Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM

Oleh:

NIKE NOFFALIA

2130282078

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN AJARAN 2021/2022


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Postpartum

1. Pengertian

Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal

dari bahasa latin yaitu “puer” yang berarti bayi dan perium yang berarti

melahirkan. Jadi peurperium adalah masa setelah melahirkan bayi. Masa

nifas merupakan masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai hingga

alat-alat kehamilan kembali seperti sebelum hamil (Bahiyatun, 2016).

Menururt Chunigham (2014) masa nifas (puerperium) adalah masa dimulai

beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah

melahirkan. Dimana pada masa nifas kejadian yang terpenting dalam nifas

adalah involusi dan laktasi.

Proses persalinan merupakan proses yang fisiologis dialami oleh

hampir semua wanita, begitu pula masa nifas. Masa nifas adalah masa

dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai enam minggu

setelah melahirkan. Masa setelah seorang ibu melahirkan bayi yang

dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya

memerlukan waktu 6-12 minggu (Nugroho et al., 2014).


2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi Organ Reproduksi wanita interna

Gambar 2.1 Organ Reproduksi wanita interna


(Winkjosastro, 2012)

1) Vagina

Vagina merupakan suatu jaringan membran muskulo

membranosa berbentuk tabung yang memanjang dari vulva ke

uterus berada diantara kandung kemih di anterior dan rectum di

posterior.

2) Uterus

Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan

berdinding tebal yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau

serosa. Berfungsi untuk implantasi, memberi perlindungan dan

nutrisi pada janin, mendorong keluar janin dan plasenta pada

persalinan serta mengendalikan perdarahan dari tempat perlekatan

plasenta.

Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng dan terdiri

atas dua bagian yaitu bagian atas berbentuk segitiga yang

merupakan badan uterus yaitu korpus dan bagian bawah berbentuk


silindris yang merupakan bagian fusiformosis yaitu serviks.

Saluran ovum atau tuba falopi bermula dari kornus (tempat masuk

tuba) uterus pada pertemuan batas superior dan lateral. Bagian atas

uterus yang berada diatas kornus disebut. fundus. Bagian uterus

dibawah insersi tuba falopi tidak tertutup langsung oleh

peritoneum, namun merupakan tempat pelekatan dari ligamentum

latum.

Titik semu serviks dengan korpus uteri disebut isthmus

uteri. Bentuk dan ukuran bervariasi serta dipengaruhi oleh usia dan

paritas seorang wanita. Sebelum pubertas panjangnya bervariasi

antara 2,5−3,5 cm. Uterus wanita nulipara dewasa panjangnya

antara 6−8 cm sedang pada wanita multipara 9−10 cm. Berat

uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50−70 gram,

sedangkan padeda wanita yang belum pernah melahirkan 80 gram

atau lebih. Pada wanita muda panjang korpus uteri kurang lebih

setengah panjang serviks, pada wanita nulipara panjang keduanya

kira-kira sama. Sedangkan pada wanita multipara, serviks hanya

sedikit lebih panjang dari sepertiga panjang dari sepertiga panjang

total organ ini.

Pada bagian serviks yang berongga dan merupakan celah

sempit disebut dengan kanalis servikalis yang berbentuk

fusiformis dengan lubang kecil pada kedua ujungnya, yaitu ostium

interna dan ostium eksterna. Setelah menopuose uterus mengecil


sebagai akibat atropi miometrium dan endometrium. Isthmus

uterus pada saat kehamilan diperlukan untuk pembentukan segmen

bawah rahim. Pada bagian inilah dinding uterus dibuka jika

mengerjakan section caecaria trans peritonealis profunda Suplay

vaskuler uterus terutama berasal dari uteri aterina dan arteri

ovarika. Arteri uterina yang merupakan cabang utama arteri

hipogastrika menurun masuk dasar ligamentum latum dan berjalan

ke medial menuju sisi uterus.

Arteri uterina terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu

arteri servik vaginalis yang lebih kecil memperdarahi bagian atas

serviks dan bagian atas vagina. Cabang utama memperdarahi

bagian bawah serviks dan korpus uteri. Arteri ovarika yang

merupakan cabang aorta masuk dalam ligamentum latum melalui

ligamentum infundibulopelvikum. Sebagian darah dari bagian atas

uterus,ovarium dan bagian atas ligamentum latum, dikumpulkan

melalui vena yang disalam ligamentum latum, membentuk pleksus

pampiniformis yang berukuran besar, pembuluh darah darinya

bermuara di vena ovarika. Vena ovarika kanan bermuara ke vena

cava, sedangkan vena ovarika kiri bermuara ke vena renalis kiri.

Persyarafan terutama berasal dari sistem saraf simpatis, tapi

sebagian juga berasal dari sistem serebrospinal dan parasimpatis.

Cabang-cabang dari pleksus ini mensyarafi uterus, vesika urinaria

serta bagian atas vagina dan terdiri dari serabut dengan maupun
tanpa myelin. Uterus disangga oleh jaringan ikat pelvis yang

terdiri atas ligamentum latum, ligamentum infundibolupelvikum,

ligamentum kardialis, ligamentum rotundum dan ligamentum

uterosarkum

Ligamentum latum meliputi tuba, berjalan dari uterus ke

arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Ligamentum

infundibolupelvikum merupakan ligamentum yang menahan tuba

falopi yang berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di

dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran limfe, arteria dan

vena ovarika. Ligamentum kardianale mencegah supaya uterus

tidak turun, terdiri atas jaringan ikat yang tebal dan berjalan dari

serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di

dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan

arteri uterine. Ligamentum uterosarkrum menahan uterus supaya

tidak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan

kanan ke arah os sacrum kiri dan kanan, sedangkan ligamentum

rotundum menahan uterus antefleksi dan berjalan dari sudut

fundus uteri kiri dan kanan ke daerah ingunal kiri dan kanan.

a) Serviks Uteri

Serviks merupakan bagian uterus yang terletak dibawah

isthmus di anterior batas atas serviks yaitu ostium interna,

kurang lebih tingginya sesuai dengan batas peritoneum pada

kandung kemih. Ostium eksterna terletak pada ujung bawah


segmen vagina serviks yaitu vagina portio vaginalis. Serviks

yang mengalami robekan yang dalam pada waktu persalinan

setelah sembuh bisa menjadi berbentuk yang tak beraturan,

noduler, atau menyerupai bintang.

Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri

dari jaringan kolagen, jaringan elastin serta pembuluh darah.

Selama kehamilan dan persalinan, kemampuan serviks untuk

meregang merupakan akibat pemecahan kolagen. Mukosa

kanalis servikalis merupakan kelanjutan endometrium.

Mukosanya terdiri dari satu lapisan epitel kolumner yang

menempel pada membran basalis yang tipis.

b) Korpus Uteri

Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan, yaitu

endometrium, miometrium dan peritoneum.

1. Endometrium

Endometrium merupakan bagian terdalam dari

uterus, berupa lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus

pada wanita yang tidak hamil. Endometrium berupa

membran tipis yang berwarna merah muda, menyerupai

beludru, yang apabila diamati dari dekat akan terlihat

ditembusi oleh banyak lubang-lubang kecil yaitu muara

kelenjar uterine. Tebal endometrium 0,5-5 mm.

Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan


jaringan mesenkim antar kelenjar yang didalamnya terdapat

banyak pembuluh darah. Kelenjar uterine berbentuk tubuler

dalam keadaan istirahat menyerupai jari jemari dari sebuah

sarung tangan. Sekresi kelenjar berupa suatu cairan alkalis

encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.

2. Miometrium

Miometrium merupakan lapisan dinding uterus yang

merupakan lapisan muskuler. Miometrium merupakan

jaringan pembentuk sebagian besar uterus, terdiri kumpulan

otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak

serabut elastin di dalamnya.

Selama kehamilan myometrium membesar namun

tidak terjadi perubahan berarti pada otot serviks. Dalam

lapisan ini tersusun serabut otot yang terdiri atas tunikla

muskularis longitudinalis eksterna, oblique media,

sirkularis interna dan sedikit jaringan fibrosa.

3. Peritoneum

Peritoneum merupakan lapisan serosa yang

menyelubungi uterus, dimana peritoneum merekat erat

kecuali pada daerah di atas kandung kemih dan pada tepi

lateral diman peritoneum berubah arah sedemikian rupa

membentuk ligamentum latum


b. Anatomi Organ Reproduksi Wanita Eksterna

Gambar 2.1 Organ Reproduksi wanita eksterna


(Winkjosastro, 2012)

1) Mons Veneris

Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis. Pada

wanita dewasa ditutupi oleh rambut kemaluan. Pada wanita

umumnya batas atasnya melintang sampai pinggir atas simfisis,

sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan paha.

2) Labia Mayora

Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil

kebawah, terisi jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons

veneris. Ke bawah dan belakang kedua labia mayora bertemu dan

membentuk kommisura posterior.

3) Labia Minora

Labia minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah

dalam bibir besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan

membentuk diatas klitoris preputium klitoridis dan dibawah klitoris

frenulum klitoridis. Ke belakang kedua bibir kecil bersatu dan


membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi bibir kecil

mengandung banyak glandula sebasea dan urat saraf yang

menyebabkan bibir kecil sangat sensitive dan dapat mengembang.

4) Klitoris

Kira-kira sebesar kacang hijau tertutup oleh preputium

klitiridis, terdiri atas glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua

krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glans klitoridis

terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh urat saraf dan

amat sensitif.

5) Vulva

Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka de

belakang dan dibatasi dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh

kedua bibir kecil dan dibelakang oleh perineum. Di vulva 1−1,5 cm

di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang

kemih) berbentuk membujur 4−5 mm dan tidak jauh dari lubang

kemih dikiri dan kanan bawahnya dapat dilihat dua ostia skene.

Sedangkan di kiri dan bawah dekat fossa navikular terdapat

kelenjar bartholin, sedang ukuran diameter ± 1 cm terletak dibawah

otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5-2

cm yang bermuara di vulva. Pada koitus kelenjar bartolin

mengeluarkan getah lendir.


6) Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra

Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os

pubis, panjang 3-4 cm , lebar 1-2 cm dan tebal 0,51-1 cm;

mengandung pembuluh darah, sebagian tertutup oleh muskulus

iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina. Saat persalinan

kedua bulbus tertarik ke atas ke bawah arkus pubis, tetapi bagian

bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami cedera dan

timbul hematoma vulva atau perdarahan.

7) Introitus Vagina

Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda, ditutupi selaput

dara (hymen). Himen mempunyai bentuk yang berbeda-beda dari

yang semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubanglubang atau

yang ada pemisahnya (septum); konsistensinya dari yang kaku

sampai yang lunak sekali. Hiatus himenalis (lubang selaput dara)

berukuran dari yang seujung jari sampai yang mudah dilalui oleh 2

jari. Umumnya hymen robek pada koitus. Robekan terjadi pada

tempat jam 5 atau jam 7 dan sampai dasar selaput dara. Sesudah

persalinan himen robek pada beberapa tempat.

8) Perineum

Terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.

c. Fisilogis Sistem Reproduksi

Sistem reproduksi dan struktur terkait pasca partum:


1) Adaptasi Fisiologis Pada Post Partum

a) Proses Involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil

setelah melahirkan disebut involusi. Proses dimulai setelah

plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada

akhir persalinan tahap III, uterus berada digaris tengah, kira-

kira 2 cm dibawah umbilicus dengan fundus bersandar pada

promontorium sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan enam

minggu beratnya kira-kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi

fundus kurang lebih 1 cm diatas umbilikus. Fundus turun kira-

kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal

berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis.

Seminggu setelah melahirkan uterus berada didalam panggul

sejati lagi, beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu beratnya 350

gr, enam minggu berikutnya mencapai 60 gr (Bobak, 2014).

b) Konstraksi Uterus

Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi

lahir, diduga adanya penurunan volume intrauterin yang sangat

besar. Hemostatis pascapartum dicapai akibat kompresi

pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi

trombosit dan pembentukan pembekuan. Hormon desigen

dilepas dari keljar hipofisis untuk memperkuat dan mengatur

konstraksi. Selam 1-2 jam I pascapartum intensitas konstraksi


uterus terus berkurang dan menjadi tidak teratur, karena untuk

mempertahankan konstraksi uterus biasanya disuntikkan

aksitosan secara intravena atau intramuscular diberikan setelah

plasenta lahir (Bobak, 2014).

c) Tempat Plasenta

Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi

vaskuler dan trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu

area yang meninggi dan bermodul tidak teratur. Pertumbuhan

endometrium menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan

mencegah pembekukan jaringan parut yang menjadi

karakteristik penyembuhan luka.

Proses penyembuhan memampukan endometrium

menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan

implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang.

Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga post

partum, kecuali bekas tempat plasenta ( Bobak, 2014).

d) Lochea

Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir,

mula-mula berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah

coklat. Rabas mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam

pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus

tidak boleh lebih dari jumalah maksimal yang keluar selam

menstruasi.
Lochea rubra mengandung darah dan debris desidua dan

debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah muda

dan coklat setelah 3-4 hari (lochea serosa). Lochea serosa

terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan debris

jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini

menjadi kuning sampai putih (lochea alba). Lochea alba

mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan

bakteri. Lochea alba bertahan bertahan selama 2-6 minggu

setelah bayi lahir (Bobak, 2014).

e) Serviks

Serviks menjadi lunak setelah ibu melahirkan, 18 jam post

partum, serviks memendek dan konsisitensinya lebih padat

kembali kebebntuk semula. Muara serviks berdilatasi 10 cm,

sewaktu melahirkan menutup bertahap 2 jari masih dapat

dimasukkan. Muara serviks hari keempat dan keenam post

partum (Bobak, 2014).

f) Vagina dan Perinium

Estrogen post partum yang menurun berperan dalam

penipisan mucosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang

semula sangat teregang akan kembali secara bertahap keukuran

sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan

kembali terlihat pada sekitar minggu keempat (Bobak, 2004).


g) Payudara

Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan

payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, human

chrorionic gonadotropin, prolaktin, dan insulin) menurun

dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ketiga atau keempat post

partum terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara

bengkak, keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba

(kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat).

Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak

nyaman berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam. Apabila bayi

belum menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam

beberapa hari sampai satu minggu.

Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan),

tetapi kantong susu yang terisi berubah dari hari kehari.

Sebelum laktasi dimulai, payudara terasa lunak dan keluara

cairan kekuningan, yakni kolostrum, yang dikeluarkan oleh

payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara terasa hangat dan

keras waktu disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama 48 jam,

susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat

dikeluarkan dari putting susu (Bobak, 2014).

h) Laktasi

Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan

pada kelenjar-kelenjar untuk menghadapi masa laktasi. Proses


ini timbul setelah ari-ari atau plasenta lepas. Ari-ari

mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon placenta)

yang menghambat pembentukan ASI. Setelah ari-ari lepas,

hormone plasenta tak lagi ada sehingga terjadi produksi ASI.

Sempurnanya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun

sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang bagus

sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya Gizi dan

antibodi pembunuh kuman

i) Sistem Endokrin

Selama post partum terjadi penurunan hormon human

placenta latogen (HPL), estrogen dan kortisol serta placental

enzime insulinase membalik efek diabetogonik kehamilan,

sehingga kadar gula darah menurun pada masa puerperium.

Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen meningkat

pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari

wanita yang menyusui post partum hari ke-17 (Bobak,2014).

j) Sistem Urinarius

Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang

tinggi) turut menyebabkat peningkatan fungsi ginjal, sedangkan

penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan akan

mengalami penurunan fungsi ginjalselama masa pascapartum.

Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah

wanita melahirkan. Trauma terjadi pada uretra dan kandung


kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati

hiperemis dan edema. Konstraksi kandung kemih biasanya

akan pulih dalam 5-7 hari setelah bayi lahir (Bobak, 2014).

k) Sistem Cerna

Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh

mengkonsumsi makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas

otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah

bayi lahir. Buang air secara spontan bisa tertunda selama tiga

hari setelah ibu melahirkan yang disebabkan karena tonus otot

usus menurun selama proses persalinan dan pada masa awal

post partum. Nyeri saat defekasi karena nyeri di perinium

akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid (Bobak, 2014).

l) Sistem Kardiovaskuler

Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah

biasanya turun sampai mencapai volume sebelum hamil.

Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat

sepanjang hamil. Setelah wanita melahirkan meningkat tinggi

selama 30-60 menit, karena darah melewati sircuit

uteroplasenta kembali kesirkulasi umum. Nilai curah jantung

normal ditemukan pemeriksaan dari 8-10 minggu setelah

wanita melahirkan (Bobak, 2014).


m) Sistem Neurologi

Perubahan neurologi selama peurperium kebalikan adaptasi

neurologis wanita hamil, disebabkan trauma wanita saat

bersalin dan melahirkan. Rasa baal dan kesemutan pada jari

dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setalah anak lahir.

Nyeri kepala post partum disebabkan hipertensi akibat

kehamilan, stress dan kebocoran cairan serebrospinalis. Lama

nyeri kepala 1-3 hari dan beberapa minggu tergantung

penyebab dan efek pengobatan (Bobak, 2014)

n) Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil

berlangsung terbalik pada masa post partum. Adaptasi

membantu relaksasi dan hipermeabilitas sendi dan perubahan

pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi

lengkap pada minggu ke 6-8 setelah wanita melahirkan (Bobak,

2014).

o) Sistem Integumen

Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang

saat kehamilan berakhir. Kulit meregang pada payudara,

abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak

hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spider

angioma (nevi), eritema palmar dan epulis berkurang sebagai


respon penurunan kadar estrogen. Pada beberapa wanita spider

nevi bersifat menetap (Bobak, 2014).

2) Adaptasi Psikologis Post Partum

Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis post partum

dibagi menjadi beberapa fase yaitu :

a) Fase Taking In ( dependent)

Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah

melahirkan, diman ibu membutuhkan perlindungan dan

pelayanan pada tahap ini pasien sangat ketergantungan.

b) Fase Taking Hold ( dependent-independent)

Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan

berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari

ketiga ibu siap peran barunya dan belajar tentang hal-hal baru,

pada fase ini ibu membutuhkan banyak sumber informasi.

c) Fase letting Go ( independent)

Fase dimulai pada minggu kelima dan keenam setelah

melahirkan, dimana ibu mampu menerima tanggung jawab

normal.
3. Patofisiologi

a. Infolusi uterus

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah

melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat

kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,

uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan

bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam waktu 12

jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus

turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.

Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di

pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis. Uterus, pada waktu

hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi

kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr 2 minggu

setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam

panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan

esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif

uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon

menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan

hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa

hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah

hamil.
b. Kontraksi

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera

setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan

volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca partum dicapai

terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh

agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang

dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi

uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama

1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang

dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus,

suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera

setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya,

dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena

isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin. (Hamilton,

2016)
Sumber : Hamilton (2016)
4. Fase-Fase Nifas

Masa nifas menurut Sari (2015), dibagi menjadi empat periode

sebagai berikut :

a) Periode pasca persalinan segera (immediate post partum) 0-24

jam Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya

perdarahan karena atonio uteri

b) Periode pasca persalinan awal (early post partum) 24jam - 1

minggu

c) Pada periode ini tenanga kesehatan memastikan involusi uteri

dalam keadan normal, tidak ada demam, ibu cukup

mendapatkan makanan dan cairan serta ibu menyusui bayi

dengan baik.

d) Periode pasca salin lanjut (late post partum) 1 minggu – 6

minggu Pada periode ini tenaga kesehatan tetap melakukan

perawatan dan pemeriksaaan sehari-hari serta konseling KB

(Saleha, 2009 dalam Sari, 2015)

B. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawattan dan

merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai

sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

(Nursalam, 2009). Pengkajian merupakan proses yang kontinu dilakukan

setiap tahap proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan


tergantung pada pengumpulan data (informasi) yang lengkap dan akurat.

(Padila, 2015).

2. Identitas umum

Identitas umum meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,

alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, sumber informasi, diterima

dari, dan cara dating.

3. Riwayat perawatan

a) Keluhan utama

a. Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri.

b. Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim

bertambah dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta,

sehingga rahim tegang.

c. Perdarahan yang berulang-ulang

b) Riwayat penyakit sekarang

Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan

darh, darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari

perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien

pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat

pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion gameli)

dan lain - lain.

c) Riwayat penyakit keluarga

Meliputi penyakit yang pernah diderita keluarga baik penyakit

kronis, keturunan, maupun menular (Potter & Perry, 2009).


d) Riwayat seksualitas/reproduksi

Kebanyakan klien enggann diajak untuk berhubungan dengan

pasangan. Frekuensi untuk melakukan hubungan juga berkurang,

karena pasien masih merasakan sakit pda area bekas operasi.

1) Usia menarche, siklus haid, lama haid, haid terakhir.

2) Masalah dalam mentruasi, apakah ibu pernah pap smear.

3) Penggunan kontrasepsi sebelumnya (IUD, suntik, implant, oral)

e) Riwayat reproduksi

1) Pengkajian psikososial

Pengkajian factor emosional, perilaku, dan social pada

masa pascapartum memungkinkan perawat mengidentifikasi

kebutuhan ibu dan keluarga terhadap dukungan, penyuluhan, dan

bimbingan antisipasi, respons mereka terhadap pengalaman

kehamilan dan persalinan dan perawatan pasca partum dan faktor-

faktor yang memengaruhi pengembanan tanggung jawab menjadi

orang tua baru. Perawat juga mengkaji pengetahuan dan

kemampuan ibu yang terkait dengan perawatan diri, perawatan

bayi baru lahir, dan pemeliharaan kesehatan serta perasaan tentang

diri dan gambaran dirinya.


4. Pemeriksaan fisik

a) Tanda-tannda vital

1. Suhu

Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa

hari pasca partum karena demam biasanya merupakan gejala awal

infeksi. Suhu tubuh 38ºC mungkin disebabkan oleh dehidrasi atau

karena awitan laktasi dalam 2 sampaii 4 hari. Demam yang

menetap atau berulang diatas angka ini pada 24 jam pertama dapat

menandakann adanya infeksi.

2. Nadi

Brakikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama

6 sampai 10 hari pasca partum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70

kali/ menit. Frekuensi diatas 100 kali/menit (takikardi) dapat

menunjukkan adannya infeksi, hemoragi, nyeri, arau kecemasan.

Nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi

menunjukkan hemoragi, syok, atau emboli.

3. Tekanan Darah

Umumnya tetap dalam batasan normal selama kehamilam.

Wanita pascapartum dapat mengalami hipotensi ortostik karena

diuresis dan diaphoresis, yang menyebabkan pergeseran volume

cairan kardiovaskuler. Hipotensi menetap atau berat dapat

merupakan tanda syok atau emboli. Peningkatan tekanan darah

menunjukkan hipertensii akibat kehamilan, yang dapat muncul


pertama kali pada masa pascapartum. Kejanng eklamsia dilaporkan

terjadi sampai lebih dari 10 hari pascaparum (Cuningham, et al

1993 dalam Sharon 2011). Nadi dan tekanan darah diukur setiap 4

sampai 8 jam, kecuali jika ada penyimpangan dari nilai normal

sehingga perlu diukur lebih sering

4. Pernafasan

Menurut sholikah (2011) klien postpartum terjadi

peningkatan pernafasan, lihat adannya tarikan dinding dada,

frekuensi pernapasan, irama nafas serta kedalaman bernapas.

b) Head To Toe

1. Kepala dan muka

Amati kesimetrisan muka, amati ada atau tidaknya

hiperpigmentasi pada wajah ibu (cloasma gravidanum), amati

warna dari keadaan rambut, kaji kerontokan dan kebersiihan

rambut, kaji pembengkakan pada muka.

2. Mata

Amati ada atau tidaknya peradangan pada kelopak mata,

kesimetrisan kanan dan kiri, amati keadaan konjungtiva

(konjungtivitis atau anemis), sclera (ikterik atau indikasi

hiperbilirubin atau gangguan pada hepar), pupil (isokor kanan dan

kiri (normal), reflek pupil terhadap cahaya miosis atau mengecil,

ada atau tidaknya nyeri tekan atau peningkatan tekanan intraokuler

pada kedua bola mata.


3. Hidung

Amati keadaan septum apakah tepat di tengah, kaji adanya

masa abnormal dalam hidung dan adanya skret, kaji adanya nyeri

tekan pada hidung.

4. Telinga

Amati kesimetrisan, warna dengan daerah sekitar, ada atau

tidaknya luka, kebersihan telinga amati ada tidaknya serumen dan

otitis media

5. Mulut

Amati bibir apa ada kelainan kogenital (bibir sumbing),

warna, kesimetrisan, sianosis atauu tidak, pembengkakan, lesi,

amati adanya stomatitis pada mulut, amati jumlah dan bentuk gigi,

warna dan kebersihan gigi.

6. Leher

Amati adanya luka, kesimetrisan dan masa abnormal, kaji

adanya distensi vena jugularis, dan adanya pembesaran kelenjar

tiroid.

7. Paru-paru

Kesimetrisan bentuk/postur dada, gerakann nafas (frekuensi

irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/pengggunaan otot-otot

bantu pernafasan) warna kulit, lesi, edema,

pembengkakan/penonjolan, kaji pergerakan dada, massa dan lesi,

nyeri, tractile fremitus apakah normal kanan dan kiri, perkusi


(normalnya berbunyi sonor), kaji bunyi (normalnya kanan dan kiri

terdengar vesiikuler).

8. Cardiovaskuler

Terjadi peningkatan frekuensi nadi, irama tidak teratur,

serta peningkatan tekanan darah.

9. Payudara

a. Inspeksi payudara

Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap

produksi asi, perlu diperhatikan bila ada kelainan, seperti

pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan

posisi kontur atau permukaan. Kaji kondisi permukaan,

permukaan yang tidak rata seperti adanya depresi,retraksi atau

ada luka pada kulit payudara perlu dipikirkan kemungkinan

adanya tumor. Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit

yang dapat menunjukan adanya peradangan.

b. Palpasi Payudara

Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi

inspeksi ukuran, bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi

apakah ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1

sampai 2 hari pertama post partum, payudara tidak banyak

berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang banyak. Ketika

menyusui, perawat mengamati perubahan payudara,

menginspeksi puting dan areola apakah ada tanda tanda


kemerahan dan pecah, serta menanyakan ke ibu apakah ada

nyeri tekan. Payudara yang penuh dan bengkak akan menjadi

lembut dan lebih nyaman setelah menyusui..

10. Abdomen

a. Inspeksi Abdomen

Kaji adakah striae dan linea alba. Kaji keadaan abdomen,

apakah lembek atau keras. Abdomen yang keras menunjukan

kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan dapat

diminimalkan. Abdomen yang lembek menunjukan sebaliknya

dan dapat dimasase untuk merangsang kontraksi.

b. Palpasi Abdomen

1) Fundus uteri Tinggi

Segera setelah persalinan TFU 2 cm di bawah pusat, 12

jam kemudian kembali 1 cm di atas pusat dan menurun

kira-kira 1 cm setiap hari. Hari kedua post partum TFU 1

cm di bawah pusat. Hari ke 3-4 post partum TFU 2 cm di

bawah pusat. Hari ke 5-7 post partum TFU pertengahan

pusat-symfisis. Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba

lagi.

2) Kontraksi

Kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan

konteraksi uterus kurang maksimal sehingga memung

kinkan terjadinya perdarahan.


3) Posisi

Posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral

biasanya terdorong oleh bladder yang penuh.

4) Uterus

Setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa

jaringan yang hampir padat. Dinding belakang dan depan

uterus yang tebal saling menutup, yang menyebabkan

rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap

sama selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun

kemudian secara cepat ukurannya berkurang oleh involusi.

(Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).

5) Diastasis rektus abdominis

Merupakan regangan pada otot rektus abdominis

akibat pembesaran uterus jika dipalpasi "regangan ini

menyerupai belah memanjang dari prosessus xiphoideus ke

umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya.

Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum

hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk

melakukan senam nifas. Cara memeriksa diastasis rektus

abdominis adalah dengan meminta ibu untuk tidur

terlentang tanpa bantal dan mengangkat kepala, tidak

diganjal kemudian palpasi abdomen dari bawah prosessus


xipoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan lebar

diastasis.

6) Keadaan kandung kemih

Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih.

Kandung kemih yang bulat dan lembut menunjukan jumlah

urine yang tertapung banyak hal ini dapat mengganggu involusi

uteri, sehingga harus dikeluarkan.

11. Ekstermitas bawah

1) Varises

Lihat apakah ibu mengalami varises atau tidak.

Pemeriksaan varises sangat penting karena ibu setelah

melahirkan mempunyai kecenderungan untuk mengalami

varises pada beberapa pembuluh darahnya. Hal ini disebabkan

oleh perubahan hormonal.

2) Edema

Tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis

sehingga dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara

memeriksa tanda homan adalah memposisikan ibu terlentang

dengan tungkai ekstensi, kemudian didorsofleksikan dan

tanyakan apakah ibu mengalami nyeri pada betis, jika nyeri

maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk

mobilisasi dini agar sirkulasi lancar. Refleks patella mintalah

ibu duduk dengan tungkainya tergantung bebas dan jelaskan


apa yang akan dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/

patella. Dengan menggunakan hammer ketuklan rendon pada

lutut bagian depan. Tungkai bawah akan bergerak sedikit

ketika tendon diketuk. Bila reflek lutut negative kemungkinan

pasien mengalami kekurangan vitamin B1. Bila gerakannya

berlebihan dan capat maka hal ini mungkin merupakan tanda

pre eklamsi.

3) Perineum

Kebersihan perineum menunjang penyembuhan luka. Serta

adanya hemoroid derajat 1 normal untuk ibu hamil dan pasca

persalinan.

4) REEDA

REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk

menilai kondisi episiotomi atau laserasi perinium. REEDA

singkatan (Rednese kemerahan, Edema, Ecchymosisekimosis,

Discharge/keluaran, dan Approximate/ perlekatan) pada luka

episiotomy. Kemerahan dianggap normal pada episiotomi dan

luka namun jika ada rasa sakit yang signifikan, diperlukan

pengkajian lebih lanjut. Selanjutnya, edema berlebihan dapat

memperlambat penyembuhan luka. Penggunaan kompres es

(ice packs) selama periode pasca melahirkan umumnya

disarankan.
5) Lochia

Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhia pada ibu

post partum. Perubahan warna harus sesuai. Misalnya Ibu

postpartum hari ke tujuh harus memiliki lokhia yang sudah

berwarna merah muda atau keputihan. Jika warna lokhia masih

merah maka ibu mengalami komplikasi postpartum. Lochia

yang berbau busuk yang dinamankan Lokhia purulenta

menunjukan adanya infeksi disaluran reproduksi dan harus

segera ditangani.

6) Genetalia

Melihat kebersihan dari genetalia pasien, adanya lesi

atau nodul dan mengkaji keadaan lochea. Lochea yang berbau

menunjukkan tanda-tanda resiiko infeksi. (Handayani, 2011)

7) Nutrisi

Ibu yang menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500

kalori tiap hari , pil zat besi harus diminum untuk menambah

zat gizi setidaknya 40 hari pasca bersalin, makan dengan diet

berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin

yang cukup , mengonsumsi kapsul vitamin A 9200.000) unit,

agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui

asinya (Saifuddin, 2001 dalam Siti, dkk 2013).


Makanan bergizii terdapat pada sayur hijau, lauk pauk

dan buahh. Konsumsi sayur hijau seperti bayam, sawi, kol dan

sayur hijau lainnya menjadi sumber makanan bergizi. Untuk

lauk pauk dapat memilih daging ayam, ikan, telur, dan

sejenisnya. Ibu post Sectio Caesarea harus menghindari

makanan dan minuman yang mengandung bahan kimia, pedas

dan menimbulkan gas karena gas perut kaddanng-kadang

menimbulkan masalah sesudah Sectio Caesarea. Jika ada gas

dalam perut, ibu akan merasakan nyeri yang menusuk. Gerak

fisik dan bangun dari tempat tidur, pernapasan salam, dan

bergoyanng dikursi dapat membantu mencegah dan

menghilanngkan gas. (Simkin dkk, 2007 dalam Siti dkk, 2013).

8) Eliminasi

Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan

BAB dan BAK meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi, bau

serta masalah eliminasi (Anggraini, 2010). Pada klien post SC

biasanya 2-3 hari mengalami kesulitan buang air besar

(konstipasi) hal ini dikarenakan ketakutan akan rasa sakit pada

daerah sekitar post operasi, takut jahitan terbuka karena

menngejan. (handayani, 2011).

9) Pemeriksaan laboratorium

Untuk mengkaji apakah ada anemia, pemeriksaan

hitung darahh engkap, hematokrit atau haemoglobin dilakukan


dalam 2 sampai 48 jam setelah persalinan. Karena banyaknya

adaptasi fisiologis saat wanita kembali ke keadaan sebelum

hamil, nilai darah berubah setelah melahirkan. Dengan rata-rata

kehilangan darah 400-500 ml, penurunan 1g kadar

haemoglobin atau 30% nilai hemmatokrit masih dalam kisaran

yang diharapkan. Penurunan nilai yang lebih besar disebabkan

oleh perdarahan hebat saat melahirkan, hemoragi, atau anemia

prenatal.

Selama 10 hari pertama pascapartum, jumlah sel darah

putih dapat meningkat sampai 20.000/mm3 sebelum akhirnya

kembali ke nilai normal (Bond, 1993 dalam Sharon J dkk,

2011). Karena komponen selular lekosit iini mirip denngan

komponen selular selama infeksi, peningkatan ini dapat

menutupi proses infeksi kecuali jika jumlah sel darahh putih

lebih tinggi dari jumlah fisiologis.

5. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan digunakan sebagai landasan untuk

pemiliihan intervensi guna mencapai hasil yang menjadi tanggung jawab

perawat. Diagnosa keperawatan perlu dirumuskan setelah melakukan

analisa data dari hasil pengkajian untuk mengidentifikasi masalah

kesehatan yang melibatkan klien beserta keluarganya. Dengan demikian

asuhan keperawatan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan yakni

memenuhi kebutuhan fisik, emosi atau psikologis, tumbuh kembang,


pengetahuan atau intelekual, social dan spiritual yang didapatkan Dari

pengkajian. (Wilkins & Williams, 2015).

Masalah keperawatan yang actual/potensial sering muncul pada ibu

post partum setelah kelahiran sesar berdasarkan definisi dan klasifikasi

(Nurarif & Hardhi, 2015) diantarannya adalah sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik pembedahan.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan factor resiko episiotomy, laserasi

jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan

3. Menyusui tidak efektif b.d suplai ASI tidak cukup Deficit perawatan

diri : mandi/kebersihan diri, makan, toileting berhubungan dengann

kelelahan postpartum

4. Konstipasi berhubungan dengan efek anestesi

5. Defisiensi pengetahuan : perawatan post partum berhubungan

kurangnya informasi tentang pennanganan post partum

6. Perencanaan

Menurut nursalam (2009) renncana keperawatan dapat diartikan

ssebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah,

tujuan, dan intervensi keperawatan. Rencana keperawatan meliputi

pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau

mengoreksi masalah-masalah yang telah diidentifikasikan pada diagnosis

keperawatan. Intervensi yang mungkin muncul berkaitan dengan

pemenuhan kenyamanan bebas dari rasa nyaman nyeri pada ibu


postpartum dengan tindakan Sectio Caesarea menurut (Bulechek, Gloria

M, dkk 2013):
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN
(SDKI) SLKI SIKI

1 Nyeri Akut berhubungan dengan SLKI: SIKI :


agen cedera fisik    Setelah dilakukan asuhan
Manajemen nyeri
keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nyeri pada pasien Observasi
berkurang dengan kriteria hasil :
- Identifikasi lokasi, karakteristik,
Tingkat Nyeri
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
1. Nyeri berkurang dengan skala 2
nyeri
2. Pasien tidak mengeluh nyeri
- Identifikasi skala nyeri
3. Pasien tampak tenang
- Identifikasi respon nyeri nonverbal
4. Pasien dapat tidur dengan tenang
- Identifikasi factor yang
5. Frekuensi nadi dalam batas
memperingan dan memperberat
normal (60-100 x/menit)
nyeri
6. Tekanan darah dalam batas
normal (90/60 mmHg – 120/80
mmHg) - Identifikasi pengetahuan dan
7. RR dalam batas normal (16-20 keyakinan tentang nyeri
x/menit) - Identifikasi budaya terhadap respon
Kontrol Nyeri nyeri
1. Melaporkan bahwa nyeri - Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
berkurang dengan menggunakan kualitas hidup pasien
manajemen nyeri - Monitor efek samping penggunaan
2. Mampu mengenali nyeri (skala, analgetik
intensitas, frekuensi dan tanda - Monitor keberhasilan terapi
nyeri) komplementer yang sudah diberikan
Status Kenyamanan Terapeutik

1. Menyatakan rasa nyaman setelah - Fasilitasi istirahat tidur


nyeri berkurang - Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri ( missal: suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan).
- Beri teknik non farmakologis untuk
meredakan nyeri (aromaterapi,
terapi pijat, hypnosis, biofeedback,
teknik imajinasi terbimbimbing,
teknik tarik napas dalam dan
kompres hangat/ dingin)
Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode dan


pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan intervensi Observasi :
dengan factor resiko episiotomy, keperawatan selama 3 jam 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
laserasi jalan lahir, bantuan maka ekspetasi membaik local dan sistemik Terapeutik :
pertolongan persalinan dengan kriteria hasil : 2. Batasi jumlah pengunjung
1. Kebersihan tangan meningkat 3. Berikan perawatan kulit pada
2. Kebersihan badan meningkat area edema
3. Nafsu makan meningkat 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
4. Demam menurun kontak dengan pasien dan
5. Kemerahan menurun lingkungan pasien
6. Nyeri menurun 5. Pertahankan teknik aseptic pada
7. Bengkak menurun pasien beresiko tinggi
8. Vesikel menurun Edukasi :
9. Cairan berbau busuk menurun 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
10. Sputum berwarna hijau 7. Ajarkan cara mencuci tangan
menurun yang benar
11. Drainase purulen menurun 8. Ajarkan etika batuk
12. Gangguan kognitif menurun 9. Ajarkan cara memeriksa kondisi
13. Kadar sel darah putih luka atau luka operasi
membaik 10. Ajarkan meningkatkan asupan
nutrisi
11. Ajarkan meningkatkan asupat
cairan
Kolaborasi :
12. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
3 Menyusui tidak efektif b.d Setelah diberikan asuhan Promosi ASI Ekslusif
suplai ASI tidak cukup dan keperawatan selama …x… jam Observasi
latching on breast tidak
diharapkan status menyusui 1. identifikasi kebutuhan laktasi
efektif
membaik dengan kriteria hasil : bagi ibu pada antenatal,
1. Perlekatan bayi pada payudara intranatal, dan post natal
ibu meningkat Terapeutik
2. Kemampuan ibu 2. Fasilitasi ibu melakukan IMD
memposisikan bayi dengan 3. Fasilitasi ibu untuk rawat gabung
benar meningkat atau room in
3. Miksi bayi lebih dari 8 kali/24 4. Gunakan sendok dan cangkir jika
jam meningkat bayi belum bisa menyusu
4. Berat badan bayi meningkat 5. Dukung ibu menyusui dengan
5. Tetesan/pancaran ASI mendampingi ibu selama
meningkat kegiatan menyusui berlangsung
6. Suplai ASI adekuat meningkat 6. Diskusikan dengan keluarga
7. Putting tidak lecet setelah 2 tentang ASI ekslusif
minggu melahirkan meningkat 7. Siapkan kelas menyusui pada
8. Kepercayaan diri ibu masa prenatal minimal 2 kali dan
meningkat periode oasca partum minimal 4
9. Bayi tidur setelah menyusu kali
meningkat Edukasi
10. Payudara ibu kosong setelah 8. Jelaskan manfaat menyusui bagi
menyusui meningkat ibu dan bayi
11. Intak bayi meningkat 9. Jelaskan pentingnya menyusui di
12. Hisapan bayi meningkat malam hari untuk
13. Lecet pada putting menurun mempertahankan dan
14. Kelelahan maternal menurun meningkatkan produks ASI
15. Kecemasan maternal menurun 10. Jelaskan tanda-tanda bayi cukup
16. Bayi rewel ASI
17. Bayi menangis setelah 11. Jelaskan manfaat rawat gabung
menyusu 12. Anjurkan ibu menyusui sesegera
mungkin setelah melahirkan
13. Anjurkan ibu memberikan nutrisi
kepada bayi hanya dengan ASI
14. Anjurkan ibu menyusui sesering
mungkin setelah lahir sesuai
kebutuhan
15. Anjurkan ibu menjaga produksi
ASI dengan memerah walaupun
kondisi bayi atau ibu terpisah
16. Konseling Laktasi
Observasi
17. identifikasi keadaan emosional
ibu saat akan dilakukan
konseling menyusui
18. identifikasi keinginan dan tujuan
menyusui
19. identifikasi permasalahan yang
ibu alami selama proses
menyusui
Terapeutik
20. Gunakan teknik mendengarkan
aktif
21. Berikan pujian terhadap perilaku
ibu yang benar
Edukasi
22. Ajarkan teknik menyusui yang
7. Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi adalah pelaksanaan dari rencanna

intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik (Iyer et al., 1996 dalamm

buku Nursalam 2008). Implementasi dapat dilakukan seluruhnya oleh

perawat, ibu sendiri, keluarga atau tenaga kesehatan yang lain (Saleha,

2009). Menurut asmadi (2008), implementasi tindakan keperawatan

dibedakan menjadi 3 kategori :

a) Independent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama

tanpa petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

b) Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama

dari tenaga kesehatan lainnya.

c) Dependent, berhubungan dengan pelaksanaan rencanna tindakan

medis/instruksi dari tenaga medis.

8. Evaluasi

Evaluasi dapat dilakukan pada waktu kegiatan sedang dilakukan,

intermitten dan terminal. Evaluasi yang dilakukan pada saat kegiatan

berjalan atau segera setelah implementasi meningkatkan kemampuan

perawat dan memodifikasi intervensi. Evaluasi intermitten dilakukan

dilakukan pada interval khusus misalnya seminggu sekali, dilakukan untuk

mengetahui kemajuan terhadap pencapaian tujuan dan meningkatkan

kemampuan perawat untuk memperbaiki setiap kekurangan dan

memodifikasi rencana keperawatan agar sesuai dengan kebutuhan.

Evaluasi terminal, menunjukkan keadaan pasien pada waktu pulang. Hal


tersebut mencakup status pencapaian tujuan dan evaluasi terhadap

kemampuan klien untuk perawatan diri sendiri sehubungan dengan

perawatan lanjutan. (Wilkins & Williams, 2015).

Perumusan evaluasi formatif meliputi 4 komponen yang diikenal

istilah SOAP, yaitu :

S : Subjektif (data berupa keluhan informan)

O : Objektif (data hasil pemeriksaan)

A : Analisis data (pembanding data dengan teori)

P : Perencanaan Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasienn

dalam mencapai tujuan.


DAFTAR PUSTAKA

Azzawi Al Farogk. 2019. Teknik Kebidanan Penerbit Buku Kedokteran. EGC

A.Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul Hidayat. 2018. Ketrampilan Dasar


Praktik Klinik untuk kebidanan. Salemba Medika. Jakarta

Bagian Obstetri dan Genokologi.2010. Ilmu Fantom Bedah Obstetri. Semarang:


FKUI

Catrine. A. 2012. Jurnal.Obstetric Anal Sphincter.Student Project Faculty. Di


akses pada tanggal 21 Februari 2018

Cunningham, F.Gary. 2012. Obstetri Williams. Jakarta: Buku Kedokteran ECG


Depkes. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai