Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

MATERNITAS PADA PASIEN KETUBAH PECAH DINI (KPD)

DI RUANG TERATAI

RSUD Dr. HARYOTO LUMAJANG

Disusun oleh :

KRISDIYA NURSYAHRIYA (14201.13.21035)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS HAFSHAWATY ZAINUL HASAN PROBOLINGGO

2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP

KETUBAN PECAH DINI

Nama : Krisdiya Nursyahriya

NIM : 14201.13.21035

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Semester : V (lima)

Laporan Pendahuluan disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Mahasiswa,

Krisdiya Nursyahriya

Pembimbing Praktik/CI Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Kepala Ruangan
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu:


alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan
alat reproduksi wanita ba gian luar yang terletak di perineum.
1. Alat genitalia wanita bagian luar

1. Mons veneris / Mons pubis


Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol
di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit
jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya
segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak)
berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan hubungan seks.
2. Bibir besar (Labia mayora)
Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang
labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung
bawah. Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk
perineum, permukaan terdiri dari:
1) Bagian luar Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari
rambut pada mons veneris.
2) Bagian dalam Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung
kelenjar sebasea (lemak).
3. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam
bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah
bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, semantara bagian
lateral dan 7 anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan
medial labia minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda
dan basah.
4. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil,
dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat
sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama klitoris adalah
menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
5. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu
atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan
kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak
berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.
6. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina
dan anus. Perinium membentuk dasar badan perinium.
7. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan
mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
8. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan
mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari
lendir yang di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.
9. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak
pada pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis
tengah berada di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan
fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen.

3. Alat genitalia wanita bagian dalam

a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas
vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan
panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan
di belakang kandung kemih.
Vagina merupakan saluran muskulomembraneus yang
menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya
merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator
ani oleh karena itu dapat dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat
lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan terutama di bagian bawah.
Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian uterus.
Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio
uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior,
fornik posterior, fornik dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina
mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan
PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir
uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada
waktu persalinan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular,
pipih, cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang
terletak di 10 pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum.
Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan
teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian
corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus
uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan
berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding
belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum
sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih.
Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa
ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung
dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm,
nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga
lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
1) Peritoneum
a) Meliputi dinding rahim bagian luar
b) Menutupi bagian luar uterus
c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
d) pembuluh darah limfe dan urat saraf
e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
2) Lapisan otot
a) Lapisan luar: seperti “Kap”melengkung dari fundus uteri
menuju ligamentum
b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai
osteum uteri internum
c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut
membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim.
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan
jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak
antara osteum uteri internum anatomikum yang merupakan
batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum
uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir
kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut istmus.
Istmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan
meregang saat persalinan.
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh
tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang
menyangga, tonus otot-otot dasar panggul, ligamentum yang
menyangga uterus adalah ligamentum latum, ligamentum
rotundum (teres uteri) ligamentum infindibulo pelvikum
(suspensorium ovarii) ligamentum kardinale machenrod,
ligamentum sacro uterinum dan ligamentum uterinum.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu
uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan
ovum mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum
latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum
pada dinding rahim. 14 Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan
folikel menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon –
hormon steroid. 15 Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada
ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum
latum melalui mesovarium.
Parametrium Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di
antara ke dua lembar ligamentum latum. Batasan parametrium
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uter
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovary
(Bobak, Jansen, dan Zalar, 2001).

2. DEFINISI
Ketuban Pecah Dini / Early Premature of Membrane (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang
dari 3 cm dan multipara 5 cm. (Mochtar: Suratni, N. L. K. (2021). Ketuban
Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur(Sarwono :
dalam Astuti, D 2021).
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. (Fadlun dkk, 2011)
ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. KPD adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan
dan setelah satu jam ditunggu belum ada tanda-tanda inpartu (Kennedy et al.,
2019).
KPD merupakan pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan.
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi pada saat sebelum persalinan
berlangsung (Saifuddin et al. Dalam : Lestyani, L. 2020 ).
Ketuban Pecah Dini (KPD) memiliki bermacam-macam teori, batasan
dan definisi. Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of
Membranes (PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadinya proses persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu (Soewarto: dalam Tahir, S. 2021).

3. ETIOLOGI
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebab KPD
belum diketahui dan tidak dapat di tentukan secara pasti (Tahir, 2021).
Beberapa laporan 9 menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan
KPD, namun faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Menjelang usia
kehamilan cukup bulan, terjadi kelemahan pada selaput janin yang memicu
robekan. Selain itu hal-hal yang bersifat patologis seperti perdarahan dan
infeksi juga dapat menyebabkan terjadinya KPD (Rukiyah, 2010). Penyebab
terjadinya KPD diantaranya karena trauma pada perut ibu, kelainan letak janin
dalam rahim, atau pada kehamilan grande multipara (Manuaba, 2014). KPD
disebabkan oleh berkurangnya kekuatan membran karena suatu infeksi yang
dapat berasal dari vagina dan serviks atau meningkatnya tekanan intrauterine
ataupun oleh kedua faktor tersebut (Saifuddin et al., 2014).
Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat
dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Adapun beberapa etiologi dari penyebab kejadian ketuban pecah dini menurut
beberapa ahli : ix 2.1.2.1 Serviks inkompeten (leher rahim) Pada wanita dalam
presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh dari aterm, serviks yang
inkompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan sebagai akibat dari
peningkatan aktifitas uterus melainkan akibat dari kelemahan intrinsik uterus
sehingga menyebabkan ketuban pecah. Keadaan ini ditandai oleh dilatasi
servik tanpa rasa nyeri dalam trimester kedua atau awal trimester ketiga
kehamilan yang disertai prolapsus membran amnion lewat serviks dan
penonjolan membrane tersebut kedalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh
pecahnya ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin imatur sehingga
kemungkinan janin akan meninggal. Tanpa tindakan yang efektif rangkaian
peristiwa yang sama cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap
kehamilan. Meskipun penyebabnya masih meragukan namun trauma
sebelumnya pada serviks, khususnya pada tindakan dilatasi, kateterisasi dan
kuretasi. (Fadlun dkk, 2011)
Ketegangan rahim berlebihan Ketegangan rahim berlebihan
maksudnya terjadi pada kehamilan kembar dan hidramnion. Etiologi
hidramnion belum jelas, tetapi diketahui bahwa hidramnion terjadi bila
produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban terganggu atau
kedua-duanya. Dicurigai air ketuban dibentuk dari sel-sel amnion. Di samping
itu ditambah oleh air seni janin dan cairan otak pada x anensefalus. Air
ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang
baru. Salah satu cara pengeluaran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus
kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu.
Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada
atresia esophagus atau tumor-tumor plasenta. Hidramnion dapat
memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput
ketuban pecah sebelum waktunya. (Manuaba, 2010)
Kelainan letak janin dalam rahim Kelainan letak janin dalam rahim
maksudnya pada letak sungsang dan letak lintang. Letak janin dalam uterus
bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada
kehamilan

4. MANIFESTASI KLINIS
(Menurut Sunarti,2017) Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau, berwarna pucat,
cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai
kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang
sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran
untuk sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, denyut jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi
yang terjadi.
(Menurut Sujiyatini, 2021). Tanda yang terjadi adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina,aroma air ketuban berbau amis dan
tidak seperti bau amoniak,mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes dengan ciri pucat dan bergaris warna darah,cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
duduk atau berdiri,kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
“mengganjal “atau menyambut kebocoran untuk sementara. Demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut,denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
5. PATOFISIOLOGI
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini
dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit
ketuban.Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid
C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan
lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium.Pada infeksi juga dihasilkan produk
sekresi akibat aktivitas monosit/ makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1,
faktor nekrosis tumor dan interleukin 6.Platelet activating factor yang
diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang ditemukan dalam
cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin.
Endotoksin yang masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang sel-
sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang
menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah
mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi.
Enzim bakterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon
untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban.
Banyak flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai
kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan
kekuatan tenaga kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara
spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan
bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi
bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan
menyebabkan ketuban pecah dini. Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin
B, katepsin N, kolagenase yang dihasilkan netrofil dan makrofag,
nampaknya melemahkan kulit ketuban .Sel inflamasi manusia juga
menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi
plasmin potensial, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.
Menurut Manuaba (2019) mekanisme terjadinya KPD dimulai
dengan terjadi pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami
devaskularisasi. Setelah kulit ketuban mengalami devaskularisasi
selanjutnya kulit ketuban mengalami nekrosis sehingga jaringan ikat
yang menyangga ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan
ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang mengeluarkan enzim
yaitu enzim proteolotik dan kolagenase yang diikuti oleh ketuban pecah
spontan.
Menurut Prawirohardjo,2019. Pecahnya ketuban pada saat
persalinan secara umum disebabkan oleh adanya kontraksi uterus dan juga
peregangan yang Berulang. Selaput ketuban pecah pada bagian tertentu
dikarenakan adanya perubahan biokimia, yang mengakibatkan
berkurangnya keelastisan selaput ketuban, sehingga menjadi rapuh.
Biasanya terjadi pada daerah inferior. Korion amnion yang biasa disebut
selaput janin merupakan batas desidua maternal dan lainnya pada
membran Basemen kolagen tipe II serta IV dan lapisan berserat yang ada di
bawahnya mengandung kolagen tipe I, III, V, dan VI, maka dari itu
kolagen merupakan kekuatan utama untuk korion amnion. Selaput
ketuban pecah adalah proses penyembuhan dari luka di mana kolagen
dirusakkan. Kumpulan matrix metalloproteinase (mmps) adalah salah
satu keluarga enzim yang bertindak untuk merusak serat kolagen yang
memgang peranan penting.
Di sini prostaglandin juga memacu produksi mmps di leher rahim
dan desidua untuk mempromosikan pematangan serviks dan aktivasi
membran desi dua dan janin, mmps-1 dan mmps-8 adalah kolagenase yang
mendegradasikan kolagen tipe I, II dan III, sedangkan mmps-2 dan
mmps-9 merupakan gelatinase yang mendegradasikan kolagen tipe IV dan
V. Aktivitas mmps sendiri diatur oleh inhibitor jaringan mmps yaitu
tissue inhibitors of mmps (timps). Faktor yang sering dapat meningkatkan
konsentrasi mmps adalah infeksi atau peradangan. Infeksi dapat
meningkatkan konsentrasi MMP dan menurunkan kadar TIMP dalam
rongga ketuban melalui protease yang dihasilkan langsung oleh bakteri,
yang nantinya protease itu akan mengakibatkan degradasi kolagen.
Proinflamasi seperti IL-1 dan tnfα juga dapat meningkatkan kadar MMP
(Sulistyowati,2018).
Selaput ketuban yang tadinya sangat kuat pada kehamilan muda,
akan semakin menurun seiring bertambahnya usia Kehamilan, dan
puncaknya pada trimester ketiga. Selain yang telah disebutkan di atas,
melemahnya kekuatan selaput ketuban juga sering dihubungkan dengan
gerakan janin yang berlebihan. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm
merupakan hal yang fisiologis (Prawirohardjo, 2019).
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
pada daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput
ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat
terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen.
Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas
(Mamede dkk, 2018).
Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban mengalami
kelemahan. Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput
ketuban pecah. Pada daerah di sekitar pecahnya selaput ketuban
diidentifikasi sebagai suatu zona “restriced zone of exteme altered
morphologi (ZAM)” (Rangaswamy, 2019).
Penelitian oleh Malak dan Bell pada tahun 1994 menemukan
adanya sebuah area yang disebut dengan “high morphological change”
pada selaput ketuban di daerah sekitar serviks. Daerah ini merupakan 2 –
10% dari keseluruhan permukaan selaput ketuban. Bell dan kawan-kawan
kemudian lebih lanjut menemukan bahwa area ini ditandai dengan adanya
penigkatan MMP-9, peningkatan apoptosis trofoblas, perbedaan ketebalan
membran, dan peningkatan myofibroblas (Rangaswany dkk, 2019).
Penelitian oleh (Rangaswamy dkk, 2019), mendukung konsep
paracervical weak zone tersebut, menemukan bahwa selaput ketuban di
daerah paraservikal akan pecah dengan hanya diperlukan 20 -50% dari
kekuatan yang dibutuhkan untuk robekan di area selaput ketuban lainnya.
Berbagai penelitian mendukung konsep adanya perbedaan zona
selaput ketuban, khususnya zona di sekitar serviks yang secara signifikan
lebih lemah dibandingkan dengan zona lainnya seiring dengan terjadinya
perubahan pada susunan biokimia dan histologi. Paracervical weak zone
ini telah muncul sebelum terjadinya pecah selaput ketuban dan
berperan sebagai initial breakpoint (Rangaswamy dkk, 2019).
Penelitian lain oleh (Reti dkk, 2018), menunjukan bahwa selaput
ketuban di daerah supraservikal menunjukan penigkatan aktivitas dari
petanda protein apoptosis yaitu cleaved-caspase-3, cleaved-caspase-9, dan
penurunan Bcl-2. Didapatkan hasil laju apoptosis ditemukan lebih tinggi
pada amnion dari pasien dengan ketuban pecah dini dibandingkan pasien
tanpa ketuban pecah dini, dan laju apopsis ditemukan paling tinggi pada
daerah sekitar serviks dibandingkan daerah fundus (Reti dkk, 2018).
Apoptosis yang terjadi pada mekanisme terjadinya KPD dapat
melalui jalur intrinsik maupun ektrinsik, dan keduanya dapat menginduksi
aktivasi dari caspase. Jalur intrinsik dari apoptosis merupakan jalur yang
dominan berperan pada apoptosis selaput ketuban pada kehamilan aterm.
Pada penelitian ini dibuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar yang
signifikan pada Bcl-2, cleaved caspase-3, cleaved caspase-9 pada daerah
supraservikal, di mana protein-protein tersebut merupakan protein yang
berperan pada jalur intrinsik. Fas dan ligannya, Fas-L yang menginisiasi
apopsis jalur ekstrinsik juga ditemukan pada seluruh sampel selaput
ketuban tetapi ekspresinya tidak berbeda bermakna antara daerah
supraservikal dengan distal. Diduga jalur ekstrinsik tidak berperan banyak
pada remodeling selaput ketuban (Reti dkk, 2018).
Degradasi dari jaringan kolagen matriks ektraselular dimediasi ole
enzim matriks metalloproteinase (MMP). Degradasi kolagen oleh MMP ini
dihambat oleh tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TIMP). Pada saat
menjelang persalinan, terjadi ketidakseimbangan dalam interaksi antara
matrix MMP dan TIMP, penigkatan aktivitas kolagenase dan
protease, penigkatan tekanan intrauterin (Weiss, 2019).

6. PATHWAY
7. KLASIFIKASI
Klasifikasi ketuban pecah dini dibagi atas usia kehamilan yaitu:
a) Ketuban pecah dini atau disebut juga Premature Rupture of Membrane atau
Prelabour Rupture of Membrane (PROM), adalah pecahnya selaput
ketuban pada saat usia kehamilan aterm.
b) Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran korioamniotik sebelum
usia kehamilan yaitu kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm
Premature Rupture of Membrane atau Preterm Prelabour Rupture of
Membrane (PPROM).

1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,
konsentrasi,bau dan PHnya.Cairan yang keluar dari vagina kecuali air
ketuban mungkin juga urine atu secret vagina, sekret vagina ibu hamil
pH:4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah warna,tetap kuning.1.a tes
lakmus (tes nitrazin),jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).Ph air ketuban 7-7,5 darah
dan infeksi vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu.1b.
mikroskop (tes pakis),dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun psikis.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit.Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidroamion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak
macam dan caranya,namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis
dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana
2. KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung


padausia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun
neonatal,persalinan prematur, hipoksia karena komprensi tali pusat,
depomotas janin, meningkatnya insiden SC, stsu gagalnya persalinan normal
(Kartini, K. (2019).

a. Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.


Periode laten tergantung umur kehamilan.Pada kehamilan aterm 90%
terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-
34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilankurang dari
26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

b. Infeksi

Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah


dini. Pada ibu terjadi korioamnionnitis. Pada bayi dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfatilitas. Umumnya terjadi korioamnionitis
sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi
lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi skunder
pada KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

c. Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadinya oligoHidramnion yang


menekan tali pusat hingga terjadi asfeksia atau hipoksia. Terhadap
hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligoHidramnion,semakin sedikit air ketuban,janin semakin gawat.
d. Syndromdeformitas janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan


pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan komprensi muka
dan anggota badan janin, serta hipoplasipulmonal. Adapun pendapat
yang lain (Mochtar : dalam kartika 2019)

3. PENATALAKSANAAN

Penanganan Ketuban Pecah Dini memerlukan pertimbangan usia


gestasi, adanya infeksi pada kehamilan ibu dan janin, serta adanya tanda-
tanda persalinan (Prawirohardjo, 2016).
1. Ketuban Pecah Dini dengan kehamilan aterm :
a. Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7
hari
b. Dilakukan pemeriksaan “admission test” bila ada kecendrungan
dilakukan terminasi kehamilan
c. Observasi temperature setiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C, segera dilakukan
terminasi
d. Bila temperature tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12
jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi.
e. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetric
f. Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS):
1. Bila PS ≥ 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
2. Bila PS > 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol
µ gr setiap 6 jam per oral maksimal 4 kali pemberian.
2. Ketuban Pecah Dini dengan kehamilan preterm:
a. Penanganan dirawat di Rumah Sakit
1. Diberikan antibiotika : Ampicilin 4x500 mg selama 7 hari
2. Untuk merangsang maturase paru diberikan kortikosteroid
( untuk UK < 35 minggu) : Deksametason 5 mg setiap 6 jam.

3. Observasi di kamar bersalin :

a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang


Obstetrik

b. Dilakukan observasi temperature tiap 3 jam, bila ada


kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6 C, segera
dilakukan terminasi

4. Di ruang obstetri :

a. Temperatur diperiksa tiap 6 jam

b. Dilakukan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap


darah (LED) setiap 3 hari

5. Tata cara perawatan konservatif :

a. Dilakukan sampai janin viable

b. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan


pemeriksaan dalam. Dalam observasi 1 minggu, dilakukan
pemeriksaan USG untuk menilai air ketuban, bila air ketuban
cukup, kehamilan diteruskan, dan bila air ketuban kurang
(oligohidramnion) dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan

c. Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke 7 dengan


saran tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi vagina,
dan segera kembali ke Rumah Sakit bila ada keluar air ketuban
lagi.
d. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan
dengan melihat pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat
leukositosis dan peningkatan LED, lakukan terminasi.

6. Terminasi kehamilan

a. Induksi persalinan dengan drip oksitosin

b. Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila
drip oksitosin gagal

c. Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi


persalinan dengan Misoprostol 50µ gr oral tiap 6 jam, maksimal 4
kali pemberian
4. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan


merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis
mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien.
a. Data subjektif
Data subyektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data tersebut dapat
ditentukan oleh perawat secara independen tetap imelalui suatu interaksi
atau komunikasi (Nursalam, 2005). Data subyektif tersebut terdiri dari :
1) Biodata yang mencakup identitas pasien meliputi :
a) Nama
Bertujuan untuk mengetahui nama pasien secara jelas
dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak
keliru pada saat akan melakukan tindakan asuhan (Ambar wati
danWahyuni, 2009).
b) Umur
Bertujuan untuk mengetahui adanya resiko seperti
kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang,
mental psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35
tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa hamil
(Ambar wati danWahyuni, 2009).
c) Agama
Bertujuan untuk mengetahui kepercayaan pasien yang
berhubungan dengan pemberian dukungan spiritual sesuai
kepercayaan (Ambar watid anWahyuni, 2009).
d) Pendidikan
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
pendidikan dan intelektualnya, sehingga bidan dapat
memberikan konseling sesuai dengan pendidikan pasien
(Ambar wati danWahyuni, 2009).
e) Pekerjaan
Bertujuan untuk mengetahui pekerjaan pasien yang
berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi pasien (Ambar
wati danWahyuni, 2009).
f) Alamat
Bertujuan untuk mengetahui tempat tinggal pasien supaya
mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan (Ambar wati
danWahyuni, 2009).
g) Keluhan Utama
Bertujuan untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang
berkaitan dengan masa hamil (Ambar wati dan Wahyuni,
2009).
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya
riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : jantung, ginjal,
asma/TBC, hepatitis, DM, hipertensi, epilepsi, yang dapat
mempengaruhi pada masa hamil (Ambar wati dan Wahyuni,
2009).
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang berhubungan dengan
masa hamil dan janinnya (Ambar wati dan Wahyuni, 2009).
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan
pasien dan janinnya (Ambar wati dan Wahyuni, 2009).
d) Riwayat Perkawinan
Bertujuan untuk mengetahui berapa kali menikah,
status menikah syah atau tidak, karena bila melahirkan tanpa
status yang jelasakan berkaitan dengan psikologinya sehingga
akan mempengaruhi proses hamil (Ambar wati dan Wahyuni,
2009).
e) Riwayat Obstetrik
Riwayat Kehamilan, Persalinan Dan Nifas Yang Lalu
Bertujuan untuk mengetahui berapa kali ibu hamil, pernah
abortus atau tidak, berapa jumlah anak, cara persalinan yang
lalu, penolong persalinan, keadaan masa nifas yang lalu.

f) Riwayat Keluarga Berenana


Bertujuan untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut
KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah
keluhan selama menggunakan kontra sepsi serta rencana KB
setelah masa hamil ini (Ambar wati dan Wahyuni, 2009).
g) Kehidupan Sosial Budaya
Betujuan untuk mengetahui pasien dan keluarga
menganut adat istiadat apa yang akan menguntungkan atau
merugikan pasien khususnya pada masa hamil misalnya pada
kebiasaan pantang makanan (Ambar wati dan Wahyuni,
2009).
h) Data Psikososial
Bertujuan untuk mengetahui respon ibu dan keluarga
terhadap janinnya. Data pengetahuan Bertujuan untuk
mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu selama masa
hamil (Ambar wati dan Wahyuni, 2009).
3) Pola Kebiasaan Sehari- Hari
1. Nutrisi
Bertujuan untuk mengetahui pola makan dan minum,
frekuensi, banyaknya, jenis makanan, makanan pantangan
selama masa hamil (Ambar wati danWahyuni, 2009).
2. Eliminasi
Bertujuan untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu
kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah,
konsistensi bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi
frekuensi, warna dan jumlah (Ambar wati dan Wahyuni,
2009).
3. Pola istirahat
Bertujuan untuk mengetahui pola istirahat dan tidur pasien,
berapa jam
4. Personal Hygiene
Bertujuan untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga
kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia (Ambar wati
dan Wahyuni, 2009).
5. Aktivitas
Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada
pola aktivitas perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap
kesehatannya (Ambar wati dan Wahyuni, 2009).
b. Data objektif
Menurut Sulistya wati (2009), data obyektif bertujuan untuk
melengkapi data dalam menegakkan diagnosa, yang meliputi
pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi sebagai berikut :
a) Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum
Bertujuan untuk mengamati keadaan pasien secara
keseluruhan dengan hasil Baik. Jika pasien memperlihatkan
respon yang baik terhadap lingkungan orang lain, serta fisik
dalam batas normal. Lemah: Kriteria ini jika pasien kurang
atau tidak memberi respon yang baik terhadap lingkungan dan
orang lain, tidak mampu berjalan. (Sulistya wati, 2009).
2. Tingkat Kesadaran
Bertujuan untuk mengetahui kondisi kesadaran pasien,
yaitu keadaan composmentis (Kesadaran maksimal) sampai
dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar) (Sulstya wati,
2009).
3. Vital Sign
Bertujuan untuk mengetahui keadaan ibu yang
berkaitan dengan kondisi yang dialami pasien. Vital sign
(Ambar wati dan Wahyuni, 2009) terdiri dari Suhu :Suhu tubuh
normal 36,5°C–37,5°C, Nadi : Bertujuan untuk mengetahui
denyut nadi pasien yang dihitung dalam satu menit. Batas
normal 60-80 x/menit, nadi lebih dari 100x/menit pada masa
nifas mengindikasikan adanya suatu infeksi, Respirasi.
Bertujuan untuk mengetahui jumlah atau frekuensi pernapasan
yang dihitung dalam jumlah satu menit. Batas Normal 16- 20
x/menit, Tekanan Darah :Tekanan darah normal 120 mmHg/
80 mmHg.
b) Pemeriksaan fisik
Bertujuan untuk melakukan pemeriksaan fisik dari ujung kaki
dan kemudian menjelaskan pemeriksaan fisik kepada pasien (Ambar
wati dan Wahyuni, 2009). Pemeriksaan fisik pada ibu hamil meliputi:
1) Kepala
a) Rambut
Bertujuan untuk mengetahui warna, kebersihan, mudah rontok
atau tidak. (Nurjanah, 2013).
b) Muka
Bertujuan untuk mengetahui keadaan muka adakah oedema
atau tidak. (Rukiyah dan Yuliyanti, 2010).
c) Mata
Bertujuan untuk mengetahui konjungtiva bewarna
kemerah-merahan atau tidak dan sclera bewarna putih atau
tidak. (Rukiyah dan Yuliyanti, 2010 )
d) Hidung
Bertujuan untuk mengetahui kebersihan, ada tidak polip.
e) Telinga
Bertujuan untuk mengetahui kebersihan telinga.
f) Mulut/ Gusi/Gigi
Bertujuan untuk mengetahui mulut bersih atau tidak, ada caries
dentis dan karang gigi.
2) Leher
Bertujuan untuk mengetahui ada pembesaran kelenjar tyroid atau
kelenjar getah bening atau tidak.
3) Dada Dan Axilla
a) Mammae
Bertujuan untuk mengetahui bentuk dan ukuran
hyperpigmentasi (areola), keadaan putting susu, retraksi,
massa, pengeluaran cairan dan pembesaran kelenjar limfe
(Ambar wat idan Wahyuni, 2009).
b) Axila
Bertujuan untuk mengetahui benjolan dan nyeri yang terdapat
pada axila.
4) Ekstremitas
Bertujuan untuk mengetahui adava rices atau tidak, ada oedema atau
tidak, reflek patella.
5) Pemeriksaan Khusus Obstetri Menurut Ambar wati dan Wulandari
(2009) keadaan anogenital adalah :
a) Keadaan Perineum Bertujuan untuk mengetahui adakah
oedema, hematoma, bekas luka episiotomi/ robekan, hecting.
b) Keadaan Anus
Bertujuan untuk mengetahui ada haemoroid atau tidak.
c) Lochea Bewarna merah kehitaman, baubiasa, tidak ada bekuan
darah, jumlah perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu
mengganti pembalut setiap 3-5 jam).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri (D.0077)
2. Gangguan rasa nyaman b.d gangguan adaptasi kehamilan d.d
mengeluh tidak nyaman (D.0074)
3. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d merasa khawatir
dengan akibat dari kondisi yang dihadapi (D.0080)
4. Defisit pengetahuan b.d ketidaktahuan menemukan sumber
informasi d.d menanyakn masalah yang dihadapi (D. 0111)
5. Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
(D.0142)
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa : Nyeri akut (D.0077)
Luaran Utama : tingkat nyeri (L.08066)
: Ekspetasi (Menurun)
Kriteria Hasil :
Meningkat Cukup Sedan Cukup Menurun
meningkat g menurun
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
Meirngis 1 2 3 4 5
Sikap protektif 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitas tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus pada diri 1 2 3 4 5
sendiri
Diaforesis 1 2 3 4 5
Perasaan depresi 1 2 3 4 5
(tertekan)
Perasaan takut 1 2 3 4 5
mengalami cedera
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perinium terasa 1 2 3 4 5
tertekan
Uterus teraba 1 2 3 4 5
membulat
Ketegangan otot 1 2 3 4 5
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Memburu Cukup Sedan Cukup membaik
k memburu g membaik
k
Frekunsi nadi 1 2 3 4 5
Pola nafas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berfikir 1 2 3 4 5
Fokus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Prilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5

Intervensi Utama :
a) Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
1. Identifikasi lokasi karakterstik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor memperberat dan memperigan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplomenter yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping pengunaan analgetik
Terapeutik
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis,akupresur,terapimusik,biofeedback,terapi pijat,aroma
terapi,teknik imajinasi terbimbimbing, kompres hangat atau dingin,terapi
bermain)
11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu
ruangan,pengcahayaan,kebisingan)
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Pertimbankan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredahkan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan penyebab,priode dan pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi peredakan nyeri
16. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17. Anjurkan mengunakan analgetik secara tepat
18. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu

b) Pemberian analgesik (I.08243)


Observasi
1. Identifikasikarateristik,nyeri(mis.pencetus,pereda,kualitas,lokasi,intensit
as,frekuensi,durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.narkotika,non-narkotik,atau
NSADI) dengan tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sudah pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik
6. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia
optimal,jika perlu
7. Pertimbangkan pengunaan infus kontinu,atau bolus aploid uantuk
mempertahankan kadar dalm serum
8. Tetapkan target afektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respon
pasien
9. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan efek yang tidak di
inginkan
Edukasi
10. Jelaskan efek terapi dan efek samping
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesusi indikasi
Diagnosa : GANGGUAN RASA NYAMAN (D.0074)

Luaran Utama : Status Kenyamanan (L.08064)


: Ekspektasi (Meningkat)
Kriteria Hasil :
Menurun Cukup Sedang Cukup Mening
kat
Menurun Meningkat

Kesehahteraan fisik 1 2 3 4 5

Kesejahteraan 1 2 3 4 5
Psikologis

Dukungan social 1 2 3 4 5
dari keluarga

Dukungan social 1 2 3 4 5
dari teman

Perawatan sesuai 1 2 3 4 5
keyakinan budaya

Perawatan sesuai 1 2 3 4 5
kebutuhan

Kebebasan 1 2 3 4 5
melainkan ibadah

Rileks 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Meningkat

Keluhan tidak 1 2 3 4 5
nyaman

Gelisah 1 2 3 4 5

Kebisingan 1 2 3 4 5

Keluhan sulit 1 2 3 4 5
tidur

Keluhan 1 2 3 4 5
Kedinginan

Keluhan 1 2 3 4 5
kepanasan

Gatal 1 2 3 4 5

Mual 1 2 3 4 5

Lemah 1 2 3 4 5

Merintih 1 2 3 4 5

Menangis 1 2 3 4 5

Iritabilitas 1 2 3 4 5

Menyalahkan 1 2 3 4 5
diri sendiri

Konfusi 1 2 3 4 5

Konsumsi 1 2 3 4 5
alcohol
Penggunaan zat 1 2 3 4 5

Percobaan 1 2 3 4 5
bunuh diri

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburu
Membaik
k

Memori masa lalu 1 2 3 4 5

Suhu ruangan 1 2 3 4 5

Pola iliminasi 1 2 3 4 5

Postur tubuh 1 2 3 4 5

Kewaspadaan 1 2 3 4 5

Pola hidup 1 2 3 4 5

Pola tidur 1 2 3 4 5

Intervensi Utama:

a) Menejemen Nyeri ( l.08238)

Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang


berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berinsitas ringan hingga berat dan konstan
Tindakan

Observasi

1. Identifikasi lokasi,arakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,identitas nyeri


2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pegaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri(mis. TENS,


hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompreshangat/dingin, terapi bermain)
11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri(mis. Suhu ruangan,
pencaayaan, kebisingan)
12. Fasilitas istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
merendahkan nyeri

Edukasi

14. Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri


15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
16. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17. Anjurkan teknik nonfarmaklogis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

18. Klaborasi pemberian analgetik,jika perlu

b) Pengaturan Posisi (l.01019)


Definisi

Menempatkan bagian tubuh untuk menungkatkan kesehatan fisiologis


dan/atau psikologis

Tindakan

Obsevasi

1. Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mngubah posisi


2. Monitor alat trkasi agar selalu tepat
Terapeutik

3. Tempatkan pada matras/tempat tidur terapeutik yang tepat


4. Tempatkan pada posisi terapeutik
5. Tempatkan objek yang sering digunakan dalam lingkungan
6. Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam jangkauan
7. Sediakan matras yang kokoh/padat
8. Atur posisi tidur yag disukai, jika tidak kontraindikasi
9. Atur posisi untuk mengurangi sesak (mis. Semi-flow)
10. Atur posisi yang meningkatkan drainage
11. Posisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
12. Imobilisasi dan topang bagian tubuh yang cedera dengan tepat
13. Tinggikan bagian tubuh yang sakit dengan tepat
14. Tinggikan anggota gerak 20° atau lebih diatas level jantung
15. Tinggikan tempat tidur bagian kepala
16. Berikan bantal yang tepat pada leher
17. Berikan topangan pada area edema (mis. bantal dibawah lengan dan
skrotum)
18. Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif
19. Moivasi terlibat dalam perubahan posisi
20. Hindari menempatkan pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri
21. Hindari menempatkan stump amputasi pada posisi rileks
22. Hindari posisi yang menimbulkan ketegangan pada luka
23. Minimalkan gesekan dan tarikan saat engubah posisi
24. Ubah posisi setiap jam
25. Pertahankan posisi dan integritasi traksi
26. Jadwalkan secara tetulis untuk perubahan posisi
Edukasi

27. Informasikan saat akan dilakukan perubahan posisi


28. Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan menaikkan tubuh yang
baik selama melakukan perubahan posisi
Kolaborasi

29. Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi,jika perlu

Diagnosa : Ansietas (D.0080)


Luaran : Tingkat Ansietas (L.09093)
: Ekspektasi (menurun)
Kriteria Hasil :
Meningkat Cukup Sedang Cukup menurun
meningkat menurun

Verbalisasi kebingungan 1 2 3 4 5
Verbalisasi khawatir 1 2 3 4 5
akibat kondisi yang
dihadapi
Perilaku gelisah 1 2 3 4 5
Perilaku Tegang 1 2 3 4 5
Keluhan pusing 1 2 3 4 5
Anoreksia 1 2 3 4 5
Palpitasi 1 2 3 4 5
Frekuensi pernapasan 1 2 3 4 5
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Diaforesis 1 2 3 4 5
Tremor 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
Membur Cukup Sedang Cukup Memb
uk Memburu Membai aik
k k
Konsentrasi 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Perasaan keberdayaan 1 2 3 4 5
Kontak mata 1 2 3 4 5
Pola berkemih 1 2 3 4 5
Orientasi 1 2 3 4 5
Intervensi Utama :
A. Redukasi Ansietas (1.09314)
Tindakan
Orientasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stresor)
- Identfikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik

- Ciptakan suasana terapeutik terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan


- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh
perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
- Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang

Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

B. Terapi Relaksasi (1.05187)


Tindakan
Orientasi
- Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi,
atau gejala lain yang menggangu kemampuan kognitif
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
- Identifikasi kesediaan, kemampuan dan penggunaan teknik sebelumnya
- Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
- Monitor respon terhadap terapi relaksasi

Terapeutik

- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan


dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai

Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis.
Musik, meditasi napas dalam, relakasi otot progresif
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulagi atau melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Napas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing)

D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dan proses keperawatan
dimana rencana keperawatan diilaksanakan.
E. Evaluasi
Tahap Evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap hasil yang
diinginkan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan.
Evaluasi terhadap Asma bronkial Komplikasi dapat dicegah /
diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, D. L. P. (2021). Gambaran Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit


Surya Husadha Denpasar Tahun 2020 (Doctoraldissertation, Jurusan
Kebidanan 2021).
Bobak,M Irene (2005), Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta: EGC
Choirunissa, R., & Indrayani, T. Hubungan Konsumsi Vitamin C Dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Mustika Jaya Bekasi Jawa
Barat 2019.
Kartini, K. (2019). Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin Yang Mengalami Ketuban
Pecah Dini (Kpd) Di Puskesmas Karang Taliwang (Doctoraldissertation,
Universitas Muhammadiyah Mataram).
Kliberty Barokah.2021. Faktor Internal Kejadian Ketuban Pecah Dini di
Kabupaten Kulonprogo.Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 04 No.
02 (April, 2021) :108-115.
Legawati.2018.Determinan Kejadian Ketuban Pecah Dini (Kpd) Di Ruang Cempaka
Rsud Dr Doris Sylvanus Palangkaraya. Jurnal Surya Medika Volume 3 No. 2
[2018].
Lestyani, L., & Ningsih, W. (2020). Manajemen Nyeri Melalui Teknik Pengalihan
Terapi Musik Dalam Penurunan Skala Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Post
Operasi Seksio Sesarea Dengan Indikasi Kpd (Ketuban Pecah Dini). Jurnal
Keperawatan CARE, 9(2).
Marlina Rajagukguk.2020.Analisis Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Kehamilan
Pada Ny.A Dengan Ketuban Pecah Dini Di Puskesmas Pagar Merbau
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Kohesi. Vol. 4 No. 4
Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai