Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASHAN KEPERAWATAN

POST PARTUM PADA NY.Q DI PUSKESMAS MARON


PROBOLINGGO

Disusun Oleh :
Amaliatul Fitri F (14901.08.21004)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASHAN KEPERAWATAN


POST PARTUM PADA NY.Q DI PUSKESMAS MARON PROBOLINGGO

Probolinggo,
Mahasiswa

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Mengetahui,
Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

I. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi organ reproduksi interna wanita

(Gambar 1. Organ Reproduksi Interna Pada Wanita (Sumber :


Wiknjosastro, 2021).

1) Vagina
Vagina merupakan jaringan membran muskulo membranosa berbentuk
tabung yang memanjang dari vulva ke uterus berada diantara kandung
kemih di anterior dan rectum di posterior. (Safrida. (2020)
2) Uterus
Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan berdinding
tebal yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Berfungsi untuk
implantasi, memberi perlindungan dan nutrisi pada janin, mendorong keluar
janin dan plasenta pada persalinan serta mengendalikan perdarahan dari
tempat perlekatan plasenta. (Wiknjosastro, 2021).
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng dan terdiri atas dua
bagian yaitu bagian atas berbentuk segitiga yang merupakan badan uterus
yaitu korpus dan bagian bawah berbentuk silindris yang merupakan
bagian fusiformosis yaitu serviks. Saluran ovum atau tuba falopi
bermula dari kornus (tempat masuk tuba) uterus pada pertemuan batas
superior dan lateral. Bagian atas uterus yang berada diatas kornus
disebut fundus.
Bagian uterus dibawah insersi tuba falopi tidak tertutup langsung oleh
peritoneum, namun merupakan tempat pelekatan dari ligamentum latum.
Titik semu serviks dengan korpus uteri disebut isthmus uteri. Bentuk dan
ukuran bervariasi serta dipengaruhi oleh usia dan paritas seorang wanita.
Sebelum pubertas panjangnya bervariasi antara 2,5−3,5 cm. Uterus wanita
nulipara dewasa panjangnya antara 6−8 cm sedang pada wanita multipara
9−10 cm. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50−70 gram,
sedangkan padeda wanita yang belum pernah melahirkan 80 gram atau
lebih. Pada wanita muda panjang korpus uteri kurang lebih setengah
panjang serviks, pada wanita nulipara panjang keduanya kira-kira sama.
Sedangkan pada wanita multipara, serviks hanya sedikit lebih panjang dari
sepertiga panjang dari sepertiga panjang total organ ini.
Bagian serviks yang berongga dan merupakan celah sempit disebut
dengan kanalis servikalis yang berbentuk fusiformis dengan lubang kecil
pada kedua ujungnya, yaitu ostium interna dan ostium eksterna. Setelah
menopuose uterus mengecil sebagai akibat atropi miometrium dan
endometrium. Isthmus uterus pada saat kehamilan diperlukan untuk
pembentukan segmen bawah rahim. Pada bagian inilah dinding uterus
dibuka jika mengerjakan section caecaria trans peritonealis profunda.
Suplay vaskuler uterus terutama berasal dari uteri aterina dan arteri
ovarika. Arteri uterina yang merupakan cabang utama arteri hipogastrika
menurun masuk dasar ligamentum latum dan berjalan ke medial menuju sisi
uterus. Arteri uterina terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu arteri serviko
vaginalis yang lebih kecil memperdarahi bagian atas serviks dan bagian atas
vagina. Cabang utama memperdarahi bagian bawah serviks dan korpus
uteri. Arteri ovarika yang merupakan cabang aorta masuk dalam
ligamentum latum melalui ligamentum infundibulopelvikum. Sebagian
darah dari bagian atas uterus, ovarium dan bagian atas ligamentum latum,
dikumpulkan melalui vena yang disalam ligamentum latum, membentuk
pleksus pampiniformis yang berukuran besar, pembuluh darah darinya
bermuara di vena ovarika. Vena ovarika kanan bermuara ke vena cava,
sedangkan vena ovarika kiri bermuara ke vena renalis kiri.
Persyarafan terutama berasal dari sistem saraf simpatis, tapi sebagian
juga berasal dari sistem serebrospinal dan parasimpatis. Cabang-cabang dari
pleksus ini mensyarafi uterus, vesika urinaria serta bagian atas vagina dan
terdiri dari serabut dengan maupun tanpa myelin. Uterus disangga oleh
jaringan ikat pelvis yang terdiri atas ligamentum latum, ligamentum
infundibolupelvikum, ligamentum kardialis, ligamentum rotundum dan
ligamentum uterosarkum.
Ligamentum latum meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi,
tidak banyak mengandung jaringan ikat. Ligamentum infundibolupelvikum
merupakan ligamentum yang menahan tuba falopi yang berjalan dari arah
infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf,
saluran limfe, arteria dan vena ovarika. Ligamentum kardianale mencegah
supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat yang tebal dan berjalan
dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteri uterine.
Ligamentum uterosarkrum menahan uterus supaya tidak bergerak, berjalan
dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan ke arah os sacrum kiri dan
kanan, sedangkan ligamentum rotundum menahan uterus antefleksi dan
berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah ingunal kiri dan
kanan.
3) Serviks
Serviks merupakan bagian uterus yang terletak dibawah isthmus di
anterior batas atas serviks yaitu ostium interna, kurang lebih tingginya
sesuai dengan batas peritoneum pada kandung kemih. Ostium eksterna
terletak pada ujung bawah segmen vagina serviks yaitu vagina portio
vaginalis. Serviks yang mengalami robekan yang dalam pada waktu
persalinan setelah sembuh bisa menjadi berbentuk yang tak beraturan,
noduler, atau menyerupai bintang.
Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri dari
jaringan kolagen, jaringan elastin serta pembuluh darah. Selama kehamilan
dan persalinan, kemampuan serviks untuk meregang merupakan akibat
pemecahan kolagen. Mukosa kanalis servikalis merupakan kelanjutan
endometrium. Mukosanya terdiri dari satu lapisan epitel kolumner yang
menempel pada membran basalis yang tipis.
4) Korpus Uteri
Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan, yaitu endometrium,
miometrium dan peritoneum.
a) Endometrium
Endometrium merupakan bagian terdalam dari uterus, berupa
lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak
hamil. Endometrium berupa membran tipis yang berwarna merah muda,
menyerupai beludru, yang apabila diamati dari dekat akan terlihat
ditembusi oleh banyak lubang-lubang kecil yaitu muara kelenjar
uterine. Tebal endometrium 0,5-5 mm. Endometrium terdiri dari epitel
permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang
didalamnya terdapat banyak pembuluh darah. Kelenjar uterine
berbentuk tubuler dalam keadaan istirahat menyerupai jari jemari dari
sebuah sarung tangan. Sekresi kelenjar berupa suatu cairan alkalis
encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.
b) Miometrium
Miometrium merupakan lapisan dinding uterus yang merupakan
lapisan muskuler. Miometrium merupakan jaringan pembentuk
sebagian besar uterus, terdiri kumpulan otot polos yang disatukan
jaringan ikat dengan banyak serabut elastin di dalamnya. Selama
kehamilan miometrium membesar namun tidak terjadi perubahan
berarti pada otot serviks. Dalam lapisan ini tersusun serabut otot yang
terdiri atas tunikla muskularis longitudinalis eksterna, oblique media,
sirkularis interna dan sedikit jaringan fibrosa.
c) Peritoneum
Peritoneum merupakan lapisan serosa yang menyelubungi uterus,
dimana peritoneum merekat erat kecuali pada daerah di atas kandung
kemih dan pada tepi lateral diman peritoneum berubah arah sedemikian
rupa membentuk ligamentum latum.
2. Anatomi organ reproduksi Eksterna Wanita

1) Mons Veneris
Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis. Pada wanita
dewasa ditutupi oleh rambut kemaluan. Pada wanita umumnya batas
atasnya melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah
sampai sekitar anus dan paha. (Safrida. (2020)
2) Labia Mayora
Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil kebawah, terisi
jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah dan
belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura
posterior.
3) Labia Minora
Labia minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir
besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas klitoris
preputium klitoridis dan dibawah klitoris frenulum klitoridis. Ke belakang
kedua bibir kecil bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit
yang meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula sebasea dan urat
saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensitif dan dapat
mengembang.
4) Klitoris
Kira-kira sebesar kacang hijau tertutup oleh preputium klitiridis, terdiri
atas glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang
menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas
jaringan yang dapat mengembang, penuh urat saraf dan amat sensitif.
5) Vulva
Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka de belakang dan
dibatasi dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan
dibelakang oleh perineum. Di vulva 1−1,5 cm di bawah klitoris
ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang kemih) berbentuk
membujur 4−5 mm dan tidak jauh dari lubang kemih dikiri dan kanan
bawahnya dapat dilihat dua ostia skene. Sedangkan di kiri dan bawah
dekat fossa navikular terdapat kelenjar bartholin, sedang ukuran diameter
± 1 cm terletak dibawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran
kecil panjang 1,5-2 cm yang bermuara di vulva. Pada koitus kelenjar
bartolin mengeluarkan getah lendir.
6) Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra
Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis,
panjang 3-4 cm , lebar 1-2 cm dan tebal 0,51-1 cm; mengandung
pembuluh darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan
muskulus konstriktor vagina. Saat persalinan kedua bulbus tertarik ke atas
ke bawah arkus pubis, tetapi bagian bawahnya yang melingkari vagina
sering mengalami cedera dan timbul hematoma vulva atau perdarahan.
7) Introitus Vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda, ditutupi selaput dara (hymen).
Himen mempunyai bentuk yang berbeda-beda dari yang semilunar (bulan
sabit) sampai yang berlubang- lubang atau yang ada pemisahnya (septum);
konsistensinya dari yang kaku sampai yang lunak sekali. Hiatus himenalis
(lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari sampai yang
mudah dilalui oleh 2 jari. Umumnya himen robek pada koitus. Robekan
terjadi pada tempat jam 5 atau jam 7 dan sampai dasar selaput dara.
Sesudah persalinan himen robek pada beberapa tempat.
8) Perineum
Terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
II. Definisi Post Partum
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas (puerperium)
berasal dari bahasa latin. Puerperium berasal dari dua suku kata yakni puer dan
parous. Peur berarti bayi dan parous berarti melahirkan. (Asih Yusari, Risneni,
2020:01).
Post Partum atau masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum
hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Ary Sulistyawati, 2021).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6
minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan
mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat
perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu
penyebab kurangnya perhatian pada wanita post partum (Maritalia,
2020).
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ
reproduksi kembali pada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar 6
minggu. (Zubaidah, S. S. T., Rusdiana, N., Kep, M., dkk. 2021)

III. Tahapan-tahapan Masa Post Partum


Menurut Maritalia (2019) masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
a. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa pemulihan awal dimana ibu diperbolehkan
untuk berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang melahirkan per vagina tanpa
komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan untuk mobilisasi
segera.
b. Puerperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara berangsur-
angsur akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama
kurang lebih enam minggu atau 42 hari.
c. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan
sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami
komplikasi. Rentang waktu remote puerperium berbeda untuk setiap ibu,
tergantung dari berat ringannya komplikasi yang dialami selama hamil atau
persalinan.

IV. Perubahan Pada Masa Post Partum


(Menurut Ardilla,2020). Perubahan masa nifas dapat terjadi perubahan fisiologis
dan psikologis yakni diantaranya :
a. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
Pada perubahan fisiologis masa nifas ini, terdiri atas beberapa sistem
menurut (Bobak, 2005) & (Ambarwati E,R,Diah,W ,2019) yaitu :
1) Perubahan pada sistem Reproduksi.
a. Involusi uteri
Involusi atau pengurutan uterus merupakan suatu proses dimana uetus
kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses
ini dimulai segera setelah plasenta lahir ekibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Perubahan- perubahan normal pada uterus selama post partum.

Menurut Reeder, (2018) tinggi fundus uteri (TFU) pada hari


pertama setinggi pusat, pada hari kedua 1 jari di bawah pusat, pada hari
ke tiga 2 jari di bawah pusat, pada hari ke empat 2 jari di atas simpisis,
pada hari ke tujuh 1 jari d atas simpisis, pada hari kesepuluh setinggi
simpisis.
b. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta keluar dan ketuban dikeluarkan, kontriksi
vasikuler dan thrombosis menurunkan tempat plasenta kesuatu area yang
meninggi dan bernodul tidak teratur.
c. Serviks (mulut rahim)
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan 18 jam setelah
pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi padat dan
kembali ke bentuk semula. Warna serviks sendiri berwarna kehitam-
hitaman karena penuh pembuluh darah, bentuknya seperti corong karena
disebabkan oleh korpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan
serviks tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara korpus uteri
dan servik terbentuk cincin
d. Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam
uterus. Mikroorganisme ditemukan pada lochea yang menumpuk di vagina
dan pada sebagian besar kasus juga ditemukan bahwa bila discharge
diambil dari rongga uterus (menurut Chunningham, Gary, et all 2006).
Karakteristik lochea:
1) Lochea Rubra atau Merah (Kruenta)
Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 3 masa post
partum. Cairan yang keluar berwarna marah karena berisih darah
segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo
(rambut bayi) dan mekonium.
2) Lochea Sanguilenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7
pasca persalinan.
3) Lochea Serosa
Lochea ini muncul pada hari ketujuh sampai hari keempat belas
dan berwarna kuning tidak berisi darah.
4) Lochea Alba
Lochea ini muncul setelah 2 minggu. Lochea ini berwarna
putih.
5) Lochea Purulenta
Keadaan dimana keluarnya cairan seperti nanah dan berbau
busuk yang diakibatkan karena terjadinya infeksi.
Munculnya kembali perdarahan merah segar setelah lokia menjadi alba
atau serosa menandakan adanya infeksi atau hemoragi yang lambat. Bau
lokia sama dengan bau darah menstruasi normal dan seharusnya tidak
berbau busuk atau tidak enak. Lokhia rubra yang banyak, lama, dan berbau
busuk, khususnya jika disertai demam, menandakan adanya kemungkinan
infeksi atau bagian plasenta yang tertinggal. Jika lokia serosa atau alba
terus berlanjut melebihi rentang waktu normal dan disertai dengan rabas
kecoklatan dan berbau busuk, demam, serta nyeri abdomen, wanita tersebut
mungkin menderita endometriosis.
a. Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-
8 minggu post partum. Segera setelah melahirkan, perineum menjadi
kendur karena sebelumnya terenggang oleh tekanan kepala bayi yang
bergerak maju. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada
saat perineum mengalami robekan, pada post natal hari ke 5, perineum
sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap
lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan. (Ambarwati
E,R,Diah,W, 2019).
2) Perubahan pada sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan
yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang
berlebihan pada waktu persalinan. Dehidrasi, kurang makan, haemoroid,
laserasi jalan lahir. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan
diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang
cukup. (Ambarwati E,R,Diah,W,2019).
3) Perubahan pada sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama post melahirkan.
Kadangkadang puerperium mengalami sulit buang air kecil, karena
sfingter ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus sphinter
ani selama persalinan. Kadang-kadang edema dari triogonium
menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering terjadi retensio urine,
kandung kemih dalam puerperium sangat kurang sensitive dan kapasitasnya
bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buang air kecil
masih tertinggal urine residual. ( normal kuang lebih 150cc ). (Ambarwati
E,R,Diah,W. 2019).
4) Perubahan pada sistem Musculoskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi
retrofleksi, karena rotundum menjadi kendor.Stabilisasi secara sempurna
terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-
serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus
pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk
sementara waktu.
5) Perubahan Tanda-tanda Vital
Perubahan tanda-tanda vital menurut (Ambarwati E,R,
Diah,W,2019) yaitu :
a. Suhu badan
Dalam 24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5oc –
38oc ) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan kehilangan cairan
dan kelelahan apabila keadaan normal suhu badan akan biasa lagi. Pada
hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembendungan asi,
buah dada akan menjadi bengkak berwarna merah karena ada banyak asi
bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi endometrium, mastitis,
traktus urognitalis atau sistem lain.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/menit.
Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat. Setiap denyut
nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin disebabkan
oleh infeksi atau perdarahan postpartum tertunda.
c. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah kemungkina tekanan darah akan rendah
setelah melahirkan karena adanya perdarahan. Tekanan darah
tinggi pada post partum menandakan terjadinya prekeklamsi post
partum
d. Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal maka
pernapasan juga akan mengikutinya kecuali ada gangguan kusus di
saluran pernapasan. Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada
persalian pervagina akan kehilangan darah sekitar 300-400 cc. Bila
kelahiran melalui Section Caesaria (SC) kehilangan darah akan dua kali
lipat. Perubahan terdiri dari volume darah dan haemokonsentrasi.
Apabila persalinan pervagina haemokonsentrasi akan naik dan pada
SC haemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4 – 6
minggu. (Ambarwati E,R, Diah, 2019).
b. Perubahan Psikologi Pada Masa Post Partum
Perubahan sistem reproduksi post partum menurut Marmi (2019) yaitu:
Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
berikutnya. Waktu yang tepat dalam rangka pemulihan post partum adalah 2-6
jam, 2 jam 6 hari, 2 jam 6 minggu atau boleh juga disebut 6 jam, 6 hari, 6 minggu.
Penyesuaian psikologi pada masa nifas menurut Reva Rubbin 1960
dalam (Cuninngham, et all, 2019) yang dibagi dalam 3 tahap yaitu :
a) Takking In (1-2 hari post partum)
Pada fase ini dikenal dengan fase ketergantungan yang dimana wanita
menjadi sangat pasif dan sangat tergantung serta berfokus pada
dirinya sendiri. Pada fase ini juga ibu mengenang pengalaman melahirkan
yang baru saja ia alami. Untuk pemulihan, ibu perlu beristirahat untuk
mencegah gejala kurang tidur.
b) Taking Hold (2-4 hari post partum)
Pada fase ini disebut dengan fase ketergantungan dan
ketidaktergantungan. Pada tahap ini ibu khawatir akan kemampuannya
dalam merawat bayinya dan juga khawatir tidak mampu bertanggung
jawab untuk merawat bayinya. Ibu berusaha untuk menguasai
kemampuan untuk merawat bayinya, cara menggendong dan menyusui,
memberikan minum dan menggantikan popok. Pada tahap ini ibu sangat
sensitif akan ketidakmampuannya dan mudah tersinggung.
c) Letting Go
Tahap ini dimulai pada minggu ke lima sampai minggu ke enam dan
pada fase ini keluarga telah menyesuaikan diri dengan bayi. Ibu merawat
bayinya dengan kegiatan sehari-hari yang telah kembali.
V. Patofisiologi
Proses persalinan dari proses involusi mengakibatkan peningkatan kadar
oksitosin sehingga kontraksi uterus meningkat menyebabkan perdaran dan
memunculkan diagnose keperawatan resiko infeksi dan resiko kekurangan volume
cairan. Setelah dilakukan persalinan vagina dan peritoneum sehingga terjadinya
robekan pada rupture jaringan, kurangnya perawatan personal hygine sehingga
genetalia kotor. memunculkan diagnisa keperawatan resiko infeksi.
Nyeri pinggul akibat dorongan mengakibatkan episiotomi sehingga
terputusnya jaringan terjadila luka jahitan perineum, luka perineum dapat mengenai
reseptor saraf nyeri dapat merangsing pelepasan mediator kimia bradikinin terjadilah
respon nyeri sehingga memunculkan diagnose keperawatan nyeri akut. Luka jahitan
perineum juga memungkinkan untuk terpapar pathogen sehingga memunculkan
diagnose keperawatan resiko infeksi. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan pada
bayi, sehingga orang tua bayi mengalami kekhawatiran dan kebingungan
memunculkan diagnosa keperawatan ansietas dan dapat mengalami perubahan peran
sehingga memunculkan diagnose keperawatan pencapaian peran menjadi orang tua.
VI. Pathway
POST PARTUM

Luka episiotomi/ oksitosin meningkat kurang pengetahuan


Rupture perineum tentang perawatan
bayi

Konraksi uterus
Terputusya jaringan personal hygine ansietas perubahan
Kurang baik perdarahan peran

Merangsang mediator
kimia (bradikinin) resiko infeksi resiko hipovolemia kesiapan peningkatan menjadi oran

nyeri akut
VII. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan tambahan untuk nifas fisiologis/post partum normal yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium
b. USG bila perlu
VIII. Penatalaksanaan
(Hamilton,2019) Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum
spontan, dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya:
a. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan preeklamsi
suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau dehidrasi.
b. Pemberian Cairan Intravena Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan
kemampuan perdarahan darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan
syok, maka cairan pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau
Ringer.
c. Pemberian Oksitosin Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit)
ditambahkan dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk
membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
d. Obat Nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik
dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara
regional/ umum
e. Early Ambulation
Pada perawatan nifas terdahulu, setelah persalinan ibu harus cukup beristirahat,
dimana ia harus tidur terlentang selama 8 jam post partum untuk pengawasan
perdarahan post partum. Pada masa sekarang, ibu nifas lebih diajarkan untuk
dapat melakukan mobilisasi dini, karena dengan persalinan yang dialami, ibu akan
cepat pulih dan tidak mengalami kelelahan yang berlebihan.
f. Diet
Adalah pengaturan makan, salah satu keuntungan bagi ibu menyusui
adalah lebih cepat dan lebih mudah untuk kembali keberat badan ideal.
g. Miksi dan defikasi
Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Buang air besar harus
sudah terjadi dalam 3-4 hari post partum.
h. Perawatan payudara
Dilakukan perawatan payudara secara rutin, serta sering menyusui tanpa
dijadwal sesuai dengan kebutuhan bayinya. Semakin sering bayi menyusu
semakin kuat daya isapnya, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak. (Asih
Yusari, Risneni, 2019: 8-11).
IX. Komplikasi
Komplikasi dan penyakit yang terjadi pada ibu masa nifas menurut
Walyani (2019) yaitu:
a. Infeksi nifas
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-
alat genetelia dalam masa nifas. Masuknya kuman- kuman dapat terjadi dalam
kehamilan, waktu persalinan, dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam
masa nifas oleh sebab apa pun. Morbiditas puerpuralis adalah kenaikan suhu
badan sampai 38⁰ C atau lebih selama 2 hari dari dalam 10 hari postpartum.
Kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4 kali secara oral.
b. Infeksi saluran kemih
Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih terhadap tegangan air
kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan atau analgesia
epidural atau spinal. Sensasi peregangan kandung kemih juga mungkin
berkurang akibat rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh episiotomi yang
lebar, laserasi periuretra, atau hematoma dinding vagina. Setelah melahirkan,
terutama saat infus oksitosis dihentikan, terjadi diuresis yang disertai
peningkatan produksi urin dan distensi kandung kemih. Over distensi yang
disertai katerisasi untuk mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksi
saluran kemih.
c. Metritis
Metritis adalah inspeksi uterus setelah persalinan yang merupakan
salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau
kurang adekuat dapat menjadi abses pelvic yang menahun, peritonitis, syok
septik, trombosis yang dalam, emboli pulmonal, infeksi felvik yang menahan
dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.
d. Bendungan payudara
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada
payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Bendungan terjadi
akibat bendungan berlebihan pada limfatik dan vena sebelum laktasi. Payudara
bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak kontinu, sehingga sisa ASI
terkumpul pada daerah ductus. Hal ini dapat terjadi pada hari ke tiga setelah
melahirkan. Penggunaan bra yang keras serta keadaan puting susu yang tidak
bersih dapat menyebabkan sumbatan pada ductus.
e. Infeksi payudara
Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah
peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang
disebabkan oleh kuman terutama Sraphylococcus aureus melalui luka pada
puting susu atau melalui peredaran darah.
f. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi akibat peradangan payudara/
mastitis yang sering timbul pada minggu ke dua postpartum (setelah
melahirkan), karena adanya pembengkakan payudara akibat tidak menyusui
dan lecet pada puting susu.
g. Abses pelvis
Penyakit ini merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penyakit-
penyakit meluar seksual (sexually transmitted disease/ STDs), utamanya yang
disebabkan oleh chlamydia dan gonorrhea.
h. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
i. Infeksi luka perineum dan luka abdominal
Luka perineum adalah luka perineum karena adanya robekan jalan lahir
baik karena rupture maupun karena episiotomy pada waktu melahirkan janin.
Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu
persalinan.
j. Perdarahan pervagina
Perdarahan pervagina atau perdarahan postpartum adalah kehilangan
darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan.
Hemoragi postpartum primer mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24
jam setelah kelahiran.
X. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada.
a. Data Subjektif
1) Biodata yang mencakup identitas pasien menurut Anggraini (2019), meliputi :
a. Nama : Untuk mengetahui nama jelas dan lengkap, bila perlu nama
panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan.
b. Umur : Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti
kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan
psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali
untuk terjadi perdarahan dalam post partum. Untuk respon nyeri, umur
juga mempengaruhi karena pada umur anak-anak belum bisa
mengungkapkan nyeri, pada umur orang dewasa kadang melaporkan
nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia
cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap
nyeri adalah hal alamiah yang harus di jalani dan mereka takut kalau
mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri di periksakan.
c. Agama : Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
d. Suku Bangsa : Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan seharihari.
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan
kesalahan, jadi mereka tidak megeluh jika ada nyeri.
e. Pendidikan : Berpengaruh dalam tindakan keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga perawat dapat
memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya. Bila pasien
memiliki pengetahuan yang baik terhadap perawatan luka maka luka
akan sembuh pada hari ke tujuh setelah persalinan dan bila tidak dirawat
dengan baik maka akan terjadi infeksi pada pasien post partum.
f. Pekerjaan : Untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya,
karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.
g. Alamat : Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
2) Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa
nifas, misalnya pasien merasa kontraksi, nyeri pada jalan lahir karena adanya
jahitan pada perineum. Keluhan utama pada ibu post partum dengan luka
perawatan episiotomi adalah nyeri dibekas luka jahitan (Bobak, 2005).
3) Riwayat Kesehatan
Menurut Ambarwati (2019), riwayat kesehatan meliputi :
a. Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau
penyakit akut, kronis seperti : Jantung, diabetes mellitus, hipertensi, asma
yang dapat mempengaruhi pada masa post partum ini.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit
yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa post
partum dan bayinya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh
penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya,
yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya, mengetahui
apakah ada riwayat penyakit menurun seperti asma, jantung, DM dan
hipertensi dan penyakit menular seperti asma / TBC.
4) Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui kapan mulai menstruasi, siklus mentruasi, lamanya
menstruasi, banyaknya darah menstruasi, teratur / tidak menstruasinya, sifat
darah menstruasi, keluhan yang dirasakan sakit waktu menstruasi disebut
disminorea.
5) Riwayat Perkawinan
Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin syah, berapa kali, usia
menikah berapa tahun, dengan suami usia berapa, lama perkawinan, dan
sudah mempunyai anak belum:
6) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
Untuk mengetahui jumlah kehamilan dan kelahiran, riwayat persalinan yaitu
jarak antara dua kelahiran, tempat kelahiran, lamanya melahirkan, dan cara
melahirkan. Masalah / gangguan kesehatan yang timbul sewaktu hamil dan
melahirkan. Riwayat kelahiran anak, mencangkup berat badan bayi sewaktu
lahir,adakah kelainan bawaan bayi, jenis kelamin bayi, keadaan bayi hidup /
mati saat dilahirkan. Paritas mempengaruhi persepsi terhadap nyeri persalinan
karena primipara mempunyai proses persalinan yang lama dan lebih
melelahkandengan multipara. Hal ini disebabkan karena serviks pada klien
primiparamemerlukan tenaga yang lebih besar untuk mengalami peregangan
karena pengaruh intensitas konstraksi lebih besar selama kala I
persalinan.Selain itu, pada ibu dengan primipara menunjukan peningkatan
kecemasan dan keraguan untuk mengantisipasi rasa nyeri selama persalinan.
7) Riwayat Keluarga Berencana
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrapsi jenis apa,
berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana
KB setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa (Anggraini, 2019).
8) Riwayat Kehamilan Sekarang
a. Hari pertama, haid terakhir serta kapan taksiran persalinannya
b. Keluhan-keluhan pada trisemester I, II, III.
c. Dimana ibu biasa memeriksakan kehamilannya.
d. Selama hamil berapa kali ibu periksa
e. Penyuluhan yang pernah didapat selama kehamilan
f. Pergerakana anak pertama kali dirasakan pada kehamilan berapa minggu
g. Imunisasi TT : sudah / belum imunisasi, berapa kali telah dilakukan
imunisasi TT selama hamil.
9) Riwayat Persalinan Sekarang
Untuk mengetahui tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak,
keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan. Hal ini perlu dikaji
untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak
yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini.
10) Pola Kebiasaan Selama Masa Post Partum
a. Nutrisi
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet
seimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup
serta serat-serat makanan yang cukup, sehingga proses penyembuhan
luka episiotomi lebih cepat. Ibu dianjurkan untuk minum sedikitnya 3
liter air setiap hari. Mengkonsumsi zat besi setidaknya selama 90 hari
post partum.
b. Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air
besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan
buang air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah. Pada ibu post partum
dengan perawatan luka episiotomi biasanya buang air besar secara
spontan akan tertunda 2 – 3 hari setelah melahirkan karena tonus otot
usus menurun selama proses persalinan, pada saat buang air kecil juga
akan merasakan nyeri pada luka episiotomy
c. Istirahat / tidur
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien
tidur, kebiasaan sebelum tidur, kebiasaan mengkonsumsi obat tidur,
kebiasaan tidur siang. Istirahat sangat penting bagi ibu post partu karena
dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat penyembuhan
d. Keadaan psikologis
Untuk mengetahui tentang perasaan ibu sekarang, apakah ibu
merasa takut atau cemas dengan keadaan sekarang
e. Riwayat Sosial Budaya
Untuk mengetahui kehamilan ini direncanakan / tidak, diterima /
tidak, jenis kelamin yang diharapkan dan untuk mengetahui pasien dan
keluarga yang menganut adat istiadat yang akan menguntungkan atau
merugikan pasien khususnya pada post partum misalnya pada kebiasaan
makan dilarang makan ikan atau yang amis-amis.
f. Penggunaan obat-obatan / rokok
Untuk mengetahui apakah ibu mengkonsumsi obat terlarang
ataukah ibu merokok.
b. Data Objektif
Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan
dilihat oleh tenaga kesehatan (Nursalam, 2019).
1) Status generalis
a. Keadaan umum
Untuk mengetahui apakah ibu dalam keadaan baik, cukup atau
kurang.Pada kasus keadaan umum ibu baik.
b. Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis (sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya), apatis (tidak menanggapi rangsangan / acuh tak acuh, tidak
peduli) somnolen (kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh), spoor (keadaan yang menyerupai
tidur), koma (tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun, tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). Pada kasus
kesadaran composmentis
c. Tanda- tanda Vital
1) Tekanan Darah
Untuk mengetahui tekanan darah ibu. Pada beberapa kasus
ditemukan keadaan dimana jika ibu post partum merasakan nyeri
maka tekanan darah akan meningkat, tetapi keadaan ini akan
menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit lain yang
menyertainya dalam 2 bulan pengobatan. Batas normalnya 110/60–
140/90 mmHg (Monica, 2005).
2) Nadi
Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit.Batas
normal nadi berkisar antara 60 – 80 x/menit. Denyut nadi di atas 100
x/menit pada masa nifas adalah mengindikasikan adanya suatu infeksi,
hal ini salah satunya bisa diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau
karena kehilangan darah yang berlebihan
3) Suhu
Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,2°C. Sesudah
partus dapat naik 0,5°C dari keadaan normal tetapi tidak melebihi
38°C. Suhu normal manusia adalah 36,6°C-37,6°C Suhu ibu post
partum dengan episiotomi dapat meningkat bila terjadi infeksi, atau
tanda REEDA (+).
4) Respirasi
Untuk mengetahui frekuensi pernapasan pasien yang dihitung
dalam 1 menit.Batas normalnya 12 – 20 x/menit (Potter dan Perry,
2005).
5) Tinggi badan
6) LILA
d. Pemeriksaan Sistematis
1) Inspeksi
a) Rambut
Untuk mengetahui warna, kebersihan, mudah rontok atau tidak.
b) Muka
Untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak adakah
kelainan, adakah oedema
c) Mata
Untuk mengetahui oedema atau tidak conjungtiva, anemia / tidak,
sklera ikterik / tidak
d) Mulut / gigi / gusi
Untuk mengetahui ada stomatitis atau tidak, keadaan gigi, gusi
berdarah atau tidak.
e) Abdomen
Untuk mengetahui ada luka bekas operasi/tidak, adastrie/tidak,
ada tidaknya linea alba nigra
f) Vulva
Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda infeksi,
varices, pembesaran kelenjar bartolini dan perdarahan. Pada kasus
episiotomy vulva kadang bisa menjadi edema, perineum ruptur
jika terjadi infeksi, maka akan terlihat kemerahan, jahitan basah
dan mengeluarkan nanah serta bau busuk.
g) Fundus uteri
Fundus harus berada dalam midline, keras dan 2 cm dibawah
umbilicus. Bila uterus lembek , lakukan masase sampai keras.
Bila fundus bergeser kearah kanan midline , periksa adanya
distensi kandung kemih.
h) Kandung kemih
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5, kandung kemih ibu cepat
terisi karena diuresis post partum dan cairan intra vena.
i) Lochea
Lochea rubra berlanjut sampai hari ke-23, menjadi lochea serosa
dengan aliran sedang.Bila darah mengalir dengan cepat, dicurigai
terjadinya robekan servik.
j) Perineum
Episiotomi dan perineum harus bersih, tidak berwarna, dan tidak
edema dan jahitan harus utuh.
Tanda-tanda REEDA Normal dan Tidak Normal
Tanda REEDA Tidak Normal Tampak kemerahan Tam
Normal Tidak adameregang
kemerahan Tidak ada kebiruan Tidak
pembengkakan
Rednees

Echmosis

Edema

Dischargmet tidak ada cairan sekresi/pus yang keluar Jahitan luka tam
merekat

Approksimiy

k) Anus
Untuk mengetahui ada haemoroid / tidak.Luka episiotomi tidak
sampai mengenai anus.
2) Palpasi
1. Leher
Untuk mengetahui adakah pembesaran kelenjar thyroid, ada
benjolan atau tidak, adakah pembesaran kelenjar limfe
2. Dada
Untuk mengetahui keadaan payudara, simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak, ada nyeri atau tidak
3. Abdomen
Untuk mengetahui Kontraksi uterus : keras / lemah, tinggi
fundus uteri.
4. Ekstremitas
Untuk mengetahui ada cacat atau tidak oedema atau tidak
terdapat varices atau tidak.
2. Diagnosa

1. Nyeri melahirkan b/d kontraksi uterus, episiotomi, laserasi, hemaroid,


pembengkakan payudara, insisi bedah
2. Resiko infeksi b/d kurang pengetahuan tentang cara perawatan vulva.
3. Resiko Perdaraan b/d komplikasi pasca partum
3. Intervensi Keperawatan
NO DX KEPERAWATAN SLKI SIKI
1. Nyeri melahirkan b/d kontraksi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1x1 jam Manajemen nyeri (I.08238)
uterus, episiotomi, laserasi,
masalah nyeri kaut menurun dengan kriteria hasil: - Observasi
hemaroid, pembengkakan
1. Identifikasi lokasi karakterstik, durasi,
payudara, insisi bedah
Indicator Kemmapuan menuntaskan meningkat
aktifitas
Indikator Keluhan nyeri Meirngis 5
Sikap protektif Gelisah Kesulitas tidur Menarik diri
Berfokus pada diri sendiri Diaforesis
Perasaan depresi (tertekan) Perasaan takut mengalami cedera berulang
Anoreksia Menurun
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor memperberat dan
memperigan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan
tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplomenter yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
pengunaan analgetik
- Terapeutik
10. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS,
hipnosis,akupresur,terapimusik,
biofeedback,te
Perinium terasa 5 rapi pijat,aroma terapi,teknik imajinasi
tertekan Uterus teraba 5 terbimbimbing, kompres hangat atau
membulat Ketegangan 5 dingin,terapi bermain)
otot 5 11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Pupil dilatasi 5 nyeri (mis.suhu
Muntah 5 ruangan,pengcahayaan,kebisingan)
Mual 12. Fasilitasi istirahat dan tidur
membaik
13. Pertimbankan jenis dan sumber nyeri dalam
indikator 5
pemilihan strategi meredahkan nyeri
Frekunsi nadi 5
- Edukasi
Pola nafas 5
14. Jelaskan penyebab,priode dan pemicu nyeri
Tekanan 5
15. Jelaskan strategi peredakan nyeri
darah Proses 5
16. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
berfikir Fokus 5
17. Anjurkan mengunakan analgetik secara tepat
Fungsi berkemih 5
18. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
Prilaku 5
mengurangi rasa nyeri
Nafsu makan 5
- Kolaborasi
Pola tidur
19. Kolaborasi pemberian analgetik,jika
perlu.

2. Resiko infeksi b/d kurang Setelah dilakukan intervemsi keperawatan 1x1 jam Pencegahan infeksi (L.14539)
pengetahuan tentang cara masalah resiko infeksi menurun dengan kriteria - Observasi
perawatan vulva. hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Indicator Meningkat sistemik
Kebersihan tangan 5 - Terpeutik
Kebersihan badan 5 2. Batasi jumlah pengunjung
Nafsu makan 5 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
indikator Menurun 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Demam 5 dengan pasien dan lingkungan pasien

Kemerahan 5 5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien

Nyeri 5 beresiko tinggi

Bengkak 5 - Edukasi

Vesikel 5 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

Cairan berbau busuk 5 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar


8. Ajarkan etika batuk
Sputum berwarna hijau 5
9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
Drainase purulen 5
luka operasi
Piuna 5
10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Periode malaise 5
11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Periode menggigil 5
- Kolaborasi
Lelargi 5
12. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.
Gangguan kognitif 5
Indicator Membaik
Kadar sel darah putih 5
Kultur darah 5
Kultur urine 5
Kultur sputum 5
Kultur area luka Kultur 5
feses Kadar sel darah putih 5

3. Resiko Perdarahan b/d komplikasi Setelah dilkukan intervensi keperawatan 1x1 jam - Observasi
pasca partum masalah resiko perdarahan menurun dengan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
ikriteria hasil: 2. Monitor nilai hematokrit/homoglobin
Indicator meningkat sebelum dan setelah kehilangan darah
Membrane mukosa lembap 5 3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
Kelembapan kulit 5 4. Monitor koagulasi (mis. Prothombin time
Kognitif 5 (TM), partial thromboplastin time (PTT),
indikator Menurun fibrinogen, degradsi fibrin dan atau
Keluhan nyeri 5 platelet)

Meringis 5 - Terapeutik

Gelisah 5 5. Pertahankan bed rest selama perdarahan

Kesulitan tidur 5 6. Batasi tindakan invasif, jika perlu


anoreksia 5 7. Gunakan kasur pencegah dikubitus
Pupil dilatasi 5 8. Hindari pengukuran suhu rektal
Ketegangan otot 5 - Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
- Anjurkan mengunakan kaus kaki saat
ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan makan
dan vitamin K
- Anjrkan segera melapor jika terjadi
perdarahan
- Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat dan
mengontrol perdarhan, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian prodok darah, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E,R,Diah, W. 2019. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha Selemba


Medika.

Arsinah, (2019). Asuhan kebidanan : masa persalinan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Dewi Lia, N.V., & Sunarsih, Tri. (2019). Asuhan kebidanan pada ibu nifas.Jakarta :
Salemba

Enny Fitriahadi.2021. Pengaruh Penguatan Otot Rectus Abdominis Terhadap Penurunan


Tfu Pada Ibu Postpartum Pervaginam Di Bpm Kabupaten Sleman.22 agustus 2021.

Firyunda Ayu.2019. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Post Partum
Spontan Di Rsud. Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Mardiana,2020. Gambaran Kejadian Sub Involusi Uteri Pada Ibu Nifas Di Polindes Bugih
Ii Wilayah Kerja Puskesmas Kowel. Jurnal Sakti Bidadari.Volume IV Nomor I I.22
SEPTEMBER 2020.

Nuursafa Fitriaz Zahroh.2021. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Masa Nifas Ny.S Di
Wilayah Kerja Puskesmas Playen Ii.

Palupi, H.F. (2019). Hubungan inisiasi menyusu dini dengan perubahan involusi uterus
pada ibu nifas.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi daan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi daan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi daan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Zubaidah, S. S. T.dkk. (2021). Asuhan Keperawatan Nifas. Deepublish.


Jurnal Kebidanan Kestra (JKK), e-ISSN 2655-0822 Vol. 2 No.1 Edisi Mei-Oktober 2019
===========================================================================================
Received: 17 September 2019 :: Accepted: 26 September 2019:: Publish: 31 Oktober 2019

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP PRODUKSI ASI


PADA IBU POSTPARTUM

Ika Nur Saputri1, Desideria Yosepha Ginting2, Ilusi Ceria Zendato2


1,2,3
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam
Jl. Sudirman No 38 Lubuk Pakam
e-mail: ikanursaputri@gmail.com

DOI : https://doi.org/10.35451/jkk.v2i1.249

Abstract
Newborns do not need any other intake besides breast milk, but not a few
found postpartum mothers who give formula milk to their babies because milk
production is little or not smooth, especially in the first days of life. The
purpose of this study was to determine the effect of oxytocin massage on
breast milk production in postpartum mothers. This type of research was pre-
experimental with the One Group Pre and Post Test Design. The population in
this study were all postpartum mothers in June at the Nining Pelawati Clinic in
2019. The sample in this study was postpartum mothers with inclusion and
exclusion criteria totaling 10 people. ASI production data is taken using a
measuring cup which is then analyzed. Based on the results of the Wilcoxon
Signed Rank Test, the average postpartum maternal breast milk production
before oxytocin massage was 9.90 while the mean postpartum maternal
breast milk production after oxytocin massage was 13.50. There was a
significant effect of oxytocin massage on milk production with p-value = 0.008
(p ≤ 0.05). It is recommended for health workers to be able to carry out
oxytocin massage to increase milk production in postpartum mothers.

Keywords: Oxytocin Massage, Production ASI, Postpartum.

1. PENDAHULUAN adalah 41% dan ditargetkan mencapai


Bayi baru lahir perlu mendapatkan 70% pada tahun 2030 (2018 dalam
perawatan yang optimal sejak lahir, Global Breastfeeding Scorecard, 2018).
salah satunya adalah makanan yang Standar pertumbuhan anak yang
ideal. Bayi yang baru dilahirkan belum diterapkan diseluruh dunia menurut
membutuhkan asupan lain selain ASI WHO yaitu menekankan pemberian ASI
dari ibunya. Namun pada sejak lahir sampai usia 6 bulan. Setelah
kenyataannya, pemberian ASI eksklusif itu bayi mulai diberikan makanan
tidak semudah yang dibayangkan. pendamping ASI sampai usia mencapai
Berbagai kendala bisa timbul dalam 2 tahun dan tetap menyusui (Arma,
upaya memberikan ASI eksklusif 2017).
selama enam bulan pertama kehidupan Semua perempuan mempunyai potensi
bayi (Astutik, 2017). untuk memberikan ASI kepada
Menurut data World Health Organization anaknya, namun tidak semua ibu
(WHO) dan UNICEF, cakupan ASI postpartum dapat langsung
eksklusif pada bayi di bawah 6 bulan mengeluarkan ASI. Pengeluaran ASI
merupakan interaksi yang sangat
68
Jurnal Kebidanan Kestra (JKK), e-ISSN 2655-0822 Vol. 2 No.1 Edisi Mei-Oktober 2019
===========================================================================================
Received: 17 September 2019 :: Accepted: 26 September 2019:: Publish: 31 Oktober 2019

kompleks antara rangsangan mekanik, kesakitan dan menurunkan Angka


syaraf dan bermacam-macam hormon Kematian Ibu (AKI). Di Indonesia,
yang mempengaruhi keluarnya pemerintah telah menetapkan
oksitosin (Endah, 2011 dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33
Wulandari,2014). Kendala dalam tahun 2012 mengenai Pemberian ASI
memberikan ASI secara dini pada hari Eksklusif.
pertama setelah melahirkan yaitu
Berdasarkan hasil survey awal, data
produksi ASI yang sedikit.
yang diperoleh dari Klinik Pratama
Keadaan emosi ibu yang berkaitan
Nining Pelawati jumlah ibu nifas pada
dengan reflex oksitison ibu dapat
bulan Januari-Maret 2019 adalah 54
mempengaruhi produksi ASI sekitar
orang. Berdasarkan hasil wawancara
80% sampai 90%. Kondisi emosional
dari beberapa ibu postpartum di tempat
ibu dalam keadaan baik, nyaman dan
penelitian didapatkan bahwa ibu
tanpa tekanan maka dapat
postpartum mengeluh ASInya tidak
meningkatkan dan memperlancar
keluar dan tidak lancar serta merasa
produksi ASI (Ramadani & Hadi, 2009
produksi ASInya kurang terutama pada
dalam Rahayu dan Yunarsih, 2018).
hari pertama kelahiran bayi, hal ini
Untuk mengatasi hal ini dilakukan pijat
membuat ibu khawatir sehingga ibu
oksitosin yang berfungsi untuk refleks
memilih untuk memberikan susu
let down dan memberikan kenyamanan
formula untuk memenuhi kebutuhan
pada ibu, mengurangi bengkak pada
bayinya dan ibu juga belum pernah
payudara (engorgement), mengurangi
mendapatkan informasi mengenai pijat
sumbatan Air Susu Ibu (ASI),
oksitoksin.
merangsang pengeluaran hormon
Berdasarkan uraian di atas, maka
oksitosin, dan mempertahankan
penulis tertarik untuk melakukan
produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit
penelitian tentang pengaruh pijat
(Delima M, dkk, 2016).
oksitoksin terhadap produksi ASI pada
Berdasarkan data dari profil kesehatan
ibu postpartum di Klinik Pratama Nining
Indonesia tahun 2017, cakupan
Pelawati tahun 2019.
presentasi bayi yang mendapat ASI
eksklusif di Indonesia adalah sebesar
2. METODE
61,33% (Profil Kesehatan Indonesia,
Desain penelitian ini pra-
2017). Pemerintah telah menargetkan
eksperimen (pre-experimental designs)
pencapaian ASI Ekslusif di Indonesia
dengan One Group Pre and Post Test
sebesar 80%, namun hal itu masih
Design dan dilaksanakan di Klinik
belum tercapai hingga saat ini. Upaya
Pratama Nining Pelawati pada bulan
untuk meningkatkan cakupan ini
Juni Tahun 2019. Populasi adalah
dengan memberikan informasi yang
seluruh Ibu postpartum di Klinik Nining
benar dan tepat mengenai berbagai
Pelawati pada bulan Juni 2019. Sampel
manfaat ASI eksklusif bagi ibu maupun
adalah ibu postpartum berjumlah 10
bayi sehingga dapat meningkatkan
orang dengan kriteria ibu postpartum
kesadaran masyarakat mengenai
hari pertama-ketiga dan tanpa kelainan
pentingnya pemberian ASI Eksklusif
payudara dengan teknik pengambilan
pada bayi.
sampel accidental sampling.
Hakekatnya penurunan Angka Kematian
Pengambilan data dilakukan dengan
Ibu (AKI) yang masih tinggi juga dapat
menggunakan lembar observasi yang
diturunkan dengan ASI eksklusif
berisi tentang hasil pre-test dan post-
dimana akan semakin banyak bayi yang
test produksi ASI menggunakan gelas
sehat maka akan mengurangi kejadian
ukur. Analisa data menggunakan uji

69
Jurnal Kebidanan Kestra (JKK), e-ISSN 2655-0822 Vol. 2 No.1 Edisi Mei-Oktober 2019
===========================================================================================
Received: 17 September 2019 :: Accepted: 26 September 2019:: Publish: 31 Oktober 2019

statistik non-parametrik yaitu uji produksi ASI sebelum dan sesudah


Wilcoxon Signed Rank Test dengan nilai pijat oksitosin dengan nilai Z adalah -
alpha 0,05. 2,673 dan nilai p-value adalah 0,008
(p≤0,05).
3. HASIL
Tabel 1 Rerata produksi ASI sebelum 4. PEMBAHASAN
dilakukan pijat oksitosin Sering kali ibu merasa khawatir
mengenai produksi ASInya pada hari
Produksi Mean n Standar
ASI deviasi pertama kelahiran. Perasaan ibu yang
(pre-test) (SD) khawatir ini akan menimbulkan
9,90 10 5,782
ketidaknyamanan, ketegangan
emosional dan rasa tidak percaya diri.
Berdasarkan tabel 1 diperoleh Menurut hasil penelitian Rahayu D dan
hasil bahwa rerata produksi ASI Yunarsih (2018), bila ibu menyusui
sebelum dilakukan pijat oksitosin pada mengalami stres atau
ibu postpartum adalah 9,90 dengan ketidaknyamanan, maka akan terjadi
standar deviasi 5,782. hambatan dari refleks let down
sehingga akan menurunkan produksi
Tabel 2 Rerata produksi ASI sesudah ASI.
dilakukan pijat oksitosin Faktor yang mempengaruhi
Produksi Mean n Standar pengeluaran ASI lainnya adalah Inisiasi
ASI deviasi
(post- Menyusu Dini (IMD) dimana pada bayi
(SD)
test) lahir cukup bulan akan memiliki naluri
13,50 10 6,416
untuk menyusu pada ibunya 20-30
menit setelah lahir. IMD yang dilakukan
Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil segera setelah bayi lahir dan dengan
bahwa rerata produksi ASI sesudah cara yang tepat akan merangsang
dilakukan pijat oksitosin pada ibu pengeluaran ASI atau yang lebih
postpartum adalah 13,50 dengan dikenal sebagai kolostrum lebih cepat.
standar deviasi 6,416. Hal ini sesuai dengan penelitian
Wulandari dkk (2014) didapatkan
Tabel 3 Perbedaan rerata Produksi bahwa rerata waktu pengeluaran
ASI Sebelum dan Sesudah Pijat kolostrum pada kelompok eksperimen
Oksitosin adalah 5,21 jam sedangkan rerata

Produks Mea Sum of Z p-


i ASI n Rank value
waktu pengeluaran kolostrum pada
kelompok non-eksperimen adalah 8,16
Pre-test 0,00 0,00 jam. Menurut Wulandari dkk (2014),
Post- 5,00 45,00 - 0,008
test 2,67 bahwa untuk menghasilkan produksi
3 ASI yang baik maka ibu harus dalam
keadaan tenang.
Menurut asumsi peneliti bahwa
Berdasarkan tabel 3 diperoleh kurangnya produksi ASI pada awal
rerata produksi ASI sebelum pijat setelah kelahiran bayi selain
oksitosin adalah sebesar 0,00 dengan disebabkan karena faktor psikologis ibu
jumlah rata-rata 0,00. Sedangkan seperti ketidaknyamanan, ketegangan
rata-rata produksi ASI sesudah pijat emosional dan rasa tidak percaya diri
oksitosin adalah sebesar 5,00 dengan juga disebabkan karena IMD yang
jumlah rata-rata 45,00 sehingga dapat kurang tepat dalam pelaksanaannya
terlihat adanya peningkatan rata-rata karena hal ini berkaitan dengan

70
Jurnal Kebidanan Kestra (JKK), e-ISSN 2655-0822 Vol. 2 No.1 Edisi Mei-Oktober 2019
===========================================================================================
Received: 17 September 2019 :: Accepted: 26 September 2019:: Publish: 31 Oktober 2019

kekuatan menghisap, frekuensi dan produksi ASI yang diberi pijat oksitosin
lama penyusuan. lebih tinggi daripada ibu yang tidak
Hasil penelitian menunjukkan diberi pijat oksitosin dengan nilai p =
bahwa rerata produksi ASI sesudah 0,000 (p ≤ 0,05). Hasil penelitian ini
dilakukan pijat oksitosin adalah 13,50 menunjukkan bahwa rerata produksi
dengan standar deviasi 6,416. ASI sebelum diberikan intervensi pijat
Hal ini menunjukkan bahwa ada oksitosin adalah 7,05 dengan standar
peningkatan jumlah produksi ASI deviasi 0,740 sedangkan rerata
sesudah dilakukan pijat oksitosin. produksi ASI sesudah diberikan
Menurut Kiftia (2015), pemijatan intervensi pijat oksitosin adalah 9,00
adalah salah satu terapi dengan standar deviasi 1,183.
nonfarmakologis untuk mengurangi Menurut asumsi peneliti bahwa pijat
ketidaknyamanan pada pasien dan oksitosin yang dilakukan pada ibu
membantu pasien relaksasi. Ketika ibu postpartum dapat meningkatkan
merasa rileks maka akan menurunkan produksi ASI karena dapat memicu
kadar epinefrin dan non- epinefrin pengeluaran hormon oksitosin yang
dalam darah sehingga ada sangat penting dalam pengeluaran
keseimbangan. ASI. Ketika dilakukan pijat oksitosin
Hal ini sesuai dengan teori Guyton dan maka oksitosin akan memicu sel-sel
Hall (2008) bahwa pijat yang dilakukan myopitel yang mengelili alveoli dan
dibagian punggung dapat merangsang duktus untuk berkontraksi sehingga
pengeluaran hormon endorphin, mengalirkan ASI dari alveoli (pabrik
hormon ini berfungsi untuk susu) ke duktus menuju sinus dan
memberikan rasa santai dan puting susu sehingga terjadi
menimbulkan ketenangan sehingga pengeluaran ASI dan produksi ASI
pemijatan dapat menurunkan meningkat.
ketegangan otot. Pada bagian Hasil penelitian menunjukkan
punggung sering sekali terjadi bahwa rerata produksi ASI sebelum
ketegangan otot, tetapi dengan pijat oksitosin adalah sebesar 0,00
dilakukannya pijat oksitosin maka akan dengan jumlah rata-rata 0,00.
memberikan kenyamanan pada daerah Sedangkan rata-rata produksi ASI
punggung dan meningkatkan produksi sesudah pijat oksitosin adalah sebesar
ASI. 5,00 dengan jumlah rata-rata 45,00
Produksi ASI sebelum dilakukan pijat sehingga dapat terlihat adanya
oksitosin adalah sebagian besar tidak peningkatan rata-rata produksi ASI
lancar yaitu sebanyak 29 orang sebelum dan sesudah pijat oksitosin
(78,4%) dan sebagian kecil lancar dengan nilai Z adalah -2,673 dan nilai
yaitu 8 orang (21,6%) (Maita, 2016). p-value adalah 0,008 (p ≤ 0,05) maka
Setelah dilakukan pijat sebagian besar dapat disimpulkan bahwa ada
produksi ASI lancar yaitu sebayak 31 pengaruh yang signifikan terhadap
orang (83,8%) dan sebagian kecil tidak produksi ASI sebelum dan sesudah
lancar yaitu sebanyak 6 orang dilakukan pijat oksitosin.
(16,2%). Produksi ASI menjadi lancar Pada penelitian ini terdapat 1 orang ibu
dapat disebabkan karena peningkatan postpartum yang tidak mengalami
kenyamanan pada ibu yang secara peningkatan produksi ASI, hal ini dapat
otomatis akan merangsang keluarnya disebabkan oleh berbagai faktor seperti
hormon oksitosin (refleks let down) umur,nutrisi, dan kondisi psikologis ibu
sehingga dapat merangsang yang tidak percaya diri untuk
pengeluaran ASI pada ibu menyusui. memproduksi ASI sebagaimana ibu
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang masih berusia lebih muda.
Delima, dkk (2016) diperoleh bahwa

71
Jurnal Kebidanan Kestra (JKK), e-ISSN 2655-0822 Vol. 2 No.1 Edisi Mei-Oktober 2019
===========================================================================================
Received: 17 September 2019 :: Accepted: 26 September 2019:: Publish: 31 Oktober 2019

Berdasarkan hasil wawancara dari ibu pijat oksitosin juga memiliki manfaat
postpartum, diperoleh bahwa ibu yang lain seperti menenangkan dan
berusia di atas 35 tahun dan mengurangi stress, membangkitkan
merupakan ibu multipara dan juga rasa percaya diri, membantu ibu
didapatkan informasi bahwa ibu postpartum agar mempunyai pikiran
mengeluh dan merasa tidak percaya dan perasaan yang baik tentang
diri bahwa ia dapat memproduksi ASI bayinya, dan sebagainya (Rahayu,
dengan baik terutama karena 2019).
umurmya yang sudah tidak muda lagi
Adapun keterbatasan dalam penelitian
karena itu ia selalu memilih untuk ini adalah hanya menggunakan satu
memberikan susu formula kepada
kelompok eksperimen saja tanpa
bayinya. Menurut Delima, dkk (2016) menggunakan kelompok pembanding,
umur merupakan salah satu faktor
sampel dalam penelitian ini hanya
yang dapat mempengaruhi produksi berjumlah 10 orang, dan variabel
ASI, ibu yang lebih muda (21-35
pengganggu dalam penelitian ini tidak
tahun) akan lebih banyak dikontrol oleh peneliti.
memproduksi ASI dibandingkan
dengan ibu yang berusia lebih tua
5. KESIMPULAN
(>35 tahun). Selain itu beberapa hal
a. Rerata produksi ASI sebelum
lainnya juga turut mempengaruhi
dilakukan pijat oksitosin adalah
produksi ASI seperti makanan,
9,90.
frekuensi penyusuan, umur kehamilan
b. Rerata produksi ASI sesudah
saat melahirkan dan berat lahir bayi,
dilakukan pijat oksitosin adalah
stres dan penyakit akut, konsumsi
13,50
rokok, konsumsi alkohol, pil
c. Ada pengaruh yang signifikan
kontrasepsi, dsb (Rukiyah, 2015).
terhadap produksi ASI sebelum dan
Ibu postpartum yang diberikan pijat
sesudah dilakukan pijat oksitosin
oksitosin mempunyai peluang 11,667
pada Ibu Postpartum di Klinik
kali memiliki produksi ASI cukup
Pratama Nining Pelawati Tahun
dibandingkan dengan ibu yang tidak
2019 dengan nilai p-value = 0,008
dilakukan pijat oksitosin dengan nilai p
(p ≤ 0,05).
= 0,037 (p ≤ 0,05) (Asih, 2017). Hal
ini sejalan dengan penelitian Pilaria E DAFTAR PUSTAKA
dan Sopiatun R (2017) dan Azriani D Arma, N., et.al, (2017). Asuhan
dan Handayani S (2016) ada pengaruh Kebidanan. Medan
pijat oksitosin terhadap produksi ASI Asih, Yusari, (2017). “Pengaruh Pijat
pada ibu postpartum dengan nilai p = Oksitosin terhadap Produksi ASI
0,000 (p ≤ 0,05) dan nilai p = 0,039 pada Ibu Nifas”. Jurnal
(p ≤ 0,05). Keperawatan. Volume XIII, No. 2,
Oktober 2017. Diperoleh dari
Menurut asumsi peneliti bahwa
www.googlescolar.co.id. Diakses
peningkatan produksi ASI ini pada tanggal 02 Mei 2019.
disebabkan karena peningkatan rasa Astutik, R.Y., (2017). Payudara dan
nyaman dan rileks pada saat diberikan Laktasi. Jakarta : Salemba Medika.
pijat oksitosin yang secara otomatis Azriani, D dan Handayani S, (2016).
akan merangsang keluarnya hormon ‘The Effect of Oxytocin Massage on
oksitosin (refleks let down) dari Breast Milk Production’. Dama
Internasional Journal of
kelenjar pituitari dimana hormon
Researchers. Vol 1, 8 August
oksitosin akan merangsang 2016, hal 47-50. Diperoleh dari
pengeluaran ASI pada ibu postpartum
sehingga terjadi peningkatan produksi
ASI. Selain itu,

72
Jurnal Kebidanan Kestra (JKK), e-ISSN 2655-0822 Vol. 2 No.1 Edisi Mei-Oktober 2019
===========================================================================================
Received: 17 September 2019 :: Accepted: 26 September 2019:: Publish: 31 Oktober 2019

www.googlescolar.com. Diakses www.goglescolar.com. Diakses


pada tanggal 22 Mei 2019. pada tanggal 05 April 2019.
Delima, M, Arni GZ, Rosya E, (2016). Rahayuningsih, T, Mudigdo A, Murti B,
“Pengaruh Pijat Oksitosin (2016).”Effect of Breast Care and
Terhadap Peningkatan Produksi Oxytocin Massage on Breast Milk
ASI Ibu Menyusui Di Puskesmas Production: A study in Sukoharjo
Plus Mandiangin”. Jurnal IPTEKS Provincial Hospital”. Journal of
Terapan. Volume 9. I4, 282-293. Maternal and Child Health. Volume
Diperoleh dari 1 nomor 2, 2016, halaman 101-
www.googlescolar.co.id. Diakses 109. Diperoleh dari
pada tanggal, 01 April 2019. www.googlescolar.com. Diakses
Global Breastfeeding Scorecard, 2018. pada tanggal 22 Mei 2019.
Diperoleh dari Rukiyah, AY, et all, (2015). Asuhan
https://www.who.int/nutrition/pub Kebidanan III (Nifas). Jakarta :
lications/infantfeeding/global-bf- CV. Trans Info Media.
scorecard-2018.pdf?ua=1. Diakses Pilaria E dan Sopiatun R, (2017). “The
pada 10 Mei 2019.
Effect of Oxytocin Massage on
Guyton, A.C. (2008). Buku Ajar Postpartum Mother Breast Milk
Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Production at Pejeruk Public Health
Jakarta: EGC in the Year of 2017”. Jurnal
Hastono, S.P., (2016). Analisis Data
Kedokteran YARSI.Volume 26
Pada Bidang Kesehatan. Jakarta: Nomor 1. Hal 027-033 (2018).
Rajawali Pers. Diperoleh dari
Kiftia, Mariatul, (2015). “Pengaruh www.googlescolar.com. diakses
Terapi Pijat Oksitosin Terhadap pada tanggal 07 Mei 2019.
Produksi ASI pada Ibu Post Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017
Partum”. Jurnal Ilmu diakses pada 25 Maret 2019.
Keperawatan. Volume 3, No. 1. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
2015. Hal. 42-49 Diperoleh dari Utara Tahun 2017 diakses pada 25
www. www.googlescolar.co.id. Maret 2019.
Diakses pada tanggal 01 Mei Wijayanti dan Setyaningsih, (2017).
2019. “Perbedaan Metode Pijat Oksitosin
Maita, Liva, (2016). “Pengaruh Pijat dan Breast Care Dalam
Oksitosin terhadap Produksi ASI”. Meningkatkan Produksi ASI Pada
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Ibu Post Partum ”. Jurnal
Forikes. Volume VII Nomor 3, Juli Komunikasi Kesehatan .Vol.VIII
2016. Diperoleh dari No.2 Tahun 2017. Hal. 1-12.
www.googlescolar.co.id. Diakses Diperoleh dari www.
pada tanggal 01 April 2019. www.googlescolar.co.id. Diakses
Notoatmodjo, Soekidjo, (2015). pada tanggal 01 April 2019.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Wulandari, FT, Aminin F, Dewi U,
Jakarta : Rineka Cipta. (2014). “Pengaruh Pijat Oksitosin
Notoatmodjo, S., (2015). Metode Terhadap Pengeluaran Kolostrum
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Pada Ibu Post Partum Di Rumah
Rineka Cipta. Sakit Umum Daerah Provinsi
Rahayu, Anik Puji, (2019). Panduan Kepulauan Riau”. Jurnal
Pratikum Keperawatan Maternitas. Kesehatan. Volume V, Nomor 2,
Yogyakarta: Deepublish. Oktober 2014, hlm 173-178.
Rahayu D dan Yunarsih, (2018). Diperoleh dari
“Penerapan Pijat Oksitoksin dalam www.googlescolar.co.id. Diakses
Meningkatkan Produksi ASI Ibu pada tanggal 01 April 2019.
Postpartum”. Journals of Ners
Community. Volume 09, nomor
01, Juni 2018. Hal 08-14.
Diperoleh dari

73
SATUAN ACARA
PENYULUHAN PIJAT
OKSITOSIN
DI PUSKESMAS MARON KABUPATEN PROBOLINGGO
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Profesi Ners

Disusun Oleh :

Amaliatul Fitri F

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik : Perawatan Payudara pada Ibu Pasca Melahirkan


Sub Topik : Pijat Oksitosin ( Perawatan Payudara dengan Produksi Asi
Sedikit/Kurang )
Bidang Studi : Keperawatan Anak
Sasaran : Keluarga pasien
Hari, Tanggal :
Waktu :
Tempat : Puskesmas Maron Probolinggo
Penyuluh : Mahasiswa

1. Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah bagi bayi dengan kandungan gizi paling
sesuai untuk pertumbuhan optimal (Hegar, 2018). Oleh karena itu World Health Organization
(WHO) merekomendasikan agar setiap bayi baru lahir mendapatkan ASI eksklusif selama
enam bulan, namun pada sebagian ibu tidak memberikan ASI eksklusif karena alasan ASInya
tidak keluar atau hanya keluar sedikit sehingga tidak memenuhi kebutuhan bayinya.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pemberian ASI eksklusif pada
bayi usia 0-6 bulan hanya 40,6 %, jauh dari target nasional yang mencapai 80%. Kurangnya
produksi ASI menjadi salah satu penyebab ibu memutuskan memberikan susu formula pada
bayinya. United Nations Children’s Fund (UNICEF) menegaskan bahwa bayi yang
menggunakan susu formula memiliki kemungkinan meninggal dunia pada bulan pertama
kelahirannya, dan kemungkinan bayi yang diberi susu formula adalah 25 kali lebih tinggi
angka kematiannya daripada bayi yang disusui ibunya secara eksklusif (Selasi, 2019). Susu
formula tidak memiliki kandungan yang lengkap seperti ASI, dan tidak mengandung antibody
seperti yang terkandung dalam ASI. Hal ini menyebabkan bayi yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif akan mudah sakit.
Penurunan produksi dan pengeluaran ASI pada hari-hari pertama setelah melahirkan
dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang sangat
berperan dalam kelancaran produksi dan pengeluaran ASI. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kelancaran produksi dan pengeluaran ASI yaitu perawatan payudara,
frekuensi penyusuan, paritas, stress, penyakit atau kesehatan ibu, konsumsi rokok atau
alkohol, pil kontrasepsi, asupan nutrisi yang kurang (Bobak, 2018). Perawatan payudara
sebaiknya dilakukan segera setelah persalinan (1-2 hari), dan harus dilakukan ibu secara rutin.
Dengan pemberian rangsangan pada otot-otot payudara akan membantu merangsang hormon
prolaktin untuk membantu produksi air susu (Bobak, 2018).
Masalah yang sering timbul di awal menyusui karena ASI sudah mulai diproduksi
adalah payudara bengkak (breast engorgement). Payudara yang bengkak akan menyebabkan
berbagai ketidaknyamanan untuk ibu. Seperti payudara terasa berat dan penuh, nyeri pada
tulang belakang karena harus menopang beban payudara, ibu menjadi stres dan tidak mau
menyusui, nyeri pada payudara, dan payudara sulit ditekan/ mengeras (Sakarnadi, 2019). Jika
kondisi seperti ini dilakukan pijat pada payudara yang umumnya dilakukan, tentu saja akan
semakin meningkatkan ketidaknyamanan ibu. Ibu akan merasakan sakit saat payudaranya
dipijat. Tetapi, terdapat alternatif lain yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan
produksi ASI yang sedikit/kurang yakni dengan pijat oksitosin.
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi yang tepat untuk mempercepat dan
memperlancar produksi dan pengeluaran ASI yaitu dengan pemijatan sepanjang tulang
belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima atau keenam. Pijat ini akan memberikan
rasa nyaman dan rileks pada ibu setelah mengalami proses kehamilan maupun persalinan
sehingga tidak menghambat sekresi hormone prolaktin dan oksitosin. Pijat oksitosin ini bisa
dilakukan segera setelah ibu melahirkan bayinya dengan durasi 2-3 menit, frekuensi
pemberian pijatan 2 kali sehari. Pijatan ini tidak harus dilakukan langsung oleh petugas
kesehatan tetapi dapat dilakukan oleh suami atau anggota keluarga yang lain. Petugas
kesehatan mengajarkan kepada keluarga agar dapat membantu ibu melakukan pijat oksitosin
karena teknik pijatan ini cukup mudah dilakukan dan tidak menggunakan alat tertentu.
2. Tujuan Instruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan diharapkan peserta penyuluhan dapat menyebutkan dan
menjelaskan tentang pijat oksitosin.
3. Tujuan Intruksional Khusus
a. Peserta dapat menjelaskan tentang hal yang mempengaruhi produksi ASI
b. Peserta dapat menjelaskan tentang pengertian pijat oksitosin
c. Peserta dapat menjelaskan tentang tujuan dan manfaat pijat oksitosin
d. Peserta dapat menjelaskan tentang persiapan sebelum melakukan pijat oksitosin
e. Peserta dapat menjelaskan tentang langkah pijat oksitosin
4. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Demonstrasi
5. Media
a. Leaflet
6. Evaluasi
a. Peserta dapat menjelaskan tentang pengertian pijat oksitosin
b. Peserta dapat menjelaskan tentang tujuan dan manfaat pijat oksitosin
c. Peserta dapat menjelaskan tentang langkah pijat oksitosin
7. Proses Penyuluhan

No Waktu Kegiatan penyuluh Kegiatan peserta


1 3 Menit Pembukaan:

 Memperkenalkan diri  Menyambut salam dan


mendengarkan
 Menjelaskan tujuan dari penyuluhan.  Mendengar dan memperhatikan
 Melakukan kontrak waktu.  Mendengar dan memperhatikan
 Menyebutkan materi penyuluhan  Mendengar dan memperhatikan
yang akan diberi kan
2 15 Pelaksanaan :
Menit  Menjelaskan tentang hal yang  Mendengar dan memperhatikan
mempengaruhi produksi ASI
 Menjelaskan tentang pengertian  Mendengar dan memperhatikan
pijat oksitosin
 Menjelaskan tentang tujuan dan  Mendengar dan memperhatikan
manfaat pijat oksitosin
 Menjelaskan tentang persiapan  Mendengar dan memperhatikan
sebelum melakukan pijat oksitosin
 Menjelaskan tentang langkah pijat  Mendengar dan memperhatikan
oksitosin
3 5 MenitEvaluasi :
Memberikan
kesempatan pada  Memberikan kesempatan pada
keluarga dan ibu untuk bertanyakeluargakunjungdan
ibu untuk bertanya

 Menanyakan pada keluarga dan ibu  Menjawab & menjelaskan


tentang materi yang diberikan dan reinforcement bila dapat menjawab
pertanyaan

& menjelaskan kembali


pertanyaan/materi
2 MenitTeriminasi :
4
 kepada
Mengucapkanterimakasih seluruh peserta Mendengar dan memjawab
Mengucapkan salam

Mendengar dan membalas
salam

8. Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
a) Kesiapan Media meliputi : Leaflet
b) Penentuan waktu :
c) Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di ruang Perinatologi
2) Evaluasi Proses
a) Keluarga dan ibu dalam ruangan.
b) Kegiatan penyuluhan berjalan tertib.
3) Evaluasi Hasil
a) Peserta dapat menjelaskan tentang hal yang mempengaruhi produksi ASI
b) Peserta dapat menjelaskan tentang pengertian pijat oksitosin
c) Peserta dapat menjelaskan tentang tujuan dan manfaat pijat oksitosin
d) Peserta dapat menjelaskan tentang persiapan sebelum melakukan pijat oksitosin
e) Peserta dapat menjelaskan tentang langkah pijat oksitosin
9. Materi
Terlampir
Lampiran Materi

Pijat Oksitosin: Perawatan Payudara


Dengan Produksi Asi Sedikit/Kurang

1. Hal yang Mempengaruhi Produksi ASI


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran produksi dan pengeluaran
ASI, yaitu:
a. Perawatan payudara
Perawata payudara sebaiknya dilakukan segera setelah persalinan (1-2 hari), dan
harus dilakukan ibu secara rutin. Dengan pemberian rangsangan pada otot-otot
payudara akan membantu merangsang hormon prolaktin untuk membantu produksi
air susu.
b. Frekuensi Penyusuan
Frekuensi penyusuan bayi kepada ibunya sangat berpengaruh pada produksi dan
pengeluaran ASI. Isapan bayi akan merangsang susunan saraf disekitarnya dan
meneruskan rangsangan ini ke otak, yakni hipofisis anterior sehingga prolaktin
disekresi dan dilanjutkan hingga ke hipofisis posterior sehingga sekresi oksitocin
meningkat yang menyebabkan otot-otot polos payudara berkontraksi dan pengeluaran ASI
dipercepat (Bobak, 2019). Oleh karena itu segera setelah bayi lahir harus segera
dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD).
c. Paritas
Paritas juga mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI, semakin sering
melahirkan maka pengalaman yang dimiliki ibu mengenai bayi akan semakin baik
sehingga segera setelah bayi lahir akan segera menyusui bayinya, sebaliknya ibu yang
baru pertama kali menyusui memerlukan waktu untuk bayi dan proses menyusui itu
sendiri (Manuaba, 2018).
d. Stres
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan
tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan
menurunkan volume ASI bahkan produksi ASI berhenti sama sekali (Perinasia,
2019).
e. Kesehatan Ibu
Kesehatan ibu memegang peranan penting dalam produksi ASI. Bila ibu tidak
sehat, asupan makanannya kurang atau kekurangan darah untuk membawa nutrient
yang akan diolah oleh sel-sel acini payudara, hal ini akan meyebabkan produksi
ASI menurun (Bahiyatun, 2019).
f. Konsumsi Alkohol atau Rokok
Konsumsi alkohol maupun rokok dapat menurunkan produksi air susu sehingga
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi (Farrer, 2018).
g. Pil Kontrasepsi
Estrogen yang ada dalam kontrasepsi oral yang dikonsumsi ibu memberikan
efek yang yang negative terhadap produksi ASI, yaitu produksi ASI akan menurun.
Oleh sebab itu kontrasepsi yang mengandung estrogen tidak dianjurkan bagi ibu yang
menyusui.
h. Asupan Nutrisi yang Kurang
Adapun cakupan yang seimbang kira-kira 40 kkal/kgBB, dengan komposisi
protein 20-25% dan karbohidrat 50-60%. Jumlah cairan yang perlu diminum sekitar 2
liter per hari (Nugroho, 2019).

2. Pengertian Pijat Oksitosin


Pijat oksitosin merupakan salah satu cara untuk mempercepat dan memperlancar produksi
dan pengeluaran ASI yaitu dengan pemijatan sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai
tulang costae kelima atau keenam. Pijat ini akan memberikan rasa nyaman dan rileks pada ibu
setelah mengalami proses persalinan sehingga tidak menghambat sekresi hormone prolaktin
dan oksitosin (Roesli, 2019). Pijat oksitosin ini bisa dilakukan segera setelah ibu melahirkan
bayinya dengan durasi 2-3 menit, frekuensi pemberian pijatan 2 kali sehari. Pijatan ini tidak
harus dilakukan langsung oleh petugas kesehatan tetapi dapat dilakukan oleh suami atau
anggota keluarga yang lain. Petugas kesehatan mengajarkan kepada keluarga agar dapat
membantu ibu melakukan pijat oksitosin karena teknik pijatan ini cukup mudah dilakukan
dan tidak menggunakan alat tertentu.
3. Tujuan dan Manfaat Pijat Oksitosin
Tujuan dilakukannya pijat oksitosin adalah meningkatkan kenyamanan ibu sehingga
diharapkan dapat meningkatkan produksi ASI. Sedangkan manfaat dari pijat oksitosin adalah:
a. Membantu ibu secara psikologis, menenangkan dan tidak stres
b. Membantu ibu mempunyai pikiran dan perasaan positif tentang bayinya
c. Meningkatkan produksi ASI
d. Memperlancar keluarnya ASI
e. Ekonomis
f. Praktis
g. Dapat dilakukan oleh siapapun

4. Persiapan Sebelum Melakukan Pijat Oksitosin


a. Persiapan alat
 Handuk kecil
b. Persiapan
tempat:
 Sebaiknya dilakukan di tempat yang tenang sehingga membuat ibu nyaman dan
rileks
 Jika dilakukan di rumah sakit, jaga privasi ibu dengan menutup sampiran
c. Persiapan pasien
 Sebelum mulai dipijat ibu sebaiknya dalam keadaan telanjang dada dan menyiapkan
handuk yang diletakkan di depan payudara untuk megantisipasi jika ada ASI yang
mungkin menetes keluar saat pemijatan dilakukan.
 Jika mau ibu juga bisa melakukan kompres hangat pada payudara terlebih dahulu.
 Mintalah bantuan pada orang lain untuk memijat. Lebih baik jika dibantu oleh suami

5. Langkah-langkah Pijat Oksitosin

a. Mencuci tangan.
b. Menganjurkan ibu untuk duduk. Ada 2 posisi yang bisa ibu coba. Yang pertama ibu bisa
telungkup di meja, atau posisi ibu telungkup npada sandaran kursi
c. Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak kelapa/baby oil atau minyak
aromaterapi sesuai pilihan ibu
d. Melakukan pijatan di sepanjang sisi tulang belakang ibu. Kemudian memijat dari leher
ke arah tulang belikat.
e. Memijat bisa menggunakan jempol tangan kiri dan kanan atau punggung telunjuk kiri
dan kanan. Selain itu bisa menggunakan posisi tangan dikepal lalu gunakan tulang-
tulang di sekitar punggung tangan.
f. Mulailah pemijatan dengan gerakan melingkar-lingkar kecil perlahan-lahan lurus ke arah
bawah sampai batas garis bra. Dapat juga diteruskan sampai ke pinggang.
g. Pijat oksitosin bisa dilakukan kapanpun ibu mau dengan durasi 2-3 menit. Lebih
disarankan dilakukan sebelum menyusui atau memerah ASI. Waktu yang tepat untuk pijat
oksitosin adalah sebelum menyusui atau memerah ASI, lebih disarankan atau saat pikiran
ibu sedang pusing, badan pegal-pegal. Cukup 3-5 menit saja per sesi (Depkes, 2007).
h. Membersihkan punggung ibu dengan air hangat dan mengeringkan payudara ibu dengan
handuk.
i. Bantu memakaikan bra dan pakaian ibu kembali.
j. Mencuci tangan sesuai prosedur.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2012). Riset Kesehatan Dasar tahun 2012.. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI

Khasanah, Nur. (2019). Asi dan susu formula. Jogjakarta : Flasbook

Moody, Jane. (2018). Menyusui ( cara mudah,praktis dan nyaman). Jakarta: Arcan

Neilson, Joan. (2020). Cara Menyususi yang Baik. ARCAN : Jakarta

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2019). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2010. Kementrian Kesehatan RI

Roesli, Utami. (2020). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Tribus Agriwidya

Saryono. (2018. Inisiasi Menyusui Dini plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda

Suradi dan Hesti. (2018). Manajemen Laktasi. Jakarta : Program Manajemen Laktasi

WHO. (2015). Global Strategy for infant and young vhild Feeding. WHO. Geneva
MANFAAT
APA ITU PIJAT OKSITOSIN???

a. Membantu psikologis,
ibu tidak
secara
stres
Membantu
menenangkandan
PIJAT OKSITOSIN
Untuk melancarkan ASI
b. ibu mempunyai
pikirandanperasaanpositif
tentang bayinya
Meningkatkan produksi ASI
Memperlancar keluarnya ASI
Ekonomis
Praktis
Dapat dilakukan oleh siapapun Pijat oksitosin merupakan salah satu cara untuk mempercepat dan memperlanca

Disusun Oleh :

Amaliatul Fitri F
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN
ZAINUL HASAN PROBOLINGGO
2022
CARA MELAKUKAN PIJAT OKSITOSIN

a. Mencuci tangan. e. Memijat bisa menggunakan jempol g. Lahan lurus ke arah bawah
b. Menganjurkan ibu untuk duduk. tangan kiri dan kanan atau sampai batas garis bra. Dapat
Ada 2 posisi yang bisa ibu coba, punggung telunjuk kiri dan kanan. juga diteruskan sampai ke
ibu bisa telungkup di meja, atau Selain itu bisa menggunakan posisi pinggang.
posisi ibu telungkup npada tangan dikepal lalu gunakan h. Pijat oksitosin bisa dilakukan
sandaran kursi tulang-tulang di sekitar punggung kapanpun ibu mau dengan durasi
c. Melumuri kedua telapak tangan tangan. 2-3 menit. Lebih disarankan
dengan minyak kelapa/baby oil f. Mulailah pemijatan dengan dilakukan sebelum menyusui
atau minyak aromaterapi sesuai gerakan melingkar-lingkar kecil atau memerah ASI.
pilihan ibu perlahan- i. Membersihkan punggung ibu
d. Melakukan pijatan di sepanjang dengan air hangat dan
sisi tulang belakang ibu. mengeringkan payudara ibu
Kemudian memijat dari leher ke dengan handuk.
arah tulang belikat. j. Bantu memakaikan bra dan
pakaian ibu kembali.
k. Mencuci tangan sesuai prosedur.

Anda mungkin juga menyukai