Oleh :
ALFIATUS SULAMAH
(NIM. 14401.16.17002)
5
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK DENGAN KASUS DIABETES MELITUS
c. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory),
mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri
(self recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan
penyakit auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989).
Proses metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi
lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus
yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi
kelainan autoimun.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory),
teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di
dalam tubuh, karena adanya proses metabolisme atau
proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas
merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil
karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan
sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain
yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan
dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik,
misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel, 1994).
Radikal bebas dianggap sebagai penyabab penting
terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang
terdapat dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam
berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan
kalori ternyata bias menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur
(Darmojo, 2000).
4) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan
bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat,
dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat
kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang
menyebabkan perubahan padamembran plasma, yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang
elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan
ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear
theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan
tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal).
2. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini
antara lain:
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari lupa
sampai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-
peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal- hal yang
baru terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang
menggunakan waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri.
Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya
pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut:
a. Upaya Promotif
b. Upaya Preventif
c. Upaya Kuratif
d. Upaya Rehabilitatif
1. Cacat genetik fungsi sel beta, diabetes neonatal: MODY (Maturity Onset
Diabetes of the Young)
2. Penyakit pankreas eksokrin (seperti cystic fibrosis dan pankreatitis)
3. Diabetes yang di induksi obat atau kimia (seperti penggunaan
glukokortikoid, dalam pengobatan HIV/AIDS, atau setelah transplantasi
organ)
a. Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan perkembangan antibody
autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta.
d. Kehamilan
Kenaikan kada esterogeen dan hormone plasental yang berkaitan dengan
kehamilan yang mengantagoniskan insulin.
e. Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin didalam tubuh. Insulin yang
tersedia tidak efektif dalam meningkatkan efek metabolic.
Menurut Menurut ADA (2015) beberapa faktor risiko diabetes melitus yang
tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree relative),
umur ≥ 45 tahun, suku, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan ≥ 4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat
badan rendah kurang dari 2,5 kg. Sedangkan faktor risiko yang dapat di ubah
meliputi obesitas dan berdasarkan IMT ≥ 25 kg/m2 atau lingkar perut ≥ 80 cm pada
wanita dan ≥ 90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi,
dislipidemia dan diet yang tidak sehat. Faktor lain yang terkait dengan risiko
diabetes adalah penderita polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom
metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah
puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskular
seperti CVA atau stroke, penyakit jantuk koroner (PJK), peripheral arteial disease
(PAD), konsumsi alkohol, faktor stres, riwayat merokok, jenis kelamin, konsumsi
kopi atau kafein.
a. Kelompok dengan berat badan lebih atau Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari
23 kg/m3 yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
1. Aktivitas fisik yang kurang.
2. First-degree relative diabetes melitus (terdapat faktor keturunan diabetes
melitus dalam keluarga).
3. Kelompok ras atau etnis tertentu
4. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL lebih dari
4000 gram atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional
5. Hipertensi (lebih dari 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi.
6. HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl.
7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
8. Riwayat prediabetes.
9. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
10. Riwayat penyakit kardiovaskular.
11. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
5. Patofisiologi Diabetes Melitus
Terdapat berbagai macam penyebab diabetes mellitus menurut price,
(2012) dan kowalak (2011) yang menyebabkan defisiensi insulin, kemudian
menyebabkan glikogen meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula baru
(glukoneugenesis) dan menyebabkan metabolisme lemak meningkat. Kemudia
akan terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis). Peningkatan keton
didalam plasma akan mengakibatkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar
natrium akan menurun serta PH serum menurun dan terjadi asidosis.
a. Komplikasi akut
Gangguan keseimbangan kadar gula darah dalam jangka waktu pendek
meliputi hipoglikemi, ketoasidosis diabetic dan syndrome HHNK (koma
hiperhlikemik hiperosomolar nonketotik) atau hyperosmolar nonketotik
(HONK)
1. Hipoglikemi
Hipoglikemi merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada
perjalanan penyakit DM. glukosa merupakan bahan bakar utama untuk
melakukan metabolisme di otak. Sehingga kadar glukosa darah harus
selalu dipertahankan diatas kadar kritis, merupakan salah satu fungsi
penting sistem pengatur glukosa darah. Hipoglikemi merupakan keadaan
dimana kadar gula darah abnormal yang rendah yaitu dibawah 50 hingga
60 mg/ dl (2,7 hingga 3,3 mmol/ L) (Seorang juga dikatan hipoglikemi jika
kadar glukosa darah < 80 mg/ dl dengan gejala klinis.
b) Penyakit serebrovaskuler
2. Komplikasi mikrovaskuler
a) Retinopati diabetik
Retinopati diabetik merupakan kelainan patologis mata yang
disebabkan perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina mata,
keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan faktor
risiko utama terjadinya retinopati diabetik.
1. Pencegahan primer
Pencegahan secara primer yaitu ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko, yaitu bagi mereka yang belum terkena diabetes
melitus, namun berpotensi untuk terkena diabetes melitus dan
intoleransi glukosa. Pencegahannya ada dua yaitu dengan cara faktor
risiko dapat dimodifikasi (berat badan berlebih, kurangnya aktivitas
fisik, hipertensi, diet tidak sehat dan tida seimbang) dan tidak dapat
dimodifikasi (ras dan etnik, riwayat keluarga dengan diabetes melitus,
umur, riwayat melahirkan bayi lebih dari 4000 gram, dan lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram).
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan secara sekunder yaitu upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah terkena diabetes mellitus
dengan pengendalian kadar glukosa darah sesuai target terapi serta
pengendalian faktor penyulit (mikrovaskular, makrovaskular, neuropati,
rentan infeksi) dengan pemberian pengobatan secara optimal. Program
penyuluhan memiliki peran penting dalam meningkatkan kepatuhan pasien
dalam menjalani program pengobatan sehingga mencapai target yang
diharapkan.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan secara tersier yaitu ditujukan pada kelompok pasien dengan
diabetes melitus yanng telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup. Pada
upaya ini yang dilakukan yaitu dengan melakukan penyuluhan atau
pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga.
10. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan diabetes melitus terdapat 6 pilar yaitu edukasi,
diet, olahraga, terapi farmakologi, pemantauan kadar glukosa darah, dan
pendidikan kesehatan (Nusantara, A & Wahyuningsih, A 2019). yaitu:
a. Edukasi
Edukasi dilakukan sebagai upaya pencegahan dan pengelolaan diabetes
mellitus.
b. Diet
Diet merupakan bagian penting dari penatalaksanaan diabetes tipe 2. Diet
diabetes melitus merupakan pengaturan pola makan bagi penderita diabetes
mellitus berdasarkan jumlah, jenis, dan jadwal pemberian makanan. Prinsip
diet bagi penderita diabetes melitus adalah mengurangi dan mengatur
konsumsi karbohidrat (Perkeni, 2015)
1. Prinsip diet
Adapun prinsip diet diabetes melitus sebagai berikut:
c) Protein
1) Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
2) Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
3) Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi,
dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada
penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein
menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.
d) Natrium
1) Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang
sehat yaitu <2300 mg perhari.
2) Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual(B).
3) Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium
e) Serat
1) Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi
serat.
2) Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari
berbagai sumber bahan makanan.
f) Pamanis alternatif
1) Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi
batas aman (Accepted Daily Intake/ADI)
2) Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan
pemanis tak berkalori
3) Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa, alcohol,
dan fruktosa.
4) Pemanis tak berkalori termasuk aspartame, sakarin, acesulfame
potassium, suklalose, neotame.
g) Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah
kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain
Jumlah makanan pada diabetes melitus
Keterangan:
TB : tinggi badam
Keterangan:
a) Mengandung banyak gula seperti gula jawa, gula pasir, sirup, selai,
jeli, dodol, cake, tart, dan kue yang manis
b) Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji (fast food)
dan gorengan
c) Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur asin, makanan
yang diawetkan, dan makanan yang banyak mengandung MSG.
d. Terapi farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan.
1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama
adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati
menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia
b) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
1) Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan
glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan
pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin
diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR
30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan
pada beberapa keadaan sperti: GFR<30 mL/menit/1,73 m2,
adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-
IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran
pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.
2) Tiazolidindion (TZD)
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor
inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer.
Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA
FC III-IV) Karen dapat memperberat edema/retensi cairan.
Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu
pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah Pioglitazone.
2. Gangguan Edema pada sisi luka 1) Jelaskan pada keluarga mengenai cara
integritas kulit menurun perawatan luka yang benar pada
b/d luka gangren Peradangan luka Diabetes Melitus
menurun 2) Lakukan perawatan luka
Peningkatan suhu kulit Mengajarkan Senam Kaki
Nekrosis menurun
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R., Agus, Y., Alwi, S., Asman, M. 2015.Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 diindonesia, Pb Perkeni, Indonesia
American Diabetes Association (ADA). Standard medical care in diabetes 2018. Riddle
MC, ed. Diabetes Care. Januari 2018;41(1):S13-S27.
American Diabetes Association (ADA) (2015). Diagnosis and classification of diabetes
mellitus. American Diabetes Care, Vol.38, pp: 8-16.
Dewi, H., Parman, H. 2018. Pengetahuan tentang diet diabetes melitus berpengaruh
terhadap kepatuhan klien menjalani diet. journal of borneo Health, Vol.1, no 1,
pp. 127–139.
Nusantara, A. and Wahyuningsih, A. 2019. Kepatuhan Pengobatan Diabetes Mellitus
Tipe 2 Ditinjau Dari Karakteristik Penderita Di Desa Satrean Maron
Probolinggo. Media Publikasi Penelitian, Vol. 16, pp.27.
Perkeni, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia,
PERKENI, Jakarta.
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta:
EGC
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Kozier, B.B., & Erb, G. (1987). Fundamentals of Nursing: Concepts and Procedures
Massachussets: Eddison Wesley
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Cetakan ke II
2018
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Cetakan ke II 2018
Tim Pokja SIKI DPP PPNI Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Cetakan ke II
2018