Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN TUTORIAL

KEPUTIHAN

TUTOR : dr. Indria Hafizah M. Biomed

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 8 :

KHAIRUN NISA’ SUHERMAN ( K1A1 16 008 )


MERY FERRYANTI ( K1A1 16 009 )
NABILA HANUM MUDJAHIDAH ( K1A1 16 011 )
NADYA SEPRIANNISA NASRUL ( K1A1 16 012 )
NURMAWADHA SAFAAD ( K1A1 16 013 )
FAUZIA SALIM (K1A1 16 068)
LA ODE MZ.WALI AMRULLAH L.H ( K1A1 16 070 )
NISHAR RAKHMAN ARDIANSYAH L ( K1A1 16 071 )
NANDA FADILLAH RESTU AMALIA ( K1A1 16 074)
SHINDY NATALIA ( K1A1 16 133 )
THIAM RAHAYU KASIM ( K1A1 16 134 )
RITA RUKMIYANTI (K1A1 14 041)
LILIS SURIANI (K1A1 13 029)
INDRIYATI (K1A116115)
NIKEN RATNA KUMALA SARI (K1A116117)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018

1
SKENARIO

Wanita, 29 tahun, P2A1, dating ke poliklinik dengan keluhan keputihan berwarna


putih seperti susu disertai rasa gatal.

KATA SULIT

1. P2A1 : Partus 2 kali , Abortus 1 kali


2. Keputihan : Sekresi cairan genitalia perempuan, bukan darah

KATA/ KALIMAT KUNCI

1. Wanita 29 tahun
2. P2A1
3. Keluhan keputihan berwarna putih susu, disertai rasa gatal

PERTANYAAN

1. Jelaskan anatomi, histology dan fisiologi dari organ reproduksi wanita


2. Jelaskan patomekanisme terjadinya rasa gatal pada keputihan
3. Jelaskan perbedaan keputihan patolo dan fisiologi ( infeksi dan keganasan)
4. Jelaskan penyebab dengan gejala keputin (bakteri, jamur, parasit )
5. Sebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala keputihan
6. Jelaskan cara pencegahan keputihan (umum)
7. Jelaskan langka-langka diagnosis
8. Jelaskan DD dan DS?

2
JAWABAN

1. Anatomi , Fisiologi, dan Histologi organ terkait

A. Anatomi Organ Terkait

1. Alat genitalia wanita bagian luar

a. Mons veneris / Mons pubis


Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol dibagian
depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa
tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak
kelenjar sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan
hubungan seks.

b. Bibir besar (Labia mayora)


Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong, panjang labia
mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Kedua bibir
ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum,permukaan terdiri dari :
1) Bagian luar
Tertutup oleh rambut yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris.

3
2) Bagian dalam
Tanpa rambut merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak).

c. Bibir kecil (labia minora)


Merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, terletak dibagian dalam
bibir besar (labia mayora) tanpa rambut yang memanjang kearah bawah klitoris
dan menyatu dengan fourchette, sementara bagian lateral dan anterior labia
biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan
mukosa vagina yaitu merah muda dan basah.

d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil,dan
letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh
darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-
laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan
seksual.

e. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahuatau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette.Vestibulum terdiri
dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan
vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia, panas,
dan friksi.

f. Perineum
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan
anus. Perinium membentuk dasar badan perinium.

g. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan
mudah robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.

4
h. Himen (Selaput dara)
Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina bersifat rapuh dan
mudah robek, himen ini berlubang sehingga menjadi saluran dari lender yang di
keluarkan uterus dan darah saat menstruasi.

i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah berada di
bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di
antara fourchette dan himen.

2. Alat genitalia wanita bagian dalam

a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang
dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior
11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang kandung kemih. Vagina
merupakan saluran muskulomembraneus yang menghubungkan rahim dengan

5
vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani
dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan.
Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan
terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada
bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio.
Portio uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik
posterior, fornik dekstra, fornik sinistra.
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan
asam susu dengan PH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap
infeksi. Fungsi utama vagina yaitu sebagai saluran untuk mengeluarkan lendir
uterus dan darah menstruasi, alat hubungan seks dan jalan lahir pada waktu
persalinan.

b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular,
pipih,cekung dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di
pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk
simetris, nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri
yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian
utama yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri
yang berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup
peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih.
Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum,
jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada
anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum, miometrium , dan
endometrium.
1) Peritoneum
 Meliputi dinding rahim bagian luar
 Menutupi bagian luar uterus

6
 Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
 pembuluh darah limfe dan urat saraf
 Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen

2) Miometrium
 Lapisan luar : seperti “Kap”melengkung dari fundus uteri menuju
ligamentum
 Lapisan dalam : berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum uteri
internum
 Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut membentuk
lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus oleh
pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk
angka dan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat
dengan demikian perdarahan dapat terhenti.

3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan ikatnya
bertambah. Bagian rahim yang terletak antara ostium uteri internum
anatomikum yang merupakan batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis
dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadiperubahan selaput lendir
kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini
akan menjadi segmen bawah rahim dan meregang saat persalinan.

4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim
sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot dasar panggul,
ligamentum yang menyangga uterus adalah ligamentum latum, ligamentum
rotundum (teres uteri) ligamentum infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii)
ligamentum kardinale machenrod, ligamentum sacro uterinum dan
ligamentum uterinum. Berikut penjelasannya:
a) Ligamentum latum
- Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas sampai ke
dinding panggul

7
- Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan mengandung
pembuluh darah limfe dan ureter
- Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi
- Ligamentum rotundum (teres uteri)
- Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalis dan
mencapai labia mayus
-Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
- Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi

b) Ligamentum infundibulo pelvikum


- Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dinding panggul
- Menggantung uterus ke dinding panggul
- Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum ovarii proprium

c) Ligamentum kardinale machenrod


- Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju panggul
- Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri
- Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus

d) Ligamentum sacro uterinum


Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale machenrod menuju os
sacrum

e) Ligamentum vesika uterinum


- Dari uterus menuju ke kandung kemih
- Merupakan jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapat mengikuti
perkembangan uterus saat hamil dan persalinan

5) Pembuluh darah uterus


Di bagi menjadi dua yaitu:

8
a) Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang dinding
lateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar
endometrium membentuk arteri spinalis uteri.
b) Di bagian atas ada arteri ovarika untuk memberikan darah pada tuba
fallopi dan ovarium melalui ramus tubarius dan ramus ovarika.

6) Susunan saraf uterus


Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh saraf simpatis dan
parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouser yang terletak pada
pertemuan ligamentum sakro uterinum.

c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornuuterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga
uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan kearah lateral mulai dari
osteum tubae internum pada dinding rahim.
Panjang tuba fallopi 12cm diameter 3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga
lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa dengan epitel bersilia.
Tuba fallopi terdiri atas :
 Pars interstitialis (intramularis) terletak di antara otot rahim mulai dari
osteum internum tuba.
 Pars istmika tubae, bagian tuba yang berada di luar uterus danmerupakan
bagian yang paling sempit.
 Pars ampuralis tubae, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk “s”.
 Pars infindibulo tubae, bagian akhir tubae yang memiliki lumbai yang
disebut fimbriae tubae.

Fungsi tuba fallopi :


 Sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai kavum uteri.
 Untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.
 Sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi.

9
 Tempat terjadinya konsepsi.
 Tempat pertumbuahn dan perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai
bentuk blastula yang siap mengadakan implantasi.

d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum, ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid. Letak: Ovarium ke
arah uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium.
Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:
1) Korteks ovarii
a. Mengandung folikel primordial
b. Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff
c. Terdapat corpus luteum dan albikantes

2) Medula ovarii
a. Terdapat pembuluh darah dan limfe
b. Terdapat serat saraf

e. Parametrium
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar
ligamentum latum. Batasan parametrium :
1) Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
2) Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri
3) Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4) Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii

B. Fisiologi Organ Terkait


Peran wanita dalam reproduksi lebih rumit daripada peran pria. Fungsi esensial
sistem reproduksi wanita mencakup yang berikut :
1. Membentuk ovum

10
2. Menerima sperma
3. Mengangkat sperma dan ovum ke tempat penyatuan (fertilisasi, atau
konsepsi)
4. Memelihara janin yang sedang tumbuh hingga janin dapat bertahan hidup
di nuia luar (gestasi) mencakup pembentukan plasenta, organ pertukaran
antara ibu dan janin
5. Melahirkan bayi (partus)
6. Member makan bayi setelah lahir dengan menghasilkan susu (laktasi)

Ovarium dan saluran reproduksi wanita terletak di dalam rongga panggul.


Saluran reproduksi wanita terdiri dari komponen-komponen berikut :

a. Dua oviduktus (tuba uterine atau fallopi) yang berkaitan erat dengan kedua
ovarium, mengambil ovum saat ovulasi (pelepasan ovum dari ovarium)
dan berfungsi sebagai tempat fertilisasi
b. Uterus yang berongga dan berdinding tebal terutama berperan memelihara
janin selama masa perkembangannya dan mengeluarkannya pada akhir
kehamilan.
c. Vagina adalah saluran yang mengandung otot dan dapat teregang yang
menghubungkan uterus dengan lingkungan eksternal. Bagian terbawah
uterus, serviks, menonjol ke dalam vagina dan mengandung satu
pembukaan kecil, kanalis servikalis
d. Kanalis servikalis diendapkan di vagina oleh penis selama hubungan seks.
Kanalisa servikalis adalah jalur bagi sperma untuk mencapai tempat
pembuahan di oviduktus melalui uterus dan ketika mengalami pelebaran
hebat sewaktu persalinan, merupkan saluran bagi pengeluaran bayi dari
uterus.

Tidak seperti produksi sperma yang terus menerus dan sekresi testosteron
yang pada hakikatnya konstan pada pria, pelepasan ovum bersifat berkala dan
sekresi hormone-hormon seks wanita memperlihatkan pergeseran siklus yang

11
lebar. Jaringan yang dipengaruhi oleh hormone-hormon seks ini juga mengalami
perubahan siklik dengan yang paling jelas adalah daur menstruasi bulanan.
Pada tiap siklus,saluran reproduksi wanita dipersiapkan untuk fertilisasi
dan implantasi ovum yang dibebaskan dari ovarium saat ovulasi. Jika pembuahan
tidak terjadi, siklus berulang. Jika pembuahan terjadi siklus terhenti sementara
pada sistem pada wanita tersebut beradaptasi untuk memelihara dan melindungi
manusia yang baru terbentuk hingga ia berkembang menjadi individu yang
mampu hidup diluar lingkungan ibu. Selain itu seorang wanita melanjutkan fungsi
reproduksinya setelah melahirkan dengan menghasilakn susu (laktasi) untuk
member makan bayi. Karena itu, sistem reproduksi wanita ditandai oleh siklus
kompleks yang terputus oleh perubahan yang lebih kompleks lagi seandainya
terjadi kehamilan.

ovarium melakukan fungsi ganda untuk menghasilkan ovum (oogenesis)


dan mengeluarkan hormone seks wanita, estrogen dan progesterone. Hormon-
hormon ini bekerja sama untuk mendorong fertilisasi ovum dan mempersiapkan
sistem reproduksi wanita untuk kehamilan. Estrogen pada wanita mengatur
banyak fungsi yang serupa dengan yang dilakukan oleh testosterone pada pria,
misalnya pematangan dan pemeliharaan keseluruhan sistem reproduksi wanita dan
membentuk karakteristik seks sekunder wanita. Secara umum kerja estrogen
penting pada proses-proses konsepsi.

Setelah pubertas dimulai, ovarium secara terus menerus mengalami dua


fase secara bergantian : fase folikuler yang didominasi oleh keberadaan folikel
matang, dan fase luteal yang ditandai oleh adanya korpus luteum. Dalam keadaan
normal,siklus ini hanya terinterupsi jika terjadi kehamilan dan akhirnya berakhir
pada menopause, siklus ovarium rerata berlangsung 28 hari tetapi hal bervariasi di
antara wanita dan di antara siklus pada waktu yang sama. Folikel bekerja pada
paruh pertama siklus untuk menghasilkan telur matang yang siap untuk berovulasi
pada pertengahan siklus. Korpus luteum mengambil alih selama paruh terakhir

12
siklus untuk mempersiapkan saluran reproduski wanita untuk kehamilan jika
terjadi pembuahan pada telur yang dibebaskan tersebut.

Korelasi antara kadar hormone dan perubahan siklik ovarium dan uterus

Selama paruh pertama siklus ovarium,fase folikular, folikel ovarium


mengeluarkan estrogen dibawah pengaruh FSH,LH dan estrogen itu sendiri.
Pengingkatan sedang kadar estrogen menghambat sekresi FSH, yang menurun
selama bagian terakhir fase folikular, dan menekan sebagian sekresi tonik LH
yang terus meningkat sepanjang fase folikular. Ketika produksi estrogen folikel
mencapai puncaknya, kadar estrogen yang tinggi ini memicu lonjakan sekresi LH
pada pertengahan siklus. Lonjakan LH ini menyebabkan ovulasi folikel matang.
Sekresi estrogen merosot ketika folikel mengalami kematian saat ovulasi. Sel-sel
folikel lama berubah menjadi korpus luteum yang mengeluarkan progesteronserta
estrogen selama paruh terakhir siklus ovarium. Progesterone menghambat dengan
kuat FSH dan LH yang terus menurun sepanjangfase luteal. Korpus luteum
berdegenerasi dalam waktu sekitar dua minggu jika ovum yang dibebaskan tidak
dibuahi dan berimplantasi di uterus. Kadar progesterone dan estrogen turun tajam
ketika korpus luteum berdegenrasi sehingga pengaruh inhibitorik pada FSH dan
LH lenyap. Sewaktu kedua hormon hipofisis anterior ini mulai kembali meningkat
akibat adanya inhibisi, perkembangan kelompok baru folikel folikel kembali
mulai dimulai seiring dengan masuknya fase folikular

Fase-fase uterus yang bersamaan mencerminkan pengaruh hormon-


hormon ovarium pada uterus. Pada awal fase folikular, lapisan endometrium yang
banyak mengandung pembuluh darah dan kaya nutrient terlepas. Pelepasan ini
terjadi karena terhentinya pengaruh estrogen dan progesteron ketika korpus
luteum berdegenerasi pada fase akhir luteal siklus sebelumnya. Pada akhir fase
folikular, peningkatan kadar estrogen menyebabkan endometrium menebal.
Setelah ovulasi,progesterone dari korpus luteum menimbulkan perubahan-
perubahan vascular dan sekretroik pada endometrium yang telah dipersiapkan
oleh estrogen untuk menghasilkan lingkungan yang sesuai untuk implantasi. Jika

13
korpus luteum berdegeneras, fase folikuler uterus baru dan fase haid uterus
kembali dimulai.

Sumber : Lauralee Sherwood. 2014. Fisiologi manusia Dari sel Ke sistem edisi 8.
Jakarta : EGC

C. Histologi Organ Terkait

Sistem reproduksi wanita terdiri dari sepasang ovarium, sepasang tuba


uterine (fallopian tube), dansatu uterus. Di sebelah inferior dari uterus dan
dipisahkan oleh serviks yaitu vagina. Masing-masing organ system reproduksi
wanita melakukan banyak fungsi penting, meliputi pengeluaran hormon
sekswanita (estrogen dan progesteron) untuk perkembangan karakter istik seks
wanita,pembentukan oosit, penyesuaian lingkungan untuk pembuahan oosit di
tuba uterina, pengangkutan embrio ke uterus dan implantasinya, nutrisi dan
perkembangan janin selama kehamilan, dan nutrisi bayi baru lahir.

Ovarium
Ovarium adalah struktur lonjong yang rata berada jauh di dalam rongga
panggul. Satu bagian ovarium melekat pada ligamentum latum uteri melalui
lipatan peritoneum yang disebut mesovarium dan bagian lainnya ke dinding uterus
melalui ligamentum ovarii proprium. Permukaan ovarium dilapisioleh satu lapisan
sel yaitu epitel germinal yang terletak di atas jaringan ikat padat tidak teratur
tunika albuginea. Di bawah tunika albuginea terdapat korteks ovarium. Jauh di
dalam korteks yaitu bagian tengah jaringan ikat ovarium dengan banyak
pembuluh darah, medulla Tidak terdapat batas yang jelas antara korteks dan
medula, dan kedua bagian ini menyatu.Selama perkembangan embrionik,sel
germinalis menempati gonadal ridge,berdiferensiasi menjadi oogonia, membelah
secara mitosis, dan kemudian masuk ke fase pertama pembelahan meiosis tanpa
menuntaskannya. Sel-sel ini terhenti pada tahap perkembangan ini dan sekarang
disebut oosit primer (oocytes primarius). Folikel primordial (folliculus

14
primordialis). luga terbentuk selama kehidupan janin dan terdiri dari satu oosit
primer yang dikelilingi oleh satu lapisansel folikular gepeng. Dimulai saat
pubertas dan di bawah pengaruh hormon hipofisis, folikel primordial tumbuh dan
membesar untuk menjadi folikel primer (folliculus primarius), sekunder(folliculus
secundarius),dan matur(folliculus maturus),yang dapat tersebar di korteks dan
meluas jauh kedalam medulla ovarium.Korteks ovarium biasanya berisi banyak
folikel ovarium dalam berbagai tahap perkembangan. Selain itu,ovarium
mengandung korpus luteum yang besar dari folikel yang mengalami ovulasi dan
korpus albikans dari korpus luteum yang mengalami degenerasi. Folikel ovarium
dalam berbagai tahap perkembangan (primordial,primer, sekunder, dan
matur)juga dapat mengalami suatu proses degenerasi yang disebut atresia, dan sel
degenerative atretik kemudian ditelan oleh makrofag. Atresia folikel terjadi
sebelum lahir dan berlanjut selama masa subur.

Gambar 1 : Ovarium (Pandangan Menyeluruh).Pewarnaan hematoksilin-


eosin.Pewarnaan lemah.

Tuba Uterina (Fallopian tube)


Masing-masing tuba uterina memiliki panjang sekitar12 cm dan terbentang
dari ovarium ke uterus.Salah satu ujung tuba uterina menembus dan terbuka ke
dalam uterus; ujung yang lain terbuka ke dalam rongga peritoneum dekat
ovarium. Tuba uterina biasanya dibagi menjadi empat regio yang kontinu.Bagian
yang paling dekat dengan ovarium adalah infundibulum bentuk-corong. Dari
infundibulum terjulur prosesus kecil mirip jari yaitu fimbriae(tunggal, fimbria)

15
yang berada dekat dengan ovarium.Infundibulum bersambungan dengan regio
kedua, ampulla, bagian terlebar dan terpanjang.Ismus(isthmus) sempit dan
pendek, dan menghubungkan setiap tuba uterine ke uterus. Bagian akhir tuba
uterina adalah parsuterine (intramural region). Bagian ini menembus dinding tebal
uterus dan bermuara ke dalam rongga uterus.

Sepasang tuba uterina yang berotot terbentang dari dekat ovarium hingga
uterus. Salah satu ujungnya, infundibulum terbuka ke dalam rongga peritoneum
dekat ovarium. Ujung yang lain menembus dinding uterus untuk bermuara ke
dalam uterus.Tuba uterine menyalurkan oosit yang berovulasi ke arah uterus.
Ampulla adalah bagian terpanjang tuba dan biasanya merupakan tempat fertilisasi.
Mukosa ampulla memperlihatkan plica mucosa yang paling banyak. Plica ini
menyebabkan lumen di tuba uterina tidak rata sehingga terbentuk alur-alur yang
dalam di antara plica. Plica ini semakin mengecil ketika tuba uterina mendekati
uterus. Mukosa tuba uterina terdiri dari epitel selapis silindris bersilia dan tidak
bersilia yang terletak di atas jaringan ikat longgar lamina propria.Tunika
muskularis terdiri dari dua lapisan otot polos,lapisan sirkular dalam dan lapisan
longitudinal luar.Diantara lapisan otot terdapat banyak jaringan ikat interstisial,
dan, akibatnya, lapisan otot polos terutama lapisan luar tidak jelas terlihat. Banyak
venula dan arteriol terlihat di jaringan ikat interstisial Serosa peritoneum viscerale
membentuk lapisan terluar tuba uterina, yang berhubungan dengan ligamentum
esosalpinx di tepi superior ligamentum latum.

Gambar 2 : Tuba Uterina Bagian Ampulla dengan Ligamentum Mesosalpinx


(Pandangan Menyeluruh, Potongan Transversal)

16
Uterus
Uterus manusia adalah organ berbentuk buah pir dengan dinding berotot
tebal.Badan atau korpus membentuk bagian utama uterus. Bagian atas uterus yang
membulat dan terletak di atas pintu masuk tuba uterina disebut fundus.Bagian
bawah uterus yang lebih sempit dan terletak di bawah korpus adalah
serviks(cervix).Serviks menonjol dan bermuara ke dalam vagina.Dinding uterus
terdiri dari tiga lapisan: perimetrium di sebelah luar yang dilapisi oleh serosa atau
adventisia; lapisan otot polos yang tebal yaitu myometrium (myometrium); dan
endometrium disebelah dalam.Endometrium dilapisi oleh epitel selapis yang turun
kedalam lamina propria untuk membentuk banyak kelenjar uterus(glandulae
uterinae).Endometrium umumnya dibagi menjadi dua lapisan fungsional, stratum
functionale di luminal dan stratum basale di basal.Pada wanita yang tidak hamil,
stratum functionale superfisial dengan kelenjar uterus dan pembuluh darah
terlepas atau terkelupas selama menstruasi, meninggalkan stratum basale yang
utuh dengan sisa-sisa kelenjar uterus di basal-sumber sel untuk regenerasi stratum
functionale yang baru. Arteri yang mendarahi endometrium berperan penting
selama fase haid pada siklus menstruasi.Arteri uterina diligamentum latum
membentuk arteri arkuata.Arteri ini menembus dan berjalan melingkar di
miometrium uterus. Pembuluh arkuata membentuk arteri lurus (arteriae rectae)dan
spiralis yang mendarahi endometrium. Arteri lurus adalah arteri yang pendek dan
mendarahi stratum basale endometrii, sedangkan arteri spiralis adalah arteri yang
panjang dan bergelung dan mendarahi permukaan atau stratum functionale
endometrii. Berbeda dari arteri lurus, arteri spiralis sangat peka terhadap
perubahan hormon dalam darah. Penurunan kadar hormon ovarium estrogen dan
progesterone dalam darah sewaktu daur haid menyebabkan degenerasi dan
terlepasnya stratum functionale, menimbulkan menstruasi.

17
Gambar 3 : Uterus Proliferasi (Follikular)

Gambar 4 : Uterus Fase Sekresi (Luteal)

Gambar 5 : Uterus Fase Menstruasi

Serviks dan Vagina

Serviks terletak di bagian uterus paling bawah yang menonjol ke dalam


kanalis vaginalis sebagai porsio vagina (portio vaginalis cervicis). Suatu kanalis
servikalis ( canalis cervicis uteri) sempit berjalan menembus serviks. Lubang

18
kanalis servikalis yang berhubungan langsung dengan uterus adalah ostium uteri
internum dan, dengan vagina, ostium uteri externum. Lain halnya dengan stratum
functionale endometrii , mukosa serviks hanya mengalami perubahan minimal
selama daur haid dan tidak terlepas saat menstruasi. Serviks mengandung banyak
kelenjar serviks (glandula cervicales) yang bercabang yang menunjukkan
perubahan aktivitas sekretorik selama berbagai fase daur haid. Jumlah dan jenis
mukus yang disekresikan oleh kelenjar serviks berubah selama daur haid akibat
perbedaan kadar hormone ovarium.
Vagina adalah suatu struktur fibromuscular yang terbentang dari serviks ke
vestibulum genitalia eksterna. Dindingnya memiliki banyak lipatan dan terdiri
dari mukosa di sebelah dalam, lapisan otot di tengah, dan jaringan ikat adventisia
di sebelah luar. Vagina yang tidak memiliki kelenjar di dindingnya dan lumennya
dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Mukus yang dihasilkan oleh sel-sel di keleniar
serviks melumasi lumen vagina. Lamina propria yang terletak di atas lapisan otot
polos organ terdiri dari jaringan ikat fibrolastik longgar yang kaya pembuluh
darah. Seperti epitel serviks, lapisan vagina tidak terlepas sewaktu haid.

Gambar 6 : Serviks, Kanalis Servisis Uteri dan Forniks Vagina ( potonga


memanjang)

19
Gambar 7 : Vagina (potongan memanjang)

Plasenta
Plasenta adalah organ sementara yang terbentuk ketika embrio yang
sedang berkembang, sekarang disebut blasto kist melekat dan tertanam di dalam
endometrium uterus. Plasenta terdiri dari pars fetal, dibentuk oleh lempeng
korionik dan vili korionik bercabang, dan pars maternal, dibentuk oleh desidua
basalis endometrium. Darah janin dan ibu berada saling berdekatan di vili
plasenta. Pertukaran nutrien, elektrolit, hormon, antibodi, produk berbentuk gas,
dan metabolit sisa berlangsung ketika darah mengalir melewati vili. Darah janin
masuk ke plasenta melalui sepasang arteri umbilikalis, berjalan ke dalam vili, dan
kembali melalui sebuah vena umbilikalis.

Gambar 8 : Plasenta 5 Bulan ( Pandangan Menyeluruh)

20
Sumber : Eroschenko,Victor P. 2010. Atlas Histologi DiFiore :dengan Korelasi
Fungsional Ed. 11.Jakarta : EGC

D . Patologi Anatomi (PA)

Estrogen menyebabkan mukus pada servik menipis dan membuat kondisi


dalam servik menjadi basa sementara progesteron menyebabkan mukus pada
servik menjadi tebal, kental, dan pada saat ovulasi menjadi elastic.

Sumber: Jurnal Skala Husada Volume 13 Nomor 1 April 2016 : 30 - 38

E . Patologi Klinik (PK)

Urinalisis (UA)
Nilai normal:

21
Deskripsi
UA dapat digunakan untuk evaluasi gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati,
gangguan hematologi, infeksi saluran kemih dan diabetes mellitus.

a) Berat jenis spesifik(Specific gravity)


Urinalisis dapat dilakukan sewaktu atau pada pagi hari. Pemeriksaan berat jenis
urin dapat digunakan untuk mengevaluasi penyakit ginjal pasien. Berat jenis
normal adalah 1,001-1,030 dan menunjukkan kemampuan pemekatan yang baik,
hal ini dipengaruhi oleh status hidrasi pasien dan konsentrasi urin. Berat jenis
meningkat pada diabetes (glukosuria), proteinuria > 2g/24 jam), radio kontras,
manitol, dekstran, diuretik. Nilai berat jenis menurun dengan meningkatnya umur
(seiring dengan menurunnya kemampuan ginjal memekatkan urin) dan preginjal
azotemia.

b) Warna urin
Deskripsi :
Warna urin dipengaruhi oleh konsentrasi, adanya obat, senyawa eksogen dan
endogen, dan pH
• Warna merah coklat menunjukkan urin mengandung hemoglobin, myoglobin,
pigmen empedu, darah atau pewarna. Dapat juga karena pemakaian klorpromazin,
haloperidol, rifampisin, doksorubisin, fenitoin, ibuprofen. Warna merah coklat
dapat berarti urin bersifat asam (karena metronidazol) atau alkali (karena laksatif,
metildopa)
• Warna kuning merah (pink) menunjukkan adanya sayuran, bit, fenazopiridin
atau katartik fenolftalein, ibuprofen, fenitoin, klorokuin
• Warna biru-hijau menunjukkan pasien mengkonsumsi bit, bakteri Pseudomonas,
pigmen empedu, amitriptilin,
• Warna hitam menunjukkan adanya, alkaptouria
• Warna gelap menunjukkan porfiria, malignant melanoma (sangat jarang)
• Urin yang keruh merupakan tanda adanya urat, fosfat atau sel darah putih
(pyuria), polymorphonuclear (PMNs), bakteriuria, obat kontras radiografi.

22
• Urin yang berbusa mengandung protein atau asam empedu
• Kuning kecoklatan menunjukkan primakuin, sulfametoksazol, bilirubin

c) pH urin (normal 5,0-7,5)


Deskripsi:
Dipengaruhi oleh diet dan vegetarian dimana asupan asam sangat rendah sehingga
membuat urin menjadi alkali. pH urin mempengaruhi terbentuknya Kristal.
Misalnya pada pH urin asam dan peningkatan specific gravity akan
mempermudah terbentuknya kristal asam urat .
PH alkalin disebabkan:
- adanya organisme pengurai yang memproduksi protease seperti
proteus, Klebsiella atau E. coli
- ginjal tubular asidosis akibat terapi amfoterisin
- Penyakit ginjal kronik
- Intoksikasi salisilat

23
pH asam disebabkan karena :
- emfisema pulmonal
- diare, dehidrasi
- kelaparan (starvation)
- asidosis diabetik

d) Protein
Jumlah protein dapat dilacak pada pasien yang berdiri dalam periode waktu
yang panjang. Protein urin dihitung dari urin yang dikumpulkan selama 24 jam.
Proteinuria (dengan metode dipstick) : +1 = 100 mg/dL, +2 = 300 mg/dL, +4 =
1000 mg/dL. Dikatakan proteinuria bila lebih dari 300 mg/hari. Hasil positif palsu
dapat terjadi pada pemakaian obat berikut:
- penisilin dosis tinggi,
- klorpromazin,
- tolbutamid
- golongan sulfa

Dapat memberikan hasil positif palsu bagi pasien dengan urin alkali. Protein
dalam urin dapat: (i) normal, menunjukkan peningkatan permeabilitas glomerular
atau gangguan tubular ginjal, atau (ii) abnormal, disebabkan multiple mieloma
dan protein Bence-Jones.

e) Glukosa
Korelasi antara urin glukosa dengan glukosa serum berguna dalam memonitor
dan penyesuaian terapi antidiabetik.

f) Keton
Dapat ditemukan pada urin malnutrisi, pasien DM yang tidak terkontrol, dan
pecandu alkohol. Terjadi pada :
- gangguan kondisi metabolik seperti: diabetes mellitus, ginjal
- glikosuria,

24
- peningkatan kondisi metabolik seperti: hipertiroidism, demam,
kehamilan dan menyusui
- malnutrisi, diet kaya lemak

g) Sedimen
Deskripsi :
Tes ini memberikan gambaran adanya infeksi saluran kemih, batu ginjal atau
saluran kemih, nefritis, keganasan atau penyakit hati. Tidak ada tipe urin cast
tertentu yang patognomonik bagi gangguan penyakit ginjal yang khusus,
walaupun terdapat cast sel darah cast sel darah putih. Sedimen urin dapat normal
pada kondisi preginjal atau postginjal dengan minimal atau tanpa proteinuria.

Implikasi klinik :
Cell cast : Menunjukkan acute tubular necrosis.White cell cast biasanya terjadi
pada acute pyelonephritis atau
interstitial nephritis Red cell cast timbul pada glomerulonefritis akut
RBC : Peningkatan nilai menunjukkan glomerulonefritis, vaskulitis, obstruksi
ginjal atau penyakit mikroemboli, atau proteinuria
WBC : peningkatan nilai menunjukkan penyakit ginjal dengan inflamasi
Bakteri : jumlah bakteri > 105/mL menunjukkan adanya infeksi saluran kemih.
Kristal : meliputi kristal kalsium oksalat, asam urat, amorf, triple fosfat. Adanya
kristal menunjukkan peningkatan asam urat dan asam amino.

Sumber: Pedoman Interpretasi Data Klinik. Universitas Surabaya 2011. Hal 47-51

25
F . Mikrobiologi

Candida albicans

1.Klasifikasi
Kerajaan : Fungi
Filum : Ascomycota
Upafilum : Saccharomycotina
Kelas : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
( Dian, 2008 )

2.Morfologi
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk
tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan
berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan
membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal
yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat
lonjong dengan ukuran 2- 5 μx 3 - 6 μ hingga 2-5, 5 μ x 5- 28 μ ( Tauryska, 2011).

C. albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus


memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok
blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain,
blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah

26
sedikit. Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal
dan bergaris tengah sekitar 8-12 μ ( Tauryska, 2011 ).

C. albicans dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi


pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh
dalam perbenihan pada suhu 28oC -37oC. C. albicans membutuhkan senyawa
organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses
metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat. Jamur ini
merupakan organisme anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme
sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada
C. albicans dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang
tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel
dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam suasana aerob (
Tauryska, 2011 ).

Sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat


atau etanol dan CO2. Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan
bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses
asimilasi, karbohidrat dipakai oleh C.albicans sebagai sumber karbon maupun
sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel
( Hendrawati, 2008 ).

C. albicans dapat dibedakan dari spesies lain berdasarkan kemampuannya


melakukan proses fermentasi dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhkan
karbohidrat sebagai sumber karbon(Hendrawati,2008).

Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya gas dan
asam pada glukosa dan maltosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak
terbentuknya asam dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan
adanya pertumbuhan pada glukosa, maltosa dan sukrosa namun tidak
menunjukkan pertumbuhan pada laktosa(Hendrawati, 2008 ).

27
Dinding sel C. albicans berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai
target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan pula dalam proses
penempelan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel
tersebut adalah memberi bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari
lingkungannya. C. albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks,
tebalnya 100 sampai 400 nm. Komposisi primer terdiri dari glukan, manan dan
khitin.Dalam bentuk ragi, kecambah dan miselium, komponen-komponen ini
menunjukkan proporsi yang serupa tetapi bentuk miselium memiliki khitin tiga
kali lebih banyak dibandingkan dengan sel ragi. Dinding sel C. albicans terdiri
dari lima lapisan yang berbeda (Hendrawati, 2008 ).

3.Patogenitas
Bagian Tubuh yang Mungkin Terinfeksi Candida albicans Pada manusia
C. albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di bawah kuku
orang sehat. C. albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan
maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan
dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau
sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan (Jawetzet al,
2005).
Kandidiasis superficial (kulit atau mukosa) ditandai oleh penambahan
cacah lokal Candida dan kerusakan kulit atau epitel yang memungkinkan invasi
lokal oleh ragi dan pseudohifa. Histologi lokal lesi kulit atau mukokutan ditandai
oleh reaksi peradangan yang bervariasi dari abses pyogenik sampai granuloma
kronis. Lesi ini mengandung pseudohifa dan sel ragi bertunas yang berlimpah -
limpah (Jawetzet al, 2005).

28
Trichomonas vaginalis

1.Klasifikasi
Golongan : Animalia
Filum : Protozoa
Klas : Zoomastigophora
Ordo : Mastigophora
Genus : Trichomonas
Species : Trichomonas vaginalis

2.Morfologi
Trichomonas vaginalis tidak memiliki stadium kista tetapi hanya ditemui
dalam stadium Tropozoit dan ciri-cirinya adalah : Bentuknya oval atau piriformis,
memiliki 4 buah flagel anterior, flagel ke 5 menjadi axonema dari membran
bergelombang (membrana undulant) , pada ujung pasterior terdapat axonema yang
keluar dari badan yang diduga untuk melekatkan diri pada jaringan sehingga
menimbulkan iritasi, memiliki 1 buah inti, memiliki sitostoma pada bagian
anterior untuk mengambil makanan, perkembangbiakan dengan cara belah
pasang.

3.Siklus Hidup
Pada wanita tempat hidup parasit ini di vagina dan pada pria di uretra dan
prostat. Parasit ini hidup di mukosa vagina dengan makan bakteri dan lekosit
Trichomonas vaginalis

29
bergerak dengan cepat berputar-putar diantara sel-sel epitel dan lekosit dengan
menggerakkan
flagel anterior dan membran bergelombang. Trichomonas vaginalis berkembang
biak secara belah pasang longitudinal, diluar habitatnya parasit mati pada suhu 50
C, tetapi dapat hidup selama 5 hari pada suhu 0 C. Dalam perkembangbiakannya
parasit ini mati pada PH kurang dari 4,9 inilah sebabnya parasit ini tidak dapat
hidup disekret vagina yang asam (PH : 3,8-4,4), parasit ini tidak tahan pula
terhadap desinfektan zat pulasan dan antibiotik. Meskipun organisme ini dapat
ditemukan dalam urine sekret uretra/setelah masase prostat, PH yang disukai pada
pria belum diketahui.

Pada sebagian besar kasus Trichomonas vaginalis ditransmisikan saat


terjadi hubungan kelamin,pria sering berperan sebagai pembawa parasit. Parasit
ini berada pada saluran uretra pada pria, seorang pria yang membawa parasit akan
menularkan pada pasangannya saat terjadi hubungan seksual, selanjutnya wanita
pasangannya tersebut akan terinfeksi oleh parasit dan berkembang biak didaerah
genital. Apabila wanita tersebut kemudian berhubungan seksual dengan pria yang
sehat maka akan terjadi penularan kembali,mengamati proses penularan parasit ini

30
maka kelompok resiko tinggi untuk mengidap Trichomoniasis adalah para wanita
pekerja seks komersial dan pria yang suka berganti-ganti pasangan dalam
berhubungan seks serta semua orang yang memiliki kebiasaan seks bebas.

Gardnerella vaginalis

Klasifikasi

Kingdom : Bacteria

Phylum : Actinobacteria

Order : Bifidobacteriales

Family : Bifidobacteriaceae

Genus : Gardnerella

Species : Gardnerella vaginalis

Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling
sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal
(terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang
khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor). Bau tersebut disebabkan oleh adanya
amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa
(pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin
yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita
mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat
asimptomatik. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau
ditemukan lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis

31
atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan
seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareuria,
atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain. Pada
pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering berwarna
putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa.
Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau
kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina
normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan
gambaran yang bergerombol.

Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada


vagina dan vulva. Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital
bawah seperti trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital
yang tidak spesifik.

2 . Jelaskan patomekanisme terjadinya rasa gatal pada keputihan

Rasa gatal dihasilkan, di kondisikan dan di apresiasikan pada beberapa


tingkat dalam sistem syraf: stimulus,mediator,dan reseptor,jalur saraf perifer,
pemrosesan di system syraf pusat, interpretasi. Berbagai macam stimulasi dapat
menyebabkan pruritus, termaksud kemungkinan zat kimia, khususnya histamine,
prostaglandin dan beberapa jenis proteionase.

Banyaknya stimuli mencetuskan timbulnya rasa gatal menimbulakan nyeri


bila berlangsung pada intensitas yang lebih tinggi. Menggaruk pruritus tampaknya
dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan menghilangkan iritasi yang ada.

Beberapa kondisi yang berhubungan dengan pruritus

1.kehamilan

Pruritus gravidarum diindikasikan dengan estrogen dan kadang-kadang


ada hubungan dengan obstruksi dan statis di dalam saluran empedu ( kolestatis ).
Pruritus terutama terdapat pada trimester generalisata.

32
2.penyakit hepar

Pruritus hepatikum merupakan gejala kutan yang utama pada penyakit hati dan
biasanya di sebabkan oleh kolestatis. Pruritus di anggap berasosiasi dengan garam
empedu

3.penyakit endokrin

Pruritus terdapat pada diabetes melitus walaupun tidak selalu ada. Sensasi tidak
hanya di sebabkan oleh hiperglikemia tetapi juga oleh iritabilitasi ujung-ujung
syaraf dan kelainan metabolic pada kulit.

4.penyakit ginjal

Pruritas generalisata mempunyai insiden 80% pada penyakit payah ginjal


menahun. kulit penderita kering karena terdapat atrofi kelenjar sebasea dan
kelenjar keringat. Selain itu terdapat pula ganguan metabolisme Ca dan fosfor
sedangkan kadar magnesium dalam darah tinggi

Sumber : djuanda adhi, 1999, ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi 3, penerbit, fk
ui, jakarta

3 . jelaskan perbedaan keputihan fisiologi dan patologi ( infeksi dan


keganasan)

Terdapat dua jenis leukorea yaitu leukorea fisiologis dan leukorea patologis :

 Leukorea fisiologis terjadi mendekati ovulasi, karena rangsangan


seksual, menjelang dan sesudah menstruasi, atau pengaruh hormonal
pada 28 kehamilan. Sedangkan,
 Leukorea patologis terjadi karena : infeksi vaginal yang meliputi
bakteriologis umum sampai bersifat spesifik ; infeksi trikomonas
vaginalis, infeksi jamur candida albicans, karena tumor
jinak/perlukaan ( polip servikal dan endometrial, perlukaan pada
serviks ); keganasan reproduksi yang meliputi keganasan porsio
korput uteri dan vagina disertai leukorea yang sulit sembuh atau

33
leukorea tuba karsinoma yang bersifat khas “ hidroptubae proflues “
(cairan seperti madu), tumor tuba dapat menghilang setelah cairan
seperti madu dapat dikeluarkan, rasa “kemeng” menghilang, kadang
juga karena adanya benda asing dalam vagina ( anak kecil yang
memasukkan benda asing kedalam liang vagina ).

Gejala-gejalanya yaitu keluar cairan berwarna putih kekuningan, putih


keabuan, kuning kehijauan/ kecoklatan dan berbusa, encer atau kental, berbau,
gatal, nyeri saat berkemih, nyeri saat berhubungan, rasa terbakar, kadang ada
perdarahan. Bila keputihan tidak diobati dan menyebabkan infeksi/radang panggul
yang akhirnya dapat menyebabkan kemandulan, hamil di luar kandungan atau
bahkan menjadi suatu penyakit yang lebih membahayakan.

 Penyebab Keputihan ( Flour Albus )


a. Penyebab Fisiologis

Leukorea bukan penyakit tetapi gejala penyakit, sehingga sebab yang pasti
harus perlu ditetapkan. Oleh karena itu untuk menentukan penyakit dilakukan
berbagai pemeriksaan cairan yang keluar tersebut. Leukorea sebagai gejala
penyakit dapat ditentukan melalui berbagai pertanyaan yang mencakup kapan
dimulai, berapa jumlahnya, apa gejala penyertanya (gumpalan atau encer, ada luka
disekitar alat kelamin, pernah disertai darah, ada bau busuk, menggunakan AKDR
bagi pengguna alat kontrasepsi), adakah demam, rasa nyeri didaerah kemaluan.
Dan untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan yang mencakup
pemeriksaan fisik umum dan khusus, pemeriksaan laboratorium rutin, dan
pemeriksaan terhadap leukorea. Pemeriksaan terhadap leukorea mencakup
pewarnaan Gram (untuk infeksi bakteri), preparat basah (infeksi trikomonas),
preparat KOH (infeksi jamur), kultur/pembiakan (menentukan jenis bakteri
penyebab), dan Pap smear (untuk menentukan adanya sel ganas).

Keputihan dapat timbul karena beberapa keadaan. Baik fisologis atau


patologis. Keputihan fisiologis adalah keadaan normal yang terjadi karena adanya
perubahan hormonal menjelang atau setelah menstruasi, stress, kehamilan dan

34
pemakaian kontrasepsi. Sedangkan keputihan patologis timbul oleh kondisi medis
yang biasanya akibat infeksi parasit jamur maupun bakteri.

Pada wanita disarankan untuk tidak menganggap remeh atau biasa adanya
pengeluaran cairan “leukorea” sehingga dianjurkan untuk pemeriksaan khusu atau
rutin sehingga dapat menetapkan secara dini penyebab leukorea.

Dapat dibedakan antara Leukorea yang fisiologik dan yang patologik.


Leukorea fisiologik terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mucus yang
mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedang pada leukorea
patologik terdapat banyak leukosit.

a. Leukorea fisiologik ditemukan pada :

1. Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, disini sebabnya
ialah pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
2. Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen,
Leukorea disini hilang sendiri, akan tetapi dapat menimbulkan
keresahan pada orang tuanya.
3. Wanita dewasa apabila ia diransang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
4. Waktu disekitar ovulasi, dengan secret dari kelenjar-kelenjar serviks
uteri menjadi lebih encer.
5. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah
pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada
wanita dengan ektropion porseonis uteri.

b. Penyebab Patologis

Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi. Di


sini cairan mengandung bayak leukosit dan warnanya agak kekuning-
kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau. Radang vulva,
vagina, serviks dan kavum uteri dapat menyebabkan Leukorea patologik.
Pada adneksitis gejala jinak atau ganas, apabila tumor itu dengan

35
permukaannya untuk sebagai atau seluruhnya memasuki lumen saluran
alat-alat genitalia.

Infeksi Tubuh akan memberikan reaksi terhadap mikroorganisme yang


masuk ini dengan serangkaian reaksi radang. Penyebab infeksi yaitu:

 Jamur, jenis jamur candida albicans adalah jamur paling sering


menyebabkan keputihan. Beberapa faktor lain yang dapat 5
menyebabkan infeksi jamur candida seperti : pemakaian obat
antibiotika atau kortikosteroid yang lama, kehamilan, kontrasepsi
hormonal, penyakit diabetes militus, penurunan kekebalan tubuh karena
penyakit kronis, selalu memakai pakaian ketat dan dari bahan yang
sukar menyerap keringat.
 Bakteri Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan keputihan adalah :
Gonokokus, Clamidia trakomatis, Grandnerella, dan Treponema
pallidum.
 Parasit Parasit yang sering menyebabkan keputihan adalah Trikomonas
vaginalis. Salah satu penularan T.vaginalis yang paling sering adalah
dengan koitus.
 Virus Sering disebabkan oleh Human papiloma virus (HPV) dan Herpes
Simpleks. HPV ditandai dengan kondiloma akuminata, cairan berbau
dan tanpa rasa gatal.

Joseph HK mengatakan bahwa Hal lain yang juga dapat


menyebabkan keputihan yaitu pemakaian tampon vagina, selana dalam
terlalu ketat, alat kontrasepsi, rambut yang tak sengaja masuk kevagina,
pemakaian antibiotika yang terlalu lama dan lain-lain. Kanker mulut rahim
juga dapat menyebabkan keputihan, tetapi bukan berarti keputihan
menyebabkan kanker.

Penyebab dari keputihan yaitu :

 Dengan memperhatikan cairan yang keluar, terkadang dapat diketahui


penyebab keputihan. Contohya : Infeksi gonore, misalnya,

36
menghasilkan cairan kental, bernanah dan berwarna kuning kehijauan.
Parasit Trichomonas Vaginalis menghasilkan banyak cairan, berupa
cairan encer berwarna kuning kelabu.
 Infeksi kencing nanah, misalnya, menghasilkan cairan kental, bernanah,
dan berwarna kuning kehijauan.
 Parasit Trichomonas Vaginalis menghasilkan banyak cairan, 35 berupa
cairan encer berwarna kuning kelabu.
 Keputihan yang disertai bau busuk dapat disebabkan oleh kanker.
 Kelelahan yang sangat berat.

Khusus bagi perempuan yang sering menggunakan pembersih kewanitaan.


Perlu diketahui tidak semua bakteri merugikan. Secara alami, pada vagina
terdapat bakteri menyehatkan yang berfungsi membunuh bakteri yang merugikan
tubuh. Jika terlalu sering menggunakan sabun, bakteri baik menyehatkan akan
mati. Selain itu, bahan kimia sabun dapat menyebabkan iritasi, sebab kulit mulut
rahim sangat tipis sehingga iritasi yang timbul dapat memicu abnormalitis sel.
Kondisi ini rentan memicu kanker mulut rahim.

Sumber :

4 . Jelaskan penyebab dengan gejala keputihan

bakteri penyebab keputihaan

a. Gardnerella vaginalis
Bakteri ini sangat erat kaitannya dengan vaginosis bakterial. Meskipun
demikian dengan media kultur yang sensitif dapat di isolasi dalam
konsentrasi tinggi pada wanita tanpa tanda-tanda infeksi vagina. G.
Vaginalis dapat disolasi pada sekitar 95% wanita dengan vaginosis
bakterial dan 40-50% pada wanita tanpa gejala vaginitis atau penyebab
vaginitis lainnya.

37
b. Bakteri anaerob
Bacteroides Spp diisolasi sebanyak 76% dan peptostreptococcus sebanyak
36% pada wanita dengan vaginosis bakterial. Pada wanita norma kedua
bakteri ini jarang ditemukan. Penemuan spesies anaerob dikaitkan dengan
penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina.
Mikroorganisme lainnya adalah mobiluncus Spp merupakan batang
anaerob lengkung yang juga ditemukan pada vagina bersama-sama dengan
organisme lain yang dihubungkan dengan vaginosis bakterial.
c. Mycoplasma hominis
Prevalensi tiap mikroorganisme ini meningkat pada wanita dengan
vaginosis bakterial

Sumber:

5 . Sebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan gejala keputihan

Golongan Parasit
- Trikomoniasis

Golongan Jamur
- Kandidasis Vulvavaginalis (KVV)
Golongan Bakteri
- Vaginosis Bakterial
- Pelvic Inflammatory Disease (PID)
- Klamidiosis
- Bartholinitis
- Chlamydia Trachomatis
- Gonore pada wanita / Cervicitis Gonorrhoea
- Hemofilus Vaginalis Vaginitis
- (Vulvo)-Vaginitis-Atrofikans
- Endometritis Akuta – Kronika

38
- Uretritis

Golongan Virus
- Herpes Genitalis
- Kondiloma Akuminata

Penyakit Keganasan / Kanker


- Karsinoma Serviks Uterus

Sumber : (1) Murtiastutik, Dwi. 2007. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo :
Surabaya (2) Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Ed.2, Cet.5. Jakarta.

6 . Jelaskan cara pencegahan keputihan

1) Menjaga Kebersihan Alat Kelamin


Vagina secara anatomis berada di antara uretra dan anus.
Alatkelamin yang dibersihkan daribelakang ke depan dapat meningkatkan
resiko masuknya bakteri kedalam vagina. Masuknya kuman kedalam
vagina menyebabkan infeksisehingga dapat menyebabkan keputihan. Cara
cebok yang benar adalahdari depan ke belakang sehinggakuman yang
berada di anus tidakdapat masuk ke dalam vagina.
2) Menjaga Kebersihan Pakaian Dalam
Pakaian dalam yang tidak disetrika dapat menjadi alat perpindahan
kuman dari udara ke dalam alat kelamin. Bakteri, jamur, dan parasit dapat
mati dengan pemanasan sehingga menyetrika pakaian dalam dapat
menghindari infeksi kuman melalui pakaian dalam.
3) Menghindari Penggunaan Celana Ketat
Celana ketat dapat menyebabkan alat kelamin menjadi hangat dan
lembab. Alat kelamin yang lembab dapat meningkatkan kolonisasi dari

39
bakteri, jamur, dan parasit sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya
keputihan. Gunakan pakaian yang tidak ketat untuk memberikan sirkulasi
udara yang lebih baik.
4) Menghindari cuci vagina
Produk cuci vagina dapat membunuh flora normal dalam vagina.
Ekosistem dalam vagina terganggu karena produk pencuci vagina bersifat
basa sehingga meyebabkan kuman dapat berkembang dengan baik.
5) Memakai Celana Dalam Yang Terbuat Dari Katun
Kain katun menyerap lembab dan memberikan sirkulasi udara yang
bebas ke area genitalia. Lembab dapat meningkatkan infeksi vagina
tertentu.
6) Mencuci Tangan Sebelum Mencuci Alat Kelamin
Tangan dapat menjadi perantara dari kuman penyebab infeksi.
Mencuci tangan sebelum menyentuh alat kelamin dapat menghindarkan
perpindahan kuman yang menyebabkan infeksi.
7) Hindari Penggunaan Pakaian Maupun Handuk Orang Lain
Handuk merupakan media penyebaran bakteri, jamur, dan parasit.
Handuk yang telah terkontaminasi apabila digunakan bisa menyebabkan
kuman tersebut menginfeksi pengguna handuk tersebut sehingga gunakan
handuk untuk satu orang.
8) Sering Mengganti Pembalut
Mengganti pembalut minimal 3-4 kali sehari dapat menghindari
kelembaban. (Mokodongan,dkk,2015 ; Marhaeni,2016)

Sumber :

7 . Jelaskan langka langka diagnosis


A. ANAMNESIS

Secara rutin ditanyakan: urutan penderita, sudah menikah atau belum,


paritas, siklus haid, penyakit yang pernah diderita, terutama kelainan ginekologi
serta pengobatannya dan operasi apa yang dialami.

40
 Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, Status

 Riwayat Penyakit Umum


perlu ditanyakan apakah penderita pernah menderita penyakit berat, seperti
penyakit tuberculosis, penyakit jantung, riwayat penyakit ginjal, penyakit darah,
diabetes mellitus, dan penyakit jiwa, untuk penyakit jiwa perlu cara
berkomunikasi sendiri. Riwayat operasi non-ginekologik perlu juga diperhatikan,
misalnya strumektomi, mammektomi, dan apendektomi.

 Riwayat Obsetrik
Perlu diketahui riwayat kehamilan sebelumnya apakah berakhir dengan
keguguran, ataukah berakhir dengan persalinan; apakah persalinannya normal,
diselesaikan dengan tindakan atau dengan operasi, dan bagaimana nasib anaknya.
Infeksi nifas dan kuratase dapat menjadi sumber infeksi panggul menahun dan
kemandulan. Dalam hal infertilitas perlu diketahui apakah itu sengaja akibat
penggunaan cara-cara kontrasepsi dan cara apa yang digunakan, ataukah
perempuan tidak menjadi hamil secara alamiah.
Jika perempuan tersebut pernah mengalami keguguran, perlu diketahui
apakah disengaja atau spontan. Perlu juga ditanyakan banyaknya perdarahan dan
apakah telah dilakukan kuretase.

 Riwayat Ginekologik
Riwayat penyakit/kelainan ginekologik serta pengobatannya dapat
memberikan keterangan penting, terutama operasi yang pernah dialami. Apabila
penderita pernah diperiksa oleh dokter lain, tanyakan juga hasil-hasil pemeriksaan
dan pendapat dokter itu. Tidak jarang perempuan di Indonesia pernah
memeriksakan dirinya di luar negeri dan membawa pulang hasil-hasil
pemeriksaan.

 Riwayat Haid

41
Haid merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang
perempuan. Perlu diketahui menarke, siklus teratur atau tidak, lama haid,
banyaknya darah waktu haid, disertai nyeri atau tidak dan menopause.

 Keluhan Sekarang
Mendengar keluhan penderita sangat penting untuk pemeriksaan.
Pertanyaan yang sangat sederhana seperi “untuk apa dating kemari?” atau “apa
keluhan ibu?” dapat memberikan keterangan banyak kearah diagnosis. Misalnya,
apabila seseorang perempuan mengatakan bahwa ia mengeluarkan darah dari
kemaluan setelah haid terlambat, bahwa peranakannya turun/keluar, bahwa ia
mengalami pendarahan teratur dan berbau busuk, maka dalam hal demikian
kiranya tidaklah sulit untuk menduga kelainan apa yang sedang dialami oleh
penderita, seperti abortus, prolaps, dan karsinoma serviks uteri. Namun,
pemeriksaan lebih lanjut harus tetap dilakukan karena diagnosis tidak boleh
semata-mata berdasarkan anamnesis.

 Perdarahan
Perdarahan yang sifatnya tidak normal sering dijumpai. Perlu ditanyakan
apakah perdarahan itu ada hubungannya dengan siklus haid atau tidak; banyaknya
dan lamanya perdarahan. Jadi, perlu diketahui apakah yang sedang dihadapi itu,
menoragia, “spoeting” hipermenorea, polimenorea, hipomenorea, oligomenorea
ataukah metroragia.
Perdarahan yang didahului oleh haid yang terlambat biasanya disebabkan
oleh abortus, kehamilan mola atau kehamilan ektopik. Walaupun demikian,
kemungkinan perdarahan karena polip, erosi portio, dan karsinoma serviks tidak
dapat disingkirkan begitu saja tanpa pemeriksaan yang teliti.
Perdarahan sewaktu atau setelah koitus dapat merupakan gejala dini dari
karsinoma serviks uteri, walaupun itu dapat disebabkan pula oleh erosi portio,

42
polip serviks, atau vulnus traumatikum poskoitum (hymen robek disertai
perdarahan dari arteti kecil dari koitus pertama atau permukaan forniks posterior).
Perdarahan dalam menopause perlu mendapatkan perhatian khusus, karena
gejala ini mempunyai arti klinis yang penting. Penderita harus diperiksa secara
sistematis dan lengkap untuk menyingkirkan kemungkinan tumor ganas dari
genitalia perempuan. Metroragia merupakan gejala yang penting dari karsinoma
serviks dan karsinoma korpus uteri. Tumor ganas ovarium jarang disertai
perdarahan, kecuali kadang-kadang pada tumor sel granulose dan sel teka.
Selain oleh tumor ganas, perdarahan dalam menopause dapat pula
disebabkan oleh kelainan lain, seperti karunkula uretralis, vaginitis/endometritis
senilis, perlukaan vagina karena memakai pessarium yang terlalu lama, polip
serviks uteri atau erosi portio.
Pemberian estrogen kombinasi dengan progesterone dalam klimakterium
dan menopause dapat pula menyebabkan perdarahan abnormal. Apabila diduga
hal ini yang terjadi, maka kemungkinan keganasan senantiasa harus dipikirkan
dan disingirkan.

 Fluor Albus (Leukorea)


Fluor Albus (Leukorea) cukup mengganggu penderita baik fisik maupun
mental. Sifat dan banyaknya keputihan dapat memberikan petunjuk kea rah
etiologinya. Perlu ditanykan sudah berapa lama keputihan itu, terjadinya secara
terus menerus atau hanya pada waktu-waktu tertentu saja, seberapa banyaknya,
apa warnanya, baunya, disertai rasa gatal/nyeri atau tidak.
Secara fisiologis keluarnya getah yang berlebih dari vulva (biasanya
lender) dapat dijumpai (1) waktu ovulasi (2) waktu menjelang dan setelah haid;
(3) rangsangan seksual; dan (4) dalam kehamilan. Akan tetapi, apabila perempuan
tersebut merasa terganggu, berganti celana beberapa kali sehari, apalagi bila
keputihannya disertai rasa nyeri atau gatal, maka dapat dipastikan itu merupakan
keadaan patologis yang memerlukan pemeriksaan dan penanganan yang saksama

43
Fluor albus karena trikomanasiasi dan kandidiasis hampir selalu disertai
rasa gatal demikian pula hanya dengan fluor albus karena diabetes mellitus.
Sedangkan vaginitis senilis disertai rasa nyeri.

 Rasa Nyeri
Rasa nyeri di perut, panggul, pinggang, atau alat kelamin luar dapat
memerlukan gejala dari beberpa kelainan ginekologik. Dalam menilai gejala ini
dapat dialami kesulitan karena factor subjektivitas memegang peranan penting.
Walaupun rasa nyerinya biasanya hebat sesuai dengan beratnya penderitaan,
dokter selalu harus waspada. Sukar kiranya untuk memastikan derajat nyeri
tersebut, lebih-lebih apabila si penderita mempunyai haid maksud atau
kecenderungan untuk berpura-pura (simulasi) dengan tujuan untuk menarik
perhatian atau untuk menghindari keadaan atau kewajiban yang tidak disenangi.
Dismenorea yang dapat dirasakan di bawah perut atau di pinggang dapat
bersifat seperti mules-mules seperti ngilu atau seperti ditusuk-tusuk. Mengenai
hebatnya rasa nyeri yang diderita, perlu ditanyakan apakah perempuan itu dapat
melakukan pekerjaannya sehari-hari ataukah dia sampai harus berbaring
meminum obat-obat anti nyeri. Rasa nyeri itu dapat timbul menjelang haid,
sewaktu dan setelah haid selama satu dua hari atau lebih lama. Endometriosis
hampir selalu disertai dismenorea. Umumnya dismenorea disebabkan oleh
endometriosis.
Dispareuni, rasa nyeri waktu bersenggama dapat disebabkan oleh kelainan
organic atau oleh factor psikologis. Oleh karena itu, perlu dicari sebab-sebab
organic, seperti introitus vagina atau vagina terlampau sempit, peradangan atau
perlukaan, dan kelainan yang letaknya lebih dalam, misalnya adneksitis,
parametritis atau endometritis di ligamentum sakrouterinum. Apabila semua
kemungkinan ini dapat disingkirkan baru dapat dipertimbangkan bahwa mungkin
factor psikologis memegang peranan dan pemeriksaan dilengkapi dengan
pendekatan psikoanalitik, jikalau perlu oleh seseorang psikolog atau psikiater.
Nyeri perut sering menyertai kelainan ginekologik yang dapat disebabkan
oleh kelainan letak uterus, neoplasma, dan terutama peradangan, baik yang

44
mendadak maupun yang menahun. Perlu ditanyakan lamanya, secara terus
menerus atau berkala, rasa nyerinya (seperti ditusuk-tusuk, seperti mules dan
ngilu), hebatnya dan lokalisasinya. Kadang-kadang penderita dapat menunjuk
secara tepat dengan jari tempat tempat yang dirasa nyeri. Perasaan nyeri yang
hebat diderita pada rupture tuba, salpingo-ooforitis akuta, dan putaran tangkai
pada karsinoma ovarii dan mioma subserosum. Pada abortus tuba biasanya nyeri
dirasakan seperti mules-mules dan berkala. Mioma uteri tanpa putaran tangkai
dapat dapat disertai nyeri apabila terjadi degenerasi dan infeksi. Penjalaran rasa
nyeri ke bahu sering di jumpai pada kehamilan ektopik yang terganggu.
Nyeri pinggang bagian bawah diderita pada perempuan yang mengalami
parametriterina. Lebih sering nyeri pinggang disebabkan oleh sebab lain, biasanya
oleh kelainan yang sifatnya ortopedik terutama bila nyerinya dirasakan agak
tinggi di atas vertebra sakralis pertama misalnya, pada hernia nucleus pulposus.
Persalinan dengan forsep dalam letak litotomi dan persalinan lama dalam kala dua
sering mengakibatkan nyeri pinggang yang disebabkan keletihan otot-otot
ileosakral dan lumbosakral.

 Miksi
Keluhan dari saluran kemih sering menyertai kelainan ginekologik. Oleh
karena itu perlu ditanyakan rasa nyeri waktu berkemih, seringnya berkemih,
retensio urin, berkemih tidak lancer, atau tidak tertahan.
Disuria, pada penderita uretritis dan sistitis merasa nyeri waktu berkemih
atau sesudah berkemih. Selain itu sistitis disertai pula oleh rasa tidak enak atau
nyeri di daerah atas simfisi dan seringnya berkemih.
Retensio urin dapat dijumpai pada retrofleksio uteri gravid inkaserata pada
kehamilan 16 minggu, dan pada mioma uteri dan kistoma ovarii besar yang
mengisi rongga panggul, kesukaran miksi dapat juga terjadi setelah persalinan
baik oleh persalinan yang spontan maupun yang dengan tindakan, dan setelah
operasi vaginal, perineal, dan rectal.

45
Sistokel yang besar dengan atau tanpa prolapsus uteri disertai kesulitan
miksi. Kadang-kadang penderita harus menekan keras waktu berkemih, sehingga
sistokelnya lebih menonjol, atau bahkan tonjolan sisitokel perlu didorong ke
dalam lebih dulu sebelum penderita dapat berkemih.
Inkontinensia urin merupakan gejala fistula vesikovaginalis. Apabila
fistulanya kecil si penderita baru ngompol jikalau kandung kemihnya penuh.
Pada inkontinensia urin yang disebut stress inkontinensia, penderita dapat
menahan keluarnya air seni. Akan tetapi, apabila tekanan intraabdominal
meningkat (misalnya waktu batuk, bersin, tertawa keras, mengangkat barang
berat), maka menetesnya air kemih keluar tidak dapat dikuasai lagi. Gejala ini
dapat dijumpai pada sistokel dan orifisium uretra internum yang terlampau lebar.
Sering buang air kecil dapat dijumpai dalam kehamilan tua menjelang
kelahiran anak, peradangan saluran kemih disertai gejala sering berkemih, yang
juga dijumpai pada prolaps uteri dan pada tumor dalam panggul yang menekan
kandung kemih.

 Defekasi
Beberapa penyakit yang berasal dari rectum dan kolon sigmoid sering
menimbulkan kesulitas dalam diagnosis penyakit ginekologik. Mislanya,
diverticulitis dan karsinoma sigmoid kadang-kadang sukar dibedakan dari tumor
ganas ovarium, terutma dalam stadium lanjut. Oleh karena itu, penderita harus
selalu ditanya tentang buang air besarnya, apakah ada kesulitan defekasi; apakh
disertai nyeri ataukah fesesnya encer disertai lender, nanah atau darah.
Pada inkontinensia alvi, feses dapat keluar dari vagina dan dari anus.
Keluarnya feses dari kemaluan menunjukan adanya fistula rektovaginalis.
Perempuan yang pernah mengalami rupture perinea tingkat III waktu bersalin,
yang tidak dijahit dengan baik, sering tidak dapat menhan keluarnya kotoran
kerana terputusnya muskulus sfingter ani eksterna.

(sumber : Anwar, Ali B. dan R.P. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ke Tiga. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.)

46
B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan ginekologik harus lengkap karena dari pemeriksaan
umum sering didapat keterangan-keterangan yang menuju ke arah
tertentu dalam menegakkan diagnosis. Bentuk konstitusi tubuh
mempunyai korelasi keadaan jiwa penderita, penimbunan dan
penyebaran lemak mempunyai hubungan dengan makanan, kesehatan
badan penyakit menahun, dan faal endokrin. Pertumbuhan rambut,
terutama di daerah pubis, betis, dan kumis menunjuk kearah gangguan
endokrin. Perlu diperhatikan apakah penderita terlampau gemuk
(obesitas) atau terlampau kurus (cachexia) dan sudah berapa lama
keadaan demikian itu, perlu pula ditanyakan. Cachexia dapat dijumpai
pada tuberkulosis dan pada tumor stadium lanjut.

Seandainya perlu pemeriksaan nadi, suhu badan dengan parabaan


tangan (kalau perlu dengan termometer) tekanan darah, pernapasan, mata
(anemia, ikterus, eksotalmus) kelenjar gondok (struma), payudara,
kelenjar ketiak, jantung, paru-paru dan perut. Adanya edema, lapisan
lemak yang tebal, asites, gambaran vena yang jelas/melebar, dan varises-
varises perlu pula mendapat perhatian yang saksama. Jika perlu,
pemeriksaan dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium, misalnya Hb,
leukosit, laju endap darah, dan pemeriksaan urin.

b. Pemeriksaan Ginekologik
 Letak Penderita
Letak ini yang paling populer terutama di Indonesia. Untuk itu
diperlukan meja ginekologik dengan penyangga bagi kedua tungkai.

Penderita berbaring di atasnya sambil lipat lututnya diletakkan


pada penyangga dan tungkainya dalam fleksi santai, sehingga penderita

47
berbaring dalam posisi nengangkang. Dengan demikian, maka dengan
penerangan yang memadai vulva, anus, dan sekitarnya tampak jelas dan
pemeriksaan bimanual dapat dilakukan sebaik-baiknya. Demikian juga
pemeriksaan dengan spekulum sangat mudah untuk dikerjakan.

Pemeriksa berdiri atau duduk di depan vulva. Pemeriksaan


inspekulo dilakukan sambil duduk, sedang pemeriksaan bimanual
sebaiknya dengan berdiri.

Pemeriksaan bimanual dapat dilakukan juga tanpa meja


ginekologik. Penderita berbaring terlentang di tempat tidur biasa, sambil
kedua tungkai ditekuk di lipat lutut dan agak mengangkang. Pemeriksa
berdiri di sebelah kanan penderita sambil dua jari tangan dimasukkan ke
dalam vagina dan tangan kiri diletakkan di perut. Dengan cara demikian
inspeksi vulva, anus, dan sekitarnya tidak seberapa mudah.

 Letak Miring
Penderita diletakkan di pinggir tempat tidur miring ke sebelah
kiri, sarnbil paha dan lututnya ditekuk dan kedua tungkai sejajar. Posisi
demikian hanya baik untuk pemeriksaan inspekulo. (Gambar)

 Letak Sims
Letak ini hamper sama dengan letak miring, hanya tungkai kiri
hamper lurus, tungkai kanan ditekuk kearah perut, dan lututnya
diletakkan pada alas (tempat tidur), sehingga panggul membuat sudut
miring dengan alas; lengan kiri di belakang badan dan bahu sejajar
dengan alas. Dengan demikian, penderita berbaring setengah tengkurap.

c. Pemeriksaan Organ Genitalia Eksterna


 Inspeksi
Dalam letak litotomi alat kelamin tampak jelas. Dengan inspeksi
perlu diperhatikan bentuk, warna, pembengkakan, dan sebagainya dari
genitalia eksterna, perineum, anus, dan sekitarnya; dan apakah ada darah

48
atau fluor albus. Apakah himen masih masih utuh dan klitoris normal?
Pertumbuhan rambut pubis perlu pula diperhatikan.

 Perabaan Vulva dan Perineum


Pemeriksaan dapat dimulai dengan perabaan glandula Bartholini
dengan jari-jari dari luar, yang kemudianditeruskan dengan perabaan
antara dua jari di dalam vagina dan ibu jari di luar. Dicari apakah ada
Bhartolinitis, abses atau kista. Dalam keadaan normal kelenjar
Bartholini tidak dapat diraba.

d. Pemeriksaan Organ Genitalia Interna


 Pemeriksaan dengan Spekulum
Terlebih dahulu pasang spekulum Sims ke dalam vagina bagian
belakang. Mula-mula ujung spekulum dimasukkan agak miring ke dalam
introitus vagina, didorong sedikit ke dalam dan diletakkan melintang
dalam vagina; lalu spekulum ditekan ke belakang dan didorong lebih
dalam lagi, sehingga ujung spekulum menyentuh puncak vagina di
forniks posterior.
Dengan menggunakan spekulum, dinding vagina diperiksa (rugae
vaginalis, sinoma, fluor albus) dan portio vaginalis servisis uteri (bulat,
terbelah melintang, mudah berdarah, erosio, peradangan, polip, tumor
atau ulkus, terutama pada karsinoma).
 Pemeriksaan Bimanual
Pemeriksaan genitalia interna dilakukan dengan kedua tangan
(bimanual), dua jari atau satu jari dimasukkan ke dalam vagina atau satu
jari ke dalam rectum, sedang tangan lain (biasanya empat jari) diletakkan
di dinding perut
.
 Perabaan Vagina dan Dasar Panggul

49
Pada pemeriksaan vagina tidak boleh dilupakan perabaan kavum
Douglasi dengan menempatkan ujung jari di forniks posterior.
Penonjolan forniks posterior dapat disebabkan oleh:
a) Terkumpulnya fases/skibala di dalam rektosigmoid;
b) Korpus uterus dalam retrofleksio;
c) Abses di kavum Douglasi;
d) Hematokel retrouterina pada kehamilan ektopik terganggu;
e) Kutub bawah dari tumor ovarium atau mioma uteri dan tumor
rektosigmoid.

 Perabaan Serviks
Perabaan serviks harus dilakukan secara sistematis.
Perhatikan secara berturut-turut:
a) Ke mana menghadapnya
b) Bektuknya apakah bulat atau terbelah melintang
c) Besar dan konsistensinya
d) Apakah agak turun ke bawah
e) Apakah kanalis servikalis dapat dilalui oleh jari, terutama ostiom uteri
internum

 Perabaan Korpus Uteri


Perabaan bimanual korpus uteri harus dilakukan secara sistematis.
Harus diperhatikan secara berturut-turut:
a) Letaknya;
b) Bentuknya;
c) Besar dan konsistensinya;
d) Permukaan; dan
e) Gerakannya.

 Perabaan Parametrium dan Adneksum

50
Parametrium da tuba normal tidak teraba. Ovarium normal hanya
dapat diraba pada perempuan kurus dengan dinding perut yang lunak;
besarnya seperti ujung jari atau ujung ibu jari dan kenyal. Setiap kali
parametrium dan/tuba dapat diraba, itu berarti suatu kelainan.

Sumber :Anwar, Ali B. dan R.P. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ke Tiga. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium biasa
Tidak selalu, akan tetapi bila dianggap perlu , dilakukan pemeriksaan
darah dan air seni. Jumlah leukosit dan laju endap darah perlu diperiksa
pada proses peradangan, ini penting pula untuk membedakan apakah suatu
proses dalam pelvis disebabkan oleh peradangan atau oleh
neoplasma/retensi.
b. Pemeriksaan getah vulva dan vagina
Pemeriksaan tambahan yang sering diperlukan adalah pemeriksaan getah
uterus/serviks dan getah vagina, terutama pada keluhan leukorea
c. Pemeriksaan sitologi vagina
Digunakan untuk kepentingan diagnosis dini dari karsinoma servisis uteri
dan karsinoma korporis uteri. Selain itu,pemeriksaan sitologi vagina dapat
dipakai untuk megetahui fungsi hormonal karena pengaruh estrogen dan
progestron yang menyebabkan perubahan prubahan khas pada sel sel
selaput vagina.
d. Percobaan schiller
Merupakan cara yang sederhana berdasarkan kenyataan bahwa sel sel
epitel berlapis gepeng dari porsio yang normal mengandung glikogen
sedagkan sel sel abnormal tidak
e. Kalposkopi

51
Pemeriksaan ini dapat melihat binocular lebih jelas, dapat mempelajari
porsio dan epitelnya lebih baik serta terperinci sehingga dysplasia dan
karsinoma.
f. Eksisi percobaan dan konisasi
Eksisi percobaan atau biopsy merupakan cara pemeriksaan yang dilakukan
pada setiap porsio yang tidak utuh, didahului atau tdak oleh sitologi
vaginal atau kalposkopi
g. Biopsy endometrium
Untuk menentukan ada atau tidak adanya ovulasi.

8 . Jelaskan DD dan DS

Kandidiasis Vulvovaginitis

a. Definisi
Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) atau kandidosis vulvovaginalis
merupakan infeksi mukosa vagina dan atau vulva (epitel tidak
berkeratin) yang disebabkan oleh jamur spesies Candida. Infeksi dapat
terjadi secara akut, subakut, dan kronis, didapat baik secara endogen
maupun eksogen yang sering menimbulkan keluhan berupa duh tubuh..
(Harnindya D, 2016)

52
b. Epidemiologi
Umumnya infeksi pertama timbul di vagina disebut vaginitis dan
dapat meluas sampai vulva (vulvitis). KVV merupakan salah satu
infeksi yang paling banyak dikeluhkan wanita. Sekitar 70-75% wanita
setidaknya sekali terinfeksi KVV selama masa hidupnya, paling sering
terjadi pada wanita usia subur, pada sekitar 40-50% cenderung
mengalami kekambuhan atau serangan infeksi kedua.2 Lima hingga
delapan persen wanita dewasa mengalami KVV berulang, yang
didefinisikan sebagai empat atau lebih episode setiap tahun yang
dikenal sebagai kandidiasis vulvovaginalis rekuren (KVVR), dan lebih
dari 33% spesies penyebab KVVR adalah Candida glabrata dan
Candida parapsilosis yang lebih resisten terhadap pengobatan..
(Harnindya D, 2016)

Pada 25% perempuan dijumpai pada rektum dan rongga mulut


dalam presentase yang lebih besar. Candida albicans menjadi patogen
pada 80% sampai 95% kasus kandidiasis vulvovaginitis, dan sisanya
adalah C. glabrata dan C. tropicalis.(Prabowo R, 2011.)

c. Etiologi
Candida spp. (Candida albicans pada 80% sampai 90%, C.
glabrata dan C. tropicalis) adalah patogen yang potensial dan diduga
merupakan mata rantai yang terlupakan dalam berbagai penyakit saat
ini. Organisme ini dapat memproduksi toksin yang dapat mengganggu
sistem imun. Bila infeksi ini tidak segera ditangani, dapat menurunkan
imunitas penderita dan menimbulkan komplikasi. Kebanyakan orang
tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi oleh organisme ini sampai
mereka menderita kandidiasis yang parah. (Harnindya D, 2016)

53
Faktor resiko infeksi meliputi immunosuppressan, diabetes melitus,
perubahan hormonal (misal kehamilan), terapi antibiotika spektrum
luas dan obesitas. (Prabowo R, 2011.)

d. Patofisiologi
Keberadaan Candida spp. di dalam tubuh dapat menyebabkan
keadaan patologik berupa infeksi, yang disebut kandidiasis atau
kandidosis. Kandidiasis dapat terjadi karena infeksi endogen maupun
eksogen. Infeksi endogen disebabkan oleh Candida spp. yang terdapat
dalam tubuh sebagai flora normal, se-dangkan infeksi eksogen
disebabkan oleh Candida spp. yang masuk ke dalam tubuh dari
lingkungan. (Tyasrini E, dkk, 2016)

Infeksi oleh Candida spp. secara eksogen dapat terjadi dengan


masuknya organisme ini ke dalam tubuh melalui kateter ataupun bahan
prostetik yang dipasang dalam jangka waktu yang relatif lama Infeksi
ini biasanya merupakan infeksi nosokomial. Candida spp. dapat
melakukan adhesi pada permukaan kateter dengan bantu-an
glikoprotein pada permukaan dinding selnya, kemudian organisme ini
membentuk koloni dan bereplikasi. Permukaan kateter dan bahan
prostetik lain yang biasanya basah dan lembab mendukung adhesi dan
kolonisasi organis-me ini. Candida spp. dapat membentuk biofilm
yang tersusun oleh matriks material polimerik ekstra seluler yang di
dalamnya terdapat sel ragi, hifa dan pseudohifa. Biofilm yang
terbentuk menyebabkan
Organisme ini terus menempel pada permukaan kateter dan sulit
dilepaskan. Setelah terbentuk biofilm yang matur, sebagian sel terlepas
dan masuk ke dalam tubuh inang, melakukan adhesi pada permukaan
sel epitel mukosa dengan bantuan enzim Sap, melakukan perubahan
morfologi, mela-kukan invasi ke jaringan tubuh inang sekitarnya
dengan bantuan enzim Sap dan enzim fosfolipase, menghasilkan

54
metabolit-metabolit serta menimbulkan infeksi sistemik. Keberadaan
biofilm juga berperan dalam timbulnya resistensi organisme ini
terhadap beberapa golongan obat anti jamur sehingga infeksi yang
terjadi lebih sulit diatasi. Keadaan ini mungkin dapat dihindari dengan
sering mengganti kateter yang digunakan, menghindari penggunaan
kateter dalam jangka waktu yang lama, serta menjaga kebersihan
pasien, personel medis dan lingkungan tempat pasien dirawat.
(Tyasrini E, dkk, 2016)

Gambar : Patogenesis kandidiasis eksogen yang berhubungan dengan


penggunaan keteter atau bahan prostetik lain.

Infeksi oleh Candida spp. secara eksogen juga dapat terjadi dengan
masuknya organisme ini ke dalam tubuh melalui kateter ataupun bahan prostetik
yang dipasang dalam jangka waktu yang relatif lama. Infeksi ini biasanya
merupakan infeksi nosokomial. Candida spp. dapat melakukan adhesi pada
permukaan kateter dengan bantu-an glikoprotein pada permukaan din-ding selnya,
kemudian organisme ini membentuk koloni dan bereplikasi. Per-mukaan kateter
dan bahan prostetik lain yang biasanya basah dan lembab men Infeksi secara
endogen juga dapat terjadi karena ketidakseimbangan flora normal. Penggunaan

55
obat antibiotik dengan spektrum luas, kortikosteroid dan antineoplasma dalam
jangka waktu yang panjang, menyebab-kan banyak bakteri yang merupakan flora
normal pada saluran pencernaan mati. Hal ini menyebabkan tekanan terhadap
pertumbuhan Candida spp. berkurang. Organisme ini memperoleh tem-pat
menempel dan nutrisi lebih banyak, sehingga terjadi proliferasi yang berle-bihan
dan jumlahnya pun bertambah banyak. Organisme ini kemudian akan melakukan
transisi morfologi ke bentuk miselium dan mulai menginvasi jaring-an tubuh
inang, sambil terus menghasilkan metabolit.(Tyasrini E, dkk, 2016)

Jumlah Candida spp. yang bertambah banyak menyebabkan peningkatan


kadar metabolit organisme ini di dalam tubuh inang, sehingga dapat menyebabkan
kerusakan jaringan. (Tyasrini E, dkk, 2016)

Gambar : Patogenesis kandidiasis eksogen yang berhubungan dengan


penggunaan keteter atau bahan prostetik lain.
e. Gejala klinik
Beratnya keluhan tidak ada hubungannya dengan jumlah
organisme. Keluhan yang menonjol adalah pruritus, seringkali disertai
iritasi vagina, disuria, atau keduanya. Cairan vagina klasik bewarna
putih seperi susu yang menjedal dan tidak bau. Pemeriksaan spekulum
sering kali memperlihatankan eritema dinding vulva dan vagina,
kadang-kadang dengan plak yang menempel. (Prabowo R, 2011.)

56
f. Diagnosa
Diagnosa dibuat kalau preparat KOH cairan vagina menunjukkan
hife dan kuncup (larutan KOH 10% sampai 20% menyebabkan lisis sel
darah merah dan putih sehingga mempermudah identifikasi jamur).
Mungkin diperlukan untuk melihat banyak lapangan pandangan agar
dapat menemukan patogen. Preparat KOH negatif tidak
mengesampingkan infeksi. Pasien dapat diterapi berdasar gambaran
klinis. Dapat dibuat biakan dan hasilnya bisa diperoleh dalam waktu
24-72 jam. (Prabowo R, 2011.)

g. Tatalaksana
Terapi terdiri dari aplikasi topikal imidasol atau triasol, seperti
mikonasol, klotrimasol, butokonasol, atau terjonasol. Obat-obat ini
dapat diresepkan sebagai krim, supposutoria, atau keduanya. Lama
pengobatan bervariasi tergantung obat yang dipilih. Dosis tunggal
flukonasol 150 mg per oral mempunyai tingkat kemanjuran tinggi.
(Prabowo R, 2011.)

h. Komplikasi
Abortus hingga infertilitas jika kerusakan lebih besar.

Vaginosis Bakterial

a. Definisi

Vaginosis bacterial adalah sindrom klinis, yang disebabkan oleh


bertambah banyaknya organisme komensal dalam vagina (yaitu
Gardnerella vaginalis, Prevotella, Mobilincus spp.) serta berkurangnya
organisme laktobasilus terutama Lactobacillus yang menghasilkan
hydrogen peroksida. Pada vagina yang sehat, laktobasilus ini

57
mempertahankan suasana asam dan aerob. Penyebab spesifik vaginosis
bacterial ini masih belum diketahui pasti.

Kejadian vaginosis bacterial ini dihubungkan dengan pasangan


seksual multiple, pasangan seksual baru, dan riwayat IMS sebelumnya,
namun apakah vaginosis bacterial dianggap sebagai salah satu IMS masih
diperdebatkan. Pernah dilaporkan bahwa vaginosis bacterial dapat terjadi
pada perempuan yang belum pernah melakukan hubungan seksual genito-
genital. Meskipun demikian, perempuan yang terkena vaginosis bacterial
ini lebih berisiko terkena IMS lainnya, termasuk infeksi HIV.

Begitu banyak terminology yang dipakai untuk Vaginitis yang


disebabkan oleh Gardnerella vaginalis, misalnya Haemophilus vaginalis
vaginitis, Corynebacterium vaginale vaginitis, Gardnerella vaginalis
vaginitis, Gardnerella vaginalis associated vaginalis syndrome,
Gardnerella Dukes diseases, anaerob vaginosis, dan nonspecific vaginosis.

Sistem hormon seksual wanita terdiri dari tiga hirarki hormone sebagai
berikut :

a. Hormon yang dikeluarkan hypothalamus, gonadotropin releasing


hormone (GnRH).
b. Hormon seks hipofisis anterior, follicle stimulating hormone (FSH)
dan luteinizing hormone (LH) disekresi sebagai respon dari hormone
hipotalamus.
c. hormon ovarium, estrogen dan progesterone, yang disekresi oleh
ovarium sebagai respon terhadap kedua hormon seks wanita dari
kelenjar hipofisis anterior.

Umpan balik positif

terjadi ketika produk umpan kembali untuk meningkatkan


produksisendiri. Hal ini menyebabkan kondisi menjadi semakin
ekstrim. Contoh dari umpan balik positif adalah produksi susu oleh

58
seorang ibu untuk bayinya. Saat bayi menyusui, pesan saraf dari puting
menyebabkan kelenjar pituitari mensekresi prolaktin. Prolaktin, pada
gilirannya,merangsang kelenjar susu untuk menghasilkan susu,
sehingga bayi menyusu lagi. Hal ini menyebabkan lebih banyak
prolaktin yang akan dikeluarkan dan lebih banyak susu yang
diproduksi. Contoh yang kedua adalah pada wanita
selama siklus menstruasi estrogen memberikan umpan
balik positif pada kadar GnRH untuk mensekresi LH dan
F S H d a n peningkatan kadar estrogen selama fase folikular merupakan
stimulus dari LH dan FSH s e t e l a h pertengahan siklus,
sehingga ovum menjadi matang dan terjadi ovulasi.
O v u l a s i terjadi hari ke 10-12 pada siklus ovulasi setelah
puncak kadar LH dan 24-36 jam setelah puncakestradiol. Setelah
hari ke 14 korpus luteurn akan mengalami involusi karena disebabkan
oleh penurunan estradiol dan progesteron sehingga terjadi proses
menstruasi.

Umpan balik negatif

terjadi ketika produk umpan kembali untuk mengurangi


produksi s e n d i r i . j e n i s u m p a n b a l i k m e m b a w a s e s u a t u
k e m b a l i n o r m a l s e t i a p k a l i m e r e k a m u l a i menjadi terlalu
ekstrim. kelenjar tiroid adalah contoh yang baik dari jenis regulasi ini. Hal
ini dikendalikan oleh loop umpan balik negatif yang ditunjuk. Sedangkan
proses umpan balik ini memberi dampak pada sekresi gonadotropin. Pada
wanita terjadinya kegagalan pernbentukan gonad primer dan proses
menopause disebabkan karena peningkatan kadar LH dan FSH yang
dapat ditekan oleh terapi estrogen dalam jangka waktu yang
lama. berikut ini adalah salah s a t u c o n t o h d a r i r e g u l a s i
tiiroid yang melibatkan umpan bal ik negatif.

b. Epidemiologi

59
Vaginosis bacterial paling sering ditemukan pada perempuan usia
produktif, aktif seksual, termasuk lesbian, dan banyak ditemukan pada
perempuan yang memeriksakan dri untuk layanan ginekologik. Prevalensi
meningkat pada perempuan yang datang ke klinis IMS. Keadaan ini juga
dapat ditemukan pada ibu hamil. Perempuan yang memakai alat
kontrasepsi dalam rahim dan melakukan bilas vagina lebih banyak
ditemukan menderita vaginosis bacterial.

c. Patogenesis

Vaginosis bacterial timbul akibat perubahan ekosistem


mikrobiologis vagina, sehingga bakteri normal dalam vagina
(Lactobacillus spp.) sangat berkurang. Secara invitro, Lactobacillus vagina
akan menghambat G. vaginalis, Mobiluncus dan batang anaerob Gram-
negatif. Beberapa galur Lactobacillus dapat menghasilkan hydrogen
peroksidase (H202) yang banyak dijumpai dalam vagina normal
dibandingkan dengan vagina pasien vaginosis bacterial.

Zat amin yang dihasilkan oleh mikroorganisme, mungkin melalui


kerja dekarboksilase mikroba, berperan dalam bau amis abnormal yang
timbul bila duh vagina ditetesi dengan larutan kalium-hidroksida (KOH)
10%. Pemeriksaan ini disebut sebagai tes amin atau whiff test atau sniff
test sebagai akibat penguapan amin aromatic termasuk putresin, kadaverin,
dan trimetilamin pada keadaan pH alkali. Trimetilamin dianggap paling
berpesan dalam bau duh vagina yang dikeluhkan oleh perempuan yang
menderita vaginosis bacterial. Cairan vagina pasien vaginosis bacterial
mengandung banyak endotoksin, sialidase, dan glikosidase yang akan
mendegradasi musin sehingga mengurangi viskositasnya, dan
menghasilkan duh tubuh vagina yang homogeny dan encer.

Pada pemeriksaan mikroskopis cairan vagina pasien tidak


ditemukan atau hanya sedikit sel lekosit polimorfonuklear. Demikian pula
laktobasilus, namun dijumpai banyak organisme berbentuk kokobasilus

60
Gardnerella spp berbentuk batang dan Mobiluncus spp berbagai bentuk
dan ukuran, bersama dengan mikroorganisme anaerob dan flora normal
yang ada dalam vagina, berkumpul dan meliputi permukaan sel epitel,
membentuk sel yang disebut sebagai clue cells.

Mikroorganisme Gardnerella vaginalis dapat pula ditemukan dalam


traktus urinarius laki-laki. Namun karena tidak ditemukan reaksi inflamasi,
mikroflora vaginosis bacterial dalam mukosa traktus urinarius laki-laki
dan perempuan jarang menimbulkan keluhan atau gejala.

d. Gejala Klinis

Sebanyak 50% perempuan yang menderita vaginosis bacterial tidak


menunjukan keluhan atau gejala (asimtomatik). Bila ada keluhan
umumnya berupa duh tubuh vagina abnormal yang berbau amis, yang
seringkali terjadi setelah hubungan seksual tanpa kondom. Jarang terjadi
keluhan gatal, disuria atau dispareunia. Umumnya pasangan seksual atau
suami pasien yang mengeluhkan mengenai duh vagina berbau tersebut.

Pada pemeriksaan klinis menunjukan duh tubuh vagina berwarna


abu-abu homogen, viskositas rendah atau normal, berbau amis, melekat
didinding vagina, seringkali terlihat dilabia dan fourchette, pH secret
vagina berkisar antara 4,5-5,5. Tidak ditemukan tanda peradangan.
Gambaran serviks normal.

e. Diagnosis

Terdapat berbagai kriteria dalam menegakkan diagnosis vaginosis


bacterial. Umumnya digunakan criteria Amsel, berdasarkan 3 dari 4
temuan berikut:

1. Duh tubuh vagina berwarna putih keabu-abuan, homogen, melekat di


vulva dan vagina

61
2. Terdapat clue cells pada duh vagina (>20% total epitel vagina yang
tampak pada pemeriksaan sediaan basah dengan NaCl fisiologis dan
pembesaran 100 kali)
3. Timbul bau amis pada duh vagina yang ditetesi dengan larutan KOH
10% (tes amin positif)
4. PH duh vagina lebih dari 4,5

Gambaran pewarnaan Gram duh tubuh vagina diklasifikasikan menurut


modifikasi criteria Spiegel dkk, sebagai berikut:

1. Diagnosis vaginosis bacterial dapat ditegakkan kalau ditemukan


campuran jenis bacteria termasuk morfotipe Gardnerella dan batang
positif-Gram atau negative-Gram yang lain atau kokus atau keduanya.
Terutama dalam jumlah besar, selain itu dengan mofotipe
Lactobacillus dalam jumlah sedikit atau tidak ada diantara flora
vaginal dan tanpa adanya bentuk-bentuk jamur.
2. Normal kalau terutama ditemukan morfotipe Lactobacillus diantara
flora vaginal dengan atau tanpa morfotipe Gardnerella dan tidak
ditemukan bentuk jamur
3. Indeterminate kalau diantara criteria tidak normal dan tidak konsisten
dengan vaginosis bacterial

kriteria diagnosis lain berdasarkan skor hasil pewarnaan Gram duh


vagina disebut sebagai criteria Nugent. Criteria ini lebih rumit
dibandingkan dengan criteria Amsel. Skala abnormalitas flora vagina
terbagi atas:

1. Normal (skor 0-3)


2. Intermediate (skor 4-6)
3. Vaginosis bacterial (skor 7-10)

Cara ini berdasarkan pergeseran morfotipe bakteri, dari dominan


Lactobacillus menjadi dominan Gardnerella dan bakteri anaerob.

62
Sensitivitas criteria ini 89% dan spesifitas 83% dalam mendiagnosis
vaginosis bacterial.

F. Komplikasi

Vaginosis bacterial seringkali dikaitkan dengan sekuele ditraktus


genital bagian atas. Pada perempuan tidak hamil, vaginosis bacterial dapat
meningkatkan risiko infeksi paska histerektomi, penyakit radang panggul,
risiko lebih mudah terinfeksi N. gonorrhoeae dan C. trachomatis,
memudahkan terinfeksi HIV melalui jalur seksual.

Pada ibu hamil yang menderita vaginosis bacterial, dapat


meningkatkan risiko persalinan premature, bayi dengan berat badan lahir
rendah, infeksi cairan amnion, korioamnionitis, ataupun penyakit radang
panggul pasca abortus.

Pada keadaan seseorang menderita vaginosis bacterial atau


ketiadaan Lactobacillus vagina, dapat meningkatkan risiko tertular HIV
sampai 2 kali lipat melalui hubungan heteroseksual.

g. Pengobatan

Antimikroba berspektrum luas terhadap sebagian besar bakteri


anaerob, biasanya efektif untuk mengatasi vaginosis bacterial.
Metronidazole dan klindamisin merupakan obat utama, serta aman
diberikan kepada perempuan hamil. Tinidazol, merupakan derivate
nitroimidazol, dengan aktivitas anti bakteri dan antiprotozoa telah disetujui
sebagai obat untuk vaginosis bacterial.

Obat yang diberikan secara intravagina menunjukan efikasi yang


sama dengan metronidazole oral, namun efek samping lebih sedikit.

Pilihan rejimen pengobatan:

1. Metronidazol dengan dosis 2 x 500 mg setiap hari selama 7 hari


2. Metronidazol 2 gram dosis tunggal

63
3. Klindamisin 2 x 300 mg per oral sehari selama 7 hari
4. Tinidazole 2 x 500 mg setiap hari selama 5 hari
5. Ampisilin atau amoksisilin dengan dosis 4 x 500 mg per oral selama 5
hari

Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa pengobatan untuk


laki-laki pasangan seksual pasien vaginosis bacterial ternyata tidak
mengurangi angka kesembuhan atau kekambuhan. Dengan demikian
pedoman penanganan tidak menganjurkan untuk secara rutin mengobati
laki-laki pasangan seksual pasien vaginosis bacterial. Ketidaksesuaian
antara data yang menunjukkan penularan vaginosis bacterial melalui
hubungan seksual dengan ketiadaan manfaat pengobatan laki-laki
pasangan seksual, masih menimbulkan pertanyaan sampai saat ini.

Trichomonas vaginalis

a. Definisi

Trichomonas vaginalis adalah parasit anaerobik bergerak dengan


flagella yang pertama kali dilaporkan pada tahun 1836 oleh Donne yang
menemukannya pada sekret vagina wanita yang mengalami keputihan.
Saat ini T. vaginalis paling banyak ditemukan di negara-negara industri
dengan prevalensi yang sama antara pria dan wanita. Sekitar 160 juta
kasus infeksi dilaporkan setiap tahun di seluruh dunia (Wahyuni. 2014)

b. Morfologi

Berbentuk buah pir (pear-shaped) atau ovoid dengan panjang 10–


30 μm dan lebar 5–10 μm dan mempunyai membrane bergelombang
(undulating membrane) yang menempel pada costa yang terletak di
separuh badan bagian anterior dan berfungsi untuk pergerakan. (Wahyuni.
2014)

c. Daur hidup

64
T. vaginalis hanya mempunyai bentuk trophozoite dan
menyelesaikan daur hidupnya pada satu host (parasit monoksen), baik laki
laki maupun wanita. Trophozoite membelah diri dengan cara longitudinal
binary fission. T. vaginalis tidak mempunyai mitochondria sehingga
membutuhkan enzim dan cytochromes untuk proses oxidative
phosphorylation. Nutrient yang berasal dari host ditranspor langsung
melalui membran maupun dengan proses fagositosis. Meskipun tidak
mempunyai kista, parasit ini dapat hidup hingga 24 jam pada urine, cairan
semen, dan air. (Wahyuni. 2014)

d. Patogenesis dan gejala

Masa inkubasi setelah terinfeksi adalah 4-28 hari (rata rata 10 hari).
T. vaginalis yang masuk ke saluran urogenital akan melakukan adhesi
dengan sel epitel skuamosa. Kemampuan adhesi ini dipengaruhi oleh
faktor waktu, suhu dan pH. Pada wanita, spektrum klinik dari
trichomoniasis bervariasi dari asymptomatic carrier hingga gambaran
vaginitis berat. Gejala klasik T. vaginalis pada wanita adalah keputihan
yang disertai rasa gatal, nyeri berkemih dan nyeri daerah supra pubis.
Secret vagina biasanya berwarna putih kehijauan (purulent), berbusa dan
berbau tajam. Pada 20% kasus dapat ditemukan strawberry cervix yang
ditandai dengan lesi berbentuk bintik bintik kemerahan (punctate
hemorrhagic lesions) akibat inflamasi. Pada laki laki infeksi T. vaginalis
umumnya asymptomatic atau kadang kadang ada keluhan nyeri berkemih
ringan, urethritis, epididymitis, dan prostatitis. (Wahyuni. 2014)

e. Komplikasi

Infeksi T. vaginalis pada wanita dapat menyebabkan komplikasi pada


wanita hamil seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan
kematian janin dalam rahim. Predisposisi untuk mengalami infeksi infeksi
HIV, AIDS , gonorrhea, dan kanker leher rahim. Trichomonas. vaginalis
yang terdapat pada saluran kemih, saluran tuba, dan panggul juga telah

65
dilaporkan dapat menyebabkan pneumonia, bronkitis, dan lesi oral.
Kondom efektif dalam mengurangi, tetapi tidak sepenuhnya dapat
mencegah, transmisi. Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya
hubungan antara infeksi T. vaginalis pada pria dan kanker prostat.
(Wahyuni. 2014)

f. Pemeriksaan mikroskopik

Pergerakan Trichomonas yang seperti meloncat lencat dan berdenyut


dapat terlihat pada pemeriksaan langsung cairan vagina atau urethra
dengan menggunakan larutan garam fisiologi. Pemeriksaan dengan cara
ini relatif mudah dan murah, namun sensitifitasnya antara 38-72 persen
dan ini dipengaruhi oleh lamanya T.vaginalis diluar host. Pada laki laki
cairan yang dapat diperiksa adalah urine dan sekresi prostat. Untuk
pemeriksaan mikroskopik tidak langsung digunakan pewarnaan acridine
orange, papanicolaou, dan Giemsa dengan terlebih dahulu difiksasi dengan
polyvinyl alcohol (PVA). (Wahyuni. 2014)

g. Biakan

Pemeriksaan biakan (culture) merupakan standar baku (gold standard)


dengan tingkat sensitifitas 95% dan direkomendasikan ketika hasil
pemeriksaan mikroskopik negatif namun gejala positif. T. vaginalis dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi anaerobic bersuhu 35°–37°C, pH 5.5–
6.0 dengan berbagai media. Cysteine-peptone-liver-maltose (CPLM)
medium and plastic envelope medium (PEM) adalah media yang sering
digunakan. (Wahyuni. 2014)

h. Serologi dan metode molekular

Metode enzyme linked immune sorbent assay (ELISA) dengan


antibodi monoclonal untuk mendeteksi antigen 65-KDA surface
polypeptide T. vaginalis dapat dilakukan pada pada apusan vagina. Deteksi

66
DNA T.vaginalis dengan metode hibridisasi maupun PCR sangat sensitif
(97%) dan spesifik (98%). (Wahyuni. 2014)

i. Penatalaksanaan

Dosis tunggal Metronidazole 2 per oral atau 2 x 500 mg per hari


selama 7 hari merupakan pilihan utama. Dosis dapat ditingkatkan pada
pasien yang tidak memberikan respon terhadap Metronidazole dosis
standar atau diganti dengan pemberian parenteral. Untuk wanita hamil,
Metronidazol aman diberikan pada trimester kedua dan ketiga. Pasangan
dari penderita harus diobati bersama sama untuk menghindari efek bola
ping-pong. (Wahyuni. 2014)

67
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ali B. dan R.P. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ke Tiga. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.)
Everyone. 2010. Flour Albus (keputihan) pendahuluan wanita dan segala
keunikannya. (http://enitauho.multiply.com/journal, diakses tanggal 28
April 2011).
Harnindya D, Agusni I. 2016.S tudi Retrospektif: Diagnosis dan Penatalaksanaan
Kandidiasis Vulvovaginalis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin –
Periodical of Dermatology and Venereology(BIKKK). Vol. 28 / No. 1.

Indriatmi, wresti. 2015. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Ke Tujuh ,
Vaginosis Bakterial. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Joseph, H.K. 2010. Ginekologi dan Obstetri (Obsgyn). Nuha Medika. Yogyakarta

Murtiastutik, Dwi. 2007. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo :
Surabaya

Mokodongan, M.H., dkk. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang


Keputihan Dengan Perilaku Pencegahan Keputihan Pada Remaja
Putri. Jurnal e-Clinic, vol. 3, no. 1, 272-274

Prabowo, R. 2011. Ilmu Kandungan. Edisi ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Tyasrini E. Winata T, Susantina. 2016. Hubungan antara Sifat dan Metabolit


Candida spp. dengan Patogenesis Kandidiasis. JKM.Vol. 6, No.1

Utama, Hendra dkk. 2011. Infeksi menular seksual. Jakarta: badan penerbit
fakultas kedokteran Indonesia

Wahyuni, Sitti. 2014. Parasit pada organ urogenitalia dan parasite yang
menganggu kelamin. Jurnal Parasit Urogenitalia dan Kehamilan: 1-6

68
69

Anda mungkin juga menyukai