Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat

reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat

reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum.

1. Alat genitalia wanita bagian luar

Gambar 2.1 Organ Eksterna Wanita ( Bobak, IM, 2000 )

5
a. Mons veneris / Mons pubis

Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di

bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat

setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis

mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal

pada waktu melakukan hubungan seks.

b. Bibir besar (Labia mayora)

Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang

labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah.

Kedua bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum,

permukaan terdiri dari:

1) Bagian luar

Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada

mons veneris.

2) Bagian dalam

Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea

(lemak).

c. Bibir kecil (labia minora)

Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam

bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kea rah bawah

klitoris dan menyatu dengan fourchette, semantara bagian lateral dan

6
anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia

minora sama dengan mukosa vagina yaitu merah muda dan basah.

d. Klitoris

Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil,

dan letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak

pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog

dengan penis laki-laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan

meningkatkan ketegangan seksual.

e. Vestibulum

Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu

atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.

Vestibulum terdiri dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan

kelenjar paravagina. Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir

mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas, dan friksi.

f. Perinium

Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina

dan anus. Perinium membentuk dasar badan perinium.

g. Kelenjar Bartholin

Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan

mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.

7
h. Himen (Selaput dara)

Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan

mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir

yang di keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.

i. Fourchette

Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak

pada pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis

tengah berada di bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa

navikularis terletak di antara fourchette dan himen.

2. Alat genitalia wanita bagian dalam

Gambar 2.2 Organ Interna Wanita ( Bobak, IM, 2000 )

8
a. Vagina

Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan

mampu meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas

vagina. Panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan

panjang dinding posterior 11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di

belakang kandung kemih. Vagina merupakan saluran muskulo-

membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan

muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan

muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan.

Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae

dan terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol

serviks pada bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina

di sebut portio. Portio uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu:

fornik anterior, fornik posterior, fornik dekstra, fornik sinistra.

Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang

menghasilkan asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan

proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk

mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan

jalan lahir pada waktu persalinan.

b. Uterus

Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih,

cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di

9
pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal

memiliki bentuk simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat.

Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus

uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri

merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk

segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding belakang,

dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum sedangkan bagian

bawahnya berhubungan dengan kandung kemih.

Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa

ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari

usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8

cm, dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu

peritoneum, miometrium / lapisan otot, dan endometrium.

1) Peritoneum

a) Meliputi dinding rahim bagian luar

b) Menutupi bagian luar uterus

c) Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan

d) pembuluh darah limfe dan urat saraf

e) Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen

2) Lapisan otot

a) Lapisan luar: seperti “Kap”melengkung dari fundus uteri menuju

ligamentum

10
b) Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum uteri

internum

c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut

membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan

tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan

serabut otot ini membentuk angka dan sehingga saat terjadi

kontraksi pembuluh darah terjepit rapat dengan demikian

perdarahan dapat terhenti.

3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan

ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri

internum anatomikum yang merupakan batas dan kavum uteri dan

kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi

perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir serviks)

disebut istmus. Istmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan

meregang saat persalinan.

4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot

rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot

dasar panggul, ligamentum yang menyangga uterus adalah

ligamentum latum, ligamentum rotundum (teres uteri) ligamentum

infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii) ligamentum kardinale

machenrod, ligamentum sacro uterinum dan ligamentum uterinum.

a) Ligamentum latum

11
(1) Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas

sampai ke dinding panggul

(2) Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan

mengandung pembuluh darah limfe dan ureter

(3) Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi

(4) Ligamentum rotundum (teres uteri)

(5) Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalis

dan mencapai labia mayus

(6) Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat

(7) Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi

b) Ligamentum infundibulo pelvikum

(1) Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dinding

panggul

(2) Menggantung uterus ke dinding panggul

(3) Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum ovarii

proprium

c) Ligamentum kardinale machenrod

(1) Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju panggul

(2) Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri

(3) Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus

d) Ligamentum sacro uterinum

12
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale machenrod

menuju os sacrum

e) Ligamentum vesika uterinum

(1) Dari uterus menuju ke kandung kemih

(2) Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapat

mengikuti perkembangan uterus saat hamil dan persalinan

5) Pembuluh darah uterus

a) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang dinding

lateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar

endometrium membentuk arteri spinalis uteri

b) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah pada tuba

fallopi dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika.

6) Susunan saraf uterus

Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh saraf

simpatis dan parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouser

yang terletak pada pertemuan ligamentum sakro uterinum.

c. Tuba Fallopi

Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu

uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum

mencapai rongga uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke

arah lateral mulai dari osteum tubae internum pada dinding rahim.

13
Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga

lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia.

Tuba fallopi terdiri atas :

1) Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari

osteum internum tuba.

2) Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus dan

merupakan bagian yang paling sempit.

3) Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”.

4) Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang

disebut fimbriae tubae.

Fungsi tuba fallopi :

1) Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri.

2) Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.

3) Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi.

4) Tempat terjadinya konsepsi.

5) Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai

mencapai bentuk blastula yang siap mengadakan implantasi.

d. Ovarium

Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel

menjadi ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid.

14
Letak: Ovarium ke arah uterus bergantung pada ligamentum

infundibulo pelvikum dan melekat pada ligamentum latum melalui

mesovarium.

Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:

1) Korteks ovarii

a) Mengandung folikel primordial

b) Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff

c) Terdapat corpus luteum dan albikantes

2) Medula ovarii

a) Terdapat pembuluh darah dan limfe

b) Terdapat serat saraf

e. Parametrium

Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua

lembar ligamentum latum.

Batasan parametrium

1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping

2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri

3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.

4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii

(Bobak, Jansen, dan Zalar, 2001)

15
B. Pengertian

Sectio caesaria adalah cara melahirkan janin dengan menggunakan insisi pada

perut dan uterus (Bobak, IM. 2000).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum ada tanda-tanda

persalinan (Mansjoer, 2001).

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan sectio sesarea atas indikasi

ketuban pecah dini adalah cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada

dinding uterus melalui dinding perut karena pecahnya selaput ketuban spontan 1

jam atau lebih sebelum terjadi persalinan.

C. Klasifikasi Sectio Caesaria

1. Sectio caesaria transperitonealis

Yaitu dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah kira-

kira 10 cm. Insisi dibuat pada dinding perut pada garis tengah dari simphisis

sampai beberapa sentimeter dibawah pusat.

Kelebihan:

a. Penjahitan lebih mudah

b. Risiko pendarahan lebih kecil karena segmen bawah uterus tidak begitu

banyak mengandung pembuluh darah

c. Segmen bawah rahim terletak di luar kavum peritonei kemungkinan

infeksi pasca bedah lebih kecil

d. Luka sembuh lebih baik

16
Kekurangan :

Luka dapat melebar ke kanan, kiri, dan bawah sehingga dapat

menyebabkan arteri uterine putus sehingga mengakibatkan pendarahan yang

banyak.

2. Sectio caesarea klasik (profunda)

Yaitu dengan membuat insisi memanjang pada korpus uteri sepanjang 10cm.

Kelebihan:

a. Mengeluarkan janin lebih cepat

b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

(Bobak, IM, 2000 )

D. Anasthesi

Anastesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai rasa sakit

yang sifatnya sementara, tipe anasthesi menurut Mary Hamilton (1995) yaitu:

a. Anastesi umum

Yaitu suatu cara untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa

sakit di seluruh tubuh disebabkan pemberian obat-obatan anastasi, anastesi

umum mempengaruhi otak dan sistem saraf pusat, menyebabkan insensivitas

secara umum terhadap stimulus dan berbagai tingkat relaksasi. Obat diberikan

dengan cara inhalasi atau infus intra vena. Obat yang diberikan dengan cara

inhalasi antara lain nitrogen oksida, eter dan fluotan (halotan). Sedangkan

obat yang diberikan dengan cara intravena ada golongan barbiturate, golongan

17
non barbiturate dan ketalar. Dari golongan barbiturate antara lain pentonal

(piopental), suretal dan butalliton, sedang dari golongan non barbiturate antara

lain gama hidroksiburat dan inovar. Obat tersebut dapat menghilangkan rasa

sakit dengan cepat tetapi menekan kesadaran pasien, sehingga ia kehilangan

keikutsertaan dan kepuasan dalam kejadian persalinan. Di samping itu,

berbagai jumlah obat-obatan mencapai bayi dengan cara melewati sirkulasi

ibu dan bereaksi pada sistem saraf janin.

Anastesi umum diberikan oleh ahli anastesi pada saat melahirkan dan

diteruskan sampai perbaikan perineal telah selesai. Pasien dimonitor dengan

ketat sampai ia benar-benar sadar, monitoring meliputi pengkajian tanda-tanda

vital, tingkat kesadaran, dan perhatian lain dalam post partum. Intervensi

meliputi mempertahankan jalan nafas tetap terbuka dan memberikan jaminan

keamanan.

b. Anestesi Regional (Lokal)

Yaitu suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada bagian tubuh atau

pada daerah tertentu dari tubuh. Anastesi regional menekan insensivitas area

tubuh terhadap rasa sakit atau stimulus lainnya. Area yang dipengaruhi

tergantung pada saraf yang terlibat. Bila akar dari suatu saraf disuntik dengan

anastetik, seperti dan saddle, epidural, atau blok kaudal, bagian bawah tubuh

yang luas akan teranastesi.

Blok saddle dilakukan dengan cara memasukkan jarum kira-kira 1cm

dibawah prosesus spinosus setinggi lumbal ketiga dan ke empat, menuju

18
keatas medial sampai pada epidural. Agens anastesi yang digunakan yaitu

bupivacaine (marcaine). Letakkan klien dalam posisi duduk dengan kepala

ditekuk ke depan (dada) sehingga punggung melengkung dan sela vertebra

terbuka. Topang klien dengan dalam ini karena ia berat ke depan oleh

kehamilannya dan klien mudah jatuh ke depan jika tidak ditopang dengan

baik. Manset tekanan darah dipasang di lengan atasnya dan pengukuran dasar

awal dilakukan sebelum prosedur dilakukan. Dokter memilih tusukan.

membersihkannya, dan menusukkan jarum spinal. Obat disuntikkan dengan

perlahan dan jarum kemudian di cabut. Tekanan darah di ukur dan tingkat

anastesi diperiksa setelahnya. Kemudian pasien dibaringkan dengan posisi

litotomi untuk bersalin. Kepalanya harus sedikit dinaikkan untuk

memungkinkan obat naik lebih tinggi di kanal spinalis sehingga mati rasa

tercapai tanpa membiarkannya naik terlalu tinggi.

Setelah bersalin pasien yang mengalami blok saddle membutuhkan

perawatan khusus ekstremitas bawahnya mengalami paralise sekitar 2 sampai

4 jam. Kedua tungkainya diangkat bersamaan dari penyangga. la akan

membutuhkan bantuan untuk pindah dari meja operasi gurney dan dari gurney

ke tempat tidurnya. la harus diberi semangat untuk berputar dari satu sisi ke

sisi lainnya, tapi ia harus dilarang menaikkan kepalanya sampai 24 jam

kemudian untuk mencegah sakit kepala post spinal. Jika terjadi sakit kepala,

anjurkan klien berbaring telentang dan diberikan analgesic sesuai resep.

19
Anastesi kaudal dan epidural mendekati akhir kala 1. Manset tekanan

darah dipasang di lengan atasnya dan pengukuran dasar dilakukan. Pasien

dibaringkan dalam posisi sim atau knekest. Dokter menganastesi kulit,

menusukkan jarum, dan memasukkan obat ke dalam liatus sakralis. Bila

diantisipasi akan diberikan anastesi ulang, kateter polietelin ditusukkan

melalui jarum dan dibiarkan di tempat setelah jarum dicabut. Dengan cara

ini anestesi kaudal dapat dipertahankan beberapa jam. Hams dilakukan

perawatan khusus untuk mempertahankan kateter pada tempatnya. Tekanan

darah dan tingkat anastesi dimonitor secara teratur sampai sensasi aktivitas

motorik kembali normal.

Pengaruh anestesi pada tubuh adalah sebagai berikut:

1. Pernafasan

Penderita dengan keadaan tidak sadar dapat terjadi gangguan pernafasan

dan peredaran darah. Bila hal ini terjadi pada waktu anestesi maka

pertolongan resusitasi harus segera diberikan untuk mencegah kematian.

Obat anestesi inhalasi menekan fungsi mukosilia saluran pemafasan

menyebabkan penimbunan mucus di jalan nafas.

2. Kardiovaskuler

Sewaktu dalam keadaan anestesi, jantung dapat berhenti secara tiba-tiba.

Hal ini dapat disebabkan oleh karena pemberian obat yang berlebihan,

mekanisme reflek nervus yang terganggu, perubahan keseimbangan

elektrolit dalam darah, hipoksia, dan anoksia, katekolamin darah

20
berlebihan, keracunan obat, emboli udara dan penyakit jantung. Perubahan

tahanan vaskuler sistemik (misalnya: peningkatan aliran darah serebral)

menyebabkan penurunan curah jantung.

3. Gastrointestinal

Dapat terjadi regurgitasi yaitu suatu keadaan keluarnya isi lambung ke

faring tanpa adanya tanda-tanda. Hal ini disebabkan oleh adanya cairan

atau makanan dalam lambung, tingginya tekanan darah ke lambung dan

letak lambung yang lebih tinggi dari letak faring. Anastesi spinal dapat

menyebabkan kontraksi usus. Motilitas usus yang berlebihan

menimbulkan rasa mual dan muntah. Baik regurgitasi maupun muntah

dapat menyebabkan aspirasi isi lambung ke dalam paru-paru (Sindroma

Mendelson).

4. Perdarahan

Setiap persalinan dengan pemberian anestesi selalu dipikirkan akan

timbulnya perdarahan post partum, terutama pada anestesi dengan halotan.

5. Ginjal

Pada saat dianestesi penurunan aliran darah ke ginjal yang dapat

menurunkan filtrasi glomerulus sehingga diuresis juga menurun.

E. Adaptasi fisiologi pada ibu post sectio caesaria

Adaptasi fisiologi pada ibu post sectio caesaria menurut Long, B.C (1996) yaitu:

1. Pengaruh anestesi pada post operasi sectio caesaria

21
Pada jam pertama sesudah anestesi merupakan waktu yang potensial

berbahaya bagi ibu karena ada beberapa masalah yang timbul dan pengaruh

anestesi seperti terjadi sumbatan pada jalan nafas diikuti sianosis dan henti

jantung yang disebabkan karena lidah jatuh ke bawah atau ke belakang

menutupi faring, terjadi gangguan eliminasi yang disebabkan karena adanya

penurunan peristaltic usus selama 24 jam, setelah pembedahan daerah pelvis

atau abdomen akan berlangsung beberapa hari, konstipasi dapat disebabkan

karena kurang aktivitas, tidak adekuatnya intake bahan makanan yang

mengandung serat. Pengaruh anestesi juga dapat menyebabkan kebutuhan

nutrisi terganggu.

2. Luka post operasi sectio caesaria

Luka post sectio caesaria dapat menimbulkan masalah seperti nyeri. Rasa

nyeri timbul setelah operasi karena terjadi trikan, manipulasi jaringan,

terputusnya jaringan juga dapat terjadi akibat simulus ujung saraf oleh karena

bahan kimia yang dilepas pada saat operasi atau iskem jaringan akibat

gangguan suplai darah ke salah satu bagian tubuh sehingga menimbulkan rasa

tidak nyaman dan aktivitas dapat terganggu. Pada luka juga dapat

menyebabkan perdarahan yang disebabkan karena terputusnya jaringan dan

terbuka, sehingga dapat menimbulkan deficit volume cairan, Hb kurang,

anemi, daya tahan tubuh menurun dan dapat menimbulkan infeksi pada luka.

22
3. Perubahan pada corpus uteri

Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi noraial setelah kelahiran bayi

tersebut disebut involusio. Dalam 12 jam setelah persalinan fundus uteri

berada kira-kira 1 cm di atas umbilicus, 6 hari post partum +2 jari dibawah

pusat dan uterus tidak teraba setelah 10 - 12 hari post partum. Peningkatan

kontraksi uteri segera setelah persalinan yang merupakan respon untuk

mengurangi volume intra uteri.

Pada uteri terdapat pelepasan pasenta sebesar telapak tangan regansi

tempat pelepasan plasenta belum sempurna sampai 6 minggu post partum

uterus mengeluarkan cairan melalui vagina yang disebut lochea. Pada hari

pertama dan kedua cairan berwarna merah disebut lochea rubra. Setelah satu

minggu lochea berwarna kuning disebut lochea serosa. Dua minggu setelah

persalinan cairan berwarna putih disebut lochea alba.

4. Perubahan pada servik

Bagian atas servik sampai segmen bawah uteri menjadi sedikit edema,

indo servik menjadi lembut, terlihat memar dan terkoyak yang memungkinkan

terjadinya infeksi.

5. Vagina dan perineum

Dinding vagina yang licin secara berangsur-angsur ukurannya akan

kembali normal dalam 6 sampai 8 minggu post partum.

23
6. Payudara

Sekresi dan ekresi kolostrum berlangsung beberapa hari setelah

persalinan. Pada hari ketiga dn keempat post partum payudara menjadi penuh

tegang, keras, tetapi setelah proses laktasi dimulai payudara terasa lebih

nyaman, jadi itu perlu adanya system rooming in.

7. Sistem kardiovaskuler

Volume darah cenderung menurun akibat perdarahan post operasi, suhu

badan meningkat dalam 24 jam pertama. Pada 6-8 jam pertama post partum

umumnya ditemukan bradikardi. Keadaan pernafasan berubah akibat dari

anestesi, tekanan sedikit berubah atau tidak sama sekali.

8. Sistem endokrin

Perubahan yang terjadi pada perubahan endokrin selama masa nifas yaitu

hormone plasenta yang menurun dengan cepat setelah persalinan. Keadaan

hormone plasenta laktogen (HPL) merupakan keadaan yang tidak terdeteksi

dalam 24 jam, keadaan estrogen dalam plasenta menurun sampai 10 % dari

nilai ketika hamil dalam waktu 3 jam setelah persalinan. Pada hari ke tuju

keadaan progesterone dalam plasma menurun sampai dibawah nilai lutheal

pertama. Pada hormone pituitary keadaan prolaktin pada darah meninggi

dengan cepat pada kehamilan. Pada ibu yang tidak laktasi prolaktin akan turun

dan mencapai keadaan seperti sebelum kehamilan dalam waktu 2 minggu.

24
9. Sistem integument

Strial yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin akan

tetap bertahan lama setelah persalinan tetapi akan menghilang menjadi eknik

ra yang lebih terang. Bila terdapat kloasma biasanya akan memutih dan

kelamaan akan menghilang.

10. Sistem urinari

Fungsi ginjal akan normal dalam beberapa bulan setelah persalinan, pada

klien yang terpasang kateter kemungkinan dapat terjadi infeksi pada saluran

kemih.

11. Sistem gastrointestinal

Gangguan nutrisi terjadi 24 jam post partum sebagai akibat dari

pembedahan dengan anestesi general yang mengakibatkan tonus otot saluran

pencernaan akan lebih lama berada dalam saluran makanan akibat pembesaran

rahim.

F. Komplikasi Sectio Cesarea

Komplikasi yang timbul akibat pembedahan post sectio caesarea menurut

Mochtar (1999) adalah:

1. Infeksi Puerperal (Nifas)

Berdasarkan berat ringannya infeksi puerperal dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Ringan: kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja

25
b. Sedang: kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut

sedikit kembung

c. Berat: dengan peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. Sering dijumpai pada

partus terlantar di mana sebelumnya sudah terjadi infeksi intrapartal

karena ketuban yang telah pecah terlalu lama

2. Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan

terbuka, atonia uteri.

3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

reperitonealisasi terlalu tinggi.

4. Kemungkinan reptura uteri spontan pada kehamilan berikutnya dikarenakan

kurang kuatnya parut pada dinding uteri.

5. Nyeri di bekas jahitan

Keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh tengah mengalami luka, dan

penyembuhannya tidak bisa sempurna 100%. Dalam operasi sesar ada 7

lapisan perut yang harus disayat. Sementara saat proses penutupan luka, 7

lapisan tersebut dijahit satu demi satu menggunakan beberapa macam benang

jahit. Dalam proses penyembuhan tak bisa dihindari terjadinya pembentukan

jaringan parut. Jaringan parut inilah yang dapat menyebabkan nyeri saat

melakukan aktivitas tertentu, terlebih aktivitas yang berlebihan atau aktivitas

yang memberi penekanan di bagian tersebut.

26
G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk klien post sectio cesarea menurut Doenges (2000) adalah

sebagai berikut:

1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat

2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap

berkontraksi dengan kuat.

3. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam.

4. Memberikan analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg,

pemberian narkotik biasanya disertai anti emetik, misalnya prometazin 25 mg.

5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam

pertama setelah pembedahan.

6. Ambulasi, satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat

tidur dengan bantuan orang lain.

7. Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada

hari keempat setelah pembedahan.

8. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan

untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan

hipovolemia.

9. Pemeriksaan laboratorium darah : Hb, Ht,Trombosit, Leukosit.

H. Pengkajian Fokus

Fokus pengkajian pada klien post sectio caesaria menurut Doenges (2001) yaitu:

27
1. Aktivitas/Istirahat

a. Melaporkan keletihan, kurang energi.

b. Letargi, penurunan penampilan.

2. Sirkulasi

a. Tekanan darah dapat meningkat.

b. Mungkin menerima magnesium sulfat untuk hipertensi karena kehamilan.

c. Perdarahan vagina mungkin ada.

3. Eliminasi

Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada.

4. Integritas ego

a. Mungkin sangat cemas dan ketakutan.

b. Dapat menentukan prosedur yang antisipasi sebagai tanda kegagalan dan

atau refleksi negative pada kemampian sebagai wanita.

5. Nyeri/Ketidaknyamanan

a. Mungkin menerima narkotik atau anastesi peridural awal proses persalinan.

b. Mungkin menunjukkan persalinan palsu di rumah.

c. Kontraksi jarang dengan identitas ringan sampai sedang (kurang dan 3

kontraksi dalam 10 menit).

d. Fase laten persalinan dapat memanjang 20 jam atau lebih lama pada

nulipara (rata-rata adalah 8 ½ jam) atau 14 jam pada nulipara (rata-rata 5 ½

jam).

28
6. Keamanan

a. Dapat mengalami versi eksternal setelah gestai 34 minggu dalam upaya

untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi bokong menjadi

presentasi kepala.

b. Penurunan janin Mungkin kurang dari 1 cm/jam, pada nulipara kurang dari

2 cm/jam pada multipara (penurunan dengan eknik yang lebih lama). Tidak

ada kemajuan yang terjadi dalam 1 jam/lebih untuk nulipara atau dalam 30

menit pada multipara (penghentian penurunan).

c. Pemeriksaan vagina dapat menunjukkan janin dalam mal posisi.

d. Servik mungkin kaku atau tidak siap.

7. Makanan atau cairan

Nyeri epigastrik, gangguan penglihatan, edema (tanda-tanda

hipertensi) karena kehamilan.

8. Seksualitas

a. Dapat primigravida atau grand multipara.

b. Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidromnion, jaain besar atau

gestasi multiple, janin besar atau gran multiparitas.

I. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post sectio caesaria menurut

Doenges, Carpenito adalah:

29
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas

jaringan sekunder akibat pembedahan.

2. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan

3. Gangguan pada eliminasi BAB konstipasi b.d. penurunan peristaltic usus

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh

terhadap bakteri sekunder pembedahan

5. Kurang pengetahuan tentang perawatan diri dan bayi berhubungan dengan

kurang informasi

J. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan untuk mengatasi masalah pada klien post sectio cesarea

menurut Doengoes (2000) adalah:

1. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan

Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang

Kriteria Hasil: skala nyeri 1-0 atau hilang, pasien tenang dan rileks

Intervensi:

a. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri.

b. Kaji suhu dan nadi.

c. Ajarkan tehnik nafas dalam bila nyeri muncul

d. Berikan obat nyeri sesuai pesanan dan evaluasi efektivitasnya.

e. Alih baring posisi pasien untuk mengurangi nyeri

30
2. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh

Kriteria Hasil : intake dan output cairan seimbang

Intervensi :

a. Observasi perdarahan dan kontraksi uterus

b. Monitor intake dan out put cairan

c. Monitor tanda-tanda vital

d. Observasi pengeluaran lochea, warna, bau, karakteristik dan jumlah

e. Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program

3. Gangguan pada eliminasi BAB konstipasi b.d. penurunan peristaltic usus

Tujuan: pola eliminasi kembali normal.

Kriteria hasil: pasien mengungkapkan BAB lancar.

Intervensi:

a. Anjurkan klien untuk tidak menahan BAB

b. Berikan cairan per oral 6-8 gelas per hari

c. Anjurkan mobilisasi sesuai toleransi.

d. Kolaborasi pemberian obat pencahar.

e. Kolaborasi pemberian diit tinggi serat.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh

terhadap bakteri sekunder pembedahan.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil:

31
d. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan

fungsiolaesa)

e. Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-37° C)

Intervensi:

a. Monitor tanda-tanda vital

b. Kaji luka pada abdomen dan balutan.

c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan

teknik antiseptik

d. Catat / pantau kadar Hb dan Ht

e. Kolaborasi pemberian antibiotic cefotaxime 3 x1 gr

5. Kurang pengetahuan tentang perawatan diri dan bayi berhubungan dengan

kurang informasi

Tujuan : Pengetahuan klien meningkat

Kriteria hasil: klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang perawatan

diri dan bayi setelah operasi sectio caesarea

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan klien

b. Berikan penjelasan tentang perawatan diri

c. Perlunya perawatan payudara dan ekpresi manual bila menyusui

d. Jelaskan pentingnya ASI bagi bayi

32

Anda mungkin juga menyukai