Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK DENGAN KASUS DIABETES MELITUS

Oleh :
ALFIATUS SULAMAH
(NIM. 14401.16.17002)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2020

5
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK DENGAN KASUS DIABETES MELITUS

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

I. Definisi Lanjut Usia


Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari.
Menua  atau  menjadi  tua  adalah  suatu  keadaaan  yang  terjadi didalam 
kehidupan  manusia.  Proses  menua  merupakan  proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai  sejak 
permulaan  kehidupan.  Menjadi  tua  merupakan  proses alamiah,  yang 
berarti  seseorang  telah  melalui  tiga  tahap kehidupannya,  yaitu  anak, 
dewasa  dan  tua.  Tiga  tahap  ini  berbeda, baik  secara  biologis 
maupun  psikologis.  Memasuki  usia  tua  berarti mengalami 
kemunduran,  misalnya  kemunduran  fisik  yang  ditandai dengan  kulit 
yang  mengendur,  rambut  memutih,  gigi  mulai  ompong, pendengaran 
kurang  jelas,  pengelihatan  semakin  memburuk,  gerakan lambat dan
figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
II. Batasan Lansia
WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/
biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2. Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
III. Teori Proses Menua
Proses menua bersifat individual:

a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.


b. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses
menua.
1. Teori Biologis
a. Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang
mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya
memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap
spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah
diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini
berhenti berputar, dia akan mati. Manusia mempunyai umur
harapan hidup nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara
teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun
hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan
pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu.

b. Teori mutasi somatic


Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi
somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi
kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam
proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi
terus- menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan
fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau sel
menjadi penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin
sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel
(Suhana, 2000).

c. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory),
mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri
(self recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan
penyakit auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989).
Proses metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi
lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus
yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi
kelainan autoimun.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory),
teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di
dalam tubuh, karena adanya proses metabolisme atau
proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas
merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil
karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan
sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain
yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan
dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik,
misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel, 1994).
Radikal bebas dianggap sebagai penyabab penting
terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang
terdapat dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam
berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan
kalori ternyata bias menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur
(Darmojo, 2000).
4) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan
bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat,
dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat
kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang
menyebabkan perubahan padamembran plasma, yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang
elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan
ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear
theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan
tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal).
2. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini
antara lain:

a. Teori Interaksi Sosial


Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang
dihargai masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus
menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan
status sosial berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pokok-
pokok sosial exchange theory antara lain:

1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya


mencapai tujuannya masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor
mengeluarkan biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia
yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta
dalam kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai
lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan
sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia.
Pengalaman hidup seseorang suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat dia menjadi lanjut usia. Hal ini
dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut usia.

d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory).


Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan
masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya.
Pokok-pokok disangagement theory:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa
pensiun. Pada wanita, terjadi pada masa peran dalam
keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa
dan meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini
karena lanjut usia dapat merasakan tekanan sosial
berkurang, sedangkan kaum muda memperoleh kesempatan
kerja yang lebih baik.
3) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu
diperhatikan:
- Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
- Proses tersebut tidak dapat dihindari
- Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.

Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961)


Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia,
apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia
mengalami kehilangan ganda (triple loss):

1. Kehilangan peran (loss of role).


2. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and
relationship).

3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social


mores
and values)

Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami


proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari
kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan
pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. Dari
penyebab terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa
peluang yang memungkinkan dapat diintervensi agar proses
menua dapat diperlambat. Kemungkinan yang terbesar adalah
mencegah:

1. Meningkatnya radikal bebas.


2. Memanipulasi sistem imun tubuh.
3. Melalui metabolisme/makanan, memang berbagai misteri
kehidupan masih banyak yang belum bisa terungkap, proses
menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit
dipecahkan.

Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari luar


(eksogen) tidak boleh dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan
budaya gaya hidup yang salah. Banyak faktor yang
memengaruhi proses menua (menjadi tua), antara lain
herediter/genetik, nutrisi/makanan, status kesehatan,
pengalaman hidup, lingkungan, dan stres. Proses
menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, karena
orang meninggal bukan karena tua, orang muda pun bias
meniggal dan bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos
mengenai lanjut usia yang sering merugikan atau bernada
negatif, tetapi sangat berbeda dengan kenyataan yang
dialaminya (Nugroho, 2000).

IV. Masalah psikologik pada lansia


Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama
kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka
hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk
memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement
theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya
satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua.
Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang
justru menganjurkan masih tetap ada social involvement (keterlibatan
sosial) yang dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri
menyambut hal ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan
umpama dalam bidang pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada
usia lanjut ini untuk menaikkan intelegensi dan memperluas wawasannya
(Broklehurst dan allen, 1987). Di negara-negara industri maju bahkan
didirikan apa yang disebut university of the thrird age. Pemisahan diri
(disengagement) baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir
kehidupan lansia saja. Para lansia yang realistis dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya yang baru.

Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari lupa
sampai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-
peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal- hal yang
baru terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang
menggunakan waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri.
Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya
pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut:

1. Tipe konstruktif: orang ini mempunyai integritas baik, dapat


menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristis, fleksibel
(luwes) dan tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda.
Mereka dapat menerima fakta-fakta proses menua, mengalami pensiun
dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.

2. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di


terima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih
tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya
orang ini dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan
biasanya banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang
untuk berlibur.

3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai


pekerjaan/jabatan tak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering
kali emosinya tak dapat di kontrol, memegang teguh pada kebiasaanya,
bersifat konfulsif aktif. Anehnya mereka takut menghadapi menjadi
tua dan tak menyenangi masa pensiun.

4. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang lain yang


menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga.
Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua
dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang
yang muda, senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif
untuk menghindari masa yang sulit/buruk.

5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters): orang ini


bersifat kritis terhadap dan menyalahkan diri sendiri, tak mempunyai
ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Biasanya
mempunyai perkawinan yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby
merasa menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima fakta
pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa
sudah cukup mempunyai apa yang ada. Mereka menganggap kematian
sebagai suatu kejadian yang membebaskannya dari penderitaan.
Statistik kasus bunuh diri menunjukkan angka yang lebih tinggi
persentasenya pada golongan lansia pada golongan lansia ini, apalagi
pada mereka yang hidup sendirian (Darmojo, 2009).

V. Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia

a. Upaya Promotif

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun


masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang
perilaku hidup sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti
katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran
jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat
lanjut usia.

1) Perilaku Hidup Sehat


Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang
dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang
menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya
dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah
membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam
bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai
dengan visipromosi kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-
masing tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting
seperti tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari,
personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan seperti rumah
sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.

2) Gizi untuk Lanjut Usia

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi


lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan
penyakit kekurangan gizi, yang seyogyanya telah dilakukan sejak
muda dengan tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima
dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah
makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat
pengatur.

a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok


seperti beras, jagung, ubi dan lainya yang mengandung
karbohidrat.

b) Sumber zat pembangun atau protein penting untuk


pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani
seperti telur, ikan dan susu.

c) Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.


d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan
mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi
organ tubuh contohnya sayuran dan buah.

b. Upaya Preventif

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya


penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan
berupa deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat
dilakukan di kelompok lanjut usia (posyandu lansia) atau Puskesmas
dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lanjut usia.

c. Upaya Kuratif

Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila


dimungkinan dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu
lansia. Pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia
yang sakit dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas
Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Apabila sakit
yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas
lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.

d. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif


maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin
mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut
usia.

VI. Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan
dengan penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut
Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari
tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan
dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
VII. Fungsi Perawat Gerontik
Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process
(Membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang
sehat).
2. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang
lain melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi
pelayanan kesehatan).
7. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat,
dukungan dan harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan
perawatan restoratif dan rehabilitatif).
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur
perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic
maner (Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of
each other (Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial
dan spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical
concern (Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai
dengan tempatnya bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan
dukungan dan kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan
untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
VIII. Lingkup Keperawatan Gerontik
Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan
ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk
pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk mengatas keterbatasan
lansia. Sifatnya adalah independen (mandiri), interdependen (kolaborasi),
humanistik dan holistik.
B. KONSEP PENYAKIT DIABETES MELITUS
1. Definisi diabetes mellitus
Diabetes berasal dari istilah yunani (sophon) yang
“mengalirkan atau mengalihkan”, sedangkan mellitus berasal dari
bahasa latin yang berarti “manis”, sehingga diabetes mellitus
diartikan seseorang yang mengalirkan volume urin yang banyak
dengan kadar glukosa yang tinggi. Diabetes adalah penyebab utama
kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, stroke, dan amputasi
tungkai bawah. Diabetes tidak dapat disembuhkan, namun dapat
diobati dan dikontrol melalui penatalaksanaan diet, pengobatan, dan
olahraga secara teratur.(WHO 2018)

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit


metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.(Dan et al.,
2015)

Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit kronis ditandai


dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh tubuh yang tidak mampu
memproduksi hormon insulin atau insulin yang diproduksi tidak
efektif (Nisak, 2018)

a. Kriteria Diagnosis Diabetes melitus


1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah
kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75
gram.
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan
keluhan klasik.
b. kriteria Diabetes melitus digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang
meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).
1. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan
pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl

2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)


Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140-199
mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl

3. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT


Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

c. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan prediabetes

HbA1c Glukosa darah Glukosa


(%) puasa (mg/dl) plasma 2
jam setelah
TTGO
(mg/dl)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 mg/dl ≥ 200 mg/dl
Prediabetes 5,7 - 6,4 100-125 140 – 199
Normal < 5,7 < 100 < 140

2. klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2018
ada 4 yaitu:

a. Diabetes Tipe 1 (IDDM)


Hal ini disebabkan karena rusaknya sel-β autoimun, yang biasanya
menyebabkan defisiensi atau kekurangan insulin absolut (mutlak). DM tipe 1
memerlukan injeksi insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah.

b. Diabetes Tipe 2 (NIDDM)


Hal ini disebabkan karena hilangnya progresif sekresi insulin sel pada sel-β
sering pada latar belakang resistensi insulin.

c. Diabetes Gestasional (Kehamilan dengan diabetes)


Diabetes terdiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan, yang tidak
jelas pada kehamilan sebelumnya.

d. Jenis diabetes tipe spesifik lain


Misalnya sindrom monogenik diabetes, seperti:

1. Cacat genetik fungsi sel beta, diabetes neonatal: MODY (Maturity Onset
Diabetes of the Young)
2. Penyakit pankreas eksokrin (seperti cystic fibrosis dan pankreatitis)
3. Diabetes yang di induksi obat atau kimia (seperti penggunaan
glukokortikoid, dalam pengobatan HIV/AIDS, atau setelah transplantasi
organ)

3. Etiologi Diabetes Mellitus


Penyebab diabetes mellitus menurut kowalak, (2011); Wilkins, (2011); Andra,
(2013) sebagai berikut:

a. Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan perkembangan antibody
autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta.

b. Lingkungan (makanan, infeksi, toksin, dan stress)


Kekurangan protein kronik dapat mengakibatkan hipofungsi pancreas. Infeksi
virus coxsakie pada seseorang yang peka secara genetic. Stress fisiologis dan
emosional meningkatkan hormon stress (kortisol, epinefrin, glucagon, dan
hormone pertumbuhan), sehingga meningkatkan kadar glukosa darah.

c. Perubahan gaya hidup


Pada sesorang secara genetic rentan terkena DM karena perubahan gaya hidup,
menjadikan seseorang kurang aktif sehingga menimbulkan kegemukan dan
beresiko tinggi terkena diabetes mellitus.

d. Kehamilan
Kenaikan kada esterogeen dan hormone plasental yang berkaitan dengan
kehamilan yang mengantagoniskan insulin.

e. Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin didalam tubuh. Insulin yang
tersedia tidak efektif dalam meningkatkan efek metabolic.

4. Faktor Resiko Diabetes Melitus


Menurut Kementerian kesehatan RI (2014) faktor resiko diabetes melitus
dibagi menjadi dua yaitu dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor
yang tidak dapat dimodifikasi yaitu ras dan etnik, jenis kelamin, umur, riwayat
penyakit keluarga, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000
gram dan riwayat lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Sedangkan
faktor yang masih dapat untuk dimodifikasi adalah perilaku sebelumnya yang
kurang sehat, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, diet yang tidak seimbang,
riwayat TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau Gula Darah Puasa terganggu
(GDP terganggu), merokok, dll. Selain itu penderita dengan diabetes melitus
mempunyai resiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner, 25 kali lebih mudah
mengalami kebutaan akibat kerusakan retina daripada pasien non diabetes melitus,
7 kali lebih mudah mengidap gagal ginjal terminal, 5 kali lebih mudah menderitas
ulkus/ gangren atau yang biasa disebut kaki diabetik, serta penyakit pembuluh
darah otak 2 kali besar (Soegondo, Soewondo & Subekti, 2011).

Menurut Menurut ADA (2015) beberapa faktor risiko diabetes melitus yang
tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree relative),
umur ≥ 45 tahun, suku, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan ≥ 4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat
badan rendah kurang dari 2,5 kg. Sedangkan faktor risiko yang dapat di ubah
meliputi obesitas dan berdasarkan IMT ≥ 25 kg/m2 atau lingkar perut ≥ 80 cm pada
wanita dan ≥ 90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemia dan diet yang tidak sehat. Faktor lain yang terkait dengan risiko
diabetes adalah penderita polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom
metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah
puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskular
seperti CVA atau stroke, penyakit jantuk koroner (PJK), peripheral arteial disease
(PAD), konsumsi alkohol, faktor stres, riwayat merokok, jenis kelamin, konsumsi
kopi atau kafein.

Menurut Perkeni (2015), pemeriksaan penyaring dilakukan untuk


menegakkan diagnosis diabetes melitus dan prediabetes pada kelompok risiko
tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik diabetes mellitus:

a. Kelompok dengan berat badan lebih atau Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari
23 kg/m3 yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
1. Aktivitas fisik yang kurang.
2. First-degree relative diabetes melitus (terdapat faktor keturunan diabetes
melitus dalam keluarga).
3. Kelompok ras atau etnis tertentu
4. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL lebih dari
4000 gram atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional
5. Hipertensi (lebih dari 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi.
6. HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl.
7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
8. Riwayat prediabetes.
9. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.
11. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
5. Patofisiologi Diabetes Melitus
Terdapat berbagai macam penyebab diabetes mellitus menurut price,
(2012) dan kowalak (2011) yang menyebabkan defisiensi insulin, kemudian
menyebabkan glikogen meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula baru
(glukoneugenesis) dan menyebabkan metabolisme lemak meningkat. Kemudia
akan terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis). Peningkatan keton
didalam plasma akan mengakibatkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar
natrium akan menurun serta PH serum menurun dan terjadi asidosis.

Defisiensi insulin mengakibatkan penggunaan glukosa menurun,


sehingga menyebabkan kadar glukosa dalam darah tinggi (hiperglikemia).
Hiperglikemia akan menyebabkan glukosuria. Glukosuria menyebabkan dieresis
osmotic yang meningkatkan pengingkatan air kencing (poliuria) dan akan timbul
rasa haus (polidipsi) yang menyebabkan seseorang dehidrasi (kowalak, 2011).
Glukosuria menyebabkan keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan
rasa lapar secara terus menerus (polifagia). Penggunan glukosa oleh sel menurun
akan mengakibatkan produksi metabolism energy menurun sehingga tubuh akan
menjadi lemah ( price et al, 2012)

Hiperglikemia dapat berpengaruh pada pembuluh darah kecil, sehingga


menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen keperifer berkurang, sehingga
mengakibatkan luka sulit sembuh karena terjadi infeksi dan gangguan pembuluh
darah akibat kurangnya suplai nutrisi dan oksigen (price et al, 2012). Gangguan
pembuluh darah mengakibatkan aliran darah keretina menurun sehingga terjadi
penurunan nutrisi dan oksigen yang menyebabkan pandangan menjadi kabur
( price et al, 2012).

6. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus


Menurut Perkeni (2015), gejala diabetes melitus dibedakan menjadi 2 yaitu akut
dan kronik.

a. Gejala akut diabetes melitus yaitu:


1) Poliphagia (banyak makan)
2) Polidipsia (banyak minum)
3) Poliuria (banyak kencing/ sering kencing di malam hari)
4) Nafsu makan bertambah namun berat badan turun secara cepat yaitu
antara (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) dan mudah lelah
b. Sedangkan gejala kronik diabetes melitus yaitu:
1. Sering kesemutan
2. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum
3. Rasa kebas dikulit
4. Sering kram
5. Mudah mengantuk
6. Kelelahan
7. Pandangan mulai kabur
8. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
9. Kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi
10. Pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg atau 4000 gram.

7. Komplikasi Diabetes Melitus


Menurut (Ernawati, 2013) komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

a. Komplikasi akut
Gangguan keseimbangan kadar gula darah dalam jangka waktu pendek
meliputi hipoglikemi, ketoasidosis diabetic dan syndrome HHNK (koma
hiperhlikemik hiperosomolar nonketotik) atau hyperosmolar nonketotik
(HONK)

1. Hipoglikemi
Hipoglikemi merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada
perjalanan penyakit DM. glukosa merupakan bahan bakar utama untuk
melakukan metabolisme di otak. Sehingga kadar glukosa darah harus
selalu dipertahankan diatas kadar kritis, merupakan salah satu fungsi
penting sistem pengatur glukosa darah. Hipoglikemi merupakan keadaan
dimana kadar gula darah abnormal yang rendah yaitu dibawah 50 hingga
60 mg/ dl (2,7 hingga 3,3 mmol/ L) (Seorang juga dikatan hipoglikemi jika
kadar glukosa darah < 80 mg/ dl dengan gejala klinis.

2. Ketoasidosis diabetik (KAD)


KAD adalah keadaaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai
oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebebkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relative. Keadaan komplikasi akut ini
memerlukan penanganan yang tepat karena merupakan ancaman kematian
bagi penderita diabetes.

b. Komplikasi kronis dibagi menjadi 2 yaitu


1. Komplikasi makrovaskuler
a) Penyakit arteri koroner Penyakit arteri koroner yang menyebabkan
penyakit jantung koroner merupakan salah satu komplikasi
makrovaskuler yang sering terjadi pada penderita DM tipe 1 maupun
DM tipe 2. Proses terjadinya penyekit jantung koroner pada penderita
DM disebabkan oleh kontrol glukosa darah yang buruk dalam waktu
yang lama yang disertai dengan hipertensi, resistensi insulin,
hiperinsulinemia, hiperamilinemia, dislipedemia, gangguan sistem
koagulasi dan hiperhormosisteinemia.

b) Penyakit serebrovaskuler

Penyakit serebrovaskuler pasien DM memiliki kesamaan dengan


pasien non DM, namun pasien DM memiliki kemungkinan dua kali
lipat mengalami penyakit kardiovaskuler. Pasien yang mengalami
perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau
pembentukan emboli ditempat lain dalam sistem pembuluh darah
sering terbawa aliran darah dan terkadang terjepit dalam pembuluh
darah serebral. Keadaan ini dapat mengekibatkan serangan iskemia
sesaaat Transient Ischemic Attack (TIA)
c) Penyakit vaskuler perifer Pasien DM beresiko mengalami penyakit
oklusif arteri perifer dua hingga tiga kali lipat diabandingkan pasien
non DM. hal ini disebabkan pasien DM cenderung mengalami
perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstermitas bawah. Pasien dengan gangguan pada vaskuler perifer
akan mengalami berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio
intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan). Penyakit
oklusif arteri yang parah pada ekstermitas bawah merupakan
penyebeb utama terjadinya ganggren yang dapat berakibat amputasi
pada pasien DM.

2. Komplikasi mikrovaskuler
a) Retinopati diabetik
Retinopati diabetik merupakan kelainan patologis mata yang
disebabkan perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina mata,
keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan faktor
risiko utama terjadinya retinopati diabetik.

b) Komplikasi oftalmologi yang lain Katarak, peningkatan opasitas


lensa mata pada penderita DM sehingga katarak terjadi pada usia
lebih muda dibandingkan pasien non DM, dan perubahan lensa mata
mengalami perkembangan ketika kadar gula darah naik. 3) Nefropati
Merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai dengan
albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) minimal dua kali
pemeriksaan dalam waktu tiga hingga enam bulan. 4) Neuropati
diabetes Adalah gangguan klinis maupun sublkinis yang terjadi pada
penderita DM tanpa penyebab neuropati perifer yang lain (konfrensi
neuropati, febuari 1988 di san Antonio).
8. Pencegahan diabetes mellitus
a. Menurut Kementerian kesehatan RI (2018) pencegahan dan pengendalian
diabetes terdapat 3 hal utama yang perlu dilakukan yakni:
1. Perubahan perilaku yang terkait makanan sehat, gizi seimbang, aktivitas
fisik, menghindarkan diri dari rokok dan alcohol
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
3. Perbaikan tatalaksana penanganan penderita dengan memperkuat
pelayanan kesehatan primer.
b. Menurut Perkeni (2015), pencegahan diabetes melitus dilakukan dengan 3
cara yaitu:

1. Pencegahan primer
Pencegahan secara primer yaitu ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yaitu bagi mereka yang belum terkena diabetes
melitus, namun berpotensi untuk terkena diabetes melitus dan
intoleransi glukosa. Pencegahannya ada dua yaitu dengan cara faktor
risiko dapat dimodifikasi (berat badan berlebih, kurangnya aktivitas
fisik, hipertensi, diet tidak sehat dan tida seimbang) dan tidak dapat
dimodifikasi (ras dan etnik, riwayat keluarga dengan diabetes melitus,
umur, riwayat melahirkan bayi lebih dari 4000 gram, dan lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram).

2. Pencegahan sekunder
Pencegahan secara sekunder yaitu upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah terkena diabetes mellitus
dengan pengendalian kadar glukosa darah sesuai target terapi serta
pengendalian faktor penyulit (mikrovaskular, makrovaskular, neuropati,
rentan infeksi) dengan pemberian pengobatan secara optimal. Program
penyuluhan memiliki peran penting dalam meningkatkan kepatuhan pasien
dalam menjalani program pengobatan sehingga mencapai target yang
diharapkan.

3. Pencegahan tersier
Pencegahan secara tersier yaitu ditujukan pada kelompok pasien dengan
diabetes melitus yanng telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup. Pada
upaya ini yang dilakukan yaitu dengan melakukan penyuluhan atau
pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga.

10. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan diabetes melitus terdapat 6 pilar yaitu edukasi,
diet, olahraga, terapi farmakologi, pemantauan kadar glukosa darah, dan
pendidikan kesehatan (Nusantara, A & Wahyuningsih, A 2019). yaitu:

a. Edukasi
Edukasi dilakukan sebagai upaya pencegahan dan pengelolaan diabetes
mellitus.

b. Diet
Diet merupakan bagian penting dari penatalaksanaan diabetes tipe 2. Diet
diabetes melitus merupakan pengaturan pola makan bagi penderita diabetes
mellitus berdasarkan jumlah, jenis, dan jadwal pemberian makanan. Prinsip
diet bagi penderita diabetes melitus adalah mengurangi dan mengatur
konsumsi karbohidrat (Perkeni, 2015)

1. Prinsip diet
Adapun prinsip diet diabetes melitus sebagai berikut:

a) Mempertahankan kadar gula darah supaya tetap normal dengan


menyeimbangkan asupan makan, insulin, dan aktivitas fisik
b) Mencapai dan mempertahankan lipida serum normal
c) Member kecukupan energy untuk mempertahankan atau mencapai
berat badan normal
d) Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang
menggunakan insulin, seperti hipoglikemi serta komplikasi jangka
pendek dan jangka panjang
e) Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
2. Syarat diet
a) Syarat diet diabetes melitus tanpa komplikasi
1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankkan berat
badan normal, makanan dibagi dalam tiga porsi, yaitu makan
pagi (20%), siang (30%), dan sore(25%), serta 2-3 porsi kecil
untuk makanan selingan masing-masing 10-15%
2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan
total.
3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan
energy total. Lemak terdiri atas < 10% dari lemak jenuh, 10%
lemak tidak jenuh ganda, dan sisanya dari lemak tidak jenuh
tunggal. Asupan kolesterol <300 mg perhari
4) Kebutuhan karbohidrat 60-70% energy total
5) Penggunaan gula murni dalam makanan dan minuman tidak
diperbolehkan, kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu.
Jika kadar gula darah sudah terkendali, diperbolehkan
mengkonsumsi gula murni sampai 5% dari kebutuhan energy
total
6) Penggunaan gula alternatif (bahan pemanis selain sukrosa)
dalam jumlah terbatas. Ada dua jenis gula alternatif, yaitu
yang bergizi (fruktosa, gula alcohol berupa sorbitol, manitol,
dan silitol) serta gula tidak bergizi (aspartame dan sakarin)
7) Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan mengutamakan
serat larut air yang terdapat didalam sayur dan buah
8) Penderita diabetes melitus dengan tekanan darah normal
diperbolehkan mengkonsumsi garam dapur sebanyak 3.000
mg/hari
9) Cukup vitamin dan mineral

b) Syarat diet diabetes melitus dengan nefropati

1) Energy mencukupi, yaitu 25- 30 kkal/kg BB ideal


2) Kebutuhan protein rendah, yaitu 10% dari kebutuhan energy total
atau 0,8 g/kg BB
3) Kebutuhan karbohidrat sedang yaitu 55-60% dari kebutuhan
energy total. Gunakan karbohidrat kompleks sebagai sumber
karbohidrat utama. Pemberian karbohidrat sederhana berupa gula
murni dan jumlah terbatas dan diberikan bersama makanan utama
4) Kebutuhan lemak normal, yaitu 20-25% dari total energy dengan
mengutamakan asam lemak tidak jenuh ganda atau
tunggal.Asupan lemak jenuh < 10% asupan energy total serta
asupan kolesterol < 300 mg
5) Kebutuhan natrium sebanyak 1.000-3.000 mg, tergantung tekanan
darah, adanya edema, dan ekskresi natrium
6) Kebutuhan kalium dibatasi hingga 40 – 70 mEq atau (1.600-2.800
mg) atau 40 mg/kg BB jika ada hiperglikemi (GFR< 10 ml/menit)
atau apabila jumlah urin < 1.000 ml/hari
7) Kebutuhan fosfor tinggi, yaitu 8-12 mg/kg BB
8) Kebutuhan kalsium tinggi, yaitu 1.200-1.600 mg
9) Kebutuhan vitamin tinggi. Jika nafsu makan menurun, berikan
suplemen vitamin B kompleks, asam folat, peridoksin, dan
vitamin C.
3. Indeks glikemik makanan
Indeks glikemik adalah ukuran seberapa besar dampak suatu makanan
yang mengandung karbohidrat dalam meningkatkan kadar glukosa darah
setelah dikonsumsi.

Indeks glikemik makanan


Jenis Nama makanan Takaran Indeks Beban
makanan saji glikemik glikemik
Kacang tanah 50 7 0
Kacang kedelai 150 15 1
Kacang mede asin 50 27 3
kacang- Kacang merah 150 29 7
kacangan Kacang hitam 150 30 7
Kacang panggang 150 40 6
Jus apel tanpa 250 ml 44 30
pemanis
Jus jeruk tanpa 250 ml 50 12
pemanis
Soft drink 250 ml 68 23
Buah- Susu skim 250 ml 32 4
buahan Youghurt rendah 200 33 11
lemak dengan buah
Susu penuh lemak 250 ml 41 5
Dairy Es krim 50 57 6
product
Jeruk bali 120 25 3
Pear 120 38 4
Apel 120 39 6
Peach kalengan 120 40 4
Peach 120 40 5
Pear kalengan 120 42 5
Anggur 120 43 5
Pisang 120 59 11
Kismis 60 62 16
Semangka 120 64 28
Fettucini 180 72 4
Macaroni 180 32 15
Pasta Spaghetti direbus 180 47 23
20 menit
Keripik jagung asin 50 5842 26
Keripik kentang 50 51 11
Berondong jagung 20 55 12
Makanan tawar
ringan Pretzel 30 83 6
Wortel 80 35 16
Green peas 80 51 2
Sayuran Talas 150 54 4
Ubi 150 70 20

Mashed potato 150 87 17


Lain-lain instan
Chiken nugget 100 46 7
dipanaskan
Madu 25 61 12
Sumber: Regina, 2013

Catatan: jika indeks glikemik glukosa adalah 100

 IG rendah adalah ≤55


 IG sedang adalah 56-69
 IG tinggi adalah ≥70
4. Jenis makanan yang dianjurkan terdiri dari:
a) Karbohidrat
1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
2) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
3) Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang
diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
4) Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
5) Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa,
asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily
Intake/ADI).
6) Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
b) Lemak
1) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori, dan
tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
2) Komposisi yang dianjurkan:
 lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
 lemak tidak jenuh ganda < 10 %.
 selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
3) Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu fullcream.
4) Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari

c) Protein
1) Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
2) Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
3) Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi,
dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada
penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein
menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.
d) Natrium
1) Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang
sehat yaitu <2300 mg perhari.
2) Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual(B).
3) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium
e) Serat
1) Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi
serat.
2) Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari
berbagai sumber bahan makanan.
f) Pamanis alternatif
1) Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi
batas aman (Accepted Daily Intake/ADI)
2) Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan
pemanis tak berkalori
3) Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa, alcohol,
dan fruktosa.
4) Pemanis tak berkalori termasuk aspartame, sakarin, acesulfame
potassium, suklalose, neotame.
g) Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah
kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain
Jumlah makanan pada diabetes melitus

Perhitungan kebutuhan energy

1) Rumus penentuan berat badan ideal:


BBi = (TB-10) – ( 10% X (TB-100) )

Keterangan:

TB : tinggi badam

Bi : berat badan ideal

2) Rumus perhitungan angka kecukupan energy individu (AKEi)

Kelompok umur AKEi laki-laki AKEi


(Tahun) (kkal/kg BB /hari perempuan
(kkal/kg BB
/hari
20-29 (15,3 Bi + 679) (14,7 Bi +496)
(FKi) (FKi)
30-59 (11,6 Bi + 879) (8,7 Bi + 829)
(FKi) (FKi)
>60 (13,5 Bi + 487) (10,5 Bi + 596)
(FKi) (FKi)

Keterangan:

FKi : faktor kelipatan menurut tingkat kegiatan

Bi : berat badan sehat (kg)

3) Faktor kelipatan individu (FKI) menurut tingkat kegiatan

No Tingkat kegiatan Laki-laki Perempuan


1 Ringan 1,55 1,56
2 Sedang 1,78 1,64
3 Berat 2,10 2,00
4) Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
 Jenis Kelamin Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan
sebesar 25 kal/kgBB sedangkan untuk pria sebesar 30
kal/kgBB.
 Umur
 Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi
5% untuk setiap dekade antara 40 dan 59 tahun.
 Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
 Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.
 Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
 Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas
aktivitas fisik.
 Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan
pada keadaan istirahat.
 Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas
ringan: pegawai kantor, guru, ibu rumah tangga.
 Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang:
pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang
tidak perang.
 Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani,
buruh, atlet, militer dalam keadaan latihan.
 Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat:
tukang becak, tukang gali.
 Stress metabolic
 Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress
metabolic (sepsis, operasi, trauma)
 Berat badan
 Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi
sekitar 20- 30% tergantung kepada tingkat kegemukan.
 Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar
20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan
BB.
 Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal
perhari untuk wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk
pria.
5) Jadwal makan diabetes melitus
Diet diabetes melitus diberikan dengan interval waktu tiga jam, meliputi
tiga kali makanan utama dan tiga kali makanan selingan

a) Pukul 06.30 = makan pagi


b) Pukul 09.30 = selingan pagi (snack atau buah)
c) Pukul 12.30 = makan siang
d) Pukul 15.30 = selingan sore (snack atau buah)
e) Pukul 18.30 = makan malam
f) Pukul 21.30 = selingan malam (snack atau buah)
g) Bahan makanan yang dianjurkan
6) Bahan makanan yang dianjurkan dapat dikonsumsi penderita diabetes
melitus, diantaranya sebagai berikut;
a) Sumber karbohidrat komplek
Jenis pangan sumber karbohidrat kompleks diantaranya nasi, kentang,
singkong, ubi, roti, sagu, dan mie

b) Sumber protein rendah lemak


Jenis pangan sumber protein rendah lemak diantaranya ikan, ayam
tanpa kulit, susu krim, tempe, tahu, dan kacang-kacangan

c) Sumber lemak dalam jumlah terbatas


Sumber lemak dalam jumlah terbatas dapat diperoleh dari pangan
yang diolah dengan cara dipanggang, dikukus, direbus, dan dibakar

7) Bahan makanan yang harus dibatasi atau dihindari


Beberapa makanan yang harus dibatasi atau dihinndari oleh penderita
diabetes melitus, diantaranya sebagai berikut.

a) Mengandung banyak gula seperti gula jawa, gula pasir, sirup, selai,
jeli, dodol, cake, tart, dan kue yang manis
b) Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji (fast food)
dan gorengan
c) Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur asin, makanan
yang diawetkan, dan makanan yang banyak mengandung MSG.

c. Olahraga atau latihan Jasmani


Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2
apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan
latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu
selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa
darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu
dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan
sehari-hari atau aktivitas sehari- hari bukan termasuk dalam latihan jasmani
meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik dengan intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal) seperti:
jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.

Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis,


hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga
melakukan resistance training (latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai
dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada penyandang DM
yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang
disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan
masing-masing individu.

d. Terapi farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.

1. Obat Antihiperglikemia Oral


Berdasarkan cara kerjanya, obat anti- hiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:

a) Pemacu Sekresi Insulin (Insulinn Secretagogue)

1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama
adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati
menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia
b) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
1) Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan
glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan
pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin
diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR
30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan
pada beberapa keadaan sperti: GFR<30 mL/menit/1,73 m2,
adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-
IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran
pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.

2) Tiazolidindion (TZD)
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor
inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.
Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA
FC III-IV) Karen dapat memperberat edema/retensi cairan.
Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu
pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah Pioglitazone.

e. Pemantauan kadar glukosa darah


Prosedur pemantauan glukosa darah

1. Tergantung dari tujuan pemeriksaan tes dilakukan pada waktu


a) Sebelum makan
b) 2 jam sesudah makan
c) Sebelum tidur malam
2. Pasien dengan kendali buruk/tidak stabil dilakukan tes setiap hari
3. Pasien dengan kendali baik/stabil sebaiknya tes tetap dilakukan secara
rutin. Pemantauan dapat lebih jarang (minggu sampai bulan) apabila
pasien terkontrol baik secara konsisten
4. Pemantauan glukosa darah pada pasien yang mendapat terapi insulin,
ditujukan juga untuk penyesuaian dosis insulin dan memantau timbulnya
hipoglikemia
5. Tes lebih sering dilakukan pada pasien yang melakukan aktivitas tinggi,
pada keadaan krisis, atau pada pasien yang sulit mencapai target terapi
(selalu tinggi, atau sering mengalami hipoglikemia), juga pada saat
perubahan dosis terapi
6. ADA menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed-
time) dilakukan pada jam 22.00.
f. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu pilar diabetes melitus
yang memegang peranan penting dalam mencapai target keberhasilan terapi.
Pendidikan kesehatan dapat memberikan informasi atau pengetahuan
terhadap masyarakat sehingga dapat mengetahui cara mencegah terjadinya
komplikasi (Ayu & Damayanti, 2015)
C. ASKEP secara TEORI
1. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien
b. Riwayat kesehatan klien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin,
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
c. Aktivitas / istirahat
Letih, lemah, sulit bergerak/ berjalan, kram otot, tonus otot menurun
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, kesemutan pada ekskremitas
2. Diagnosa Keperawatan
a. Deficit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolism
b. Kekurangan volume cairan b/d osmotic dieresis
c. Gangguan integritas kulit b/d luka gangren
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


1 Deficit nutrisi  Berat badan membaik 1. identifikasi status nutrisi
b/d peningkatan  IMT membaik 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
kebutuhan  Frekuensi makan makanan
metabolisme membaik 3.identifikasi makanan yang disukai
 Nafsu makan membaik 4. identifikasi kebutuhan kalori
5. Monitor berat badan

2. Gangguan  Edema pada sisi luka 1) Jelaskan pada keluarga mengenai cara
integritas kulit menurun perawatan luka yang benar pada
b/d luka gangren  Peradangan luka Diabetes Melitus
menurun 2) Lakukan perawatan luka
 Peningkatan suhu kulit Mengajarkan Senam Kaki
 Nekrosis menurun

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R., Agus, Y., Alwi, S., Asman, M. 2015.Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 diindonesia, Pb Perkeni, Indonesia
American Diabetes Association (ADA). Standard medical care in diabetes 2018. Riddle
MC, ed. Diabetes Care. Januari 2018;41(1):S13-S27.
American Diabetes Association (ADA) (2015). Diagnosis and classification of diabetes
mellitus. American Diabetes Care, Vol.38, pp: 8-16.
Dewi, H., Parman, H. 2018. Pengetahuan tentang diet diabetes melitus berpengaruh
terhadap kepatuhan klien menjalani diet. journal of borneo Health, Vol.1, no 1,
pp. 127–139.
Nusantara, A. and Wahyuningsih, A. 2019. Kepatuhan Pengobatan Diabetes Mellitus
Tipe 2 Ditinjau Dari Karakteristik Penderita Di Desa Satrean Maron
Probolinggo. Media Publikasi Penelitian, Vol. 16, pp.27.
Perkeni, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia,
PERKENI, Jakarta.
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta:
EGC
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Kozier, B.B., & Erb, G. (1987). Fundamentals of Nursing: Concepts and Procedures
Massachussets: Eddison Wesley
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Cetakan ke II
2018
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Cetakan ke II 2018
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Cetakan ke II
2018

Anda mungkin juga menyukai