Anda di halaman 1dari 53

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“Infark Miokard Akut (IMA)”

Oleh :
Kelompok 1
Yuliawati
Herlina Sidabarib
Yuli Mardeni
Desmira Yeni
Ridwan Abadi

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa karena atas Rahmat
dan Karunia-Nyalah, kami selaku penulisan makalah yang berjudul “Makalah
keperawatan Infark Miokard Akut” yang mana makalah ini sebagai salah satu tugas ,
Alhamdulillah dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Maka dengan terselesainya makalah ini, kami selaku penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada dosen pembimbing
dan teman-teman kelompok serta semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun sehingga dapat digunakan untuk membantu perbaikan mendatang dan
atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Padang 7 Januari 2021

Kelompok
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infark miokard merupakan suatu keadan ketidakseimbangan antara
suplai & kebutuhan oksigen miokard sehingga jaringan miokard mengalami
kematian. Infark menyebabkan kematian jaringan yang ireversibel. Infark
tidak statis dan dapat berkembang secara progresif (Udjianti, 2010).
Infark miokard apabila tidak segera ditangani atau dirawat dengan
cepat dan tepat dapat menimbulkan komplikasi seperti CHF, disritmia, syok
kardiogenik yang dapat menyebabkan kematian, dan apabila sembuh akan
terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium yang mati.
Apabila jaringan parut cukup luas maka kontraktilitas jantung menurun secara
permanent, jaringan parut tersebut lemah sehingga terjadi ruptur miokardium
atau anurisma, maka diperlukan tindakan medis dan tindakan keperawatan
yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi yang tidak diinginkan
(Kasron, 2012).
Di Indonesia infark miokard akut (acute myocardial infarct) masih
belum diketahui secara jelas. Di Amerika Serikat, diperkirakan angka
mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler adalah 222,9 per 100.000 penduduk.
Data pasti tingkat kejadian, morbiditas, dan mortalitas infark miokard di
Indonesia terbatas. Namun secara nasional terdapat 0,5% prevalensi penyakit
jantung koroner yang didiagnosis dokter menurut Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 di mana prevalensi paling tinggi berada di provinsi Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, DKI Jakarta dan Aceh. Hal ini dapat dicapai melalui
pelayanan maupun perawatan yang cepat dan tepat. Untuk memberikan
pelayanan tersebut diperlukan pengetahuan serta keterampilan yang khusus
dalam mengkaji, dan mengevaluasi status kesehatan klien dan diwujudkan
dengan pemberian asuhan keperawatan tanpa melupakan usaha promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative (Kasron, 2012).
Adapun gambaran distribusi, umur, geografi, jenis kelamin dan faktor
resiko IMA sesuai dengan angina pektoris atau Penyakit Jantung Koroner
pada umumnya. IMA merupakan penyebab kematian tersering di AS. Di
Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir IMA lebih sering ditemukan, apalagi
dengan adanya fasilitas diagnostik dan unit-unit perawatan penyakit jantung
koroner intensif yang semakin tersebar merata. Kemajuan dalam pengobatan
IMA di unit perawatan jantung koroner intensif yang semakin tersebar merata.
Kemajuan dalam pengobatan IMA di unit perawatan jantung koroner intensif
berhasil makin menurunkan angka kematian IMA (Udjianti, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Infark Miokard Akut?
2. Apa saja factor penyebab infark miokard akut ?
3. Apa saja klasifikasi infark miokard akut ?
4. Bagaimana tanda-tanda Infark miokard Akut ?
5. Bagaimana patofisiologi Infark miokard Akut ?
6. Apa saja komplikasi Infark Miokard Akut?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada Infark Miokard Akut ?
8. Bagaimana Penatalaksanaa Infark Miokard Akut ?
9. Apa saja diagnose Infark Miokard Akut ?
10. Apa saja intervensi keperawatan yang muncul ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian infark miokard akut
2. Untuk mengetahui faktor penyebab infark miokard akut
3. Untuk mengetahui klasifikasi infark miokard akut
4. Untuk mengetahui tanda-tanda Infark miokard Akut
5. Untuk mengetahui patofisiologi Infark miokard Akut
6. Untuk mengetahui komplikasi Infark Miokard Akut
7. Untuk mengetahui pemeriksaan Diagnostik Infark Miokard Akut
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Infark Miokard Akut
9. Untuk mengetahui diagnosis keperawatan IMA
10. Untuk mengetahui Intervensi Keperawatan IMA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang
cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran
darah dan kebutuhan darah miokard (Udjianti, 2010).
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri
koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial
bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang
tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau
fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak (Kasron, 2012).
AMI adalah kerusakan atau nekrosis sel jantung yang terjadi mendadak
karena terhentinya aliran darah koroner yang sebagian besar disebabkan oleh
thrombus yang menyumbat arteri koronaria di tempat rupture plak
aterosklerosis (Pedoman Tata Laksana Miokardium Akut, 2014). AMI adalah
nekrosis miokard yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah
akibat sumbatan arteri koroner (Pedoman Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskuler Indonesia, 2014).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut Miokard
Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau
kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau
terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba
kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup
(Kasron, 2012).
2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi Jantung

Gambar 2.1 Anatomi Jatung


Daerah di pertengahan dada diantara kedua paru disebut dengan
mediastinum. Sebagian besar rongga mediastinum ditempati oleh
jantung, yang terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut
pericardium.
Pericardium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi
dengan baik. Ruangan antara permukaan jantung dan lapisan dalam
pericardium berisi sejumlah kecil cairan, yang melumasi permukaan dan
mengurangi gesekan selama kontraksi otot jantung. Kamar Jantung. Sisi
kanan dan kiri jantung, masing-masing tersusun atas dua kamar, atrium
dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut
septum. Ventrikel adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri.
Fungsi atrium adalah menampung darah yang dating dari vena dan
bertindak sebagai tempat penimbunan sementara sebelum darah
dikosongkan ke ventrikel.
Perbedaan ketebalan dinding atrium dan ventrikel berhubungan
dengan beben kerja yang dibutuhkan oleh tiap kamar. Dinding atrium
lebih tipis dari dinding ventrikel karena rendahnya tekanan yang
ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan kemudian
menyalurkannya ke ventrikel. Karena vantrikel kiri mempunyai beban
kerja yang lebih berat diantara dua kamar bawah makatebalnya sekitar
2½lebih tebal dibanding dinding ventrikel kanan. Ventrikel kiri
menyemburkan darah melawan tahanan sistemis yang tinggi, sementara
ventrikel kanan melawan tekanan rendah pembuluh darah paru.
Katup atrioventrikularis. Katup yang memisahkan atrium dan
ventrikel disebut sebagai katup atrioventrikularis. Katup trikuspidalis,
dinamakan demikian karena tersusun dari 3 kuspis atau daun,
memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup mitral atau
bikuspidalis (dua kuspis) terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri.
Otot papilaris adalah bundle otot yang terletak di sisi dinding ventrikel.
Korda tendinea adalah pita fibrosa yang memanjang dari otot papilaris ke
tepi bawah katup. Berfungsi menarik tepi bebas katup ke dinding
ventrikel. Kontraksi otot papilaris mengakibatkan korda tendinea
menegang. Hal ini menjaga daun katup menutup selama sistolik,
mencagah aliran balik darah. Katup semilunaris.
Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katup
pulmonalis, katup antara ventrikel kiri dan aorta disebut katup aorta.
Arteri koronaria adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung,
yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap O2 dan nutrisi.
Jantung menggunakan 70%-80% O2 yang dihantarkan melalui arteri
koronaria. Arteri koronaria muncul dari aorta dekat hulunya di ventrikel
kiri. Dinding sisi kiri jantung disuplai dengan bagian yang lebih banyak
melalui arteri koronaria utama kiri, yeng kemudian terpecah menjadi dua
cabang besar ke bawah (arteri desendens anterior sinistra) dan melintang
(arteri sirkumfleksia) sisi kiri jantung. Jantung kanan dipasok oleh arteri
koronaria dekstra.
Otot jantung merupakan jaringan otot khusus yang secara
mikroskopis mirip dengan otot lurik yang dibawah control kesadaran.
Namun secara fungsional menyerupai otot polos karena sifatnya
volunteer
b. Sistem Hantaran Jantung
Kontraksi teratur dari atrium dan ventrikel yang terjadi secara
metodis membangkitkan dan menghantarkan impuls listrik ke sel-sel
miokardium. Nodus sinoatrial (SA) terlatak antara sambungan vena cava
superior dan atrium kanan, adalah awal mula system hantaran dan
normalnya berfungsi sebagai pace maker ke seluruh miokardium. Besar
impuls yang dihasilkan 60-100 impuls/menit. Nodus Atrioventrikuler
(AV) terletak di dinding atrium kanan dekat katup trikuspidalis
menghasilkan impuls 40-60 impuls/menit. Setelah dari AV Node impuls
dihantarkan melalui serabut otot halus (bundle his) yang berjalan di
dalam septum yang memisahkan ventrikel kanan dan kiri yang kemudian
berakhir sebagai serabut pukinje.
c. Fisiologi Jantung
Selintas elektrofisiologi. Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion
(partikel bermuatan Natrium, Kalium, Kalsium)bergerak menembus
membrane sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel
mengakibatkan apa yang dinamakan potensial aksi jantung.
Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan
terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik antara bagian
dalam membrane yang bermuatan negative dan bagian luar yang
bermuatan positive. Siklus jantung bermula saat dilepaskannya impuls
listrik, mulailah fase depolarisasi. Permeabilitas membrane sel berubah
dan ion bergerak melintasinya. Dengan bergeraknya ion kedalam sel,
maka bagian dalam sel akan menjadi positive. Kontraksi otot terjadi
setelah depolarisasi. Sel otot jantung normalnya akan mengalami
depolarisasi ketika sel-sel tetangganya mengalami depolarisasi.
Depolarisasi sebuah sel system hantaran khusus yng memadai akan
mengakibatkan depolarisasi dan kontraksi sel miokardium. Repolarisasi
terjadi saat sel kembali ke keadaan dasar (menjadi lebih negative) dan
sesuai dengan relaksasi otot miokardium.
Setelah influk natrium cepat ke dalam sel selama depolarisasi,
permeabilitas membrane sel terhadap kalsium akan berubah, sehingga
memungkinkan ambilan kalsium, yang terjadi selama fase plateau
repolarisasi, jauh lebih lambat dari Natrium dan berlangsung lebih lama.
Interaksi antara perubahan voltase membrane dan kontraksi otot
dinamakan kopling elektro mekanikal.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau polos, mempunyai
periode refraktori yang panjang pada saat sel tidak dapat distimulasi
untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi jantung dari kontraksi
berkepanjangan yang dapat mengakibatkan henti jantung mendadak.
Kopling elektomekanikal dan kontraksi jantung yang normal
tergantung pada komposisi cairan interstitial sekitar otot jantung.
Komposisi cairan tersebut pada gilirannya tergantung pada komposisi
darah. Meke perubahan komposisi kalsium dapat mempengaruhi
kontraksi serabut otot jantung. Perubahan konsentrasi kalium darah juga
penting, karena kalium mempengaruhi voltase listrik normal sel
3. ETIOLOGI
AMI disebabkan oleh karena atherosklerosis atau penyumbatan total atau
sebagian oleh emboli dan atau thrombus.Adapun faktor resiko yang
menyebabkan terjadinya AMI adalah: (Udijanti, 2016)
a. Faktor resiko yang dapat diubah.
1) Mayor:
Merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan
pola makan (diit tinggi lemak dan tinggi kalori)
2) Minor
Stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen) dan
inaktifitas fisik2. Faktor resiko yang tidak dapat diubaha.
Hereditas/keturunanb. Usia lebih dari 40 tahunc. Ras, insiden lebih
tinggi pada orang berkulit hitamd. Sex, pria lebih sering terjadi
daripada wanita
Intinya AMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkab kematian sel-
sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi
tersebut diantaranya:
a. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.
Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
1) Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai
jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa
mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis,
spasme, dan arteritis.
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang
tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya
dihubungkan dengan beberapa hal antara lain:
(a) Mengkonsumsi obat-obatan tertentu
(b) Stress emosional atau nyeri
(c) Terpapar suhu dingin yang ekstrim
(d) Merokok.
2) Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari
jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal
ini tidak akan lepas dari factor pemompaan dan volume darah yang
dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi
diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi
pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis, maupun trikuspidalis)
menyebabkan menurunnya cardac out put (COP). Penurunan COP
yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian
tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini
otot jantung.
3) Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian
tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan
(pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak
cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya
angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
b. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu
dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk
meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap
penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin
memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat,
sedangkan suplai oksigen tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya
kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas
berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard
bisa memicu terjadinya infark karea semakin banyak sel yang harus
disuplai oksigen, sedangkan asupan oksien menurun akibat dari
pemompaan yang tidak efektive.

Acute Myocard Infark juga disebabkan oleh beberapa faktor


a. Faktor predisposisi
1) Usia (diatas 40 tahun)
2) Seks (Pria : wanita sebagai 3:1 )
3) Hipertensi
4) Diabetes mellitus
5) Hiperkolestrolemia
6) Rokok
b. Faktor pencetus
1) Berkurangnya aliran darah koroner misalnya karena
2) Aritmia
3) Gagal jantung
4) Anemia
5) Hipoksia
6) Udara dingin
4. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat
dibedakan: ( Udjianti, 2010)
1) Akut Miokard Infark Transmural  mengenai seluruh lapisan otot
jantung (dinding ventrikel).
2) Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial Infark
infark otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).
b. Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
( Udjianti, 2010)
1) Akut Miokard Infark Anterior.
2) Akut Miokard Infark Posterior.
3) Akut Miokard Infark Inferior.

5. PATOFISIOLOGI
Infark miokard akut sering terjadi pada orang yang memiliki satu
atau lebih faktor resiko seperti : obesitas, merokok, hipertensi dan lain-lain.
Faktor-faktor ini disertai dengan proses kimiawi terbentuknya lipoprotein di
tunika intima yang dapat menyebabkan interaksi fibrin dan patelet sehingga
menimbulkan cedera endotel pembuluh darah korner.Interaksi tersebut
menyebabkan invasi dan akumulasi lipid yang akan membentuk plak fibrosa.
Timbunan plak menimbulkan lesi komplikata yang dapat menimbulkan
tekanan pada pembuluh darah dan apabila ruptur dapat terjadi thrombus.
Thrombus yang menyumbat pembuluh darah menyebabkan aliran darah
berkurang, sehingga suplay O2 yang diangkut dara ke jaringan miokardium
berkurang yang anaerob yang berakibat penumpukan asam laktat. Asam
laktat yang meningkat menyebabkan nyeri dan perubahan pH endokardium
yang menyebabkan perubahan elektro fisiologi endokardium, yang pada
akhirnya menyebabkan perubahan sistem konduksi jantung sehingga jantung
mengalami disritmia.Iskemik yang berlangsung lebih dari 30 menit
menyebabkan kerusakan otot jantung yang ireversibel dan kematian otot
jantung (infark).
Miokardium yang mengalami kerusakan otot jantung atau nekrosis
tidak lagi dapat memenuhi fungsi kontraksi dan menyebabkan keluarnya
enzim dari intrasel ke pembuluh darah yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan laboratorium. Otot jantung yang infark mengalami perubahan
selama penyembuhan. Mula-mula otot jantung yang mengalami infark
tampak memar dan siarotik karena darah di daerah sel tersebut berhenti.
Dalam jangka waktu 2 4 jam timbul oedem sel-sel dan terjadi respon
peradangan yang disertai infiltrasi leukosit.Infark miokardium akan
menyebabkan fungsi vertrikel terganggu karena otot kehilangan daya
kontraksi. sedang otot yang iskemik disekitarnya juga mengalami gangguan
dalam daya kontraksi secara fungsional infark miokardium akan
mengakibatkan perubahan-perubahan pada daya kontraksi, gerakan dinding
abnormal, penurunan stroke volume, pengurangan ejeksi peningkatan
volume akhir sistolik dan penurunan volume akhir diastolik
vertrikel.Keadaan tersebut diatas menyebabkan kegagalan jantung dalam
memompa darah (jatuh dalam dekompensasi kordis) dan efek jantung ke
belakang adalah terjadinya akumulasi cairan yang menyebabkan terjadinya
oedem paru-paru dengan manifestasi sesak nafas. Sedangkan efek ke depan
terjadinya penurunan COP sehingga suplay darah dan oksigen sistemik tidak
adekuat sehingga menyebabkan kelelahan.
AMI terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama
yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang
ireversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi
selamanya. Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit
arteri koroner/coronary artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat
materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di dalam
lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplay darah dan oksigen pada
jantung) Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan
darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa
menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen
mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya
oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan
cepat, otot jantung yang rusak itu akan mulai mati. Selain disebabkan oleh
terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada
orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri
koroner berperan dalam beberapa kasus ini. Spasme yang terjadi bisa dipicu
oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress
emosional; merokok; dan paparan suhu dingin yang ekstrim Spasme bisa
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik sehingga bisa
menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat
dalam penangananya
Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang
mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri
koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua
yaitu Desenden Anterior dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria
Desenden Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding ke arah
afeks jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum
intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior.
Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah
dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium
kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel posterior.
Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri
pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian
jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA,
nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan
permukaan diafragmatik ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas maka dapat
diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan gangguan pada
cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan
oleh lesi pada arteri koroner kanan.
Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark
bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan
pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika
hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang
nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami
iskemi (disekeliling daerah infark).
Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-
perubahan sebagai berikut: Daya kontraksi menurun, Gerakan dinding
abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat yang lain
melakukan kontraksi); Perubahan daya kembang dinding ventrikel,
Penurunan volume sekuncup, Penurunan fraksi ejeksi, Gangguan fungsional
yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini:
a. Ukuran infark, jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik,
b. Lokasi Infark di dinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung
lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior.
c. Sirkulasi kolateral, berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik
dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju
miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka
gangguan yang terjadi minimal
d. Mekanisme kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah jantung
dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme
kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.
Dua jenis komplikasi AMI terpenting adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi AMI, daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskineisa_ dengan
akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (SV) dan peningkatan akhir
sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri. Peningkatan tekanan atrium kiri
diatas 25 mmHg yang lama akan mengakibatkan transudasi cairan ke
jaringan intestisium paru (gagal jantung). Perburukan hemodinamik ini
bukan saj disebabkan karena daerah infark. Tetapi juga daerah iskemik dan
sekitarnya. Sebagian akibat dari AMI sering terjadi perubahan bentuk serta
ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark
maupun noninfark. Perubahan tersebut menyebabkan regenerasi ventrikel
yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel, timbulnya aritmia dan
prognosis. Daerah diskinetik akibat AMI akan menjadi akinetik, karena
terbentuk jaringan parut yang kaku. Terjadinya mekanisme seperti ruptur
septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan penyulit AMI
yang tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama
setelah rangsangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa
refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsang. (Guyton,
2010 ).
6. PATHWAY
Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen turun

Jaringan Miocard
Iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Supply Oksigen ke Miocard turun

Seluler hipoksia
Metabolisme an aerob

Integritas membran sel berubah


Timbunan asam nyeri
laktat meningkat

Kontraktilitas turun penurunan


curah jantung
Fatique Cemas

COP turun Kegagalan pompa jantung


Intoleransi
aktifitas
Penuruna
Gagal jantung n caediac
Gangguan perfusi jaringan
output

Resiko kelebihan volume cairan


ekstravaskuler perfusi
7. FAKTOR RESIKO
Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk
terkena AMI, yaitu factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang
tidak bisa dimodifikasi.
a. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan
intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam
kelompok ini diantaranya:
1) Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain:
menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan
vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung,
meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen
Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa
meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak merokok.
2) Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis
rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis
endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL
dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial
Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan
peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas
cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati
dilatasi.
3) Infeks
Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negative
intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran perafasan,
tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik
4) Hipertensi sistemik.
Hipertens sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang
secara tidak langsung akan meningkan beban kerja jantung. Kondisi
seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi
dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan
kebutuhan oksigen jantung.
5) Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan
tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung
insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
6) Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena
penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
7) Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan
DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini
berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas,
hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat
adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).

b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi


Merupakan factor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu
diantaranya:
1) Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun
(umumnnya setelah menopause)
2) Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua
kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan
dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada perempuan. Hal
ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setare
dengan laki pada wanita setelah masa menopause
3) Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia
70 tahun merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK.
Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetic pada
keadaan ini.
4) Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi
onset penderita PJK pada keluarga dekat
5) RAS
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris
lebih tinggi dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka
yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia
6) Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia,
dan bagian Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet,
kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan
urban.
7) Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar,
sinis, gila hormat, ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk
terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan abnnormalitas
metabolisme lipid.
8) Kelas social
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar
laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi
(missal dokter, pengacara dll).
9) Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk
mengalami kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja
professional/non-manual.

8. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala Infark Miokard Akut (udjianti,2010 )
a) Keringat dingin
b) Mual, muntah
c) Sulit bernafas
d) Cemas dan lemas
e) Nyeri dada
Adapun tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) menurut Oman adalah:
a. Nyeri :
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas, ini merupakan gejala utama.
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
3) Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap
(> 30 menit)
4) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
5) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
6) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
7) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
8) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
Yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai nyeri dada pada klien secara PQRST
meliputi :
1) Provoking Incident : nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang setelah
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of Pain : seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri
dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
3) Region : Radiation, Relief : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri
diatas perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke
dada.Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu
dan tangan.
4) Severity (Scale) of Pain : klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
atau 0-10 (visual analogue scale-VAS) dan klien akan menilai
seberapa berat nyeri yang dirasakan.Biasanya pada saat angina
terjadi, skala nyeri berkisar antara 3-4 (0-4) atau 7-9 (0-10).
5) Time : biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya
umumnya dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat
timbul pada waktu istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat
(progresif) dan berlangsung lama.

9. KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi,
supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi),
disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan,
defek mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan
thrombus mural (Udjianti, 2010).
Kemungkinan akan munculnya komplikasi pada AMI ini tidak
sedikit jika terjadi penanganan yang salah, berikut ini komplikasi yang
mungkin muncul yakni :
a. Aritmia
b. Oedema paru akut
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Efusi prekardial
f. Rupture miokard
g. Stroke

10. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK (Darma, 2009)


a. Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk
IMA, kadar titer enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
1) CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset
infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam
waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet,
otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark
miokard, tingkat abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot,
kerusakan cerebrovaskular dan setelah latihan otot.
2) SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan
ginjalDilepaskan oleh sel otot  miokard yang rusak atau mati.
Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal setelah
3-4 hari.
3) LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat
meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi
meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6
hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
Sebagai indikator nekrosis miokard dapat juga dipakai troponin T,
suatu kompleks protein yang terdapat pada filamen tipis otot jantung.
Troponin T akan terdeteksi dalam darah beberapa jam sampai dengan
14 hari setelah nekrosis miokard.
b. EKG

Gambar 2 EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya
gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen
ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS
yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis miokard dilihat dari 12
lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang
mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen
ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang
menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi
total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran
EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina
atau Non STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut
infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil
rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini
dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau
tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04
detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III,
aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan
dalam.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi
secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang
normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di
daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk
elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang
berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang
negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga
terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari
daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi
elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area
iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa
repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda
yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai
gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah
gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara normal
bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik
dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T
terekam sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada
lokasi. Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada
sedapan EKG.

Macam – macam EKG IMA :


Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner
Anteroseptal V1 dan V2 LAD
Anterior V3 dan V4 LAD
Lateral V5 dan V6 LCX
Anterior ekstrinsif I, A VL, V1 – V6 LAD / LCX
High lateral I, A VL, V5 dan V6 LCX
Posterior V7 – V9 (V1, V2*) LCX, PL
Inferior II, III, dan A VF PDA
Right ventrikel V 2R – V4R RCA
* Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V 1 – V2 sebagi mirror
image dari perubahan sedapan V7 – V9
LAD = Left Anterior Descending artery
LCX = Left Circumflex
RCA    = Right Coronary Artery
PL = PosteriorDescending Artery

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut


disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi,
tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang
terkena. Bagi pria usia ≥ 40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh
elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien
berusia < 40 tahun. ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat
berlangsung hingga lebih dari 2 minggu.
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan
tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran
EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-
normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk
menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen
ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu
dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit),
dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI.
Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat
dugaan Non STEMI.
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah
precordium anterior dirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan
dan terhimpit. Nyeri mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan,
punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa nyeri
daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak
hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual,
muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, gelisah, nyeri
kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan nyeri
dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada
keadaan iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai
pada infark yang mengenai dinding inferior.
c. Foto Rontgen dada

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung


diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
d. Ecokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup


atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis (Jeffrey M. C & Scott K. 2012).
a. Penanganan nyeri.
Berupa terapi farmakologi : morphin sulfat, nitrat, penghambat beta
(beta blockers). Golongan utama terapi farmakologi yang diberikan :
1) Antikoagulan (mencegah pembentukan bekuan darah).
Pasien berusia 80 tahun atau lebih mungkin rentan terhadap
komplikasi perdarahan, dengan tingkat 13 berdarah per 100 orang-
tahun. Penurunan vitamin K dengan terapi koumarin meningkatkan
risiko kalsifikasi arteri dan kalsifikasi katup jantung, terutama jika
terlalu banyak vitamin D.
Dosis Obat Antikoagulan:

Merek
Jenis Obat Keperluan dan Dosis
Dagang

Pengobatan dan
pencegahan deep vein
thrombosis (DVT)

Notistil, Umumnya dimulai dengan


Warfarin(oral) dosis 5 atau 10 mg/hari
Simarc-2
dengan dosis rumatan
(maintenance) 3-9 mg/hari,
disesuaikan dengan
pemeriksaan INR dari darah.

Fondaparinux(suntikan) Arixtra Trombosis vena luar 2,5 mg


satu kali sehari selama 30-45
hari. DVT5-10 mg satu kali
sehari disesuaikan dengan
berat badan.

Pencegahan komplikasi
DVT pada operasi perut dan
tulang. 2,5 mg sekali sehari,
dimulai saat 6-8 jam setelah
operasi. Suntikan dapat
dilanjutkan sampai dengan 5-
32 hari.Semua dosis diberikan
dengan suntikan di bawah
lemak (subkutan/SC)

Rivaroxaban(oral) Xarelto Pencegahan komplikasi


DVT setelah operasi 10 mg
sekali sehari, dimulai 6-10 jam
setelah operasi. Obat
dilanjutkan sampai 5 minggu
setelah operasi penggantian
panggul dan 12-14 hari setelah
operasi penggantian lutut.

Pengobatan DVT dan emboli
paru 15 mg dua kali sehari
selama 3 minggu. Setelah itu
diikuti dengan 20 mg satu kali
sehari untuk pengobatan
lanjutan dan pencegahan
kambuhnya penyakit.

Pencegahan komplikasi
stroke dan penyakit emboli
lain pada penyakit fibrilasi
atrium 20 mg satu kali sehari
dan dikonsumsi pada sore hari.

Apixaban(Oral) Eliquis Pencegahan komplikasi


DVT setelah operasi 2,5 mg
dua kali sehari, dimulai 12-24
jam setelah operasi. Obat
dilanjutkan sampai 32-38
setelah operasi penggantian
panggul dan 10-14 hari setelah
operasi penggantian lutut.

Pengobatan DVT dan emboli
paru 2,5 mg dua kali sehari
selama 7 hari. Setelah itu
diikuti dengan 5 mg dua kali
sehari dan 2,5 mg dua kali
sehari selama minimal 6 bulan
untuk mencegah kekambuhan.

Pencegahan komplikasi
stroke dan penyakit emboli
lain pada penyakit fibrilasi
atrium 5 mg dua kali sehari.
Usia ≥ 80 tahun dan berat
badan ≤ 60 kg: 2,5 mg dua
kali sehari.

Emboli arteri perifer,


serangan jantung, DVT,
emboli paru

Dewasa: 75-80 U/kg berat


badan (BB) atau 5.000-10.000
disuntikkan melalui pembuluh
darah vena (IV), diikuti
dengan 18 U/kgBB atau
1.000-2.000 U/jam melalui
infus.Anak: 50 U/kgBB IV,
diikuti dengan infus 15-25
Hico, U/kgBB/jam.
Heparin(suntikan)
Inviclot
Pencegahan komplikasi
DVT setelah operasi 5.000 U
secara suntikan SC diberikan 2
jam sebelum operasi,
kemudian diberikan 2-3 kali
sehari selama 7 hari atau
sampai pasien dapat bergerak
aktif.

DVT Dewasa: 15.000-20.000


U SC dua kali sehari atau
8.000-10.000 U SC tiga kali
sehari.
Anak-anak: 250 U/kgBB SC
dua kali sehari.

Enoxaparin(suntikan) Lovenox Serangan jantung Dewasa:


30 mg (3.000 u) IV diberikan
bersama 1 mg/kgBB SC. Lalu
dilanjutkan dengan 1mg/kgBB
(100 u/kg) melalui SC dua kali
sehari selama 8 hari atau
sampai keluar dari rumah
sakit. Dua suntikan pertama
yang diberikan bersamaan (IV
dengan SC) tidak boleh
melebihi 100 mg (10.000 u).
Pasien yang direncanakan
pasang ring akan ditambahkan
dosis 300 mcg/kgBB
(30u/kgBB) melalui IV yang
diberikan saat tindakan, bila
suntikan terakhir lebih dari 8
jam.Usia ≥ 75 tahun: 750
mcg/kgBB (75 u/kgBB) dua
kali sehari, dengan dosis
maksimum 75 mg (7.500 u)
pada 2 suntikan pertama.

Pencegahan komplikasi
DVT akibat operasi
(Subkutan) Dewasa: 20-40
mg (2.000-4.000 u) sekali
sehari selama 7-14 hari sampai
pasien dapat bergerak aktif,
dosis pertama diberikan 10
jam-2 jam sebelum operasi.
Untuk operasi penggantian
panggul, pengobatan
dilanjutkan sampai 3 minggu
setelah operasi dengan dosis
40 mg (4.000 u) sekali sehari.
Anak: 500-750 mcg/kgBB
(50-75 u/kgBB) dua kal sehari.

Pengobatan deep vein
thrombosis

Dewasa: 1 mg/kgBB (100


u/kgBB) dua kali sehari atau
1.5 mg/kgBB (150 u/kgBB)
satu kali sehari.

Anak: 1-1,5 mg/kgBB (100-


150 u/kgBB) dua kali sehari.

Pencegahan gumpalan
darah saat cuci darah

Dewasa: 1 mg/kgBB (100


u/kgBB) disuntikan melalui
selang arteri yang menuju
mesin saat mulai cuci darah.
Suntikan dapat diulang bila
diperlukan.

Nadroparin(suntikan) Fraxiparine Serangan jantung Dewasa:


86 units/kgBB SC dua kali
sehari selama 6 hari. Dosis
pertama dapat diberikan
melalui IV. Pencegahan
komplikasi DVT akibat
operasi (Subkutan)Dewasa:
2850 units sekali sehari
selama 7 hari atau sampai
pasien bergerak aktif, suntikan
pertama diberikan 2-4 jam
sebelum operasi (pasien risiko
sedang). 38-57 units/kgBB
sekali sehari, diberikan 12 jam
sebelum operasi, lalu 12 jam
setelah operasi, dan
dilanjutkan sampai 10 hari.

Pengobatan deep vein
thrombosis 85 units/kgBB dua
kali sehari atau 171
units/kgBB/hari sekali sehari.

Pencegahan gumpalan
darah saat cuci darah

Dewasa: 2.850 units (BB<


50kg), 3.800 units (BB 50-69
kg), 5.700 units (BB ≥ 70 kg),
disuntikan melalui selang
arteri yang menuju mesin saat
mulai cuci darah.

Pencegahan komplikasi
DVT akibat operasi
(Subkutan) Dewasa: 3.000-
4.250 units, diberikan 12 jam-
Parnaparin
Fluxum 2 jam sebelum operasi sampai
(suntikan) dengan 7-10 hari setelah
operasi.

Pengobatan DVT 6.400 units


selama 7-10 hari.

Bivalirudin - Sebagai antikoagulan


pada pemasangan ring Dosis
(suntikan)
awal adalah 0,75 mg/kgBB
IV. Kemudian diberikan 1,75
mg/kg/jam selama prosedur
hingga 4 jam pasca
pemasangan. Obat dapat
diteruskan 0,2 mg/kg/jam
sampai 20 jam setelah
pemasangan.

Pencegahan DVT pasca


operasi Dewasa: 110 mg
diberikan 1-4 jam setelah
operasi. Lalu dilanjutkan 220
mg sekali sehari pada hari
selanjutnya sampai dengan 10
hari (operasi penggantian
lutut) atau 28-35 hari (operasi
penggantian panggul). Lansia
≥ 75 tahun: Dimulai 75 mg,

Dabigatran(oral) Pradaxa diberikan 1-4 jam setelah


operasi, lalu diikuti dengan
150 mg sekali sehari pada hari
selanjutnya sampai 10 hari
(operasi penggantian lutut)
atau 28-35 hari (operasi
penggantian panggul).

Fibrilasi atrium Dewasa: 150


mg dua kali sehari. Lansia ≥
75 tahun: 110 mg dua kali
sehari.

2) Trombolitik (penghancur bekuan darah, menyerang dan


melarutkannya)
Kontraindikasi: Perdarahan, trauma, atau pembedahan
(termasuk cabut gigi) yang baru terjadi, kelainan koagulasi, diatesis
pendarahan, diseksi aorta, koma, riwayat penyakit serebrovaskuler
terutama serangan terakhir atau dengan berakhir cacat, gejala-gejala
tukak peptik yang baru terjadi, perdarahan vaginal berat, hipertensi
berat, penyakit paru dengan kavitasi, pankreatitis akut, penyakit hati
berat, varises esofagus; juga dalam hal streptokinase atau anistreplase,
reaksi alergi sebelumnya terhadap salah satu dari kedua obat tersebut.
Munculnya antibodi terhadap streptokinase dan anistreplase yang terus
menerus terjadi dapat mengurangi efikasi pengobatan berikutnya.
Karena itu, kedua obat ini tidak boleh diulang setelah 4 hari sejak
pemberian pertama streptokinase atau anistreplase. Antibodi dapat
juga muncul setelah penggunaan streptokinase topikal pada luka

Efek Samping: Efek samping trombolitik terutama mual,


muntah, dan perdarahan. Bila trombolitik digunakan pada infark
miokard, dapat terjadi aritmia reperfusi. Hipotensi juga dapat terjadi
dan biasanya dapat diatasi dengan menaikkan kaki penderita saat
berbaring, mengurangi kecepatan infus atau menghentikannya
sementara. Nyeri punggung telah dilaporkan. Perdarahan biasanya
terbatas pada tempat injeksi, tetapi dapat juga terjadi perdarahan
intraserebral atau perdarahan dari tempat-tempat lain. Jika terjadi
perdarahan yang serius, trombolitik harus dihentikan dan mungkin
diperlukan pemberian faktor-faktor koagulasi dan obat-obat
antifibrinolitik (aprotinin atau asam traneksamat). Streptokinase dan
anistreplase dapat menyebabkan reaksi alergi dan anafilaksis. Selain
itu, pemah dilaporkan terjadinya sindrom Guillain-Barre setelah
pengobatan streptokinase. ( Kasron, 2012).
Jenis Obat Dosis
ALTEPLASE Indikasi: 

Terapi trombolitik pada infark miokard


akut, embolisme paru dan stroke
iskemik akut.

Kontraindikasi: 

Pada stroke akut, kejang yang menyertai


stroke, stroke berat, riwayat stroke pada
pasien diabetes, stroke 3 bulan
sebelumnya, hipoglikemi, hiperglikemi.

Dosis: 

Infark miokard, rejimen dipercepat


(dimulai dalam 6 jam). Awal, injeksi
intravena 15 mg, diikuti dengan infus 35
mg selama 60 menit (total 100 mg
selama 90 menit); pada pasien dengan
berat badan kurang dari 65 kg, dosis
diturunkan.

Infark miokard, terapi awal diberikan


dalam 6-12 jam: Awal, injeksi intravena
10 mg, diikuti dengan infus intravena 50
mg selama 60 menit. Kemudian 4 kali
infus intravena 10 mg selama 30 menit
(total 100 mg selama 3 jam; maksimal
1,5 mg/kg bb pada pasien dengan berat
badan kurang dari 65 kg).
Embolisme paru, injeksi intravena 10
mg selama 1-2 menit, diikuti dengan
infus intravena 90 mg selama 2 jam;
maksimal 1,5 mg/kg bb pada pasien
dengan berat badan kurang dari 65 kg.

Stroke akut, (terapi harus dimulai dalah


3 jam), meliputi intravena 900 mcg/kg
bb (maksimal 90 mg) selama 60 menit;
10% dosis diberikan melalui injeksi
intravena; Lansia. Tidak dianjurkan
untuk usia diatas 80 tahun.

STREPTOKINASE Indikasi:
trombosis vena dalam, embolisme paru,
tromboembolisme arterial akut,
trombosis lintas arteriovena; infark
miokard akut.
Dosis:
trombosis vena dalam, embolisme paru,
tromboembolisme arterial akut, vena
retina pusat atau trombosis erfercil:
infus intravena, 250.000 unit selama 30
menit, kemudian 100.000 unit setiap
jam selama sampai dengan 24-72 jam
menurut kondisiInfark miokard,
1.500.000 unit selama 60 menit.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow
Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan
dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau
motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar
terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan
kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan
dengan rangsang nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama
sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu
terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum
sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang
dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit
sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika
pasien dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,
masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus
(disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel.
d) Murmur
Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung :
 Friksi ; dicurigai Perikarditis.
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer,
edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung
atau ventrikel.
 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran
mukossa atau bibir.

3) Integritas ego
Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi
takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau
perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.
Data Obyektif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma
nyeri.
4) Eliminasi
Data Obyektif : normal, bunyi usus menurun.
5) Makanan atau cairan
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau
terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
muntah, perubahan berat badan.
6) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas
perawatan.
7) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk atau istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat
atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu
lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca
operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
10) Interaksi social
Data Subyektif :
a) Stress.
b) Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit,
perawatan di RS.
Data Obyektif :
a) Kesulitan istirahat dengan tenang.
b) Respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut).
c) Menarik diri.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder


terhadap sumbatan arteri).
b) Penurunan Curah Jantung b.d penurunan volume sekuncup jantung akibat
tidak adanya kontraksi otot jantung.
3. RENCANA KEPERAWATAN

No. Dx Kep NOC NIC


1. Nyeri Setelah diberikan asuhan Mandiri :
berhubungan keperawatan selama 1 x 24
a. Berikan posisi yang
dengan agen jam diharapkan nyeri
nyaman
injury berkurang dengan kriteria
biologis hasil : Observasi :
(iskemia
ii) Mampu a. Monitor tanda – tanda
jaringan
mengontrol nyeri vital
sekunder
terhadap iii) Nyeri b. Monitor SpO2
sumbatan berkurang
c. Monitor skala nyeri
arteri).
iv) Mampu
d. Monitor EKG
mengenali nyeri
e. Monitor Enzim

Edukasi :

a. Ajarkan teknik non


farmakoogi

b. Anjurkan kepada
pasien untuk
melaporkan nyeri

Kolaborasi :

a. Berkolaborasi dengan tim


medis dalam pemberian
analgesic

b. Berikan Oksigen
c. Anjurkanterapi MONACO

2. Penurunan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor tanda – tanda


Curah keperawatan selama1x 24 jam vital
Jantung b.d diharapkan curah jantung
b. Auskultasi suara jantung,
penurunan adekuat dengan kriteria hasil :
kaji frekuensi dan irama
volume
1. TTV dalam batas normal jantung.
sekuncup
jantung. 2. CRT < 2 detik c. Kaji akral dan adanya
sianosis atau pucat.
3. Akral hangat
Penurunan curah jantung
4. Pantau frekuensi jantung menyebabkan aliran ke
dan irama perifer menurun.

d. Berikan oksigen sesuai


indikasi oksigen yang
1.
adekuat.

e. Berikan cairan intravena


sesuai indikasi.

f. TCP (Transcutaneus
pacing) merupakan sarana
sementara pacing jantung
pasien selama keadaan
darurat medis.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kerusakan atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena
berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau
secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri
koroner yang cukup faktor penyebab IMA adalah Suplai oksigen ke, miocard
berkurang , Curah jantung yang meningkat, Kebutuhan oksigen miocard
meningkat. Di Indonesia infark miokard akut (acute myocardial infarct)
masih belum diketahui secara jelas. Di Amerika Serikat, diperkirakan angka
mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler adalah 222,9 per 100.000 penduduk.
Data pasti tingkat kejadian, morbiditas, dan mortalitas infark miokard di
Indonesia terbatas. Diagnosis keperawatan yang sering muncul yaitu nyeri
berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri) dan penurunan curah jantung berhubungan dengan
penurunan volume sekuncup jantung.

B. Saran
Diharapkan kepada siswa lebih paham pada penyakit infark miokard
beserta cara pencegahan dan pengobatannya sehingga dapat menjalankan
penanganan awal apabila terjadi kasus penyakit di sekitar kita.

DAFTAR PUSTAKA

Udjianti,Wajan Juni.2010. Kesiswaan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. (2015). Nanda nic-noc aplikasi jilid 1.
Jakarta: Mediaction

Jeffrey M.C.& Scott K. (2012). Master Plan Kedaruratan Medik. Tangerang Selatan:
Binarupa Aksara

Darma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai