Anda di halaman 1dari 123

ASUHAN KEPERAWATAN HOMECARE PADA NY.

F DENGAN

DIAGNOSA MEDIS POST PARTUM PADA IBU MELAHIRKAN

DI DESA BATU RINGGIT SELATAN

WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG KARANG MATARAM

Oleh:

1. Irdaniati 6. Utami Rizka Mulyasari

2. Muhammad Farqan 7. Ika Wulandari

3. Ni Putu Vinka Ernita Dewi 8. Ni Nyoman Mariani

4. Nurunniswati 9. Sry Fauzia

5. Safira Nabilaturrahmi Assyifa

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN

MATARAM

TAHUN 2021
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha

penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, dan hiayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan Asuhan Keperawatan Homecare pada ibu Postpartum.

Adapun Asuhan Keperawatan Homecare ini telah kami usahakan

semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga

dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa

menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa

dalam makalah ini ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun

segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami

membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik

kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini dikemudian hari.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat diambil

hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................................

B. Rumusan Masalah .........................................................................................

C. Tujuan ............................................................................................................

D. Manfaat .........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAAN................................................................................

A. Konsep Home Care........................................................................................

B. Konsep Asuhan Keperawatan Home care Postpartum...................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS.............................................

A. Pengkajian .....................................................................................................
B. Diagnosa.........................................................................................................
C. Rencana/Intervensi ........................................................................................
D. Tindakan dan Evaluasi...................................................................................

BAB IV PENUTUP ..........................................................................................

A. Kesimpulan ....................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejauh ini bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang dikenal masyarakat

dalam sistem pelayanan kesehatan adalah pelayanan rawat inap dan rawat

jalan. Pada sisi lain banyak anggota masyarakat yang menderita sakit karena

berbagai pertimbangan terpaksa dirawat di rumah dan tidak dirawat inap di

institusi pelayanan kesehatan. Faktor-faktor yang mendorong perkembangan

perawatan kesehatan di rumah adalah:

1. Kasus-kasus penyakit terminal dianggap tidak efektif dan tidak lagi apabila

dirawat di institusi pelayanan kesehatan. Misalnya pasien kanker stadium

akhir yang secara medis belum ada upaya yang dapat dilakukan untuk

mencapai kesembuhan.

2. Keterbatasan masyarakat untuk membiayai pelayanan kesehatan pada

kasus-kasus penyakit degeneratif yang memerlukan perawatan yang relatif

lama. Dengan demikian berdampak pada makin meningkatnya kasus-kasus

yang memerlukan tindak lanjut keperawatan di rumah. Misalnya pasien

pasca stroke yang mengalami komplikasi kelumpuhan dan memerlukan

pelayanan rehabilitasi yang membutuhkan waktu relatif lama.

3. Banyak orang merasakan bahwa dirawat inap di institusi pelayanan

kesehatan membatasi kehidupan manusia, karena seseorang tidak dapat

menikmati kehidupan secara optimal karena terikat dengan aturan-aturan


1
yang ditetapkan, Lingkungan di rumah ternyata dirasakan lebih nyaman

bagi sebagian pasien dibandingkan dengan perawatan di rumah sakit,

sehingga dapat mempercepat penyembuhan (Depkes,2002).

Perawatan Kesehatan di rumah bukanlah merupakan sebuah konsep baru

dalam sistem pelayanan kesehatan, khususnya pada praktek keperawatan

komunitas. Hal ini sudah dikembangkan sejak tahun 1859 yang pada saat itu

Willian Rathbone of Liverpool, England dan juga Florence Nightingale

melakukan perawatan kesehatan di rumah dengan memberikan pengobatan

kepada pasien (masyarakat) yang mengalami sakit terutama terutama mereka

dengan status sosial ekonomi rendah, kondisi sanitasi, kebersihan diri dan

lingkungan, dan gizi buruk sehingga beresiko tinggi terhadap berbagai jenis

penyakit infeksi yang umum ditemukan di masyarakat.

Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah memandirikan

masyarakat untuk hidup sehat dengan misi membuat rakyat sehat. Guna

mewujudkan visi dan misi tersebut berbagai program kesehatan telah

dikembangkan termasuk pelayanan kesehatan di rumah.

Hasil kajian Depkes RI tahun 2000 diperoleh hasil: 97,7 % menyatakan

perlu dikembangkan pelayanan kesehatan di rumah, 87,3 % mengatakan

bahwa perlu standarisasi tenaga, sarana dan pelayanan, serta 91,9 %

menyatakan pengelola keperawatan kesehatan di rumah memerlukan ijin

oprasional.

2
Selain Home Care, di Indonesia juga di kenal pelayanan One Day Care

atau pelayanan rawat sehari yang merupakan perawatan dalam jangka waktu

pendek (relatif singkat), yaitu 1 hari atau 24 jam. Menurut penelitian hampir

70% rumah sakit Indonesia menerapkan sistem one day care. Pelayanan One

Day Care menghindarkan pasien dari terjadinya infeksi nosokomial karena

pasien tidak perlu di rawat lama di rumah sakit sehingga dapat menekan biaya

yang dikeluarkan oleh pasien.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya antara lain:

1. Apa defenisi, tujuan dan prinsip dari home care?

2. Bagaimana bentuk – bentuk layanan home care?

3. Bagaiamana aspek legal dan perizinan home care?

4. Bagaimana standar praktik pelayanan homecare?

5. Apa saja standar alat home care?

6. Bagaimana pendekatan interdisiplin dalam pelayanan home care?

7. Bagaimana kebijakan home care di Indonesia?

8. Bagaimana pro dan kontra home care di Indonesia?

9. Bagaimana kepercayaan dan kebudayaan dalam home care?

3
C. Tujuan

Agar pembaca mendapatkan pengetahuan lebih dan memahami mengenai

pelayanan kesehatan di rumah (home care)

D. Manfaat

Hasil dari makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik

dibidang profesi agar dapat menerapkan tindakan keperawatan yang sesuai

dalam home care. Pada mahasiswa, untuk dapat menjadi sarana belajar untuk

menambah wawasan dan pengetahuan. Pada masyarakat, agar lebih

memahami mengenai pelayanan kesehatan di rumah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Home Care

1. Definisi

Pelayanan kesehatan rumah adalah komponen dari rentang pelayanan

kesehatan yang komprehensif yang di dalamnya terdapat pelayanan

kesehatan untuk indiidu dan keluarga di tempat tinggal mereka dengan

tujuan meningkatkan, memelihara atau memulihkan kesehatan atau

meningkatkan kemandirian, menimalkan akibat dari ketidakmampuan dan

penyakit terminal (Warhola, 1980).

Pelayanan kesehatan rumah merupakan kunjungan rumah dan bagian

integral dari pelayanan keperawatan, yang dilakukan oleh perawat untuk

membantuindividu, keluarga, dan masyarakat mencapai kemandirian dalam

menyelesaikan masalah kesehatan yang mereka hadapi (Sherwen, 1991).

Menurut ANA (1992) pelayanan kesehatan rumah adalah perpaduan

perawat kesehatan masyarakat dan ketrampilan tekhnis yang terpilih dari

perawat spesialis yang terdiri dari kumpulan perawat komunitas, seperti

perawat gerontologi, perawat psikiatri, perawat ibu dan anak, perawat

kesehatan masyarakat, dan perawat medikal – bedah.

Dari beberapa definisi di atas komponen utama pada pelayanan

kesehatan rumah adala pasien, keluarga, pemberi pelayanan kesehatan yang

5
diberikan secara profesional (multidisiplin), direncanakan, dikoordinasikan

bertujuan membantu pasien kembali ketingkat kesehatan optimum dan

mandiri yang dilaksanakan di rumah beradasarkan kontrak dan merupakan

kelanjutan dari pelayanan keperawatan pada tiap tingkat fasilitas pelayanan

kesehatan.

2. Tujuan Home Care

a. Tujuan Umum

Meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga

b. Tujuan Khusus

1. Terpenuhi kebutuhan dasar (bio-psiko-sosial-spiritual) secaramandiri.

2. Meningkatan kemandirian keluarga dalam pemeliharan kesehatan

3. Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kesehatan dirumah

4. Prinsip Home Care

Agar pelayanan home care ini dapat berjalan dengan lancar maka perlu

diperhatikan beberapa prinsip dalam melakuakan pelayanan home care.

Prinsip – prinsip tersebut diantaranya:

a. Pengelolaan home care dilaksanakan oleh perawat

b. Pelaksana Home Care adalah terdiri dari profesi kesehatan yang ada

(dokter, bidan, perawat, ahli gizi, apoteker, sanitarian dan tenaga profesi

yang lain).

6
c. Mengumpulkan data secara sistematis, akurat dan komrehensif.

d. pelayanan paripurna yang terdiri dari prepentif, kuratif, promotif dan

rehabilitaif.

e. jawab terhadap pelayanan yang bermutu melalui manajemen.

f. Memelihara dan menjamin hubungan baik diantara anggota tim.

g. Berpartisipasi pada kegiatan riset untuk pengembangan home care.

h. kode etik profesi dalam melaksanakan pelayanan di home care.

5. Bentuk – Bentuk Layanan Home Care

a. Berdasarkan fokus masalah kesehatan

Berdasarkan jenis masalah kesehatan yang dialami oleh pasien,

pelayanan keperawatan di rumah (home care) di bagi tiga kategori

yaitu:

1. Layanan perawatan pasien sakit

Keperawatan pasien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling

banyak dilaksanakan pada pelayanan keperawatan di rumah sesuai

dengan alasan kenapa perlu di rawat di rumah. Individu yang sakit

memerlukan asuhan keperawatan untuk meningkatkan kesehatannya

dan mencegah tingkat keparahan sehingga tidak perlu di rawat di rumah

sakit.

7
2. Layanan berbasis promotif dan preventif

Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada

promosi dan prevensi. Pelayanannya mencakup mempersiapkan

seorang ibu bagaimana merawat bayinya setelah melahirkan,

pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak, mengajarkan lansia

beradaptasi terhadap proses menua, serta tentag diet mereka.

3. Pelayanan atau asuhan spesialistik

Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada

penyakit-penyakit terminal misalnya kanker, penyakit-penyakit kronis

seperti diabetes, stroke, hipertensi, masalah-masalah kejiwaan dan

asuhan pada anak.

4. Berdasarkan institusi penyelenggara

Ada beberapa jenis institusi yang dapat memberikan layanan Home

Care (HC), antara lain:

a. Institusi Pemerintah

Indonesia pelayanan Home Care (HC) yang telah lama

berlangsung dilakukan adalah dalam bentuk perawatan

kasus/keluarga resiko tinggi (baik ibu, bayi, balita maupun lansia)

yang akan dilaksanakan oleh tenaga keperawatan puskesmas

(digaji oleh pemerintah). Pasien yang dilayani oleh puskesmas

biasanya adalah kalangan menengah ke bawah. Di Amerika hal

ini dilakukan oleh Visiting Nurse (VN)

b. Institusi Sosial

8
Institusi ini melaksanakan pelayanan Home Care (HC)

dengan sukarela dan tidak memungut biaya. Biasanya di lakukan

oleh LSM atau organisasi keagamaan dengan penyandang

dananya dari donatur, misalnya Bala Keselamatan yang

melakukan kunjungan rumah kepada keluarga yang

membutuhkan sebagai wujud pangabdian kepadan Tuhan.

c. Institusi Swasta

Institusi ini melaksanakan pelayanan Home Care (HC)

dalam bentuk praktik mandiri baik perorangan maupun kelompok

yang menyelenggarakan pelayanan HC dengan menerima imbalan

jasa baik secara langsung dari pasien maupun pembayaran

melalui pihak ke tiga (asuransi). Sebagaimana layaknya layanan

kesehatan swasta, tentu tidak berorientasi “not for profit service”

5. Home Care (HC) Berbasis Rumah Sakit (Hospital Home Care)

Merupakan perawatan lanjutan pada pasien yang telah dirawat

dirumah sakit, karena masih memerlukan bantuan layanan

keperawatan, maka dilanjutkan dirumah. Alasan munculnya jenis

program ini selain apa yang telah dikemukakan dalam alasan Home

Care (HC) diatas, adalah:

a) Ambulasi dini dengan resiko memendeknya hari rawat, sehingga

kesempatan untuk melakukan pendidikan kesehatan sangat kurang

(misalnya ibu post partum normal hanya dirawat 1-3 hari, sehingga

untuk mengajarkan bagaimana cara menyusui yang baik, cara

merawat tali pusat bayi, memandikan bayi, merawat luka perineum


9
ibu, senam post partum, dll) belum dilaksanakan secara optimum

sehingga kemandirian ibu masih kurang.

b) Menghindari resiko infeksi nosokomial yang dapat terjadi pada

pasien yang dirawat dirumah sakit.

c) Makin banyaknya penyakit kronis, yang bila dirawat di RS tentu

memerlukan biaya yang besar

d) Perlunya kesinambungan perawatan pasien dari rumah sakit ke

rumah, sehingga akan meningkatkan kepuasan pasien maupun

perawat. Hasil penelitian dari “Suharyati” staf dosen keperawatan

komunitas PSIK Univ. Padjajaran Bandung di RSHS Bandung

menunjukkan bahwa konsumen RSHS cenderung menerima

program HHC (Hospital Home Care) dengan alasan; lebih nyaman,

tidak merepotkan, menghemat waktu & biaya serta lebih

mempercepat tali kekeluargaan (Suharyati, 1998)

6. Berdasarkan pemberi layanan

Pemberi layanan keperawatan di rumah terdiri dari dua jenis tenaga,

yaitu:

a. Tenaga informal

Tenaga informal adalah anggota keluarga atau teman yang

memberikan layanan kepada pasien tanpa dibayar. Diperkirakan

75% lanjut usia di Amerika dirawat oleh jenis tenaga ini (Allender

& Spradley, 2001).

10
b. Tenaga formal

Tenaga formal adalah perawat yang harus bekerja bersama

keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan, sehingga harus

memperhatikan semua aspek kehidupan keluarga. Oleh karena itu

perawat di masyarakat dituntut untuk mampu berfikir kritis dan

menguasai ketrampilan klinik dan harus seorang RN. Dengan

demikian diharapkan perawat dapat memberikan pelayanan sesuai

standar yang telah ditetapkan.

7. Aspek Legal dan Etik dalam Home Care

Seorang perawat dikatakan legal dalam menjalankan praktik

home care apabila telah memiliki lisensi dan surat ijin praktik perawat

( SIPP). Isu legal yang paling kontroversial dalam praktik perawatan

di rumah antaralain mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Resiko yang berhubungan dengan pelaksanaan prosedur dengan

teknik yang tinggi, seperti pemberian pengobatan dan transfusi

darah melalui IV di rumah.

b. Aspek legal dari pendidikan yang diberikan pada pasien seperti

pertanggungjawaban terhadap kesalahan yang dilakukan oleh

anggota keluarga karena kesalahan informasi dari perawat.

c. Pelaksanaan peraturan Medicare atau peraturan pemerintah lainnya

tentang perawatan di rumah.Karena biaya yang sangat terpisah dan

terbatas untuk perawatan di rumah, maka perawat yang memberi

perawatan di rumah harus menentukan apakah pelayanan akan

diberikan jika ada resiko penggantian biaya yang tidak adekuat.


11
Seringkali, tunjangan dari Medicare telah habis masa berlakunya

sedangkan pasien membutuhkan perawatan yang terus-menerus

tetapi tidak ingin atau tidak mampu membayar biayanya.

8. Aspek etik dalam home care

a. Kode etik menurut ANA (1985) menyebutkan bahwa perawat menjaga

hak pasien terhadap privasi dengan bijaksana melindungi informasi yang

bersifat rahasia.

b. Kode etik keperawatan indonesia (PPNI, 2000) yaitu perawat wajib

merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas

yang dipercayakan kepadanyakecuali jika diperlukan oleh yang

berwenang sesuai ketentuan hokum yang berlaku Muhamad Mu’in,

2015).

Didalam praktik harus memperhatikan dimensi politi, etika dan isu-isu

seperti akses ke layanan atau alokasi sumber daya, menajement kasus menjadi

semakin pragmatis, serta berbagai tanggapan dari masyarakat terhadap praktik

mandiri (Kristin Bjornsdottir, 2009).

9. Perizinan home care

Fungsi Hukum dalam Praktik Perawat:

a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana

yang sesuai dengan hukum.

b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain.

c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan

mandiri.

12
. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan

meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.

Landasan Hukum:

1. UU Kes.No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan

2. PP No. 25 tahun 2000 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah

3. UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

4. UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran

5. Kemenkes No. 1239 tahun 2001 tentang regestrasi dan praktik perawat

6. Kepmenkes No. 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas

7. Kepmenkes No. 279 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan

Perkesmas

8. SK Menpan No. 94/KEP/M. PAN/11/2001 tentang jabatan fungsonal

perawat.

9. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan

10. Permenkes No. 920 tahun 1986 tentang pelayan medik swasta

Perizinan home care diatur dalam Kep. Menkes no 148 tahun 210

tentang izin dan penyelenggaraan parktik perawat.dan permenkes 17/ 2013.

Perizinan diatur SSI peraturan yang ditetapkan pemerintah pusat maupun

daerah (Fatchulloh, 2015). Perizinan yang menyangkut operasional

pengelolaan pelayanan kesehatan rumah dan praktik yang dilaksanakan oleh

tenaga profesional dan non profesional diatur sesuai dengan peraturan yang

ditetapkan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

13
 Persyaratan perizinan

1. Berbadan hukum yang ditetapkan di badan kesehatan akte notaris

tentang yayasan di badan kesehatan.

2. Mengajukan permohonan izin usaha pelayanan kesehatan rumah

kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan melampirkan:

a. Rekomendasi dari organisasi profesi

b. Surat keterangan sehat dari dokter yang mempunyai SIP

c. Surat pernyataan memiliki tempat praktik

d. Izin lingkungan

e. Izin usaha

f. Persyaratan tata ruangan bangunan melipti ruang direktur,

ruang manajemen pelayanan, gudang sarana dan peralatan,

sarana komunikasi, dan sarana transportasi

g. Izin persyaratan tenaga meliputi izin praktik profesional dan

sertifikasi pelayanan kesehatan rumah.

3. Memiliki SIP, SIK dan SIPP.

4. Perawat dapat melaksankan praktik keperwatan pada saran pelayanan

kesehatan, praktik perorangan dan/atau berkelompok

5. Perawat yang melaksanakan praktik keperawatan pada sarana

pelayanan kesehatan harus memiliki SIK

6. Perawat yang praktik perorangan/berkelompok harus memilikiSIPP

7. Mendapatkan rkomendasi dari PPNI

14
10. Kebijakan dalam Home Care

a. Perawat dalam melakukan praktek harus sesuai dengan kewenangan

yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam

memberikan pelayanan berkewajiban mematuhi standar praktek

b. Perawat dalam menjalankan praktek harus membantu program

pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

c. Perawat dalam menjalankan praktik keperawatan harus senantiasa

meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan

dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, baik diselenggarakan

oleh pemerintah maupun organisasi profesi.

d. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien,

perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar

kewenanga. Pelayanan dalam keadaan darurat ditujukan untuk

penyelamatan jiwa.

e. Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan

SIPP diruang prakteknya. Perawat yang menjalankan praktek

perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktek.

Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan keperawatan

dalam bentuk kunjungan rumah. Perawat dalam melakukan asuhan

keperawatan dalam bentuk kunjungan rumah harus membawa

perlengkapan perawatan sesuai kebutuhan (Galuh Forestry Mentari,

2012).

15
f. Kepercayaan dan Budaya dalam Home Care

Perawat saat bekerja sama dengan keluarga harus melakukan

komunikasi secara alamiah agar mendapat gambaran budaya keluarga

yang sesungguhnya. Hal ini terkait dengan sistem nilai dan kepercayaan

yang mendasari interaksi dalam pola asuh keluarga. Praktik

mempertahankan kesehatan atau menyembuhkan anggota keluarga dari

gangguan kesehatan dapat didasarkan pada kepercayaan yang dianut.

Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya pasien,

baik individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah

terjadinya culture shock maupun culture imposition.Cultural shock terjadi

saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara

efektif dengan kelompok budaya tertentu (pasien) sedangkan culture

imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara

diam-diam maupun terang-terangan memaksakan nilai-nilai budaya,

keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pada individu,

keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa

budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain (Galuh Forestry

Mentari, 2012).

g. Pro dan Kontra Home Care

Pada saat pasien dan keluarga memutuskan untuk menggunakan sistem

pelayanan keperawatan dirumah (home care nursing), maka pasien dan

keluarga berharap mendapatkan sesuatu yang tidak didapatkannya dari

pelayanan keperawatan dirumah sakit. Adapun pasien dan keluarga

memutuskan untuk tidak menggunakan sistem ini, mungkin saja ada


16
pertimbangan-pertimbangan yang menjadikan home care bukan pilihan

yang tepat. Dibawah ini terdapat tentang pro dan kontra home care, yaitu:

 Pro home care berpendapat:

a. Home care memberikan perasaan aman karena berada

dilingkungan yang dikenal oleh pasien dan keluarga, sedangkan

bila dirumah sakit pasien akan merasakan asing dan perlu

adaptasi

b. Home care merupakan satu cara dimana perawatan 24 jam dapat

diberikan secara focus pada satu pasien, sedangkan dirumah

sakit perawatan terbagi pada beberapa pasien.

c. care memberi keyakinan akan mutu pelayanan keperawatan bagi

pasien, dimana pelayanan keperawatan dapat diberikan secara

komprehensif (biopsikososiospiritual).

d. Home care menjaga privacy pasien dan keluarga, dimana semua

tindakan yang berikan hanya keluarga dan tim kesehatan yang

tahu.

h. Standar Praktik Pelayanan Home Care

praktik merupakan salah satu perangkat yang diperlukan oleh

setiap tenaga profesional. Standar praktik keperawatan mengidentifikasi

harapan minimal bagi para perawat profesional dalam memberikan asuhan

keperawataan yang aman efektif dan etis. Standar praktik pelayanan

kesehatan rumah yang dikembangkan oleh Amerikan Nurse

17
Association(1986) yang memperlihatkan hubungan proses keperawatan

dengan standar praktik.

a. Standar I (Organisasi)

Seluruh pelayanan rumah direncanakan, diorganisir langsung oleh

perawat profesional tingkat master yanag telah dipersiapkan untuk

memberi pelayanan kesehatan rumah dan mempunyai pengalaman baik

secara organisasi maupun diorganisasi kesehatan komunitas. Pimpinan dan

perawat pelaksana bekerja bersama-sama, untuk membuat rencana dan

program yang sesuai dengan kebutuhan dengan pelayanan komunitas.

Perawat administrator (pengelola) membuat misi, filosofi, dan tujuan

agen yang akan memutuskan jenis pelayan yang dibutuhkan pasien dan

keluarganya di lingkungan mereka. Anggaran kebijakan perorangan dan

metoda evaluasi terhadap program dan personal ditetapkan. Penetapan cara

memantau program kendali mutu untuk memperbaiki dan meningkat

pelayanan yang diberikan

b. Standar II-IV teori

Pengumpulan data dan diagnosis kerangka kerja bermanfaat untuk

pengkajian, intervensi, dan evaluasi berdasarkan pada konsep teori dari

keperawatan, kesehatan masyarakat, fisik, sosial dan ilmu prilaku.

Perawatan pelayanan kesehatan rumah bertanggung jawab untuk mengkaji

pasien dan kluarga pada sat kunjungan rumah pertama kali dan kunjungan

18
teratur berikutnya. Informasi ynga diprileh dari pasien dan keluarga di

tetapkan menjadi data dasar yang terdiri dari data objektif dan subjektif.

c. Standar V (perencanaan)

Rencana keperawatan dikembangkan menjadi tujuan jangka pendek

dan jangka panjang. Tujuan berfokus pada unsur - unsur promosi dan

pemeliharaan kesehatan, pemulihan dan pencegahan terjadinya

komplikasi.

d. Standar VI (pelaksanaan/intervensi)

Implementasi rencana dilakukan dalam tiga fase: sebelum, selama dan

sesudah kunjungan rumah, bertanggung pada keperluan perawat pelayanan

kesehatan rumah bertanggung jawab membantu pasien kembali ketingkat

fungsi optimal dan kesehatannya dan menjamin pasien dan keluarga

terlibat. Dan partisipasi dalam pelayanan kesehatan rumah, penyuluhan,

pengawasan terhadap obat-obat dan diet dan evaluasi terhadap Pengaturan

pasien dengan diabetes.

e. Standar VII (evaluasi)

Secara bersama-sama pasien, keluarga dan perawat pelayanan

kesehatan rumah melakukan penilaian terhadap status pasien dan

kemajuan yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Karena pada kunjungan rumah yang pertama perawat telah menjelaskan

kepada pasien dan keluarga tentang tujuan jangka

19
f. Standar VIII (keperawatan berkelanjutan)

Perawat bertanggung jawabuntuk menyediakan system keperawatan

yang menyediakan suatu transisi secara bertahap bag pasien dan keluarga,

dari rumah sakit kerumah. Hal ini dilakukan melalui koordinasi dengan

sumber daya lain yang ada dimasyarakat sesuai dengan kebutuhan pasien.

g. Standar IX (kerja sama antar disiplin)

Kerja sama antara disiplin pada area pelayanan kesehatan rumah

cukup penting karena banyak anggota yang terlihat dalam tim pelayanan

kesehatan rumah.Agarkerja tim antar disiplin ini sukses maka mereka

harus bersama-sama merencanakan, menerapkan dan melakukan evaluasi

terhadap pelayanan yang diberikan.

h. Standar X (pengembangan Profesional)

Perawatan kesehatan masyarakat selalu aktif berusaha (mengambil

bagian) dalam menjamin pelayanan yang berkualitas melalui evaluasi

terhadap kelompok, evaluasi diri sendiri yang merupakan bagian dari tim

kesehatan.

Perawat pelayanan kesehatan dirumah diberi kesempatan untuk

meningkatkan pendidikan formal maupun kegiatan ilniah lainnya.

Pengembangan professional adalah suatu area pentiing karena pelayanan

kesehatan rumah sedang berkembang dengan pesat dalam rangka

memenuhi kebutuhan masyarakat dalam masalah sosisl dan ebutuhan

peleyanan kesehatan dirumah.


20
i. Standar XI (Riset)

Perawat pelayana kesehatan rumah berpartisipasi dalam berbagai

kesempatan dalam melakukan riset, walau belum pernah mempunyai

pengalaman riset keperawatan terutama dalam riset keperawatan

komunitas, namun jika sumber daya dan faktor pendukung dalam

penelitian tersebut memadai, perawat kesehatan rumah dapat dilibatkan

K. Standar XII (Etika)

Kode etik yang disun oleh American Nurses Assosiasion bagi perawat

guna membuat pertimbangaan etis dalam haal bertindak sebagai advokat

kilen, melakukan promosi kesehatan, memberikan informed consent dan

melakukan kontrak pertama untuk melihat sumber daya yang ada

dimasyarakat. Dilema dan konflik diselesaikan melalui suatu mekanisme

yang di rancang dan disepakati. Untuk mencapai tujuan tersebut perawat

bertanggung jawab untuk membina hubungan saling percaya dengan

keluarga dalam meyakinkan bahwa rumah adalah tempat yang sesuai

untuk pemberian pelayanan kesehatan.

i. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Rumah (Homecare)

a. Manajer kasus: mengelola dan mengkolaborasikanpelayanan, dengan

fungsi:

1. Mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga

2. Menyusun rencana pelayanan

3. Mengkoordinir akifitas tim

21
4. Memantau kualitas pelayanan

b. Pelaksana: memberi pelayanan langsung dan mengevaluasi pelayanan

dengan fungsi:

1. Melakukan pengkajian komprehensif

2. rencana keperawatan

3. Melakukan tindakan keperawatan

4. Melakukan observasi terhadap kondisi pasien

5. Membantu pasien dalam mengembangkan perilaku koping yang

efektif

6. Melibatkan keluarga dalam pelayanan

7. Membimbing semua anggota keluarga dalam pemeliharaan

kesehatan

8. Melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan

9. Mendikumentasikan asuhan keperawatan.

j. Standar Alat Home Care

a. Alat kesehatan b. Alat habis pakai

1) Tas/ kit 1) Obat emergency

2) Pemeriksaan fisik 2)Perawatan luka

3) Set perawatan luka 3)Suntik/ pengambilan darah

4) Set emergency 4) Set infus

5)Set pemasangan selang lambung. 5) NGT dengan berbagai

ukuran

22
6) Set huknah 6) kateter

7) Set memandikan 7) Sarung tangan, masker

8) Set pengambilan preparat.

9) Set pemeriksaan lab. Sederhana

10) Set infus/ injeksi.

11) Sterilisator

12) Pot/ urinal

13) Tiang infus

14) Tempat tidur khusus orang sakit

15) Pengisap lendir

16) Perlengkapan oxigen

17) Kursi roda

18) Tongkat/ tripot

19) Perlak/ alat tenun

k. Pendekatan Interdisiplin dalam Pelayanan Home Care

Kerja sama antar disiplin di perlukan dalam pelayanan kesehatan

rumah. Tanpa kerja sama yang efektiftidak akan terjadi pelayana yang

berkesinambungan, sehingga akan terjadi kebingungan dan salah

23
pengertian pada pasien dan keluarga. Proses kolaborasi di mulai dari

rumah sakit dengan rrencana pulang, perawat di rumah sakit yang

mengidentifikasi akan kebutuhan pasien untuk pelayanan kesehatan rumah

yang merencanakan bersama dengan dokter untuk membuat program di

rumah nanti. Peran dan fungsi profesi antar disiplin bergantung beberapa

faktor, faktor tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap

dengan karakteristik masing-masing anggota tim harus kompeten sebagai

pelaksana pelayanan kesehatan di bidang mereka.

Pada umumnya tenaga kesehatan yang terlibat pelayanan kesehatan

rumah adalah dokter, Perawat, Apoteker, Ahli fisioterapi, ahli terapi

wicara, ahli gizi, pekerja sosial dan home health aide (pembantu kesehatan

rumah).

a. Dokter

Pemberian Home Care harus berada di bawah perawatan dokter. Dokter

harus sudah menyetujui rencana perawatan sebelum perawatan diberikan

kepada pasien. Rencana perawatan meliputi: diagnosa, status mental, tipe

pelayanan dan peralatan yang dibutuhkan, frekuensi kunjungan, prognosis,

kemungkinan untuk rehabilitasi, pembatasan fungsional, aktivitas yang

diperbolehkan, kebutuhan nutrisi, pengobatan dan perawatan.

b. Perawat

Bidang keperawatan dalam home care, mencakup fungsi langsung dan

tidak langsung. Direct care yaitu aspek fisik actual dari perawatan, semua

24
yang membutuhkan kontak fisik dan interaksi face to face. Aktivitas yang

termasuk dalam direct care mencakup pemeriksaan fisik, perawatan luka,

injeksi, pemasangan dan penggantian kateter, dan terapi intravena. Direct

care juga mencakup tindakan mengajarkan pada pasien dan keluarga

bagaimana menjalankan suatu prosedur dengan benar. Indirect care terjadi

ketika pasien tidak perlu mengadakan kontak personal dengan perawat.

Tipe perawatan ini terlihat saat perawat home care berperan sebagai

konsultan untuk personil kesehatan yang lain atau bahkan pada penyedia

perawatan di rumah sakit

c. Apoteker

Program Home Health Care atau yang dikenal dengan Homecare banyak

di lakukan oleh apoteker guna memberikan pelayanan yang maksimal

kepada pasien. Program Homecare adalah suatu bentuk pelayanan yang

dilakukan oleh apoteker dengan cara memberikan pelayanan konsultasi,

informasi dan edukasi kepada pasien langsung ke rumah pasien,

memonitoring terapi penggunaan obat sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien dan kepatuhan penggunaan obatnya.

d. Ahli fisioterapi (Physical therapist)

Menyediakan perawatan pemeliharaan, pencegahan, dan penyembuhan

pada pasien di rumah. Perawatan yang diberikan meliputi perawatan

langsung dan tidak langsung. Perawatan langsung meliputi: penguatan

otot, pemulihan mobilitas, mengontrol spastisitas, latihan berjalan, dan

25
mengajarkan latihan gerak pasif dan aktif. Perawatan tidak langsung

meliputi konsultasi dengan petugas home care lain dan berkontribusi

dalam konferensi perawatan pasien.

e. Ahli gizi

Peran ahli gizi dalam home care antara lain: melakukan pengkajian

kebutuhan nutrisi, menetapkan masalah nutrisi, menyusun rencana

pemecahan masalah nutrisi, memberikan bantuan tehnis tentang

kebutuhan nutrisi, membimbing atau konseling pada pasien dan semua

anggota keluarga dalam masalah nutrisi, melakukan evaluasi dan

mendokumentasikan tindakan

f. Ahli terapi wicara (Speech pathologist)

Tujuan dari speech theraphy adalah untuk membantu pasien

mengembangkan dan memelihara kemampuan berbicara dan berbahasa.

Speech pathologist juga bertugas memberi konsultasi kepada keluarga agar

dapat berkomunikasi dengan pasien, serta mengatasi masalah gangguan

menelan dan makan yang dialami pasien.

g. Pekerja social (Social wolker)

Pekerja social membantu pasien dan keluarga untuk menyesuaikan diri

dengan faktor sosial, emosional, dan lingkungan yang berpengaruh pada

kesehatan mereka.

26
h. Pembantu kesehatan rumah (Homemaker/home health aide)

Tugas dari home health aide adalah untuk membantu pasien mencapai

level kemandirian dengan cara sementara waktu memberikan personal

hygiene. Tugas tambahan meliputi pencahayaan rumah dan keterampilan

rumah tangga lain (Bukit, 2008).

27
BAB III

PEMBAHASAN

A. Konsep Post Partum

1. Definisi

Post partum merupakan masa sesudah melahirkan atau persalinan.

Masa beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai

minggu ke enam setelah melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi

minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali

keadaan yang normal pada saat sebelum hamil (Marmi, 2012).

Post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu

kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap

hadirnya anggota keluarga baru. (Mitayani, 2011).

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang

menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara,

jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan

kulit sebelah depan perineum (Prawirahardjo, 2012).

Smeltzer dan Bare (2002) dalam buku Judha (2012)

mendefinisikan nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual dan

potensial.

Menurut Internasional association for study of Pain (IASP), Nyeri

adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang

28
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial,

atau menggambarkan kondisi terjadi kerusakan.

Post partum dengan episiotomi adalah suatu masa yang dimulai

setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dimana pada

waktu persalinan dilakukan tindakan insisi pada perineum yang

bertujuan untuk melebarkan jalan lahir dan memudahkan kelahiran.

Nyeri perineum (perineal pain) didefinisikan sebagai nyeri yang terjadi

pada badan perineum (perineal body), daerah otot dan jaringan fibrosa

yang menyebar dari simpisis pubis sampai ke coccygisoleh krena

adanya robekan yang terjadi baik di sengaja maupun yang ruptur

spontan. Kondisi nyeri ini dirasakan ibu berbeda dengan nyeri lainnya.

Nyeri perineum cenderung lebih jelas dirasakan oleh ibu dan bukan

seperti rasa nyeri dialami saat berhubungan (intercourse). Nyeri

perineum akan dirasakan setelah persalinan sampaibeberapa hari

pascasalin. Nyeri ini berbeda dengan dispareunia yaitu nyeri atau rasa

tidaknyaman yang terjadi selama hubungan seksual (sexual

intercourse), termasuk nyeri saat penetrasi. Dispareunia dapat

dikategorikan menjadi dyspareuniasuperfisial dan dalam.

29
2. Anatomi Fisiologi Alat Reproduksi Wanita

Keterangan:

1) Vagina

Vagina merupakan jaringan membran muskulo membranosa

berbentuk tabung yang memanjang dari vulva ke uterus berada

diantara kandung kemih dianterior dan rectum di posterior.

30
2) Uterus

Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan

berdinding tebal yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau

serosa. Berfungsi untuk implantasi, memberi perlindungan dan

nutrisi pada janin, mendorong keluar janin dan plasenta pada

persalinan serta mengendalikan pendarahan dari tempat

perlekatan plasenta. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang

gepeng dan terdiri atas dua bagian yaitu bagian atas berbentuk

segitiga yang merupakan badan uterus yaitu korpus dan bagian bawah

berbentuk silindris yang merupakan bagian fusiformosis yaitu

serviks. Saluran ovum atau tuba falopi bermula dari kornus (tempat

masuk tuba) uterus pada pertemuan batas superior dan lateral. Bagian

atas uterus yang berada diatas kornus disebut fundus. Bagian uterus

dibawah insersi tuba falopi tidak tertutup langsung oleh peritoneum,

namun merupakan tempat pelekatan dari ligamentum latum. Titik

semu serviks dengan korpus uteri disebut isthmus uteri. Bentuk dan

ukuran bervariasi serta dipengaruhi usia dan paritas seorang

wanita. Sebelum pubertas panjangnya bervariasi antara 2,5-3,5 cm.

Uterus wanita nulipara dewasa panjangnya antara 6-8 cm sedang pada

wanita multipara 9-10 cm. Berat uterus wanita yang pernah

melahirkan antara 50-70 gram, sedangkan pada wanita yang belum

pernah melahirkan 80 gram atau lebih. Pada wanita muda panjang

korpus uteri kurang lebih setengah panjang serviks, pada wanita

nulipara panjang keduanya kira-kira sama. Sedangkan pada wanita


31
multipara, serviks hanya sedikit lebih panjang dari sepertiga panjang

total organ ini.

Bagian serviks yang berongga dan merupakan celah

sempit disebut dengan kanalis servikalis yang berbentuk fusiformis

dengan lubang kecil pada kedua ujungnya, yaitu ostium interna dan

ostium eksterna. Setelah menopause uterus mengecil sebagai akibat

atropi miometrium dan endometrim. Istmus uteri pada saat kehamilan

diperlukan untuk pembentukan segmen bawah rahim. Pada bagian

inilah dinding uterus dibuka jika mengerjakan section caesaria trans

peritonealis profunda. Suplay vaskuler uterus terutama berasal

dari uteri aterina dan arteri ovarika. Arteri uterina yang

merupakan cabang utama arteri hipogastrika menurun masuk dasar

ligamentum latum dan berjalan ke medial menuju sisi uterus. Arteri

uterina terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu arteri serviko

vaginalis yang lebih kecil memperdarahi bagian atas serviks dan

bagian atas vagina. Cabang utama memperdarahi bagian bawah

serviks dan korpus uteri. Arteri ovarika yang merupakan cabang aorta

masuk dalam ligamentum latum melalui ligamentum

infundibulopelvikum. Sebagian darah dari bagian atas uterus, ovarium

dan bagian atas ligamentum latum.dikumpulkan melalui vena yang

didalam ligamentum latum, membentuk pleksus pampiniformis yang

berukuran besar, pembuluh darah darinya bernuara di vena

ovarika. Vena ovarika kanan bermuara ke vena cava, sedangkan

vena ovarika kiri bermuara ke vena renalis kiri. Persyarafan


32
terutama berasal dari sitem saraf simpatis, tapi sebagian juga

berasal dari sistem serebrospinal dan parasimpatis. Cabang-cabang

dari pleksus ini mensyarafi uterus, vesika urinaria serta bagian atas

vagina dan terdiri dari serabut dengan maupun tanpa myelin. Uterus

disangga oleh jaringan ikat pelvis yang terdiri atas

33
ligamentum latum, ligamentum infundibolupelvikum, ligamentum

kardialis, ligamentum rotundum dan ligamentum uterosarkum.

Ligamentum latum meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah

sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Ligamentum

infundibolupelvikum merupakan ligamentum yang menahan tuba

falopi yang berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di

dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran limfe, arteria dan vena

ovarika. Ligamentum kardinale mencegah supaya uterus tidak turun,

terdiri atas jaringan ikat yang tebal dan berjalan dari serviks dan

puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan

banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteria uterine.

Ligamentum uterosakrum menahan uterus supaya tidak bergerak,

berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan ke arah os

sacrum kiri dan kanan, sedang ligamentum rotundum menahan uterus

antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke

daerah ingunal kiri dan kanan.

3) Serviks Uteri

Serviks merupakan bagian uterus yang terletak di

bawah isthmus di anterior batas atas serviks yaitu ostium

interna, kurang lebih tingginya sesuai dengan batas

peritoneum pada kandung kemih. Ostium eksterna terletak

pada ujung bawah segmen vagina serviks yaitu portio

vaginalis. Serviks yang mengalami robekan yang dalam pada

waktu persalinan setelah sembuh bisa menjadi berbentuk tak

34
beraturan, noduler, atau menyerupai bintang.

Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama

terdiri dari jaringan kolagen, jaringan elastin serta pembuluh darah.

Selama kehamilan dan persalinan, kemampuan serviks untuk

meregang merupakan akibat pemecahan kolagen.Mukosa kanalis

servikalis merupakan kelanjutan endometrium. Mukosanya terdiri dari

satu lapisan epitel kolumner yang menempel pada membran basalis

yang tipis.

4) Korpus Uteri

Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan, yaitu

endometrium, miometrium dan peritoneum.

a) Endometrium

Endometrium merupakan bagian terdalam dari uterus,

berupa lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada

wanita yang tidak hamil. Endometrium berupa membran

tipis berwarna merah muda, menyerupai beludru, yang bila

diamati dari dekat akan terlihat ditembusi oleh banyak

lubang-lubang kecil yaitu muara kelenjar uterine. Tebal

endometrium 0,5-5 mm. Endometrium terdiri dari epitel

permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang

didalamnya terdapat banyak pembuluh darah. Kelenjar uterine

berbentuk tubuler dalam keadaan istirahat menyerupai jari

jemari dari sebuah sarung tangan. Sekresi kelenjar berupa suatu

cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap

35
lembab.

b) Miometrium

Miometrium merupakan lapisan dinding uterus

yang merupakan lapisan Muskuler. Miometrium merupakan

jaringan pembentuk sebagian besar uterus, terdiri kumpulan otot

polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastis

di dalamnya. Selama kehamila miometrium membesar namun

tidak terjadi perubahan berarti pada otot serviks. Dalam lapisan

ini tersusun serabut otot yang terdiri atas tunikla muskularis

longitudinalis eksterna, oblique media, sirkularis interna dan

sedikit jaringan fibrosa.

c) Peritonium

Peritoneum merupakan lapisan serosa yang menyelubungi

uterus, dimana peritoneum melekat erat kecuali pada daerah di

atas kandung kemih dan pada tepi lateral dimana peritoneum

berubah arah sedemikian rupa membentuk ligamentum latum.

5) Organ Generatif Eksterna

36
Keterangan :

1) Mons Veneris

Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis.Pada wanita

dewasa ditutupi oleh rambut kemaluan.pada wanita umumnya batas

atasnya melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah

sampai sekitar anus dan paha.

2) Labia Mayora (bibir-bibir besar)

Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah,terisi

jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah

dan belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura

posterior.

3) Labia Minora (bibir-bibir kecil)

Labia Minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir

besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas

klitoris preputium klitoridis dan dibawah klitoris frenulum

klitoridis.Ke belakang kedua bibir kecil bersatu dan membentuk fossa

navikulare. Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak

glandula sebasea dan urat saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat

sensitif dan dapat mengembang.

4) Klitoris

Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputium

klitoridis, terdiri atas glans klitoridis , korpus klitoridis, dan dua krura

yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas

jaringan yang dapat mengembang , penuh urat saraf dan amat

37
sensitive.

5) Vulva

Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan

dibatasi dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan

dibelakang oleh perineum; embriologik sesuai sinus urogenitalis. Di

vulva 1-1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra

eksternum (lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 mm dan .tidak

jauh dari lubang kemih di kiri dan kanan bawahnya dapat dilihat dua

ostia skene. Sedangkan di kiri dan bawah dekat fossa navikular

terdapat kelenjar bartholin, dengan ukuran diameter ± 1 cm terletak

dibawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang

1,5-2 cm yang bermuara di vulva. Pada koitus kelenjar bartolin

mengeluarkan getah lendir.

6) Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra

Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis, panjang

3-4 cm, lebar 1-2 cm dan tebal 0,51- 1cm; mengandung pembuluh

darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus

konstriktor vagina. Saat persalinan kedua bulbus tertarik ke atas ke

bawah arkus pubis, tetapi bagian bawahnya yang melingkari vagina

sering mengalami cedera dan timbul hamatoma vulva atau perdarahan.

7) Introitus Vagina

Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda , ditutupi selaput dara

(hymen). Himen mempunyai bentuk berbeda – beda.dari yang

semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubang- lubang atau yang ada

38
pemisahnya (septum); konsistensi nya dari yang kaku sampai yang

lunak sekali. Hiatus himenalis (lubang selaput dara) berukuran dari

yang seujung jari sampai yang mudah dilalui oleh 2 jari. Umumnya

himen robek pada koitus. Robekan terjadi pada tempat jam 5 atau

jam 7 dan sampai dasar selaput dara. Sesudah persalinan himen

robek pada beberapa tempat.

8) Perineum

Terletak antara vulva dan anus , panjangnya rata-rata 4 cm.

3. Fisiologi

a. Proses Involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah

melahirkan disebut involusi. Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat

konstraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir persalinan tahap III, uterus

berada digaris tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus

bersandar pada promontorium sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan

enam minggu beratnya kira-kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi

fundus kurang lebih 1 cm diatas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1-2

cm setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal berada dipertengahan

antara umbilikus dan simfisis fubis. Seminggu setelah melahirkan uterus

berada didalam panggul sejati lagi, beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu

beratnya 350 gr, enam minggu berikutnya mencapai 60 gr

(Bobak,2004:493).

b. Konstraksi Uterus

Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir,

39
diduga adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar.

Hemostatis pascapartum dicapai akibat kompresi pembuluh darah

intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan

pembekuan. Hormon desigen dilepas dari kelenjar hipofisis untuk

memperkuat dan mengatur konstraksi. Selama 1-2 jam I

pascapartumintensitas konstraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak

teratur, karena untuk mempertahankan kontraksi uterus biasanya

disuntikkan aksitosan secara intravena atau intramuscular diberikan

setelah plasenta lahir (Bobak, 2004: 493).

c. Tempat Plasenta

Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler dan

trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan

bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium menyebabkan

pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut

yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan

memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan

memungkinkan implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang.

Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga pascapartum,

kecuali bekas tempat plasenta (Bobak, 2004: 493).

d. Lochea

Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-

mula berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas

mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir,

jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah

40
maksimal yang keluar selama menstruasi. Lochea rubra mengandung

darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur

menjadi merah muda dan coklat setelah 3-4 hari (lochea serosa). lochea

serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan debris

jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi

kuning sampai putih (lochea alba). Lochea alba mengandung leukosit,

desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri. Lochea alba bertahan

selama 2-6 minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2004: 494).

e. Serviks

Serviks menjadi lunak setelah ibu malahirkan. 18 jam

pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya lebih padat kembali

kebentuk semula. Muara serviks berdilatasi 10 cm, sewaktu melahirkan,

menutup bertahap 2 jari masih dapat dimasukkan Muara serviks hari

keempat dan keenam pascapartum (Bobak, 2004: 495).

f. Vagina dan Perinium

Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan

mucosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang

akan kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6-8 minggu

setelah bayi lahir . Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu

keempat (Bobak, 2004:495).

g. Payudara

Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara

selama wanita hamil (estrogen, progesteron, human chrorionic

gonadotropin, prolaktin, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi

41
lahir. Hari ketiga atau keempat pascapartum terjadi pembengkakan

(engorgement). Payudara bengkak, keras,nyeri bila ditekan, dan hangat

jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat).

Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman

berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam. Apabila bayi belum menghisap

(atau dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu

minggu. Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi

kantong susu yang terisi berubah dari hari kehari. Sebelum laktasi

dimulai, payudara terasa lunak dan keluar cairan kekuningan, yakni

kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara

terasa hangat dan keras waktu disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama

48 jam, susu putih kebiruan tampak seperti susu skim) dapat

dikeluarkan dari puting susu (Bobak, 2004:498).

h. Laktasi

Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada

kelenjar-kelanjar untuk menghadapi masa laktasi. Proses ini timbul

setelah ari-ari atau plasenta lepas. Ari-ari mengandung hormon

penghambat prolaktin (hormon placenta) yang menghambat

pembentukan ASI. Setelah ari-ari lepas ,hormone placenta tak ada lagi

sehingga terjadi produksi ASI. Sempurnanya ASI keluar 2-3 hari setelah

melahirkan. Namun sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum

yang bagus sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya Gizi dan

antibodi pembunuh kuman.

42
i. Sistem Endokrin

Selama postpartum terjadi penurunan hormon human placenta

latogen (HPL), estrogen dan kortisol serta placental enzime insulinase

membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah

menurun pada masa puerperium. Pada wanita yang tidak menyusui,

kadar estrogen meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan

lebih tinggi dari wanita yang menyusui pascapartum hari ke-17 (Bobak,

2004: 496).

j. Sistem Urinarius

Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi)

turut menyebabkan peningkatan fungís ginjal, sedangkan penurunan

kadar steroid setelah wanita melahirkan akan mengalami penurunan

fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal

dalam waktu 1 bulan setelah wanita melahirkan. Trauma terjadi pada

uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu

bayi melewati hiperemis dan edema. Kontraksi kandung kemih

biasanya akan pulih dalam 5-7 hari setelah bayi lahir (Bobak, 2004:497-

498).

k. Sistem Cerna

Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh

mengkonsumsi makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas otot

traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama tiga hari setelah ibu

43
melahirkan yang disebabkan karena tonus otot usus menurun selama

proses persalinan dan pada awal masa pasca partum. Nyeri saat defekasi

karena nyeri diperinium akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid

(Bobak, 2004: 498).

l. Sistem Kardiovaskuler

Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya turun

sampai mencapai volume sebelum hamil. Denyut jantung, volume

sekuncup dan curah jantung meningkat sepanjang hamil. Setelah wanita

melahirkan meningkat tinggi selama 30-60 menit, karena darah melewati

sirkuit uteroplasenta kembali ke sirkulasi umum. Nilai curah jantung

normal ditemukan pemeriksaan dari 8-10 minggu setelah wanita

melahirkan(Bobak, 2004:499-500).

m.Sistem Neurologi

Perubahan neurologi selama puerperium kebalikan adaptasi

neourologis wanita hamil, disebabkan trauma wanita saat bersalin dan

melahirkan. Rasa baal dan kesemutan pada jari dialami 5% wanita hamil

biasanya hilang setelah anak lahir. Nyeri kepala pascapartum disebabkan

hipertensi akibat kehamilan , strees dan kebocoran cairan serebrospinalis.

Lama nyeri kepala 1-3 hari dan beberapa minggu tergantung penyebab

dan efek pengobatan.

n. Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil

berlangsung terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi membantu

relaksasi dan hipermeabilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat

44
pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke 6-8 setelah

wanita melahirkan (Bobak, 2004: 500-501).

o. Sistem Integumen

Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat

kehamilan berakhir; hiperpigmentasi di aerola dan linea tidak

menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit meregang pada payudara,

abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang

seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi),

eritema palmar dan epulis berkurang sebagai respon penurunan kadar

estrogen.Pada beberapa wanita spider nevi bersifat menetap (Bobak,

2004: 501-502).

p. Adaptasi Psikologis Post Partum

Menurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologis post partum

dibagi menjadi beberapa fase yaitu :

1)Fase Taking In ( dependent)

Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah

melahirkan, dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan

pada tahap ini pasien sangat ketergantungan.

2)Fase Taking Hold (dependent- independent)

Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan

berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga

ibu siap menerima pesan barunya dan belajar tentang hal-hal baru,

pada fase ini ibu membutuhkan banyak sumber informasi.

45
3)Fase Letting Go (independent)

Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam

setelah kelahiran, dimana ibu mampu menerima tanggung jawab

normal.

4. Klasifikasi Episiotomi

Menurut Arief Mansjoer dalam buku Kapita selekta Kedokteran 2001

klasifikasi episiotomi yaitu :

a. Episiotomi mediana, merupakan insisi yang paling mudah

diperbaiki, penyembuhan lebih baik, dan jarang menimbulkan

dispareuni. Episiotomi jenis ini dapat menyebabkan ruptur perinei

totalis.

b. Episiotomi mediolateral, merupakan jenis insisiyang banyak

digunakan karena lebih aman.

c. Episiotomi lateral, tidak dianjurkan karena hanya dapat

menimbulkan sedikit relaksasi introitus, pendarahan lebih banyak,

dan sukar direparasi.

5. Klasfikasi Nyeri

Tamsuri (2007) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan waktu kejadian

meliputi:

a. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu (durasi) dari satu

detik sampai dengan kurang dari enam bulan yang pada umumnya

terjadi pada cedera, penyakit akut, atau pada pembedahan denagn

awitan yang cepat tingkat keparahan yang bervariasi (sedang

sampai berat).

46
b. Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam

bulan, dimana umumnya timbul tidak teratur, interniten, atau

bahkan persisten.

Ada beberapa cara untuk mengkaji intensitas nyeri yang biasanya

digunakan antara lain :

a) Visual Analog Scale (VAS)

Skala ini dapat diketahui dengan kata-kata pada keadaan yang

ekstrem yaitu „tidak nyeri‟ dan „nyeri senyeri-nyerinya‟.

Skala ini tidak memiliki tingkatan yang tepat tanpa angka dan

tidak memberikan pasien kebebasan untuk memilih dengan apa

yang dialami, hal ini menyebabkan kesulitan (Tamsuri, 2007).

b) Verbal Numerical Rating Scale (VNRS)

Skala ini memiliki nilai numeris dan hubungan antara berbagai

tingkat nyeri. Skala nyeri ini terdiri dari garis 0-10 cm yang

telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan daerah yang

paling nyeri kemudian diberi skalanya. Numerical Ratting

Scale (NRS), dengan kriteria 0 : tidak mengalami nyeri, 1-3

: skala nyeri ringan, 4-6 : skala nyeri sedang, 7-9 : skala

nyeriberat, 10 : skala nyeri sangat berat. Walaupun demikian,

pasien masih mengalami kesulitan dalam menentukan angka

pada pengalaman nyeri yang manusiawi dan membutuhkan

perhitungan yang matematis (Tamsuri, 2007).

47
c) McGill Pain Questioner (MPQ)

Skala ini kombinasi antara verbal dan nilai numerik yang

melekat dan gambar tubuh. Instrumen ini mengubah

pengenalan sifat yang multidimensional pengalaman nyeri

dengan menentukan intensitas, kualitas, dan durasi seseoarang.

Aplikasi MPQ memberikan informasi kuantitatif dalam bentuk

rangkaian skor yang menunjukan dimensi (Tamsuri, 2007)

6. Etiologi

Faktor dilakukan episiotomi menurut APN Revisi 2007 adalah :

a. Persalinan yang lama karena perinium yang kaku

b. Gawat janin

c. Gawat ibu

d. Pada tindakan operatif (ekstraksi cunam, vakum)

Sedangkan menurut Rusda (2004), penyebab dilakukan episiotomi

berasal dari faktor ibu maupun faktor janin.

Faktor ibu antara lain:

a. Primigravida

b. Perinium kaku dan riwayat robekan perinium pada persalinan lalu .

c. Terjadi peregangan perinium berlebihan misalnya persalinan

sungsang, persalinan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.

d. Arkus pubis yang sempit.

Faktor Janin antara lain:

a. Janin premature

b. Janin letak sungsang, letak defleksi, dan janin besar.

48
c. Keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti

pada gawat janin, tali pusat menumbung.

Menurut ignatavicus pada buku tamsuri (2007), secara umum stimulus

nyeri disebabkan oleh :

a. Kerusakan jaringan

b. Kontraksi atau spasme otot yang menimbulkan ischemic type pain.

c. Kebutuhan oksigen meningkat tetapi suplai darah terbatas misalnya

disebabkan karena penekanan vaskuler.

7. Patofisiologi

Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan

yang lama: gawat janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar),

tindakan operatif dan gawat ibu (perineum kaku, riwayat robekan

perineum lalu, arkus pubis sempit). Persalinan dengan episiotomi

mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat menyebabkan menekan

pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri dimana ibu akan merasa

cemas sehingga takut BAB dan ini menyebabkan resti konstipasi.

Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan

resiko defisit volume cairan. Terputusnya jaringan menyebabkan resti

infeksi apabila tidak dirawat dengan baik kuman mudah berkembang

karena semakin besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh semakin

besar resiko terjadi infeksi. ibu dengan persalinan dengan episiotomi

setelah 6 minggu persalinan ibu berada dalam masa nifas. Saat masa

nifas ibu mengalami perubahan fisiologis dan psikologis. Perubahan

fisiologis pada ibu akan terjadi uterus kontraksi. Kontraksi uterus bisa

49
adekuat dan tidak adekuat. Dikatakan adekuat apabila kontraksi

uterus kuat dimana terjadi adanya perubahan involusi yaitu proses

pengembalian uterus ke dalam bentuk normal yang dapat menyebabkan

nyeri/ mules, yang prosesnya mempengaruhi syaraf pada uterus.

Setelah melahirkan ibu mengeluarkan lochea yaitu merupakan ruptur dari

sisa plasenta sehingga pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko

kuman mudah berkembang. Dikatakan tidak adekuat dikarenakan

kontraksi uterus lemah akibatnya terjadi perdarahan dan atonia

uteri.Perubahan fisiologis dapat mempengaruhi payudara dimana setelah

melahirkan terjadi penurunan hormone progesteron dan estrogen

sehingga terjadi peningkatan hormon prolaktin yang menghasilkan

pembentukan ASI dimana ASI keluar untuk pemenuhan gizi pada bayi,

apabila bayi mampu menerima asupan ASI dari ibu maka reflek bayi

baik berarti proses laktasi efektif.sedangkan jika ASI tidak keluar

disebabkan kelainan pada bayi dan ibu yaitu bayi menolak, bibir

sumbing, puting lecet, suplai tidak adekuat berarti proses laktasi tidak

efektif.Pada perubahan psikologos terjadi Taking In, Taking

Hold, dan Letting Go.Pada fase Taking In kondisi ibu lemah

maka terfokus pada diri sendiri sehingga butuh pelayanan dan

perlindungan yang mengakibatkan defisit perawatan diri.Pada fase

Taking Hold ibu belajar tentang hal baru dan mengalami perubahan

yang signifikan dimana ibu butuh informasi lebih karena ibu kurang

pengetahuan.Pada fase Letting Go ibu mampu memnyesuaikan diri

dengan keluarga sehingga di sebut ibu yang mandiri, menerima tanggung

50
jawab dan peran baru sebagai orang tua.

8. Manifestasi Klinis

a.Laserasi Perineum

Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan

didefinisikan berdasarkan kedalaman robekan :

a) Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan)

b) Derajat kedua (robekan mencapai otot-otot perineum)

c) Derajat tiga (robekan berlanjut ke otot sfinger ari)

d) Derajat empat (robekan mencapai dinding rektum anterior)

b. Laserasi Vagina

Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina ce nderung mencapai

dinding lateral (sulci) dan jika cukup dalam, dapat mencapai levator ani.

c.Cedera Serviks

Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar. Laserasi

serviks akibat persalinan Laserasi serviks akibat persalinan terjadi pada

sudut lateral ostium eksterna, kebanyakan dangkal dan pendarahan

minimal (Bobak,2004: 344-345).

9. Penatalaksanaan

a. Perbaikan Episiotomi

a) Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan, jika tidak

ada tanda infeksi dan pendarahan sudah berhenti,

lakukan penjahitan.

51
b) Jika infeksi, buka dan drain luka

c) Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis,

lakukan debridemen dan berikan antibiotika secara

kombinasi sampai pasien bebas demam dalam 48 jam

(Prawirohardjo, 2002).

b. Perawatan luka episiotomi di rumah sakit

Perawatan luka episiotomi pada jam- jam pertama setelah bersalin,

biasanya dilakukan setelah mengkaji stabilitas fisik ibu, dan untuk 2 jam

berikutnya perawatan luka episiotomi dilakukan setelah buang air kecil,

buang air besar, ataupun pada saat personal higiene. Menurut Morison

(2004), prinsip-prinsip pencegahan infeksi luka didasarkan pada

pemutusan rantai kejadian yang menyebabkan organisme makin

berkembang dan menginfeksi luka. Hal yang penting dilakukan untuk

pencegahan infeksi luka tersebut ialah mengisolasi sumber infeksi

potensial dengan barier perawatan, membersihkan dan melakukan

desinfeksi secara efektif terhadap lingkungan fisik, perawat dan bidan

melakukan cuci tangan yang benar, teknik pembalutan yang aseptik serta

melindungi pasien yang rentan. Dalam Perawatan Luka epsiotomi

dilakukan sesuai dengan standar operasional yang ada.

Menurut Sulistiawaty (2009), perawatan luka episiotomi dilakukan

bersamaan dengan vulva hygiene sehingga perlu menyediakan botol

berisi air hangat untuk membersihkan bagian vulva yang kotor karena

lochea, bekas BAK, dan BAB.

52
Rosyidi (2013), memfokuskan sebuah prosedur perawatan luka

episiotomi dan menyatakan hal pertama dilakukan sebelum melakukan

perawatan adalah mempersiapkan peralatan antara lain. Menurut

Sulistyawati (2009), handscoen DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi) juga

dapat digunakan dalam melakukan perawatan luka perineum sebagai

pengganti bila tidak tersedia handscoen steril yang baru. Persiapan

pasien, perawat maupun bidan memberikan penjelasan tentang tindakan

yang akan dilakukan, kemudian menutup pintu/jendela atau di pasang

sampiran untuk menjaga privasi pasien.

Langkah-langkah tindakan perawatan luka episiotomi adalah sebagai

berikut:

a. Menjelaskan prosedur kepada pasien

b. Menempatkan alat ke dekat pasien

c. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin

d. Mencuci tangan kemudian memakai handscoen bersih/pinset

lepaskan balutan

e. Observasi karaktersitik dan jumlah drainase pada balutan

f. Letakkan balutan kotor di tempat sampah, lepas sarung tangan.

g. Membuka perangkat alat steril disamping pasien

h. Memakai handscoen steril

i. Membersihkan luka sampai bersih dengan memakai pinset dan

depress/kasa steril, desinfektan dari arah depan ke belakang.

j. Depress kotor dibuang pada tempatnya

k. Pinset yang tidak steril diletakkan di bengkok

53
l. Luka dikeringkan dengan depress /kassa steril

m.Lalu di beri obat salep / antiseptik lalu ditutup dengan pembalut

n. Sarung tangan dilepas

o. Rapikan alat dan pasien

p. Mencuci tangan

q. Dokumentasikan: karakteristik luka (Rosyidi, 2013)

10. Penatalaksanaan Nyeri Post Episiotomi

Penatalaksanaa nyeri dibagi menjadi dua yaitu dengan farmakologi

dan nonfarmakologi. Penatalaksanaan nonfarmakologi terdiri dari berbagai

tindakan mencakup intervensi perilaku dan kognitif menggunakan agen-

agen fisik (Bernatzky, 2011). Pemberian melakukan intervensi dengan

teknik nonfarmakologi merupakan tindakan independen dari seorang

perawat dalam mengatasi respon nyeri klien (Andarmoyo, 2013).

Manageman secara non farmakologis lebih aman diterapkan karena

mempunyai risiko yang lebih kecil, tidak menimbulkan efek samping serta

menggunakan proses fisiologis (Bobak 2014). Salah satu cara penanganan

nyeri non farmakologi dengan pemberian kompres dingin. Kompres dingin

merupakan suatu prosedur menempatkan suatu benda dingin pada tubuh

bagian luar. Dampak fisiologisnya adalah vasokontriksi pada pembuluh

darah, mengurangi rasa nyeri dan menurunkan aktivitas ujung saraf pada

otot-otot (Silviana, 2011). Kompres dingin dapat dilakukan dengan

menggunakan cairan NaCL 0,9 %. NaCl 0,9% merupakan cairan isotonis

yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak menimbulkan

hipersensitivitas sehingga aman digunakan untuk tubuh dalam kondisi

54
apapun. NaCl 0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak

iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga

kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses

penyembuhan.

Menurut Bashir dan Afzal (2010) bahwa pemberian kompres NaCl 0,9%

pada luka dapat menurunkan gejala edema karena cairan normal salin

dapat menarik cairan dari luka melalui proses osmosis. Selain itu dalam

penelitian Wawan (2015) mengatakan bahwa kompres NaCl 0,9% lebih

efektif dari pada kompres alkohol 70% dalam menurunkan intensitas

nyeri. Kompres NaCl 0,9% terbukti lebih efektif pada responden mekanik

dan kimiawi karena dapat mengurangi eritema dan edema. Sedangkan

kompres alkohol 70% efektif pada luka yang disebabkan oleh bakteri,

namun perlu diperhatikan lama pemberian kompres alkohol 70% karena

apabila pemberian terlalu lama dengan frekuensi sering kemungkinan

tekstur kulit menjadi kering dan berpotensi banyaknya akumulasi

mikrorganisme di permukaan kulit.

11. Komplikasi

a. Pendarahan

Karena proses episiotomy dapat mengakibatkan terputusnya jaringan

sehingga merusak pembuluh darah terjadilah pendarahan.

b. Infeksi

Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomy berhubungan

dengan ketidaksterilan alat-alat yang digunakan.

55
c. Hipertensi

Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas

maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi

sekitar 7% sampai 10% seluruh kehamilan.

d. Gangguan Psikososial

Kondisi psikososial mempengaruhi integritas keluarga dan menghambat

ikatan emosional bayi dan ibu. Beberapa kondisi dapat mengancam

keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Asuhan Keperawatan pada Ibu Postpartum

Tujuan asuhan keperawatan pada periode postpartum adalah

membantu ibu dan pasagannya selama masa transisi awal mengasuh

anak. Fokus pemberian asuhan keperawatan adalah berfokus pada

pemulihan, kesejahteraan psikologis, dan kemampuan ibu untuk

merawat diri sendiridan bayi barunya.

a. Pengkajian

1) Review Riwayat Prenatal dan Intrapartum

Pengkajiam awal mulai dengan review riwayat prenatal dan

intranatal meliputi:

o Komplikasi antepartum

o Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan

o Lamanya ketuban pecah dini

o Adanya episiotomi dan laserasi perineum

56
o Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir

(nilai APGAR)

o Pemberian anestesi/ analgesia selama proses persalinan dan

kelahiran

o Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode

immediate postpartum

o Komplikasi yang terjadi pada periode immediate postpartum

(seperti atonia uteri, retensi plasenta)

2) Pengkajian Status Fisiologis Maternal

Banyak perawat merasa berguna menggunakan singkatan

BUBBLE-LE untuk mengingat komponen yang diperlukan

dilakukan dari pengkajian postpartum dan topik mengajar, yaitu

termasuk: Beast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (Fungsi

usus), Bladder (kandung kemih), Lochea (lokia), Episiotomy

(episiotomy/ perineum), Lower Extremity (Ekstermitas bawah),

dan Emotion (Emosi).

1. Pengkajian Payudara

Mengkaji payudara untuk:

Tanda-tanda pembengkakan, termasuk payudara teraba

penuh sekitar postpartum hari 3 dan 4 yaitu:

o Panas, kemerahan, nyeri dan pembengkakan daerah

payudara, yang bisa mengindikasikan mastitis

Kondisi Nipple apakah putting susu flat, inverted atau

exverted dan menonjol, Latch-on- Teknik klien yang

57
sedang menyusui juga dikaji. Pada saat menyusui klien

harus memakai pakaian yang nyaman, well-fitted bra (bra

yang menyokong). Instruksikan ibu postpartum untuk

mengeluarkan kolostrum atau susu secara lembut ke nipple

dan memungkinkan putting untuk tetap lembab setelah

menyusui pada masing- masing”kondisi” putting susu.

Klien dapat mencegah putting susu kering dengan

menghindari memakai sabun saat membersihkan putting.

2. Pengkajian Uterus

a. Mengkaji fundus (tonus, posisi dan tinggi fundus uteri)

Perawat mengkaji tonus uterus, posisi dan tinggi fundus

uteri dengan melakukan palpasi. Pasien diminta untuk

mengosongkan kandung kemih sebelum pengkajian

untuk akurasi data dan posisi kepala datar dengan posisi

supine.

o Pada sekitar satu jam pasca persalinan, fundus teraba

keras (boggy) setinggi umbilicus.

o Fundus uteri terus turun ke panggul sekitar 1 cm

atau satu ruas jari per hari dan harus tidak bisa

dipalpasi (nonpalpable) oleh pemeriksa pada 10 hari

pasca melahirkan.

b) Pengkajian uterus (tonus, posisi dan tinggi)

Pengkajian fungsi gastrointestinal meliputi:

o Inspeksi abdomen: adanya distensi

58
o Auskultasi bising usus

o Palpasi abdomen: adanya distensi, nyeri tekan,

rigiditas dan diastasis rektus abdominis

o Perkusi untuk menentukan ada dan lokasi gas

o Kaji adanya flatus

o Warna dan konsistensi tinja

o Ditanyakan adanya mualdan muntah

Pengkajian dilakukan dua kali sehari sampai fungsi

gastrointestinal normal. Fungsi gastrointestinal bisa

mengalami perlambatan terutama pada ibu yang

mengalami pembedahan (seksio sesarial) dan dilakukan

anestesi

c) Pemeriksaan Diastasis Rektus Abdominis

Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot

rektus abdominis akibat pembesaran uterus. Jika

dipalpasi, regangan ini menyerupai celah memanjang

dari prosessus xiphoideus ke umbilikus sehingga dapat

diukur panjang dan lebarnya. Diastasis ini tidak dapat

menyatu kembali seperti sebelum hamil tetapi dapat

mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan

senam nifas.

d) Fungsi Kandung Kemih

Pengkajian buang air kecil dan fungsi kandung kemih

meliputi:

59
o Kembalinya buang air kecil, yang harus terjadi dalam

waktu 6 sampai 8 jam setelah melahirkan

o Jumlah urin selama kurang lebih 8 jam setelah

melahirkan. Klien harus mengeluarkan minimal 150

mL setiap kaliberkemih dapat mengindikasikan

adanya retensi urin karena penurunan tonus kandung

kemih pasca bersalin (tanpa adanya preeklamasia atau

masalah kesehatan yang signifikan)

o Tanda dan gejala infeksi saluran kemih (ISK)

o Kandung kemih harus nonpalpable di atas simfisis

pubis.

e) Tipe dan Jenis Lokia

Mengkaji lokia selama periode postpartum meliputi:

o Saturasi satu pad penuh lokia dalam waktu kurang

dari satu jam, aliran lokia yang terus menerus, atau

adanya bekuan darah besar adalah indikasi

komplikasi yang serius (misalnya, adanya sisa

plasenta, perdarahan) dan harus diselidiki

secepatnya

o Bila terjadi peningkatan jumlah yang signifikan

dari lokia meskipun fundus keras mungkin

menunjukkan adanya luka gores di jalan lahir, yang

harus segera di atasi.

60
o Lochia berbau busuk biasanya menunjukkan

infeksi dan perlu ditangani sesegera mungkin.

o Lochia harus ada perubahan dari lokia rubra ke

serosa ke alba. Setiap perkembangan dari

perubahan dapat dianggap abnormal dan harus

dilaporkan.

Tabel 1.1. Karakteristik lokia

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri


Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari

kehitaman sel desidua,

vemiks

caseosa,

rambut

lanugo, sisa

mekoneum

dan sisa

darah
sanginolenta 3-7 hari Putih Sisa darah

bercampur bercampur

merah lendir
Serosa 7-14 Kekuningan/ Lebih sedikit

hari kecoklatan darah dan

lebih banyak

serum, juga

terdiri dari

leukosit dan

61
robekan

laserasi

plasenta
Alba >14 putih Mengandung

hari leukosit

selaput

lendir

serviks dan

serabut

jaringan

yang mati

3. Mengkaji Status Nutrisi

Pengkajian awal status nutrisi pada periode postpartum

didasarkan pada data ibu sebelum hamil dan berat badan

saat hamil, bukti simpanan besi yang memadai (mis.

Konjungtiva) dan riwayat diet yang adekuat atau

penampilan.

4. Pengkajian Tingkat Energi dan Kualitas Istirahat

Pengkajian tingkat energi dan identifikasi faktor- faktor

yang berkontribusi kelelahan kronik harus dikaji sebelum

pasien pulang. Gardner dan Campbell (1991)

mengembangkan tool pengkajian postpartum yang dapat

membantu perawat mengevaluasi kelelahan ibu.

62
Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan

menanyakan apa yang dapat dilakukan ibu untuk

membantunya meningkatkan istirahat selama ibu di rumah

sakit.

5. Emosi

Emosi merupakan elemen penting dari penilaian postpartum.

Klien postpartum biasanya menunjukkan gejala dari “baby

blus” atau “postpartum blues” ditunjukkan oleh gejala

menangis, lekas arah, dan kadang-kadang insomnia.

Postpartum blues disebabkan oleh banyak faktor, termasuk

fluktasi hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian peran ibu.

Ini adalah bagian normal dari pengalaman postpartum. Namun,

jika gejala ini berlangsung lebih lama dari beberapa minggu

atau jika klien postpartum menjadi nonfunctional atau

mengungkapkan keinginan untuk menyakiti dirinya sendiri

atau bayinya, klien harus diajari untuk segera melaporkan hal

ini kepada perawat, bidan, atau dokter.

6. Pengkajian lainnya

a) Fital Signs

Tanda vital ibu harus dimonitor secara teratur pada

periode early postpartum, utamanya untuk mengkaji

adaptasi kardiovaskuler, fungsi genitourinaria dan untuk

mendeteksi infeksi. Umumnya tanda vital harus diambil

setiap 4 jam untuk 24 jam pertama postpartum dan setiap

63
8-12 jam untuk berikutnya. Perubahan yang harus dicatat

dan dilaporkan segera adalah:

o Temperatur: dua kali observasi peningkatan

temperatur diatas 380C setelah 24 jam pertama

persalinan kemungkinan infeksi.

o Pernapasan

 Bradipnea – rata-rata frekuensi napas dibawah 14-

16x/ menit bisa diobservasi terjadi pada depresi

pernapasan sehubungan dengan pemberian

analgesic narkotik atau epidural. Narkotika

 Takipnea-rata-rata pernapasan diatas 24x/ menit

diperkirakan kehilangan darah berlebih atau syok

hypovolemia, infeksi dan demam, nyeri atau

perburukan pernapasan sehubungan dengan emboli

paru atau edema paru.

o Nadi

 Bradikardi- nadi antara 50-70 kali/menit

dipertimbangkan normal pada periode postpartum

 Takikardi- nadi rata-rata diatas 90-100 kali/ menit

pada istirahat bias mengindikasikan kehilangan

darah berlebih atau syok hopovolemia, demam

dan infeksi, atau nyeri.

o Tekanan Darah

64
 Hipotensi- penurunan tekanan darah 15-20 mmHg

dibawah level normal mengindikasikan kehilangan

darah berlebih dan syok hopovolemia. Penurunan

tekanan darah bisa terjadi dengan anestesi regional

(epidural), tetapi harus dibalik sebagai

pengembalian fungsi sensorik dan motorik dalam

postpartum 1 sampai 2 jam pertama.

 Hipertensi- peningkatan 30 mmHg tekanan sistol

atau 15 mmHg tekanan diastile diatas level

prahamil atau diatas 140/90 mmHg diperkirakan

preeklamasi (HDK). Peningkatan tekanan darah

mungkin dengan penggunaan methergine,

uterustonika yang diberikan untuk kontraksi uterus.

7. Integritas Neurologi

Perawat mengevaluasi tingkat kesadaran dan fungsi

sensorimotorik selama periode postpartum. Jika ibu

menerima analgesic atau anestesi selama proses persalinan,

pengembalian fungsi sensasi dan motorik adalah bagian

integral dari evaluasi.Keluhan pusing atau kepala terasa

melayang pada saat duduk tegak di tempat tidur atau berdiri

mungkin mendahului episode sinkop (pingsan) sekunder

karena hipotensi ortostatik. Ibu harus dikembalikan pada

posisi terlentang dan cek tekanan darah ortostatik harus

dilakukan sebelum ambulasi. Jika preeklamasi (HDK) telah

65
didiagnosa pada periode antenatal atau diperkirakan akan

terjadi pada periode postpartum, reflex tendondalam dikaji

untuk munculnya irritabilitas SSP.

8. Nyeri

Selama periode postpartum, sangat penting bagi perawat

terus menilai rasa nyeri klien, dengan mempertimbangkan

tingkat nyeri pada semua area tubuh, termasuk kepala, dada,

payudara, punggung, kaki, perut, uterus, perineum, dan

ekstermitas. Posisi selama persalinan dapat menyebabkan

ketidaknyamanan otot, dan sakit kepala dapat menunjukkan

hipertensi gestasional. Klien juga harus dinilai untuk nyeri

emosional dan tindakan yang sesuai.

9. Masalah Seksio Sesaria

Klien yang melahirkan dengan seksio sesaria memerlukan

beberapa pengkajian tambahan selama periode

postpartum, termasuk status insisi (sayatan luka operasi),

nyeri, pernapasan paru-paru, dan bising usus.

Insisi seksio sesaria bisa insisi vertical atau horizontal

yang perlu dikaji selama periode postpartum. Metode

REEDA (kemerahan, edema, ecchymosis, discharge, dan

perlekatan) dapat digunakan untuk menilai insisi. Insisi

harus rapat dan tidak ada tanda-tanda dan gejala infeksi,

termasuk kemerahan, edema dan drainase. Harus tidak ada

66
drainase dari insisi. Jika ada drainase harus sedikit

jumlahnya dan tidak berbau busuk.

Penting mengajarkan pada klien untuk memeriksa insisi

setiap hari dengan cermin atau anggota keluarga

memonitor insisi pasien setiap hari. Instruksikan klien

untuk segera melaporkan setiap temuan yang abnormal,

seperti hematoma, drainase abnormal, bau, atau rasa sakit

yang sangat layanan Kesehatan. Perawat juga harus

memantau tingkat nyeri pada klien yang mengalami seksio

sesaria. Untuk mengatasi rasa nyeri, klien umumnya

mendapatkan obat-obat penghilang rasa nyeri baik melalui

supositoria atau infus.

Pengkajian pada pasie post SC juga harus mencakup

auskultasi suara paru-paru karena depresi pernapasan dan

periode imobilisasi yang lama dapat menyebabkan sekresi

menumpuk di paru-paru, menyebabkan komplikasi lebih

lanjut. Klien dapat diajarkan untuk berubah posisi, batuk,

dan napas dalam dan menggunakan spirometer untuk

membantu membersihkan paru-paru.

10. Kekerasan Intimasi Partner/ Intimate Partner Violence

Tambahan pengkajian khusus dianggap perlu selama

periode postpartum, sangat penting untuk menilai tanda-

tanda dan gejala Kekerasan Intimasi Partner (Intimate

Partner Violence/ IPV), secara umum dikenal sebagai

67
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). IPV

menyentuh kehidupan keluarga yang yang tak terhitung

jumlahnya diseluruh dunia, dan pelaksana layanan

kesehatan dapat membantu untuk mengatasi masalah ini.

a) Tanda dan Gejala

IPV adalah pelecehan yang terjadi antara dua orang

yang berada dalam hubungan yang dekat atau intim.

Ini dapat bermanifestasi sebagai kekerasan fisik,

verbal/ emosional, atau seksual, atau penyalahgunaan

ancaman. Gejala IPV meliputi:

o Sakit kronis

o Migrain

o Depresi

o Kecemasan

o Memar pada berbagai tahap penyembuhan

o Memar menyerupai tali atau sabuk

o Penyakit radang panggul (PID)

o Infeksi saluran kemih (ISK)

Partner dapat menunjukkan perilaku bermusuhan

atau menuntut atau mungkin menolak untuk

meninggalkan sisi klien, Pelaku juga bisa menjawab

atas nama klien dan menemukan cara untuk

menjauhkan klien dari keluarga dan teman-teman.

68
b) Pengkajian

Dalam mengkaji klien untuk IPV, perawat harus

menyediakan ruang pribadi untuk melakukan

pengkajian dan menjamin kerahasiaan klien. Karena

IPV terjadi antara suami dan istri, pacar dan pacar,

dan anggota keluarga lainnya, perawat harus

menghindari pertanyaan seperti “Apakah anda

merasa aman di rmah?” Atau “Apakah ada yang

kasar kepada anda?” Di hadapan orang lain,

termasuk anggota keluarga dan teman-teman.

Selain itu, adalah penting bahwa perawat

mengajukan pertanyaan dengan cara yang tidak

menghakimi karena korban IPV sering takut dan

merasa malu.

b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi

Keperawatan Hasil
Nyeri akut bd NOC : NIC :

agen pencedera Tingkat kenyamanan 1.1 Kaji nyeri dengan

fisik, luka Kriteria Hasil : komprehensif meliputi P Q R

episiotomi post 1. Pasien ST

partum spontan melaporkan 1.2 Observasi reaksi verbal dan

D.0077 nyeri non verbal

berkurang 1.3 Monitor tanda tanda vital

2. Skala nyeri 2-3 1.4 Kurangi faktor presipitasi nyeri

69
3. Pasien 1.5 Ajarkan teknik relaksasi

tampak nafas dalam

rileks 1.6 Tingkatkan istirahat

4. Pasien dapat 1.7 Kolaborasi pemberian analgetik

istirahat dan dengan tepat

tidur

5. Tanda tanda

vital

dalam batas normal


Defisit nutrisi bd NOC : NIC :

peningkatan Nutritional Status : Food 2.1 Kaji adanya alergi makanan

kebutuhan karena and Fluid intake 2.2 Monitor adanya penurunan BB

laktasi Kriteria Hasil : dan gula darah

1. Adanya 2.3 Monitor turgor kulit

peningkatan 2.4 Monitor kekeringan, rambut

berat badan kusam, total protein, Hb dan

sesuai dengan kadar Ht

tujuan 2.5 Monitor mual dan muntah

2. Berat badan ideal 2.6 Monitor pucat, kemerahan

sesuai dengan 2.7 Ajarkan pasien bagaimana

tinggi badan membuat catatan makanan

3. Mampu harian.

mengidentifikasi 2.8 Yakinkan diet yang dimakan

kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat untuk

4. Tidak ada tanda mencegah konstipasi

70
tanda malnutrisi 2.9 Kolaborasi dengan ahli gizi

5. Tidak terjadi untuk menentukan jumlah

penurunan berat kalori dan nutrisi yang

badan yang berarti dibutuhkan

Ansietas bd NOC : NIC :

tanggung jawab Anxiety control Coping 3.1 Kaji pasien menggunakan

menjadi orang Kriteria Hasil : pendekatan yang

tua 1. Klien mampu menenangkan

mengidentifikasi 3.2 Identifikasi tingkat kecemasan

dan 3.3 Nyatakan dengan jelas

mengungkapkan harapan terhadap pelaku

gejala cemas pasien

2. Mengidentifikasi, 3.4 Jelaskan semua prosedur dan

mengungkapkan apa yang dirasakan selama

dan menunjukkan prosedur

71
tehnik untuk 3.5 Temani pasien untuk

mengontol cemas memberikan keamanan dan

3. Vital sign dalam mengurangi takut

batas normal 3.6 Berikan informasi faktual

4. Postur tubuh, mengenai diagnosis, tindakan

ekspresi wajah, prognosis

bahasa tubuh dan 3.7 Dorong suami untuk

tingkat aktivitas menemani pasien

menunjukkan 3.8 Dengarkan dengan penuh

berkurangnya perhatian

kecemasan 3.9 Dorong pasien untuk

mengungkapkan perasaan,

ketakutan, persepsi
Gangguan NOC : NIC :

intergritas kulit bd Tissue Integrity : Skin 4.1 Kaji lingkungan yang dapat

luka episiotomi and Mucous menyebabkan tekanan pada

perineum Membranes Kriteria kulit atau luka

Hasil : 4.2 Monitor aktivitas dan

1. Integritas kulit yang mobilisasi pasien

baik bisa dipertahankan 4.3 Monitor status nutrisi pasien

(sensasi, elastisitas, 4.4 Monitor kulit akan adanya

temperatur, kemerahan

hidrasi,pigmentasi) 4.5 Anjurkan pasien untuk

2. Tidak ada luka/lesi menggunakan pakaian yang

pada kulit longgar

72
3. Perfusi jaringan baik 4.6 Hindari kerutan padaa tempat tidur

4. Menunjukkan 4.7 Jaga kebersihan kulit agar

pemahaman dalam tetap bersih dan kering

proses perbaikan 4.8 Mobilisasi pasien (ubah

kulit dan mencegah posisi pasien) setiap dua

terjadinya sedera jam sekali

berulang 4.5 Oleskan lotion atau minyak/baby

5. Mampu melindungi oil pada derah yang tertekan

kulit dan

mempertahankan

kelembaban kulit

dan perawatan

alami

Resiko NOC : NIC :

infeksi bd Knowledge : 5.1 Kaji keadaan kulit, warna

trauma Infection control dan tekstur

jaringan Kriteria Hasil : 5.2 Bersihkan lingkungan

1. Klien bebas dari setelah dipakai pasien lain

tanda dan gejala 5.3 Instruksikan pada pengunjung

73
infeksi untuk mencuci tangan saat

2. Mendeskripsikan berkunjung dan setelah

proses penularan berkunjung meninggalkan pasien

penyakit, factor 5.4 Gunakan sabun antimikrobia

yang untuk cuci tangan

mempengaruhi 5.5 Gunakan baju, sarung tangan

penularan serta sebagai alat pelindung

penatalaksanaanny 5.6 Gunakan kateter intermiten

a untuk menurunkan infeksi

3. Menunjukkan kandung kencing

kemampuan 5.7 Cuci tangan setiap sebelum

untuk mencegah dan sesudah tindakan

timbulnya kperawtan

infeksi 5.8 Pertahankan lingkungan

4. Jumlah leukosit aseptik selama pemasangan

dalam batas alat

normal 5.9 Tingktkan intake nutrisi

3. Menunjukkan 5.10 Berikan terapi antibiotik bila

perilaku hidup perlu

sehat

Gangguan pola NOC : NIC :

tidur bd Sleep : Extent an Pattern 6.1 Kaji faktor yang

tanggung jawab Kriteria Hasil : menyebabkan gangguan

74
memberi asuhan 1. Jumlah jam tidur tidur

pada bayi dalam batas 6.2 Monitor waktu makan dan

normal 6-8 minum dengan waktu tidur

jam/hari 6.3 Monitor/catat kebutuhan tidur

2. Pola tidur, pasien setiap hari dan jam

kualitas dalam 6.4 Diskusikan dengan pasien dan

batas normal keluarga tentang teknik tidur

3. Perasaan segar pasien

sesudah tidur atau 6.5 Fasilitas untuk

istirahat mempertahankan aktivitas

4. Mampu sebelum tidur (membaca)

mengidentifikasik 6.6 Determinasi efek-efek

an hal- hal yang medikasi terhadap pola tidur

meningkatkan 6.7 Jelaskan pentingnya tidur

tidur yang adekuat

6.8 Ciptakan lingkungan yang

nyaman

6.9 Kolaborasikan pemberian

obat tidur
Defisit NOC : 7.1 Kaji pengetahuan klien tentang

pengetahuan bd Knowledge : deases penyakitnya

kurang terpapar proces 7.2 Jelaskan tentang proses penyakit

informasi tentang Kriteria Hasil : (tanda dan gejala), identifikasi

kesehatan masa 1. Menjelaskan kemungkinan penyebab. Jelaskan

post partum, kembali tentang kondisi tentangklien

75
perawatan penyakit, 7.3 Jelaskan tentang program

payudara,teknik 2. Mengenal pengobatan dan alternatif

menyusui kebutuhan pengobantan

perawatan dan 7.4 Diskusikan perubahan gaya hidup

pengobatan tanpa yang mungkin digunakan untuk

cemas mencegah komplikasi

7.5 Diskusikan tentang terapi dan

pilihannya

7.6 Eksplorasi kemungkinan sumber

yang bisa digunakan/ mendukung

7.7 Instruksikan kapan harus ke

pelayana

7.8 Tanyakan kembali pengetahuan

klien tentang penyakit, prosedur

perawatan dan pengobatan

Menyusui tidak NOC : NIC :

efektif bd Breast feeding 8.1Kaji kemampuan bayi untuk

ketidakadekuatan Kriteria Hasil : latch- on dan menghisap secara

suplai 1. Pasien mengatakan efektif

puas dengan 8.2Pantau kemampuan untuk

kebutuhan mengurangi kongesti

menyusui payudara dengan benar

2. Kemantapan 8.3Pantau berat badan dan

76
pemberian ASI : pola eliminasi bayi

Bayi : pelekatan 8.4Pantau keterampilan ibu

bayi yang sesuai dalam menempelkan bayi ke

pada dan proses puting

menghisap 8.5Pantau integritas kulit puting ibu

payudara ibu 8.6Tentukan Keinginan Dan

untuk memperoleh Motivasi Ibu untuk menyusui

nutrisi selama 3 8.7Evaluasi pola menghisap /

minggu pertama menelan bayi

3. Kemantapan 8.8Evaluasi pemahaman ibu tentang

Pemberian ASI : isyarat menyusui dan bayi

IBU : kemantapan (misalnya reflex rooting,

ibu untuk membuat menghisap dan terjaga)

bayi melekat Evaluasi pemahaman tentang

dengan tepat dan sumbatan kelenjar susu dan mastitis

menyusui dan

payudara ibu untuk

memperoleh nutrisi

selama 3 minggu

pertama pemberian

ASI

4. Pemeliharaan

pemberian ASI :

keberlangsungan

77
pemberian ASI

untuk menyediakan

nutrisi

bagi bayi/todler

5. Penyapihan

Pembenian ASI

6. Diskontinuitas

progresif

pemberian ASI

Pengetahuan Pemberian

ASI : tingkat pemahaman

yang ditunjukkan

megenal laktasi dan

pemberian makan bayi

melalui proses pemberian

ASI ibu mengenali

isyarat lapar dari bayi

dengan segera ibu

mengindikasikan

kepuasaan terhadap

pemberian ASI ibu tidak

mengalami nyeri tekan

pada puting mengenali

tanda-tanda penurunan

78
suplai ASI

c. Implementasi Keperawatan

Merupakan proses keperawatan yang mengikuti

rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksanaan

keperawatan mencakup melakukan, membantu,

memberikan asuhan keperawatan untuk mencapai

tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta

melakukan pertukaran informasi yang releven

dengan perawatan Kesehatan berkelanjutan dari

klien.

Proses pelaksanaan keperawatan mempunyai lima

tahap, yaitu:

1. Mengkaji ulang klien

Fase pengkajian ulang terhadap komponen

implementasi memberikan mekanisme bagi

perawat untuk menentukan apakah tindakan

keperawatan yang diusulkan masih sesuai.

2. Menelaah dan modifikasi rencana asuhan

keperawatan yang ada modifikasi rencana asuhan

yang telah ada mencakup beberapa langkah.

Pertama, data dalam kolom pengkajian direvisi

sehingga mencerminkan status Kesehatan terbuka

klien. Kedua, diagnosa keperawatan yang tidak

relevan dihapuskan, dan diagnose keperawatan

79
yang terbaru ditambah dan diberi tanggal. Ketiga,

metode implementasi spesifik direvisi untuk

menghubungkan dengan diagnosa keperawatan

yang baru dan tujuan klien yang baru.

3. Mengidentifikasi bantuan

Situasi yang membutuhkan tambahan tenaga

beragam. Sebagai contoh, perawat yang

ditugaskan untuk merawat klien imobilisasi

mungkin membutuhkan tambahan tenaga untuk

membantu membalik, memindahkan, dan

mengubah posisi klien karena melibatkan kerja

fisik.

4. Mengimplementasikan intervensi keperawatan

Berikut metode untuk mencapai tujuan asuhan

keperawatan:

a) Membantu dalam melakukan aktivitas sehari-

hari

b) Mengonsulkan dan menyuluhkan pasien dan

keluarga.

c) Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota

staf lainnya. (Potter, 2005)

d. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan

antara hasil implementasi dengan kriteria dan

80
standar yang telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilannya.

Evaluasi disusun dengan mengunakan SOAP yang

operasional dengan pengertian:

S: adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang

dirasakan subjektif oleh klien dan keluarga setelah

diberikan implementasi keperawatan.

O: adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh

perawat menggunakan pengamatan yang objektif

setelah implementasi keperawatan

A: adalah merupakan analisis perawat setelah

mengetahui respon subjektif dan objektif klien yang

dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah

ditentukan mengacu pada tujuan rencana

keperawatan klien.

P: adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat

melakukan analisis

Adapun evaluasi dari semua tindakan keperawatan

mengenai asuhan keperawatan postpartum normal

(episiotomi) yaitu:

1) Rasa nyeri teratasi

2) Tingkat pengetahuan ibu bertambah mengenai

perawatan payudara

3) Aktivitas hidup sehari-hari terpenuhi

81
4) Tidak terjadi cedera pada ibu dan bayi

5) Infeksi tidak terjadi

Evaluasi berkelanjutan oleh perawat dapat dilakukan

dengan berbagai cara:

o Kunjungan komunitas atau kunjungan home

health nursing

o Kunjungan follow up pada pemulangan dini dan

telepon call

o Early parenting education dan support group.

o Pemeriksaan postnatal oleh perawat atau bidan

pada minggu keempat sampai keenam postpartum

o Pengkajian bayi sehat oleh perawat anak

o Home visit perawat postpartum

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HOMECARE PADA NY. F DENGAN

DIAGNOSA MEDIS POST PARTUM PADA IBU MELAHIRKAN

DI DESA BATU RINGGIT SELATAN

WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG KARANG MATARAM

A.PENGKAJIAN

Nama Puskesmas Puskesmas Tanjung Karang Tanggal 16 Marat 2021

82
Nama Perawat yang mengkaji Mahasiswa Pengkajian
IDENTITAS KLIEN
Fitriani Penanggung Efendi
Nama klien
jawab
Alamat Rumah Batu Ringgit selatan Diagnosa Post partum
& Telp Medik
Islam/ sasak Dokter
Agama &
Penanggung
Suku
jawab

Keluhan utama: Sirkulasi/Cairan Perkemihan Pernapasan


Pasien mengatakan lecet  (-) Edema  (v) Pola BAK  (-) Sianosis
pada putting payudara Bunyi jantung: lup 5.x/hr,vol 1200 ml/hr  (-) Sekret/Slym
dan tidur malam hari dup  (-) Hematuri  (-) Iramaireguler
terganggu  (-) Asites  (-) Poliuria  (-) Wheezing
 Akraldingin  (-) Oliguria  (-) Ronki
Pemeriksaanfisik
GCS: E4V5M6  (-) Tanda  (-) Disuria  (-) Otot
TD:120/80 mm/Hg Perdarahan:purpura/  (-) Inkontinensia bantu napas
P : 20 x/menit hematom/petekie/he  (-) Retensi  (-) Alat
S : 37 0
C matemesis/melena/ep  (-) Nyeri saat BAK bantu nafas
N : 90 x/menit istaksis*  Kemampuan BAK  (-) Dispnea
 (-) Takikardia  (-) Tanda Anemia : :Mandiri/Bantu  (-) Sesak
Pucat/Konjungtiva sebagian/  (-) Stridor
 (-) Bradikardia
pucat/Lidah Tergantung*  (-) Krepirasi
 (-)Tubuh teraba
pucat/Bibir pucat/  (-) Alat
hangat
Akral pucat* bantu:Tidak/Y
TB : 157 cm
 (-) Tanda a tidak ada
BB: 55 Kg
Dehidrasi:mata  (-) Gunakan
cekung/ turgor kulit Obat:Tidak/Ya*......
PenampilanUmum:
berkurang/ bibir  Kemampuan BAB
keadaan umum baik
kering* :Mandiri/ Bantu
 (-) Pusing sebagian/
 (-) Kesemutan tergantung
 (-) Berkeringat *
 (-) Rasa Haus
 (-) Pengisian kapiler
< 2 detik
Catatan:
Lecet pada putting payudara, dan sering terbangun pada malam hari. Pemeriksaan fisik
pasien normal BB dan TB juga bagus keadaan umum pasien baik, sirkulasi cairan juga
baik, perkemihan juga tidak ada gangguan, begitupun di pernafasan tidak ada gangguan

83
Pencernaan Muskuloskeletal Neurosensori
 (-) Mual  (-) Tonus otot Fungsi Penglihatan:
 (-) Muntah  (-) Kontraktur Fungsi perabaan:

 (-) Kembung  (-) Fraktur  (-) Buram

 Nafsu  (-) Nyeri otot/tulang* (-) Kesemutanpada...

Makan  (-) DropFootLokasi (tidak ada.)..

:Berkurang/Tidak  (-) Tremor Jenis  (-) Tak bisa melihat (bisa)


* tidak ada. (-) Kebas pada (tidak ada)
 (-) SulitMenelan  (-) Malaise/fatique  (-) Alat bantu (tidak ada)

 (-) Disphagia  (-) Atropi  (-) Disorientasi (tidak)

 (-) Bau Nafas  Kekuatan otot  (-) Parese(tidak)

 (-) Kerusakan ....….....5.....5. (-) Visus(tidak)


gigi/gusi/lidah/geraham 5 5  (-) Halusinasi (tidak)
/rahang/palatum*  (-) Postur tidak normal  (-) Disartria (tidak)
 (-) DistensiAbdomen ................. Fungsi pendengaran :
 BisingUsus: 16x/ RPS Atas :  (-)Amnesia (-) Paralisis
menit bebas/terbatas/kele  (-) Kurang jelas
 (-) Konstipasi mahan/kelumpuha  (-) Refleks patologis…normal
 (-) Diare......tidak x/hr n(kanan/kiri)*  (-) Tuli
 (-) Hemoroid, grade  RPS Bawah  (-) Kejang: sifat…tidak ada…..lama ..…
 (-) Teraba : tidak ada…
Masa abdomen bebas/terbatas/kelemaha frekuensi........tidak ada............................
 (-) Stomatitis n/kelumpuhan(kanan/kir (-) Alat bantu.......tidak

(-) Warna. i)* ada..........................

 (-) Riwayat  (v) Berdiri:  (-) Tinnitus tidak ada

obat Mandiri/ Bantu Fungsi Penciuman


pencahar....tida sebagian/  (v) Mampu (iya)
k ada..... tergantung*  (-) Terganggu (tidak)
 (-) Maag  (v) Berjalan :  FungsiPerasa
 (-) Mandiri/ Bantu  (v) Mampu (iya) (-) Terganggu
sebagian/ (tidak)

84
Konsistensi......normal. tergantung* Kulit
...  (-) Alat  ( √ ) Jaringan parut ada pada bagian
 Diet Khusus : Bantu payudara
Tidak / :Tidak/Ya*..........t  (-) Memar
Ya*................ idak ....  (-) Laserasi
 Kebiasaan makan-  (-) Nyeri  (-) UlserasiPus………
minum : :Tidak/Ya*.....................  (-) Bulae/lepuh
Mandiri/Bantusebagia ..tidak  (-) Perdarahan bawah
n/Tergantung*
 (-) Krustae
 (-)
 (-) LukabakarKulit......Derajat......
Alergimakanan/minuma
 (-) Perubahan warna…….
n
 (-) Decubitus:grade…Lokasi ………..….
:Tidak/Ya*..........tidak.. TidurdanIstirahat
.........  (-) Susah tidur pada malam hari
 (-) Alat bantu  (v) Waktu tidur normal 5 jam/hari
:Tidak/Ya*...........
 (-) Bantuan obat
tidak ..
Catatan: pasien tidak mual, muntah,perutnya tidak kembung, pencernaan bagus tidak ada
gangguan, bising usus 16x/menit, tidak diare, tidak memakai obat pencahar, kekuatan otot
normal, tidak menggunakan alat bantu, fungsi pendengaran juga normal, fungsi penciuman
juga normal, begitupun dengan fungsi peraba normal, kulitnya bersih tidak ada jaringan
parut dan tidak meminum obat apapun.

85
Mental Komunikasi dan Kebersihan Diri Perawatan Diri

 (-)Cemas (-) Budaya  (-) Gigi- Sehari-hari

Denial  (v) Interaksi Mulut kotor  (v) Mandi

 (-) Marah (-) Takut denganKeluarga:B  (-) Mata kotor :Mandiri/Bantusebagi

 (-) Putus asa(-) aik/Terhambat*  (-) Kulit kotor an/Tergantung*

Depresi ......................  (-)  (v) Berpakaian

 (-) Rendah diri  (v) Berkomunikasi Perineal/genitalia :Mandiri/Bantusebagi

 (-) Menarik diri Lancar/Terhambat* kotor an/Tergantung*

 (-) Agresif  Kegiatan sosial sehari-  (-) Hidung kotor  (v) Menyisir
hari: berkegiatan seperti  (-) Kuku kotor Rambut
 (-) Perilaku kekerasan
biasanya Mandiri/Bantusebagi
 (-) Respon pasca  (-) Telinga kotor
an/tergantung*
trauma  (-) Rambut-

 (-) Tidak mau Kepala kotor

melihat bagian tubuh

yang

Rusak
Catatan: komunikasi dengan tetangga dan keluarga baik, perawatan dan kebersihan diri

juga dilakukan sendiri, dan mental pasien juga tidak terganggu

DATA PENUNJANG MEDIS INDIVIDU KLIEN

86
Laboratorium Radiologi EKG USG

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

87
Keluhan tambahan

Pasien mengatakan sering terbangun pada malam hari karena bayinya selalu bangun, pasien

juga mengatakan tidak mengetahui cara membersihkan payudaranya sehingga putting

payudara pasien lecet. Riwayat kehamilan pertama pasien mengatakan Hbnya normal dan

tidak transfuse dan kehamilan kedua Hbnya 4 gr/dL sempat di transfuse, pasien juga merasa

pusing dan nyeri pada bagian perineum akibat jahitan.

88
A. DIAGNOSA

1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi

tentang Kesehatan selama masa postpartum ditandai dengan pasien

mengatakan puttingnya lecet dan tidak mengetahui cara perawatan

payudara.

2. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan tanggung jawab memberi

asuhan pada bayi ditandai dengan pasien mengatakan sering kebangun

pada malam hari dan pasien merasa pusing.

B. RENCANA

Nama Puskesmas Tanjung Karang

Nama Perawat yang Mengkaji Mahasiswa Kelompok

Nama Individu/keluarga/kelompok

Penyakit/masalah kesehatan Ibu dengan Post Partum

Nama Penanggung Jawab/KK

Alamat Batu ringgit selatan

Tgl /No Diagnose Tujuan Rencana Tindakan

Keperawatan
15/02/202 Kurang Setelah dilakukan a. Kontrak waktu

1 pengetahuan tindakan selama 3x60 dengan pasien

b/d terpaparnya menit diharapkan b. Kaji keluhan pasien

informasi pasien dan keluarga post partum

tentang dengan kriteria hasil: c. Kaji tingkat

kesehatan a. Mampu pengetahuan klien


89
selama masa Menjelaskan tentang kesehatan

postpartum . kembali tentang selama post partum.

kesehatan d. Diskusikan dengan

selama pasien dalam

postpartum pemberian ASI

b. Mampu pada bayi

melakukan e. Jelaskan tentang

perawatan teknik perawatan

payudara secara payudara

mandiiri f. Anjurkan pasien

c. Mampu untuk control sesuai

memahami anjuran dokter

tentang g. Evaluasi kembali

perawatan pasien tentang

payudara. perawatan payudara

yang sudah

diajarkan oleh

petugas.
16/03/202 Gangguan Setelah dilakukan a. Kaji factor yang

1 istirahat tidur tindakan 3x60 menit menyebabkan

b/d tanggung diharapkan pasien gangguan istirahat

jawab dengan kriteria hasil: tidur pada ibu nifas

memberikan b. Anjurkan ibu nifas

ASI pada bayi a. Jumlah jam dan keluarga untuk

90
tidur dalam memberikan ASI

batas normal 6- setiap 2 jam pada

8 jam/hari sinag hari secara

b. Kualitas tidur maximal

terpenuhi c. Anjurkan ibu pasien

c. Kondisi pasien dan keluarga untuk

dalam keadaan selalu menciptakan

rileks lingkungan yang

aman dan nyaman

C. TINDAKAN DAN EVALUASI

Nama Puskesmas Tanjung Karang


Nama Perawat yang Mengkaji Mahasiswa Kelompok
Nama Individu/keluarga/kelompok
91
Penyakit/masalah kesehatan Ibu dengan Post Partum
Nama Penanggung Jawab/KK
Alamat Batu ringgit selatan

Tgl/No Diagnose Implementasi Evaluasi TTD

Keperawata Perawat

n
17/03/202 I 1. Megontrak waktu dengan S :

1 pasien  Pasien

2. Mengkaji keluhan pasien mengatakan

post partum tidak

3. Mengkaji tingkat mengetahui

pengetahuan klien tentang tentang

kesehatan selama post kesehatan

partum. selama post

4. Mendiskusikan dengan partum

dalam pemberian ASI pada  Pasien

bayi mengatakan

tidak

mengetahui cara

pemberian ASI

pada bayi

 Pasien

mengatakan

tidak

mengetahui cara
92
perawatan

payudara yang

benra

O:

 Pasien tampak

kooperatif

A:

Masalah teratasi

sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan:

1. Jelaskan tentang

teknik perawatan

payudara

2. Anjurkan pasien

untuk control

sesuai anjuran

dokter

3. Evaluasi

kembali pasien

tentang

perawatan

93
payudara yang

sudah diajarkan

oleh petugas.
18/03/202 I a. Menjelaskan tentang teknik S:

1 perawatan payudara  pasien

b. Menganjurkan pasien untuk mengatakan

control sesuai anjuran dokter memahami

tentang teknik
c. Mengevaluasi kembali
perawatan
pasien tentang perawatan
/message
payudara yang sudah
payudara
diajarkan oleh petugas.
 Pasien

mengatakan

memahami

penyuluhan yang

diberikan leh

petugas

O:

 pasien tampak

memerhatikan

tentang

penyuluhan dan

demontrasi cara

perawatan

94
payudara

 tampak pasien

aktif dalam

bertanya

 tampak pasien

mau mengikuti

cara perawatan

payudara sesuai

instruksi.

A:

Masalah teratasi

P:

Intervensi dihentikan

19/03/202 II a. mengkaji factor yang S :

1 menyebabkan gangguan  pasien

istirahat tidur pada ibu mengatakan

postpartum istirahat tidurnya

b. menganjurkan ibu nifas dan terganggu pada

keluarga untuk memberikan malam hari

ASI setiap 2 jam pada sinag  pasien

hari secara maximal mengatakan

c. menganjurkan ibu pasien dan mampu

keluarga untuk selalu mengikuti


95
menciptakan lingkungan anjuran petugas

yang aman dan nyaman tentang

pemberian ASI

setiap 2 jam

pada siang hari.

 Pasien dan

keluarga

mengatakan

mampu

menciptakan

lingkungan

aman dan

nyaman

O:

 tampak pasien

kooperatif dalam

mengikuti

anjuran petugas

 tampak pasien

lebih rileks

 tampak pasien

dan keluarga

sepakat untuk

menciptakan
96
lingkungan

senyaman

mungkin

A:

Masalah teratasi

P:

Intervensi dihentikan.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Home care merupakan pelayanan kesehatan yang holistik dengan

mempertimbangkan aspek bio, psiko, sosial, spiritual dan ekonomi secara

komprehensip dengan mengutamakan kepentingan dan kepuasan pasien yang

dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ada beberapa bentuk pelayanan home

care di masyarakat sehingga home dapat menjadi upaya terbaik bagi pasien –

pasien penyakit kronik atau terminal untuk meningkatkan dan

mempertahankan kemampuan optimal.

97
Dalam pelaksanaan home care ada beberapa aspek yang harus

diperhatikan seperti aspek legal dan etik dalam home care, perizinan

pendirian home care, kebijakan dalam home care, dan kepercayaan dan

budaya dalam home care. Hal ini di lakukan untuk menghindari adanya saling

menyalahkan dalam home care sehingga tidak ada pihak yang saling

merugikan. Sehingga pasien juga mendapatkan perawatan yang baik serta

perawat juga mengerti dan memahami peraturan-peraturan yang ada dan

langkah-langkah dalam menjalankan home care. Hal tersebut juga dapat

menekan terjadinya pro dan kontra home care di masyarakat.

Sebagai tenaga profesional, perawat harus mengerti standar pelayanan

dan peran serta fungsi perawat dalam home care sehingga perawat dapat

memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan etis kepada pasien.

Dalam home care juga diperlukan team kesehatan yang solid untuk

memberikan pelayanan yang komprehensif dan paripurna kepada pasien

sehingga peningkatan kualitas hidup pasien dapat tercapai.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan agar para pembaca

khususnya kepada mahasiswa untuk dapat meningkatkan pemahamannya

darah guna terwujudnya pelaksanaan proses belajar yang baik. Kami

menyadari Asuhan Keperawatan Home care ini masih memiliki banyak

kekurangan, oleh sebab itu kami menyarankan kepada pembaca untuk tetap

98
terus menggali sumber-sumber yang menunjang terhadap pembahasan yang

akan datang.

99
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal Neonatal. Jakarta; PT Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo

Ai Yeyeh, Rukiyah, dkk.etal. (2010). Asuhan Kebidanan 1.Jakarta: CV. Trans


Info Media.
Ambarwati, E,R,Diah, W. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha
Medika Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan
Nyeri.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Anggraini,Yetti.2010.Asuhan kebidanan Masa Nifas.Yogyakarta: Pustaka
Rihama APN, (2014). Buku Acuan Persalinan Normal. JNPK-KR:
Jakarta
Ari Sulistyawati, (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas, ANDI.
Yogyakarta
Bobak, Lowdermilk, Jense. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:
EGC Depkes 2017. Pusat Data Dan Informasi Profil Kabupaten Kota
Sumatera Barat. Online

Nurbaeti Irma, dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Partum dan Bayi
Baru Lahir. Jakarta: Mitra Wacana Media

Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta :


Graha Ilmu

Priharjo,Robert. 2008. Konsep & Perspektif Praktik Keperawatan Profesional


Edisi2. Jakarta : EGC
Rosyidi,K.2013 .Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media.

100
Lampiran 1

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PERAWATAN PAYUDARA

PENGERTIAN perawatan yang dilakukan pada ibu pasca persalinan atau post partum

TUJUAN  Menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi


 Menjaga elastisitas puting susu
 Menjaga puting susu agar tetap menonjol
 Mengetahui adanya kelainan payudara
 Melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran
susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI

Indikasi 1. Ibu post partum yang menyusui


2. Bila ASI ibu tidak teratur / tidak lancar (Bendungan ASI)
3. Saluran susu tersumbat karena tekanan bayi sewaktu menyusui
4. Pemakaian bra yang ketat

PERALATAN - Baby oil/minyak kelapa


- dua buah baskom yang berisi air hangat dan air dingin
- dua buah waslap / handuk kecil
- dua buah handuk bersih
- kapas secukupnya
PROSEDUR A. Tahap PraInteraksi
PELAKSANAAN a. Mengecek program terapi
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan alat
B. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam kepada pasien dan sapa nama pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga
c. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum kegiatan
dilakukan
C. Tahap Kerja
A. Buka baju pasien dan ganti dengan handuk yang lain
B. Puting susu dikompres dengan kapas minyak
C. Puting susu dipegangan dengan menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk kemudian diputar ke arah dalam sebanyak 5-10 kali
dan ke arah luar 5-10 kali
D. Puting susu ditarik sebanyak 20 kali
E. Merangsang dengan menggunakan ujung waslap
F. Licinkan kedua tangan dengan minyak lalu tempatkan kedua
telapak tangan tadi diatas kedua payudara.
G. Pengurutan 1
Lakukan pengurutan, arah pengurutan dimulai kearah atas

101
kemudian kesamping, telapak tangan kiri dan telapak tangan
kanan kearah sisi kanan. Selanjutnya diteruskan kearah bawah
samping. Lakukan pengurutan ini sebanyak 15-30 kali.
Selanjutnya letakkan kedua telapak tangan disalah satu
payudara bagian bawahnya edengan posisi telapak tangan yang
satu diatas dan yang satu dibawah (posisi bertumpuk). Lalu
digerakkan secara bergantian keatas sambil menyentuh sedikit
payudara dan dilepas perlahan-lahan, lakukanlah sebanyak 15-
30 kali.
Dilanjutkan dengan arah garukan yang terakhir adalah
melintang yaitu tempatkan kedua telapak tangan dibawah
kedua payudara kiri dan kanan, kemudian secara bersamaan
digerak-gerakan keatassambil menyentuh sedikit payudara dan
dilepas perlahan-lahan, lakukanlah sebanyak 20-30 kali.

1. Pengurutan II
Salah satu tangan menopang payudara sedang tangan yang
lainnya mengurut payudara dari pangkal menuju putting
susu dengan tangan dikepalkan. Lakukanlah sebanyak 20-
30 kali
2. Pengurutan III
Satu payudara dan telapak tangan menopang yang lainnya
mengatur payudara dari pangkal menuju ke putting susu.
Lakukanlah secara bergantian pada payudara kiri dan
kanan, lakukanlah sebanyak 20-30 kali.
3. Pengurutan IV
Merangsang payudara dengan mengompreskan air hangat
dan air dingin secara bergantian dengan memakai waslap,
dilakukan sebanyak 20-30 kali. Bisa juga dilakukan oleh
ibu pada saat mandi dikamar mandi dengan menggunakan
Waskom kecil berisi air hangat diguyur atau diciprat-
cipratkan ke payudara dan untuk air dinginnya bisa
dilakukan saat ibu mandi dengan air dingin. Selanjutnya
dikeringkan dengan handuk dan alat-alat yang dipakai
dibereskan
Pakailah BH khusus untuk menyusui bayi (BH yang
menyangga payudara)
Penting;
- Jangan membersihkan putting susu dengan sabun atau
alcohol karena dapat menyebabkan putting susu lecet/sakit.
- Perawatan dilakukan 2 kali sehari sebelum mandi.
D. TahapTerminasi
1. Mengevaluasi hasil tindakan yang baru dilakukan
2. Berpamitan dengan pasien
3. Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

102
Lampiran 2

Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

Topik : Perawatan Payudara

Sasaran :Perawatan payudara pada Ibu Post-Partum

Hari/tanggal : kamis/18 Maret 2021

Jam :08.00 WITA-Selesai

Waktu : 30 menit

Tempat : Di Rumah Pasien .Ling.Batu Ringgit Selatan

A. Latar Belakang

Pentingnya pemberian ASI pada usia 0 – 6 bulan pertama tak dapat

disangkal lagi, banyak ibu-ibu muda maupun ibu-ibu yang belum

berpengalaman mengalami kesulitan-kesulitan dalam penyaluran ASI pada

bayinya. Breast Care atau perawatan payudara setelah melahirkan dapat

membantu ibu dalam memberikan ASI eksklusif pada bayinya, karena

dengan Breast Care payudara menjadi terangsang dalam memproduksi air

susu dan juga puting ibu dapat terkelola dengan tepat.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

103
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 30 menit tentang cara

perawatan payudara, diharapkan ibu mampu memahami dan dapat

melaksanakan perawatan payudara dengan benar.

2. Tujuan Khusus

Setelah mendapatkan penyuluhan peserta dapat:

4. Menjelaskan pengertian perawatan payudara

5. Menyebutkan tujuan perawatan payudara

6. Menyebutkan manfaat perawatan payudara

7. Menjelaskan pengertian ASI

8. Menyebutkan manfaat ASI

9. Menyebutkan persiapan alat perawatan payudara dengan lengkap

dan benar

10. Mendemonstrasikan caraperawatan payudara dengan benar.

C. Materi

1. Pengertian Perawatan Payudara

2. Tujuan Perawatan Payudara

3. Manfaat Perawatan Payudara

4. Pengertian ASI

5. Manfaat ASI

6. Persiapan alat-alat untuk perawatan payudara

7. Teknik atau cara perawatan payudara

104
D. Pelaksanaan Kegiatan

No Kegiatan Materi Waktu

.
1 Pembukaan A. Ucapan salam 5 menit

B. Perkenalkan diri dan

anggota

C. Menyampaikan tujuan

D. Menjelaskan topik

penyuluhan

E. Kontrak waktu
2 Pelaksanaan 1. Pengertian 20 menit

penyuluhan Perawatan Payudara

2. Tujuan Perawatan

Payudara

3. Manfaat Perawatan

Payudara

4. Pengertian ASI

5. Manfaat ASI

6. Persiapan alat-alat

untuk perawatan

payudara

105
7. Teknik atau cara

perawatan payudara

8. Demontrasi cara

perawatan Payudara
3 Penutup a. Tanya jawab 5 menit

b. Menyimpulkan hasil

penyuluhan

c. Evaluasi kepada peserta

d. Salam penutup

F. Metode

1. Ceramah

2. Demonstrasi

3. Tanya jawab

G. Media

1. Materi SAP

2. Leaflet

3. SOP

4. Pantum Payudara

H. Evaluasi

1. Mengajukan pertanyaan secara lisan kepada peserta penyuluhan

- Tes awal

Mengapa perawatan payudara perlu dilakukan setelah melahirkan?

106
- Tes akhir

Bagaimana cara melakukan perawatan payudara?

2. Observasi

- Respon ibu saat diberi pertanyaan

- Ibu antusias atau tidak

- Ibu mengajukan pertanyaan atau tidak

- Proses kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara penyuluhan

LAMPIRAN MATERI

PERAWATAN PAYUDARA

1) Perawatan Payudara

107
Payudara

Payudara (mammae) adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit,

diatas otot dada.Payudara memiliki fungsi sebagai produksi ASI untuk

nutrisi bayi. Manusia memiliki sepasang payudara yang beratnya kurang

lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui mencapai 800

gram. Payudara disebut pula glandula mamalia yang ada baik pada wanita

maupun pria.Pada pria secara normal tidak berkembang, kecuali jika

dirangsang dengan hormon.Pada wanita terus wanita terus berkembang

pada pubertas, sedangkan selama kehamilan terutama berkembang pada

masa menyusui.

1. letak setiap payudara terletak pada sternum dan meluas setinggi kosta

ke II dan ke VI. Payudara ini terletak pada fascia superfisialis pada

dinding rongga dada yang disangga oleh ligamentum suspensorium.

2. Bentuk: masing – masing payudara berbentuk tonjolan setengah bola

dan mempunyai ekor (cauda) dari jaringan yang meluas ke ketiak

atau aksila.

3. Ukuran payudara berbeda pada setiap manusia, juga tergantung pada

stadium perkembangan dan umur. Tidak jarang salah satu payudara

ukurannya agak lebih besar daripada yang lainnya (Dewi dan

Sunarsih, 2012).

2) Perawatan Payudara Post – Partum

Perawatan payudara post – partum adalah suatu tindakan untuk

merawat payudara pada masa nifas (masa menyusui) untuk memperlancar

108
pengeluaran ASI (Sitti Saleha, 2009).Post-natal breast care pada ibu nifas

merupakan perawatan payudara yang dilakukan pada ibu pasca

melahirkan/nifas untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah

tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI.

Pelaksanaan perawatan payudara dimulai sedini mungkin, yaitu 1-2 hari

setelah bayi dilahirkan dan dilakukan 2 kali sehari.Perawatan payudara

untuk ibu nifas yang menyusui merupakan salah satu upaya dukungan

terhadap pemberian ASI bagi buah hati.

Perawatan payudara masa nifas sering disebut Post-NatalBreast

Care bertujuan untuk memilihara kebersihan payudara, memperbanyak

atau memperlancar pengeluaran ASI sehingga produksi ASI lancar

(Anggraini Y, 2010).

Perawatan payudara dilakukan atas berbagai indikasi, antara lain

tidak menonjol atau bendungan payudara. Tujuannya adalah

memperlancar pengeluaran ASI saat masa menyusui.Untuk

pascapersalinan, lakukan sedini mungkin yaitu 1 sampai 2 hari dan

dilakukan 2 kali sehari (Dewi dan Sunarsih, 2012).

3) Tujuan Perawatan Payudara Post – Partum

Menurut Depkes RI (2006) tujuan perawatan payudara pasca

persalinan antara lain:

1. Untuk menjaga kebersihan payudara, terutama kebersihan puting

susu agar terhindar dari infeki.

2. Melenturkan dan menguatkan puting susu.

109
3. Payudara yang terawatakan memproduksi ASI cukup untuk

kebutuhan bayi.

4. Dengan perawatan payudara yang baik puting susu tidak akan lecet

sewaktu bayi menyusu.

5. Melancarkan aliran ASI.

6. Mengatasi puting susu datar supaya dapat dikeluarkan sehingga

siap untuk disusukan kepada bayi.

4) Manfaat Perawatan Payudara Post – Partum

Manfaat perawatan payudara post-partum, antara lain:

1. Memelihara kebersihan payudara terutama kebersihan puting

susu.

2. Melenturkan dan menguatkan puting susu.

3. Mengeluarkan putting susu yang masuk kedalam atau datar.

4. Merangsang kelenjar-kelenjar air susu sehingga produksi ASI

banyak dan lancar.

5. Agar waktu menyusui, ASI dapat keluar dengan lancar dan

menghindari dari kesulitan menyusui.

5) Pengertian ASI

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting

terutama pada bulan – bulan pertama kehidupan yang mengandung

berbagai zat yang penting untuk tumbuh kembang bayi dan sesuai dengan

kebutuhannya.ASI tidak hanya memberikan manfaat untuk bayi saja,

melainkan untuk ibu, keluarga dan negara(Dewi dan Sunarsih, 2012).

6) Manfaat ASI

110
Manfaat ASI untuk bayi adalah sebagai berikut :

1. Nutrient (zat gizi) dalam ASI sesuai dengan kebutuhan bayi

Zat gizi yang terdapat dalam ASI antara lain: lemak, karbohidrat,

protein, garam, mineral serta vitamin. ASI memberikan seluruh

kebutuhan nutrisi dan energy selama 1 bulan pertama, separuh atau

lebih nutrisi selama 6 bulan kedua dalam tahun pertama dan 1/3 nutrisi

atau lebih selama tahun kedua.

2. ASI mengandung zat protektif

Dengan adanya zat protektif yang terdapat dalam ASI, maka bayi

jarang mengalami sakit. Zat-zat protektif tersebut antara lain sebagai

berikut.

a) Lactobacsilus bifidus(mengubah laktosa menjadi asam laktat dan

asam asetat, yang membantu memberikan keasaman pada

pencernaan sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme)

b) Laktoferin, mengikat zat besi sehingga membantu menghambat

pertumbuhan kuman

c) Lisozim, merupakan enzim yang memecah dinding bakteri dan

antiinflamatori bekerjasama dengan peroksida dan aksorbat untuk

menyerang E. Colli dan Salmonella, serta menghancurkan dinding

sel bakteri, terdapat dalam ASI dalam konsentrasi 5.000 lebih

banyak dari susu sapi

d) Komplemen C3 dan C4. Membuat daya opsenik.

e) Immunoglobulin (Ig C, Ig M, Ig A, Ig D, Ig E). melindungi tubuh

dari infeksi, dari semua yang paling penting adalah Ig A, zat ini

111
melindungi permukaan mukosa terhadap serangan masuknya

bakteri pathogen serta virus. Zat ini memungkinkan masukknya

kuman-kuman E. Colli, Salmonella, Shihela, Streptococcus,

Stapphylococcus, Pneumonococcus, Poliovirus, dan Rotavirus.

f) Faktor-faktor anti – alergi

Mukosa usus bayi mudah ditembus oleh protein sebelum bayi

berumur 6-9 bulan, sedangkan protein dalam susu sapi bisa bekerja

sebagai allergen

3. Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan bagi ibu dan bayi.

Pada masa bayi kontak kulit dengan ibunya, maka akan timbul rasa

aman dan nyaman bagi bayi. Perasaan ini sangat penting untuk

menimbulkan rasa percaya (basic sense of trust).

4. Menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi baik.

Bayi yang mendapatkan ASI akan memiliki tumbuh kembang yang

baik. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan berat badan bayi dan

kecerdasan otak bayi

5. Mengurangi kejadian karies dentis

Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI. Kebiasaan

menyusu dengan botol atau dot akan menyebabkan gigi lebih lama

kontak dengan susu formula sehingga gigi menjadi lebih asam

6. Mengurangi kejadian maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang

mendorong ke depan akibat menyusui dengan botol dan dot.

112
7. Membantu proses involusi yaitu pengembalian kandungan yang tadinya

ditempati oleh janin ibu, karena ibu menyusui maka perut ibu akan

terasa mulas, hal ini merupakan tanda kandungan ibu mulai menyusut

dan akan kembali ke ukuran normal pada saat belum hamil.

8. Menjalin kasih sayang antara ibu dan anak.

9. Mencegah terjadinya kanker payudara.

7) Persiapan Alat dan Bahan Perawatan Payudara Post – Partum

Persiapan Alat:

1. Baby oil

2. Kapas dalam kom

3. Waslap 2 buah

4. Handuk bersih (besar) 1 buah

5. Handuk bersih (kecil) 1 buah

6. Bengkok

7. 2 baskom berisi air (hangat dan dingin)

8) Teknik atau Cara Perawatan Payudara Post - Partum

1. Memposisikan pasien senyaman mungkin

2. Menjelaskan maksud dan tujuan perawatan

3. Memasang sampiran atau tempat penutup untuk menjaga privasi

klien

4. Membuka baju bagian atas dan bra, handuk kering diletakkan

dibahu dan pangkuan pasien

5. Perawat mencuci tangan, mengompres kedua puting susu dan

aerola mammae dengan menggunakan baby oil, diamkan ± 3 menit

113
untuk mengeluarkan kotoran yang ada di puting dan aerola

mamae.

6. Melicinkan kedua telapak tangan dengan minyak.

7. Sokong payudara kiri dengan tangan kiri, lakukan gerakan kecil

dengan dua atau tiga jari tangan kanan, mulai dari pangkal

payudara dan berakhir pada gerakan spiral pada daerah puting susu

(dilakukan sebanyak 20-30 kali).

8. Buatlah gerakan memutar sambal menekan dari pangkal payudara

dan berakhir pada puting susu diseluruh bagian payudara. Lakukan

gerakan ini pada payudara kanan (dilakukan sebanyak 20-30 kali).

9. Letakkan kedua telapak tangan diantara dua payudara. Urutlah dari

tengah ke atas sambal mengangkat kedua payudara dan lepaskan

keduanya perlahan. Lakukan gerakan ini 20-30 kali.

114
10. Variasi lainnya adalah gerakan payudara kiri dengan kedua tangan

ibu jari di atas dan empat jari lainnya di bawah peras dengan

lembut payudara sambal meluncurkan kedua tangan ke depan kea

rah puting susu. Lakukan hal yang sama pada payudara kanan.

11. Sanggah payudara dengan satu tangan sedangkan tangan yang lain

mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah pangkal

payudara ke arah puting susu. Lakukan gerakan ini 20-30 kali.

Setelah itu, letakkan satu tangan disebelah atas dan satu lagi di

bawah payudara. Luncurkan kedua tangan secara bersamaa kea rah

puting susu dengan cara memutar tangan. Ulangi gerakan ini

sampai semua bagian payudara terkena urutan.

12. Kompres payudara dengan air hangat menggunakan waslap selama

2 menit untuk mengurangi nyeri, kemudian ganti dengan kompres

dingin selama 1 menit untuk mengurangi stasis pembuluh darah

vena dan rasa nyeri. Kompres bergantian selama tiga kali berturut-

turut akhiri dengan kompres hangat.

13. Keringkan payudara dengan handuk yang kering dan bersih

14. Persilahkan ibu untuk memakai bra dan baju.

15. Anjurkan ibu melakukan perawatan sebanyak 2 kali sebelum

mandi.

115
16. Merapikan alat, perawat mencuci tangan.

DAFTAR PUSTAKA

116
Bahiyatun.(2009). Buku Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Dewi, Vivian Nanny Lia dan Sunarsih, Tri.(2012). Asuhan Kebidanan pada

Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Depkes RI. 2006. Perawatan Payudara. From: http://www.depkesRI.co.id

(diakses Mei 2016)

Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba

Medika

Lampiran 3

117
Dokumentasi

Melakukan pengkajian ulang Rabu 17 Maret 2021

Melakukan tindakan Kamis 18 Maret 2021

118
119
Evaluasi dx 1jumat, 19 Maret 2021

Melakukan penyuluhan dx2 dan evaluasi

120

Anda mungkin juga menyukai