Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia pada saat ini menghadapi pergeseran pola penyakit dari penyakit menular
menjadi penyakit tidak menular (PTM). Prevalensi beberapa PTM utama meningkat,
sementara penyakit menular masih tinggi, lebih diperparah lagi oleh munculnya penyakit
baru dan penyakit lama yang muncul kembali. 1 Menurut berbagai penelitian epidemiologi,
masalah penanganan PTM dan faktor risikonya justru terjadi pada masyarakat golongan
sosial ekonomi rendah. Kematian akibat PTM di negara-negara maju terus menurun,
sebaliknya di negara-negara berkembang justru meningkat.1,2
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 10 besar
penyebab kematian di Indonesia, enam diantaranya tergolong PTM. Stroke merupakan
penyebab kematian tertinggi 15,4%, disusul Tuberkulosis 7,5%, hipertensi 6,8%, cedera
6,5%, perinatal 6,0%, diabetes melitus 5,7%, tumor 5,7%, penyakit hati 5,2%, penyakit
jantung iskemik 5,1%, dan penyakit saluran nafas bawah 5,1%.3
Riskesdas 2007 juga menyebutkan bahwa, prevalensi hipertensi umur >18 tahun di
Indonesia mencapai 31,7%, namun hanya 23,9% kasus saja yang terdiagnosis/minum obat.
Prevalensi diabetes mellitus adalah 5,7%, sudah terdiagnosis 1,5%, sedangkan 4,2% baru
terdiagnosis saat penelitian dilakukan.3
WHO pada tahun 2008 memprediksikan bahwa di Indonesia, 63% (sekitar 1 juta)
kematian diakibatkan oleh PTM, 9% kematian akibat cedera dan 28% akibat penyakit
menular, maternal, perinatal dan malnutrisi. 4
Sejalan dengan perkembangan perekonomian dan layanan kesehatan di Indonesia,
terjadi pula perubahan demografis - struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke arah
struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Perubahan ini ikut berperan
terhadap pergeseran pola penyakit (transisi epidemiologi), penyakit menular cenderung
menurun sedangkan PTM cenderung meningkat. Untuk menghadapi perubahan pola penyakit
ini, diperlukan perubahan strategi pelayanan kesehatan.
WHO memperkirakan bahwa 90% penyakit diabetes tipe-2, 80% penyakit
kardioserebrovaskular dan 33% penyakit kanker sebenarnya dapat dicegah dengan
mengkonsumsi diet sehat, olahraga cukup dan tidak merokok. Maka, upaya prevensi dan
promosi harus digalakkan dan diupayakan dapat menjangkau seluruh golongan sosial
ekonomi, termasuk golongan sosial ekonomi bawah.
Dewasa ini, pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat terbebani oleh
peningkatan kebutuhan terhadap penanganan penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes, dan
1
penyakit paru kronik. Upaya penambahan fasilitas di rumah sakit tersier yang disertai
pengadaan alat-alat canggih memakan sebagian besar anggaran kesehatan, padahal fasilitas
semacam itu hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil saja dari masyarakat. Akibatnya
upaya promosi, prevensi dan deteksi dini terhadap mereka yang mempunyai faktor risiko
PTM, tidak terlaksana. 5
Langkah-langkah yang dijalankan dalam Pengendalian PTM mencakup: tujuan dan
penetapan target nasional, penilaian hasil penanganan PTM, memperluas jaringan kemitraan,
dan melakukan pendekatan kesehatan dalam berbagai kebijakan, memperkuat sistem
kesehatan dan pelayanan kesehatan di tingkat primer seperti pelayanan di Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas), serta membentuk kapasitas nasional maupun institusional yang
mampu melaksanakan program penanganan PTM.6
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan terdepan perlu direvitalisasi, agar mampu
memberikan kontribusi besar dalam upaya pengendalian PTM. Dibutuhkan komitmen yang
tinggi dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan puskesmas. Jejaring yang
efektif dan efisien perlu diciptakan, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia hendaknya
ditingkatkan, tersedianya standar pelayanan minimum (SPM) yang komprehensif (holistik)
dan sarana/prasarana diagnostik, serta pengobatan sesuai SPM, juga didukung oleh sistem
informasi yang memadai.
Puskesmas mempunyai 3 fungsi utama yaitu sebagai: 1) pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, 2) pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam
pembangunan kesehatan, 3) pusat pelayanan kesehatan primer.
Dari penjelasan fungsi puskesmas ini, jelaslah bahwa puskesmas bukan saja berperan
menjalankan teknis medis, tetapi juga mengorganisasikan modal sosial yang ada di
masyarakat, agar terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan secara mandiri, sehingga
pelayanan yang dilaksanakan oleh puskesmas dapat memberikan hasil yang lebih baik karena
mampu menjangkau masyarakat luas dengan biaya lebih rendah.
Kombinasi antara teknologi mengelola PTM yang sudah tersedia dengan personil yang
terlatih dan sistem rujukan yang terorganisir, memungkinkan kebanyakan kasus PTM dapat
ditangani dan dikelola di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Berdasarkan hal tersebut perlu
disusun petunjuk teknis PPTM sebagai acuan dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan
kesehatan di puskesmas.6
1.2 Sasaran
1. Dinas Kesehatan Propinsi
2. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
3. Puskesmas dan Jaringannya (Puskemas Pembantu dan Puskesmas Keliling)
BAB II
UPAYA PELAYANAN PPTM DI PUSKESMAS
Puskesmas sebagai penanggung jawab upaya kesehatan terdepan mempunyai tiga
fungsi yaitu 1) sebagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, 2) Pusat
pemberdayaan keluarga dan masyarakat, 3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Dalam
rangka penyelenggaraan pengendalian PTM, puskesmas melakukan
upaya pencegahan
contohnya : kampanye pengendalian PTM pada hari-hari besar PTM (Hari Kanker Sedunia,
Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Hari Diabetes Sedunia, Pekan Keselematan di Jalan, dan lainlain).
Upaya meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk
melaksanakan upaya pencegahan primer dengan cara melindungi dirinya dari risiko PTM
contohnya: pemakaian alat pelindung diri (pemakaian helm berstandar SNI untuk mengurangi
fatalitas cedera kepala saat terjadi benturan), pemakaian sarung tangan saat melakukan
pemeriksaan darah, pemberian obat suntikan, dan pelaksanaan screening IVA.
Kesadaran dalam pemakaian alat pelindung diri melalui pelayanan kesehatan primer,
utamanya menekankan upaya-upaya pencegahan agar masyarakat tidak jatuh sakit dan
masyarakat yang sehat dapat memelihara kesehatan dan kebugarannya secara optimal.
Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan serta
dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas.
Pencegahan Sekunder lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan
penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan dini agar penyakit tersebut
tidak menjadi parah. Pencegahan sekunder dapat dilaksanakan melalui skrining /uji tapis dan
deteksi dini
Pencegahan Tertier adalah suatu kegiatan difokuskan kepada mempertahankan
kualitas hidup penderita yang telah mengalami penyakit yang cukup berat yaitu dengan cara
rehabilitasi dan paliatif. Pencegahan tertier merupakan upaya yang dilaksanakan pada
penderita sesegera mungkin agar terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut untuk
meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup. Pencegahan tertier
dapat dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan tata laksana kasus termasuk penanganan
respon cepat menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit tidak
menular dapat tercegah dengan baik.
Tatalaksana kasus dan respon cepat terhadap kondisi kegawatan PTM harus dapat
dilakukan oleh setiap petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Penanganan
pra rujukan yang memadai menjadi tolak ukur keberhasilan setiap pelayanan kesehatan yang
diberikan di fasilitas layanan kesehatan dasar terhadap kasus yang memerlukan penanganan
lebih lanjut di rumah sakit.
Pengendalian PTM di fokuskan terhadap faktor risiko PTM, jika sudah menderita
PTM maka akan sulit disembuhkan dengan sempurna, bahkan dapat menimbulkan kecacatan
dan kematian. Disamping itu, PTM memerlukan perawatan dan pengobatan yang memakan
waktu cukup lama dengan biaya yang tidak sedikit.
2.1 Upaya Promotif
4
pembentukan dan pengembangan Desa Siaga sebagai upaya merekonstruksi atau membangun
kembali berbagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyakarat (UKBM). Pengembangan
Desa Siaga merupakan revitalisasi Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
sebagai pendekatan edukatif yang perlu dihidupkan kembali, dipertahankan, dan
ditingkatkan.
Posbindu PTM adalah kegiatan pembinaan terpadu untuk mengendalikan faktor risiko
PTM dan merupakan bentuk kemandirian masyarakat dalam mendeteksi dan memonitor
faktor risiko PTM secara rutin. Petugas puskesmas melakukan pengawasan melalui kegiatan
monitoring program.
Alur-1
PENGENDALIAN PTM MULAI DARI POSBINDU PTM,
PUSKESMAS, DAN RUMAH SAKIT
Hasil
wawncara dan
pemeriksaan
FR PTM:
-Hipertensi
-Dislipidemia
-Hiperglikemia
-Obesitas
-dan lain-lain
DIAGNOSIS:
- Pemeriksaan
-Pemeriksaan
Penunjang
PUSKESMAS
PENYAKIT
TIDAK
MENULAR:
- PJK-PD
-Stok
-Diabetes Melitus
-Kanker
-PPOK dan Asma
-Gakti
-dan lain-lain
POSBINDU
PTM
TATALAKSANA DINI
-Respon cepat
-Pengobatan dini
KONSELING
-Berhenti merokok
-Berhenti
minum
alcohol
-Lakukan aktifitas fisik
secara teratur
-Kendalikan stres
-Taat
terhadap
pengobatan
cerdik
C
e
r
d
Teratur
berolah
raga
Makan
makan
an
sehat
Manajeme
n stress
Periksa
kesehat
an
berkala
Berhenti
merokok
BERHENTI MEROKOK
Mendorong semua bukan perokok untuk tidak mulai merokok
Menganjurkan keras semua perokok untuk berhenti merokok dan membantu upaya
mereka untuk berhenti merokok
KONSUMSI
MAKANAN
Individu yang menggunakan bentuk lain
dari tembakau
harus SEHAT
disarankan untuk berhenti
Garam (natrium klorida) dengan cara: membatasi sampai < 6 gram (1 sendok teh) per hari,
Kurangi garam saat memasak, dan membatasi makanan olahan dan cepat saji
Konsumsi Buah-buahan dan sayuran : Lima porsi (400-500 gram) buah-buahan dan
sayuran per hari (satu porsi setara dengan 1 buah jeruk, apel,mangga, pisang atau 3
sendok makan sayuran dimasak
Hindari Makanan berlemak dengan cara:membatasi daging berlemak, lemak susu dan
minyak goreng (< dua sendok makan perhari), ganti minyak sawit menjadi minyak kelapa
dengan zaitun, kedelai, jagung, lobak atau minyak sun flower, dan ganti daging lainnya
dengan ayam (tanpa kulit)
Mengkonsumsi Ikan: Makan ikan sedikitnya tiga kali per minggu, utamakan ikan berminyak
seperti tuna,makarel, salmon,
danAKTIFITAS
kurangi konsumsi
gula, dengan
anjuran konsumsi gula
LAKUKAN
FISIK SECARA
TERATUR
tidak melebihi delapan sendok teh per hari
Tingkatkan aktivitas fisik secara progresif untuk mencapai tingkat moderat (seperti jalan
cepat), sedikitnya 30 menit per-hari ( lima hari dalam seminggu)
Kontrol berat badan dan hindari kelebihan berat badan dengan mengurangi makanan
berkalori tinggi dan melakukan aktivitas fisik yang cukup
Sehubungan"Tembakau
dengan meningkatkan
pengendalian
faktor
risiko
merokok,
alur paru,
berikut
digunakan
risiko
serangan
jantung,
strok, kanker
penyakit
respirasi.
Berhenti
6
sebagai pendidikan kesehatan
dan konseling
untukyang
berhenti
merokok
(lihat
merokok merupakan
hal terpenting
perlu anda
lakukan
untukAlur-3).
melindungi jantung
Ya
A4: ASSIST
(memberikan
dukungan)
A5:
ARRANGE
(Mengatur)
Tidak
Menyediakan
Bantu
mempersiapkan
rencana
Informasi kesehatan
berhenti merokok :
tentang bahaya
Tetapkan tanggal berhenti
merokok dan
Informasikan kepada keluarga
memberikan leafletdan teman
leaflet terkait
Meminta dukungan mereka
kepada pasien
Buang jauh-jauh rokok / tembakau
Singkirkan benda-benda / artikel
yang menimbulkan keinginan
merokok
kunjungan tindak
Pada tindakMengatur
lanjut kunjungan
8
lanjut*
Ucapkan
selamat sukses berhenti merokok dan beri semangat
Jika pasien kambuh merokok, pertimbangkan tindak lanjut lebih
intensif
dan dukungan dari keluarga
2.2
Upaya Penapisan dan Deteksi Dini
Idealnya kunjungan follow-up kedua dianjurkan dalam bulan yang sama, kemudian setiap bulan sesudahnya selama empat
bulan dan evaluasi setelah satu tahun. Jika tidak memungkinkan,lakukan konseling setiap kali pasien datang untuk
pemeriksaan tekanan darah.
Dalam perjalanan penyakit tidak menular selain faktor risiko perilaku, faktor risiko
antara atau faktor risiko PTM bisa dikendalikan karena itu perlu dideteksi dan diintervensi
secara dini agar tidak berlanjut menjadi fase akhir terjadinya Penyakit Jantung Koroner,
Stroke, Diabetes Mellitus, Ginjal Kronik, Kanker, PPOK yang akan memberikan beban biaya
kesehatan sangat mahal.
Faktor risiko PTM ada yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat di modifikasi. Faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu riwayat penyakit dalam keluarga, kelahiran
prematur, usia dan jenis kelamin. Faktor risko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah:
kurang aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat dan seimbang, gaya hidup tidak sehat,
stress, dislipidemia (metabolism lemak yang abnormal), hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi), dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, seperti perilaku berlalu
lintas yang tidak benar. Semakin dini penyakit tidak menular ditemukan akan semakin baik
dalam penatalaksanaannya dan mengurangi terjadinya komplikasi yang bersifat fatal.
2.2 Skrining/Uji Tapis
Skrining /Uji tapis adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk
mendeteksi faktor risiko atau penyakit pada individu dengan atau tanpa tanda dan gejala.
Skrining /uji tapis bukan untuk diagnosis tetapi untuk menjaring dan menentukan apakah
yang bersangkutan memiliki faktor risiko PTM atau PTM. Pada saat skrining /uji tapis
ditemukan faktor risiko PTM atau PTM maka perlu follow-up yang cepat dan pengobatan
yang tepat.
Pelayanan skrining /uji tapis PTM di Puskesmas dilaksanakan dengan dua cara :
9
1) Pelayanan aktif
Dilaksanakan melaui penyaringan massal (mass screening) saat kegiatan yang
melibatkan masyarakat banyak seperti seminar/ workshop, peringatan hari-hari
besar nasional, keagamaan, dan lain-lain.
2) Pelayanan pasif
Skrining dapat dilaksanakan secara terintergrasi misalnya melakukan pemeriksaan
TB, BB, TD, LP, IMT, disertai pemeriksaan GDS, kolesterol, albuminurin,
peakflow meter, IVA dan terintegrasi dengan program lain (misalnya pemeriksaan
TD, GDS, dan darah rutin untuk
ibu4a
hamil
saat ANC;Kanker
pemeriksaan
IVA dan CBE
Alur
Skrining
Leher
bersama pada ibu yang berusiarahim
30-50 tahun dengan kontrol KB, dan pemeriksaan
Tingkat Mengajak ibu - ibu usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan
mata pada penderita
DM) rahim
kanker leher
Komunitas
Tingkat
Melakukan konseling ttg kanker leher rahim, faktor risiko dan
Puskesmas dan jajarannya
sebagai ujung tombak pelayanan dasar di komunitas, juga
Yankes
pencegahannya
dapatPrimer/Sekund
melakukan skrining kepada masyarakat berisiko, yaitu perempuan umur 30-50 tahun
Melakukan IVA
er
dan dapat dilakukan pemeriksaan dan tatalaksana pada sekali kunjungan yang disebut Single
Visite Approace ( SVA) (lihat Alur-4a)7 di bawah ini:
Normal/IVA
negatif
IVA Postif
Curiga
Kanker
lesi luas*
ya
Tidak
Sarankan
Krioterapi
Konseling
Setuju
Menola
k
Anjurkan untuk ulangi
IVA 1 tahun yang
akan datang
Ada servisitis?
Iya
Obati
Langsung
Krioterapi
T
i
krioterapid
a
Tunggu
k2
minggu untuk
krioterapi
bulan
pasca
Ibu
memilih
dirujuk
Rujuk
Evaluasi
-Apakah sudah bisa
melakukan hubungan
- Lesi sudah sembuh
Acetowhite
atau
lesi prakanker
(+)
** 6 bulan
ke-I
*** 6
ke-II
bulan
Ket:
10
* lesi > 75% meluas ke dinding vagina atau lebih
dari 2mm dari diameter krioprob atau kedlm
saluran diluar jangkauan krioprobe
** 6 bulan I : 6 bulan pasca krio pertama
*** 6 bulan II : 6 bulan pasca krio kedua
Skrining kanker payudara dapat juga dilakukan secara terintegrasi dengan leher rahim
pada kelompok umur yang sama, dengan menggunakan alur di bawah ini (lihat Alur-4b).7
Alur 4b Skrining Pencegahan Kanker Payudara
Mengajak ibu - ibu dalam kelompok usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker payudara
Melakukan konseling tentang kanker payudara, faktor risiko dan pengendaliannya
Menyusui?
Tingkat
Komunitas
Tidak
Ya
Kosongkan ASI
Tingkat
Primer
Ya
Yankes
Tidak
Ajarkan
SADARI
Ada benjolan
lainnya ?
Tida
k
kelainan
Ya
Tingkat
Sekunder
Yankes
RUJUK
tahun
infark, stroke, gagal ginjal, amputasi, dan gangguan penglihatan, PPOK derajat berat.
Deteksi dini PTM dilakukan terhadap faktor risiko dan
dengan
mengenali
tanda dan
Dokter
Bedah Umum
/ Onkologi
gejala, seperti pada :
Radiolo
g
Keterangan:
a. Penyakit Kanker, dapat dilaksanakan pada beberapa jenis kanker,
RS yang belum memiliki fasilitas mammografi, cukup dilakukan USG oleh Radiolog
lebih mudah dan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat dasar sekalipun,
11
yaitu: pada kanker leher rahim menggunakan metode IVA (Inspeksi Visual dengan
menggunakan Asam asetat), kanker payudara (mengajarkan SADARI dan
melaksanakan metode CBE=Clinical Breast Examination), dan menggunakan senter
atau pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi Retinoblastoma
b. Penyakit Jantung, dengan tanda utamanya adalah adanya keluhan sakit dada yang
khas disertai peningkatan enzim-enzim jantung seperti CPK-CKMB-troponin, bila
positif jelas terjadi suatu penyumbatan koroner.
c. Penyakit jantung-pembuluh darah dan DM (melalui pemeriksaan kadar kolesterol dan
gula darah), Obesitas (melalui pemeriksaan IMT, lingkar perut), tekanan darah
Deteksi dini diabetes dan penyakit jantung-pembuluh darah dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dengan mengikuti alur di bawah ini (Lihat Alur-5).2
Alur 5 Deteksi dini Diabetes
Jantung-Pembuluh Darah
dan
Penyakit
PENGUKURAN FR DM
Berat Badan
Tinggi Badan
Lingkar Perut
Tekanan Darah
PEMERIKSAAN
Diet tak sehat (unhealthy
diet) dengan
tinggi gula, tinggi garam,
dan pada WUS,
a. Hipotiroid
(melalui
pemeriksaan
TSH
wanita hamil, dan neonatus)
rendah serat
b. Osteoporosis adanya faktor risiko PTM, riwayat
patah tulang secara tiba-tiba
Kadar Glukosa darah sewaktu
Glukosa darah puasa
karena trauma ringan atau tanpa trauma, tubuhKadar
makin
pendek dan bongkok,
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Kadar lipid darah
skrining dengan tes 1 menit
EKG
c. Gagal Ginjal Kronik
d. Thalasemia dengan adanya riwayat thalasemia dalam keluarga, sering anemia
12
Deteksi dini PPOK dan asma secara terintegrasi dapat juga dilakukan di puskesmas
dan jajarannya dengan memperhatikan alur di bawah ini (Lihat Alur-6).9,10
Alur 6 Deteksi dini PPOK dan
Asma
Subjek Perokok/
Bekas perokok,
dengan
Usia = 35 tahun
Datang dengan
infeksi pernapasan
akut/ berulang
Mempunyai = 1
Gejala pernapasan
Pemeriksaan APE
Jika ada
fasilitas
Nilai APE
< nilai
prediksi
Jika
ada
fasili
tas
Nilai
APE
normal
Pemeriksaan Spirometri
dan Uji bronkodilator jika
ada obstruksi sal. Napas
Catatan :
Perokok adalah subjek yang telah merokok minimal 100 batang rokok dan sampai
dengan penilaian.dilakukan
, masih merokok
Bekas perokok adalah perokok yang telah berhenti merokok minimal satu bulan
13
Faktor risiko kecelakaan pada pengemudi (melalui pemeriksaan tekanan darah, kadar
gula darah, alkohol, amphetamin) dan tindak kekerasan dalam rumah tangga (melalui
pengenalan cedera tidak wajar yang mengarah pada kekerasan dan pembuatan visum).
Berikut diberikan contoh alur pemeriksaan faktor risiko kecelakaan pada pengemudi
dimana pelaksanaannya melibatkan lintas sektor terkait yaitu Perhubungan dan Kepolisian.
14
Pada pengendalian faktor risiko kecelakaan dan tindak kekerasan di jalan raya
dengan menggunakan alur di bawah ini (Lihat Alur-7).8
Alur 7 Pemeriksaan Faktor Risiko
Kegiatan pemeriksaan deteksi dini faktor risiko PTM, dapat dilaksanakan dengan cara
aktif (memberikan pelayanan kesehatan sedekat mungkin ke masyarakat melalui kegiatan di
luar gedung /outreach activities) dan secara pasif (dengan melakukan kegiatan deteksi dini
pada Masyarakat Khusus / Kelompok Khusus bahkan pada suatu event atau kegiatan tertentu
dimana berkumpul banyak orang seperti rapat kerja, seminar, workshop, menunggu
kunjungan masyarakat ke puskesmas.
2.3. Upaya Penatalaksanaan PTM
2.3.1 Pengendalian faktor risiko PTM terintegrasi
Faktor risiko umum common risk faktor yaitu pola konsumsi makanan yang tidak
sehat (tinggi gula dan garam, tinggi lemak, dan rendah serat), kurangnya aktivitas fisik (tidak
cukup dan tidak teratur), merokok dan konsumsi alkohol, jika tidak dicegah dapat memicu
timbulnya faktor risiko antara yaitu hipertensi, dislipidemia, kadar gula darah tinggi, dan
kegemukan/obesitas. Jika faktor risiko dapat diketahui lebih dini, maka intervensi yang tepat
dapat dilakukan sehingga PTM dapat dicegah atau paling tidak mengurangi komplikasi
penyakit. Berikut adalah gambaran faktor risiko penyakit dan kemungkinan penyakit tidak
menular yang mungkin terjadi berdasarkan faktor risiko tersebut. (Lihat Gambar-2)
Gambar- 2 Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular secara terintegrasi
PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO TERINTEGRASI
15
MEROKOK
PENYAKIT JANTUNG
DAN
PEMBULUH
DARAH
KANKER
DIET
DIABETES
AKTIVITAS
FISIK
ALKOHOL
PENYAKIT
PERNAFASAN
KRONIK
OSTEOPOROSIS
penyakit tidak
menular berdasarkan faktor risiko utama ditambah dengan keterangan mengenai keluhan dan
gejala yang ada, digunakan alur berikut sebagai pengendalian faktor risiko terintegrasi (Lihat
Lampiran-1 Pendekatan Faktor risiko dan gejala PTM)
2.3.2 Tatalaksana
Tatalaksana pengobatan dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang
diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung
keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan
intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan risiko sekecil mungkin bagi
pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional.
Walaupun pengendalian PTM lebih difokuskan pada faktor risiko perilaku dan penyakit
antara, namun fase akhir penyakit tetap menjadi perhatian penanggulangan. Tatalaksana
penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efisien, yang didukung kecukupan obat,
ketenagaan, sarana/prasarana, sistem rujukan, jaminan pembiayaan dan regulasi memadai,
untuk menjamin akses penderita PTM dan faktor risiko terhadap tatalaksana pengobatan baik
di tingkat pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun tertier.
Pengobatan yang tepat, cepat, efektif dan rasional dilakukan untuk PTM beserta faktor
risikonya, yaitu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Diabetes Mellitus dan Penyakit
Metabolik, Kanker dan Penyakit Kronis dan penyakit degeneratif lainnya ditambah dengan
gangguan cedera dan tindak kekerasan.
Tatalaksana PTM di puskesmas dapat dilaksanakan secara terintegrasi mulai saat
ditemukan faktor risiko sampai pada penatalaksanaannya, merokok sebagai suatu faktor
risiko bersama PTM dapat menyebabkan PTM, maka jika pasien dengan riwayat
merokok/bekas perokok datang ke puskesmas dengan gejala pernapasan (Asma, PPOK,curiga
kanker paru) maka dokter juga harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan apakah pasien
16
17
MEROKOK
MEROKOK
BAT
UK
PERNAPASA
KR
ONI
N
S
SES
AK
PR
OD
UK
SI
HIPERTENS
SPU
ITU
2.3.2.1 Tatalaksana Hipertensi
dan Diabetes Terintegrasi
SESAK
M dan diabetes terintegrasi
Alur tatalaksana hipertensi
dipergunakan
JANTUNG
PPOK
ASMA
CURIG
A
KANKE
R
PARU
ANGIN
pada A,
kondisi berikut:
INFARK
penyakit MIOCA
Kardiovaskuler
RD
NYERI
DADA
DAN
Usia > 40 tahun, perokok, obesitas,
hipertensi, diabetes,
riwayat
HIPERKOLE
PEMBULUH
STEROL
prematur pada orang tua/ saudara
kandung, riwayat diabetes atau penyakit ginjal pada orang
SAKIT
DARAH
KEPALA
tua/ saudara kandung. Tatalaksana hipertensi dan diabetes dapat dilaksanakan secara
DIABET
METABOLI
pencegahan serangan jantung,SERING
strok dan ginjal yang
terintegrasi dengan hipertensi,
diabetes
ES
MAKAN
dan rokok sebagai faktor risiko
sebagai pendekatan awal K
(entery point).6
MELITU
SERING
Untuk menilai risiko penyakit jantung dan pembuluh darah digunakan SCarta prediksi
MINUM
Umur :. . . . . .tahun
18
KESETARAAN
Hijau <10%
Kuning 10% s/d <20%,
Orange 20% s/d <30%,
Merah 30% s/d <40%,
Merah tua > 40%
19
Nama : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Umur : . . . . . .
tahun
Us
PEREMPUAN
BukanPerokok
Bukan Perokok
Perokok
Perokok
(ta
KESETARAAN
KADAR
TINGKAT
Diketahui
penyakit jantung, strok, TIA, diabetes,
penyakit
ginjal
RISIKO
CHOLESTEROL
mmol/l
WARNA:
Nyeri dada
dan/atau sesak saat aktifitas, nyeri
I tungkai
saat jalan
DENGAN
mgr/dlpasien
Obat-obatan
yang diminum
MENURUT
Hijau <10%
Riwayat Penyakit Kardiovaskuler
Kuning 10% s/d <20%,
premature
padas/d
orang
tua/ saudara
Orange
20%
<30%,
Merah
30%
<40%,
kandung,
dan s/d
Riwayat
diabetes
Merah tua > 40%
atau penyakit ginjal pada orang tua
Lingkar perut*
Berolah raga teratur minimal 30 menit sehari 5 hari
saudara kandung
T
A
R
T
PN
NA
AG
GN
NU
UJ
Tekanan darah
Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan dengan talaksana yang harus
Gula darah3.puasa
dan sewaktu
( DM
puasasemua
> 7 mmol/L
(126 mg/dl):atau sewaktu > (200 mg/dl
Langkah
Kriteria
rujukan
untuk
kunjungan
Alur-8
Tekanan darah systole > 140 atau diastole > 90 mmHg pada subyek usia < 40 tahun
Proteinuria
20
DM
infeksi
berat
luka di kaki
Bila dengan
usia 50-59
tahun
pilihdan/atau
kolom kelompok
usia 50, bila 60-69 tahun pilih kolom kelompok usia 60 dst;
DMuntuk
yang baru
mengalami
perburukan
penglihatan atau tidak dilakukan pemeriksaan mata
usia <saja
40 tahun
pilih kolom
40 tahun
21
22
N
N
Langkah 5.
Obati
sebagaimana
Tercantum
disamping:
U
U
Nasihat
pasien
keluarganya:
Ukurbagi
kadar
guladan
darah,
tekanan darah dan periksa urin anda secara
teratur
NASIHAT KHUSUS BAGI PENDERITA DIABETES.
menentukanperiksakan
kemungkinan
diagnosis
suatu penyakit
mata
teratur setiap
tahun penyakit, khususnya pada
penyakit kanker seringnya tanpa gejala, bila sudah timbul gejala kemungkinan sudah
Jangan berjalan tanpa alas kaki atau kaos kaki, cuci kaki dengan air
menderita stadium
lanjut,
untuk
sangat
diperlukan
pengetahuan
yang
hangat dan
jaga
agarituselalu
kering
terutama
di sela-sela
jaribenar
kaki
Periksa kaki anda setiap hari dan bila bermasalah atau ada luka segera
temui dokter anda Langkah tambahan untuk DM : Bila dengan diet
diabetes kadar gula puasa tetap di atas normal, berikan Obat
hipoglikemik oral (metformin, sulfonilurea, glinid), Titrasi metformin
hingga kadar gula mencapai target yang diinginkan (dosis maksimal 2
g/hari)
terhadap dr.umum
ada atau
di puskesmas
untuk kimia
mengerti
tanda
dan atau
gejala,
dapat
Janganyang
potong
bubuhi bahan
pada
callus
corns
dilihat seperti dibawah ini (Lihat Alur-9)
Ulangi langkah
2,3,4.
Ikuti kriteria rujukan
untuk semua
kunjungan (sesuai
langkah-3)
Tatalaksana sebagai
berikut
23
GEJALA
YANG
DIDUGA
prostat)
Menilai kemungkinan Kanker
Nilai
keluhan
dan
perkembangannya
gejala:
riwayat,
intensitas,
durasi,
KUAT
DIPERKIRAKAN
payudara teraba DAPAT
nodul, leher rahim : Lesi DIDUGA
putih , timbul ulserasi
pada mulut
DITANGANI
DI
PELAYANAN
KANKER
rahim)
KESEHATAN PRIMER
Obati bila memungkinkan Anjurkan kontrol
, prostat)
Saat Kontrol : Evaluasi keluhan/gejala, lakukan pemeriksaan klinis
24
Untuk mengetahui gejala dan tanda pada kanker tertentu dapat merujuk pada Alur di
Tanyakan
Tanyakan A
A :: Dipahami
Dipahami oleh
oleh pasien
pasien
B:
B: dipahami
dipahami oleh
oleh tenaga
tenaga kesehatan
kesehatan profesional
profesional
Kemungkinan
Kanker di
Organ
Paru
Payudara
Cervix
Ovarium
Endometrium
Colorectal
Dilakukan oleh
Dokter
Non Dokter
Jika
memungkinkan
lakukan
Pemeriksaan
Rontgen Thorax,
Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
Singkirkan
kemungkinan
infeksi
USG, Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
Singkirkan
kemungkinan
infeksi, curetage
Adakah anemia
defisiensi zat besi,
Singkirkan infeksi
dan haemorrhoid
FOBT
Rujuk ke
dokter
Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
Rujuk ke
dokter
Rujuk ke
dokter
25
Oral
Larynx
Nasopharynx
- Berhenti merokok
atau mengunyah
tembakau
-Rujuk bila
menetap > 2
minggu
Kaposi
sarcoma
-Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
APE 50-80%
Asma
/PPOK
Terdapat
beberapa
eksaserbasi
sedang
-Mengi
penyakit
pada paru
yang
gejala yang sama, seperti
-Suhu
> 38 menimbulkan
C
ada/tidak
Edema
Pemeriksaan
tungkai
(pitting
oedem) #
paru
lanjutan
- dengan/tanpa
sama
sesak dan batuk sehingga membutuhkan
pemeriksaan
lanjutan, alurkedua
di bawah ini
(lihat
untuk
TB Aluratau Kanker
nyeri
sekali
-dahak berwarna
11) dapat membantu untuk mendiagnosis
suatu
penyakit.
(silent
chest),
-ronki
kering
Asma /PPOK
eksaserbasi
berat
Infeksi saluran
napas bagian bawah
Sesuai alur
tatalaksana infeksi
saluran napas
Kemungkinan
Gagal jantung
Sesuai
alur
gagal jantung
26
Sputum
Jika TB,
Sesuai
tatalaksana
TB
27
Bila ditemukan edema pada kedua tungkai (pitting oedem)#, maka dr.umum di
puskesmas perlu memikirkan beberapa kemungkinan penyakit yang diduga oleh penderita,
untuk memudahkan beberapa kemungkinan penyakit dapat dilihat pada alur di bawah ini
(Lihat alur-12)
ALUR 12
PEMBENGKAKAN TUNGKAI
Sesak,
orthopnea,
penyakitjantung,
DM, hipertensi
Peminum alkohol,
PERIKSA
DIDUGA
Ronkhi basah di
basal paru, Tekanan
darah meningkat,
Takhikardia,CVP
meningkat, Bising
TANYAKAN
DM
Wajah bengkak,CVP
meningkat, Ronkhi
basah di basal paru,
peningkatanTD,
pucat, infeksi kulit
Ikterik, CVP
meningkat, perut
membuncit,
Ascites,
hepatomegali
ALUR 13
PENURUNAN BERAT BADAN
TEST
GagalJantung
Gagal Hati
Gagal Ginjal
Hipertensi, Paru
(ronkhi basah),
Pemeriksaan
pelvis,
Ukuran uterus
Pre - eklampsi
TANYAKAN
TERAPI
Albumin dalam Urin
Serum creatinin
(jika
PERIKSA
memungkinkan)
Albumin dalamUrin
Serum creatinin
Nafsu makan
buruk
(jika
memungkinkan)
RUJUK
Batasi konsumsi
Batuk
ElevasikanBerkeringat
tungkai,
garam
dan air
garam berlebihan
stocking,
Bila ditemukan
terjadi
badan
pada penderita
> 10% dari
berat Batasi
badan
banyak
Penyebabnya
Sputumpenurunan
berdarahgaramberat
Furosemide 40-80
Hausmg,
berlebihankonsumsi garam
Furosemide 40-80
Berkeringat
DIDUGA
umum di puskesmas perlu memikirkan kearah diagnosis penyakit tidak menular dengan
Pembesaran kelenjar
tanpaseperti
disertai rasa
nyeriAlur 13 di bawah ini:
membandingkan dengan diagnosis
penyakit
lainnya,
pada
RUJUK
RS UNTUK
KONFIRMASI
DIAGNOSIS
Tremor
Takikardia
TEST
TUBERKULOSIS
KANKER
HIV/AIDS
DIABETES
THYROTOXICOSIS
TERAPI
Gula darah
RUJUK
28
RUJUK RUMAH SAKIT UNTUK KONFIRMASI DIAGNOSIS (subyek dengan diabetes lebih mudah
terjangkit TB)
29
dan akurat
ANGINA STABIL
dosis
Codein oral:
Naikkan dosis harian
Berikan Isosorbid Dinitrat 5mg sublingual untuk mengatasi nyeri dada (jika tidak ada total
kontraindikasi)
Opioid hingga 30%; bila
Aspirin (yang dapat larut/soluble) 80 - 160 mg per hari
dosis maksimum telah
dicapai ganti dengan
Atenolol 50 100 mg/hari atau Bisoprolol 5 mg/hari, terapi lini pertama untuk mengatasi
morfhingejala (jika
tidak ada kontraindikasi)
ALUR 15
Morfin oral:
pasien
intoleran terhadap -blocker atau tidak dapat dikontrol dengan -blocker,
tatalaksana
Naikkan
dosis harian
RIWAYATJika
INFARK
MIOKARD
GAGAL
JANTUNG
KRONIK
dengan Ca-channel Blockers
(contoh
: Amlodipine
5-10mg/hari)
total
Lakukan konseling dan edukasi kesehatan
hingga 30%.
Berikan Simvastatin 10-40 mg/hari
Berikan Aspirin (yang dapat larut/soluble) 75-150 mg per hari
TANYAKAN
TENTANG
Penghambat
(-blocker) setidaknya selama
1 tahun (Atenolol 50 100 mg/hari atau Bisoprolol
PEMERIKSAAN
Penurunan
kemampuan
TD, denyut dan ritme jantung
5 mg/hari) (jika tidak ada kontraindikasi)
aktifitas fisik
ascites
ACE-inhibitor jika gagal jantung atau infark luas Edema
(contohtungkai,
: Enalapril
10-20mg/hari)
Sesak nafas
Simvastatin 10-40mg/hari
Isosorbid
Dinitrat 5 mg sublingual untuk mengatasi nyeri dada (jika tidak ada kontraindikasi)
Merokok
INVESTIGASI
AWAL JIKA MEMUNGKINKAN :
Darah rutin
Murmur jantung,
bunyi
ke-3 jantung
Obat-obatan
yang
digunakan INFARK MIOKARD
PASIEN YANG
MEMILIKI
RIWAYAT
(DALAM
30 HARI)
HARUS
DILAKUKAN
KRITERIA
RUJUKAN
UNTUK
PASIEN
DENGAN ANGINA STABIL
DAN RIWAYAT
INFARK
MIOKARD
FOLLOW-UP SETIAP
1-2 MINGGU
Ureum-kreatinin,
- NyeriPada
yang kasus
persisten
sehingga
membatasi
sehari-hari
pada
pasien anginaharus
stabil cermat
atau riwayat infark
EKG,gagal
jantung
kronik,aktivitas
seorang
dr.umum
di puskesmas
miokardRUJUK RS SECEPAT MUNGKIN, UNTUK DILAKUKAN :
Rontgen
Thorax
(jika
memungkinkan)
dalam melakukan
anamnesis
danEchokardiogram
pemeriksaan fisik
dengan memperhatikan
alur
15 di
EKG,
rontgen
dada,
atau natriuretic
peptide darah (pilih
salah
- Nyeri (angina) satu)
pada pasien dengan riwayat infark miokard
bawah ini.
- Gagal jantung Tes darah : Hb, hitung darah lengkap, Gula Darah Puasa, Na+, K+, urea,
PERHATIAN/KONTRAINDIKASI
kreatinin,
- Aritmia
Tidak Gagal Jantung
Gagal Jantung
glikosa,
tiroid, lipid,
enzim
hati.
Cari
penyebab
lain
dari
gejala
Aspirin
:
riwayat
tukak
lambung,
pendarahan
serebri,
alergi
dan
trauma mayor
Lakukan
Tatalaksana
- Tidak tersedianya pemeriksaan lanjutan untuk menilai faktor risiko
klinis
Albumin
urine
Atenolol
: asma,
penyakit paru T
obstruktif
kronik, gagal jantung, blok jantung atau bradikardia
ATALAKSANA
(nadiKELEBIHAN
< 50x/menit)CAIRAN: RESEPKAN DIURETIK JIKA TERDAPAT KELEBIHAN
NILAI
CAIRAN :
Penghambat pompa kalsium (ca-channel blockers) : gagal jantung
Rujuk RS /ke tingkat berikutnya untuk :ACE-inhibitor (cek elektrolit dan fungsi ginjal)
-blocker (seleksi dosis)
Alur 16a
Dalam melaksanakan tatalaksana
dan
follow-up
padaPPOK
penderita yang menderita asma
Tatalaksana
Asma dan
dan PPOK perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang
dengan baik dan akurat dengan memperhatikan Alur 16a di bawah ini
Asma dan PPOK memiliki gejala : Batuk, sulit
bernafas,
rasa Asma
berat
di dada,
mengi
Follow-up
untuk kasus
terkontrol
dandan/atau
PPOK stabil
Bedakan antara Asma dan PPOK
Tanyak
an :
PERTIMBANGKAN ASMA jika:
Sebelumnya
Asma
telah
didiagnosis
rhinitis,
progresif
seiring
Gejala
bersifat
variabilitas
Gejala terus menerus tidak terkait
(memburuk pada waktu tertentu
waktu
yaitu malam / dini hari, dicetuskan
Pemeriksaan fisikRiwayat merokok biasanya perokok
dengan pemicu)
berat ( >20 batang/hari untuk lebih
Gejala
bersifat
reversible
dari 15 tahun)
Pemeriksaan
spirometri
( VEP1,KVP,
APE)
(perbaikan
atau
respons
dengan
Riwayat 400
polusi
udara
di dalam
Jika ada obstruksi
bronkodilator
ug, IDT
dengan
spacer) atau
bronkodilator
kerja berikan
singkat
/pelega) inhalasi (Salbutamol
Nilai reversibilitas (selisih % VEP1 sebelum dandiluar
sesudahruang
pemberian
bronkodilator),
(asap
rokok, Nilai
asap
VEP1/KVP setelah bronkodilator
dapur, polutan di lingk kerja)
Pemeriksaan foto toraks untuk menyingkirkan penyakit
paru lainnya
ASMA
PPOK
BUKAN
31
Tujuan tatalaksana asma adalah asma terkontrol. Yang disebut asma terkontrol adalah
kondisi asma dalam keadaan baik yaitu dalam beberapa waktu terakhir tidak ada/minimal
gejala, kebutuhan pelega, tidak ada asma malam, eksaserbasi serta tidak ada keterbatasan
aktifitas. Untuk memudahkan penilaian digunakan instrument asma kontrol test (ACT) yang
dilakukan setiap 2-4 minggu.10
Penilaian kondisi kontrol asma:
Minta pasien menjawab setiap pertanyaan (no. 1 s.d 5) dengan seJujurnya dan lingkari
nilai sesuai jawaban pasien serta tuliskan nilai tersebut di kotak yang tersedia di ujung kanan.
Jumlahkan nilainya sehingga mendapatkan nilai total.
1. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering asma anda mengganggu anda untuk
melakukan pekerjaan sehari-hari di kantor, di sekolah atau di rumah ?
Nilai
Selalu
(1)
Sering
(2)
Kadangkadang
(3)
Jarang
(4)
Tidak
pernah
(5)
1 x/ hari
(2)
3-6 x/
mgg
(3)
1-2 x/
mgg
(4)
Tidak
pernah
(5)
3. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering gejala asma (bengek, batuk-batuk, sesak
napas, nyeri dada atau rasa tertekan di dada) menyebabkan anda terbangun di
malam hari atau lebih awal dari biasanya ?
4 x/
mgg
(1)
2-3x/
mgg
(2)
1 x/ mgg
(3)
1 -2 x/
bln
(4)
Tidak
pernah
(5)
3x/
hari
(1)
1-2 x/
hari
(2)
2-3x/
mgg
(3)
1x/
mgg
(4)
Tidak
pernah
(5)
Tidak
terkontrol
sama
sekali (1)
Kurang
terkontrol
(2)
Cukup
Terkontrol
(3)
Terkontrol
baik (4)
Terkontrol
Total
/sangat
baik (5)
32
33
Artinya
19
Tidak
terkontrol
20-24
Terkontrol
Sebagian
25
Terkontrol
total
Apa yang
harus
dilakukan
Tingkatkan
tahapan
pengobatan
sampai
mencapai
terkontrol
Strategi pelaksanaan
34
Tanyak
an :
Tatalaks
ana
Terkontrol
20-25)
(ACT
Belum
Sudah mendapatkan
mendapatkan
pengontrol :
pengontrol :
Tingkatkan dosis
Kortikosteroid inhalasi
kortikosteroid inhalasi
dosis rendah
(budesonid) sesuai
(budesonid 2x 200
tahapan pengobatan,bila
ug)
mungkin gunakan
Bronkodilator
kombinasi inhalasi
(Salbutamol), JIKA
kortikosteroid dan agonis
PERLU
2 kerja lama
pelayananNilai
PTM,
wajib
memberikan
edukasi
tentang
setelah
3 bulan
Bronkodilator
(Salbutamol),
JIKA PERLU
WAKTU BERKUNJUNG
BAHAN EDUKASI
DEMONSTRASI
35
Kunjungan
awal
Kunjungan
Identifikasi & mengontrol Penderita menunjukkan cara menggunakan obat
pertama (First
pencetus
inhalasi/ spacer, koreksi oleh dokter bila perlu
follow-up)
Penilaian kontrol asma (dengan Monitor asma & tindakan apa yang dapat
ACT)
dilakukan (idem di atas)
Pengobatan yang digunakan
(bagaimana & kapan, adakah
masalah dengan pengobatan
tsb.)
Penanganan serangan asma di
rumah
Kunjungan ke
dua (second
follow-up)
Identifikasi
Setiap
kunjungan
berikut
& mengontrol
pencetus Penilaian kontrol
asma (dengan ACT)
Penanganan serangan asma di
rumah
Pengobatan
Monitor asma (gejala &
pemeriksaan APE)
Strategi mengontrol pencetus
Penilaian kontrol asma (dengan
ACT)
Pengobatan
Monitoring asma (gejala &
pemeriksaan APE)
Obat inhalasi
Pengukuran APE dengan Peak flow meter
Ajari dan cek cara penggunaan obat inhalasi: inhalasi dosis terukur (IDT)/ metered-dose inhaler (MDI)
36
dan dry powder inhaler (DPI)
Gunakan inhalasi melalui mulut, kecuali pasien tidak dapat mentoleransi atau sesak napas. Pada kasus
seperti itu, gunakan masker sebagai perantara inhalasi.
Pada pasien dengan PPOK yang stabil perlu dilakukan tatalaksana sesuai dengan
tanda dan gejala, derajat PPOK, spirometri dengan memperhatikan alur 16-e ini:9
Alur 16-e
TATALAKSANA PPOK STABIL
DERAJAT
KLINIS
REKOMENDASI
PENGOBATAN
FAAL PARU
EDUKASI
Berhenti merokok
Hindari faktor pencetus
SEMUA
DERAJAT
Derajat I:
PPOK
Ringan
Derajat II:
PPOK
Sedang
Agonis -2 kerja
Dengan atau tanpa
(LABA)
gejala
Antikolinergik kerja
lama (LAMA)
Simptomatik (SABA)
2. Rehabilitasi paru (edukasi,
nutrisi,
latihan,
dukungan
psikososial)
Derajat III:
PPOK Berat
Simptomatik
Kortikosteroid inhalasi
bila sering eksaserbasi
berulang, dan memberikan
respons klinis
2. Rehabilitasi paru (edukasi,
nutrisi, latihan , psikososial)
37
Derajat IV:
Gejala
di
atas VEP1 /KVP < 70%
PPOK
Sangat
ditambah tanda-tanda VEP1 < 30 % prediksi
Berat
gagal napas atau atau gagal napas atau
gagal jantung kanan
gagal jantung kanan
dan ketergantungan
oksigen. Pada derajat
ini kulitas hidup
pasien
memburuk
dan jika eksaserbasi
dapat
mengancam
jiwa
penyakit
tidakDemam
menulartanpa
juga melaksanakan
kepadakulit,
pengendalian
penyakit
Pucat,
sebab yang pengembangan
jelas, Perdarahan
Nyeri tulang,
Lesu,
turun
kankerberat
pada badan
anak, Thalasemia,
dan SLE dengan memperhatikan Alur 17a sampai dengan 17h,
PEMERIKSAAN FISIS
Pucat, Epitaksis/petekie/ekimosis,
Hepatomegali, Splenomegali
Pembesaran
kelenjar
getah
bening,
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PUSKESMAS
Darah rutin dan hitung jenis
(perhatikan kadar haemoglobin
dan trombosit yang rendah,
kadar leukosit yang rendah atau
meningkat > 100.000/l, ada
tidaknya sel blast, dan hitung
jenis limfositer) 2 dari 3 kel
darah tepi
RS Tipe C dan B
Darah rutin dan
hitung jenis
Foto toraks AP dan
lateral
Aspirasi sumsum
tulang
Pungsi lumbal
RS Tipe A
Darah rutin dan hitung
jenis
Foto toraks AP dan
lateral
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal 38
Sitokimia
sumsum
tulang
Imunofenotiping
Sitokimia sumsum
tulang
39
Alur 17b
DIAGNOSIS RETINOBLASTOMA PADA ANAK
ANAMNESIS
Tampak bintik putih pada bagian hitam bola mata
Tampak mata seperti mata kucing
PEMERIKSAAN FISIS (pemeriksaan bola mata eksternal, segmen anterior, dan funduskopi)
Leukokoria/white pupil, cats eye
Mata juling (strabismus)
Proptosis/bola mata menonjol : Tanda stadium lanjut!!
Red reflex fundus (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RS Tipe C dan B
Darah lengkap
CT-scan
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal
RS Tipe A
Darah lengkap
Biopsi-histopatologi
CT-scan/MRI
USG mata
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal
40
PUSKESMAS
Foto tulang yang
terkena,
ada
kelainan rujuk
Laboratoriu
m
DPL,
BUN/Creat,
alk
phosphatas
e,
GOT/
GPT,
bilirubin,LD
H.
Laboratoriu
m
DPL,
BUN/Creat,
alk
phosphatas
e,
GOT/
GPT,
bilirubin,LD
H.
Darah rutin
RS Tipe C dan B
Darah rutin, Laju
Endap
Darah
(LED)
Laktat
dehidrogenase
(LDH) dan alkali
fosfatase
RS Tipe A
Darah rutin, LED
Laktat dehidrogenase dan
alkali fosfatase
Foto tulang yang terkena dan
toraks (metastase)
Biopsi-histopatologi
CT-scan tulang
41
Anatomi/immunohi
stokimia
Serologi IgA anti
EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
AlurPanendoscopy(lary
17d
ngoscopy,esophag
PENGENDALIAN KANKER ANAK
PADA NEUROBLASTOMA
oscopy,
bronchoscopy) dan
nasopharyngoscop
ANAMNESIS
y
Benjolan di perut
Biopsy
:
Kebiruan di sekitar mata
endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohi
PEMERIKSAAN FISIS
stokimia
Teraba benjolan di perut
Serologi IgA anti
Proptosis
EA & IgA anti VCA
Perdarahan di sekitar mata (hematoma
CXR periorbita)
CT
MRI **
Panendoscopy(lary
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
ngoscopy,esophag
RS Tipe C dan B
Darah rutin
Fungsi hati, fungsi ginjal, feritin,
LDH, aspirasi sumsum tulang
USG abdomen atau
CT-Scan abdomen
Biopsi
oscopy,
RS Tipe
A
bronchoscopy)
dan
Darah rutin
Fungsinasopharyngoscop
hati, fungsi ginjal, Vannyl Mandelic
Acid (VMA),
y
feritin, LDH, aspirasi sumsum
tulang Biopsy
:
USG
abdomen
atau CT-Scan
endoskopi
/FNA
abdomen
Patologi
Biopsi
Anatomi/immunohi
Metaiodobenzylguanidine (MIBG)
stokimia
Baca ulang
hasil PA & CT -SCAN
42
MRI **
Panendoscopy(laryn
goscopy,esophagosc
opy, bronchoscopy)
dan
nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi
/FNA
Alur 17e
Patologi
DIAGNOSIS LIMFOMA MALIGNUM PADA ANAK
Anatomi/immunohist
okimia
ANAMNESIS
Benjolan (>2cm) tanpa rasa nyeri dan cepat membesar, Sesak nafas, Demam,
Serologi IgA anti EA
Keringat malam, Lemah, lesu, dan nafsu makan berkurang
& IgA anti VCA
CXR
CT
PEMERIKSAAN
MRI **FISIS
Panendoscopy(laryn
Pembengkakan
kelenjar getah bening yang sulit digerakkan di
goscopy,esophagosc
opy,(spesifik:
bronchoscopy)
leher
supraklavikula), ketiak, pangkal paha, tanpa rasa
dan
nyeri.
nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi
Pembengkakan
kelenjar tunggal atau multiple pada 1 atau
/FNA
beberapa
Patologi tempat
Anatomi/immunohist
Gejala
okimiasesak nafas dan sindrom vena cava superior yang
RS Tipe
C dan B
CXR
RS Tipelemah,
A
Sistemik:
demam, keringat malam,
lesu, nafsu makan
CT
Darah
rutin, LDH, Foto
Darah
rutin,
berkurang
(berat badan turun secara progresif) LDH
MRI **
toraks,
Foto: toraks dan abdomen
Panendoscopy(laryn
Foto
abdomen , biopsi
Biopsi
goscopy,esophagosc
Aspirasi
sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang
opy, bronchoscopy)
USG
abdomen
USG abdomen
dan
CT-Scan
CT-Scan
nasopharyngoscopy
Patologi
Patologi anatomi
Biopsy anatomi
: endoskopi
Imunohistokimia
/FNA
MRI
Patologi
Anatomi/immunohist
Serologi
IgA anti EA & IgA
okimia
anti
VCA
Alur deteksi dini pada pasien SLE dapat dilakukan dengan mengingat 11 kriteria
berupa pertanyaan,
yang terangkum di dalam SALURI (Periksa Lupus Sendiri):
Serologi IgA anti EA & IgA
1. Apakah
Persendian anda sering terasa sakit, nyeri atau bengkak lebih dari tiga
anti VCA
CXR
bulan?
CT
2. Apakah
jari tangan dan atau jari kaki pucat, kaku atau tidak nyaman di saat
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,
dingin?
esophagoscopy,
3. Apakah
anda pernah menderitadan
sariawan lebih dari dua minggu?
bronchoscopy)
4. Apakah
anda
mengalami
kelainan
darah seperti : anemia, leukositopenia, atau
nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
trombositopenia?
Patologi
5. Pernahkah
pada wajah anda terdapat ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu
Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA
yang
sayapnya melintang dari pipi ke pipi?
anti VCA
6. Apakah
CXR anda sering demam diatas 38 C dengan sebab yang tidak jelas?
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,
esophagoscopy,
bronchoscopy)
dan
nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi
43
7.
8.
(pasien SLE tanpa keterlibatan organ vital dan atau terdapat komorbiditas)
Mengetahui saat tepat untuk melakukan rujukan ke ahli reumatik pada kasus SLE.
Serologi IgA
anti
EA & IgA
Melakukan kerjasama
dalam
pengobatan
dan pemantauan aktivitas penyakit pasien SLE
anti VCA
derajat berat,CXR
merujuk ke alur 17g, di bawah ini:
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,
Alur 17g
esophagoscopy,
Rujukan
systemic
Lupus Eritematous (SLE)
bronchoscopy)
dan
nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohistokimia
DOKTER
UMUM
KECURIGAAN SLE
PUSAT PEL. KES
PRIMER
Reumatologis/Inter
nist
Penegakan diagnosis
Alur
17h Kajian Aktivitas dan
derajat penyakit
Perencanaan
Thalasemia
PEMERIKSAAN FISIS:pengobatan
ANAMNESIS
Pucat
Pemantauan aktivitas
Infeksi berulangpenyakit secara
Adanya riwayat thalasemia
Jantung berdebar-debar
teratur /terprogram
dalam keluarga, riwayat
Tidak nafsu makan
anemia berulang tanpa
Ikterus
pendarahan
Bentuk muka mongoloid
Terdapat gangguan pertumbuhan
Perut membesar karena hepatomegali
SLE derajat
/splenomegali SLE Derajat sedang
ringan
dan berat
SLE dengan
SLE
yang
mengancam jiwa
komplikasi/aktivi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
tas meningkat
Skrining anemia mikrositik hipokrom
44
Rujuk
ke
Jika pasangan anda memiliki darah normal maka tidak mungkin anak-anak anda
memberikan
pertolongan pertama atau mengelolaan pada keadaan darurat PTM harus dapat dilakukan oleh
45
petugas kesehatan di puskesmas, yang meliputi (1) sesak napas, (2) nyeri dada, (3) penurunan
kesadaran, dan (4) trauma.
1) KEGAWATDARURATAN SESAK NAPAS
PPOK eksaserbasi dengan gejala: Sesak yang bertambah,
produksi sputum/dahak yang bertambah, perubahan
warna sputum (kuning, kehijauan atau purulen)
Asma eksaserbasi dengan gejala: meningkatnya gejala
(sesak napas,sesak
batuk,
berateksaserbasi,
di dada,kombinasi
Kegawatdaruratan
napasmengi,
ditemukanrasa
pada PPOK
Asma eksaserbasi.
gejalakedua
tersebut,
menurun)
Bila diagnosis
penyakit APE
tersebut
masih ragu dapat menggunakan alur 18-a. Jika sudah
Eksaserbasi Sedang
dapat dipastikan serangan
Kondisi:Asma eksaserbasi dapat menggunakan alur 18-b, dan jika PPOK
mengi ataualur
dada
terasadi bawah ini:
eksaserbasi dapat menggunakan
18-c, seperti
berat, dahak banyak
Frekuensi
napas
2030x/menit,
menggunakan otot bantu
napas
Eksaserbasi Ringan
Kondisi:
mengi atau dada terasa
berat, dahak banyak
Frekuensi
30x/menit
napas
20-
Riwayat kekambuhan
Gejala kronis
APE >80%
Berikan:
O2 kanula hidung
Salbutamol
inhalasi , dapat
diulang setiap 20
menit (3x dalam 1
jam)
Nebulisasi 2,5 ug
atau alternatif IDT
dengan spacer 400
ug
Eksaserbasi Berat
Kondisi:
Sesak napas berat (sesak saat
istirahat atau saat berjalan)
Frekuensi napas: >30 per menit
Riwayat kekambuhan
Gelisah
Gejala kronis
Menggunakan otot bantu napas (otot
leher & perut)
APE 50 - 80%
APE: < 50%
Saturasi Oksigen < 90%
Berikan:
Alur 18-a
Penanganan Eksaserbasi Asma/ PPOK
O2 kanula hidung 3-4 Berikan:
liter/menit
monitor
saturasi > 90%
Salbutamol nebulisasi
2,5ug dapat diulang
setiap 20 menit (3 x
dalam sejam), Dapat
dikombinasi
dengan
ipratropium
bromida
inhalasi solution 10-20
tetes/
satu
kali
nebulisasi
Berikan kortikosteroid
sistemik : injeksi (iv) 1
mg/kg
BB
metilprednisolon atau
analognya
dexamethasone
510mg/ kali pemberian,
prednisone
oral
1mg/kgBB, selama 5
hari
Jika suhu >38 dan/atau
sputum yang purulen:
RESPON BAIK
1 jam setelah penanganan,
kondisi pasien:
Stabil
Tidak sesak
APE perbaikan, frekuensi
nafas berkurang (normal :
<20x/menit)
Kondisi pasien stabil
Pasien
diperbolehkan
pulang
dengan terapi: Pastikan pasien
menggunakan Salbutamol oral
2mg/kali ,metilprednisolon 20-30
mg/hari, prednisone oral 40 mg,
sekali/hari,
selama
lima-tujuh
hari,
mukolitik
bila
perlu,
antibiotik jika ada infeksi Nilai
ulang dalam seminggu
RESPON BURUK
Respon Buruk : Jika APE menurun, atau kesadaran
menurun (bingung/gelisah), atau sesak nafas yang
memberat : RUJUK segera
Tidak ada respon : setelah pengobatan awal
(salbutamol inhalasi 3x dalam sejam, kortikosteroid
dengan Salbutamol RUJUK
Sambil menunggu transport ke tempat rujukan:
Pasang infus (iv line)
Pasang oksigen (30% masker atau 4 liter/menit nasal
kanul) untuk menjaga saturasi >90% jika memungkinkan
Lanjutkan salbutamol inhalasi 3x dalam 1 jam
Berikan aminofilin bolus (5-6 mg/kg BB atau setengah
dosis jika 12 jam sebelumnya menggunakan
aminofilin),dilanjutkan dengan aminofilin drip (0,5-0,7
mg/kgbb/jam
Antibiotik (golongan kuinolon respirasi) amoksilin
dengan asam klavulanat atau ofloxacin atau
levofloxacin
(gunakan alur )
NASEHAT UNTUK PASIEN DAN KELUARGA
Rokok dan polusi udara di dalam dan luar ruang adalah risiko mayor untuk PPOK
Hal penting untuk penderita PPOK harus bdiperhatikan adalah: berhenti merokok, menghindari
debu, asap rokok, dan asap apapun
Kondisikan asap dari proses memasak dapat keluar melalui jendela atau pintu
Memasak dengan menggunakan kayu atau karbon dilakukan di luar rumah
47
Jika memungkinkan, bangun oven dalam dapur dari batu bata dan terdapat cerobong asap yang
menghantarkan asap keluar
Gunakan masker untuk proteksi pernafasan atau pada area yang berdebu dan polusi
Serangan
Ringan
Asma
Pengobatan awal
Oksigenasi dengan kanul nasal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi),
setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta2 injeksi (Terbutalin
0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml
subkutan)
Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat
- Tidak ada respon dengan pengobatan bronkodilator
- Dalam kortikosteroid oral
- Tidak ada respons segera dengan pengobatan
bronkodilator
Penilaian
Ulang setelah
1 jam
dalam
kortikosteroid
oral
Pem.fisis, saturasi O2
dengan
pulsoxymetri
Respons baik
Respons baik
dan stabil
dalam 60 menit
Pem.fisis
normal
APE > 70%
prediksi/ nilai
terbaik
Saturasi O2 >
90%
Respons tidak
sempurna
Dirawat
Pulang
Pengobatan
dilanjutkan dengan
inhalasi agonis
beta-2
Membutuhkan
kortikosteroid oral
Edukasi penderita
Memakai obat yang
benar
Ikuti rencana
pengobatan
selanjutnya
RUJUK RUMAH
SAKIT
Risiko tinggi
distres
Pem.fisis :
berat, gelisah
dan kesadaran
menurun
APE < 30%
RUJUK RS
Pulang
Bila APE > 60% prediksi /
terbaik.
Tetap
berikan
pengobatan oral
atau
inhalasi
Perbaikan
Kontrol
puskesmas
48
PPOK
Eksaserbasi
Ringan
(terdapat
1
gejala disertai
keluhan
lain
mis demam)
Eksaserbasi
terdapat 2
diatas)
Sedang (jika
dari 3 gejala
Eksaserbasi
(memiliki
3
diatas)
Berat
gejala
Dapat
diberikan
obat
sistemik (injeksi) kemudian
Pasang infus (iv
dilanjutkan dengan oral
Nilai
respon
terhadapline)
Jika sesak nafas
Dapat
pengobatan
Salbutamol nebulisasi
berat dan pulse
diberikan:
2,5ug dapat diulang
oximetry
rendah
setiap 20 menit (3 x
Salbutamol
(<90%),
dalam sejam), Dapat
inhalasi , dapat
Kombinasi
dikombinasi
dengan
diulang
setiap
Respon
baik
Respon BurukIpratropium
: Jika APE menurun,
ipratropium bromida
20 menit (3x
atau turun kesadaran,
sesak
Bromida atau
solution
inhalasi solution 10-20
dalam
APE1 jam)
meningkat, frekuensi
10-20
tetes
nafas yang memberat
: RUJUK
tetes/ :
satu
kali
nafas berkurang (normal
inhalasi atau 2mL
segera
Nebulisasi 2,5
nebulisasi
<20x/menit)
ipratropium
ug
atau
solution+
alternatif
IDT
Tidak ada respon
: setelah
2 jam
Berikan
Diperbolehkan
pulang
: kortikosteroid
salbutamol
2,5
ug
dengan
spacer
sistemik
:
injeksi
(iv)
1
dalam
pengobatan
dengan
nilai
ulang
dalam
1
untuk
nebulisasi,
400
ug
mg/kgBB/hari
Salbutamol
RUJUK
dapat
diulang
minggu
metilprednisolon atau
Mukolitik bila
setiap transport
20 menit
Sambil menunggu
ke
analognya
perlu
selama
1
jam)
Pastikan pasien
dexamethasone tempat
5- rujukan:Kortikosteroid
menggunakan
Salbutamol
Pasang
(30% masker atau
Jika
10mg/
kali oksigeninjeksi
inhaler
di
rumah
:
204 liter/menit nasal prongs) untuk
pemberian,metilpredsi
temperatu
Jika temperatur >
perintahkan
2
puff,
setiap
nolon
oral
24- saturasi >90% jika
menjaga
r > 38C
38C
dan/atau
prednisone
4 jam, untuk sesak40mg/hari,
nafas
memungkinkan
dan/atau
sputum
yang
oral 1mg/kgBB, selama
atau mengi
Lanjutkan
Salbutamol,
nebulisasi
jika
purulen
:
Berikan
sputum
5 hari
(250memungkinkanEritromisin
(1-2 mL Salbutamol,
yang
Jikaoral
suhu >38 dan/atau
Resepkan prednisone
500
mg/6jam)
atau
setiap 20 menit atau kontinyu, jika
purulen
:
sputum
yang purulen:
40 mg, 1x/hari,
selama
7
terjadi distress Amoksisilin
pernafasan berat)
berikan
antibiotik
Berikan
hari
dengan
asam
(erythromycin,
Eritromisi
klavulanat
(250amoksilin
dengan
asam
up setelah
1 minggu
:
n Follow
atau
500mg/8jam)
klavulanat)
Amoksisili
RUJUK RS
Nilai mengi)
ulangdan tanda
respon
Nilai gejala (sesak nafas,
(frekuensi nafas, pemeriksaan
n dengan
terhadap pengobatan
paru, pulse oximetry)
asam
dam 1 jam
49
klavulanat
Jika TIDAK ada perubahan, tatalaksana sebagai eksaserbasi sedang/berat
(lihat di atas). Jika tidak ada respon terhadap pengobatan, RUJUK.
Jika respon baik, lanjutkan pengobatan jangka panjang dan follow-up
Sifat nyeri: lokasi, menjalar, berat, kapan mulai dirasakan, berapa lama, apakah
berhubungan dengan aktifitas, apa gejala yang mengikuti (mual, muntah,
berkeringat, palpitasi, pusing)
Gambaran angina stabil kronik
Tanyakan
KEMUNGKINAN
PENYEBABNYA:
Pleuritis,
Pericarditis,
Tromboemboli paru,
Gastritis Akut, Serangan
panik dan lain-lain
RIWAYAT PENYAKIT
Riwayat keluarga: Penyakit jantung prematur (<55 tahun pada pria; <65 tahun pada
Tekanan darah, Nadi : bradikardi, takikardi, tidak teratur, Gagal jantung : S3, gallop
wanita), diabetes atau strok.
EKG (jika memungkinkan)
Infark Miokard Akut dengan ST
elevasi
50
Infark Miokard Akut
tanpa ST elevasi
3) PENURUNAN KESADARAN
51
Konvulsi/kejang
Jika konvulsi/kejang pada kehamilan, berikan Magnesium
Sulfat (MgSO4) i.v, selama 5-15 menit. Jika tidak hamil,
berikan Diazepam 10 mg i.v atau rektal, rujuk ke RS (kecuali
diketahui Epilepsi)
Suspek anafilaksis dengan TD sistolik <90
Posisikan secara supine dan masukkan alat bantu jalan nafas
Berikan adrenalin i.m (paha samping) 0.01 mg/kg, dosis
maksimal 0.5 mg
Berikan NaCl 0.9% i.v (20 ml/kgBB, ulangi hingga total
50ml/kgBB selama 1/2 jam pertama)
Jika tidak ada respon, ulangi adrenalin setiap 5 menit
Hidrokortison i.v 100-300mg
Keton
urin
+3
dan/atau
Glukosa darah 250 mg/dl
-
Suspek
keracunan
herbesida/pestisida
Jika agen diketahui, masukkan antidot
jika tersedia sebelum rujuk ke RS
Paralisis
Jaga jalan nafas, rujuk ke RS
52
Alur
18e Transient Ischemic Attack
(TIA) dan stroke
Gunakan alur berikut jika pasien mengalami secara
tiba-tiba :
Kelemahan atau kehilangan sensori pada satu sisi tubuh
atau anggota gerak
Kesulitan berbicara atau pemahaman
Gangguan penglihatan
Sakit kepala hebat atau yang tidak biasa
Gangguan keseimbangan
Tanyakan :
-Kapan hal itu terjadi? Sedang berada dimana?
Apa yang sedang dilakukan?
- Apakah mengalami kelemahan atau baal?
- Dapatkah berbicara seperti biasa?
- Apakah dapat melihat seperti biasa?
- Apakah mengalami sakit kepala?
- Apakah gejala masih terasa, atau sudah
menghilang?
- Apakah pernah TIA atau stroke sebelumnya?
- Apakah ada riwayat Hipertensi, Diabetes,
Penyakit jantung?
- Apakah merokok? Jika tidak, apakah sebelumnya
pernah merokok?
- Apakah mengkonsumsi alkohol?
- Apakah ada diagnosis lain?
- Apakah pernah ada riwayat jatuh atau trauma
sebelumnya?
Jika pasien
memiliki defisit
neurologi yang
persisten >24
jam
RUJUK segera
ke level
berikutnya
GAMBARAN SINDROMA KORONER AKUT :
TD dan nadi
Gula darah
Simvastatin sebelumnya
(10-40 mg per
hari)
Rujuk untuk pemeriksaan lebih
lanjut :
untuk CT Scan, Ultrasound untuk
53
ateri karotis, ECG dan pemeriksaan
jantung jika dibutuhkan
Tindakan : Tatalaksana :
- Berikan Oksigen 2-4 liter per menit dengan nasal kanul
- Aspirin tanpa salut gula (dikunyah) 160 300 mg , berikan secepatnya
- Isosorbide dinitrate (ISDN) sublingual 5 mg dapat diulangi 2-3 kali selama
selang waktu 10 menit (jika tidak ada kontraindikasi misalnya hipotensi)
- Untuk nyeri dada hebat yang belum teratasi dengan obat-obat di atas,
berikan Morphine 5-10 mg IM atau IV (jika terdapat apoteker)
- Lakukan pemeriksaan EKG dan enzim troponin atau CKMB.
Diagnosis
Sindrom Koroner
Akut berdasarkan munculnya 2 dari :
- Tindakan
Rujuk ke RS secepat mungkin
Gejala Infark Miokard Biomarker jantung + (Tes Troponin T kualitatif menggunakan strip,
pada layanan primer)
54
4) TRAUMA
Pada klien yang mengalami trauma, baik kecelakaan lalu lintas, jatuh, tenggelam, dan
terbakar memerlukan tatalaksana
Alur 18g
TATALAKSANA TRAUMA (KLL, JATUH, TENGGELAM, DAN TERBAKAR)
Keterangan Pemberian:
A. Kompresi Jantung Luar
1. Posisikan pasien / korban ditempat yang keras dan rata.
2. Posisi penolong berlutut pada samping kiri atau kanan korban .
55
3. Posisi kedua telapak tangan berada pada tulang dada pasien / korban, lengan lurus.
4. Lakukan penekanan pada tulang dada, lakukan dengan cepar dan kuat, jangan
ragu ragu.
5. Lakukan penekanan sebanyak 30 kali.
6. Setelah 30 kali, buka jalan nafas, beri nafas buatan, dengan cara dengakkan kepala
pasien / korban, tutup hidung dengan jari, hembuskan nafas kuat kuat ke dalam
mulut korban sebanyak 2 kali.
7. Bila belum ada tanda tanda kesadaran atau perbaikan dari pasien / korban,
lanjutkan kompresi jantung luar.
8. Hal ini terus menerus dilakukan sampai lima siklus.
9. Setelah lima siklus, periksa kembali denyut nadi jantung.
10. Bila ada denyut nadi leher, hentikan kompresi.
11. Bila tidak ada denyut nadi leher, lanjutkan siklus kompresi dan pemberian nafas
buatan dengan perbandngan 30 : 2.
12. Siklus ini terus menerus dilakukan sampai datang penolong yang lebih ahli atau
syarat syarat lain.
B. Pembebasan jalan napas :
56
Tehnik chin lift adalah meletakkan dua jari dibawah dagu kemudian
hati - hati angkat ke atas hingga rahang bawah terangkat
kedepan.selama tindakan ini perhatikan leher jangan sampai
menengadah berlebihan.
Tehnik chin lift adalah meletakkan dua jari dibawah dagu kemudian
hati - hati angkat ke atas hingga rahang bawah terangkat
kedepan.selama tindakan ini perhatikan leher jangan sampai
menengadah berlebihan.
Tehnik Jaw trust doronglah sudut rahang bawah ke depan hingga
rahang bawah terdorong ke depan.
Pemberian napas :
Kelingking penolong disudut rahang bawah , jari tengah dan jari
manis didagu dan mengangkat ke atas telunjuk dan ibu jari
memegang face mask agar hidung dan mulut pasien / korban tertutup
dengan rapat ( C E posisi ).
Kasus
kegawatdaruratan
jantung
dan
trauma,
tahapan
penilaian:
57
dengan tenaga terlatih dalam rehabilitasi medik. Kegiatan paliatif antara lain meliputi
penatalaksanaan nyeri.
Keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikolog, sosial cultural dan spiritual,
persiapan dan selama masa dukacita (breavement). Keluhan utama pasien stadium lanjut yang
paling sering adalah nyeri. Nyeri hebat dan tidak mampu lagi diobati dengan obat standar.
Pengobatan dimaksud, dapat secara medikamentosa/obat-obatan khusus termasuk morphin
ataupun tindakan operasi. Terapi paliatif bisa dilakukan di rumah sakit atau di rumah
penderita (home care). Terapi paliatif dan bebas nyeri adalah suatu kesatuan, dengan tujuan
agar tercapai kualitas hidup yang baik, secara pribadi maupun sebagai komunitas sosial.
Tindakan yang dilakukan pada terapi paliatif sama dengan terapi utama, modalitas
terapinya meliputi operasi, kemoterapi, radioterapi, atau salah satu atau kombinasi ketiganya.
Misalnya, dilakukan operasi untuk mengeluarkan cairan di perut sehingga pasien tidak sesak,
operasi atau radioterapi untuk mengurangi besarnya tumor atau kanker supaya tidak menekan
saraf sehingga keluhan nyeri berkurang, dan lain-lain.
Salah satu upaya rehabilitatif untuk penderita DM adalah perawatan kaki Diabetes, seperti
yang tergambar dalam Alur 19, di bawah ini :
58
Alur 19
UPAYA REHABILITATIF PERAWATAN KAKI
DIABETES UNTUK PENDERITA DM NON ULKUS
ANAMNESIS
Identifikasi faktor risiko kaki diabetik (kalus, tinea pedis, deformitas jari, fisura, dan lain-lain
SEPATU
Pemakaian
alas kaki yg
sesuai
DEFORMITAS
Deformitas
jari
Pes cavus
Charcot
foot
Hallus
vagus
Hallus
rigidus
LESI KULIT
-Kalus,korn
-Deformitas kuku
-Tinea pedis
-Fisura, lepuh
-Edema, bengkak
NEUROPATI
-Refleks tendon achiles
-Persepsi vibrasi
-Persepsi tekanan
KELAINAN VASCULAR
Pulsasi arteri
pedis
Perawatan kaki
Perawatan
kaki
non-ulkus
Edukasi
perawatan kaki
Edukasi
dan
penggunaan alas
kaki yang sesuai
Risiko
Renda
h
Edukasi
perawatan kaki
Inspeksi kaki
setiap enam
bulan
59
2.2
3. Pada kondisi Puskesmas yang tidak mampu memberi layanan rujukan medis pada
Rujukan Puskesmas lain
kasus dengan kondisi sakit cukup berat dan atau kegawat-daruratan yang
medik,
maka
belum
Rujukan masyarakat
Perorangan
Rujukan
mengembangkan
pasien harus secepatnya dirujuk ke rumah sakit Posbindu
rujukan medik spesialistik
terdekat.
Pelayanan PTM
Dari pasien yang dirujuk ke fasilitas pelayanan rujukan medik spesialistik/spesialistik
terbatas, umpan balik hasil layanan dikirim kembali kepada pengirimnya agar
penyelenggaraan pelayanan
kesehatan
secara menyeluruh di seluruh wilayah
Puskesmas
pengembangan
pelayanan PTM
Kabupaten/Kota berjalan dengan
baik.
4. Umpan balik hasil pelayanan dan saran-saran tindak-lanjutnya, disampaikan kepada
Pelayanan
pengendalian penyakitKasus
tidakdapat
menular
dilaksanakan
secara
Kasus Tdk
dpt ditadita- dan rujukan kasus,
Kasus dapat dita-
ngani di Puskesmas
ngani dgn tuntunan
ngani mulai
di Puskesmas
berjenjang,
dari posbindu PTM,
Puskesmas, Puskesmas PTM,
sampai ke Rumah sakit,
dari RS rujukan
Dirujuk ke RS Rujukan
Terdekat yang mempunyai
fasilitas memadai sesuai
dengan Kebutuhan /TPKB
Spesialis yg datang ke
Puskesmas
Hasil tindakan /
Yankes di RS baik,
Pasien dikembalikan
ke Puskesmas
60
BAB III
SARANA DAN PRASARANA
Untuk terlaksananya upaya pengendalian PTM di puskesmas, sewajarnya diperlukan
pentahapan penerapan kriteria, baik menyangkut sumber daya (tenaga, anggaran/biaya,
metode/SPO, peralatan medis), obat essensial PTM.
Sesuai dengan target yang telah ditetapkan pada pedoman pengembangan
pengendalian PTM di Puskesmas bahwa pada tahun 2014 terdapat minimal satu
Kabupaten/Kota memiliki satu puskesmas pelayanan PTM yang dapat dilaksanakan di
puskesmas perawatan maupun non perawatan, tergantung pada sumber daya, saranaprasarana yang dimiliki. Adapun standar yang ditetapkan dimiliki oleh puskesmas untuk
pelayanan PTM adalah:12
3.1 Sumber Daya Manusia
Untuk dapat melaksanakan pelayanan PTM terintegrasi di puskesmas diperlukan
sumber daya manusia yang kompeten, terdiri dari
61
1 (satu) orang dokter umum, terlatih PTM terintegrasi, Practical approach to Lung
satuan kerja tim dinamis, yang mendapatkan pelatihan yang terprogram, melalui InterProfesional Education (IPE)/ Inter-Profesional Learning (IPL) dalam bentuk workshop.
3.2. Peralatan medis untuk pelayanan PTM
Beberapa contoh peralatan dasar tersedia dalam jumlahnya cukup, antara lain:
Sarana penyuluhan PTM untuk berhenti merokok, gizi sehat, aktivitas fisik yang
terdiri dari media cetak (flipchart, lembar balik), media elektronika (CD, kaset,sound
system, monitor), media wawan muka (diskusi kelompok terarah, wawancara dan
bermain peran/rolplay ,konseling)
Sarana deteksi dini : Tensimeter merkuri, alat pengukur: TB, BB, LP, stetoskop, EKG,
Rontgen paru, peak flow meter, IVA kit, glukometer, tes albumin urin, tes cholesterol,
amphetamine test, alcohol test
Sarana penatalaksanaan kegawatdaruratan PTM: tabung oksigen, tabung N2O/CO2,
monitor 4 parameter (TD, nadi, EKG, pulseoxymetri), nebulizer, trauma kit,
spirometri, defibrillator, resusitasi kit.
Sarana pendukung seperti kreatinin, keton urine, dan
62
Aminofilin
Amoxycillin
Amoxicillin + as.klavulanat
Adriamin
Adriamycin
Aspirin
Bisoprolol
Budesonid
Burnazine
Beclometasone inhaler
Cyclophospamide
Cotrimoxazole
Captopril
Codein Tablet
Doksisiklin
Dexamethason
Efedrin
Erythromycin
Furosemide
Ibuprofen
Methilprednisolon
Metronidazole
Ipratropium bromide
Ipratropium
bromide
Salbutamol
Tiotropium
Salbutamol tablet
Salbutamol inhaler
Metformin
Sulfonilurea
(glibenclamide,
Glimepirid,Glikazid,Glikuidon)
Statin(lovastatin/simvastatin)
Hydrochlorothiazide
Isosorbide dinitrate
Enalapril
CCB
(nifedipine R, amlodipine)
Glukosa Injeksi
Metotrexate
Tamoxifen
Phenoxymethyl penicillin
Paracetamol
Prednisolone
Hydrocortisone (injection)
Salbutamol injectable
Insulin basal
(NPH, Glargine, Detemir)
Promethazine injection
Glucose injectable solution
Sodium chloride infusion
Sulfas Atropin
Heparin
Povidon Iodine
Beberapa daftar obat kemoterapi yang sering dipakai oleh orang dengan kanker harus
diketahui oleh dokter yang bertugas di puskesmas pelayanan PTM, mengenai efek samping
obat seperti dibawah ini:
63
Obat essensial ini harus ada di puskesmas sehubungan dengan pengendalian PTM di
fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Dalam hal lama pemberian obat, karena PTM
membutuhkan pengobatan dalam waktu lama, maka obat-obatan diberikan paling sedikit
untuk waktu 1 (satu) bulan sebagaimana pedoman masing-masing penyakit dan jika tidak ada
keluhan lain yang mendesak dan perlu penanganan lebih lanjut. Dalam hal perhitungan dan
manajemen obat di puskesmas dapat dilihat pedoman dan petunjuk teknis yang ada terkait
pengadaan dan manajemen obat di puskesmas.
64
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN PPTM
4.1. Pencatatan
Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan pengendalian PTM menjadi bagian
penting dari pencatatan di puskesmas dan jajarannya, dengan penambahan kolom untuk
beberapa format pencatatan yang diperlukan seperti jumlah skrining maupun deteksi dini,
jumlah kasus yang ditangani, jumlah pasien yang dirujuk, secara detail mengenai pencatatan
dapat merujuk pada pedoman pengendalian yang tersedia. Disarankan untuk tidak membuat
format baru, mengingat bahwa format pencatatan kegiatan puskesmas untuk data penyusunan
profil kesehatan Kabupaten/Kota, masih tetap dibuat puskesmas.12,13
Laporan kegiatan puskesmas, merupakan bagian dari laporan kegiatan pelayanan
puskesmas secara keseluruhan. Hasil evaluasi/penilaian kinerja pelayanan puskesmas akan
menjadi bagian dari hasil kinerja pelayanan puskesmas induknya. Bersama dengan hasil
kinerja pelayanan lainnya, akan menjadi hasil kinerja puskesmas. Pengiriman laporan dan
umpan-balik analisis hasil evaluasi kinerja pelayanan di setiap fasilitas pelayanan PTM akan
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
4.2. Pelaporan
Pelaporan pengendalian PTM di Puskesmas disesuaikan dengan format pelaporan
yang ada di Puskesmas setempat. Bila memungkinkan dalam pengembangannya dapat
ditambahkan jenis penyakit PTM lainnya. Pencatatan penyakit tidak menular di puskesmas
untuk pencatatan berdasarkan individu maupun kasus digunakan rekam medis atau catatan
klinis.
65
BAB VII
PENUTUP
Petunjuk teknis penyelenggaraan Pengendalian Penyakit tidak menular di puskesmas
merupakan upaya dalam mengakomodasi berbagai perkembangan di bidang kesehatan
maupun sektor lain yang berdampak pada derajat kesehatan.
Dukungan yang optimal dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun LSM,
organisasi profesi, akademisi, sangat dibutuhkan pada penerapan kebijakan pengendalian
penyakit tidak menular di Puskesmas
Terdapat Buku Petunjuk teknis penyelenggaraan Pengendalian Penyakit tidak menular
di puskesmas sebagai acuan bagi Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan Puskesmas, dalam mengembangkan kebijakan operasional dan
penyelenggaraan puskesmas, disesuaikan dengan kondisi dan situasi daerah. Pengendalian
PTM secara terintegrasi merupakan kunci keberhasilan dalam upaya pengendalian penyakit
tidak menular di puskesmas PTM.
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Atlas on Cardiovascular Diseases. Cardiovascular disesases distribution.
Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and Control 2011.
2. Asaria P, Chisholm D, Mathers C, Ezzati M, Beaglehole R. Chronic disease
prevention: Health effects and financial costs of strategies to reduce salt intake
and control tobacco use. Lancet 2007; 370: 2044-53.
66
Indonesia.
Rencana
program
nasional
pencegahan dan penanggulangan PTM tahun 2010 2014. Jakarta: Depkes RI.
2008.
13. World Health Organization. Package of Essential Non Communicable Disease
Intervention for Primary Health Care in Low Resouse Settings. Geneva: 2010.
67