Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PENDAHULUAN POSTPARTUM

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D.III KEPERAWATAN MATARAM
TINGKAT 3A/ SEMESTER V
2020

LAPORAN PENDAHULAN

POST PARTUM
1
A.Konsep Post Partum

1. Definisi
 Post partum merupakan masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa beberapa
jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam setelah
melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada
waktu saluran reproduksi kembali keadaan yang normal pada saat sebelum hamil
(Marmi, 2012).
 Post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali pada
keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga baru.
(Mitayani, 2011).
 Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum
(Prawirahardjo, 2012).
 Smeltzer dan Bare (2002) dalam buku Judha (2012) mendefinisikan nyeri adalah
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang actual dan potensial.
 Menurut Internasional association for study of Pain (IASP), Nyeri adalah sensori
subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadi
kerusakan.
Post partum dengan episiotomi adalah suatu masa yang dimulai setelah partus
selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dimana pada waktu persalinan dilakukan
tindakan insisi pada perineum yang bertujuan untuk melebarkan jalan lahir dan
memudahkan kelahiran. Nyeri perineum (perineal pain) didefinisikan sebagai nyeri
yang terjadi pada badan perineum (perineal body), daerah otot dan jaringan fibrosa
yang menyebar dari simpisis pubis sampai ke coccygisoleh krena adanya robekan

2
yang terjadi baik di sengaja maupun yang ruptur spontan. Kondisi nyeri ini
dirasakan ibu berbeda dengan nyeri lainnya. Nyeri perineum cenderung lebih jelas
dirasakan oleh ibu dan bukan seperti rasa nyeri dialami saat berhubungan
(intercourse). Nyeri perineum akan dirasakan setelah persalinan sampaibeberapa
hari pascasalin. Nyeri ini berbeda dengan dispareunia yaitu nyeri atau rasa
tidaknyaman yang terjadi selama hubungan seksual (sexual intercourse), termasuk
nyeri saat penetrasi. Dispareunia dapat dikategorikan menjadi
dyspareuniasuperfisial dan dalam.
2. Anatomi Fisiologi Alat Reproduksi Wanita

Keterangan:
1) Vagina
Vagina merupakan jaringan membran muskulo membranosa berbentuk
tabung yang memanjang dari vulva ke uterus berada diantara kandung kemih
dianterior dan rectum di posterior.

3
2) Uterus
Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan berdinding tebal
yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Berfungsi untuk
implantasi, memberi perlindungan dan nutrisi pada janin, mendorong keluar
janin dan plasenta pada persalinan serta mengendalikan pendarahan
dari tempat perlekatan plasenta. Bentuk uterus menyerupai buah pir
yang gepeng dan terdiri atas dua bagian yaitu bagian atas berbentuk
segitiga yang merupakan badan uterus yaitu korpus dan bagian bawah
berbentuk silindris yang merupakan bagian fusiformosis yaitu serviks. Saluran
ovum atau tuba falopi bermula dari kornus (tempat masuk tuba) uterus pada
pertemuan batas superior dan lateral. Bagian atas uterus yang berada diatas
kornus disebut fundus. Bagian uterus dibawah insersi tuba falopi tidak tertutup
langsung oleh peritoneum, namun merupakan tempat pelekatan dari ligamentum
latum. Titik semu serviks dengan korpus uteri disebut isthmus uteri. Bentuk
dan ukuran bervariasi serta dipengaruhi usia dan paritas seorang
wanita. Sebelum pubertas panjangnya bervariasi antara 2,5-3,5 cm. Uterus
wanita nulipara dewasa panjangnya antara 6-8 cm sedang pada wanita multipara
9-10 cm. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram,
sedangkan pada wanita yang belum pernah melahirkan 80 gram atau lebih. Pada
wanita muda panjang korpus uteri kurang lebih setengah panjang serviks, pada
wanita nulipara panjang keduanya kira-kira sama. Sedangkan pada wanita
multipara, serviks hanya sedikit lebih panjang dari sepertiga panjang total organ
ini.

4
Bagian serviks yang berongga dan merupakan celah sempit
disebut dengan kanalis servikalis yang berbentuk fusiformis dengan lubang
kecil pada kedua ujungnya, yaitu ostium interna dan ostium eksterna. Setelah
menopause uterus mengecil sebagai akibat atropi miometrium dan endometrim.
Istmus uteri pada saat kehamilan diperlukan untuk pembentukan segmen bawah
rahim. Pada bagian inilah dinding uterus dibuka jika mengerjakan section
caesaria trans peritonealis profunda. Suplay vaskuler uterus terutama
berasal dari uteri aterina dan arteri ovarika. Arteri uterina yang
merupakan cabang utama arteri hipogastrika menurun masuk dasar ligamentum
latum dan berjalan ke medial menuju sisi uterus. Arteri uterina terbagi menjadi
dua cabang utama, yaitu arteri serviko vaginalis yang lebih kecil memperdarahi
bagian atas serviks dan bagian atas vagina. Cabang utama memperdarahi bagian
bawah serviks dan korpus uteri. Arteri ovarika yang merupakan cabang aorta
masuk dalam ligamentum latum melalui ligamentum infundibulopelvikum.
Sebagian darah dari bagian atas uterus, ovarium dan bagian atas ligamentum
latum.dikumpulkan melalui vena yang didalam ligamentum latum, membentuk
pleksus pampiniformis yang berukuran besar, pembuluh darah darinya
bernuara di vena ovarika. Vena ovarika kanan bermuara ke vena cava,
sedangkan vena ovarika kiri bermuara ke vena renalis kiri. Persyarafan
terutama berasal dari sitem saraf simpatis, tapi sebagian juga berasal
dari sistem serebrospinal dan parasimpatis. Cabang-cabang dari pleksus ini
mensyarafi uterus, vesika urinaria serta bagian atas vagina dan terdiri dari
serabut dengan maupun tanpa myelin. Uterus disangga oleh jaringan ikat pelvis
yang terdiri atas

5
ligamentum latum, ligamentum infundibolupelvikum, ligamentum kardialis,
ligamentum rotundum dan ligamentum uterosarkum. Ligamentum latum
meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak
mengandung jaringan ikat. Ligamentum infundibolupelvikum merupakan
ligamentum yang menahan tuba falopi yang berjalan dari arah infundibulum ke
dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran limfe, arteria dan
vena ovarika. Ligamentum kardinale mencegah supaya uterus tidak turun,
terdiri atas jaringan ikat yang tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina
ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah
antara lain vena dan arteria uterine. Ligamentum uterosakrum menahan uterus
supaya tidak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan ke
arah os sacrum kiri dan kanan, sedang ligamentum rotundum menahan uterus
antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah ingunal
kiri dan kanan.

3) Serviks Uteri
Serviks merupakan bagian uterus yang terletak di bawah
isthmus di anterior batas atas serviks yaitu ostium interna, kurang
lebih tingginya sesuai dengan batas peritoneum pada kandung kemih.
Ostium eksterna terletak pada ujung bawah segmen vagina serviks
yaitu portio vaginalis. Serviks yang mengalami robekan yang dalam
pada waktu persalinan setelah sembuh bisa menjadi berbentuk tak
beraturan, noduler, atau menyerupai bintang.

6
Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama
terdiri dari jaringan kolagen, jaringan elastin serta pembuluh darah.
Selama kehamilan dan persalinan, kemampuan serviks untuk meregang
merupakan akibat pemecahan kolagen.Mukosa kanalis servikalis merupakan
kelanjutan endometrium. Mukosanya terdiri dari satu lapisan epitel
kolumner yang menempel pada membran basalis yang tipis.
4) Korpus Uteri
Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan, yaitu
endometrium, miometrium dan peritoneum.
a) Endometrium
Endometrium merupakan bagian terdalam dari uterus, berupa
lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita
yang tidak hamil. Endometrium berupa membran tipis berwarna
merah muda, menyerupai beludru, yang bila diamati dari dekat
akan terlihat ditembusi oleh banyak lubang-lubang kecil yaitu
muara kelenjar uterine. Tebal endometrium 0,5-5 mm. Endometrium
terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar
kelenjar yang didalamnya terdapat banyak pembuluh darah. Kelenjar
uterine berbentuk tubuler dalam keadaan istirahat menyerupai jari
jemari dari sebuah sarung tangan. Sekresi kelenjar berupa suatu cairan
alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.
b) Miometrium
Miometrium merupakan lapisan dinding uterus yang
merupakan lapisan Muskuler. Miometrium merupakan jaringan
pembentuk sebagian besar uterus, terdiri kumpulan otot polos yang
disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastis di dalamnya.
Selama kehamila miometrium membesar namun tidak terjadi perubahan
berarti pada otot serviks. Dalam lapisan ini tersusun serabut otot yang
terdiri atas tunikla muskularis longitudinalis eksterna, oblique media,
sirkularis interna dan sedikit jaringan fibrosa.
7
c) Peritonium
Peritoneum merupakan lapisan serosa yang menyelubungi uterus,
dimana peritoneum melekat erat kecuali pada daerah di atas kandung
kemih dan pada tepi lateral dimana peritoneum berubah arah
sedemikian rupa membentuk ligamentum latum.

5) Organ Generatif Eksterna

Keterangan :

1) Mons Veneris
Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis.Pada wanita
dewasa ditutupi oleh rambut kemaluan.pada wanita umumnya batas atasnya
melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai sekitar
anus dan paha.
2) Labia Mayora (bibir-bibir besar)
Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah,terisi
jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah dan
belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior.

8
3) Labia Minora (bibir-bibir kecil)
Labia Minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir
besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas klitoris
preputium klitoridis dan dibawah klitoris frenulum klitoridis.Ke belakang
kedua bibir kecil bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang
meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula sebasea dan urat saraf
yang menyebabkan bibir kecil sangat sensitif dan dapat mengembang.
4) Klitoris
Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputium
klitoridis, terdiri atas glans klitoridis , korpus klitoridis, dan dua krura yang
menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan
yang dapat mengembang , penuh urat saraf dan amat sensitive.
5) Vulva
Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan
dibatasi dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan
dibelakang oleh perineum; embriologik sesuai sinus urogenitalis. Di vulva 1-
1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang
kemih) berbentuk membujur 4-5 mm dan .tidak jauh dari lubang kemih di
kiri dan kanan bawahnya dapat dilihat dua ostia skene. Sedangkan di kiri dan
bawah dekat fossa navikular terdapat kelenjar bartholin, dengan ukuran
diameter ± 1 cm terletak dibawah otot konstriktor kunni dan mempunyai
saluran kecil panjang 1,5-2 cm yang bermuara di vulva. Pada koitus kelenjar
bartolin mengeluarkan getah lendir.
6) Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra
Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis, panjang 3-
4 cm, lebar 1-2 cm dan tebal 0,51- 1cm; mengandung pembuluh darah,
sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor
vagina. Saat persalinan kedua bulbus tertarik ke atas ke bawah arkus pubis,
tetapi bagian bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami cedera
dan timbul hamatoma vulva atau perdarahan.

9
7) Introitus Vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda , ditutupi selaput dara (hymen).
Himen mempunyai bentuk berbeda – beda.dari yang semilunar (bulan sabit)
sampai yang berlubang- lubang atau yang ada pemisahnya (septum);
konsistensi nya dari yang kaku sampai yang lunak sekali. Hiatus himenalis
(lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari sampai yang mudah
dilalui oleh 2 jari. Umumnya himen robek pada koitus. Robekan terjadi
pada tempat jam 5 atau jam 7 dan sampai dasar selaput dara. Sesudah
persalinan himen robek pada beberapa tempat.
8) Perineum
Terletak antara vulva dan anus , panjangnya rata-rata 4 cm.
3. Fisiologi

a. Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan
disebut involusi. Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat konstraksi otot-
otot polos uterus. Pada akhir persalinan tahap III, uterus berada digaris tengah,
kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada promontorium
sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan enam minggu beratnya kira-kira 1000
gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus kurang lebih 1 cm diatas umbilikus.
Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal
berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis fubis. Seminggu setelah
melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi, beratnya kira-kira 500 gr,
dua minggu beratnya 350 gr, enam minggu berikutnya mencapai 60 gr
(Bobak,2004:493).
b. Konstraksi Uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, diduga
adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostatis
pascapartum dicapai akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan pembekuan. Hormon desigen
dilepas dari kelenjar hipofisis untuk memperkuat dan mengatur konstraksi. Selama 1-
10
2 jam I pascapartumintensitas konstraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur, karena untuk mempertahankan kontraksi uterus biasanya disuntikkan
aksitosan secara intravena atau intramuscular diberikan setelah plasenta lahir (Bobak,
2004: 493).
c. Tempat Plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler dan
trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan
bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium menyebabkan pelepasan
jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi
karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan memampukan
endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan
implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang. Regenerasi endometrium
selesai pada akhir minggu ketiga pascapartum, kecuali bekas tempat plasenta
(Bobak, 2004: 493).
d. Lochea
Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula
berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas mengandung
bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang
keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama
menstruasi. Lochea rubra mengandung darah dan debris desidua dan debris
trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah muda dan coklat setelah 3-4
hari (lochea serosa). lochea serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum,
leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini
menjadi kuning sampai putih (lochea alba). Lochea alba mengandung leukosit,
desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri. Lochea alba bertahan selama 2-6
minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2004: 494).
e. Serviks
Serviks menjadi lunak setelah ibu malahirkan. 18 jam pascapartum,
serviks memendek dan konsistensinya lebih padat kembali kebentuk semula.
Muara serviks berdilatasi 10 cm, sewaktu melahirkan, menutup bertahap 2 jari

11
masih dapat dimasukkan Muara serviks hari keempat dan keenam
pascapartum (Bobak, 2004: 495).
f. Vagina dan Perinium
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mucosa
vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali
secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir . Rugae
akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat (Bobak, 2004:495).
g. Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara
selama wanita hamil (estrogen, progesteron, human chrorionic gonadotropin,
prolaktin, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ketiga atau
keempat pascapartum terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara bengkak,
keras,nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah
menimbulkan rasa hangat). Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan
rasa tidak nyaman berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam. Apabila bayi belum
menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu
minggu. Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong
susu yang terisi berubah dari hari kehari. Sebelum laktasi dimulai, payudara
terasa lunak dan keluar cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari
payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara terasa hangat dan keras waktu
disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama 48 jam, susu putih kebiruan tampak
seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari puting susu (Bobak,
2004:498).
h. Laktasi
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada
kelenjar-kelanjar untuk menghadapi masa laktasi. Proses ini timbul setelah ari-
ari atau plasenta lepas. Ari-ari mengandung hormon penghambat prolaktin
(hormon placenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah ari-ari lepas
,hormone placenta tak ada lagi sehingga terjadi produksi ASI. Sempurnanya ASI
keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun sebelumnya di payudara sudah

12
terbentuk kolostrum yang bagus sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya
Gizi dan antibodi pembunuh kuman.
i. Sistem Endokrin
Selama postpartum terjadi penurunan hormon human placenta latogen
(HPL), estrogen dan kortisol serta placental enzime insulinase membalik efek
diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun pada masa
puerperium. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen meningkat pada
minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari wanita yang menyusui
pascapartum hari ke-17 (Bobak, 2004: 496).
j. Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungís ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid
setelah wanita melahirkan akan mengalami penurunan fungsi ginjal selama
masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah
wanita melahirkan. Trauma terjadi pada uretra dan kandung kemih selama
proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati hiperemis dan edema.
Kontraksi kandung kemih biasanya akan pulih dalam 5-7 hari setelah bayi lahir
(Bobak, 2004:497-498).
k. Sistem Cerna
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh mengkonsumsi
makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Buang air besar secara spontan
bisa tertunda selama tiga hari setelah ibu melahirkan yang disebabkan karena
tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pasca
partum. Nyeri saat defekasi karena nyeri diperinium akibat episiotomi, laserasi,
atau hemoroid (Bobak, 2004: 498).
l. Sistem Kardiovaskuler
Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya turun
sampai mencapai volume sebelum hamil. Denyut jantung, volume sekuncup
dan curah jantung meningkat sepanjang hamil. Setelah wanita melahirkan

13
meningkat tinggi selama 30-60 menit, karena darah melewati sirkuit
uteroplasenta kembali ke sirkulasi umum. Nilai curah jantung normal
ditemukan pemeriksaan dari 8-10 minggu setelah wanita melahirkan(Bobak,
2004:499-500).
m. Sistem Neurologi
Perubahan neurologi selama puerperium kebalikan adaptasi neourologis
wanita hamil, disebabkan trauma wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa
baal dan kesemutan pada jari dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah
anak lahir. Nyeri kepala pascapartum disebabkan hipertensi akibat kehamilan ,
strees dan kebocoran cairan serebrospinalis. Lama nyeri kepala 1-3 hari dan
beberapa minggu tergantung penyebab dan efek pengobatan.
n. Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil berlangsung
terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi membantu relaksasi dan
hipermeabilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim.
Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke 6-8 setelah wanita melahirkan
(Bobak, 2004: 500-501).
o. Sistem Integumen
Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir; hiperpigmentasi di aerola dan linea tidak menghilang seluruhnya
setelah bayi lahir. Kulit meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul
mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah
seperti spider angioma (nevi), eritema palmar dan epulis berkurang sebagai
respon penurunan kadar estrogen.Pada beberapa wanita spider nevi bersifat
menetap (Bobak, 2004: 501-502).
p. Adaptasi Psikologis Post Partum
Menurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologis post partum
dibagi menjadi beberapa fase yaitu :
1)Fase Taking In ( dependent)
Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan,

14
dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini
pasien sangat ketergantungan.
2)Fase Taking Hold (dependent- independent)
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir
pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap
menerima pesan barunya dan belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu
membutuhkan banyak sumber informasi.
3)Fase Letting Go (independent)
Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelah
kelahiran, dimana ibu mampu menerima tanggung jawab normal.

4. Klasifikasi Episiotomi
Menurut Arief Mansjoer dalam buku Kapita selekta Kedokteran 2001
klasifikasi episiotomi yaitu :

a. Episiotomi mediana, merupakan insisi yang paling mudah diperbaiki,


penyembuhan lebih baik, dan jarang menimbulkan dispareuni. Episiotomi
jenis ini dapat menyebabkan ruptur perinei totalis.
b. Episiotomi mediolateral, merupakan jenis insisiyang banyak
digunakan karena lebih aman.
c. Episiotomi lateral, tidak dianjurkan karena hanya dapat menimbulkan
sedikit relaksasi introitus, pendarahan lebih banyak, dan sukar direparasi.
5. Klasfikasi Nyeri
Tamsuri (2007) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan waktu kejadian meliputi:

a. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu (durasi) dari satu detik
sampai dengan kurang dari enam bulan yang pada umumnya terjadi pada
cedera, penyakit akut, atau pada pembedahan denagn awitan yang cepat
tingkat keparahan yang bervariasi (sedang sampai berat).
b. Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam
bulan, dimana umumnya timbul tidak teratur, interniten, atau bahkan

15
persisten.
Ada beberapa cara untuk mengkaji intensitas nyeri yang biasanya digunakan
antara lain :
a) Visual Analog Scale (VAS)
Skala ini dapat diketahui dengan kata-kata pada keadaan yang
ekstrem yaitu „tidak nyeri‟ dan „nyeri senyeri-nyerinya‟. Skala ini
tidak memiliki tingkatan yang tepat tanpa angka dan tidak memberikan
pasien kebebasan untuk memilih dengan apa yang dialami, hal ini
menyebabkan kesulitan (Tamsuri, 2007).
b) Verbal Numerical Rating Scale (VNRS)
Skala ini memiliki nilai numeris dan hubungan antara berbagai
tingkat nyeri. Skala nyeri ini terdiri dari garis 0-10 cm yang telah
ditentukan terlebih dahulu berdasarkan daerah yang paling nyeri
kemudian diberi skalanya. Numerical Ratting Scale (NRS), dengan
kriteria 0 : tidak mengalami nyeri, 1-3 : skala nyeri ringan, 4-6 :
skala nyeri sedang, 7-9 : skala nyeriberat, 10 : skala nyeri sangat berat.
Walaupun demikian, pasien masih mengalami kesulitan dalam
menentukan angka pada pengalaman nyeri yang manusiawi dan
membutuhkan perhitungan yang matematis (Tamsuri, 2007).
c) McGill Pain Questioner (MPQ)
Skala ini kombinasi antara verbal dan nilai numerik yang melekat
dan gambar tubuh. Instrumen ini mengubah pengenalan sifat yang
multidimensional pengalaman nyeri dengan menentukan intensitas,
kualitas, dan durasi seseoarang. Aplikasi MPQ memberikan informasi
kuantitatif dalam bentuk rangkaian skor yang menunjukan dimensi
(Tamsuri, 2007)
6. Etiologi
Faktor dilakukan episiotomi menurut APN Revisi 2007 adalah :

a. Persalinan yang lama karena perinium yang kaku


b. Gawat janin
16
c. Gawat ibu
d. Pada tindakan operatif (ekstraksi cunam, vakum)
Sedangkan menurut Rusda (2004), penyebab dilakukan episiotomi berasal
dari faktor ibu maupun faktor janin.
Faktor ibu antara lain:
a. Primigravida
b. Perinium kaku dan riwayat robekan perinium pada persalinan lalu .
c. Terjadi peregangan perinium berlebihan misalnya persalinan sungsang,
persalinan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.
d. Arkus pubis yang sempit.

Faktor Janin antara lain:


a. Janin premature
b. Janin letak sungsang, letak defleksi, dan janin besar.
c. Keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada
gawat janin, tali pusat menumbung.
Menurut ignatavicus pada buku tamsuri (2007), secara umum
stimulus nyeri disebabkan oleh :
a. Kerusakan jaringan
b. Kontraksi atau spasme otot yang menimbulkan ischemic type pain.
c. Kebutuhan oksigen meningkat tetapi suplai darah terbatas misalnya
disebabkan karena penekanan vaskuler.

7. Patofisiologi

Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang


lama: gawat janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan
operatif dan gawat ibu (perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus
pubis sempit). Persalinan dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya
jaringan yang dapat menyebabkan menekan pembuluh syaraf sehingga timbul
rasa nyeri dimana ibu akan merasa cemas sehingga takut BAB dan ini

17
menyebabkan resti konstipasi. Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh
darah dan menyebabkan resiko defisit volume cairan. Terputusnya jaringan
menyebabkan resti infeksi apabila tidak dirawat dengan baik kuman mudah
berkembang karena semakin besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh
semakin besar resiko terjadi infeksi. ibu dengan persalinan dengan
episiotomi setelah 6 minggu persalinan ibu berada dalam masa nifas. Saat
masa nifas ibu mengalami perubahan fisiologis dan psikologis. Perubahan
fisiologis pada ibu akan terjadi uterus kontraksi. Kontraksi uterus bisa adekuat
dan tidak adekuat. Dikatakan adekuat apabila kontraksi uterus kuat
dimana terjadi adanya perubahan involusi yaitu proses pengembalian uterus
ke dalam bentuk normal yang dapat menyebabkan nyeri/ mules, yang
prosesnya mempengaruhi syaraf pada uterus. Setelah melahirkan ibu
mengeluarkan lochea yaitu merupakan ruptur dari sisa plasenta sehingga pada
daerah vital kemungkinan terjadi resiko kuman mudah berkembang. Dikatakan
tidak adekuat dikarenakan kontraksi uterus lemah akibatnya terjadi perdarahan
dan atonia uteri.Perubahan fisiologis dapat mempengaruhi payudara dimana
setelah melahirkan terjadi penurunan hormone progesteron dan estrogen
sehingga terjadi peningkatan hormon prolaktin yang menghasilkan
pembentukan ASI dimana ASI keluar untuk pemenuhan gizi pada bayi, apabila
bayi mampu menerima asupan ASI dari ibu maka reflek bayi baik berarti
proses laktasi efektif.sedangkan jika ASI tidak keluar disebabkan kelainan
pada bayi dan ibu yaitu bayi menolak, bibir sumbing, puting lecet, suplai tidak
adekuat berarti proses laktasi tidak efektif.Pada perubahan psikologos
terjadi Taking In, Taking Hold, dan Letting Go.Pada fase Taking In
kondisi ibu lemah maka terfokus pada diri sendiri sehingga butuh
pelayanan dan perlindungan yang mengakibatkan defisit perawatan
diri.Pada fase Taking Hold ibu belajar tentang hal baru dan mengalami
perubahan yang signifikan dimana ibu butuh informasi lebih karena ibu
kurang pengetahuan.Pada fase Letting Go ibu mampu memnyesuaikan diri
dengan keluarga sehingga di sebut ibu yang mandiri, menerima tanggung

18
jawab dan peran baru sebagai orang tua.

8. Manifestasi Klinis

a.Laserasi Perineum
Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan
didefinisikan berdasarkan kedalaman robekan :
a) Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan)
b) Derajat kedua (robekan mencapai otot-otot perineum)
c) Derajat tiga (robekan berlanjut ke otot sfinger ari)
d) Derajat empat (robekan mencapai dinding rektum anterior)
b. Laserasi Vagina
Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina ce nderung
mencapai dinding lateral (sulci) dan jika cukup dalam, dapat mencapai levator
ani.
c.Cedera Serviks
Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar. Laserasi
serviks akibat persalinan Laserasi serviks akibat persalinan terjadi pada sudut
lateral ostium eksterna, kebanyakan dangkal dan pendarahan minimal
(Bobak,2004: 344-345).
9. Penatalaksanaan
a. Perbaikan Episiotomi

a) Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan, jika tidak ada


tanda infeksi dan pendarahan sudah berhenti, lakukan
penjahitan.
b) Jika infeksi, buka dan drain luka
c) Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, lakukan
debridemen dan berikan antibiotika secara kombinasi sampai
pasien bebas demam dalam 48 jam (Prawirohardjo, 2002).
b. Perawatan luka episiotomi di rumah sakit

19
Perawatan luka episiotomi pada jam- jam pertama setelah bersalin,
biasanya dilakukan setelah mengkaji stabilitas fisik ibu, dan untuk 2 jam
berikutnya perawatan luka episiotomi dilakukan setelah buang air kecil, buang
air besar, ataupun pada saat personal higiene. Menurut Morison (2004),
prinsip-prinsip pencegahan infeksi luka didasarkan pada pemutusan rantai
kejadian yang menyebabkan organisme makin berkembang dan menginfeksi
luka. Hal yang penting dilakukan untuk pencegahan infeksi luka tersebut ialah
mengisolasi sumber infeksi potensial dengan barier perawatan, membersihkan
dan melakukan desinfeksi secara efektif terhadap lingkungan fisik, perawat
dan bidan melakukan cuci tangan yang benar, teknik pembalutan yang aseptik
serta melindungi pasien yang rentan. Dalam Perawatan Luka epsiotomi
dilakukan sesuai dengan standar operasional yang ada.
Menurut Sulistiawaty (2009), perawatan luka episiotomi dilakukan
bersamaan dengan vulva hygiene sehingga perlu menyediakan botol berisi air
hangat untuk membersihkan bagian vulva yang kotor karena lochea, bekas
BAK, dan BAB.
Rosyidi (2013), memfokuskan sebuah prosedur perawatan luka
episiotomi dan menyatakan hal pertama dilakukan sebelum melakukan
perawatan adalah mempersiapkan peralatan antara lain. Menurut Sulistyawati
(2009), handscoen DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi) juga dapat digunakan
dalam melakukan perawatan luka perineum sebagai pengganti bila tidak
tersedia handscoen steril yang baru. Persiapan pasien, perawat maupun bidan
memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan, kemudian
menutup pintu/jendela atau di pasang sampiran untuk menjaga privasi pasien.
Langkah-langkah tindakan perawatan luka episiotomi adalah sebagai
berikut:

a. Menjelaskan prosedur kepada pasien


b. Menempatkan alat ke dekat pasien
c. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
d. Mencuci tangan kemudian memakai handscoen bersih/pinset lepaskan
20
balutan
e. Observasi karaktersitik dan jumlah drainase pada balutan
f. Letakkan balutan kotor di tempat sampah, lepas sarung tangan.
g. Membuka perangkat alat steril disamping pasien
h. Memakai handscoen steril
i. Membersihkan luka sampai bersih dengan memakai pinset dan
depress/kasa steril, desinfektan dari arah depan ke belakang.
j. Depress kotor dibuang pada tempatnya
k. Pinset yang tidak steril diletakkan di bengkok
l. Luka dikeringkan dengan depress /kassa steril
m.Lalu di beri obat salep / antiseptik lalu ditutup dengan pembalut
n. Sarung tangan dilepas
o. Rapikan alat dan pasien
p. Mencuci tangan
q. Dokumentasikan: karakteristik luka (Rosyidi, 2013)
10. Penatalaksanaan Nyeri Post Episiotomi
Penatalaksanaa nyeri dibagi menjadi dua yaitu dengan farmakologi dan
nonfarmakologi. Penatalaksanaan nonfarmakologi terdiri dari berbagai
tindakan mencakup intervensi perilaku dan kognitif menggunakan agen- agen
fisik (Bernatzky, 2011). Pemberian melakukan intervensi dengan teknik
nonfarmakologi merupakan tindakan independen dari seorang perawat dalam
mengatasi respon nyeri klien (Andarmoyo, 2013). Manageman secara non
farmakologis lebih aman diterapkan karena mempunyai risiko yang lebih
kecil, tidak menimbulkan efek samping serta menggunakan proses fisiologis
(Bobak 2014). Salah satu cara penanganan nyeri non farmakologi dengan
pemberian kompres dingin. Kompres dingin merupakan suatu prosedur
menempatkan suatu benda dingin pada tubuh bagian luar. Dampak
fisiologisnya adalah vasokontriksi pada pembuluh darah, mengurangi rasa
nyeri dan menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot-otot (Silviana, 2011).
Kompres dingin dapat dilakukan dengan menggunakan cairan NaCL 0,9 %.

21
NaCl 0,9% merupakan cairan isotonis yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak menimbulkan hipersensitivitas sehingga aman digunakan untuk tubuh
dalam kondisi apapun. NaCl 0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk
tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan.
Menurut Bashir dan Afzal (2010) bahwa pemberian kompres NaCl 0,9%
pada luka dapat menurunkan gejala edema karena cairan normal salin dapat
menarik cairan dari luka melalui proses osmosis. Selain itu dalam penelitian
Wawan (2015) mengatakan bahwa kompres NaCl 0,9% lebih efektif dari pada
kompres alkohol 70% dalam menurunkan intensitas nyeri. Kompres NaCl
0,9% terbukti lebih efektif pada responden mekanik dan kimiawi karena dapat
mengurangi eritema dan edema. Sedangkan kompres alkohol 70% efektif pada
luka yang disebabkan oleh bakteri, namun perlu diperhatikan lama pemberian
kompres alkohol 70% karena apabila pemberian terlalu lama dengan frekuensi
sering kemungkinan tekstur kulit menjadi kering dan berpotensi banyaknya
akumulasi mikrorganisme di permukaan kulit.
11. Komplikasi

a. Pendarahan
Karena proses episiotomy dapat mengakibatkan terputusnya jaringan
sehingga merusak pembuluh darah terjadilah pendarahan.
b. Infeksi
Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomy berhubungan dengan
ketidaksterilan alat-alat yang digunakan.
c. Hipertensi
Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas maternal
dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7% sampai
10% seluruh kehamilan.
d. Gangguan Psikososial
Kondisi psikososial mempengaruhi integritas keluarga dan menghambat
ikatan emosional bayi dan ibu. Beberapa kondisi dapat mengancam keamanan
22
dan kesejahteraan ibu dan bayi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Asuhan Keperawatan pada Ibu Postpartum

Tujuan asuhan keperawatan pada periode postpartum adalah membantu

ibu dan pasagannya selama masa transisi awal mengasuh anak. Fokus

pemberian asuhan keperawatan adalah berfokus pada pemulihan,

kesejahteraan psikologis, dan kemampuan ibu untuk merawat diri sendiridan

bayi barunya.

a. Pengkajian

1) Review Riwayat Prenatal dan Intrapartum

Pengkajiam awal mulai dengan review riwayat prenatal dan intranatal

meliputi:

o Komplikasi antepartum

o Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan

o Lamanya ketuban pecah dini

o Adanya episiotomi dan laserasi perineum

o Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai

APGAR)

o Pemberian anestesi/ analgesia selama proses persalinan dan

kelahiran

23
o Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode

immediate postpartum

o Komplikasi yang terjadi pada periode immediate postpartum

(seperti atonia uteri, retensi plasenta)

2) Pengkajian Status Fisiologis Maternal

Banyak perawat merasa berguna menggunakan singkatan

BUBBLE-LE untuk mengingat komponen yang diperlukan dilakukan

dari pengkajian postpartum dan topik mengajar, yaitu termasuk: Beast

(payudara), Uterus (rahim), Bowel (Fungsi usus), Bladder (kandung

kemih), Lochea (lokia), Episiotomy (episiotomy/ perineum), Lower

Extremity (Ekstermitas bawah), dan Emotion (Emosi).

1. Pengkajian Payudara

Mengkaji payudara untuk:

Tanda-tanda pembengkakan, termasuk payudara teraba penuh

sekitar postpartum hari 3 dan 4 yaitu:

o Panas, kemerahan, nyeri dan pembengkakan daerah payudara,

yang bisa mengindikasikan mastitis

Kondisi Nipple apakah putting susu flat, inverted atau exverted

dan menonjol, Latch-on- Teknik klien yang sedang menyusui

juga dikaji. Pada saat menyusui klien harus memakai pakaian

yang nyaman, well-fitted bra (bra yang menyokong). Instruksikan

ibu postpartum untuk mengeluarkan kolostrum atau susu secara

lembut ke nipple dan memungkinkan putting untuk tetap lembab


24
setelah menyusui pada masing- masing”kondisi” putting susu.

Klien dapat mencegah putting susu kering dengan menghindari

memakai sabun saat membersihkan putting.

2. Pengkajian Uterus

a. Mengkaji fundus (tonus, posisi dan tinggi fundus uteri)

Perawat mengkaji tonus uterus, posisi dan tinggi fundus

uteri dengan melakukan palpasi. Pasien diminta untuk

mengosongkan kandung kemih sebelum pengkajian untuk

akurasi data dan posisi kepala datar dengan posisi supine.

o Pada sekitar satu jam pasca persalinan, fundus teraba keras

(boggy) setinggi umbilicus.

o Fundus uteri terus turun ke panggul sekitar 1 cm atau satu

ruas jari per hari dan harus tidak bisa dipalpasi

(nonpalpable) oleh pemeriksa pada 10 hari pasca

melahirkan.

b) Pengkajian uterus (tonus, posisi dan tinggi)

Pengkajian fungsi gastrointestinal meliputi:

o Inspeksi abdomen: adanya distensi

o Auskultasi bising usus

o Palpasi abdomen: adanya distensi, nyeri tekan, rigiditas dan

diastasis rektus abdominis

25
o Perkusi untuk menentukan ada dan lokasi gas

o Kaji adanya flatus

o Warna dan konsistensi tinja

o Ditanyakan adanya mualdan muntah

Pengkajian dilakukan dua kali sehari sampai fungsi

gastrointestinal normal. Fungsi gastrointestinal bisa mengalami

perlambatan terutama pada ibu yang mengalami pembedahan

(seksio sesarial) dan dilakukan anestesi

c) Pemeriksaan Diastasis Rektus Abdominis

Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot

rektus abdominis akibat pembesaran uterus. Jika dipalpasi,

regangan ini menyerupai celah memanjang dari prosessus

xiphoideus ke umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan

lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti

sebelum hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu

untuk melakukan senam nifas.

d) Fungsi Kandung Kemih

Pengkajian buang air kecil dan fungsi kandung kemih

meliputi:

o Kembalinya buang air kecil, yang harus terjadi dalam waktu

6 sampai 8 jam setelah melahirkan

26
o Jumlah urin selama kurang lebih 8 jam setelah melahirkan.

Klien harus mengeluarkan minimal 150 mL setiap

kaliberkemih dapat mengindikasikan adanya retensi urin

karena penurunan tonus kandung kemih pasca bersalin

(tanpa adanya preeklamasia atau masalah kesehatan yang

signifikan)

o Tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK)

o Kandung kemih harus nonpalpable di atas simfisis pubis.

e) Tipe dan Jenis Lokia

Mengkaji lokia selama periode postpartum meliputi:

o Saturasi satu pad penuh lokia dalam waktu kurang dari

satu jam, aliran lokia yang terus menerus, atau adanya

bekuan darah besar adalah indikasi komplikasi yang

serius (misalnya, adanya sisa plasenta, perdarahan) dan

harus diselidiki secepatnya

o Bila terjadi peningkatan jumlah yang signifikan dari

lokia meskipun fundus keras mungkin menunjukkan

adanya luka gores di jalan lahir, yang harus segera di

atasi.

o Lochia berbau busuk biasanya menunjukkan infeksi dan

perlu ditangani sesegera mungkin.

27
o Lochia harus ada perubahan dari lokia rubra ke serosa ke

alba. Setiap perkembangan dari perubahan dapat

dianggap abnormal dan harus dilaporkan.

Tabel 1.1. Karakteristik lokia

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri


Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari sel desidua,
kehitaman vemiks caseosa, rambut
lanugo, sisa mekoneum
dan sisa darah
sanginolenta 3-7 hari Putih Sisa darah bercampur
bercampur lendir
merah
Serosa 7-14 Kekuningan Lebih sedikit darah dan
hari / kecoklatan lebih banyak serum,
juga terdiri dari leukosit
dan robekan laserasi
plasenta
Alba >14 putih Mengandung leukosit
hari selaput lendir serviks
dan serabut jaringan
yang mati

3. Mengkaji Status Nutrisi

Pengkajian awal status nutrisi pada periode postpartum

didasarkan pada data ibu sebelum hamil dan berat badan saat

hamil, bukti simpanan besi yang memadai (mis. Konjungtiva) dan

riwayat diet yang adekuat atau penampilan.

4. Pengkajian Tingkat Energi dan Kualitas Istirahat

Pengkajian tingkat energi dan identifikasi faktor- faktor

yang berkontribusi kelelahan kronik harus dikaji sebelum pasien

28
pulang. Gardner dan Campbell (1991) mengembangkan tool

pengkajian postpartum yang dapat membantu perawat

mengevaluasi kelelahan ibu.

Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan

menanyakan apa yang dapat dilakukan ibu untuk membantunya

meningkatkan istirahat selama ibu di rumah sakit.

5. Emosi

Emosi merupakan elemen penting dari penilaian

postpartum. Klien postpartum biasanya menunjukkan gejala dari

“baby blus” atau “postpartum blues” ditunjukkan oleh gejala

menangis, lekas arah, dan kadang-kadang insomnia. Postpartum

blues disebabkan oleh banyak faktor, termasuk fluktasi

hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian peran ibu. Ini adalah

bagian normal dari pengalaman postpartum. Namun, jika gejala

ini berlangsung lebih lama dari beberapa minggu atau jika klien

postpartum menjadi nonfunctional atau mengungkapkan

keinginan untuk menyakiti dirinya sendiri atau bayinya, klien

harus diajari untuk segera melaporkan hal ini kepada perawat,

bidan, atau dokter.

6. Pengkajian lainnya

a) Fital Signs
29
Tanda vital ibu harus dimonitor secara teratur pada

periode early postpartum, utamanya untuk mengkaji adaptasi

kardiovaskuler, fungsi genitourinaria dan untuk mendeteksi

infeksi. Umumnya tanda vital harus diambil setiap 4 jam untuk

24 jam pertama postpartum dan setiap 8-12 jam untuk

berikutnya. Perubahan yang harus dicatat dan dilaporkan

segera adalah:

o Temperatur: dua kali observasi peningkatan temperatur

diatas 380C setelah 24 jam pertama persalinan kemungkinan

infeksi.

o Pernapasan

 Bradipnea – rata-rata frekuensi napas dibawah 14-16x/

menit bisa diobservasi terjadi pada depresi pernapasan

sehubungan dengan pemberian analgesic narkotik atau

epidural. Narkotika

 Takipnea-rata-rata pernapasan diatas 24x/ menit

diperkirakan kehilangan darah berlebih atau syok

hypovolemia, infeksi dan demam, nyeri atau perburukan

pernapasan sehubungan dengan emboli paru atau edema

paru.

o Nadi

30
 Bradikardi- nadi antara 50-70 kali/menit

dipertimbangkan normal pada periode postpartum

 Takikardi- nadi rata-rata diatas 90-100 kali/ menit pada

istirahat bias mengindikasikan kehilangan darah

berlebih atau syok hopovolemia, demam dan infeksi,

atau nyeri.

o Tekanan Darah

 Hipotensi- penurunan tekanan darah 15-20 mmHg

dibawah level normal mengindikasikan kehilangan darah

berlebih dan syok hopovolemia. Penurunan tekanan darah

bisa terjadi dengan anestesi regional (epidural), tetapi

harus dibalik sebagai pengembalian fungsi sensorik dan

motorik dalam postpartum 1 sampai 2 jam pertama.

 Hipertensi- peningkatan 30 mmHg tekanan sistol atau 15

mmHg tekanan diastile diatas level prahamil atau diatas

140/90 mmHg diperkirakan preeklamasi (HDK).

Peningkatan tekanan darah mungkin dengan penggunaan

methergine, uterustonika yang diberikan untuk kontraksi

uterus.

7. Integritas Neurologi

Perawat mengevaluasi tingkat kesadaran dan fungsi

sensorimotorik selama periode postpartum. Jika ibu menerima

analgesic atau anestesi selama proses persalinan, pengembalian


31
fungsi sensasi dan motorik adalah bagian integral dari

evaluasi.Keluhan pusing atau kepala terasa melayang pada saat

duduk tegak di tempat tidur atau berdiri mungkin mendahului

episode sinkop (pingsan) sekunder karena hipotensi ortostatik. Ibu

harus dikembalikan pada posisi terlentang dan cek tekanan darah

ortostatik harus dilakukan sebelum ambulasi. Jika preeklamasi

(HDK) telah didiagnosa pada periode antenatal atau diperkirakan

akan terjadi pada periode postpartum, reflex tendondalam dikaji

untuk munculnya irritabilitas SSP.

8. Nyeri

Selama periode postpartum, sangat penting bagi perawat

terus menilai rasa nyeri klien, dengan mempertimbangkan tingkat

nyeri pada semua area tubuh, termasuk kepala, dada, payudara,

punggung, kaki, perut, uterus, perineum, dan ekstermitas. Posisi

selama persalinan dapat menyebabkan ketidaknyamanan otot, dan

sakit kepala dapat menunjukkan hipertensi gestasional. Klien

juga harus dinilai untuk nyeri emosional dan tindakan yang

sesuai.

9. Masalah Seksio Sesaria

Klien yang melahirkan dengan seksio sesaria memerlukan

beberapa pengkajian tambahan selama periode postpartum,

termasuk status insisi (sayatan luka operasi), nyeri, pernapasan

paru-paru, dan bising usus.


32
Insisi seksio sesaria bisa insisi vertical atau horizontal

yang perlu dikaji selama periode postpartum. Metode REEDA

(kemerahan, edema, ecchymosis, discharge, dan perlekatan)

dapat digunakan untuk menilai insisi. Insisi harus rapat dan

tidak ada tanda-tanda dan gejala infeksi, termasuk kemerahan,

edema dan drainase. Harus tidak ada drainase dari insisi. Jika

ada drainase harus sedikit jumlahnya dan tidak berbau busuk.

Penting mengajarkan pada klien untuk memeriksa insisi

setiap hari dengan cermin atau anggota keluarga memonitor

insisi pasien setiap hari. Instruksikan klien untuk segera

melaporkan setiap temuan yang abnormal, seperti hematoma,

drainase abnormal, bau, atau rasa sakit yang sangat layanan

Kesehatan. Perawat juga harus memantau tingkat nyeri pada

klien yang mengalami seksio sesaria. Untuk mengatasi rasa

nyeri, klien umumnya mendapatkan obat-obat penghilang rasa

nyeri baik melalui supositoria atau infus.

Pengkajian pada pasie post SC juga harus mencakup

auskultasi suara paru-paru karena depresi pernapasan dan

periode imobilisasi yang lama dapat menyebabkan sekresi

menumpuk di paru-paru, menyebabkan komplikasi lebih lanjut.

Klien dapat diajarkan untuk berubah posisi, batuk, dan napas

dalam dan menggunakan spirometer untuk membantu

membersihkan paru-paru.
33
10. Kekerasan Intimasi Partner/ Intimate Partner Violence

Tambahan pengkajian khusus dianggap perlu selama

periode postpartum, sangat penting untuk menilai tanda-tanda

dan gejala Kekerasan Intimasi Partner (Intimate Partner

Violence/ IPV), secara umum dikenal sebagai Kekerasan

Dalam Rumah Tangga (KDRT). IPV menyentuh kehidupan

keluarga yang yang tak terhitung jumlahnya diseluruh dunia,

dan pelaksana layanan kesehatan dapat membantu untuk

mengatasi masalah ini.

a) Tanda dan Gejala

IPV adalah pelecehan yang terjadi antara dua orang

yang berada dalam hubungan yang dekat atau intim. Ini

dapat bermanifestasi sebagai kekerasan fisik, verbal/

emosional, atau seksual, atau penyalahgunaan ancaman.

Gejala IPV meliputi:

o Sakit kronis

o Migrain

o Depresi

o Kecemasan

o Memar pada berbagai tahap penyembuhan

o Memar menyerupai tali atau sabuk

o Penyakit radang panggul (PID)

34
o Infeksi saluran kemih (ISK)

Partner dapat menunjukkan perilaku bermusuhan atau

menuntut atau mungkin menolak untuk meninggalkan sisi

klien, Pelaku juga bisa menjawab atas nama klien dan

menemukan cara untuk menjauhkan klien dari keluarga

dan teman-teman.

b) Pengkajian

Dalam mengkaji klien untuk IPV, perawat harus

menyediakan ruang pribadi untuk melakukan pengkajian

dan menjamin kerahasiaan klien. Karena IPV terjadi

antara suami dan istri, pacar dan pacar, dan anggota

keluarga lainnya, perawat harus menghindari pertanyaan

seperti “Apakah anda merasa aman di rmah?” Atau

“Apakah ada yang kasar kepada anda?” Di hadapan

orang lain, termasuk anggota keluarga dan teman-teman.

Selain itu, adalah penting bahwa perawat

mengajukan pertanyaan dengan cara yang tidak

menghakimi karena korban IPV sering takut dan merasa

malu.

b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
Nyeri akut bd NOC : NIC :
agen pencedera Tingkat kenyamanan 1.1 Kaji nyeri dengan komprehensif
fisik, luka Kriteria Hasil : meliputi P Q R S T

35
episiotomi post 1. Pasien 1.2 Observasi reaksi verbal dan non
partum spontan melaporkan verbal
D.0077 nyeri 1.3 Monitor tanda tanda vital
berkurang 1.4 Kurangi faktor presipitasi nyeri
2. Skala nyeri 2-3 1.5 Ajarkan teknik relaksasi nafas
3. Pasien dalam
tampak 1.6 Tingkatkan istirahat
rileks 1.7 Kolaborasi pemberian analgetik
4. Pasien dapat dengan tepat
istirahat dan
tidur
5. Tanda tanda vital
dalam batas
normal
Defisit nutrisi bd NOC : NIC :
peningkatan Nutritional Status : Food 2.1 Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan karena and Fluid intake 2.2 Monitor adanya penurunan BB
laktasi Kriteria Hasil : dan gula darah
1. Adanya 2.3 Monitor turgor kulit
peningkatan 2.4 Monitor kekeringan, rambut
berat badan kusam, total protein, Hb dan kadar
sesuai dengan Ht
tujuan
2.5 Monitor mual dan muntah
2. Berat badan ideal
2.6 Monitor pucat, kemerahan
sesuai dengan tinggi
badan 2.7 Ajarkan pasien bagaimana
3. Mampu membuat catatan makanan harian.
mengidentifikasi 2.8 Yakinkan diet yang dimakan
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat untuk
4. Tidak ada tanda mencegah konstipasi
tanda malnutrisi 2.9 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
5. Tidak terjadi menentukan jumlah kalori dan
penurunan berat nutrisi yang dibutuhkan
badan yang berarti

Ansietas bd NOC : NIC :


tanggung jawab Anxiety control Coping 3.1 Kaji pasien menggunakan
menjadi orang Kriteria Hasil : pendekatan yang menenangkan
tua 1. Klien mampu 3.2 Identifikasi tingkat kecemasan
mengidentifikasi 3.3 Nyatakan dengan jelas harapan
dan terhadap pelaku pasien
36
mengungkapkan 3.4 Jelaskan semua prosedur dan apa
gejala cemas yang dirasakan selama prosedur
2. Mengidentifikasi, 3.5 Temani pasien untuk memberikan
mengungkapkan keamanan dan mengurangi takut
dan menunjukkan 3.6 Berikan informasi faktual mengenai
tehnik untuk diagnosis, tindakan prognosis
mengontol cemas 3.7 Dorong suami untuk menemani
3. Vital sign dalam pasien
batas normal 3.8 Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Postur tubuh, ekspresi 3.9 Dorong pasien untuk mengungkapkan
wajah, bahasa tubuh perasaan, ketakutan, persepsi
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
Gangguan NOC : NIC :
intergritas kulit bd Tissue Integrity : Skin 4.1 Kaji lingkungan yang dapat
luka episiotomi and Mucous menyebabkan tekanan pada kulit
perineum Membranes Kriteria atau luka
Hasil : 4.2 Monitor aktivitas dan mobilisasi
1. Integritas kulit yang pasien
baik bisa 4.3 Monitor status nutrisi pasien
dipertahankan 4.4 Monitor kulit akan adanya kemerahan
(sensasi, elastisitas, 4.5 Anjurkan pasien untuk
temperatur, menggunakan pakaian yang longgar
hidrasi,pigmentasi) 4.6 Hindari kerutan padaa tempat tidur
2. Tidak ada luka/lesi 4.7 Jaga kebersihan kulit agar tetap
pada kulit bersih dan kering
3. Perfusi jaringan baik 4.8 Mobilisasi pasien (ubah posisi
4. Menunjukkan pasien) setiap dua jam sekali
pemahaman dalam 4.5 Oleskan lotion atau minyak/baby oil
proses perbaikan pada derah yang tertekan
kulit dan mencegah
terjadinya sedera
berulang
5. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan alami

Resiko NOC : NIC :


infeksi bd Knowledge : 5.1 Kaji keadaan kulit, warna dan
trauma Infection control tekstur
jaringan Kriteria Hasil : 5.2 Bersihkan lingkungan setelah
1. Klien bebas dari dipakai pasien lain
tanda dan gejala 5.3 Instruksikan pada pengunjung untuk
37
infeksi mencuci tangan saat berkunjung dan
2. Mendeskripsikan setelah berkunjung meninggalkan
proses penularan pasien
penyakit, factor 5.4 Gunakan sabun antimikrobia untuk
yang mempengaruhi cuci tangan
penularan serta 5.5 Gunakan baju, sarung tangan
penatalaksanaannya sebagai alat pelindung
3. Menunjukkan 5.6 Gunakan kateter intermiten untuk
kemampuan menurunkan infeksi kandung
untuk mencegah kencing
timbulnya infeksi 5.7 Cuci tangan setiap sebelum dan
4. Jumlah leukosit sesudah tindakan kperawtan
dalam batas 5.8 Pertahankan lingkungan aseptik
normal selama pemasangan alat
3. Menunjukkan 5.9 Tingktkan intake nutrisi
perilaku hidup sehat 5.10 Berikan terapi antibiotik bila perlu

Gangguan pola NOC : NIC :


tidur bd Sleep : Extent an Pattern 6.1 Kaji faktor yang menyebabkan
tanggung jawab Kriteria Hasil : gangguan tidur
memberi asuhan 1. Jumlah jam tidur 6.2 Monitor waktu makan dan minum
pada bayi dalam batas normal dengan waktu tidur
6-8 jam/hari 6.3 Monitor/catat kebutuhan tidur pasien
2. Pola tidur, setiap hari dan jam
kualitas dalam 6.4 Diskusikan dengan pasien dan
batas normal keluarga tentang teknik tidur pasien
3. Perasaan segar 6.5 Fasilitas untuk mempertahankan
sesudah tidur atau aktivitas sebelum tidur (membaca)
istirahat 6.6 Determinasi efek-efek medikasi
4. Mampu terhadap pola tidur
mengidentifikasika 6.7 Jelaskan pentingnya tidur yang
n hal- hal yang adekuat
meningkatkan tidur 6.8 Ciptakan lingkungan yang
nyaman
6.9 Kolaborasikan pemberian obat
tidur
Defisit NOC : 7.1 Kaji pengetahuan klien tentang
pengetahuan bd Knowledge : deases penyakitnya
kurang terpapar proces 7.2 Jelaskan tentang proses penyakit
informasi tentang Kriteria Hasil : (tanda dan gejala), identifikasi
kesehatan masa 1. Menjelaskan kemungkinan penyebab. Jelaskan
post partum, kembali tentang kondisi tentangklien
perawatan penyakit, 7.3 Jelaskan tentang program pengobatan
payudara,teknik 2. Mengenal dan alternatif pengobantan
menyusui kebutuhan 7.4 Diskusikan perubahan gaya hidup
perawatan dan yang mungkin digunakan untuk
pengobatan tanpa mencegah komplikasi
cemas 7.5 Diskusikan tentang terapi dan
38
pilihannya
7.6 Eksplorasi kemungkinan sumber
yang bisa digunakan/ mendukung

7.7 Instruksikan kapan harus ke pelayana


7.8 Tanyakan kembali pengetahuan klien
tentang penyakit, prosedur perawatan
dan pengobatan

Menyusui tidak NOC : NIC :


efektif bd Breast feeding 8.1 Kaji kemampuan bayi untuk latch-
ketidakadekuata Kriteria Hasil : on dan menghisap secara efektif
n suplai 1. Pasien mengatakan 8.2 Pantau kemampuan untuk
puas dengan mengurangi kongesti payudara
kebutuhan menyusui dengan benar
2. Kemantapan 8.3 Pantau berat badan dan pola
pemberian ASI : eliminasi bayi
Bayi : pelekatan 8.4 Pantau keterampilan ibu dalam
bayi yang sesuai menempelkan bayi ke puting
pada dan proses 8.5 Pantau integritas kulit puting ibu
menghisap 8.6 Tentukan Keinginan Dan Motivasi
payudara ibu untuk Ibu untuk menyusui
memperoleh nutrisi 8.7 Evaluasi pola menghisap / menelan
selama 3 minggu bayi
pertama 8.8 Evaluasi pemahaman ibu tentang
3. Kemantapan isyarat menyusui dan bayi (misalnya
Pemberian ASI : reflex rooting, menghisap dan
IBU : kemantapan terjaga)
ibu untuk membuat Evaluasi pemahaman tentang
bayi melekat dengan sumbatan kelenjar susu dan mastitis
tepat dan menyusui
dan payudara ibu
untuk memperoleh
nutrisi selama 3
minggu pertama
pemberian ASI
4. Pemeliharaan
pemberian ASI :
keberlangsungan
pemberian ASI
untuk menyediakan
nutrisi
bagi bayi/todler
5. Penyapihan
Pembenian ASI
6. Diskontinuitas
progresif pemberian
ASI
Pengetahuan
39
Pemberian ASI :
tingkat pemahaman
yang ditunjukkan
megenal laktasi dan
pemberian makan
bayi melalui proses
pemberian ASI ibu
mengenali isyarat
lapar dari bayi
dengan segera ibu
mengindikasikan
kepuasaan terhadap
pemberian ASI ibu
tidak mengalami
nyeri tekan pada
puting mengenali
tanda-tanda
penurunan suplai ASI

c. Implementasi Keperawatan

Merupakan proses keperawatan yang mengikuti

rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksanaan

keperawatan mencakup melakukan, membantu,

memberikan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan

yang berpusat pada klien, mencatat serta melakukan

pertukaran informasi yang releven dengan perawatan

Kesehatan berkelanjutan dari klien.

Proses pelaksanaan keperawatan mempunyai lima tahap,

yaitu:

40
1. Mengkaji ulang klien

Fase pengkajian ulang terhadap komponen

implementasi memberikan mekanisme bagi perawat

untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang

diusulkan masih sesuai.

2. Menelaah dan modifikasi rencana asuhan keperawatan

yang ada modifikasi rencana asuhan yang telah ada

mencakup beberapa langkah. Pertama, data dalam

kolom pengkajian direvisi sehingga mencerminkan

status Kesehatan terbuka klien. Kedua, diagnosa

keperawatan yang tidak relevan dihapuskan, dan

diagnose keperawatan yang terbaru ditambah dan diberi

tanggal. Ketiga, metode implementasi spesifik direvisi

untuk menghubungkan dengan diagnosa keperawatan

yang baru dan tujuan klien yang baru.

3. Mengidentifikasi bantuan

Situasi yang membutuhkan tambahan tenaga beragam.

Sebagai contoh, perawat yang ditugaskan untuk

merawat klien imobilisasi mungkin membutuhkan

tambahan tenaga untuk membantu membalik,

memindahkan, dan mengubah posisi klien karena

melibatkan kerja fisik.

4. Mengimplementasikan intervensi keperawatan


41
Berikut metode untuk mencapai tujuan asuhan

keperawatan:

a) Membantu dalam melakukan aktivitas sehari-hari

b) Mengonsulkan dan menyuluhkan pasien dan

keluarga.

c) Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf

lainnya. (Potter, 2005)

d. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan kegiatan yang

membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria

dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilannya.

Evaluasi disusun dengan mengunakan SOAP yang

operasional dengan pengertian:

S: adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan

subjektif oleh klien dan keluarga setelah diberikan

implementasi keperawatan.

O: adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh

perawat menggunakan pengamatan yang objektif setelah

implementasi keperawatan

A: adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui

respon subjektif dan objektif klien yang dibandingkan

42
dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan mengacu

pada tujuan rencana keperawatan klien.

P: adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat

melakukan analisis

Adapun evaluasi dari semua tindakan keperawatan

mengenai asuhan keperawatan postpartum normal

(episiotomi) yaitu:

1) Rasa nyeri teratasi

2) Tingkat pengetahuan ibu bertambah mengenai

perawatan payudara

3) Aktivitas hidup sehari-hari terpenuhi

4) Tidak terjadi cedera pada ibu dan bayi

5) Infeksi tidak terjadi

Evaluasi berkelanjutan oleh perawat dapat dilakukan

dengan berbagai cara:

o Kunjungan komunitas atau kunjungan home health

nursing

o Kunjungan follow up pada pemulangan dini dan telepon

call

o Early parenting education dan support group.

o Pemeriksaan postnatal oleh perawat atau bidan pada

minggu keempat sampai keenam postpartum

o Pengkajian bayi sehat oleh perawat anak


43
o Home visit perawat postpartum

44
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan

Maternal Neonatal. Jakarta ; PT Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo

Ai Yeyeh, Rukiyah, dkk. et al.(2010).Asuhan Kebidanan 1. Jakarta: CV. Trans

InfoMedia.

Ambarwati, E,R,Diah, W. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha

Medika Andarmoyo, Sulistyo. 2013.Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.

Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media

Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta :

Pustaka Rihama APN, (2014). Buku Acuan Persalinan Normal. JNPK-

KR: Jakarta

Ari Sulistyawati, (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas, ANDI.

Yogyakarta

Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:

EGC Depkes 2017. Pusat Data Dan Informasi Profil Kabupaten Kota

Sumatera Barat. Online

Nurbaeti ,Irma,dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Ibu PostPartum dan Bayi

Baru Lahir. Jakarta: Mitra Wacana Media

Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta :

Graha Ilmu

47
Priharjo, Robert. 2008. Konsep & Perspektif Praktik Keperawatan

ProfesionalEdisi 2.Jakarta: EGC

Rosyidi,K. 2013. Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media.

48
49
50
Lampiran 1

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PERAWATAN PAYUDARA

PENGERTIAN perawatan yang dilakukan pada ibu pasca persalinan atau post partum

TUJUAN 1. Menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi


2. Menjaga elastisitas puting susu
3. Menjaga puting susu agar tetap menonjol
4. Mengetahui adanya kelainan payudara
5. Melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran
susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI

Indikasi 1. Ibu post partum yang menyusui


2. Bila ASI ibu tidak teratur / tidak lancar (Bendungan ASI)
3. Saluran susu tersumbat karena tekanan bayi sewaktu menyusui
4. Pemakaian bra yang ketat

PERALATAN 1. Baby oil/minyak kelapa


2. dua buah baskom yang berisi air hangat dan air dingin
3. dua buah waslap / handuk kecil
4. dua buah handuk bersih
5. kapas secukupnya
PROSEDUR A. Tahap PraInteraksi
PELAKSANAAN 1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam kepada pasien dan sapa nama
pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
klien/keluarga

51
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan
C. Tahap Kerja
1. Buka baju pasien dan ganti dengan handuk yang lain
2. Puting susu dikompres dengan kapas minyak
3. Puting susu dipegangan dengan menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk kemudian diputar ke arah dalam sebanyak 5-10 kali
dan ke arah luar 5-10 kali
4. Puting susu ditarik sebanyak 20 kali
5. Merangsang dengan menggunakan ujung waslap
6. Licinkan kedua tangan dengan minyak lalu tempatkan kedua
telapak tangan tadi diatas kedua payudara.
7. Pengurutan 1
Lakukan pengurutan, arah pengurutan dimulai kearah atas
kemudian kesamping, telapak tangan kiri dan telapak tangan
kanan kearah sisi kanan. Selanjutnya diteruskan kearah bawah
samping. Lakukan pengurutan ini sebanyak 15-30 kali.
Selanjutnya letakkan kedua telapak tangan disalah satu
payudara bagian bawahnya edengan posisi telapak tangan yang
satu diatas dan yang satu dibawah (posisi bertumpuk). Lalu
digerakkan secara bergantian keatas sambil menyentuh sedikit
payudara dan dilepas perlahan-lahan, lakukanlah sebanyak 15-
30 kali.
Dilanjutkan dengan arah garukan yang terakhir adalah
melintang yaitu tempatkan kedua telapak tangan dibawah
kedua payudara kiri dan kanan, kemudian secara bersamaan
digerak-gerakan keatassambil menyentuh sedikit payudara dan
dilepas perlahan-lahan, lakukanlah sebanyak 20-30 kali.

 Pengurutan II
Salah satu tangan menopang payudara sedang tangan yang
lainnya mengurut payudara dari pangkal menuju putting
susu dengan tangan dikepalkan. Lakukanlah sebanyak 20-
30 kali
 Pengurutan III

52
Satu payudara dan telapak tangan menopang yang lainnya
mengatur payudara dari pangkal menuju ke putting susu.
Lakukanlah secara bergantian pada payudara kiri dan
kanan, lakukanlah sebanyak 20-30 kali.
 Pengurutan IV
Merangsang payudara dengan mengompreskan air hangat
dan air dingin secara bergantian dengan memakai waslap,
dilakukan sebanyak 20-30 kali. Bisa juga dilakukan oleh
ibu pada saat mandi dikamar mandi dengan menggunakan
Waskom kecil berisi air hangat diguyur atau diciprat-
cipratkan ke payudara dan untuk air dinginnya bisa
dilakukan saat ibu mandi dengan air dingin. Selanjutnya
dikeringkan dengan handuk dan alat-alat yang dipakai
dibereskan
Pakailah BH khusus untuk menyusui bayi (BH yang
menyangga payudara)
Penting ;
- Jangan membersihkan putting susu dengan sabun atau
alcohol karena dapat menyebabkan putting susu lecet/sakit.
- Perawatan dilakukan 2 kali sehari sebelum mandi.
D. TahapTerminasi
1. Mengevaluasi hasil tindakan yang baru dilakukan
2. Berpamitan dengan pasien
3. Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

53
Lampiran 2

Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

Topik : Perawatan Payudara

Sasaran :Perawatan payudara pada Ibu Post-Partum

Hari/tanggal : kamis/18 Maret 2021

Jam :08.00 WIB

Waktu : 30 menit

Tempat : Di Rumah Pasien .Ling.Batu Ringgit Selatan

A. Latar Belakang

Pentingnya pemberian ASI pada usia 0 – 6 bulan pertama tak dapat

disangkal lagi, banyak ibu-ibu muda maupun ibu-ibu yang belum berpengalaman

mengalami kesulitan-kesulitan dalam penyaluran ASI pada bayinya. Breast Care

atau perawatan payudara setelah melahirkan dapat membantu ibu dalam

memberikan ASI eksklusif pada bayinya, karena dengan Breast Care payudara

menjadi terangsang dalam memproduksi air susu dan juga puting ibu dapat terkelola

dengan tepat.

54
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 30 menit tentang cara

perawatan payudara, diharapkan ibu mampu memahami dan dapat

melaksanakan perawatan payudara dengan benar.

2. Tujuan Khusus

Setelah mendapatkan penyuluhan peserta dapat:

1. Menjelaskan pengertian perawatan payudara

2. Menyebutkan tujuan perawatan payudara

3. Menyebutkan manfaat perawatan payudara

4. Menjelaskan pengertian ASI

5. Menyebutkan manfaat ASI

6. Menyebutkan persiapan alat perawatan payudara dengan lengkap

dan benar

7. Mendemonstrasikan caraperawatan payudara dengan benar.

C. Materi

 Pengertian Perawatan Payudara

 Tujuan Perawatan Payudara

 Manfaat Perawatan Payudara

 Pengertian ASI

55
 Manfaat ASI

 Persiapan alat-alat untuk perawatan payudara

 Teknik atau cara perawatan payudara

D. Pelaksanaan Kegiatan

No Kegiatan Materi Waktu


.

1 Pembukaan A. Ucapan salam 5 menit


B. Perkenalkan diri dan
anggota
C. Menyampaikan tujuan
D. Menjelaskan topik
penyuluhan
E. Kontrak waktu

2 Pelaksanaan 1. Pengertian Perawatan 20 menit


penyuluhan Payudara
2. Tujuan Perawatan Payudara
3. Manfaat Perawatan
Payudara
4. Pengertian ASI
5. Manfaat ASI
6. Persiapan alat-alat untuk
perawatan payudara
7. Teknik atau cara perawatan
payudara
8. Demontrasi cara perawatan
Payudara

3 Penutup A. Tanya jawab 5 menit


B. Menyimpulkan hasil
penyuluhan
C. Evaluasi kepada peserta
D. Salam penutup

56
E. Metode

1. Ceramah

2. Demonstrasi

3. Tanya jawab

F. Media

1. Materi SAP

2. Leaflet

3. SOP

4. Pantum Payudara

G. Evaluasi

1. Mengajukan pertanyaan secara lisan kepada peserta penyuluhan

- Tes awal

Mengapa perawatan payudara perlu dilakukan setelah melahirkan?

- Tes akhir

Bagaimana cara melakukan perawatan payudara?

2. Observasi

- Respon ibu saat diberi pertanyaan

- Ibu antusias atau tidak

- Ibu mengajukan pertanyaan atau tidak

57
- Proses kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara penyuluhan.

LAMPIRAN MATERI

PERAWATAN PAYUDARA

1. Perawatan Payudara

1. Payudara

Payudara (mammae) adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot

dada. Payudara memiliki fungsi sebagai produksi ASI untuk nutrisi bayi. Manusia

memiliki sepasang payudara yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600

gram dan saat menyusui mencapai 800 gram. Payudara disebut pula glandula

mamalia yang ada baik pada wanita maupun pria.pada pria secara normal tidak

berkembang, kecuali jika dirangsang dengan hormon.Pada wanita terus wanita terus

berkembang pada pubertas, sedangkan selama kehamilan terutama berkembang

pada masa menyusui.

a) Letak setiap payudara terletak pada sternum dan meluas setinggi kosta ke II dan

ke VI. Payudara ini terletak pada fascia superfisialis pada dinding rongga dada

yang disangga oleh ligamentum suspensorium.

b) Bentuk: masing – masing payudara berbentuk tonjolan setengah bola dan

mempunyai ekor (cauda) dari jaringan yang meluas ke ketiak atau aksila.

58
c) Ukuran payudara berbeda pada setiap manusia, juga tergantung pada stadium

perkembangan dan umur. Tidak jarang salah satu payudara ukurannya agak

lebih besar daripada yang lainnya (Dewi dan Sunarsih, 2012).

2. Perawatan Payudara Post – Partum

Perawatan payudara post – partum adalah suatu tindakan untuk merawat

payudara pada masa nifas (masa menyusui) untuk memperlancar pengeluaran ASI

(Sitti Saleha, 2009).Post-natal breast care pada ibu nifas merupakan perawatan

payudara yang dilakukan pada ibu pasca melahirkan/nifas untuk melancarkan

sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar

pengeluaran ASI. Pelaksanaan perawatan payudara dimulai sedini mungkin, yaitu 1-

2 hari setelah bayi dilahirkan dan dilakukan 2 kali sehari.Perawatan payudara untuk

ibu nifas yang menyusui merupakan salah satu upaya dukungan terhadap pemberian

ASI bagi buah hati.

Perawatan payudara masa nifas sering disebut Post-NatalBreast Care

bertujuan untuk memilihara kebersihan payudara, memperbanyak atau

memperlancar pengeluaran ASI sehingga produksi ASI lancar (Anggraini Y, 2010).

Perawatan payudara dilakukan atas berbagai indikasi, antara lain tidak

menonjol atau bendungan payudara. Tujuannya adalah memperlancar pengeluaran

ASI saat masa menyusui.Untuk pascapersalinan, lakukan sedini mungkin yaitu 1

sampai 2 hari dan dilakukan 2 kali sehari (Dewi dan Sunarsih, 2012).

59
2. Tujuan Perawatan Payudara Post – Partum

Menurut Depkes RI (2006) tujuan perawatan payudara pasca persalinan antara

lain:

1. Untuk menjaga kebersihan payudara, terutama kebersihan puting susu agar

terhindar dari infeki.

2. Melenturkan dan menguatkan puting susu.

3. Payudara yang terawatakan memproduksi ASI cukup untuk kebutuhan bayi.

4. Dengan perawatan payudara yang baik puting susu tidak akan lecet sewaktu

bayi menyusu.

5. Melancarkan aliran ASI.

6. Mengatasi puting susu datar supaya dapat dikeluarkan sehingga siap untuk

disusukan kepada bayi.

3. Manfaat Perawatan Payudara Post – Partum

Manfaat perawatan payudara post-partum, antara lain:

1. Memelihara kebersihan payudara terutama kebersihan puting susu.

2. Melenturkan dan menguatkan puting susu.

3. Mengeluarkan putting susu yang masuk kedalam atau datar.

60
4. Merangsang kelenjar-kelenjar air susu sehingga produksi ASI banyak dan

lancar.

5. Agar waktu menyusui, ASI dapat keluar dengan lancar dan menghindari dari

kesulitan menyusui.

4. Pengertian ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada

bulan – bulan pertama kehidupan yang mengandung berbagai zat yang penting

untuk tumbuh kembang bayi dan sesuai dengan kebutuhannya.ASI tidak hanya

memberikan manfaat untuk bayi saja, melainkan untuk ibu, keluarga dan

negara(Dewi dan Sunarsih, 2012).

5. Manfaat ASI

Manfaat ASI untuk bayi adalah sebagai berikut:

1. Nutrient (zat gizi) dalam ASI sesuai dengan kebutuhan bayi

Zat gizi yang terdapat dalam ASI antara lain: lemak, karbohidrat,

protein, garam, mineral serta vitamin. ASI memberikan seluruh kebutuhan

nutrisi dan energy selama 1 bulan pertama, separuh atau lebih nutrisi selama 6

bulan kedua dalam tahun pertama dan 1/3 nutrisi atau lebih selama tahun kedua.

2. ASI mengandung zat protektif

Dengan adanya zat protektif yang terdapat dalam ASI, maka bayi jarang

mengalami sakit. Zat-zat protektif tersebut antara lain sebagai berikut.

61
a) Lactobacsilus bifidus(mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam

asetat, yang membantu memberikan keasaman pada pencernaan sehingga

menghambat pertumbuhan mikroorganisme)

b) Laktoferin, mengikat zat besi sehingga membantu menghambat

pertumbuhan kuman

c) Lisozim, merupakan enzim yang memecah dinding bakteri dan

antiinflamatori bekerjasama dengan peroksida dan aksorbat untuk

menyerang E. Colli dan Salmonella, serta menghancurkan dinding sel

bakteri, terdapat dalam ASI dalam konsentrasi 5.000 lebih banyak dari susu

sapi

d) Komplemen C3 dan C4. Membuat daya opsenik.

e) Immunoglobulin (Ig C, Ig M, Ig A, Ig D, Ig E). melindungi tubuh dari

infeksi, dari semua yang paling penting adalah Ig A, zat ini melindungi

permukaan mukosa terhadap serangan masuknya bakteri pathogen serta

virus. Zat ini memungkinkan masukknya kuman-kuman E. Colli,

Salmonella, Shihela, Streptococcus, Stapphylococcus, Pneumonococcus,

Poliovirus, dan Rotavirus.

f) Faktor-faktor anti – alergi

Mukosa usus bayi mudah ditembus oleh protein sebelum bayi berumur 6-9

bulan, sedangkan protein dalam susu sapi bisa bekerja sebagai allergen

3. Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan bagi ibu dan bayi.

62
Pada masa bayi kontak kulit dengan ibunya, maka akan timbul rasa aman

dan nyaman bagi bayi. Perasaan ini sangat penting untuk menimbulkan rasa

percaya (basic sense of trust).

4. Menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi baik.

Bayi yang mendapatkan ASI akan memiliki tumbuh kembang yang baik.

Hal ini dapat dilihat dari kenaikan berat badan bayi dan kecerdasan otak bayi

5. Mengurangi kejadian karies dentis

Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI. Kebiasaan menyusu

dengan botol atau dot akan menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan susu

formula sehingga gigi menjadi lebih asam

6. Mengurangi kejadian maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong

ke depan akibat menyusui dengan botol dan dot.

7. Membantu proses involusi yaitu pengembalian kandungan yang tadinya

ditempati oleh janin ibu, karena ibu menyusui maka perut ibu akan terasa mulas,

hal ini merupakan tanda kandungan ibu mulai menyusut dan akan kembali ke

ukuran normal pada saat belum hamil.

8. Menjalin kasih sayang antara ibu dan anak.

9. Mencegah terjadinya kanker payudara.

6. Persiapan Alat dan Bahan Perawatan Payudara Post – Partum

Persiapan Alat:

63
 Baby oil

 Kapas dalam kom

 Waslap 2 buah

 Handuk bersih (besar) 1 buah

 Handuk bersih (kecil) 1 buah

 Bengkok

 2 baskom berisi air (hangat dan dingin)

7. Teknik atau Cara Perawatan Payudara Post - Partum

1. Memposisikan pasien senyaman mungkin

2. Menjelaskan maksud dan tujuan perawatan

3. Memasang sampiran atau tempat penutup untuk menjaga privasi klien

4. Membuka baju bagian atas dan bra, handuk kering diletakkan dibahu dan

pangkuan pasien

5. Perawat mencuci tangan, mengompres kedua puting susu dan aerola mammae

dengan menggunakan baby oil, diamkan ± 3 menit untuk mengeluarkan kotoran

yang ada di puting dan aerola mammae

6. Melicinkan kedua telapak tangan dengan minyak

64
7. Sokong payudara kiri dengan tangan kiri, lakukan gerakan kecil dengan dua atau

tiga jari tangan kanan, mulai dari pangkal payudara dan berakhir pada gerakan

spiral pada daerah puting susu (dilakukan sebanyak 20-30 kali).

8. Buatlah gerakan memutar sambal menekan dari pangkal payudara dan berakhir

pada puting susu diseluruh bagian payudara. Lakukan gerakan ini pada payudara

kanan (dilakukan sebanyak 20-30 kali).

9. Letakkan kedua telapak tangan diantara dua payudara. Urutlah dari tengah ke

atas sambal mengangkat kedua payudara dan lepaskan keduanya perlahan.

Lakukan gerakan ini 20-30 kali.

10. Variasi lainnya adalah gerakan payudara kiri dengan kedua tangan ibu jari di

atas dan empat jari lainnya di bawah peras dengan lembut payudara sambal

65
meluncurkan kedua tangan ke depan kea rah puting susu. Lakukan hal yang

sama pada payudara kanan.

11. Sanggah payudara dengan satu tangan sedangkan tangan yang lain mengurut

payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal payudara ke arah puting susu.

Lakukan gerakan ini 20-30 kali. Setelah itu, letakkan satu tangan disebelah atas

dan satu lagi di bawah payudara. Luncurkan kedua tangan secara bersamaa kea

rah puting susu dengan cara memutar tangan. Ulangi gerakan ini sampai semua

bagian payudara terkena urutan.

12. Kompres payudara dengan air hangat menggunakan waslap selama 2 menit

untuk mengurangi nyeri, kemudian ganti dengan kompres dingin selama 1 menit

untuk mengurangi stasis pembuluh darah vena dan rasa nyeri. Kompres

bergantian selama tiga kali berturut-turut akhiri dengan kompres hangat.

13.Keringkan payudara dengan handuk yang kering dan bersih

14.Persilahkan ibu untuk memakai bra dan baju

15.Anjurkan ibu melakukan perawatan sebanyak 2 kali sebelum mandi

16.Merapikan alat, perawat mencuci tangan.

66
DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun. (2009). Buku Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Dewi, Vivian Nanny Lia dan Sunarsih, Tri.(2012). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.

Jakarta: Salemba Medika.

Depkes RI. 2006. Perawatan Payudara. From: http://www.depkesRI.co.id (diakses Mei

2016)

Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika

67
68

Anda mungkin juga menyukai