DI RUANG TERATAI
Disusun oleh :
2023
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 14201.13.21035
Semester : V (lima)
Hari :
Tanggal :
Mahasiswa,
Krisdiya Nursyahriya
Mengetahui,
Kepala Ruangan
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan
mampu meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas
vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan
panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan
di belakang kandung kemih.
Vagina merupakan saluran muskulomembraneus yang
menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya
merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator
ani oleh karena itu dapat dikendalikan. Pada dinding vagina terdapat
lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan terutama di bagian bawah.
Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada bagian uterus.
Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio. Portio
uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior,
fornik posterior, fornik dekstra, fornik sinistra. Sel dinding vagina
mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan
PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir
uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada
waktu persalinan.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular,
pipih, cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang
terletak di 10 pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum.
Uterus normal memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan
teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian
corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus
uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan
berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding
belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum
sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih.
Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa
ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung
dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm,
nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga
lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.
1) Peritoneum
a) Meliputi dinding rahim bagian luar
b) Menutupi bagian luar uterus
c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
d) pembuluh darah limfe dan urat saraf
e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
2) Lapisan otot
a) Lapisan luar: seperti “Kap”melengkung dari fundus uteri
menuju ligamentum
b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai
osteum uteri internum
c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut
membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim.
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan
jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak
antara osteum uteri internum anatomikum yang merupakan
batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum
uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir
kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut istmus.
Istmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan
meregang saat persalinan.
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh
tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang
menyangga, tonus otot-otot dasar panggul, ligamentum yang
menyangga uterus adalah ligamentum latum, ligamentum
rotundum (teres uteri) ligamentum infindibulo pelvikum
(suspensorium ovarii) ligamentum kardinale machenrod,
ligamentum sacro uterinum dan ligamentum uterinum.
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu
uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan
ovum mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum
latum berjalan ke arah lateral mulai dari osteum tubae internum
pada dinding rahim. 14 Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan
folikel menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon –
hormon steroid. 15 Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada
ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum
latum melalui mesovarium.
Parametrium Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di
antara ke dua lembar ligamentum latum. Batasan parametrium
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uter
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovary
(Bobak, Jansen, dan Zalar, 2001).
2. DEFINISI
Ketuban Pecah Dini / Early Premature of Membrane (PROM) adalah
pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang
dari 3 cm dan multipara 5 cm. (Mochtar: Suratni, N. L. K. (2021). Ketuban
Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur(Sarwono :
dalam Astuti, D 2021).
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. (Fadlun dkk, 2011)
ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. KPD adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan
dan setelah satu jam ditunggu belum ada tanda-tanda inpartu (Kennedy et al.,
2019).
KPD merupakan pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktu melahirkan.
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi pada saat sebelum persalinan
berlangsung (Saifuddin et al. Dalam : Lestyani, L. 2020 ).
Ketuban Pecah Dini (KPD) memiliki bermacam-macam teori, batasan
dan definisi. Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of
Membranes (PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadinya proses persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri
berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu (Soewarto: dalam Tahir, S. 2021).
3. ETIOLOGI
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebab KPD
belum diketahui dan tidak dapat di tentukan secara pasti (Tahir, 2021).
Beberapa laporan 9 menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan
KPD, namun faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Menjelang usia
kehamilan cukup bulan, terjadi kelemahan pada selaput janin yang memicu
robekan. Selain itu hal-hal yang bersifat patologis seperti perdarahan dan
infeksi juga dapat menyebabkan terjadinya KPD (Rukiyah, 2010). Penyebab
terjadinya KPD diantaranya karena trauma pada perut ibu, kelainan letak janin
dalam rahim, atau pada kehamilan grande multipara (Manuaba, 2014). KPD
disebabkan oleh berkurangnya kekuatan membran karena suatu infeksi yang
dapat berasal dari vagina dan serviks atau meningkatnya tekanan intrauterine
ataupun oleh kedua faktor tersebut (Saifuddin et al., 2014).
Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat
dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.
Adapun beberapa etiologi dari penyebab kejadian ketuban pecah dini menurut
beberapa ahli : ix 2.1.2.1 Serviks inkompeten (leher rahim) Pada wanita dalam
presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh dari aterm, serviks yang
inkompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan sebagai akibat dari
peningkatan aktifitas uterus melainkan akibat dari kelemahan intrinsik uterus
sehingga menyebabkan ketuban pecah. Keadaan ini ditandai oleh dilatasi
servik tanpa rasa nyeri dalam trimester kedua atau awal trimester ketiga
kehamilan yang disertai prolapsus membran amnion lewat serviks dan
penonjolan membrane tersebut kedalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh
pecahnya ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin imatur sehingga
kemungkinan janin akan meninggal. Tanpa tindakan yang efektif rangkaian
peristiwa yang sama cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap
kehamilan. Meskipun penyebabnya masih meragukan namun trauma
sebelumnya pada serviks, khususnya pada tindakan dilatasi, kateterisasi dan
kuretasi. (Fadlun dkk, 2011)
Ketegangan rahim berlebihan Ketegangan rahim berlebihan
maksudnya terjadi pada kehamilan kembar dan hidramnion. Etiologi
hidramnion belum jelas, tetapi diketahui bahwa hidramnion terjadi bila
produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban terganggu atau
kedua-duanya. Dicurigai air ketuban dibentuk dari sel-sel amnion. Di samping
itu ditambah oleh air seni janin dan cairan otak pada x anensefalus. Air
ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang
baru. Salah satu cara pengeluaran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus
kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu.
Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada
atresia esophagus atau tumor-tumor plasenta. Hidramnion dapat
memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput
ketuban pecah sebelum waktunya. (Manuaba, 2010)
Kelainan letak janin dalam rahim Kelainan letak janin dalam rahim
maksudnya pada letak sungsang dan letak lintang. Letak janin dalam uterus
bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada
kehamilan
4. MANIFESTASI KLINIS
(Menurut Sunarti,2017) Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan
ketuban merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau, berwarna pucat,
cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai
kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang
sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran
untuk sementara. Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, denyut jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi
yang terjadi.
(Menurut Sujiyatini, 2021). Tanda yang terjadi adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina,aroma air ketuban berbau amis dan
tidak seperti bau amoniak,mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes dengan ciri pucat dan bergaris warna darah,cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
duduk atau berdiri,kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
“mengganjal “atau menyambut kebocoran untuk sementara. Demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut,denyut jantung janin bertambah cepat
merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
5. PATOFISIOLOGI
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini
dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit
ketuban.Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid
C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara lokal asam arakidonat, dan
lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium.Pada infeksi juga dihasilkan produk
sekresi akibat aktivitas monosit/ makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1,
faktor nekrosis tumor dan interleukin 6.Platelet activating factor yang
diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang ditemukan dalam
cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin.
Endotoksin yang masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang sel-
sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang
menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan lokal atau perubahan kulit ketuban adalah
mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi.
Enzim bakterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon
untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban.
Banyak flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai
kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan
kekuatan tenaga kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara
spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan
bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi
bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan
menyebabkan ketuban pecah dini. Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin
B, katepsin N, kolagenase yang dihasilkan netrofil dan makrofag,
nampaknya melemahkan kulit ketuban .Sel inflamasi manusia juga
menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi
plasmin potensial, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.
Menurut Manuaba (2019) mekanisme terjadinya KPD dimulai
dengan terjadi pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami
devaskularisasi. Setelah kulit ketuban mengalami devaskularisasi
selanjutnya kulit ketuban mengalami nekrosis sehingga jaringan ikat
yang menyangga ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan
ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang mengeluarkan enzim
yaitu enzim proteolotik dan kolagenase yang diikuti oleh ketuban pecah
spontan.
Menurut Prawirohardjo,2019. Pecahnya ketuban pada saat
persalinan secara umum disebabkan oleh adanya kontraksi uterus dan juga
peregangan yang Berulang. Selaput ketuban pecah pada bagian tertentu
dikarenakan adanya perubahan biokimia, yang mengakibatkan
berkurangnya keelastisan selaput ketuban, sehingga menjadi rapuh.
Biasanya terjadi pada daerah inferior. Korion amnion yang biasa disebut
selaput janin merupakan batas desidua maternal dan lainnya pada
membran Basemen kolagen tipe II serta IV dan lapisan berserat yang ada di
bawahnya mengandung kolagen tipe I, III, V, dan VI, maka dari itu
kolagen merupakan kekuatan utama untuk korion amnion. Selaput
ketuban pecah adalah proses penyembuhan dari luka di mana kolagen
dirusakkan. Kumpulan matrix metalloproteinase (mmps) adalah salah
satu keluarga enzim yang bertindak untuk merusak serat kolagen yang
memgang peranan penting.
Di sini prostaglandin juga memacu produksi mmps di leher rahim
dan desidua untuk mempromosikan pematangan serviks dan aktivasi
membran desi dua dan janin, mmps-1 dan mmps-8 adalah kolagenase yang
mendegradasikan kolagen tipe I, II dan III, sedangkan mmps-2 dan
mmps-9 merupakan gelatinase yang mendegradasikan kolagen tipe IV dan
V. Aktivitas mmps sendiri diatur oleh inhibitor jaringan mmps yaitu
tissue inhibitors of mmps (timps). Faktor yang sering dapat meningkatkan
konsentrasi mmps adalah infeksi atau peradangan. Infeksi dapat
meningkatkan konsentrasi MMP dan menurunkan kadar TIMP dalam
rongga ketuban melalui protease yang dihasilkan langsung oleh bakteri,
yang nantinya protease itu akan mengakibatkan degradasi kolagen.
Proinflamasi seperti IL-1 dan tnfα juga dapat meningkatkan kadar MMP
(Sulistyowati,2018).
Selaput ketuban yang tadinya sangat kuat pada kehamilan muda,
akan semakin menurun seiring bertambahnya usia Kehamilan, dan
puncaknya pada trimester ketiga. Selain yang telah disebutkan di atas,
melemahnya kekuatan selaput ketuban juga sering dihubungkan dengan
gerakan janin yang berlebihan. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm
merupakan hal yang fisiologis (Prawirohardjo, 2019).
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
pada daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput
ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat
terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen.
Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas
(Mamede dkk, 2018).
Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban mengalami
kelemahan. Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen
menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput
ketuban pecah. Pada daerah di sekitar pecahnya selaput ketuban
diidentifikasi sebagai suatu zona “restriced zone of exteme altered
morphologi (ZAM)” (Rangaswamy, 2019).
Penelitian oleh Malak dan Bell pada tahun 1994 menemukan
adanya sebuah area yang disebut dengan “high morphological change”
pada selaput ketuban di daerah sekitar serviks. Daerah ini merupakan 2 –
10% dari keseluruhan permukaan selaput ketuban. Bell dan kawan-kawan
kemudian lebih lanjut menemukan bahwa area ini ditandai dengan adanya
penigkatan MMP-9, peningkatan apoptosis trofoblas, perbedaan ketebalan
membran, dan peningkatan myofibroblas (Rangaswany dkk, 2019).
Penelitian oleh (Rangaswamy dkk, 2019), mendukung konsep
paracervical weak zone tersebut, menemukan bahwa selaput ketuban di
daerah paraservikal akan pecah dengan hanya diperlukan 20 -50% dari
kekuatan yang dibutuhkan untuk robekan di area selaput ketuban lainnya.
Berbagai penelitian mendukung konsep adanya perbedaan zona
selaput ketuban, khususnya zona di sekitar serviks yang secara signifikan
lebih lemah dibandingkan dengan zona lainnya seiring dengan terjadinya
perubahan pada susunan biokimia dan histologi. Paracervical weak zone
ini telah muncul sebelum terjadinya pecah selaput ketuban dan
berperan sebagai initial breakpoint (Rangaswamy dkk, 2019).
Penelitian lain oleh (Reti dkk, 2018), menunjukan bahwa selaput
ketuban di daerah supraservikal menunjukan penigkatan aktivitas dari
petanda protein apoptosis yaitu cleaved-caspase-3, cleaved-caspase-9, dan
penurunan Bcl-2. Didapatkan hasil laju apoptosis ditemukan lebih tinggi
pada amnion dari pasien dengan ketuban pecah dini dibandingkan pasien
tanpa ketuban pecah dini, dan laju apopsis ditemukan paling tinggi pada
daerah sekitar serviks dibandingkan daerah fundus (Reti dkk, 2018).
Apoptosis yang terjadi pada mekanisme terjadinya KPD dapat
melalui jalur intrinsik maupun ektrinsik, dan keduanya dapat menginduksi
aktivasi dari caspase. Jalur intrinsik dari apoptosis merupakan jalur yang
dominan berperan pada apoptosis selaput ketuban pada kehamilan aterm.
Pada penelitian ini dibuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar yang
signifikan pada Bcl-2, cleaved caspase-3, cleaved caspase-9 pada daerah
supraservikal, di mana protein-protein tersebut merupakan protein yang
berperan pada jalur intrinsik. Fas dan ligannya, Fas-L yang menginisiasi
apopsis jalur ekstrinsik juga ditemukan pada seluruh sampel selaput
ketuban tetapi ekspresinya tidak berbeda bermakna antara daerah
supraservikal dengan distal. Diduga jalur ekstrinsik tidak berperan banyak
pada remodeling selaput ketuban (Reti dkk, 2018).
Degradasi dari jaringan kolagen matriks ektraselular dimediasi ole
enzim matriks metalloproteinase (MMP). Degradasi kolagen oleh MMP ini
dihambat oleh tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TIMP). Pada saat
menjelang persalinan, terjadi ketidakseimbangan dalam interaksi antara
matrix MMP dan TIMP, penigkatan aktivitas kolagenase dan
protease, penigkatan tekanan intrauterin (Weiss, 2019).
6. PATHWAY
7. KLASIFIKASI
Klasifikasi ketuban pecah dini dibagi atas usia kehamilan yaitu:
a) Ketuban pecah dini atau disebut juga Premature Rupture of Membrane atau
Prelabour Rupture of Membrane (PROM), adalah pecahnya selaput
ketuban pada saat usia kehamilan aterm.
b) Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran korioamniotik sebelum
usia kehamilan yaitu kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm
Premature Rupture of Membrane atau Preterm Prelabour Rupture of
Membrane (PPROM).
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,
konsentrasi,bau dan PHnya.Cairan yang keluar dari vagina kecuali air
ketuban mungkin juga urine atu secret vagina, sekret vagina ibu hamil
pH:4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah warna,tetap kuning.1.a tes
lakmus (tes nitrazin),jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).Ph air ketuban 7-7,5 darah
dan infeksi vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu.1b.
mikroskop (tes pakis),dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun psikis.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit.Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidroamion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak
macam dan caranya,namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis
dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana
2. KOMPLIKASI
a. Persalinan Prematur
b. Infeksi
3. PENATALAKSANAAN
4. Di ruang obstetri :
6. Terminasi kehamilan
b. Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila
drip oksitosin gagal
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri (D.0077)
2. Gangguan rasa nyaman b.d gangguan adaptasi kehamilan d.d
mengeluh tidak nyaman (D.0074)
3. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian d.d merasa khawatir
dengan akibat dari kondisi yang dihadapi (D.0080)
4. Defisit pengetahuan b.d ketidaktahuan menemukan sumber
informasi d.d menanyakn masalah yang dihadapi (D. 0111)
5. Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
(D.0142)
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa : Nyeri akut (D.0077)
Luaran Utama : tingkat nyeri (L.08066)
: Ekspetasi (Menurun)
Kriteria Hasil :
Meningkat Cukup Sedan Cukup Menurun
meningkat g menurun
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
Meirngis 1 2 3 4 5
Sikap protektif 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitas tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus pada diri 1 2 3 4 5
sendiri
Diaforesis 1 2 3 4 5
Perasaan depresi 1 2 3 4 5
(tertekan)
Perasaan takut 1 2 3 4 5
mengalami cedera
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perinium terasa 1 2 3 4 5
tertekan
Uterus teraba 1 2 3 4 5
membulat
Ketegangan otot 1 2 3 4 5
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Memburu Cukup Sedan Cukup membaik
k memburu g membaik
k
Frekunsi nadi 1 2 3 4 5
Pola nafas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berfikir 1 2 3 4 5
Fokus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Prilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Intervensi Utama :
a) Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
1. Identifikasi lokasi karakterstik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor memperberat dan memperigan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplomenter yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping pengunaan analgetik
Terapeutik
10. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis,akupresur,terapimusik,biofeedback,terapi pijat,aroma
terapi,teknik imajinasi terbimbimbing, kompres hangat atau dingin,terapi
bermain)
11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu
ruangan,pengcahayaan,kebisingan)
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Pertimbankan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredahkan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan penyebab,priode dan pemicu nyeri
15. Jelaskan strategi peredakan nyeri
16. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
17. Anjurkan mengunakan analgetik secara tepat
18. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
Kesehahteraan fisik 1 2 3 4 5
Kesejahteraan 1 2 3 4 5
Psikologis
Dukungan social 1 2 3 4 5
dari keluarga
Dukungan social 1 2 3 4 5
dari teman
Perawatan sesuai 1 2 3 4 5
keyakinan budaya
Perawatan sesuai 1 2 3 4 5
kebutuhan
Kebebasan 1 2 3 4 5
melainkan ibadah
Rileks 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Meningkat
Keluhan tidak 1 2 3 4 5
nyaman
Gelisah 1 2 3 4 5
Kebisingan 1 2 3 4 5
Keluhan sulit 1 2 3 4 5
tidur
Keluhan 1 2 3 4 5
Kedinginan
Keluhan 1 2 3 4 5
kepanasan
Gatal 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Lemah 1 2 3 4 5
Merintih 1 2 3 4 5
Menangis 1 2 3 4 5
Iritabilitas 1 2 3 4 5
Menyalahkan 1 2 3 4 5
diri sendiri
Konfusi 1 2 3 4 5
Konsumsi 1 2 3 4 5
alcohol
Penggunaan zat 1 2 3 4 5
Percobaan 1 2 3 4 5
bunuh diri
Suhu ruangan 1 2 3 4 5
Pola iliminasi 1 2 3 4 5
Postur tubuh 1 2 3 4 5
Kewaspadaan 1 2 3 4 5
Pola hidup 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Intervensi Utama:
Definisi
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Tindakan
Obsevasi
Verbalisasi kebingungan 1 2 3 4 5
Verbalisasi khawatir 1 2 3 4 5
akibat kondisi yang
dihadapi
Perilaku gelisah 1 2 3 4 5
Perilaku Tegang 1 2 3 4 5
Keluhan pusing 1 2 3 4 5
Anoreksia 1 2 3 4 5
Palpitasi 1 2 3 4 5
Frekuensi pernapasan 1 2 3 4 5
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Diaforesis 1 2 3 4 5
Tremor 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
Membur Cukup Sedang Cukup Memb
uk Memburu Membai aik
k k
Konsentrasi 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Perasaan keberdayaan 1 2 3 4 5
Kontak mata 1 2 3 4 5
Pola berkemih 1 2 3 4 5
Orientasi 1 2 3 4 5
Intervensi Utama :
A. Redukasi Ansietas (1.09314)
Tindakan
Orientasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stresor)
- Identfikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Terapeutik
Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
Terapeutik
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia (mis.
Musik, meditasi napas dalam, relakasi otot progresif
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulagi atau melatih teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Napas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing)
D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dan proses keperawatan
dimana rencana keperawatan diilaksanakan.
E. Evaluasi
Tahap Evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap hasil yang
diinginkan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan.
Evaluasi terhadap Asma bronkial Komplikasi dapat dicegah /
diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA