagian
mandi (seperti punggung atau
ekstremitas yang tidak mampu)
atau mandi sendiri sepenuhnya.
Tergantung:
Bantuan mandi lebih dari satu
bagian tubuh, bantuan masuk dan
keluar dari bak mandi, serta tidak
mandi sendiri.
2. Berpakaian
Mandiri:
Mengambil baju dari lemari,
memakai pakaian, melepaskan
pakaian, mengancingi/mengikat
pakaian.
Tergantung:
Tidak dapat memakai baju sendiri
atau hanya sebagian.
3. Ke Kamar Kecil
Mandiri:
Masuk dan keluar dari kamar kecil
kemudian membersihkan genetalia
sendiri.
Tergantung:
Menerima bantuan untuk masuk ke
kamar kecil dan menggunakan
pispot, memakai pempers.
4. Berpindah
Mandiri:
Berpindah ke dan dari tempat tidur
untuk duduk, bangkit dari kursi
sendiri.
Tergantung:
Bantuan dalam naik atau turun dari
tempat tidur atau kursi, tidak
melakukan satu, atau lebih
perpindahan.
5. Kontinen
Mandiri:
BAK dan BAB seluruhnya
dikontrol sendiri.
Tergantung:
Inkontinensia parsial atau total:
penggunaan kateter, pispot, enema
dan pembalut (pampers).
6. Makan
Mandiri:
Mengambil makanan dari piring
dan menyuapinya sendiri.
Tergantung:
Bantuan dalam hal mengambil
makanan dari piring dan
menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan parenteral
(NTG).
Keterangan:
Beri tanda (√) pada point yang sesuai kondisi klien.

b. Barther ADL (Activities of Daily Living) Indeks


No ADL Nilai Keterangan K.1 K.2
1. Mengontrol BAB 0 Inkontinensia
1 Kadang-kadang
inkontinensia
2 Kontinensia teratur
2. Mengontrol BAB 0 Inkontinensia
1 Kadang-kadang
inkontinensia
2 Kontinensia teratur
3. Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan
(lap muka, sisir orang lain
1 Mandiri
rambut, sikat gigi)
4. Toileting 0 Tergantung
pertolongan orang lain
1 Perlu pertolongan
pada beberapa
aktivitas, tetapi
beberapa aktivitas
masih dapat
dikerjakan sendiri
2 Mandiri
5. Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu pertolongan
untuk dapat duduk
2 Bantuan minimal 2
orang
6. Berpindah ke kursi 0 Tidak mampu
1 Perlu pertolongan
dari tempat tidur
untuk dapat duduk
2 Bantuan minimal 2
orang
3 Mandiri
7. Mobilisasi / berjalan 0 Tidak mampu
1 Menggunakan kursi
roda
2 Barjalan dibantu
dengan orang lain
3 Mandiri
8. Berpakaian 0 Tergantung
pertolongan orang lain
1 Sebagian dibantu
2 Mandiri
9. Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10. Mandi 0 Tergantung
pertolongan orang lain
1 Mandiri
Total
Nilai ADL:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total

4) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan dalam
memelihara dan menangani masalah kesehatan.
5) Pola nutrisi
Klien dapat mengalami makan berlebih/ kurang karena kadang lupa apakah
sudah makan atau belum.
6) Pola eliminasi
Tidak ada masalah terkait pola eliminasi.
7) Pola tidur dan istirahat
Klien mengalami insomnia.
8) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan
masalah keuangan.
9) Pola sensori dan kognitif
Klien mengalami kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
minat dan motivasi, mudah lupa, gagal dalam melaksanakan tugas, cepat
marah, disorientasi.
10) Pola persepsi dan konsep diri
Klien dengan demensia umumnya mengalami gangguan persepsi, tidak
mengalami gangguan konsep diri.
11) Pola seksual dan reproduksi
Klien mengalami penurunan minat.
12) Pola mekanisme/ penanggulangan stress dan koping
Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif dalam menangani
stress yang dialaminya
13) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan memori b/d distraksi lingkungan
b. Defisit perawatan diri b/d kelemahan muskuloskeletal
c. Ketidakefektifan koping b/d ketidakmampuan mengenal situasi yang
komplek
d. Gangguan pola tidur b/d halangan lingkungan (disorientasi waktu,
lingkungan, tempat)
e. Resiko jatuh

3. Intervensi Keperawatan
No Dx Keperawatan NOC NIC
1. Kerusakan memori. Tujuan: setelah dilakukan tindakan Manajemen
Definisi: keperawatan selama 3x kunjungan, demensia:
ketidakmampuan kesadaran klien terhadap identitas 1. Perkenalkan diri
mengingat informasi personal, waktu dan tempat lebih baik. saat melakukan
(Nanda, 2015). NOC: kontak dengan
Batasan Karakteristik: No Indikator 1 2 3 4 5 klien.
1. Ketidakmampuan 1. Kesulitan 2. Monitor daya ingat
melakukan mengingat klien.
keterampilan yang dan 3. Panggil klien
telah dipelajari memproses dengan jelas,
sebelumnya. informasi dengan lama
2. Ketidakmampuan yang baru ketika melakukan
mempelajari terjadi. interaksi dan
informasi baru. 2. Kesulitan berbicara secara
3. Ketidakmampuan melakukan perlahan.
mempelajari kebutuhan 4. Berikan alat untuk
keterampilan baru. dasar mengingat suatu
4. Ketidakmampuan sehari-hari. informasi.
Keterangan:
mengingat 5. Ingatkan klien
Beri tanda (X) sesuai dengan nilai
informasi aktual. untuk jadwal yang
skoring klien sebelum intervensi.
5. Ketidakmampuan harus dilakukan
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai
mengingat oleh klien.
skoring klien setelah intervensi.
perilaku tertentu 6. Berikan waktu
1. Sangat terganggu
yang pernah istirahat untuk
1) Tidak dapat memproses
dilakukan. mengurangi
informasi atau bahkan tidak ada
6. Ketidakmampuan kelelahan dan
informasi yang dapat diingat
mengingat stress.
atau diproses.
peristiwa. 7. Pilih aktivitas
2) Sangat ketergantungan dengan
7. Ketidakmampuan sesuai kemampuan
orang lain. Tidak dapat
menyimpan pengelolaan
melakukan sama sekali kegiatan
informasi. kognitif dan minat
sehari-hari.
8. Lupa melakukan klien.
perilaku pada 2. Terganggu 8. Beri latihan
waktu yang telah 1) Kehilangan memori yang parah. orientasi, misalnya
dijadwalkan. Hanya informasi yang sangat klien berlatih
9. Mudah lupa. sederhana yang dapat diterima mengenai
oleh klien. informasi pribadi
2) Dapat pemenuhan kebutuhan dan tanggal secara
seharo-hari dibutuhkan bantuan tepat.
dari orang lain secara maksimal. 9. Memberikan
3. Cukup terganggu kegiatan yang
1) Susah menerima dan dapat mengasah
memprosess informasi yang kerja otak.
sederhana tetapi terkadang 10. Sediakan
masih ada informasi yang dapat pengingat dengan
diterima. menggunakan
2) Dapat melakukan kegiatan gambar dengan
sehari-hari dengan bantuan cara yang tepat
orang lain secara minimal dan (menggunakan
menggunakan alat bantu. simbol, gambar,
4. Sedikit terganggu tulisan).
1) Dapat menerima dan memproses 11. Kolaborasi
informasi yang bersifat dengan perawat
sederhana. yang lain agar
2) Dapat melakukan kegiatan selalu memantau
sehari-hari dengan bantuan klien dan
orang lain atau hanya dengan mengingatkan
alat bantu. klien.
5. Normal 12. Kolaborasi
1) Dapat menerima dan memproses dengan tim medis
informasi dengan baik. lainnya.
2) Dapat melakukan kegiatan
sehari-hari secara mandiri.
2. Defisit perawatan Tujuan: setelah dilakukan tindakan Bantuan perawatan
diri (mandi). keperawatan selama 3x kunjungan diri: mandi
Definisi: hambatan masalah defisit perawatan diri dapat (kebersihan tubuh).
untuk melakukan teratasi. 1. Observasi
aktivitas mandi secara NOC: Perawatan diri (mandi) keaadaan umum
mandiri. No Indikator 1 2 3 4 5 klien dan
Batasan Karakteristik: 1. Mengambil kebersihan tubuh.
1. Ketidakmampuan alat mandi. 2. Sediakan
membasuh tubuh. 2. Mencuci lingkungan yang
2. Ketidakmampuan wajah. terapeutik dengan
mengingat waktu 3. Mencuci memastikan
untuk mandi. bagian atas susana rileks dan
3. Ketidakmampuan sampai bawah privasi.
mengambil tubuh. 3. Sediakan barang
peralatan mandi 4. Mengeringka pribadi yang
Faktor yang n tubuh. diinginkan
Keterangan:
berhubungan: (sabun, pasta gigi,
Beri tanda (X) sesuai dengan nilai
1. Gangguan sikat gigi, lotion
skoring klien sebelum intervensi.
neuromuskular. dan deodoran).
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai
2. Gangguan kognitif. 4. Letakkan handuk,
skoring klien setelah intervensi.
3. Kelemahan. sabun, sikat gigi,
Skoring:
dan pasta gigi
1. Sangat terganggu
serta aksesoris
1) Mengambil alat mandi: tidak
lain yang
mampu.
diperlukan disisi
2) Mencuci wajah: tidak mampu
tempat tidur.
melakukan sendiri.
5. Jaga kebersihan
3) Mencuci tubuh bagian atas
klien.
sampai bawah: tidak mampu
6. Dukung keluarga
4) Mengeringkan badan tidak
untuk
mampu.
berpartisipasi
2. Terganggu
untuk menjaga
1) Mengambil alat mandi dengan
kebersihan klien.
bantuan orang lain.
7. Fasilitasi klien
2) Mencuci wajah: melakukan
hanya 1/4 bagian wajah dengan untuk melakukan
bantuan. mandiri sendiri.
3) Mencuci tubuh bagian atas 8. Berikan bantuan
sampai bawah: melakukan sampai klien
dengan bantuan 2-3 orang. benar-benar
4) Mengeringkan badan: mampu mampu merawat
melakukan hanya 1 bagian diri.
tubuh.
3. Cukup terganggu
1) Mengambil alat mandi: mampu
mengambil hanya 1 alat saja.
2) Mencuci wajah: mampu
melakukan hanya ½ bagian
wajah dengan bantuan.
3) Mencuci tubuh bagian atas
sampai bawah: melakukan
dengan bantuan 2 orang.
4) Mengeringkan badan: mampu
melakukan hanya 2 bagian
tubuh.
4. Sedikit terganggu
1) Mengambil alat mandi: mampu
mengambil 2 sampai 3 alat
mandi.
2) Mencuci wajah: mampu
melakukan setengan bagian
tanpa bantuan.
3) Mencuci tubuh bagian atas
sampai bawah: melakukan
dengan bantuan 1 orang.
4) Mengeringkan badan: mampu
melakukan hanya pada 2 sampai
3 bagian tubuh.
5. Normal
1) Mengambil alat mandi:
mengambil semua alat mandi
yang diperlukan.
2) Mencuci wajah: melakukan
seluruh wajah.
3) Mencuci bagian bawah dan atas
tubuh: melakukan tanpa bantuan.
4) Mengeringkan badan:
melakukan utuh.
3. Ketidakefektifan Tujuan: setelah dilakukan asuhan 1. Amati penyebab
koping. keperawatan selama 3x kunjungan tidak efektifnya
Definisi: diharapkan klien mengalami koping konsep diri.
ketidakmampuan yang efektif. 2. Amati kekuatan
untuk membentuk No Indikator 1 2 3 4 5 seperti kemampuan
penilaian valid 1. Konsentrasi. untuk menceritakan
tentang stressor, 2. Memproses kenyataan dan
ketidakmampuan informasi. mengenali sumber
Keterangan:
pilahan respon yang tekanan.
Beri tanda (X) sesuai dengan nilai
dilakukan, 3. Monitor risiko
skoring klien sebelum intervensi.
ketidakmampuan mebahayakan diri.
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai
untuk menggunakan 4. Bantu klien
skoring klien setelah intervensi.
sumber daya yang menentukan tujuan
Skoring:
ada. yang realistis dan
1. Sangat terganggu
Faktor resiko: mengenali
1) Klien sama sekali tidak dapat
1. Akses dukungan keterampilan dan
konsentrasi.
sosial tidak pengetahuan
2) Klien tidak dapat memproses
adekuat. pribadi.
informasi.
2. Kesulitan 5. Anjurkan klien
2. Terganggu
mengorganisasi untuk membuat
1) Konsentrasi terhadap hal-hal
informasi. pilihan dan ikut
yang sederhana tetapi terkadang
3. Ketidakmampuan serta dalam
memenuhi tidak dapat konsentrasi. perencanaan
kebutuhan dasar. 2) Hanya hal-hal yang sederhana perawatan dan
4. Ketidakmampuan yang dapat diproses dan aktivitas yang
mengatasi masalah. terkadang tidak bisa. terjadwal.
5. Ketidakmampuan 3. Cukup terganggu 6. Berikan aktifitas
menghadapi 1) Dapat konsentrasi terhadap hal- fisik dan mental
masalah. hal yang sederhana. yang tidak
6. Ketidakmampuan 2) Hanya informasi hal-hal yang melebihi
mengikuti sederhana yang dapat diproses. kemampuan klien
informasi. 4. Sedikit terganggu jika memiliki.
7. Perubahan 1) Dapat konsentrasi terhadap hal- 7. Gunakan
konsentrasi. hal yang rumit. pendengaran dan
8. Strategi koping 2) Dapat memproses informasi penerimaan aktif
tidak efektif. terhadap hal yang rumit. dalam membantu
5. Normal klien
1) Dapat konsentrasi dengan baik. mengekspresikan
2) Dapat memproses informasi emosi.
dengan baik. 8. Hindari
penenangan yang
salah, berikan
jawaban jujur dan
berikan hanya
informasi yang
diminta.
9. Dukunglah
perilaku
penanggulangan,
berikan klien
waktu untuk
bersantai.
10. Bantu klien
untuk menjelaskan
arti gejala yang
mereka miliki.
11. Anjurkan
penggunaan
relaksasi perilaku
kognitif (misal:
terapi musik,
guided imagery).
12. Gunakan
tekhnik selingan
selama prosedur
yang menyebakan
klien merasa
ketakuta.
4. Gangguan pola Tujuan: setelah dilakukan asuhan Environment
tidur. keperawatan 3x kunjungan pada klien, management
Definisi: interupsi gangguan pola tidur dapat teratasi. (manajemen
jumlah waktu dan NOC: lingkungan):
kualitas akibat faktor No Indikator 1 2 3 4 5 1. Perkenalkan diri.
eksternal. 1. Waktu tidur 2. Monitoring TTV.
Faktor resiko: Kualitas 3. Beri edukasi
1. Kesulitan tidur. 2. tidur pentingnya
2. Ketidakpuasan Tekhnik kebutuhan tidur.
tidur. 3. relaksasi 4. Kaji pola tidur
3. Menyatakan tidak 4. Lingkunga dengan cara
merasa cukup tidur. n observasi.
Keterangan:
4. Perubahan pola 5. Monitoring
Beri tanda (X) sesuai dengan nilai
tidur normal. kenyamanan
skoring klien sebelum intervensi.
setelah tidur.
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai
6. Observasi sering
skoring klien setelah intervensi.
saat terbangun
1. Sangat parah
malam hari.
1) Waktu tidur: 0-2 jam
7. Ciptakan
2) Kualitas tidur: perasaan lelah, lingkungan yang
kelopak mata bengkak, pusing. aman.
3) Tekhnik relaksasi: tidak 8. Berikan tempat
bisa/mampu melakukan tekhnik tidur dan
relaksasi. lingkungan yang
4) Lingkungan: mengatakan tidak bersih dan
nyaman. nyaman.
2. Parah 9. Berikan posisi
1) Waktu tidur: 3-4 jam tidur yang
2) Kualitas tidur: tidur tidak puas, membuat klien
hitam disekitar mata, pusing. yang nyaman.
3) Tekhnik relaksasi: bisa 10. Berikan terapi
dilakukan teknik relaksasi tapi napas dalam.
tidak terpengaruh. 11. Berikan terapi
4) Lingkungan: belum terbiasa musik pada klien.
dengan lingkungan.
3. Sedang
1) Waktu tidur: 5-6 jam
2) Kualitas tidur: selalu terbangun
saat tidur, gelisah.
3) Tekhnik relaksasi: sedikit bisa
dilakukan tekhnik relaksasi.
4) Lingkungan: mulai merasa
nyaman dengan lingkungan.
4. Ringan
1) Waktu tidur: 7 jam
2) Kualitas tidur: sakit kepala,
mudah menguap.
3) Tekhnik relaksasi: sedikit bisa
dilakukan tekhnik relaksasi.
4) Lingkungan: sedikit merasa
nyaman.
5. Normal
1) Waktu tidrur: 8 jam
2) Kualitas tidur: tidak ada
gangguan tidur/merasa
nyaman.
3) Tekhnik relaksasi: bisa
melakukan tekhnik relaksasi.
4) Lingkungan: merasa nyaman
dan terbiasa dengan
lingkungan.
5. Resiko jatuh. Tujuan: setelah dilakukan asuhan 1. Mengidentifikasi
Definisi: peningkatan keperawatan 3x kunjungan diharapkan defisit kognitif /
kerentanan untuk resiko jatuh tidak terjadi. fisik yang dapat
jatuh yang dapat NOC: kejadian jatuh meningkatkan
menyebabkan bahaya No Indikator 1 2 3 4 5 potensi jatuh dalam
fisik. 1. Susah lingkungan.
Faktor resiko: saat 2. Mengidentifikasi
1. Dewasa 2. berdiri. perilaku dan faktor
1) Usia 65 tahun Susah saat yang
atau lebih 3. berjalan. mempengaruhi
2) Riwayat jatuh Kesulitan resiko jatuh.
3) Prosthesis melakuka 3. Mengidentifikasi
ekstremitas n kegiatan karakteristik
bawah dasar lingkungan yang
4) Penggunaan hidup dapat
alat bantu sehari- meningkatkan
2. Lingkungan hari. potensi untuk jatuh
Keterangan:
1) Lingkungan (misalnya: lantai
Beri tanda (X) sesuai dengan nilai
yang tidak yang licin dan
skoring klien sebelum intervensi.
terorganisis. tangga terbuka).
Beri tanda (√) sesuai dengan nilai
2) Ruang yang 4. Mendorong klien
skoring klien setelah intervensi.
memiliki untuk
1. Sangat terganggu
pencahayaan menggunakan
yang redup 1) Susah saat berdiri: tidak dapat tongkat atau alat
3) Lantai yang berdiri. bantu berjalan.
licin. 2) Susah saat berjalan: tidak dapat 5. Membantu
4) berjalan sepenuhnya. toileting seringkali,
3) Kesulitan melakukan kegiatan interval
kehidupan sehari-hari: dibantu dijadwalkan.
orang lain dengan sepenuhnya.
2. Terganggu
1) Susat saat tidur: dapat berdiri
dengan bantuan orang lain atau
alat sepenuhnya.
2) Susah saat berjalan: dapat
berjalan dengan bantuan orang
lain atau alat bantu dengan
sepenuhnya.
3) Kesulitan melakukan kegiatan
kehidupan sehari-hari: dibantu
orang dengan sepenuhnya.
3. Cukup terganttu
1) Susah saat berdiri: dapat berdiri
dengan bantuan orang lain atau
alat minimal.
2) Susah saat berjalan: dapat
berjalan dengan bantuan orang
lain atau alat bantu dengan
minimal.
3) Kesulitan melakukan kegiatan
kehidupan sehari-hari: dibantu
orang dengan minimal.
4. Sedikit terganggu
1) Susah saat berdiri: dapat berdiri
dengan menggunakan alat bantu
saja.
2) Susah saat berjalan: dapat
berjalan dengan alat bantu saja.
3) Kesulitan melakukan kegiatan
kehidupan sehari-hari:
menggunakan lat bantu saja.
5. Tidak terganggu
1) Susah saat berdiri: dapat berdiri
sendiri dengan alat bantu.
2) Susah saat berjalan: dapat
berjalan sendiri tanpa alat bantu.
3) Kesulitan melakukan kegiatan
kehidupan sehari-hari: tidak ada
kesulitan.

4. Implementasi Kperawatan
Implementasi adalah tahap ke empat dalam tahap proses keperawatan dalam
melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan rencana (Hidayat,2013).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses dokumentasi keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana
keperawatan yang diberikan dibuat berdasrkan diagnosa yang tepat, intervensi
diharapkan dapat mencapai tujuan yang diharapkan untuk meningkatkan status
kesehatan. Implementasi meliputi klien, perawat dan staf lainnya yang akan
melaksanakan rencana keperawatan. Komponen lain dari proses keperawatan,
seperti pengkajian dan perencanaan berlajut selama komponen ini. Didalam
konsep asuhan keperawatan ini klien melakukan intervensi atau perencanaan yang
sudah disusun kepada para klien lansia seperti melakukan terapi aktivitas dan lain-
lain.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses yang memungkinkan perawat untuk
menetukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi
klien atau tidak. Kriteria proses yaitu menilai pelaksanaan proses keperawatan
sesuai situasi, kondisi dan kebutuhan klien. Evaluasi proses harus dilaksanakan
untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Kriteria keberhasilan yaitu
menilai hasil asuhan keperawatan yang ditujukan dengan perubahan tingkah laku
klien. Disini peneliti melakukan evaluasi apakah intervensi yang telah dilakukan
sudah berhasil dalam meningkatkan memori klin, mengurangi defisit perawatan
diri klien, membantu klien dalam keefektifan koping dan mencegah resiko jatuh
pada klien. Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil
yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi
seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi
adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan mengukur
dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan,
perbaikan tindakan keperawatan, kebutuhan kliet saat ini, perlunya dirujuk pada
tempat kesehatan lainnya dan apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis
supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi (Debora, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

1. Mayasari, N. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demensia Dengan


Gangguan Pola Tidur di Griya Asih Lawang. Diakses 15 November 2020
https://www.academia.edu/37372386/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_
PASIEN_DEMENSIA_DENGAN_GANGGUAN_POLA_TIDUR_DI_GRI
YA_ASIH_LAWANG.
2. Nugroho, Wahyudi. 2013. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran.
EGC : Jakarta.
3. Alzheimer’s Australia. 2016.What is dimentia ?.Diakses Januari 2018.
4. Bulecheck, G, M.2015.Nursing Incomes Classification. America: Elsevier
Inc.
5. Cohen, Hyland, dkk.2012.The utility of mandatory depression screening
ofdimentia patients in nursing homes.Diakses febuari 2018.
6. Eprints.undip.ac.id/44525/3/Danu_kumajaya_22010110110028_BAB_II.pdf
7. Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Diagnosis
Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
8. Verghese, Joe. 2014. Motoric cognitive risk syndrome. Diakses Januari
2018http://m.neurology.org/content/83/8/718.short.
9. Marjolein E. de Vugt. 2013. The impact of early dementia diagnosis
andintervention on informal caregivers. Diakses febuari
2017http://www.sciencedirect.com/science/article/pii
10. Milders , Mc bain , dkk.2013. Cognitive stimulation by caregivers for people
with dimentia. Diakses Desember 2017.
11. Moorhed, S. 2015. Nursing Outcomes Classification. America: Elsevier Inc.
12. Pratiwi. 2013. Pola komsumsi pangan, aktivitas fisik, riwayat penyakit,
riwayat demensia keluarga dan kejadian demensia pada lansia di panti werdha
tresna Bogor. Diakses Januari 2018.
13. Verghese, annweller, dkk, 2014. Motoric cognitive risk syndrom
emulticountry prevalence and dimentia risk. Diakses Februari 2018.
14. Verhey & de vugt. 2013. The impact of early dementia diagnosis and
interventionon informal caregives. Diakses maret 2017.
15. Febriana, Angita. 2014. demensia. Diakses febuari 2018 www1-
media.acehprov.go.id/uploads/Angila_Febrina_Demensia.pdf

Anda mungkin juga menyukai