Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)


TEKNIK HIPNOSIS 5 JARI UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN
PADA PASIEN DIABETES

Oleh :

Dede Rahma Aldany, S. Kep

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES ALIFAH APADANG
TAHUN 2022
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Community Mental Health Nursing (CMHN)

Comunity Mental Health Nursing (CMHN) merupakan upaya untuk

mewujudkan pelayanan kesehatan jiwa dengan tujuan pasien yang tidak

tertangani di masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik.

Pelayanan kesehatan jiwa tersebut berupa pelayanan keperawatan yang

komprehensif, holistik, dan paripurna, berfokus pada masyarakat yang sehat

jiwa, rentang terhadap stres dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan

kekambuhan.

Sejalan dengan perkembangan ilmu kesehatan jiwa maka perawat

CMHN perlu dibekali pengetahuan dan kemampuan untuk menstimulasi

perkembangan individu di masyarakat maupun mengantisipasi dan mengatasi

penyimpangan yang menyertai perkembangan psikososial individu di

masyarakat. Perawat CMHN sebagai tenaga kesehatan yang bekerja

dimasyarakat dan bersama masyarakat harus mempunyai kemampuan

melibatkan peran serta masyarakat terutama tokoh masyarakat dengan cara

melatih para tokoh masyarakat untuk menjadi kader kesehatan jiwa (Depkes,

2006).

1. Konsep Community Mental Health Nursing (CMHN)

Konsep utama Community Mental Health Nursing (CMHN) adalah

memberikan perawatan dengan metode yang efektif dalam merespon


kebutuhan kesehatan jiwa perawatan dengan metode yang efektif dalam

merespon kebutuhan kesehatan jiwa individu, keluarga atau kelompok.

Komunitas menjadi dasar pelayanan keperawatan jiwa dengan cara

memberikan perawatan dalam bentuk hubungan terapeutik bersama pasien

di rumah, tempat kerja, rumah singgah, klinik kesehatan jiwa, pusat

perawatan primer, pusat krisis, rumah perawatan atau setting komunitas

lainnya.

Fokus utama dalam CMHN adalah pentingnya menjalin kerjasama

dengan keluarga, orang yang bearti bagi pasien dan kerjasama dalam

berbagai setting di komunitas. Tujuan dari CMHN yaitu memberikan

pelayanan, konsultasi dan edukasi, atau memberikan informasi mengenai

prinsip-prinsip kesehatan jiwa kepada para agen komunitas lainnya. Tujuan

lainnya adalah menurunkan angka resiko terjadinya gangguan jiwa dan

meningkatkan penerimaan komunitas terhadap praktek kesehatan jiwa

melalui edukasi. Konsep CMHN yang paling penting adalah pemberian

asuhan keperawatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat

dalam kondisi sehta mental, beresiko gangguan jiwa dan mengalami

gangguan jiwa tanpa melibatkan rumah sakit (Yosep, Iyus, dkk, 2014).

2. Model Community Mental Health Nursing (CMHN)

Secara umum model konsep CMHN adalah memberikan asuhan

kepada pasien sepanjang hayat termasuk semua aspek kehidupan manusia,

termasuk kebutuhan dasar, kebutuhan kesehatan fisik dan pasien yang

membutuhkan treatment psikiatri dan rehabilitasi. Model lain dalam CMHN


adalah Case Management. Model ini adalah cara memberikan pelayanan

kepada pasien secara multidisiplin. Pada model ini selain mengkaji support

system dari komunitas, juga melakukan identifikasi dari pasien, treatment

yang dilakukan, resopon krisis, dental care, kondisi perumahan, pendapatan

dan perlindungan hak serta advokasi. Semua kegiatan tersebut dilakukan

bersama-sama terhadap pasien yang mengalami gangguan jiwa maupun

yang beresiko terkena gangguan jiwa (Yosep, Iyus, dkk, 2014).

Terdapat beberapa tingkatan dalam CMHN (community mental health

nursing) seperti:

a. BC-CMHN (Basic Course)

Serangkaian kegiatan pembelajaran untuk perawat komunitas agar

memiliki kompetensi untuk melaksanakan asuhan keperawatan kepada

pasien gangguan jiwa yang ada di masyarakat. Kegiatan BC-CMHN

berupa pemberian pengetahuan dan praktik langsung bagi perawat dalam

mengatasi atau menanggulangi masalah kesehatan mental atau jiwa

(Keliat, 2012).

b. IC-CMHN (Intermediate Course)

Upaya dalam meningkatkan mutu pelayanan masyarakat, perlu

mempersiapkan sumber daya manusia (Perawat CMHN) melalui

pelatihan lanjutan berupa intermediate Course. Pelatihan ini dilakukan

dalam tiga tahap; pelatihan tahap pertama lebih berfokus pada

pengembangan Desa Siaga Sehat Jiwa dan pengelolaannya dan merekrut

dan melatih kader kesehatan jiwa.


c. AC-CMHN (Advance Course)

Pengembangan program CMHN yang telah mengikutsertakan

keluarga, kelompok, masyarakat luas, serta kerjasama dengan lintas

sekotral. Kerjasama lintas sektor seperti:

1) Komunitas peduli ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) dimana

komunitas tersebut anggotanya dari masyarakat Bantur itu sendiri.

Komunitas peduli ODGJ ini ikut membantu dalam pelaksanaan

program CMHN yang sedang berlangsung misalnya mereka

menyiapkan tempat untuk pasien gangguan jiwa melakukan TAK

(Terapi Aktivitas Kelompok).

2) Kelompok anak remaja TKI yang bekerja di Korea. Anggota

kelompok ini memberikan donasi kepada puskesmas Bantur yang

khususnya untuk polis jiwa untuk pelaksanaan program CMHN

(Community Mental Health Nursing) yang sedang berjalan di

Puskesmas Bantur.

3) Puskesmas Bantur juga bekerjasama dengan salah satu Pabrik Rokok

yang ada di Pasuruan. Pabrik rokok tersebut setiap 3-5 bulan sekali

memberikan donasi dana kepada Puskesmas Bantur khususnya ke

poli jiwa untuk pelaksanaan program CMHN (Community Mental

Health Nursing).

Gambaran tingkan CMHN (Community Mental Health Nursing)

yang di Puskesmas Bantur sudah dalam tingkatan AC-CMHN (Advance

Course). Keterlibatan keluarga dalam pelaksanaan program CMHN


sudah dijalankan. Keluarga membantu anggota keluarga yang mengalami

gangguan jiwadalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti

mengingatkan pasien untuk mandi dan menyiapkan peralatan untuk

mandi, melibatkan pasien dalam kegiatan sehari-hari misalnya

membersihkan rumah dan melibatkan pasien dalam kegiatan masyarakat

dan kegiatan sosial misalnya mengikutsertakan mereka dalam kerja bakti

dan pengajian. Keluarga juga ikut dalam peningkatan kesehatan pasien

jiwa dengan mengingatkan pasien untuk melakukan kontrol ke

Puskesmas dan menemani pasien untuk melakukan kontrol ke

Puskesmas. Puskesmas Bantur tidak hanya mengikutsertakan keluarga

dalam berjalannya program CMHN, tetapi puskesmas Bantur juga

bekerjasama dengan salah satu institusi pendidikan yang ada di Malang

untuk memperlancar kegiatan CMHN yang sedang berlangsung.

B. KONSEP DIABETES MELITUS

1. Pengertian

Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan kesehatan yang berupa

kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa)

darah akibat kekurangan ataupun retensi insulin. Penyakit ini sudah lama

dikenal, terutama dikalangan keluarga, khususnya keluarga yang berbadan

besar (kegemukan) bersama gaya hidup “tinggi” atau modern. Akibatnya,

kenyataan menunjukan Diabetes Melitus telah menjadi penyakit

masyarakat umum, menjadi beban kesehatan masyarakat, meluas dan

membawa banyak kecacatan dan kematian (Bustam, 2015)


Diabetes mellitus (DM) adalah suatu gangguan kesehatan dimana

berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh meningkatnya kadar gula

(glukosa) dalam darah akibat dari kekurangan ataupun resistensi insulin

(Bustan, 2015). Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang dapat

terjadi ketika tubuh tidak mampu untuk memproduksi cukup insulin atau

tidak mampu menggunakan insulin (resistensi insulin) (IDF, 2015)

2. Etiologi

Pada umumnya diabetes mellitus disebabkan karena rusaknya sel-sel

pulau langerhans pada pankreas yang bertugas menghasilkan insulin, oleh

karena itu terjadilah kekurangan insulin (Hasdiana, 2012). Sedangkan untuk

Diabetes dengan Ulkus disebabkan oleh:

1) Faktor endogen :

a. Neuropati

Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan

dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah

terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan

peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan

hilangnya tonus vaskuler

b. Angiopati

Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor

resiko lain.
c. Iskemia

Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan

pembuluh darah) pada pembuluh darah besar tungkai

(makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai,

bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene

yang luas.

Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor: Adanya

hormone aterogenik, Merokok, Hiperlipidemia Manifestasi kaki

diabetes iskemia: Kaki dingin, Nyeri nocturnal, Tidak terabanya

denyut nadi, Adanya pemucatan ekstrimitas inferior, Kulit

mengkilap, Hilangnya rambut dari jari kaki, Penebalan kuku,

Gangrene kecil atau luas

Menurut Smeltzer dan Bare (2008), penyebab dari diabetes

mellitus tipe II/NIDDM adalah masih belum diketahui, faktor genetic

diperkirakan memegang peranan penting terhadap proses terjadinya

resistensi insulin. Selain itu terdapat juga faktor-faktor resiko tertentu yang

ada hubungannya dengan proses kejadian diabetes mellitus yaitu:

a. Usia (resistensi insulin cendrung terjadi peningkatan pada usia diatas

40 tahun)

b. Obesitas (kegemukan)

c. Riwayat keluarga (genetic)


d. Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik lebih besar

kemingkinan terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan

golongan Afro).

Tubuh manusia mengubah makanan tertentu menjadi glukosa, yang

merupakan suplai energy utama untuk tubuh. Insulin dari sel-sel beta

pancreas perlu untuk membawa glukosa ke dalam sel-sel tubuh dimana

glukosa digunakan untuk metabolism sel. Diabetes mellitus terjadi ketika

sel beta tidak mampu memproduksi insulin (diabetes mellitus tipe 1) atau

memproduksi insulin dalam jumlah yang tidak cukup (diabetes mellitus

tipe 2). Akibatnya, glukosa tidak masuk kedalam sel, melainkan tetap

didalam darah. Naiknya kadar glukosa didalam darah menjadi sinyal bagi

pasien untuk meningkatkan asupan cairan dalam upaya mendorong

glukosa keluar dari tubuh dalam urin. Penderita kemudian menjadi haus

dan urinasi meningkat. Sel-sel menjadi kekurangan energy karena

berkurangnya glikosa dan memberi sinyal kepada pasien untuk makan,

membuat pasien menjadi lapar. Ada tiga tipe DM. tipe 1, dikenal sebagai

insulin-dependent (IDDM), dimana sel beta dirusak oleh proses autoimun;

tipe 2, dikenal sebagai non- insulin-dependent (NIDDM), di mana sel beta

memproduksi insulin dalam jumlah kurang dan gestasional diabetes

mellitus (DM yang terjadi selama kehamilan) (Jacson.,et al 2014).

3. Faktor Pencetus Terjadinya Diabetes Melitus

Berikut ini beberapa faktor resiko DM yang tidak dapat dubah

diantaranya adalah:
a. Faktor Genetik (Keturunan)

Seseorang memiliki resiko terserang diabetes jika salah satu atau

kedua orang tuanya adalah penderita diabetes. Anak laki-laki memiliki

kemungkinan menjadi penderita, sedangkan anak perempuan

merupakan pembawa gen dan memiliki kemungkinan mewariskan ke

anak-anaknya. Anak dari penderita diabetes sejak dini sebaiknya

menjaga pola makan dan rutin berolahraga untuk memperkecil

kemungkinan terserang penyakit ini. Yang tidak kalah penting adalah

mengindari stress.

b. Faktor Usia

Saat usia lanjut secara fisiologis fungsi tubuh akan menurun

dimana suatu proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi

insulin sehingga menyebabkan kemampuan fungsi tubuh terhadap

pengendalian glukosa darah yang tinggi menjadi kurang optimal.

Dimana proses aging ini menyebabkan penurunan sekresi atau

resistensi insulin sehingga terjadi kerusakan makroangiopati, yang

akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah dimana salah satunya

pembuluh darah membesar atau sedang di tungkai yang lebih mudah

terjadi ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006 dalam Waspadji, 2006)

Lama Menderita Diabetes Mellitus yaitu 10 Tahun. Pada

penderita diabetes mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih,

akan muncul komplikasi apabila kadar glukosa darah tidak terkendali,

komplikasi berhubungan dengan vaskuler sehingga dapat mengalami


makroangiopati dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan

neuropati yang mengakibatkan menurunya sirkulasi darah dan adanya

robekan/luka pada kaki penderita diabetes mellitus yang sering tidak

dirasakan karena terjadinya gangguan neuropati perifer (Tambunan,

2006 dalam Waspadji, 2006).

Faktor-faktor resiko yang dapat diubah :

a. Neuropati (sensorik, motorik, perifer)

El-Sayed dan Hassanein (2015) menyatakan gejala dari

neuropati diantaranya adalah mati rasa dan kehilangan sensasi. Para

peneliti percaya bahwa proses kerusakan saraf berhubungan dengan

konsentrasi glukosa yang tinggi dalam darah, yang dapat

menyebabkan kerusakan kimia pada saraf dan mengganggu saraf

sensorik yang normal. Mati rasa dan hilangnya sensasi rasa di daerah

kaki membuat penderita sulit untuk mengidentifikasi proses penyakit

seperti infeksi yang akan menjadi ulserasi dan nekrosis.

b. Obesitas

Pada obesitas dengan index masa tubuh 23 kg/m (wanita) dan

index masa tubuh 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang berlebih

akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi

10 U/ml, keadaan ini menunjukan hiperinsulinemia yang dapat

menyebabkan suatu aterosklerosis akan berdampak pada vaskulopati,

sehingga akan terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada


tungkai yang menyebabkan tungkai mudah terjadi ulkus/gangrene

sebagai bentuk dari kaki diabetes (Tambunan, 2006).

c. Hipertensi

Hipertensi pada pasien diabetes mellitus karena adanya

viskositas darah yang tinggi akan menjadi menurunnya aliran darah

sehingga dapat terjadi defisiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang

tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg sehingga bisa merusak atau

mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan terjadi pada endotel

sehingga berpengaruh pada makroangiopati melalui proses adhesi dan

agregasi trombosit yang berakibat defisiensi vaskuler sehingga dapat

terjadinya ulkus (Tambunan, 2006).

d. Glikolisis Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol

Glikolisis hemoglobin yaitu terikatnya suatu glukosa yang

masuk dalam sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk

hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikolisis Hemoglobin

(HbA1C) 6,5% dapat menurunkan kemampuan pengikatan oksigen

oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang

selanjutnya terjadi poliferasi pada dinding sel otot polos sub endotel

(Waspadji, 2006).

e. Kadar Kolesterol Darah Tidak Terkontrol

Pada pasien diabetes sering juga ditandai adanya peningkatan

kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan pada konsentrasi

HDL (high density-lipoprotein) ditandai sebagai pembersih plak


biasanya rendah (45 mg/dl). Pada kadar trigliserida 150 mg/dl,

kolestrol total 200 mg/dl dan HDL 45 mg/dl akan mengakibatkan

buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan juga dapat

menyebabkan terjadinya hipoksia serta cedera jaringan, merangsang

reaksi peradangan dan aterosklerosis (Tambunan, 2006).

f. Kebiasaan Merokok

Saat penderita diabetes merokok 12 batang per hari mempunyai

resiko yaitu 3 kali untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan

dengan penderita DM yang tidak merokok. Dan akibat dari kandungan

nikotin yang ada didalam rokok dapat menyebabkan kerusakan

endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang

selanjutnya terjadi kebocoran sehingga terjadi lipoprotein lipase akan

memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah akan

timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis dapat berakibat insufisiensi

vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan

tibialis juga akan menurun (Tambunan, 2006).

g. Ketidak Patuhan Diit

Kepatuhan diit diabetes merupakan suatu upaya yang sangat

penting untuk pengendalian kadar gula dalam darah, kolesterol, dan

trigliserida mendekati normal sehingga dapat mencegah komplikasi

kronik, seperti luka kaki diabetik. Kepatuhan diit penderita DM


mempunyai tugas dan fungsi yang sangat penting yaitu dapat

mempertahankan berat badan normal, melancarkan kadar glukosa

dalam darah, memperbaiki profil lipid, menurunkan tekanan darah

sistolik dan diastolic, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan

memperbaiki system koagulasi darah (Tambunan, 2006)

h. Kurangnya Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik ini sangat bermanfaat dalam peningkatkan

sirkulasi darah, menurunkan berat badan, dan memperbaiki

sensitivitas terhadap insulin, sehingga dapat memperbaiki kadar gula

darah. Terkendalinya kadar gula dalam darah dapat mencegah

komplikasi kronik diabetes mellitus. Olahraga rutin (lebih dari 3 kali

seminggu dengan durasi 30 menit) akan memperbaiki metabolisme

karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan

memberi sumbangan terhadap penurunan berat badan (Tambunan,

2006).

i. Pengobatan Tidak Teratur

Pengobatan secara rutin, pengobatan intensif dapat mencegah

dan menghambat terjadinya komplikasi kronik, seperti luka kaki

diabetik. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara

tepat untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada penderita DM,

namun jika dilihat dari penelitian tentang kelainan akibat

aterosklerosis di tempat lain seperti jantung dan otak, obat seperti

aspirin dan lainnya yang sejenis dapat digunakan pada penderita DM


meskipun belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan

penggunaan secara rutin (Waspadji, 2006).

4. Jenis-Jenis Diabetes Melitus

Ada 3 jenis tipe dari penyakit diabetes yaitu (Ulya, 2012) :

a. Diabetes Mellitus tipe 1

Merupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak merespon sama

sekali dapat memproduksi hormon insulin. Pada pasien penyakit

diabetes tipe 1 ini tergantung dengan suntikan insulin dalam mengatur

gula darahnya. Sebagian besar penderita penyakit tipe ini adalah anak-

anak dan remaja.

b. Diabetes Mellitus tipe 2

Pada tipe ini terjadi karena penderita tidak kekurangan insulin

akan tetapi, insulin tersebut tidak dapat digunakan dengan baik

(resistensi insulin). Tipe penyakit ini merupakan penderita terbanyak

saat ini (90% lebih), dan sebagian terjadi pada mereka yang berusia

lebih dari 40 tahun, gemuk, dan mempunyai riwayat penyakit diabetes

dalam keluarga.

c. Diabetes Gestasional

Diabetes yang datang selama masa kehamilan karena pada saat

hamil terjadi perubahan hormonal dan metabolik sehingga dapat

ditemukan jumlah atau fungsi insulin yang tidak optimal yang dapat

menyebabkan terjadinya komplikasi yang meliputi preeclampsia,


kematian ibu, prematuritas, dan kematian neonatal. DM gestasional

meliputi 2-5 % dari seluruh diabetes (Arif.,et al 2001)

5. Manisfestasi Klinis

Gejala umum yang biasa timbul pada penderita diabetes

diantaranya adalah sering buang air kecil (poliuria) dan terdapat

kandungan gula pada urinnya (glukosuria) dimana efek langsung kadar

glukosa darah yang tinggi (melewati ambang batas ginjal). Poliuria dapat

mengakibatkan penderita merasa haus yang berlebihan sehingga membuat

penderita banyak minum (polidipsia). Poliuria juga dapat mengakibatkan

terjadinya polifagia (sering lapar), kadar glukosa darah yang tinggi dapat

membuat penderita diabetes tidak mampu diserap sepenuhnya oleh sel-sel

jaringan tubuh. Penderita akan kekurangan energy, mudah lelah, dan berat

badan menurunn (Purwatresna, 2012).

Meneurut Purwatresna (2012) ada beberapa tanda-tanda dan gejala

dari diabetes mellitus yaitu:

a. Tipe I

1) Serangan cepat karena tidak ada insulin yang diproduksi

2) Nafsu makan meningkat (polyphagia) karena sel-sel kekurangan

energy, sinyal bahwa perlu makan banyak.

3) Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang

glukosa

4) Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha membuang

glukosa
5) Berat badan turun karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam

sel

6) Sering infeksi karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa

7) Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa di

dalam darah menghalangi proses kesembuhan

b. Tipe II

1) Serangan lambat karena sedikit insulin diproduksi

2) Haus meningkat (polydipsia) karena tubuh berusaha membuang

glukosa

3) Urinasi meningkat (polyuria) karena tubuh berusaha membuang

glukosa

4) Infeksi kandida karena bakteri hidup dari kelebihan glukosa

5) Penyembuhan tertunda/lama karena naiknya kadar glukosa di

dalam darah menghalangi proses penyembuhan

c. Gestasional

1) Asimtomatik

2) Beberapa pasien mungkin mengalami haus yang meningkat

(polydipsia) karena tubuh berusaha membuang glukosa.

d. Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus

panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa

hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian

distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh


darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P

yaitu:

1) Pain (nyeri)

2) Paleness (kepucatan)

3) Paresthesia (kesemutan)

4) Pulselessness (denyut nadi hilang)

5) Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis

menurut pola dari fontaine:

1) Stadium I: asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

2) Stadium II: terjadi klaudikasio intermiten

3) Stadium III: timbul nyeri saat istitrahat.

4) Stadium IV: terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia

(ulkus)

Klasifikasi Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetic

menjadi enam tingkatan, yaitu:

1) Derajat 0: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan

kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw atau

callus “.

2) Derajat I: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

3) Derajat II: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang

4) Derajat III: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.


5) Derajat IV: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau

tanpa selulitis

6) Derajat V: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

6. Fisiologi Normal Diabetes Melitus

Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu

dari empat tipe sel dalam pulau-pulau langerhans pancreas. Insulin

merupakan hormone anabolic atau hormone untuk menyimpan kalori. Jika

seseorang makan-makanan, maka sekresi insulin akan mengalami

peningkatan sehingga menggerakkan glukosa ke dalam sel-sel otot, serta

lemak. Dalam sel-sel tersebut, insulin menimbulkan efek berikut ini:

a. Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam

bentuk glikogen

b. Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan

adipose

c. Mempercepat pengangkutan asam-asam amino (yang berasal dari

protein makanan) ke dalam sel.

d. Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein, dan lemak

yang disimpan.

Selama puasa (antara jam makan dan jam tidur malam), pancreas

akan bekerja melepaskan secara terus menerus sejumlah insulin bersama

dengan hormone pancreas lain yang disebut glucagon (hormone ini

disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans). Insulin dan glucagon

bekerja secara bersama-sama mempertahankan kadar glukosa yang


konstan dalam darah dengan menstimulasi pelepasan glukosa dari hati.

Awal mulanya hati akan menghasilkan glukosa melalui pemecahan

glikogen (glikogenolisis). Setelah 8 hingga 12 jam tanpa makanan, hati

akan membentuk glukosa dari hasil pemecahan zat-zat selain karbohidrat

yang mencakup asam amino (glukoneogenesis) (Smeltzer dan Bare, 2008).

7. Komplikasi Diabetes Melitus Tipe II

a. System kardiovaskular (peredaran darah jantung) seperti hipertensi,

infark miokard (gangguan pada otot jantung).

b. Mata: retinophaty diabetika, katarak

c. Paru-paru: TBC (tuberculosis)

d. Ginjal: pielonefritis (infeksi pada piala ginjal), Glumerulosklerosis

(pengerasan p ada glumerulus)

e. Hati: sirosis hepatis (pengerasan pada hati)

f. Diabetic Foot Ulcures

Penderita diabetes sulit menyembuhkan luka terbuka yang

dialaminya karena kadar glukosa yang tinggi dapat menyebabkan

penyempitan pembuluh darah (vasokontriksi). Akibatnya sirkusasi

darah menjadi terganggu dan mengakibatkan transportasi nutrisi serta

oksigen pada luka menjadi terhambat sehingga penyembuhan luka

berjalan sangat lambat. Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit

atau selaput lender dan Ulkus adalah ke-matian jaringan yang luas dan

disertai invasive kuman saprofit.Adanya kuman saprofit tersebut

menyebabkan ulkus berbau.


Ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan

perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus terjadi karena

arteri menyempit dan selain itu juga terdapat gula berlebih pada

jaringan yangmerupakan media yang baik sekali bagi kuman, ulkus

timbul pada daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma pada

daerah telapak kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1

cm berisimassa jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta di atas. Tiga

proses yang berbeda berperan pada masalah kaki diabetik :

1) Iskemia yang disebabkan oleh makroangiopati dan mikroangiopati

2) Neuropati : sensorik, motorik, dan otonom

3) Sepsis : jaringan yang mengandung glukosa tersaturasi menunjang

pertumbuhan bakteri.

C. KONSEP KECEMASAN

1. Definisi

Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar

karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai respon (penyebab

tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak

menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang

bahaya akan datang memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi

ancaman. Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan,

serta bencana dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan

psikologis. Salah satu contoh dampak psikologis adalah timbulnya

kecemasan atau ansietas (Yusuf, 2015).


Kecemasan merupakan perasaan tidak tenang yang samar-samar

karena ketidak nyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons

(penyebab tidak spesifik atau tidak diketahui ). Stuart (2012) menyatakan

bahwa Kecemasan adalah perasaan tidak tenang yang samar-samar karena

ketidak nyamanan atau ketakutan yang disertai dengan ketidakpastian,

ketidak berdayaan, isolasi, dan ketidak amanan. Perasaan takut dan tidak

menentu dapat mendatangkan sinyal peringatan tentang bahaya yang akan

datang dan membuat individu untuk siap mengambil tindakan menghadapi

ancaman.

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini

tidak memiliki objek yang spesifik. Cemas dialami secara subjektif dan

dikomunikasikan secara interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut.

Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual akan bahaya.

Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi

tingkat cemas yang berat tidak sejalan dengan kehidupan. Cemas merupakan

respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan

dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari.

Kecemasan pada individu merupakan pengalaman yang subjektif, dapat

memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan sumber penting dalam

usaha memelihara keseimbangan hidup (Hawari, 2011).


2. Proses Terjadinya Masalah

a. Faktor predisposisi

Strepredisposisi adalahsemua ketegangan dalam kehidupan yang

dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ketegangan dalam kehidupan

tersebut dapat berupa (Eko Prabowo, 2014) :

1) Peristiwa trumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan

dengan krisis yang di alami individu baik krisis perkembangan atau

situasiona.

2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan

dengan baik, id dan super ego atau antar.

3) Konsep diri tergangggu akan menimbulkan ketidak mampuan individu

berpikir secara realitas sehinga akan menimbulkan kecemasan.

4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil

keputusan yang berdampak terhadap ego.

5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan

ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep

diri individu.

6) Pola mekanisme keluarga atau pola keluarga menangani stress akan

mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang di

alami karena polamekanisme koping individub banyak di pelajari

dalam keluarga.

7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi

respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi

kecemasannya.
b. Faktor prespitasi

Faktor prespitasi adalah semua ketgangan dalam kehidupan yang

dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor prespitasi kecemasan

di kelompokkan menjadi du abagian, yaitu (Eko Prabowo, 2014):

1) Ancaman terhadap integritas kulitketegangan yang mengancam

integritas fisik yang meliputi :

a) Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisisologis sistem

imun, regulasi suhu tubuh, perubhan biologis normal.

b) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan

bakteri, polusi lingkungan, kecelakaan, kekuranagan nutrisi,

tidakadekuatnya tempat tinggal .

2) Anacaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal

a) Sumber internal kesulitan dalam berhubungan interpersonal

dirumah tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai

ancaman terhadap integritas fisisk juga dapat mengancam harga

diri.

b) Sumber eksternal orang yang dicinta berperan, perubahan status

pekerjaan tekanan kelompok sosial.

Menurut Stuart dan Sundeen (2012) ada beberapa teori penyebab

kecemasan pada individu antara lain:

a. Teori psikoanalatik

Teori psikoanalatik terjadi karna adanya konflik yang terjadi antara

emosinal elemen kepribadian, yaitu id dan super ego. Id mewakili


insting, super ego mewakili hati nurani, sedangkan ego berperan

menengahi konflik yang terjadi antara dua elemen yang bertentangan.

Timbulnya kecemasn merupakan upaya peningkatan ego dan bahaya.

b. Teori interpersonal

Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap adanya penolakan

dan tidak adanya penerimaan interpersonal.

c. Teori perilaku (Bevarior)

Kecemasan merupakan prodk frustasi yaiti segala sesuatu yang

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan.

d. Teori prespektif keluarga

Kajian keluaraga menunjukkan pola interaksi yang terjadi dalam

keluarga. Kecemasan menunjukkan adanya pola interaksi yang

maladaptive dalam system keluarga.

e. Teori perspektif biologis

Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor

khususnya yang mengatur kecamasan.

3. Tanda & Gejala Kecemasan

Gejala klinis kecemasan menurut Hawari (2011), keluhan-keluhan

yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan

antara lain:

a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah

tersinggung. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

b. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang.


c. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

d. Gangguan konsenterasi dan daya ingat.

e. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang

pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan

pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

4. Rentang Respon Tingkat Kecemasan

Rentang respon sehat-sakit dapat dipakai untuk menggambarkan

respon adaptif- maladaptif pada kecemasan.

Adaptif Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Panik Berat

(Sumber: Stuart, 2013)

5. Karakteristik Kecemasan

Menurut Asmadi (2009), tiap tingkatan kecemasan mempunyai

karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain. Manifestasi

kecemasan yang terjadi bergantung pada kematangan pribadi, pemahaman

dalam menghadapi ketegangan, harga diri, dan mekanisme koping yang

digunakannya.
Tabel 2.1
Tingkat Kecemasan dan Karakteristik, Teknik Prosedural Keperawatan
Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien
Tingkat Karakteristik
kecemasan
Kecemasan 1. Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-
Ringan hari, kewaspadaan meningkat, persepsi terhadap
lingkungan meningkat, dapat menjadi motivasi positif
untuk belajar dan menghasilkan kreativitas.
2. Respons fisiologis: sesekali napas pendek, nadi dan
tekanan darah meningkat sedikit, gejala ringan pada
lambung, muka berkerut, serta bibir bergetar.
3. Respons kognitif: mampu menerima rangsangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan
masalah secara efektif, dan terangsang untuk melakukan
tindakan.
4. Respons perilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang,
tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang
meninggi.
Kecemasan 1. Respons fisiologis: sering napas pendek, nadi ekstra sistol
Sedang dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia
diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih, dan letih.
2. Respons kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi
menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu
diterima.
3. Respons perilaku dan emosi: gerakan tersentak- sentak,
terlihat lebih tegang, bicara banyak dan lebih cepat, susah
tidur, dan perasaan tidak aman.
Kecemasan 1. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan
Berat mengabaikan hal yang lain.
2. Respons fisiologis: napas pendek, nadi dan tekanan darah
naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan berkelabut,
serta tampak tegang.
3. Respons kognitif: tidak mampu berpikir berat lagi dan
membutuhkan banyak pengarahan / tuntutan, serta lapang
persepsi menyempit.
4. Respons perilaku dan emosi: perasaan terancam meningkat
dan komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat).
Panik 1. Respons fisiologis: napas pendek, rasa tercekik dan
palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya
koordinasi motorik.
2. Respons kognitif: gangguan realitas, tidak dapat berpikir
logis, persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi,
dan ketidakmampuan memahami situasi.
3. Respons perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan
marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan
kendali/kontrol diri (aktivitas motorik tidak menentu),
perasaan terancam, serta dapat berbuat sesuatu yang
membahayakan diri sendiri dan/ atau orang lain.
(Sumber : Asmadi, 2009)

6. Skala Kecemasan

Skala kecemasan menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

terdiri dari 14 item, meliputi (Mirianti, 2011):

a. Perasaan cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

b. Ketegangan : merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan

lesu.

c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal

sendiri dan takut pada binatang besar dll.

d. Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur

tidak pulas dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

f. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby,

sedih, perasaan tiak menyenangkan sepanjang hari.


g. Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, geretakan gigi, suara

tidak stabil, dan kedutan otot.

h. Gejala sensori : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah

dan pucat serta merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras dan

detak jantung hilang sekejap.

j. Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering

menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

k. Gejala gastrointestnal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun,

mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan

panas diperut.

l. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing,

aminorea, ereksi lemah atau impotensi.

m. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu

roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

Prilaku sewaktu wawancara : gelisah jari-jari gemetar, mengkerutkan

dahi atau kening, muka tegang.

7. Akibat

Dapat berasal dari sumber internal dan eksternal dapat diklasifikasikan

dalam dua jenis, yaitu (Eko Prabowo, 2014) :

a. Ancaman terhadap integitas seseorang meliputi ketidakmampuan

fisiologis yang akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk melakukan

aktivitas hidup sehari-hari. Pada ancaman ini stressor yang berasal dari
sumber eksternal adalah faktor-faktor-faktor yang dapat menyebabakan

gangguan fisik (misal: infeksi virus dan polusi udara). Sedangkan yang

enjadi sumber internalanya adalah kegagalan mekanisme fisisologi tubuh

(misalnya: sitem jantung, sistem imun pengaturan suhu dan perubahan

fisologis selama kehamilan).

b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan indetitas,

harga diri dan fungsi social yang teringretisasi seseorang. Ancaman yang

berasal dari sumber internal berupa gangguan hubungan interpersonal di

rumah tempat kerja atau menerima pesan baru

8. Mekanisme Koping

Tingkat kecemasan sedang dan berat menimbulkan dua jenis

mekanisme koping yaitu sebagai berikut (AH.Yusuf, 2015) :

a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan

berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan

situasi stres, misalnya perilaku menyerang untuk mengubah atau

mengatasi hambatan pemnuhan kebutuhan. Menarik diri untuk

memindahkan dari sumber stres. Kompromi untuk mengganti tujuan atau

mengorbankan kebutuhan personal.

b. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi kecemasan ringan dan

sedang, tetapi berlangsung tidak sadar, melibatkan penipuan diri, distorsi,

dan bersifat meladaptif.


9. Penatalaksanaan

Menurut Hawari (2012) penatalaksanaan asietas pada tahap

pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat

holistik, yaitu mencakup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,

psikososial dan psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut :

a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

1) Makan makan yang bergizi dan seimbang.

2) Tidur yang cukup.

3) Cukup olahraga.

4) Tidak merokok.

5) Tidak meminum minuman keras.

b. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan pada klien

1) kaji tanda dan gejala kecemasan dan kemampuan klien dalam

mengurangi kecemasan.

2) jelaskan proses terjadinya kecemasan

3) latih cara mengatasi kecemasan :

a) Tarik nafas dalam

b) Distraksi

c) Hipnosis 5 jari yang fokus pada hal positif

(1) jempol dan telunjuk di satukan, dan bayangkan saat badan

sehat.

(2) jempol dan jari tengah di satukan, dan bayangkan orang yang

peduli dan sayang pada saudara


d) jempol dan jari manis di satukan, dan bayangkan saat saudara

mendapat pujian dan prestasi

e) jempol dan kelingking di satukan, dan bayangkan tempat yang

paling saudara sukai.

f) Kegiatan spritual

4) bantu klien untuk melakukan latihan sesuai dengan jadwal kegiatan.

Tindakan pada keluarga

Tindakan keperawatan pada keluarga

1) Kaji masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien yang

mengalami kecemasan

2) Jelaskan pengertian penyebab tanda dan gejala, dan proses terjadinya

kecemasan serta mengambil keputusan merawat klien

3) Latih keluarga cara merawat dan membimbing klien mengatasi

kecemasan sesuai dengan arahan keperawatan yang telah di berikan

kepada klien

4) Latih keluarga menciptakan suasana dan lingkungan yang mendukung

perawatan kecemasan klien

5) Diskusikan tanda dan gejala kecemasan yang memerlukan rujukan

segera serta menganjurkan follow up ke fasilitas layanan kesehatan

secara teratur.

c. Terapi somatik.

Gejala atau keluhan fisik (somatic) sering dijumpai sebagai gejala

ikutan atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk

menghilangkan keluhan-keluhan somatic (fisik) itu dapat diberikan obat-

obatan yang ditujukan pada organ pada tubuh yang bersangkutan.


d. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antar lain:

1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan

dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan

diberika keyakinan serta percaya diri.

2) Psikoterapi reedukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi

diri bila diulang bahwa ketidak mampuan mengatasi kecemasan.

3) Psikoterapi rekontruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali

(rekontruksi) kepribadian yang teah menglami goncangan akibat

stresor.

4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu

kemampuan untuk berfikir secara rasonal, konsentrasi dan daya

ingkat.

5) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan

proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa

seseorang tidak mampu menghadapi stresor psikososial sehingga

mengalami kecemasan.

6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan,

agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor

krluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.

7) Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubunganya

dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai

problem kehidupan yang merupakan stresor psikososial.


D. HIPOTIS LIMA JARI

1. Pengertian

Relaksasi adalah suatu teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi

ketegangan dan kecemasan. Relaksasi yang diberikan kepada pasien dengan

menegangkan otot-otot tertentu dan kemudian relaksasi (Smaltzet and Bare,

2002).

Hipnotis adalah salah satu cabang megic yang di gunakan untuk

bermain dengan alam bawah sadar manusia. Setelah seseorang memasuki

alam bawah sadarnya,kita bisa menanamkan sugesti tertentu dalam pikiran

mereka,dan membuat mereka melakukan hal hal yang kita perintahkan.

Hipnotis lima jari adalah intervensi keperawatan untuk mengurangi

kecemasan dengan cara membantu klien untuk menghipnotis dirinya sendiri

dengan membayangkan kejadian kejadian menyenangkan dalam hidupnya.

2. Tujuan

Tujuan dari teknik hipnotis 5 jari adalah:

a. Tujuan pokok, yaitu membantu oran menjadi rileks dan dengan demikian

dapat memperbaiki aspek kesehatan fisik.

b. Membantu individu untuk mengontrol diri dan memfokuskan perhatian

sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada dalam situasi

yang menegangkan

c. Untuk membantu mengurangi kecemasan


3. Manfaat

Ada beberapa manfaat dari penggunaan hipnotis 5 jari menurut

Walker dkk, 2013 yaitu :

a. Memberikan ketenangan batin bagi individu

b. Mengurangi rasa cemas, khawatir dan gelisah

c. Mengurangi tekanan dan ketenangan jiwa

d. Mengurangi tekanan darah, detak jantung jadi lebih rendah dan tidur

menjadi nyenyak.

4. Persiapan Teknik Relaksasi

a. Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan sebelum menerapkan teknik

relaksasi antara lain:

Lingkungan Fisik

1) Kondisi Ruangan

Ruang yang digunakan untuk latihan relaksasi harus tenang, segar,

nyaman, dan cukup penerangan sehingga memudahkan konseli untuk

berkonsentrasi.

2) Kursi

Dalam relaksasi perlu digunakan kursi yang dapat memudahkan

individu untuk menggerakkan otot dengan konsentrasi penuh; seperti

menggunakan sofa, kursi yang ada sandarannya atau mungkin dapat

dilakukan dengan berbaring di tempat tidur.


3) Pakaian

Saat latihan relaksasi sebaiknya digunakan pakaian yang longgar

dan hal-hal yang mengganggu jalannya relaksasi (kacamata, jam

tangan, gelang, sepatu, ikat pingga) dilepas dulu.

4) Lingkungan yang ada dalam Diri Konseli

Individu harus mengetahui bahwa:

1) Latihan relaksasi merupakan suatu ketrampilan yang perlu dipelajari

dalam waktu yang relatif lama dan individu harus disiplin serta teratur

dalam melaksanakannya

2) Selama frase permulaan latihan relaksasi dapat dilakukan paling

sedikit 30 menit setiap hari, selama frase tengah dan lanjut dapat

dilakukan selama 15-20 menit, dua atau tiga kali dalam seminggu.

Jumlah sesion tergabtung pada keadaan individu dan stress yang

dialaminya

3) Ketika latihan relaksasi kita harus mengamati bahwa bermacam

macam kelompok otot secara sistematis tegang dan rileks

4) Dalam melakukan latihan relaksasi individu harus dapat membedakan

perasaan tegang dan rileks pada otot-ototnya

5) Setelah suatu kelompok otot rileks penuh, bila individu mengalami

ketidakenakan ketidakenakan, sebaiknya kelompok otot tersebut tidak

digerakkan meskipun individu mungkin merasa bebas bergerak

posisinya
6) Saat relaksasi mungkin individu mengalami perasaan yang tidak

umum, misalnya gatal pada jari-jari, sensasi yang mengambang di

udara, perasaan berat pada bagian-bagian badan, kontraksi otot yang

tiba-tiba dan sebagainya, maka tidak perlu takut; karena sensasi ini

merupakan petunjuk adanya relaksasi. Akan tetapi jika perasaan

tersebut masih mengganggu proses relaksasi maka dapat diatasi

dengan membuka mata, bernafas sedikit dalam dan pelan-pelan,

mengkontraksikan seluruh badan kecuali relaksasi dapat diulangi lagi.

7) Waktu relaksasi individu tidak perlu takut kehilangan kontrol karena

ia tetap berada dalam kontrol yang dasar

8) Kemampuan untuk rileks dapat bervariasi dari hari ke hari

9) Relaksasi akan lebih efektif apabila dilakukan sebagai metode kontrol

diri

5. Indikasi Hipnotis Lima Jari

a. Klien dengan kecemasan ringan sampai sedang

b. Klien dengan nyeri ringan sampai sedang

6. Langkah-langkah Hipnotis Lima Jari

a. Fase orientasi

1) Ucapkan Salam Terapeutik

2) Buka pembicaraan dengan topik umum

3) Evaluasi/validasi pertemuan sebelumnya

4) Jelaskan tujuan interaksi

5) Tetapkan kontrak topik/ waktu dan tempat


b. Fase Kerja

1) Ciptakan lingkungan yang nyaman

2) Bantu klien untuk mendapatkan posisi istirahat yang nyaman duduk

atau berbaring

3) Latih klien untuk menyentuh keempat jadi dengan ibu jari tangan

4) Minta klien untuk tarik nafas dalam sebanyak 2-3 kali

5) Minta klien untuk menutup mata agar rileks

6) Dengan diiringi musik (jika klien mau)/ pandu klien untuk

menghipnosisi dirinya sendiri dengan arahan berikut ini:

a) Jari telunjuk : membayangkan ketika sehat, sesehat-sehatnya

b) Jari tengah : bayangkan ketika kita bersama dengan orang orang

yang kita sayangi.

c) Jari manis : bayangkan ketika kita mendapat pujian.

d) Jari kelingking : membayangkan tempat yang pernah dikunjungi

yang paling membekas.

7) Minta klien untuk membuka mata secara perlahan

8) Minta klien untuk tarik nafas dalam 2-3 kali

c. Fase Terminasi

1) Evaluasi perasaan klien

2) Ealuasi objektif

3) Terapkan rencana tindak lanjut klien

4) Kontrak topik/ waktu dan tempat untuk pertemuan berikutnya

5) Salam penutup (Komalasari, G. dkk.2011).


Gambar

Jempol dan telunjuk di satukan, dan bayangkan saat badan sehat

Jempol dan jari tengah di satukan, dan bayangkan orang yang peduli dan
sayang pada saudara

Jempol dan jari manis di satukan, dan bayangkan saat saudara mendapat
pujian dan prestasi

Jempol dan kelingking di satukan, dan bayangkan tempat yang paling


saudara sukai.
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Faktor Predisposisi

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas

(Waryuningsih, 2021):

1) Teori Psikoanalitik

Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi

antara dua elemen kepribadian ID dan superego. ID

mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang,

sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang

dan dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang.

Ego atau Aku, berfungsi menengahi hambatan dari dua

elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah

mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Teori Interpersonal

Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak

adanya penerimaan dari hubungan interpersonal.

Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan,

trauma seperti perpisahan dan kehilangan sehingga

menimbulkan kelemahan yang spesifik. Orang dengan

harga diri rendah mudah mengalami perkembangan

ansietas yang berat.

3) Teori Perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala

sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Daftar tentang

pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa

dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yng

berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada

kehidupan selanjutnya.

4) Kajian Keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan ansietas

merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga.

Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara

gangguan ansietas dengan depresi.

5) Kajian Biologis

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor

khusus benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu

mengatur ansietas penghambat dalam aminobutirik.

Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin

memainkan peran utama dalam mekanisme biologis

berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya

endorfin. Selain itu telah dibuktikan kesehatan umum

seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi

terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan

gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas


seseorang untuk mengatasi stressor.

b. Faktor Presipitasi

Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal

atau eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2

kategori (Pratiwi., et al 2017):

1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi

ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau

menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup

sehari-hari.

2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat

membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang

terintegrasi seseorang.

c. Perilaku

Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui

perubahan fisiologi dan perilaku dan secara tidak langsung

melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping dalam upaya

melawan kecemasan. Intensitas perilaku akan meningkat sejalan

dengan peningkatan tingkat kecemasan.

Respon Fisiologis Terhadap Ansietas


Sistem Tubuh Respons
Kardiovaskuler a. Palpitasi.
b. Jantung berdebar.
c. Tekanan darah meningkat dan denyut nadi
menurun.
d. Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.

Pernafasan a. Napas cepat.


b. Pernapasan dangkal.
c. Rasa tertekan pada dada.
d. Pembengkakan pada tenggorokan.
e. Rasa tercekik.
f. Terengah-engah.
Neuromuskular a. Peningkatan reflek.
b. Reaksi kejutan.
c. Insomnia.
d. Ketakutan.
e. Gelisah.
f. Wajah tegang.
g. Kelemahan secara umum.
h. Gerakan lambat.
i. Gerakan yang janggal
Gastrointestinal a. Kehilangan nafsu makan.
b. Menolak makan.
c. Perasaan dangkal.
d. Rasa tidak nyaman pada abdominal.
e. Rasa terbakar pada jantung.
f. Nausea.
g. Diare.

Perkemiha a. Tidak dapat menahan kencing.


n b. Sering kencing.

Kulit a. Rasa terbakar pada mukosa.


b. Berkeringat banyak pada telapak tangan.
c. Gatal-gatal.
d. Perasaan panas atau dingin pada kulit.
e. Muka pucat dan bekeringat diseluruh tubuh.
Respon Perilaku Kognitif
Sistem Respons
Perilak a. Gelisah.
u b. Ketegangan fisik.
c. Tremor.
d. Gugup.
e. Bicara cepat.
f. Tidak ada koordinasi.
g. Kecenderungan untuk celaka.
h. Menarik diri.
i. Menghindar.
j. Terhambat melakukan aktifitas

Kognitif a. Gangguan perhatian.


b. Konsentrasi hilang.
c. Pelupa.
d. Salah tafsir.
e. Adanya bloking pada pikiran.
f. Menurunnya lahan persepsi.
g. Kreatif dan produktif menurun.
h. Bingung.
i. Khawatir yang berlebihan.
j. Hilang menilai objektifitas.
k. Takut akan kehilangan kendali.
l. Takut yang berlebihan.
Afektif a. Mudah terganggu.
b. Tidak sabar.
c. Gelisah.
d. Tegang.
e. Nerveus.
f. Ketakutan.
g. Alarm.
h. Tremor.
i. Gugup.
j. Gelisah.

d. Sumber Koping

Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan

menggerakkan sumber koping tersebut di lingkungan. Sumber

koping tersebut sebagai modal pokok dalam kemampuan


penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya

dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang

menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang

berhasil.

e. Mekanisme Koping

Ketika mengalami ansietas individu menggunakan

berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya serta

ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif

merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.

Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.

Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis

mekanisme koping:

1) Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang

disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi

secara realitis tuntutan situasi stress.

2) Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas

ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar

dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka

mekanisme ini dapat merupakan respon maladaptif terhadap

stress.

2. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa yang biasanya muncul adalah:


a. Koping Individu Tidak Efektif

b. Kecemasan

c. Ketidakberdayaan

d. Isolasi Sosial

e. Perubahan Proses Berfikir

3. Intervensi Keperawatan Kecemasan

Tujuan:

a. Klien mampu mengenal pengertian penyebab tanda gejala dan akibat

b. Klien mampu mengetahui cara mengatasi ansietas

c. Klien mampu mengatasi ansietas dengan melakukan Hipnosis lima

jari

d. Klien mampu merasakan manfaat dari latihan yang dilakukan

e. Klien mampu membedakan perasaan sebelum dan sesudah latihan

Tindakan:

a. Kaji tanda dan gejala ansietas dan kemampuan klien mengurangi

kecemasan

b. Jelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat dari kecemasan

c. Latihan cara mengatasi kecemasan:

1) Hipnosis 5 jari fokus padahal-hal yang positif

2) Bantu klien melakukan latihan sesuai dengan jadwal kegiatan


DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2009. Konsep dan Aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba
Medika

Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Fortinash, K. M. & Worret, P. A. H., 2004, Psychiatri Mental Health Nursing, 3rd
Edition, Mosby, USA.

Hawari, D. 2011. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI.

Hawari, Dadang. 2012. Manajemen Stres Cemas Dan Depresi. Jakarta: FKUI.

Hastuti Yuli, Arumsari Ayu. 2015. Pengaruh Terapi Hipnotis Lima Jari Untuk
Menurunkan Kecemasan Pada Yang Sedang Menyusun Skripsi Di Stikes
Muhammadiyah Klaten. Klaten

Indah Kumalasari. 2013. Pengaruh Terapi Hipnotis Lima Jari Terhadap


Penurunan Kecemasan Lansia di Desa Beteng.

Smeltzer & Bare. (2001). Buku AjarKeperawatan Medikal-Bedah Brunner


&Suddarth Vol 2. Jakarta : EGC

Stuart W Gail(2012). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5revisi. Jakarta : EGC

Stuart, G.W., 2013. Principles and practice of Psychiatric Nursing. (7th ed).
Philadelphia. Mosby.

Prabowo, Eko(2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Nuha Medika

Katz, C., Stein, M.B., Sareen, J., 2013. Anxiety Disorders in the DSM-5: New
Rules on Diagnosis and Treatment. Mood and Anxiety Disorders Rounds.
Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments. 2:1-4

Yosep, Iyus, Sutini, Titin(2014). Buku ajar keperawatan jiwa (dan Advance
mental healyh nursing). Bandung: Refika Aditama

Yusuf, Ah dkk. 2015.Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan:SalembaMedika

Anda mungkin juga menyukai