Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Indonesia pada saat ini menghadapi pergeseran pola penyakit dari penyakit
menular menjadi penyakit tidak menular (PTM). Prevalensi beberapa PTM utama
meningkat, sementara penyakit menular masih tinggi, lebih diperparah lagi oleh
munculnya penyakit baru dan penyakit lama yang muncul kembali.
Gambar 1. dikutip dari Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention
and Control 2011l). PTM mengakibatkan 36 juta kematian di dunia antara lain:
penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) 48% (17,3 juta), kanker 21%
(7,5 juta), penyakit saluran pernapasan kronis 12% (4,3 juta), penyakit diabetes
melitus 3% (1 juta)
Gambar 2. dikutip dari Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention
and Control 2011l). Hampir 80% kematian akibat PTM terjadi di negara-negara
berpenghasilan rendah dan sedang. Sekitar 17 juta kematian akibat penyakit
kardiovaskular (penyakit jantung, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer), 3 juta
diantaranya terjadi pada usia dibawah 60 tahun.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 1

Gambar 1 : Distribusi penyebab


kematian

Gambar 2 : Distribusi penyebab


kematian

Menurut berbagai penelitian epidemiologi, masalah penanganan PTM dan


faktor risikonya justru terjadi pada masyarakat golongan sosial ekonomi rendah.
Kematian akibat PTM di negara-negara maju terus menurun, sebaliknya di negaranegara berkembang justru meningkat.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa
dari 10 besar penyebab kematian di Indonesia, enam diantaranya tergolong PTM.
Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi 15,4%, disusul Tuberkulosis 7,5%,
hipertensi 6,8%, cedera 6,5%, perinatal 6,0%, diabetes melitus 5,7%, tumor 5,7%,
penyakit hati 5,2%,

penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit saluran nafas

bawah 5,1%.
Riskesdas 2007 juga menyebutkan bahwa, prevalensi hipertensi umur >18
tahun di Indonesia mencapai 31,7%, namun hanya 23,9% kasus saja yang
terdiagnosis/minum obat. Prevalensi diabetes mellitus adalah 5,7%, sudah
terdiagnosis 1,5%, sedangkan 4,2% baru terdiagnosis saat penelitian dilakukan.
WHO pada tahun 2008 memprediksikan bahwa di Indonesia, 63% (sekitar 1
juta) kematian diakibatkan oleh PTM, 9% kematian akibat cedera dan 28% akibat

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 2

penyakit menular, maternal, perinatal dan malnutrisi (gambar 3. dikutip dari Noncommunicable Diseases Country Profiles 2011).

Gambar 3.
Prediksi penyebab kematian tahun 2011 di
Indonesia
menurut
WHO.
Penyakit
kardiovaskular 30%, kanker 13%, penyakit
respirasi 7%, diabetes 3%, PTM lain 10%.
Cedera 9% dan penyakit menular, maternal,
perinatal dan malnutrisi 28%.

Sejalan dengan perkembangan perekonomian dan layanan kesehatan di


Indonesia, terjadi pula perubahan demografis - struktur umur penduduk Indonesia
bergerak ke arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population).
Perubahan

ini

ikut

berperan

terhadap

pergeseran

pola

penyakit

(transisi

epidemiologi), penyakit menular cenderung menurun sedangkan PTM cenderung


meningkat. Untuk menghadapi perubahan pola penyakit ini, diperlukan perubahan
strategi pelayanan kesehatan.
WHO memperkirakan bahwa 90% penyakit diabetes tipe-2, 80% penyakit
kardioserebrovaskular dan 33% penyakit kanker sebenarnya dapat dicegah dengan
mengkonsumsi diet sehat, olahraga cukup dan tidak merokok. Maka, upaya prevensi
dan promosi harus digalakkan dan diupayakan dapat menjangkau seluruh golongan
sosial ekonomi, termasuk golongan sosial ekonomi bawah.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 3

Dewasa ini, pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang sangat


terbebani oleh peningkatan kebutuhan terhadap penanganan penyakit jantung,
stroke, kanker, diabetes, dan penyakit paru kronik. Upaya penambahan fasilitas di
rumah sakit tersier yang disertai pengadaan alat-alat canggih memakan sebagian
besar anggaran kesehatan, padahal fasilitas semacam itu hanya dapat dinikmati oleh
sebagian kecil saja dari masyarakat. Akibatnya upaya promosi, prevensi dan deteksi
dini terhadap mereka yang mempunyai faktor risiko PTM, tidak terlaksana.
Langkah-langkah yang dijalankan dalam Pengendalian PTM mencakup :
tujuan dan penetapan target nasional, penilaian hasil penanganan PTM, memperluas
jaringan kemitraan, dan melakukan pendekatan kesehatan dalam berbagai
kebijakan, memperkuat sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan di tingkat
primer seperti pelayanan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), serta
membentuk kapasitas nasional maupun institusional yang mampu melaksanakan
program penanganan PTM.
Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan terdepan perlu direvitalisasi,
agar mampu memberikan kontribusi besar dalam upaya pengendalian PTM.
Dibutuhkan komitmen yang tinggi dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas
pelayanan puskesmas. Jejaring yang efektif dan efisien perlu diciptakan, kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia hendaknya ditingkatkan, tersedianya standar
pelayanan minimum (SPM) yang komprehensif (holistik) dan sarana/prasarana
diagnostik, serta pengobatan sesuai SPM, juga didukung oleh sistem informasi yang
memadai.
Puskesmas mempunyai 3 fungsi utama yaitu sebagai : 1) pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, 2) pusat pemberdayaan masyarakat dan
keluarga dalam pembangunan kesehatan, 3) pusat pelayanan kesehatan primer.
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 4

Dari penjelasan fungsi puskesmas ini, jelaslah bahwa puskesmas bukan saja
berperan menjalankan teknis medis, tetapi juga mengorganisasikan modal sosial
yang ada di masyarakat, agar terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan secara
mandiri, sehingga pelayanan yang dilaksanakan oleh puskesmas dapat memberikan
hasil yang lebih baik karena mampu menjangkau masyarakat luas dengan biaya
lebih rendah.
Kombinasi antara teknologi mengelola PTM yang sudah tersedia dengan
personil yang terlatih dan sistem rujukan yang terorganisir, memungkinkan
kebanyakan kasus PTM dapat ditangani dan dikelola di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar.
Berdasarkan hal tersebut perlu disusun petunjuk teknis PPTM sebagai acuan
dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan kesehatan di puskesmas

1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum :
Tersusunnya petunjuk tehnis (juknis) pelayanan pengendalian Penyakit Tidak
Menular di puskesmas
1.1.2 Tujuan Khusus :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tersusunnya juknis promosi PTM


Tersusunnya juknis upaya preventif PTM (deteksi dan tindak lanjut dini)
Tersusunnya juknis tatalaksana PTM
Tersusunnya juknis upaya rujukan PTM
Tersusunnya juknis upaya paliatif dan rehabilitatif bersumberdaya masyarakat
Tersusunnya juknis tatalaksana kegawatdaruratan, cedera dan tindak
kekerasan.

1.2 Sasaran
1) Dinas Kesehatan Propinsi
2) Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
3) Puskesmas dan Jaringannya (Puskemas Pembantu dan Puskesmas Keliling)

1.3 Kebijakan Operasional


1)

Mengembangkan dan memperkuat kegiatan pencegahan dan penanggulangan


faktor risiko PTM berbasis masyarakat.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 5

2)
3)
4)
5)

Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini (skrining) faktor risiko PTM
Meningkatkan tata kelola pelayanan PTM sesuai standar.
Meningkatkan monitoring pelaksanaan kegiatan pengendalian PTM.
Meningkatkan dan memperkuat manajemen, pemerataan, dan kualitas peralatan
deteksi

dini

faktor

risiko

PTM

dengan

merencanakan,

menyediakan

dan

6)

memanfaatkannya secara optimal.


Meningkatkan peran masyarakat dalam melakukan KIE yang benar tentang faktor

7)

risiko PTM
Meningkatkan advokasi dan sosialisasi (kepada camat, lurah/kepala desa, tokoh
agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan, Lembaga ketahanan masyarakat

8)
9)
10)
11)

desa/dewan kelurahan, Lembaga sosial masyarakat) pengendalian PTM


Memperkuat surveilans PPTM
Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi pengendalian PTM
Merencanakan dan menyepakati pembiayaan pengendalian PTM
Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pengendalian PTM

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 6

BAB II
UPAYA PELAYANAN PPTM DI PUSKESMAS
Puskesmas sebagai penanggung jawab upaya kesehatan terdepan mempunyai tiga
fungsi yaitu 1) sebagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, 2) Pusat
pemberdayaan keluarga dan masyarakat, 3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Dalam rangka penyelenggaraan pengendalian PTM, puskesmas melakukan

upaya

pencegahan penyakit melalui kegiatan primer, sekunder dan tertier.


Pencegahan Primer adalah segala kegiatan yang dapat menghentikan atau
mengurangi faktor risiko kejadian penyakit sebelum penyakit tersebut terjadi. Pencegahan
primer dapat dilaksanakan di puskesmas, melalui berbagai upaya meliputi: promosi PTM
untuk meningkatkan kesadaran serta edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
dalam pengendalian PTM. Promosi PTM dapat dilaksanakan melalui berbagai upaya,
contohnya : kampanye pengendalian PTM pada hari-hari besar PTM (Hari Kanker Sedunia,
Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Hari Diabetes Sedunia, Pekan Keselematan di Jalan, dan
lain-lain).
Upaya meningkatkan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk
melaksanakan upaya pencegahan primer dengan cara melindungi dirinya dari risiko PTM
contohnya : pemakaian alat pelindung diri (pemakaian helm berstandar SNI untuk
mengurangi fatalitas cedera kepala saat terjadi benturan), pemakaian sarung tangan saat
melakukan pemeriksaan darah, pemberian obat suntikan, dan pelaksanaan screening IVA.
Kesadaran dalam pemakaian alat pelindung diri melalui pelayanan kesehatan primer,
utamanya menekankan upaya-upaya pencegahan agar masyarakat tidak jatuh sakit dan
masyarakat yang sehat dapat memelihara kesehatan dan kebugarannya secara optimal.
Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat agar berperan
serta dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas.
Pencegahan Sekunder lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan
penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan dini agar penyakit
tersebut tidak menjadi parah. Pencegahan sekunder dapat dilaksanakan melalui skrining /uji
tapis dan deteksi dini
Pencegahan Tertier adalah suatu kegiatan difokuskan kepada mempertahankan
kualitas hidup penderita yang telah mengalami penyakit yang cukup berat yaitu dengan cara
rehabilitasi dan paliatif. Pencegahan tertier merupakan upaya yang dilaksanakan pada
penderita sesegera mungkin agar terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut untuk
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 7

meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup. Pencegahan


tertier dapat dilaksanakan melalui

tindak lanjut dini dan tata laksana kasus termasuk

penanganan respon cepat menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat
penyakit tidak menular dapat tercegah dengan baik.
Tatalaksana kasus dan respon cepat terhadap kondisi kegawatan PTM harus dapat
dilakukan oleh setiap petugas kesehatan di fasilitas pelayanan

kesehatan dasar.

Penanganan pra rujukan yang memadai menjadi tolak ukur keberhasilan setiap pelayanan
kesehatan yang diberikan di fasilitas layanan kesehatan dasar terhadap kasus yang
memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit.
Pengendalian PTM di fokuskan terhadap faktor risiko PTM, jika sudah menderita
PTM maka akan sulit

disembuhkan dengan sempurna, bahkan dapat menimbulkan

kecacatan dan kematian. Disamping itu, PTM memerlukan perawatan dan pengobatan yang
memakan waktu cukup lama dengan biaya yang tidak sedikit.
2.1 Upaya Promotif
Upaya promosi kesehatan di Puskesmas dilakukan agar masyarakat mampu
berprilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), upaya promosi kesehatan dilakukan melalui
sosialisasi,

penyuluhan,

komunikasi,

diseminasi-informasi

dan

edukasi,

dengan

menggunakan media promosi seminar/workshop dan melibatkan pemuka masyarakat,


keluarga dan dunia usaha. Promosi kesehatan juga ditujukan dalam rangka menciptakan
lingkungan yang kondusif seperti adanya kawasan tanpa rokok (KTR), sarana umum untuk
melakukan aktivitas fisik, olahraga dan untuk mencegah gangguan cedera dan tindak
kekerasan dilakukan promosi peningkatan perilaku sehat di jalan melalui penggunaan helm,
penggunaan sabuk pengaman, dan lain-lain.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 8

Pengendalian faktor risiko PTM dilakukan melalui gaya hidup sehat seperti tidak
merokok, cukup aktivitas fisik, diet sehat (gizi seimbang, rendah garam, rendah gula dan
rendah lemak), tidak mengkonsumsi alkohol serta tata kelola stres.
Promosi kesehatan mengajak masyarakat untuk CERDIK menuju masa muda
sehat dan hari tua nikmat tanpa PTM, yang secara harfiah adalah:
C : Cek kesehatan dengan deteksi dini secara rutin dan teratur
E : Enyahkan asap rokok dan polusi udara lainnya
R : Rajin aktifitas fisik, olah raga, dan seni
D : Diet sehat dengan kalori seimbang berupa rendah lemak, garam,
gula dan tinggi serat
I : Istirahat yang cukup
K : Kendalikan stress
Pemberdayaan perorangan, keluarga, dan masyarakat di komunitas melalui
posbindu PTM, UKBM, Posdaya, Poslansia, dan Posyandu

dimana masyarakat

berkontribusi dalam peningkatan kesehatan melalui pengetahuan dan kemampuan menuju


kemandirian untuk hidup sehat dan berpartisipasi secara total dalam pencegahan dan
penanganan kegawat daruratan yang sederhana. Diharapkan masyarakat dapat merubah
perilakunya untuk mencapai hidup sehat.
Pemberdayaan

masyarakat di bidang kesehatan saat

ini dilakukan

melalui

pembentukan dan pengembangan Desa Siaga sebagai upaya merekonstruksi atau


membangun kembali berbagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyakarat (UKBM).
Pengembangan Desa Siaga merupakan revitalisasi Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Desa (PKMD) sebagai pendekatan edukatif yang perlu dihidupkan kembali, dipertahankan,
dan ditingkatkan.
Posbindu PTM adalah kegiatan pembinaan terpadu untuk mengendalikan faktor
risiko PTM dan merupakan bentuk kemandirian masyarakat dalam mendeteksi dan
memonitor faktor risiko PTM secara rutin. Petugas puskesmas melakukan pengawasan
melalui kegiatan monitoring program.
Pembinaan kegiatan Posbindu PTM, dapat dilakukan melalui kemitraan organisasi
profesi (PPNI, IAKMI, IDI, IBI, Forum Kota Sehat, dan lain-lain). Selain sebagai pembina dan
pengawas dalam

penyelenggaraan Posbindu PTM, Puskesmas juga menjadi tempat

rujukan untuk kasus yang memerlukan penanganan atau tindak lanjut selain dokter keluarga
dan klinik swasta.
Dalam hal kasus sudah ditangani dan sudah mendapat pengobatan, puskesmas
dapat mengajurkan agar kasus dimonitor melalui kegiatan posbindu PTM, selanjutnya
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 9

secara berkala tetap kontrol ke Puskemas untuk mendapatkan pengobatan dan


penanganan medis lainnya jika diperlukan. Peran Puskesmas dalam penyelenggaraan
Posbindu PTM menurut mekanisme di bawah ini, lihat Alur -1:
Alur-1
PENGENDALIAN PTM MULAI DARI POSBINDU PTM,
PUSKESMAS, DAN RUMAH SAKIT

Hasil
wawncara dan
pemeriksaan

FR PTM:
-Hipertensi
-Dislipidemia
-Hiperglikemia
-Obesitas
-dan lain-lain

DIAGNOSIS:
- Pemeriksaan
-Pemeriksaan
Penunjang

PUSKESMAS

PENYAKIT
TIDAK
MENULAR:
- PJK-PD
-Stok
-Diabetes Melitus
-Kanker
-PPOK dan Asma
-Gakti
-dan lain-lain

POSBINDU
PTM

TATALAKSANA DINI
-Respon cepat
-Pengobatan dini

KONSELING

RUJUKAN:
RUMAH SAKIT

-Berhenti merokok
-Konsumsi
makanan
sehat
-Berhenti
minum
alcohol
-Lakukan aktifitas fisik
secara teratur
-Kendalikan stres
-Taat
terhadap
pengobatan

KIE
cerdik

C
e
r
d
Puskesmas sebagai pembina Posbindu dan rujukan Posbindu, berperan memberikan
i
penanganan penyakit serta memberikan pendidikan kesehatan dan konseling.
k

Pendidikan kesehatan dan konseling ini merupakan tatalaksana dini untuk pengendalian
faktor risiko maupun pengendalian penyakit di posbindu maupun di puskemas
Berikut ini adalah panduan dalam memberikan pendidikan kesehatan maupun
konseling kepada masyarakat untuk pencegahan PTM dengan melakukan pengendalian
faktor risiko (lihat Alur-2)

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 10

Alur-2 Pendidikan dan Konseling


Kesehatan

Teratur
berolah
raga

Makan
makan
an
sehat

Manajeme
n stress

Periksa
kesehat
an
berkala

Berhenti
merokok

BERHENTI MEROKOK
Mendorong semua bukan perokok untuk tidak mulai merokok
Menganjurkan keras semua perokok untuk berhenti merokok dan membantu upaya
mereka untuk berhenti merokok
KONSUMSI
MAKANAN
Individu yang menggunakan bentuk lain
dari tembakau
harus SEHAT
disarankan untuk berhenti
Garam (natrium klorida) dengan cara: membatasi sampai < 6 gram (1 sendok teh) per hari,
Kurangi garam saat memasak, dan membatasi makanan olahan dan cepat saji
Konsumsi Buah-buahan dan sayuran : Lima porsi (400-500 gram) buah-buahan dan
sayuran per hari (satu porsi setara dengan 1 buah jeruk, apel,mangga, pisang atau 3
sendok makan sayuran dimasak
Hindari Makanan berlemak dengan cara:membatasi daging berlemak, lemak susu dan
minyak goreng (< dua sendok makan perhari), ganti minyak sawit menjadi minyak kelapa
dengan zaitun, kedelai, jagung, lobak atau minyak sun flower, dan ganti daging lainnya
dengan ayam (tanpa kulit)
Mengkonsumsi Ikan: Makan ikan sedikitnya tiga kali per minggu, utamakan ikan berminyak
seperti tuna,makarel, salmon,
danAKTIFITAS
kurangi konsumsi
gula, dengan
anjuran konsumsi gula
LAKUKAN
FISIK SECARA
TERATUR
tidak melebihi delapan sendok teh per hari
Tingkatkan aktivitas fisik secara progresif untuk mencapai tingkat moderat (seperti jalan
cepat), sedikitnya 30 menit per-hari ( lima hari dalam seminggu)
Kontrol berat badan dan hindari kelebihan berat badan dengan mengurangi makanan
berkalori tinggi dan melakukan aktivitas fisik yang cukup

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 11

BERHENTI MINUM ALKOHOL


Pantang alkohol harus dipertahankan:
Orang seharusnya tidak disarankan untuk mulai mengkonsumsi alkohol untuk alasan
kesehatan. Laki-laki yang mengkonsumsi alkohol > 2 gelas per hari dan perempuan yang
mengkonsumsi > 1 gelas per hari dan dianjurkan untuk mengurangi, Tidak lebih dari 5 hari
minum per minggu.
Satu unit = setengah gelas bir (5% alkohol), 100 ml anggur (10% alkohol), 25 ml minuman
40% alkohol
Sarankan pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol bila ada risiko tambahan seperti:
Mengemudi atau mengoperasikan mesin, Hamil atau menyusui, Minum obat yang berinteraksi
Konseling
Stress
dengan alkohol, Menderita gangguan
medis Tata
yang Kelola
dapat diperburuk
oleh alkohol, dan kesulitan
dalam
mengendalikan
kebiasaan
minum
alkohol
Berpikir positif, tidur yang cukup, tertawa, berolah raga, meditasi, dengarkan musik, libatkan
indera tubuh, lakukan pemijatan, miliki sikap mental pemenang, bangun hubungan positif,
seleksi yang kita baca, dengar dan lihat, mendekatkan diri pada sang pencipta
Taat terhadap pengobatan

Bila pasien diberi resep obat, maka ajarkan: cara minum obat dirumah, jelaskan
perbedaan antara obat-obatan yang harus diminum untuk jangka panjang (misalnya
obat hipertensi) dan pemakaian jangka pendek menghilangkan gejala (misalnya pelega
untuk mengatasi mengi)

Jelaskan cara kerja tiap-tiap obat, jelaskan dosis yang digunakan untuk tiap obat dan
berapa kali minum sehari, bungkus masing-masing tablet dan berikan label
Periksa pemahaman pasien sebelum meninggalkan praktek anda
Jelaskan pentingnya untuk menjaga kecukupan pasokan obat-obatan.
Keharusan minum obat secara teratur seperti yang disarankan , meskipun tidak ada
gejala

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 12

Sehubungan dengan pengendalian faktor risiko merokok, alur berikut digunakan


sebagai pendidikan kesehatan dan konseling untuk berhenti merokok (lihat Alur-3)

Alur 3 Konseling Berhenti Merokok


A1. Ask
(tanyakan)

Apakah anda
merokok?

TIDA
K

Ingatkan
kembali
bahwa
merokok
meningkatkan risiko penyakit jantung

YA

A2. Advice
(nasihatkan)

Nasihatkan untuk berhenti merokok dengan memberikan pandangan yang jernih,


kuat dan individualistis.

"Tembakau meningkatkan risiko serangan jantung, strok, kanker paru, penyakit respirasi.
Berhenti
merokok merupakan hal terpenting yang perlu anda lakukan untuk melindungi jantung
dan kesehatan anda, stop merokok sekarang.
A3: ASSESS
(kajian)

Apakah anda ingin berhenti


merokok sekarang?

Ya

A4: ASSIST
(memberikan
dukungan)

A5:
ARRANGE
(Mengatur)

Tidak

Menyediakan
Bantu
mempersiapkan
rencana
Informasi kesehatan
berhenti merokok :
tentang bahaya
Tetapkan tanggal berhenti
merokok dan
Informasikan kepada keluarga
memberikan leafletdan teman
leaflet terkait
Meminta dukungan mereka
kepada pasien
Buang jauh-jauh rokok / tembakau
Singkirkan benda-benda / artikel
yang menimbulkan keinginan
merokok
kunjungan tindak
Pada tindakMengatur
lanjut kunjungan
lanjut*
Ucapkan selamat sukses berhenti merokok dan beri semangat
Jika pasien kambuh merokok, pertimbangkan tindak lanjut lebih
intensif
dan dukungan dari keluarga

Idealnya kunjungan follow-up kedua dianjurkan dalam bulan yang sama, kemudian setiap bulan sesudahnya selama empat

2.2 Upaya
Deteksi
bulan Penapisan
dan evaluasidan
setelah
satu Dini
tahun. Jika tidak memungkinkan,lakukan konseling setiap kali pasien datang untuk
pemeriksaan
tekanan darah
.
Dalam perjalanan
penyakit
tidak menular selain faktor risiko perilaku, faktor risiko antara

atau

Faktor risiko PTM bisa dikendalikan karena itu perlu dideteksi dan diintervensi secara

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 13

dini agar tidak berlanjut menjadi fase akhir terjadinya Penyakit Jantung Koroner, Stroke, Diabetes
Mellitus, Ginjal Kronik, Kanker, PPOK yang akan memberikan beban biaya kesehatan sangat
mahal.
Faktor risiko PTM ada yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat di modifikasi. Faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi yaitu riwayat penyakit dalam keluarga, kelahiran prematur, usia, dan
jenis kelamin. Faktor risko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah : kurang aktivitas fisik, pola
makan yang tidak sehat dan seimbang (termasuk sering mengkonsumsi makanan asin, berlemak,
makanan/minuman manis), gaya hidup tidak sehat {merokok, mengkonsumsi alkohol, kurang
sayur buah, berat badan lebih, dan obesitas (obesitas umum dan obesitas sentral), stress,
dislipidemia (metabolism lemak yang abnormal), hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) }, dan
perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, seperti perilaku berlalu lintas yang tidak
benar.

Semakin

dini

penyakit

tidak

menular

ditemukan

akan

semakin

baik

dalam

penatalaksanaannya dan mengurangi terjadinya komplikasi yang bersifat fatal.


2.2.1. Skrining/Uji Tapis
Skrining /Uji tapis adalah suatu strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk
mendeteksi faktor risiko atau penyakit pada individu dengan atau tanpa tanda dan gejala.
Skrining /uji tapis bukan untuk diagnosis tetapi untuk menjaring dan menentukan apakah yang
bersangkutan memiliki faktor risiko PTM atau PTM. Pada saat skrining /uji tapis ditemukan faktor
risiko PTM atau PTM maka perlu follow-up yang cepat dan pengobatan yang tepat.
Pelayanan skrining /uji tapis PTM di Puskesmas dilaksanakan dengan dua cara :
1) Pelayanan aktif
Dilaksanakan melaui penyaringan

massal (mass screening) saat kegiatan yang

melibatkan masyarakat banyak seperti seminar/ workshop, peringatan hari-hari besar


nasional, keagamaan, dan lain-lain.
2) Pelayanan pasif
Skrining dapat dilaksanakan secara terintergrasi misalnya melakukan pemeriksaan TB,
BB, TD, LP, IMT, disertai pemeriksaan GDS, kolesterol, albuminurin, peakflow meter,
IVA dan terintegrasi dengan program lain (misalnya pemeriksaan TD, GDS, dan darah
rutin untuk ibu hamil saat ANC; pemeriksaan IVA dan CBE bersama pada ibu yang
berusia 30-50 tahun dengan kontrol KB, dan pemeriksaan mata pada penderita DM)
Puskesmas dan jajarannya sebagai ujung tombak pelayanan dasar di komunitas,
juga dapat melakukan skrining kepada masyarakat berisiko, yaitu perempuan umur 30-50
tahun dan dapat dilakukan pemeriksaan dan tatalaksana pada sekali kunjungan yang
disebut Single Visite Approace ( SVA) (lihat Alur-4a) di bawah ini:

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 14

Alur 4a Skrining Kanker Leher


rahim
Tingkat
Komunitas
Tingkat
Yankes
Primer/Sekund
er

Mengajak ibu - ibu usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan


kanker leher rahim
Melakukan konseling ttg kanker leher rahim, faktor risiko dan
pencegahannya
Melakukan IVA

Normal/IVA
negatif

IVA Postif

Diulang 5thn yad

Curiga
Kanker

lesi luas*

ya

Tidak
Sarankan
Krioterapi
Konseling
Setuju

Menola
k

Ada servisitis?
Iya
Obati
Langsung
Krioterapi

Anjurkan untuk ulangi


IVA 1 tahun yang
akan datang

T
i
krioterapid
a
k2
Tunggu

Rujuk

minggu untuk
krioterapi

Kembali setelah satu bulan pasca


krioterapi
Kembali enam
krioterapi
IVA (-)

Ibu
memilih
dirujuk

bulan

pasca

Evaluasi
-Apakah sudah bisa
melakukan hubungan
- Lesi sudah sembuh
Acetowhite
atau

lesi prakanker

(+)

** 6 bulan
ke-I
*** 6
ke-II

bulan

Ulangi setelah lima


tahun
Ket:
* lesi > 75% meluas ke dinding vagina atau lebih
dari 2mm dari diameter krioprob atau kedlm
saluran diluar jangkauan krioprobe
** 6 bulan I : 6 bulan pasca krio pertama
*** 6 bulan II : 6 bulan pasca krio kedua

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 15

Skrining kanker payudara dapat juga dilakukan secara terintegrasi dengan leher
rahim pada kelompok umur yang sama, dengan menggunakan alur di bawah ini (lihat Alur4b)
Alur 4b Skrining Pencegahan Kanker Payudara
Mengajak ibu - ibu dalam kelompok usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker payudara
Melakukan konseling tentang kanker payudara, faktor risiko dan pengendaliannya
Menyusui?

Tingkat
Komunitas

Tidak

Ya
Kosongkan ASI

Menanyakan apakah Ibu telah melakukan SADARI

Tingkat
Primer

Ya

Yankes

Tidak

Ajarkan
SADARI
Ada benjolan
lainnya ?
Tida
k

kelainan

Ya

Lakukan CBE (Clinical Breast Examination)

Ada benjolan / kelainan


lainnya ?

Tingkat
Sekunder

Yankes

RUJUK
<

>
35
tahun

35

tahun
USG

Mammografi

Ada Kelainan
Normal

Radiolo
g

Normal
Dokter Bedah Umum / Onkologi

Keterangan:
RS yang belum memiliki fasilitas mammografi, cukup dilakukan USG oleh Radiolog

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 16

2.2.2. Deteksi Dini


Melalui kegiatan deteksi dini faktor risiko PTM diharapkan dapat dilakukan
penanganannya sesegera mungkin, sehingga prevalensi faktor risiko, angka kesakitan,
kecacatan dan kematian akibat PTM dapat diturunkan serendah mungkin. Deteksi dini
faktor risiko PTM dapat mencegah dampak yang memiliki konsekuensi sosial dan ekonomi,
karena untuk pengobatan PTM perlu waktu yang lama dan dengan biaya mahal, misalnya
miokard infark, stroke, gagal ginjal, amputasi, dan gangguan penglihatan, PPOK derajat
berat.
Deteksi dini PTM dilakukan terhadap faktor risiko dan dengan mengenali tanda dan
gejala, seperti pada :
a. Penyakit Kanker, dapat dilaksanakan pada beberapa jenis kanker, dengan cara yang
lebih mudah dan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat dasar sekalipun,
yaitu: pada kanker leher rahim menggunakan metode IVA (Inspeksi Visual dengan
menggunakan

Asam

asetat),

kanker

payudara

(mengajarkan

SADARI

dan

melaksanakan metode CBE=Clinical Breast Examination), dan menggunakan senter


atau pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi Retinoblastoma
b. Penyakit Jantung, dengan tanda utamanya adalah adanya keluhan sakit dada yang
khas disertai peningkatan enzim-enzim jantung seperti CPK-CKMB-troponin, bila positif
jelas terjadi suatu penyumbatan koroner.
c. Penyakit jantung-pembuluh darah dan DM (melalui pemeriksaan kadar kolesterol dan
gula darah), Obesitas (melalui pemeriksaan IMT, lingkar perut), tekanan darah
Deteksi dini diabetes dan penyakit jantung-pembuluh darah dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dengan mengikuti alur di bawah ini (Lihat Alur-5)
Alur 5 Deteksi dini Diabetes
Jantung-Pembuluh Darah

dan

Penyakit

PENGUKURAN FR DM

RIWAYAT FAKTOR RISIKO :


Apakah usianya > 40 Tahun

Berat Badan

Riwayat keluarga menderita DM

Tinggi Badan

Pernah melahirkan bayi dengan BB > 4 kg

Indeks Massa

Kehamilan dengan kadar gula darah tinggi

Tubuh

Riwayat lahir dengan BB < 2,5 kg

Lingkar Perut

Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2)

Tekanan Darah

Kurangnya aktivitas fisik


Hipertensi (> 140 /90 mmHg)
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida

PEMERIKSAAN

> 250 mg/dL)


Diet tak sehat (unhealthy diet) dengan tinggi gula,
tinggi garam, dan rendah serat

Kadar Glukosa darah sewaktu


Kadar Glukosa darah puasa
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Kadar lipid darah

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

EKG

Page 17

d. Hipotiroid (melalui pemeriksaan TSH pada WUS, wanita hamil, dan neonatus)
e. Osteoporosis adanya faktor risiko PTM, riwayat patah tulang secara tiba-tiba karena
trauma ringan atau tanpa trauma, tubuh makin pendek dan bongkok, skrining dengan
tes 1 menit
f. Gagal Ginjal Kronik
g. Thalasemia dengan adanya riwayat thalasemia dalam keluarga, sering anemia tanpa
perdarahan, pemeriksaan darah tepi ditemukan anemia mikro
h. Systemic Lupus Eritematous SLE dengan periksa SLE sendiri SALURI
i. PPOK dan Asma, dengan tanda utama adanya keluhan batuk/sesak, untuk PPOK usia
diatas 40 tahun dengan riwayat merokok disertai gangguan pernapasan berupa batuk
kronik yang berulang dan bersifat progresif disertai perubahan warna sputum, Asma
dengan tanda utama sesak disertai mengi, gejala episodik, dengan riwayat alergi.
PPOK dan Asma dapat dideteksi dengan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE)
menggunakan peak flow rate meter dan dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 18

Deteksi dini PPOK dan asma secara terintegrasi dapat juga dilakukan di puskesmas dan
jajarannya dengan memperhatikan alur di bawah ini (Lihat Alur-6)

Alur 6 Deteksi dini PPOK dan


Asma

Subjek Perokok/
Bekas perokok,
dengan
Usia = 35 tahun

Datang dengan
infeksi pernapasan
akut/ berulang

Mempunyai = 1
Gejala pernapasan

Pemeriksaan APE

Jika ada
fasilitas

Nilai APE

< nilai

prediksi

Jika
ada
fasili
tas

Nilai
APE
normal

Pemeriksaan Spirometri
dan Uji bronkodilator jika
ada obstruksi sal. Napas

Catatan :

Perokok adalah subjek yang telah merokok minimal 100 batang rokok dan sampai
dengan penilaian.dilakukan
, masih merokok

Bekas perokok adalah perokok yang telah berhenti merokok minimal satu bulan
sebelum penilaian dilakukan.

j. Faktor risiko kecelakaan pada pengemudi (melalui pemeriksaan tekanan darah, kadar
gula darah, alkohol, amphetamin) dan tindak kekerasan dalam rumah tangga (melalui
pengenalan cedera tidak wajar yang mengarah pada kekerasan dan pembuatan visum).
Berikut diberikan contoh alur pemeriksaan faktor risiko kecelakaan pada pengemudi
dimana pelaksanaannya melibatkan lintas sektor terkait yaitu Perhubungan dan
Kepolisian.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 19

Pada pengendalian faktor risiko kecelakaan dan tindak kekerasan di jalan raya
dengan menggunakan alur di bawah ini (Lihat Alur-7)

Alur 7 Pemeriksaan Faktor Risiko

Kegiatan pemeriksaan deteksi dini faktor risiko PTM, dapat dilaksanakan


dengan cara aktif

(memberikan pelayanan kesehatan sedekat mungkin ke

masyarakat melalui kegiatan di luar gedung /outreach activities) dan secara pasif
(dengan melakukan kegiatan deteksi dini pada Masyarakat Khusus / Kelompok
Khusus bahkan pada suatu event atau kegiatan tertentu dimana berkumpul banyak
orang seperti rapat kerja, seminar, workshop, menunggu kunjungan masyarakat ke
puskesmas.
2.3. Upaya Penatalaksanaan PTM
2.3.1 Pengendalian faktor risiko PTM terintegrasi
Faktor risiko umum common risk faktor yaitu pola konsumsi makanan yang
tidak sehat (tinggi gula dan garam, tinggi lemak, dan rendah serat), kurangnya
aktivitas fisik (tidak cukup dan tidak teratur), merokok dan konsumsi alkohol, jika
tidak dicegah dapat memicu timbulnya faktor risiko antara yaitu hipertensi,
dislipidemia, kadar gula darah tinggi, dan kegemukan/obesitas. Jika faktor risiko
dapat diketahui lebih dini, maka intervensi yang tepat dapat dilakukan sehingga
PTM dapat dicegah atau paling tidak mengurangi komplikasi penyakit. Berikut
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 20

adalah gambaran faktor risiko penyakit dan kemungkinan penyakit tidak menular
yang mungkin terjadi berdasarkan faktor risiko tersebut. (Lihat Gambar-2)
Gambar- 2 Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular secara terintegrasi

PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO TERINTEGRASI


MEROKOK

PENYAKIT JANTUNG
DAN
PEMBULUH
DARAH
KANKER

DIET

DIABETES
AKTIVITAS
FISIK
PENYAKIT
PERNAFASAN
KRONIK
ALKOHOL
OSTEOPOROSIS

Dalam menentukan diagnosis dan selanjutnya untuk tatalaksana

penyakit tidak

menular berdasarkan faktor risiko utama ditambah dengan keterangan mengenai keluhan
dan gejala yang ada, digunakan alur berikut sebagai pengendalian faktor risiko terintegrasi
(Lihat Lampiran-1 Pendekatan Faktor risiko dan gejala PTM)
2.3.2 Tatalaksana
Tatalaksana pengobatan dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang
diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung
keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan
intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan risiko sekecil mungkin bagi
pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional.
Walaupun pengendalian PTM lebih difokuskan pada faktor risiko perilaku dan
penyakit antara, namun fase akhir penyakit tetap menjadi perhatian penanggulangan.
Tatalaksana penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efisien, yang didukung
kecukupan obat, ketenagaan, sarana/prasarana, sistem rujukan, jaminan pembiayaan dan
regulasi memadai, untuk menjamin akses penderita PTM dan faktor risiko terhadap
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 21

tatalaksana pengobatan baik di tingkat pelayanan kesehatan primer, sekunder maupun


tertier.
Pengobatan yang tepat, cepat, efektif dan rasional dilakukan untuk PTM beserta
faktor risikonya,

yaitu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Diabetes Mellitus dan

Penyakit Metabolik, Kanker dan Penyakit Kronis dan penyakit degeneratif lainnya ditambah
dengan gangguan cedera dan tindak kekerasan.
Tatalaksana PTM di puskesmas dapat dilaksanakan secara terintegrasi mulai saat
ditemukan faktor risiko sampai pada penatalaksanaannya, merokok sebagai suatu faktor
risiko bersama PTM dapat menyebabkan PTM, maka jika pasien dengan riwayat
merokok/bekas perokok datang ke puskesmas dengan gejala pernapasan (Asma,
PPOK,curiga kanker paru) maka dokter juga harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan
apakah pasien tersebut juga memiliki penyakit jantung/kardiovaskular atau metabolik (DM)
atau kemungkinan PTM yang lainnya. Denikian pula jika datang dengan riwayat merokok
dengan gejala sering makan, sering minum, sering kencing, gemuk karena penyakit
metabolik maka dokter juga harus memikirkan apakah pasien juga memiliki kemungkinan
PTM lainnya seperti penyakit jantung, Apabila klien datang dengan riwayat merokok
dengan gejala sering makan, sering minum, sering kencing, gemuk karena penyakit
metabolik maka dokter juga harus memikirkan apakah pasien juga memiliki kemungkinan
PTM lainnya seperti penyakit jantung, PPOK atau penyakit tidak menular lainnya (Gambar
3).

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 22

MEROKOK

BA
TU
PERNAPASA
K
PPOK
N
KR
ON
ASMA
IS
SE
CURIG
A
SA
KANKE
K
R
PR
PARU
HIPERTE
OD
ANGIN
NSI
UK
A,
JANTUNG
SESAK
SI
INFARK
NYERI
SP
DAN
MIOCA
DADA
UT
RD
PEMBULUH
HIPERKO
UM
DARAH
LESTERO
2.3.2.1 Tatalaksana Hipertensi
dan Diabetes Terintegrasi
L
SAKIT
OBESIT
KEPALA
AS
Alur tatalaksana hipertensi dan diabetes METABOLI
terintegrasi dipergunakanDIABET
pada kondisi
SERING
ES
berikut : Usia > 40 tahun,MAKAN
perokok, obesitas, hipertensi,
K
diabetes, riwayat
MELITU penyakit
SERING
Kardiovaskuler prematur pada orang tua/ saudara kandung, riwayat diabetes S
atau penyakit
MINUM
ginjal pada orang tua/ saudara
kandung
SERING
KENCIN
G
Tatalaksana hipertensi dan diabetes dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan
U

MEROKOK

Gambar 3. MEROKOK MERUPAKAN FAKTOR RISIKO BERSAMA PTM

memperhatikan Alur-8 Tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi pencegahan


serangan jantung, strok dan ginjal yang terintegrasi dengan hipertensi, diabetes dan rokok
sebagai faktor risiko sebagai pendekatan awal (entery point)
Untuk menilai risiko penyakit jantung dan pembuluh darah digunakan Carta prediksi
faktor risiko. carta ini memprediksi seseorang untuk menderita berisiko penyakit jantung dan
pembuluh darah dan memprediksi seseorang untuk menderita penyakit jantung (infark
miokard dan stroke) 10 tahun kemudian berdasarkan umur, jenis kelamin, tekanan darah,
merokok, total cholesterol dan ada tidaknya Diabetes Mellitus. Carta ini dapat digunakan di
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 23

14 Sub regional WHO. Indonesia menggunakan carta sub regional B (SEAR B) seperti
dibawah ini :
Nama :. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Umur :. . . . . .tahun

SUBYEK DENGAN DIABETES MELLITUS

KESETARAAN KADAR CHOLESTEROL


MMOL/L DENGAN mgr/d

4 mmol/l =72 mgr/dl


5 mmol/l =90 mgr/dl
6 mmol/l = 108 mgr/dl
7 mmol/l = 126 mgr/dl
8 mmol/l =144 mgr/dl

TINGKAT RISIKO MENURUT WARNA:


-

Hijau <10%
Kuning 10% s/d <20%,
Orange 20% s/d <30%,
Merah 30% s/d <40%,
Merah tua > 40%

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 24

Nama : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Umur : . . . . . . tahun

SUBYEK TANPA DIABETES MELLITUS

LAKI - LAKI

Us

BukanPerokok

Perokok

PEREMPUAN

Bukan Perokok

Perokok

(ta

KESETARAAN KADAR CHOLESTEROL


mmol/l DENGAN mgr/dl

4 mmol/l :72 mgr/dl


5 mmol/l :90 mgr/dl
6 mmol/l :108 mgr/dl
7 mmol/l :126 mgr/dl
8 mmol/l :144 mgr/dl

TINGKAT RISIKO MENURUT WARNA:

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Hijau <10%
Kuning 10% s/d <20%,
Orange 20% s/d <30%,
Merah 30% s/d <40%,
Merah tua > 40%

Page 25

Penilaian berdasarkan tingkat risiko ini dilanjutkan dengan talaksana yang harus
dilakukan sesuai dengan tingkat, lihat alur 8 di bawah ini:
Alur-8
Tatalaksana hipertensi dan diabetes terintegrasi pencegahan serangan
jantung, strok dan ginjal yang terintegrasi dengan hipertensi, diabetes dan rokok
sebagai faktor risiko sebagai pendekatan awal (entery point)
Langkah 1.Tanyakan tentang :

GUNAKAN ALUR INI PADA


KONDISI :

Diketahui penyakit jantung, strok, TIA, diabetes, penyakit ginjal


Nyeri dada dan/atau sesak saat aktifitas, nyeri I tungkai saat jalan

Usia > 40 tahun, Perokok,

Obat-obatan yang diminum pasien

Obesitas*, Hipertensi, Diabetes,

Merokok saat ini (ya/tidak)

Riwayat Penyakit Kardiovaskuler


premature pada orang tua/ saudara

Konsumsi alkohol (ya/tidak)

kandung, dan Riwayat diabetes

Langkah 2.Lakukan penilaian :

Pekerjaan (duduk saja atau banyak gerak)

atau penyakit ginjal pada orang tua

Lingkar perut*
Berolah raga teratur minimal 30 menit sehari 5 hari

saudara kandung

Palpasi nadi perifer


dalam seminggu (ya/tidak)

Tekanan darah

Gula darah3.puasa
dan sewaktu
( DM
puasasemua
> 7 mmol/L
(126 mg/dl):atau sewaktu > (200 mg/dl
Langkah
Kriteria
rujukan
untuk
kunjungan
Tekanan darah systole > 140 atau diastole > 90 mmHg pada subyek usia < 40 tahun
Proteinuria

Diketahui
menderita
hipertensi,
TIA, dorsalis
DM, penyakit
ginjal ( pada
untukDM
penilaian bila mana diperlukan )
Test
sensasi
(rasa) pada
tungkaistrok,
dan nadi
pedis/tibialis

hipertensi sekunder)
Lipid(untuk
darah menyingkirkan
(bila dimungkinkan)

Auskultasi jantung dan paru

Angina pektoris, klaudikasio


Perburukan gagal jantung
Kenaikan tekanan darah > 140/90 mmHg ( pada DM > 130/80 mmHg) meskipun sudah
mendapat terapi dengan 2-3 obat
Proteinuria
Gunakan usia, jenis kelamin, status merokok, tekanan darah sistol, diabetes
Bila(kadar
penderita
terapi 8-12
kadar HbA1c >7%
kolesterol
darahminggu
bila ada)
DM
infeksi
berat
luka di kaki
Bila dengan
usia 50-59
tahun
pilihdan/atau
kolom kelompok
usia 50, bila 60-69 tahun pilih kolom kelompok usia 60 dst;

Langkah 4.Tetapkan risiko kardiovaskuler bagi yang tidak dirujuk:

DMuntuk
yang baru
mengalami
perburukan
penglihatan atau tidak dilakukan pemeriksaan mata
usia <saja
40 tahun
pilih kolom
40 tahun
dalam 2 tahun terakhir.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 26

Semua subyek dengan tekanan darah >160/100


mmHg harus diberikan obat anti hipertensi
Semua pasien dengan diagnosis diabetes dan
penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung coroner,
infark miokard, serangan iskemik transien/TIA,
penyakit cerebrovaskuler atau penyakit vaskuler
perifer), bila stabil hendaknya terus minum obat
yang sudah diresepkan dan dianggap mempunyai
risiko > 30%. Semua subyek dengan kadar kolesterol
total > 320 mg/dl harus diberikan nasihat pola hidup
sehat dan terapi statin
Risiko < 20% :

Tekanan darah menetap > 140/90 mmHg (pada


DM > 130/80 mmHg) pertimbangkan salah satu
dosis rendah obat : Hydrochlorthiazide 25-50
mg perhari,
Enalapril
5-20 mg perhari,
Atenolol 50-100 mg perhari atau Amlodipine 510 mg perhari
Risiko > check
30% : teratur tiap 3-6 bulan.

Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti


merokok (alur konseling)
Tekanan darah menetap = 130/90 mmHg harus
diberikan salah satu dosis rendah obat :
thiazide, ACE inhibitor beta-blocker atau calcium
channel blocker, Perlu konsultasi diet, aktifitas
fisik, berhenti merokok (alur konseling FR PTM))
Tekanan darah menetap = 130/80 mmHg :
pertimbangkan salah satu dosis rendah obat :
Hydrochlorthiazide 25-50 mg perhari, Enalapril
5-20 mg perhari, Atenolol 50-100 mg perhari
atau Amlodipine 5-10 mg perhari, Berikan statin
(Check teratur tiap 3 bulan)

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 27

Bila risiko < 10% check kembali dalam waktu 12


bulan

Bila risiko 10 - < 20% check kembali tiap 3


bulan hingga target tercapai, selanjutnya tiap
Risiko 20 - < 30% :
6-9 bulan
Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti
merokok (alur konseling faktor risiko PTM)
G

N
N

Langkah 5.
Obati
sebagaimana
Tercantum
disamping:

U
U

Perlu konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti


merokok (alur konseling faktor risiko PTM)

Bila risiko < 20% :

Check ulang tiap 12 bulan untuk dinilai kembali risiko


kardiovaskuler Konsultasi diet, aktifitas fisik, berhenti
merokok
Lanjutkan seperti langkah 4 dan check ulang tiap 3
bulan
Bila risiko masih tetap > 30%
Setelah 3 6 bulan intervensi obat-obatan pada kunjungan pertama,
lajutkan ketingkat berikutnya

Jangan tambahkan garam di meja makan dan hindari makanan asin,


makanan cepat saji, makanan kaleng dan bumbu penyedap makanan

Bila risiko 20% - < 30% :

Nasihat
pasien
keluarganya:
Ukurbagi
kadar
guladan
darah,
tekanan darah dan periksa urin anda secara
teratur
NASIHAT KHUSUS BAGI PENDERITA DIABETES.
Bila anda dalam terapi
diabetes
yang
dapat mengakibatkan
hipoglikemik, bawalah selalu gula atau gula-gula, Bila memungkinkan
periksakan mata teratur setiap tahun
Jangan berjalan tanpa alas kaki atau kaos kaki, cuci kaki dengan air
hangat dan jaga agar selalu kering terutama di sela-sela jari kaki
Jangan potong atau bubuhi bahan kimia pada callus atau corns

Periksa kaki anda setiap hari dan bila bermasalah atau ada luka segera
temui dokter anda Langkah tambahan untuk DM : Bila dengan diet
diabetes kadar gula puasa tetap di atas normal, berikan Obat
hipoglikemik oral (metformin, sulfonilurea, glinid), Titrasi metformin
hingga kadar gula mencapai target yang diinginkan (dosis maksimal 2
g/hari)
2.3.1.2 Tatalaksana berdasarkan gejala dan Tanda
Nasehatkan cara memelihara kaki: Check teratur tiap 3 bulan, bila
Gambaran
dan tanda
yangstatin
munculbagi
dapatsubyek
menjadiusia
dasar
dalam
menentukan
saranagejala
tersedia,
berikan
>40
tahun
meskipun
kemungkinan
diagnosis
suatu
penyakit
penyakit,
khususnya
pada
penyakit
kanker
risiko kardiovaskuler rendah

Ulangi langkah
2,3,4.
Ikuti kriteria rujukan
untuk semua
kunjungan (sesuai
langkah-3)
Tatalaksana sebagai
berikut

seringnya tanpa gejala, bila sudah timbul gejala kemungkinan sudah menderita stadium
Rujuk untuk pemeriksaan mata setiap dua tahun
lanjut, untuk itu sangat diperlukan pengetahuan yang benar terhadap dr.umum yang ada di
puskesmas untuk mengerti tanda dan gejala, dapat dilihat seperti dibawah ini (Lihat Alur-9)

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 28

Alur 9. KELUHAN/TANDA dan


MENDERITA KANKER TERTENTU :

GEJALA

YANG

DIDUGA

KONSULTASI INDIVIDU KE PELAYANAN KESEHATAN PRIMER


Batuk kronik, berdarah sedikit, nyeri dada, sesak nafas, bendungan di leher, riwayat merokok
aktif atau pasif (curiga kanker paru)
Benjolan di payudara, retraks ikulit, puting susu mengeluarkan cairan / darah, payudara
membesar sebelah (curiga kanker payudara)
Keputihan,pendarahan per-vaginam: pasca coital, antar-menstruasi, pasca-menopause, nyeri
perut bagian bawah*(curiga kanker leher rahim)
Perubahan kebiasaan buang air besar, perdarahan rektum (kanker kolorektal)
Kesulitan dalam buang air kecil, pancaran seni tidak beraturan, rasa ingin buang air kecil terus
menerus / anyang-anyang (kanker

prostat)
Menilai kemungkinan Kanker

Nilai
keluhan
dan
perkembangannya

gejala:

riwayat,

intensitas,

durasi,

Diagnosis banding: menyingkirkan infeksi * (klamidia, gonokokus),


ulkus genetalia*
Mengidentifikasi faktor-faktor risiko kanker dan co-morbiditas /
penyakit penyerta : kelompok usia, pengguna tembakau, dan lain-lain
Pemeriksaan klinis berfokus pada area yang bermasalah (misalnya

KUAT
DIPERKIRAKAN
payudara teraba DAPAT
nodul, leher rahim : Lesi DIDUGA
putih , timbul ulserasi
pada mulut
DITANGANI
DI
PELAYANAN
KANKER
rahim)
KESEHATAN PRIMER
Obati bila memungkinkan Anjurkan kontrol

Rujuk segera ke Pelayanan


Kesehatan Sekunder/RS

, prostat)
Saat Kontrol : Evaluasi keluhan/gejala, lakukan pemeriksaan klinis

Rujuk ke tingkat Pelayanan Kesehatan Sekunder


bila keluhan / gejala menetap atau memburuk

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 29

PERLU DIINGAT BAHWA :


Jenis Kanker yang gejalanya muncul hanya pada tahap lanjut dan tidak membaik/prognosis-nya
buruk:
- Lambung (penurunan berat badan, disfagia, dispepsia, nyeri perut, cepat kenyang, pencernaan
terganggu, keasaman dan bersendawa, diare, berulang, sembelit, anemia defisiensi zat besi)
-Paru (batuk kronis >3 minggu, dispnea, pneumonia berulang, hemoptisis, suara serak, nyeri dada)
- Esofagus (disfagia)
- Kantong empedu/saluranempedu (ikterik)
- Ovarium (sakit perut, distensi, penurunan berat badan, asites)
- Hati (hipoglikemia, pendarahanintraperitoneal, mengangkatserumalfa-fetoprotein - diagnosis
banding: kankerovarium dantestis asites, hepatomagali)
- SSP /glioblastoma ( sakit kepala, kejang, muntah pagi dini hari, epilepsi

Untuk mengetahui gejala dan tanda pada kanker tertentu dapat merujuk pada Alur di
bawah ini (Lihat Alur-10)
ALUR 10
GEJALA KANKER TERTENTU YANG PROGNOSISNYA BAIK JIKA DILAKUKAN
DETEKSI DINI

Tanyakan
Tanyakan A
A :: Dipahami
Dipahami oleh
oleh pasien
pasien

B:
B: dipahami
dipahami oleh
oleh tenaga
tenaga kesehatan
kesehatan profesional
profesional

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 30

Kemungkinan
Kanker di Organ

Dilakukan oleh
Dokter

Non Dokter

Paru

Jika memungkinkan
lakukan Pemeriksaan
Rontgen Thorax,
Rujuk ke Pelayanan
Kesehatan sekunder

Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder

Payudara

Rujuk ke Pelayanan
Kesehatan sekunder

Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder

A: Pendarahan per-vaginam
(postcoital, intermenstrual, post
menopausa)

Cervix

Singkirkan
kemungkinan infeksi

Rujuk ke dokter

A : Mual, pembesaran di perut


A,B :Benjolan di perut

Ovarium

USG, Rujuk ke
Pelayanan Kesehatan
sekunder

Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder

Endometrium

Singkirkan
kemungkinan infeksi,
curetage

Rujuk ke dokter

A: Diare persisten dan/atau


konstipasi, perubahan kebiasaan
buang air besar, obstruksi
pendarahan per-rektum, berat badan
turun drastis.

Colorectal

Adakah anemia
defisiensi zat besi,
Singkirkan infeksi dan
haemorrhoid FOBT

Rujuk ke dokter

A, B : - Persistent Keratosis (bibir)


- Benjolan di leher
- Ulkus atau daging tumbuh di
mulut/lidah >3 minggu
- Mulut bau, gigi goyang
B: Bercah merah atau putih di mulut
A: Batuk persisten atau suara parau
>3 minggu
A,B: - Ketulian pada satu sisi telinga,
disfagia, otalgia,palsi pada saraf
Cranial, epistaxis, obstruksi nasal,

Oral

- Berhenti merokok atau


mengunyah tembakau
-Rujuk bila menetap > 2
minggu

Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder

A : Batuk darah kronis dan sesak


napas
B : Sesak napas, Benjolan di leher
dan/atau bendungan di leher,
pembesaran kelenjar getah bening di
leher
A : Perubahan bentuk dan ukuran
pada perabaan payudara.
A, B : Benjolan atau penebalan pada
payudara atau ketiak,
- Puting/ kulit retraksi, putting keluar
cairan,kulit payudara seperti eksim
- Benjolan di aksila

A: Pendarahan per-vaginam (post


menopause bleeding)

A,B: - Lesi kulit dengan warna


merah-ungu
B:- infiltrasi di kulit
A, B: - Tumbuh tahi lalat baru atau
membesar dari yang sudah ada
-Pendarahan, perubahan
warna dan bentuk dari tahi lalat yang
ada (asymmetrical), tahi lalat dengan
berbagai warna mengalami inflamasi
atau tepinya berwarna merah (aturan
A, B ,C,D)
- keratosis persisten atau luka
kulit yang tak sembuh-sembuh
A,B: - Sering kencing, pancaran seni
tak beraturan, rasa ingin kencing
terus, rasa ingin kencing tapi sulit
mulai.

Larynx
Nasopharynx

Kaposi sarcoma

-Rujuk ke Pelayanan
Kesehatan
sekunder

Rujuk ke Pelayanan
Kesehatan
sekunder

Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder

Pemeriksaan Rektal

Rujuk ke dokter

Kulit

Prostat

Retinoblastoma,
A,B :Bintik putih di pupil,convergent
Rujuk ke Pelayanan
strabismus pada anak-anak,
Kesehatan
hilangnya
sekunder
visus, penonjolan
bola mata.
Petunjuk
Teknis Penyelenggaraan
PPTM di Puskesmas
Testis
A,B :Pembengkakan pada satu testis
Rujuk ke Pelayanan
Kesehatan
sekunder
A,B :Kencing berdarah, tidak nyeri,
strangury

Kandung kencing

Singkirkan infeksi

Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder

Page 31

Rujuk ke
Pelayanan
Kesehatan
sekunder
Rujuk ke dokter

Terdapat bebe

Terdapat beberapa penyakit pada paru yang menimbulkan gejala yang sama,
seperti sesak dan batuk sehingga membutuhkan pemeriksaan lanjutan, alur di bawah ini
(lihat Alur-11) dapat membantu untuk mendiagnosis suatu penyakit

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 32

Alur 11 Sesak Napas /


Batuk

Buat Dugaan Diagnosis Berdasarkan Hal-hal Berikut :


TANYAKAN :Beratnya

sesak napas(saat berjalan, naik tangga, berbicara atau saat istirahat),


Bercak/ batuk berdarah, nyeri dada, riwayat TB/asma/PPOK, gagal jantung, merokok
(ya/tidak).
Periksasianosis, pitting edemabilateral, suara nafas abnormal, murmur jantung.
suhu,pernapasandan jantung
menilai,tekanan darah danaliran puncak
Curiga TBC atau kanker paruJika sesak napas berat (sesak saat
Jika sesak napas ringanparu jika:
istirahat atau saat berjalan) dengan :
sedang dengan :
-Mengi atau dada rasa berat,
dahak banyak
-Frekuensi napas 20-30
-Riwayat kekambuhan
-Gejala kronis

Frekuensi napas >30per menit


Gelisah
Menggunakan otot bantu napas (otot
leher, otot perut)
APE<50%

Batuk > 2minggu atau sering,atau


Ada riwayatTB atau
penurunan berat badan tanpa alasan jelas
menderita HIV atau
Nyeri dada saat bernapas
Batuk darah

Saturasi O2 (oximetry<90%)
APE >80%
Asma /PPOK
eksaserbasi
ringan

APE 50-80%
Asma
/PPOK
eksaserbasi
sedang

Alur tatalaksana
Asma/PPOK

-Mengi
ada/tidak
sama
sekali
(silent
chest),
-ronki
kering

Asma /PPOK
eksaserbasi
berat

-Suhu > 38 C
- dengan/tanpa
nyeri
-dahak berwarna

Infeksi saluran
napas bagian bawah
Sesuai alur
tatalaksana infeksi
saluran napas

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Edema
kedua
tungkai
(pitting
oedem) #

Kemungkinan
Gagal jantung
Sesuai
alur
gagal jantung

Pemeriksaan lanjutan
untuk TB atau Kanker
paru

Curiga
Foto thorax
danKanker paru
sputum BTA
Sesuai
tatalaksana
kanker paru
Sputum

Jika TB,
Sesuai
tatalaksana
TB

Page 33

Bila ditemukan edema pada kedua tungkai (pitting oedem)#, maka dr.umum di
puskesmas perlu memikirkan beberapa kemungkinan penyakit yang diduga oleh penderita,
untuk memudahkan beberapa kemungkinan penyakit dapat dilihat pada alur di bawah ini
(Lihat alur-12)
ALUR 12
PEMBENGKAKAN TUNGKAI

TANYAKAN

PERIKSA

Sesak,
orthopnea,
penyakitjantung,
DM, hipertensi

Peminum alkohol,

Edema kedua tungkai

Edema kedua tungkai

Ronkhi basah di
basal paru, Tekanan
darah meningkat,
Takhikardia,CVP
meningkat, Bising

DIDUGA

TEST

TERAPI

GagalJantung

Albumin dalam Urin


Serum creatinin
(jika
memungkinkan)

Batasi konsumsi
garam
Furosemide 40-80
mg
ACE dosis rendah

RUJUK

Ikterik, CVP
meningkat, perut
membuncit,
Ascites,
hepatomegali

DM

Edema kedua tungkai

Batasi konsumsi
garam dan air

Edema kedua tungkai

Wajah bengkak,CVP
meningkat, Ronkhi
basah di basal paru,
peningkatanTD,
pucat, infeksi kulit

Gagal Hati

Albumin dalamUrin
Serum creatinin
(jika
memungkinkan)

Ibu hamil atau


setelah melahirkan
dan/atau dengan
keluhan pusing,
pandangan kabur

Gagal Ginjal

Albumin dalam Urine


Serum creatinin
(jika memungkinkan)

Batasi konsumsi
garam
Furosemide 40-80 mg,
ACE dosis rendah

Hipertensi, Paru
(ronkhi basah),
Pemeriksaan
pelvis,
Ukuran uterus

Pre - eklampsi

Albumin dalam
Urin

Elevasikan tungkai,
stocking, Batasi
konsumsi garam

RUJUK RS UNTUK KONFIRMASI DIAGNOSIS

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 34

Bila ditemukan terjadi penurunan berat badan pada penderita > 10% dari berat
badan sebelumnya dan hal ini terjadi secara berturut-turut dalam enam bulan terakhir,
maka dokter umum di puskesmas perlu memikirkan kearah diagnosis penyakit tidak
menular dengan membandingkan dengan diagnosis penyakit lainnya, seperti pada Alur 13
di bawah ini
ALUR 13
PENURUNAN BERAT BADAN

Tanyakan riwayat penyakit


kronik

TANYAKAN

Nafsu makan baik

Nafsu makan buruk

Batuk
Sputum berdarah
Berkeringat
malam

Demam tak jelas


Penyebabnya

Pembesaran kelenjar
tanpa disertai rasa nyeri

PERIKSA

DIDUGA

Kencing
berlebihan
Haus berlebihan

TUBERKULOSIS

KANKER

HIV/AIDS

TEST

Berkeringat
banyak

Tremor
Takikardia

DIABETES

THYROTOXICOSIS

Gula darah

RUJUK RUMAH SAKIT UNTUK KONFIRMASI DIAGNOSIS (subyek dengan diabetes lebih mudah
terjangkit TB)
RUJUK

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 35

2.3.1.3 Tatalaksana Berdasarkan Penyakit


Tatalaksana penyakit jantung, membutuhkan penanganan yang cepat dan akurat
dengan memperhatikan alur 14 di bawah ini:

ALUR 14
ANGINA STABIL, RIWAYAT INFARK MIOKARD

Carta 3

ANGINA STABIL

Sesuaikan
opioids

Lakukan konseling dan edukasi kesehatan

dosis

Berikan Isosorbid Dinitrat 5mg sublingual untuk mengatasi nyeri dada (jika tidak ada kontraindikasi)
Codein oral:
Naikkan dosis harian
Aspirin (yang dapat larut/soluble) 80 - 160 mg per hari
total
Opioid hingga 30%; bila
Atenolol 50 100 mg/hari atau Bisoprolol 5 mg/hari, terapi lini pertama untuk mengatasi gejala
(jikamaksimum telah
dosis
tidak ada kontraindikasi)
dicapai ganti dengan
morfhin
pasien
intoleran terhadap -blocker atau tidak dapat dikontrol dengan -blocker, tatalaksana
RIWAYATJika
INFARK
MIOKARD
dengan Ca-channel Blockers (contoh : Amlodipine 5-10mg/hari)
Morfin oral:
Lakukan konseling dan edukasi kesehatan
Naikkan dosis harian
Berikan Simvastatin 10-40 mg/hari
total
Berikan Aspirin (yang dapat larut/soluble) 75-150 mg per hari
hingga 30%.
Penghambat (-blocker) setidaknya selama 1 tahun (Atenolol 50 100 mg/hari atau Bisoprolol
5 mg/hari) (jika tidak ada kontraindikasi)
ACE-inhibitor jika gagal jantung atau infark luas (contoh : Enalapril 10-20mg/hari)
Simvastatin 10-40mg/hari
Isosorbid Dinitrat 5 mg sublingual untuk mengatasi nyeri dada (jika tidak ada kontraindikasi)

PASIEN YANG
MEMILIKI
INFARKANGINA
MIOKARD
(DALAM
30 HARI)
HARUS
DILAKUKAN
KRITERIA
RUJUKAN
UNTUKRIWAYAT
PASIEN DENGAN
STABIL
DAN RIWAYAT
INFARK
MIOKARD
FOLLOW-UP SETIAP 1-2 MINGGU

- Nyeri yang persisten sehingga membatasi aktivitas sehari-hari pada pasien angina stabil atau riwayat infark
miokard
- Nyeri (angina) pada pasien dengan riwayat infark miokard
- Gagal jantung
PERHATIAN/KONTRAINDIKASI
- Aritmia

Aspirin : riwayat
tukaklanjutan
lambung,
pendarahan
serebri,
- Tidak tersedianya
pemeriksaan
untuk
menilai faktor
risiko alergi dan trauma mayor
Atenolol : asma, penyakit paru obstruktif kronik, gagal jantung, blok jantung atau bradikardia
(nadi < 50x/menit)
Penghambat pompa kalsium (ca-channel blockers) : gagal jantung
Penghambat pompa angiotensin (ace-i) : alergi, hamil, intoleransi terhadap batuk

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 36

Pada kasus gagal jantung kronik, seorang dr.umum di puskesmas harus cermat
dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan memperhatikan alur 15 di
bawah ini.

ALUR 15
GAGAL JANTUNG KRONIK

TANYAKAN TENTANG
Penurunan
aktifitas fisik

kemampuan

Sesak nafas
Riwayat penyakit jantung

PEMERIKSAAN
TD, denyut dan ritme jantung
Edema tungkai, ascites
Frekuensi nafas, ronkhi
Pembesaran, konsistensi lunak hepar

MerokokAWAL JIKA MEMUNGKINKAN :


INVESTIGASI

Darah rutin

Obat-obatan yang digunakan

Murmur jantung, bunyi ke-3 jantung

Ureum-kreatinin,
EKG,
RUJUK RS SECEPAT MUNGKIN, UNTUK DILAKUKAN :
Rontgen
Thorax
(jika Echokardiogram
memungkinkan) atau natriuretic peptide darah (pilih salah
EKG, rontgen
dada,
satu)
Tes darah : Hb, hitung darah lengkap, Gula Darah Puasa, Na+, K+, urea,
kreatinin,
Tidak Gagal Jantung
Gagal Jantung
glikosa,
tiroid, lipid,
hati.
Cari
penyebab
lain enzim
dari gejala
Lakukan Tatalaksana
klinis
Albumin urine

TATALAKSANA

NILAI KELEBIHAN CAIRAN: RESEPKAN DIURETIK JIKA TERDAPAT KELEBIHAN


CAIRAN :
Tiazide dirasa cukup untuk tatalaksana kelebihan cairan (contoh : Hydrochlortiazide
(HCT) 25-50mg)
Pada kasus yang lebih berat, gunakan Furosemide (awal 40 mg, dosis pemeliharaan
20-40mg)
Selanjutnya kombinasi diuretic furosemide dan tiazide
Tambahan pengobatan (misal : Spironolakton 25-200 mg/hari) hanya pada pasien
tertentu
Lakukan Protokol 3 dan 4 untuk konseling dan edukasi kesehatan (hindari jumlah
garam yang banyak dalam makanan)
Rujuk RS /ke tingkat berikutnya untuk :ACE-inhibitor (cek elektrolit dan fungsi ginjal)
-blocker (seleksi dosis)

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 37

Dalam melaksanakan tatalaksana dan follow-up pada penderita yang


menderita asma dan PPOK perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang dengan baik dan akurat dengan memperhatikan Alur 16a di
bawah ini

Alur 16a
Tatalaksana Asma dan PPOK
Follow-up untuk kasus Asma terkontrol dan PPOK stabil

Asma dan PPOK memiliki gejala : Batuk, sulit


bernafas, rasa berat di dada, dan/atau mengi
Bedakan antara Asma dan PPOK

Tanyak
an :
PERTIMBANGKAN ASMA jika:
Sebelumnya
Asma

telah

PERTIMBANGKAN PPOK jika:

didiagnosis

Gejala sejak anak-anak atau awal


dewasa
Riwayat alergi (eksim,
urtikaria hayfever)

rhinitis,

Gejala bersifat episodik (intermiten


dengan periode bebas gejala
diantaranya)

Sebelumnya telah didiagnosis PPOK


Awal gejala muncul biasanya usia
40 tahun
Gejala
bersifat
(bertambah
berat
berjalannya waktu)

progresif
seiring

Umumnya gejala dimulai dengan


batuk
kronik
dan
berdahak
kemudian diikuti oleh sesak napas

Gejala
bersifat
variabilitas
Gejala terus menerus tidak terkait
(memburuk pada waktu tertentu
waktu
yaitu malam / dini hari, dicetuskan
Pemeriksaan fisikRiwayat merokok biasanya perokok
dengan pemicu)
berat ( >20 batang/hari untuk lebih
Gejala
bersifat
reversible
dari 15 tahun)
Pemeriksaan
spirometri
(
VEP1,KVP,
APE)
(perbaikan atau respons dengan
Riwayat 400
polusi
udara
di dalam
Jika ada obstruksi
bronkodilator
ug, IDT
dengan
spacer) atau
bronkodilator
kerja berikan
singkat
/pelega) inhalasi (Salbutamol
Nilai reversibilitas (selisih % VEP1 sebelum dandiluar
sesudahruang
pemberian
bronkodilator),
Nilai
(asap
rokok, asap
VEP1/KVP setelah bronkodilator
dapur, polutan di lingk kerja)
Pemeriksaan foto toraks untuk menyingkirkan penyakit
paru lainnya
ASMA

PPOK

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

BUKAN
ASMA/PPOK

Page 38

Pada pasien asma yang harus diperhatikan dengan teliti adalah

anamnesis

tentang keluhan penyakit, pemeriksaan fisis, riwayat pemakaian obat, dan menilai kontrol
asma dengan jelas apakah dia termasuk asma yang terkontrol, terkontrol sebagian atau
tidak terkontrol, dengan memperhatikan alur 16b di bawah ini

Alur 16-b. TATALAKSANA ASMA


Tujuan tatalaksana asma adalah asma terkontrol. Yang disebut asma terkontrol
adalah kondisi asma dalam keadaan baik yaitu dalam beberapa waktu terakhir tidak
ada/minimal gejala, kebutuhan pelega, tidak ada asma malam, eksaserbasi serta tidak ada
keterbatasan aktifitas. Untuk memudahkan penilaian digunakan instrument asma kontrol
test (ACT) yang dilakukan setiap 2-4 minggu.
Penilaian kondisi kontrol asma:
Minta pasien menjawab setiap pertanyaan (no. 1 s.d 5) dengan seJujurnya dan
lingkari nilai sesuai jawaban pasien serta tuliskan nilai tersebut di kotak yang tersedia di
ujung kanan.
Jumlahkan nilainya sehingga mendapatkan nilai total.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 39

1. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering asma anda mengganggu anda untuk
melakukan pekerjaan sehari-hari di kantor, di sekolah atau di rumah ?
Nilai
Selalu
(1)

Sering
(2)

Kadangkadang
(3)

Jarang
(4)

Tidak
pernah
(5)

2. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalami sesak napas ?


>1 / hari
(1)

1 x/ hari
(2)

3-6 x/
mgg
(3)

1-2 x/
mgg
(4)

Tidak
pernah
(5)

3. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering gejala asma (bengek, batuk-batuk, sesak
napas, nyeri dada atau rasa tertekan di dada) menyebabkan anda terbangun di malam
hari atau lebih awal dari biasanya ?
4 x/
mgg
(1)

2-3x/
mgg
(2)

1 x/ mgg
(3)

1 -2 x/
bln
(4)

Tidak
pernah
(5)

4. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering menggunakan obat pelega inhalasi ?


3x/
hari
(1)

1-2 x/
hari
(2)

2-3x/
mgg
(3)

1x/
mgg
(4)

Tidak
pernah
(5)

5. Menurut anda, dalam 4 minggu terakhir bagaimana kondisi asma anda ?


Tidak
terkontrol
sama
sekali (1)

Kurang
terkontrol
(2)

Cukup
Terkontrol
(3)

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Terkontrol
baik (4)

Terkontrol
Total
/sangat
baik (5)

Page 40

Penilaian Asma kontrol dengan Asthma Control Test (ACT)

Interpretasi Hasil ACT


Nilai/skor

Artinya

19

Tidak
terkontrol

20-24

Terkontrol
Sebagian

25

Terkontrol
total

Apa yang harus


dilakukan
Tingkatkan
tahapan
pengobatan
sampai
mencapai
terkontrol

Strategi pelaksanaan
Cari faktor penyebab tidak terkontrol:
pengobatan yang digunakan
cara menggunakan obat inhalasi
kepatuhan
menggunakan
obat
pengontrol
kendala bila ada Penyakit penyerta
Upayakan
mencapai
terkontrol
dengan mengatasi masalah di atas
Tingkatkan tahapan pengobatan

Upayakan

mencapai
terkontrol
total
atau paling tidak
pertahankan
tetap terkontrol

Idem strategi di atas

Pertahankan

kondisi ini agar


tetap stabil

Pertahankan pengobatan sampai


kondisi stabil; Kemudian turunkan
pengobatan
secara
bertahap
dengan tetap mempertahankan
kondisi terkontrol.

Teruskan penggunaan pelega dan


evaluasi setelah 3 bulan.

Dokter umum di Puskesmas Pelayanan PTM, harus melakukan penilaian kontrol asma
kepada pasien yang menderita asma agar dapat melakukan tatalaksana sesuai dengan
memperhatikan Alur 16c di bawah ini:

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 41

Alur: 16 c Tatalaksana Asma terkontrol dan


tidak terkontrol
Tanyak
an :

Nilai kontrol terhadap ASMA dengan ACT

Tatalaks
ana

Terkontrol
20-25)

(ACT

Dalam pengobatan saat ini:


Lanjutkan kortikosteroid
inhalasi sebagai pengontrol
(budesonid) dengan dosis
sesuai yang digunakan
Gunakan bronkodilator sebagai
pelega (Salbutamol), JIKA
PERLU
Nilai setelah 3 bulan

Ruju
k

Tidak terkontrol (ACT


< 19)
Koreksi tekhnik pemakaian inhaler
dan pastikan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan
Belum
mendapatkan
pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi
dosis rendah
(budesonid 2x 200
ug)
Bronkodilator
(Salbutamol), JIKA
PERLU
Nilai setelah 3 bulan

Sudah mendapatkan
pengontrol :
Tingkatkan dosis
kortikosteroid inhalasi
(budesonid) sesuai
tahapan pengobatan,bila
mungkin gunakan
kombinasi inhalasi
kortikosteroid dan agonis
2 kerja lama
Bronkodilator (Salbutamol),
JIKA PERLU

Jika ada efak samping yang


Jika diagnosis
ragu-ragu
Dokter umum di puskesmas pelayanan PTM,
wajib memberikan
edukasi tentang
Jika Kortikosteroid inhalasi sudah mencapai 2x 400
berarti
asma, penanganan asma, dan bagaimana menggunakan obat pelega dan pengontrol,
Ingin mengurangi
atau asma dengan ug/hari dan belum terkontrol RUJUK
serta bagaimana
menilai control
memperhatikan
alur 16d
di bawah ini
menghentikan
kortikosteroid
inhalasi (pengontrol)

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 42

WAKTU BERKUNJUNG

BAHAN EDUKASI

DEMONSTRASI

Kunjungan
awal

Apa itu asma


Diagnosis asma
Identifikasi dan mengontrol
pencetus
Dua tipe pengobatan asma
(pengontrol & pelega)
Tujuan pengobatan

Kunjungan
pertama (First
follow-up)

Identifikasi & mengontrol Penderita

Kunjungan ke
dua (second
follow-up)

Identifikasi

Penggunaan obat inhalasi/spacer:


Memonitor kondisi asma sendiri melalui
berdasarkan gejala dan kebutuhan obat pelega

menunjukkan
cara
pencetus
menggunakan obat inhalasi/ spacer,
koreksi oleh dokter bila perlu
Penilaian kontrol asma
(dengan ACT)
Monitor asma & tindakan apa yang
Pengobatan
yang
dapat dilakukan (idem di atas)
digunakan (bagaimana &
kapan, adakah masalah
dengan pengobatan tsb.)
Penanganan
serangan
asma di rumah
&
mengontrol
pencetus Penilaian kontrol

asma (dengan ACT)

Penanganan serangan asma di

Penderita menunjukkan cara menggunakan obat


inhalasi & koreksi bila perlu
Demonstrasi pengukuran APE dengan
peak
flow meter (oleh penderita/ dokter)

rumah

Pengobatan
Monitor asma
Setiap
kunjungan
berikut

(gejala
&
pemeriksaan APE)
Strategi mengontrol pencetus
Penilaian kontrol asma (dengan
ACT)
Pengobatan
Monitoring asma (gejala &
pemeriksaan APE)

Obat inhalasi
Pengukuran APE dengan Peak flow meter

Alur 16d
NASEHAT KEPADA PASIEN ASMA DAN KELUARGANYA

Nasehat untuk pasien dan keluarga untuk menghindari kekambuhan/eksaserbasi


Hindari faktor pencetus
Bersihkan rumah dari serangga (ketika pasien tidak berada di rumah)
Gunakan sarung bantal dan guling dengan bahan sintetik
Singkirkan karpet dari rumah, terutama kamar tidur
Jemur kasur, bantal, dan guling dibawah matahari
Membersihkan rumah tanpa memicu banyak debu :
Tebar sedikit air sebelum menyapu, Bersihkan perabotan dengan lap lembab, Bersihkan kipas angin,
AjariHindari
bagaimana
menggunakan
inhalasi
pada
asma
Ajari
bagaimana
menggunakan
inhalasi
pada
asma
menyimpan
buku, mainan,
baju,
sepatu,
dan
lain-lain yang mengakumulasi debu di kamar
Teknis
Penyelenggaraan
PPTM
di Puskesmas
Page
43
Petunjuk
Ajari
dan
cek
cara
penggunaan
obat
inhalasi:
inhalasi
dosisdosis
terukur
(IDT)/(IDT)/
metered-dose
inhaler
(MDI)(MDI)
tidur
Ajari dan cek cara penggunaan obat inhalasi: inhalasi
terukur
metered-dose
inhaler
dan dry
inhaler
(DPI)(DPI)
danpowder
dry powder
inhaler
Gunakan
inhalasi
melalui
mulut,
kecuali
pasien
tidak tidak
dapatdapat
mentoleransi
atau atau
sesaksesak
napas.
PadaPada
kasuskasus
Gunakan inhalasi melalui
mulut,
kecuali
pasien
mentoleransi
napas.
seperti
itu, gunakan
masker
sebagai
perantara
inhalasi.
seperti
itu, gunakan
masker
sebagai
perantara
inhalasi.

Pada pasien dengan PPOK yang stabil perlu dilakukan tatalaksana sesuai
dengan tanda dan
gejala, derajat PPOK, spirometri dengan memperhatikan alur 16-e ini:

Alur 16-e
TATALAKSANA PPOK STABIL

DERAJAT

KLINIS

FAAL PARU

REKOMENDASI PENGOBATAN
EDUKASI
Berhenti merokok
Hindari faktor pencetus

SEMUA
DERAJAT

Derajat I:
PPOK Ringan

Gejala batuk kronik


dan produksi sputum
ada tetapi tidak sering.
Pada derajat ini pasien
sering tidak menyadari
bahwa fungsi paru
mulai menurun

VEP1 /KVP < 70%


VEP1 80 % prediksi
Dengan atau tanpa gejala

Derajat II:
PPOK Sedang

Gejala sesak mulai


dirasakan saat aktivitas
dan kadang ditemukan
gejala
batuk
dan
produksi sputum. Pada
derajat ini biasanya
pasien
mulai
memeriksakan
kesehatannya

VEP1/KVP < 70%


50 % < VEP1< 80 %
prediksi,
Dengan atau tanpa gejala

1. Pengobatan reguler dengan


bronkodilator kerja lama

Agonis -2 kerja (LABA)

Antikolinergik kerja lama


(LAMA)

Simptomatik (SABA)
2. Rehabilitasi paru (edukasi, nutrisi,
latihan, dukungan psikososial)

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Bronkodilator
kerja
singkat
(SABA,
Antikolinergik
kerja
cepat, Santin) bila perlu

Page 44

Derajat III:
PPOK Berat

Derajat IV:
PPOK
Berat

Gejala sesak lebih


berat,
penurunan
aktivitas, rasa lelah
dan
serangan
eksaserbasi semakin
sering dan berdampak
pada kualitas hidup
pasien

Gejala
di
atas
ditambah tanda-tanda
Sangat
gagal napas atau gagal
jantung kanan dan
ketergantungan
oksigen. Pada derajat
ini kulitas hidup pasien
memburuk dan jika
eksaserbasi
dapat
mengancam jiwa

VEP1 /KVP 70%


30 % VEP1 50 %
prediksi dengan atau tanpa
gejala

1. Pengobatan reguler dengan 1


atau lebih bronkodilator:

Agonis -2 kerja lama


LABA)

Anti kolinergik kerja lama


(LAMA)

Simptomatik

Kortikosteroid inhalasi bila


sering eksaserbasi berulang,
dan memberikan respons klinis
2. Rehabilitasi paru (edukasi, nutrisi,
latihan , psikososial)

VEP1 /KVP < 70%


VEP1 < 30 % prediksi
atau gagal napas atau
gagal jantung kanan

1. Pengobatan reguler dengan 1


atau lebih bronkodilator:
Agonis -2 kerja lama
(LABA)
Antikolinergik kerja lama
(LAMA)
Pengobatan komplikasi
Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan respons klinis
atau eksaserbasi berulang
PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi,
Latihan , psikososial)
3. Terapi oksigen jangka panjang
bila gagal napas kronik
4. Ventilasi mekanis noninvasif
5. Pertimbangkan terapi intervensi
untuk mengurangi hiperinflasi paru
?

Nasehat untuk pasien PPOK dan keluarga


Rokok dan polusi udara di dalam dan luar ruang adalah resiko
mayor untuk PPOK
Hal penting untuk penderita PPOK harus berhenti merokok dan
menghindari debu, asap rokok, dan asap apapun
Kondisikan asap dari proses memasak dapat keluar melalui jendela
atau pintu
Memasak dengan menggunakan kayu atau karbon dilakukan di luar

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 45

Selain 4 (empat) penyakit tidak menular seperti jantung dan pembuluh darah, DM,
Kanker pada orang dewasa, dan penyakit kronis pada orang dewasa, Program pengendalian

penyakit tidak menular juga melaksanakan pengembangan kepada pengendalian penyakit


kanker pada anak, Thalasemia, dan SLE dengan memperhatikan Alur 17a sampai dengan
17h, seperti di bawah ini

Alur 17a

DIAGNOSIS LEUKEMIA PADA ANAK


ANAMNESIS

Pucat, Demam tanpa sebab yang jelas, Perdarahan kulit, Nyeri tulang, Lesu,
berat badan turun
PEMERIKSAAN FISIS
Pucat, Epitaksis/petekie/ekimosis,
Hepatomegali, Splenomegali

Pembesaran

kelenjar

getah

bening,

PEMERIKSAAN PENUNJANG
PUSKESMAS
Darah rutin dan hitung jenis
(perhatikan kadar haemoglobin
dan trombosit yang rendah,
kadar leukosit yang rendah atau
meningkat > 100.000/l, ada
tidaknya sel blast, dan hitung
jenis limfositer) 2 dari 3 kel
darah tepi

RS Tipe C dan B
Darah rutin dan
hitung jenis
Foto toraks AP dan
lateral
Aspirasi sumsum
tulang
Pungsi lumbal

RS Tipe A
Darah rutin dan hitung
jenis
Foto toraks AP dan
lateral
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal
Sitokimia
sumsum
tulang
Imunofenotiping
Sitogenetik

Sitokimia sumsum
tulang

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 46

Alur 17b
DIAGNOSIS RETINOBLASTOMA PADA ANAK

ANAMNESIS
Tampak bintik putih pada bagian hitam bola mata
Tampak mata seperti mata kucing

PEMERIKSAAN FISIS (pemeriksaan bola mata eksternal, segmen anterior, dan funduskopi)
Leukokoria/white pupil, cats eye
Mata juling (strabismus)
Proptosis/bola mata menonjol : Tanda stadium lanjut!!
Red reflex fundus (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
RS Tipe C dan B
Darah lengkap
CT-scan
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal

RS Tipe A
Darah lengkap
Biopsi-histopatologi
CT-scan/MRI
USG mata
Aspirasi sumsum tulang
Pungsi lumbal

Serologi IgA anti EA & IgA anti


VCA
Serologi IgA anti EA & IgA anti
VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,es
ophagoscopy,
bronchoscopy)
dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti
VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,es
ophagoscopy,
bronchoscopy)
dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA anti
VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,es
Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan
PPTM di Puskesmas
ophagoscopy,
bronchoscopy)
dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohistokimia

Page 47

Serologi IgA anti EA & IgA anti


VCA
CXR
Alur 17c
CT
DIAGNOSIS OSTEOSARCOMA PADA ANAK
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,es
ophagoscopy,
bronchoscopy)
dan nasopharyngoscopy
ANAMNESIS
Biopsy : endoskopi /FNA
Nyeri
tulang, lebih terasa malam hari atau setelah beraktifitas
Patologi
Pembengkakan,
kemerahan dan teraba hangat pada daerah dimana terasa nyeri tulang
Anatomi/immunohistokimia
Terjadi gejala patah tulang setelah aktifitas rutin bahkan tanpa trauma
Gerakan terbatas pada bagian yang terkena kanker
Nyeri
tulang
belakang
yang
persisten
Serologi
IgA
anti EA
& IgA
anti
Gejala
lain
adalah
demam,
cepat
lelah, berat badan turun dan pucat.
VCA
CXR
PEMERIKSAAN
FISIS
CT
Pembengkakan
pada tulang, lebih hangat, peningkatan vaskularisasi di kulit,
MRI **
Gerakan
terbatas,
Panendoscopy(laryngoscopy,es
Pembesaran
getah bening,
ophagoscopy,
bronchoscopy)
Sesak
nafas bila metastase ke paru
dan nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohistokimia
PEMERIKSAAN PENUNJANG

PUSKESMAS
Foto tulang yang
terkena,
ada
kelainan rujuk
Laboratoriu
m
DPL,
BUN/Creat,
alk
phosphatas
e,
GOT/
GPT,
bilirubin,LD
H.
Laboratoriu
m
DPL,
BUN/Creat,
alk
phosphatas
e,
GOT/
GPT,
bilirubin,LD
H.

RS Tipe C dan B
Darah rutin, Laju
Endap
Darah
(LED)
Laktat
dehidrogenase
(LDH) dan alkali
fosfatase

RS Tipe A
Darah rutin, LED
Laktat dehidrogenase dan
alkali fosfatase
Foto tulang yang terkena dan
toraks (metastase)
Biopsi-histopatologi
CT-scan tulang

Foto tulang yang


terkena
dan
toraks
(metastasis)
Biopsihistopatologi
CT-scan tulang

Serologi IgA anti


EA & IgA anti VCA

Serologi IgA anti


EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(lary
ngoscopy,esophag
oscopy,
bronchoscopy) dan
nasopharyngoscop
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di
Puskesmas
y
Biopsy
:
endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohi

Darah rutin

Page 48

Serologi IgA anti


EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
AlurPanendoscopy(lary
17d
ngoscopy,esophag
PENGENDALIAN KANKER ANAK
PADA NEUROBLASTOMA
oscopy,
bronchoscopy) dan
nasopharyngoscop
ANAMNESIS
y
Benjolan di perut
Biopsy
:
Kebiruan di sekitar mata
endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohi
PEMERIKSAAN FISIS
stokimia
Teraba benjolan di perut
Serologi IgA anti
Proptosis
EA & IgA anti VCA
Perdarahan di sekitar mata (hematoma
CXR periorbita)
CT
MRI **
Panendoscopy(lary
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
ngoscopy,esophag
oscopy,
RS Tipe
A
RS Tipe C dan B
bronchoscopy)
dan
Darah rutin
Darah rutin
nasopharyngoscop
Fungsi
hati,
fungsi
ginjal,
Vannyl Mandelic
Fungsi hati, fungsi ginjal, feritin,
Acid
(VMA),
y
feritin,
LDH,
aspirasi
sumsum
LDH, aspirasi sumsum tulang
tulang Biopsy
:
USG abdomen atau
USG
abdomen
atau CT-Scan
endoskopi
/FNA
CT-Scan abdomen
abdomen
Patologi
Biopsi
Biopsi
Anatomi/immunohi
Metaiodobenzylguanidine (MIBG)
stokimia
Baca ulang

Serologi IgA anti EA


& IgA anti VCA

hasil PA & CT -SCAN

Serologi IgA anti


EA & IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(lary
ngoscopy,esophag
oscopy,
bronchoscopy) dan
nasopharyngoscop
y
Biopsy
:
endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohi
stokimia

Serologi IgA anti EA


& IgA anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryn
goscopy,esophagosc
opy, bronchoscopy)
dan
nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi
/FNA
Patologi
Anatomi/immunohist
okimia
Serologi IgA anti EA
& IgA anti VCA
Serologi IgA anti
CXR
EA & IgA anti VCA
CT
CXR
MRI **
CT
Panendoscopy(laryn
MRI **
goscopy,esophagosc
Panendoscopy(lary
opy, bronchoscopy)
ngoscopy,esophag
dan
oscopy,
nasopharyngoscopy
bronchoscopy) dan
Biopsy : endoskopi
nasopharyngoscop
/FNA
y
Patologi
Biopsy
:
Anatomi/immunohist
endoskopi
/FNA
Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas
okimia
Patologi
Serologi IgA anti EA
Anatomi/immunohi
& IgA anti VCA
stokimia
CXR
CT
MRI **

Page 49

goscopy,esophagosc
opy, bronchoscopy)
dan
nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi
/FNA
Alur 17e
Patologi
DIAGNOSIS LIMFOMA MALIGNUM PADA ANAK
Anatomi/immunohist
okimia
ANAMNESIS
Benjolan (>2cm) tanpa rasa nyeri dan cepat membesar, Sesak nafas, Demam,
Serologi
IgA lesu,
anti dan
EA nafsu makan berkurang
Keringat malam,
Lemah,
& IgA anti VCA
CXR
CT
PEMERIKSAAN
MRI **FISIS
Panendoscopy(laryn
Pembengkakan
kelenjar getah bening yang sulit digerakkan di
goscopy,esophagosc
leher
supraklavikula), ketiak, pangkal paha, tanpa rasa
opy,(spesifik:
bronchoscopy)
dan
nyeri.
nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi
Pembengkakan
kelenjar tunggal atau multiple pada 1 atau
/FNA
beberapa
Patologi tempat
Anatomi/immunohist
Gejala
okimiasesak nafas dan sindrom vena cava superior yang

disebabkan desakan massa di rongga dada/mediastinum

Obstruksi
(pada
limfoma di abdominal)
Serologi saluran
IgA anti pencernaan
EA
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
& IgA anti VCA

RS Tipe
C dan B
RS Tipelemah,
A
CXR
Sistemik:
demam, keringat malam,
lesu, nafsu makan
Darah
rutin,
LDH,
Foto
Darah
rutin,
CT
berkurang (berat badan turun secara progresif) LDH
toraks,
MRI **
Foto: toraks dan abdomen
Panendoscopy(laryn
Foto
abdomen , biopsi
Biopsi
goscopy,esophagosc
Aspirasi
sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang
opy,
bronchoscopy)
USG
abdomen
USG abdomen
dan
CT-Scan
CT-Scan
nasopharyngoscopy
Patologi
anatomi
Patologi anatomi
Biopsy : endoskopi
Imunohistokimia
/FNA
MRI
Patologi
Anatomi/immunohist
Serologi
IgA anti EA & IgA
okimia
anti
VCA

TAMBAHKAN
ALUR
NASOFARING
Serologi
IgACA
anti
EA & IgA !!!
anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,
esophagoscopy,
bronchoscopy)
dan
nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA
anti VCA
CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,
esophagoscopy,
Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan PPTM
bronchoscopy)
dan di Puskesmas
nasopharyngoscopy
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohistokimia
Serologi IgA anti EA & IgA

Page 50

CXR
CT
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,
esophagoscopy,
bronchoscopy)
dan
Alur 17f
nasopharyngoscopy
Systemic
Lupus
Eritematous (SLE)
Biopsy : endoskopi /FNA
Patologi
Anatomi/immunohistokimia

Alur deteksi dini pada pasien SLE dapat dilakukan dengan mengingat 11 kriteria
berupa pertanyaan, yang terangkum di dalam SALURI (Periksa Lupus Sendiri):
Serologi IgA anti EA & IgA

1. Apakah
Persendian anda sering terasa sakit, nyeri atau bengkak lebih dari tiga
anti VCA
CXR
bulan?
CT

2. Apakah
jari tangan dan atau jari kaki pucat, kaku atau tidak nyaman di saat dingin?
MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,

3. Apakah
anda pernah menderita sariawan lebih dari dua minggu?
esophagoscopy,
bronchoscopy)
dan
4. Apakah
anda mengalami kelainan
darah seperti : anemia, leukositopenia, atau
nasopharyngoscopy

trombositopenia?
Biopsy : endoskopi /FNA

Patologi
5. Pernahkah
pada wajah anda terdapat ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu yang
Anatomi/immunohistokimia

sayapnya melintang dari pipi ke pipi?


6. Apakah
andaIgA
sering
demam
Serologi
anti
EA &diatas
IgA 38 C dengan sebab yang tidak jelas?
anti VCA
7. Apakah
anda pernah mengalami nyeri dada selama beberapa hari saat menarik
CXR

nafas?
CT

MRI **
Panendoscopy(laryngoscopy,
esophagoscopy,
beristirahat?
bronchoscopy)
dan
9. Apakah
kulit anda hipersensitif terhadap sinar matahari?
nasopharyngoscopy
Biopsy
: endoskopi
10. Apakah
terdapat
protein/FNA
pada pemeriksaan urine anda?
Patologi
11. Pernahkah
anda mengalami serangan kejang?
Anatomi/immunohistokimia

8. Apakah anda sering merasa sangat lelah dan sangat lemas, bahkan setelah cukup

Bila anda menjawab Ya untuk minimal empat (4) pertanyaan, ada


kemungkinan anda terkena lupus. Segera konsultasikan dengan dokter
puskesmas atau rumah sakit setempat.
ALUR RUJUKAN SLE
Terdapat empat tugas utama sebagai dokter umum di puskesmas, yaitu :
Waspada terhadap kemungkinan penyakit SLE diantara pasien yang dirawat dan
melakukan rujukan diagnosis
Melakukan tatalaksana serta pemantauan penyakit SLE ringan dan kondisinya
stabil (pasien SLE tanpa keterlibatan organ vital dan atau terdapat komorbiditas)
Mengetahui saat tepat untuk melakukan rujukan ke ahli reumatik pada kasus
SLE.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 51

Melakukan kerjasama dalam pengobatan dan pemantauan aktivitas penyakit


pasien SLE derajat berat, merujuk ke alur 17g, di bawah ini:

Alur 17g
Rujukan systemic Lupus Eritematous (SLE)

DOKTER UMUM
PUSAT PEL. KES
PRIMER

KECURIGAAN SLE

Reumatologis/Inter
nist

Penegakan diagnosis
Kajian Aktivitas dan
derajat penyakit
Perencanaan
pengobatan
Pemantauan aktivitas
penyakit secara
teratur /terprogram

SLE derajat
ringan
SLE dengan
komplikasi/aktivi
tas meningkat

SLE Derajat sedang


dan berat
SLE
yang
mengancam jiwa

Alur
17h
Thalasemia
ANAMNESIS
Adanya riwayat thalasemia
dalam keluarga, riwayat
anemia berulang tanpa
pendarahan

PEMERIKSAAN FISIS:
Pucat
Infeksi berulang
Jantung berdebar-debar
Tidak nafsu makan
Ikterus
Bentuk muka mongoloid
Terdapat gangguan pertumbuhan
Perut membesar karena hepatomegali
/splenomegali

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
Skrining anemia mikrositik hipokrom

Rujuk
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas RS

ke
Page 52

Hindari perkawinan sesama pembawa sifat thalasemia

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 53

Pengendalian Faktor Risiko Thalassaemia


Thalessemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang mengakibatkan
berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin. Pengendalian
faktor risiko dapat dimulai dari seseorang yang memiliki thalassaemia trait/bawaan,
pembawa Thalassaemia yang sehat, maka untuk mencegah terjadinya keturunan yang
menderita thalassaemia, hindarilah perkawinan sesama pembawa sifat thalassaemia,
berikut adalah kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi jika terjadi tali perkawinan:
- Jika pasangan anda memiliki darah normal maka tidak mungkin anak-anak anda akan
menderita Thalassaemia Mayor
- Jika anda dan pasangan anda memiliki Thalassaemia Trait/bawaan maka dalam setiap
kehamilan terdapat kemungkinan satu dibanding empat, bahwa anak anda akan menderita
Thalassaemia Mayor

2.3.2. Respon Cepat Kegawatdaruratan PTM


Tindak lanjut dini, tata laksana kasus, dan respon cepat terhadap kondisi kegawatan
penyakit tidak menular harus dapat dilakukan oleh setiap petugas kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar.
Penanganan rujukan yang memadai menjadi tolak ukur keberhasilan setiap
pelayanan kesehatan yang diberikan di fasilitas layanan kesehatan dasar terhadap kasus
yang memerlukan penanganan lebih lanjut di rumah sakit.
Pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali, menilai, dan

memberikan

pertolongan pertama atau mengelolaan pada keadaan darurat PTM harus dapat dilakukan
oleh petugas kesehatan di puskesmas, yang meliputi (1) sesak napas, (2) nyeri dada, (3)
penurunan kesadaran, dan (4) trauma.

1) KEGAWATDARURATAN SESAK NAPAS


PPOK eksaserbasi dengan gejala: Sesak yang bertambah,
produksi sputum/dahak yang bertambah, perubahan
warna sputum (kuning, kehijauan atau purulen)
Asma eksaserbasi dengan gejala: meningkatnya gejala
(sesak napas, batuk, mengi, rasa berat di dada,kombinasi
gejalaKegawatdaruratan
tersebut, APEsesak
menurun)
napas ditemukan pada PPOK eksaserbasi, Asma
eksaserbasi. Bila diagnosis kedua penyakit tersebut masih ragu dapat menggunakan alur
18-a. Jika sudah dapat dipastikan serangan Asma eksaserbasi dapat menggunakan alur
18-b, dan jika PPOK eksaserbasi dapat menggunakan alur 18-c, seperti di bawah ini:

Alurdi18-a
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM
Puskesmas
Penanganan Eksaserbasi Asma/ PPOK

Page 54

Eksaserbasi Berat
Kondisi:
Kondisi:
Sesak napas berat (sesak saat
mengi
atau
dada
istirahat atau saat berjalan)
terasa berat, dahak
Frekuensi napas: >30 per menit
banyak
Gelisah
Frekuensi napas 20Nilai
respon
terhadap
pengobatan
Menggunakan otot bantu napas
Frekuensi napas 2030x/menit,
30x/menit
(otot leher & perut)
menggunakan
otot
bantu napas
APE: < 50%
Riwayat kekambuhan
Saturasi Oksigen < 90%
Riwayat kekambuhan
Gejala kronis
RESPON BAIK
RESPON BURUK
Berikan:
APE >80%
Gejala kronis
1 jam setelah penanganan,
Respon Buruk : Jika APE menurun, atau kesadaran
Berikan:
kondisi pasien:
Berikan
oksigen
APE 50 - 80%
menurun
(bingung/gelisah),
atau 4liter/menit
sesak nafas yang
Stabil
(30%)
melalui
nasal
kanul, dan
O2 kanula
hidung
memberat : RUJUK segera
Tidak sesak Berikan:
dimonitor
dengan sat
Tidak ada
respon : sampai
setelah pengobatan
awal
Salbutamol
APE perbaikan, frekuensi
O2inhalasi
diatas
(salbutamol
3x 90%
dalam sejam, kortikosteroid
nafas
berkurang
(normal
inhalasi
, dapat
O2
kanula: hidung 3- dengan Salbutamol RUJUK
diulang
setiap
20
<20x/menit)
menunggu
Pasangtransport
infuse
(iv line)
ke tempat
rujukan:
4
liter/menit Sambil
menit Kondisi
(3x dalam
1
pasien
stabil
Pasang
infus
(iv
line)
monitor saturasi >
jam)
Pasang oksigen
(30% masker 2,5
atau ug
4 liter/menit
nasal
Salbutamol
kombinasi
90%
kanul)
untuk
menjaga
saturasi
>90%
jika
memungkinkan
Pasien
diperbolehkan
pulang
dengan Ipratropium Bromida
Salbutamol
Nebulisasi 2,5 ug
Lanjutkaninhalasi
salbutamol solution
inhalasi 3x dalam
1 jam
dengan terapi: Pastikan
pasien
10-20
tetes
nebulisasi
2,5ug
atau alternatif IDT
Berikan aminofilin bolus (5-6 mg/kg BB atau setengah
menggunakan Salbutamol
oral
diulang setiap 20 menit
dapat
diulang dosis jikadapat
dengan spacer 400
12 jam sebelumnya menggunakan
2mg/kali
,metilprednisolon
20-30
(3
x
dalam
sejam)
setiap 20 menit (3 x aminofilin),dilanjutkan dengan
ug
aminofilin drip (0,5-0,7
mg/hari, prednisone oral
40
mg,
dalam sejam), Dapat mg/kgbb/jam
lima-tujuh
sekali/hari,
Jika suhu > selama
38
Jika
temperatur
> 38C
dikombinasi
dengan
(golongan
kuinolon respirasi)
amoksilin
hari,
bila
perlu, bromida Antibiotikdan/atau
dan/atau mukolitik
sputum
ipratropium
sputum
yang
dengan asam klavulanat atau ofloxacin
atau purulen
antibiotik
jika ada infeksi

Nilai
yang
purulen
inhalasi solution 10- levofloxacin
: Berikan Eritromisin (250-500
berikan
eritromisin
ulang
dalam
seminggu 20 tetes/ satu kali
mg/6jam) atau Amoksisilin
atau amoksilin
nebulisasi
dengan asam klavulanat (250
Berikan
500mg/8jam)
FOLLOW UP SETELAH SEMINGGU :
kortikosteroid
Nilai gejala (sesak nafas dan mengi) dan tanda (frekuensi nafas,
pemeriksaan
dan pulse
Nilai
ulangparu,
respon
terhadap
sistemik : injeksi
oximetry)
(iv) tatalaksana
1 mg/kg
pengobatan
sejam
Jika TIDAK ada perubahan,
sebagaiBB
eksaserbasi sedang/berat
(lihat didalam
atas).
Jika tidak ada responmetilprednisolon
terhadap pengobatan, RUJUK.
atau
analognya
Jika respon baik, lanjutkan
pengobatan
jangkapanjang
RUJUK dan follow-up
5(gunakan alur )dexamethasone
10mg/
kali
NASEHAT UNTUK PASIEN DAN KELUARGA
pemberian,
prednisone
oral
Rokok dan polusi udara di dalam
dan luar ruang adalah
risiko mayor untuk PPOK
1mg/kgBB,
5 adalah: berhenti merokok, menghindari
Hal penting untuk penderita
PPOK harus selama
bdiperhatikan
hari
debu, asap rokok, dan asap apapun
Eksaserbasi Ringan

Eksaserbasi Sedang
Kondisi:
mengi
atau
dada
terasa berat, dahak
banyak

Kondisikan
dari proses memasak
dapat
melalui jendela atau pintu
Petunjuk
Teknisasap
Penyelenggaraan
PPTM
di keluar
Puskesmas

Page 55

Memasak dengan menggunakan kayu atau karbon dilakukan di luar rumah


Jika memungkinkan, bangun oven dalam dapur dari batu bata dan terdapat cerobong asap yang
menghantarkan asap keluar
Gunakan masker untuk proteksi pernafasan atau pada area yang berdebu dan polusi

Alur 18-b Penanganan Asma


Eksaserbasi
Jika diagnosis Asma eksaserbasi
sudah
ditegakkan, dengan gejala : batuk,sesak, mengi,
dada terasa berat yang bertambah
Penilaian awal
Riwayat dan pemeriksaan fisis (auskultasi, otot bantu napas,
denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE
atau VEP1, saturasi O2). pemeriksaan lain atas indikasi

Serangan
Ringan

Asma

Serangan Asma Sedang/


Berat

Serangan Asma Mengancam Jiwa

Pengobatan awal
Oksigenasi dengan kanul nasal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi),
setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta2 injeksi (Terbutalin
0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml
subkutan)
Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat
- Tidak ada respon dengan pengobatan bronkodilator
- Dalam kortikosteroid oral
- Tidak ada respons segera dengan pengobatan
bronkodilator
Penilaian
Ulang setelah
1 jam
dalam
kortikosteroid
oral
Pem.fisis, saturasi O2
dengan
pulsoxymetri

Respons baik
Respons baik
dan stabil
dalam 60 menit
Pem.fisis
normal
APE > 70%
prediksi/ nilai
terbaik
Saturasi O2 >
90%

Respons tidak
sempurna

Respons buruk dalam


1 jam

Risiko tinggi distres


Pem.fisis : gejala
ringan sedang
APE > 50% tetapi
< 70%
Saturasi O2 tidak
perbaikan

Dirawat
Pulang
Pengobatan
dilanjutkan dengan
inhalasi agonis
beta-2
Membutuhkan
kortikosteroid oral
Edukasi penderita
Memakai obat yang
benar
Ikuti rencana
pengobatan
selanjutnya

RUJUK RUMAH
SAKIT

Inhalasi agonis beta2 anti-kolinergik


Kortikosteroid
sistemik
Aminofilin drip
Terapi oksigen
pertimbangkan kanul
nasal
Pantau APE, Sat O2,
Nadi

Risiko tinggi
distres
Pem.fisis :
berat, gelisah
dan kesadaran
menurun
APE < 30%

RUJUK RS

Pulang
Bila APE > 60% prediksi /
terbaik.
Tetap
berikan
pengobatan oral
atau
inhalasi

Perbaikan

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Kontrol
puskesmas

Page 56

Alur 18-c Serangan


Eksaserbasi

PPOK

PPOK eksaserbasi dengan gejala : Sesak yang


bertambah,
produksi
sputum/dahak
yang
bertambah,perubahan
warna
sputum(kuning,
kehijauan atau purulen)
TATALAKSANA

Eksaserbasi
Ringan
(terdapat
1
gejala disertai
keluhan
lain
mis demam)

Eksaserbasi
terdapat 2
diatas)

Sedang (jika
dari 3 gejala

Dapat
diberikan
obat
sistemik (injeksi) kemudian
dilanjutkan dengan oral

Eksaserbasi
(memiliki
3
diatas)

Berat
gejala

Pasang infus (iv


line)
Jika sesak nafas
Dapat
Salbutamol
nebulisasi
Nilai
respon
terhadap berat dan pulse
diberikan:
2,5ug dapat diulang
pengobatan
oximetry
rendah
setiap 20 menit (3 x
Salbutamol
(<90%),
dalam sejam), Dapat
inhalasi , dapat
Kombinasi
dikombinasi
dengan
diulang setiap
Ipratropium
ipratropium bromida
20 menit (3x
Bromida
solution
Respon baik
: Jika APE menurun,
inhalasi solution Respon
10-20 Buruk10-20
dalam 1 jam)
tetes
turun kesadaran, atau sesak
tetes/
satu atau
kali
inhalasi atau 2mL
APE meningkat,
frekuensi
Nebulisasi
2,5
nafas yang memberat : RUJUK
nebulisasi
ipratropium
(normal :
ugnafas berkurang
atau
segera
solution+
alternatif
IDT
<20x/menit)
Berikan kortikosteroid
salbutamol 2,5 ug
dengan spacer
sistemik : injeksiTidak
(iv) 1ada respon
2 jam
untuk: setelah
nebulisasi,
400
ug
Diperbolehkan
pulang
:
mg/kgBB/hari
dapat
diulang
dalam
pengobatan
dengan
nilai
ulang
dalam
1
metilprednisolon
atau
Mukolitik bila
setiap
20
menit
Salbutamol RUJUK
minggu
analognya
perlu
selama
1
jam)
transport ke
dexamethasone Sambil
5- menunggu
Kortikosteroid
Pastikan
pasien
Jika
10mg/
tempat
kali rujukan:injeksi
menggunakan
Salbutamol
pemberian,metilpredsi
temperatu
Pasang oksigen Jika
(30%temperatur
masker atau >
nolon
oral
24inhaler
di
rumah
:
r > 38C
204 liter/menit nasal
untuk
38C prongs)
dan/atau
40mg/hari,
prednisone
perintahkan
2
puff,
setiap
menjaga saturasi
>90% jika
dan/atau
sputum
yang
oral
1mg/kgBB, selama
4
jam,
untuk
sesak
nafas
memungkinkan purulen : Berikan
sputum
5 hari
atau
mengi
Eritromisin
(250Lanjutkan Salbutamol,
nebulisasi
jika
yang
Jika suhu >38 dan/atau
500
mg/6jam)
atau
memungkinkan (1-2 mL Salbutamol,
purulen :
sputum
yang purulen:
Resepkan prednisone
oral
Amoksisilin
berikan
antibiotik
setiap 20 menit atau kontinyu, jika
Berikan
40 mg, 1x/hari, selama 7
dengan
asam
(erythromycin, terjadi distress pernafasan berat)
Eritromisi
klavulanat
(250hari
amoksilin dengan asam
n
atau
500mg/8jam)
klavulanat)
Amoksisili
Follow up setelahNilai
1 minggu
:
RUJUK RS
ulang
respon
n dengan
terhadap pengobatan
Nilai gejala (sesak nafas, mengi) dan tanda (frekuensi nafas, pemeriksaan
asam
dam 1 jam
paru, pulse oximetry)
klavulanat
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas
Page 57
Jika TIDAK ada perubahan, tatalaksana sebagai eksaserbasi sedang/berat
(lihat di atas). Jika tidak ada respon terhadap pengobatan, RUJUK.
Jika respon baik, lanjutkan pengobatan jangka panjang dan follow-up

Alur 18c Kemungkinan diagnosis berdasarkan


keluhan nyeri dada
Tanyakan

Sifat nyeri: lokasi, menjalar, berat, kapan mulai dirasakan, berapa lama, apakah
berhubungan dengan aktifitas, apa gejala yang mengikuti (mual, muntah,
berkeringat, palpitasi, pusing)
Gambaran angina stabil kronik

Sakit di daerah pusat atau


retrosternal
Saat aktivitas, menghilang
saat istirahat
Rasa sesak, berat Waktu <
10 menit dapat menjalar ke
leher, rahang, tangan atau
perut bagian atas
Manifestasi angina bisa bukan merupakan nyeri dada, namun
dapat berupa manifestasi yang berbeda (sesak napas) : pada
wanita, orang tua, dan pasien diabetes.

2) NYERI DADA
Tanyakan

Gambaran bukan karena


nyeri akibat jantung:Lokasi
sakit dapat ditunjuk dan
berubah
dengan
perubahan posisi tubuh

KEMUNGKINAN
PENYEBABNYA:
Pleuritis,
Pericarditis,
Tromboemboli paru,
Gastritis Akut, Serangan
panik dan lain-lain

RIWAYAT PENYAKIT

Pernah mengalami sakit seperti ini, dan diagnosis (jika diketahui)


Dokumen penyakit jantung, atau diagnosis medis
Riwayat serangan jantung sebelumnya, DM, Tekanan darah tinggi dan
merokok
Riwayat keluarga: Penyakit jantung prematur (<55 tahun pada pria; <65 tahun pada
Tekanan darah, Nadi : bradikardi, takikardi, tidak teratur, Gagal jantung : S3, gallop
wanita), diabetes atau strok.
Petunjuk Teknis sPenyelenggaraan PPTM di Puskesmas
Page 58
EKG (jika memungkinkan)
a
Tangani/
Perik

Rujuk ke RS
dengan
fasilitas

Infark Miokard Akut dengan ST


elevasi

Infark Miokard Akut


tanpa ST elevasi

Angina Pektoris Tidak


Stabil

Alur 18d Keluhan Kesadaran (Tidak Sadar atau Semi-tidak sadar)


Tindakan 1
Posisikan pasien tidak sadar pada posisi lateral (kecuali curiga trauma leher)
Bebaskan jalan napas dan pertahankan
Nilai napas adekuat atau tidak (Frekuensi napas >35 x/menit, napas dangkal, atau
Tambahkan
lokasi penyebaran nyeri dada (angina) dalam bentuk gambar
napas cepat dan dalam)
Berikan terapi oksigen (non rebreathing mask > 6-10 l/menit)
Periksa sirkulasi, bila a.radialis tidak teraba pasang iv line, berikan kristaloid.
Hentikan perdarahan dengan kompresi

!!!!!

Tindakan 2 Tanyakan pada orang yang


menemani/mengenali
Tanyakan tentang riwayat trauma, konvulsi/kejang, diagnosis

3) PENURUNAN
KESADARAN
epilepsi,
hipertensi, pengobatan untuk Diabetes,

alkohol/penyalahgunaan substansi lain, penggunaan


pestisida/herbisida, riwayat alergi, sengatan serangga, gigitan ular

Tindakan 3 Pemeriksaan : glukosa darah, tekanan


darah, suhu, nadi
Pemeriksaan untuk :
Kelemahan satu sisi dan respon terhadap nyeri (misal :
cubitan)
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas
Page 59
Kesulitan bernafas
Kejang/konvulsi
Kehamilan, kaku kuduk
Pembengkakan bibir, lidah atau kulit

Tidak sadar atau Semi tidak-sadar (lanjutan)


Tindakan 4. Tatalaksana sesuai
di bawah ini
Trauma dengan TD sistolik<90
Mulai Infus i.v NaCl 0,9% dan rujuk ke RS

Konvulsi/kejang
Jika konvulsi/kejang pada kehamilan, berikan Magnesium
Sulfat (MgSO4) i.v, selama 5-15 menit. Jika tidak hamil,
berikan Diazepam 10 mg i.v atau rektal, rujuk ke RS (kecuali
diketahui Epilepsi)
Suspek anafilaksis dengan TD sistolik <90
Posisikan secara supine dan masukkan alat bantu jalan nafas
Berikan adrenalin i.m (paha samping) 0.01 mg/kg, dosis
maksimal 0.5 mg
Berikan NaCl 0.9% i.v (20 ml/kgBB, ulangi hingga total
50ml/kgBB selama 1/2 jam pertama)
Jika tidak ada respon, ulangi adrenalin setiap 5 menit
Hidrokortison i.v 100-300mg

Gula Darah 60 mg/dl

Jika dapat minum, berikan satu sendok


makan 20-30 g glukosa dicampur dengan
air, atau 1 gelas jus buah, madu, minuman
bergula. Jika tidak ada respon selama 15
menit, ulangi
Jika tidak sadar/tidak dapat minum, berikan
50 ml 50% glukosa i.v. Rujuk ke RS jika
tidak ada respon selama 10 menit
(Sebelum dirujuk jika fasilitas tersedia,
dapat dilakukan pemasangan infus dextrose
sambil dilakukan pemantauan GS secara

Keton
urin
+3
dan/atau
Glukosa darah 250 mg/dl
-

Rehidrasi dengan NaCl 0.9% 500 ml - 1 liter


selama 1 jam, sambil di rujuk ke RS

Demam > 38 C dan/atau kaku


kuduk
Gigitan ular
Antivenom jika tersedia, rujuk ke
RS

Suspek
keracunan
herbesida/pestisida
Jika agen diketahui, masukkan antidot
jika tersedia sebelum rujuk ke RS
Paralisis
Jaga jalan nafas, rujuk ke RS

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 60

Alur
18e Transient Ischemic Attack
(TIA) dan stroke
Gunakan alur berikut jika pasien mengalami secara
tiba-tiba :
Kelemahan atau kehilangan sensori pada satu sisi tubuh
atau anggota gerak
Kesulitan berbicara atau pemahaman
Gangguan penglihatan
Sakit kepala hebat atau yang tidak biasa
Gangguan keseimbangan
Tanyakan :
-Kapan hal itu terjadi? Sedang berada dimana?
Apa yang sedang dilakukan?
- Apakah mengalami kelemahan atau baal?
- Dapatkah berbicara seperti biasa?
- Apakah dapat melihat seperti biasa?
- Apakah mengalami sakit kepala?
- Apakah gejala masih terasa, atau sudah
menghilang?
- Apakah pernah TIA atau stroke sebelumnya?
- Apakah ada riwayat Hipertensi, Diabetes,
Penyakit jantung?
- Apakah merokok? Jika tidak, apakah sebelumnya
pernah merokok?
- Apakah mengkonsumsi alkohol?
- Apakah ada diagnosis lain?
- Apakah pernah ada riwayat jatuh atau trauma
sebelumnya?
PEMERIKSAAN
Derajat kesadaran
Defisit
neurologi
:
kelemahan
atau
kehilangan sensori wajah, tangan, kaki,
hemianopia, afasia, disfagia, dan lain-lain.
Auskultasi dari jantung dan leher
TD dan nadi
Gula darah

Jika pasien
memiliki defisit
neurologi yang
persisten >24
jam

RUJUK segera
ke level
berikutnya
GAMBARAN SINDROMA KORONER AKUT :

Sakit hebat di daerah retrosternal


Berlangsung selama 20 menit
Dapat disertai mual, muntah,
berkeringat dingin, palpitasi dan
pusing
Terjadi saat beristirahat menjalar ke
tangan, leher, rahang, atau perut
bagian atas
Dapat dimulai saat aktivitas dan
terus berlanjut saat istirahat
Perburukan
dari angina stabil

sebelumnya

INGAT :
SEGERA KE RS

SE : Senyum asimetris

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 61

GE : Gerak (terjadi kelumpuhan/kelemahan)

RA : Suara pelo

KE : Kebas/ baal

R : Rabun

S : Sempoyongan/ terhuyung-huyung

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 62

Kegawatdaruratan jantung (lanjutan)


Jika defisit neurologi
hilang selama 24 jam

Tatalaksana :
Aspirin (dosis pertama : 300500 mg, kemudian 75 -150
mg per hari)
Antihipertensif jika TD 140/95
mmHg atau lebih
Simvastatin (10-40 mg per
hari)
Rujuk untuk pemeriksaan lebih
lanjut :
untuk CT Scan, Ultrasound untuk
ateri karotis, ECG dan pemeriksaan
jantung jika dibutuhkan

Alur 18f Sindrom Koroner Akut


Tindakan :
Baringkan pasien,periksa tanda vital, sekaligus dilakukan anamnesa
singkat ,Pasang iv line

Tindakan : Tatalaksana :
- Berikan Oksigen 2-4 liter per menit dengan nasal kanul
- Aspirin tanpa salut gula (dikunyah) 160 300 mg , berikan secepatnya
- Isosorbide dinitrate (ISDN) sublingual 5 mg dapat diulangi 2-3 kali selama
-

selang waktu 10 menit (jika tidak ada kontraindikasi misalnya hipotensi)


Untuk nyeri dada hebat yang belum teratasi dengan obat-obat di atas,
berikan Morphine 5-10 mg IM atau IV (jika terdapat apoteker)
Lakukan pemeriksaan EKG dan enzim troponin atau CKMB.
Tindakan Rujuk ke RS secepat mungkin

Diagnosis Sindrom Koroner Akut berdasarkan munculnya 2 dari :


Gejala Infark Miokard Biomarker jantung + (Tes Troponin T kualitatif menggunakan strip, pada
layanan primer)

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 63

4) TRAUMA
Pada klien yang mengalami trauma, baik kecelakaan lalu lintas, jatuh, tenggelam, dan
terbakar memerlukan tatalaksana

Alur 18g
TATALAKSANA TRAUMA (KLL, JATUH, TENGGELAM, DAN TERBAKAR)

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 64

Keterangan Pemberian:
A. Kompresi Jantung Luar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

B.

Posisikan pasien / korban ditempat yang keras dan rata.


Posisi penolong berlutut pada samping kiri atau kanan korban .
Posisi kedua telapak tangan berada pada tulang dada pasien / korban, lengan lurus.
Lakukan penekanan pada tulang dada, lakukan dengan cepar dan kuat, jangan ragu ragu.
Lakukan penekanan sebanyak 30 kali.
Setelah 30 kali, buka jalan nafas, beri nafas buatan, dengan cara dengakkan kepala pasien /
korban, tutup
hidung dengan jari, hembuskan nafas kuat kuat ke dalam mulut korban
sebanyak 2 kali.
Bila belum ada tanda tanda kesadaran atau perbaikan dari pasien / korban, lanjutkan
kompresi jantung luar.
Hal ini terus menerus dilakukan sampai lima siklus.
Setelah lima siklus, periksa kembali denyut nadi jantung.
Bila ada denyut nadi leher, hentikan kompresi.
Bila tidak ada denyut nadi leher, lanjutkan siklus kompresi dan pemberian nafas buatan dengan
perbandngan 30 : 2.
Siklus ini terus menerus dilakukan sampai datang penolong yang lebih ahli atau syarat syarat
lain.

Pembebasan jalan napas :

Tehnik chin lift adalah meletakkan dua jari dibawah dagu kemudian hati hati angkat ke atas hingga rahang bawah terangkat kedepan.selama
tindakan ini perhatikan leher jangan sampai menengadah berlebihan.

Tehnik chin lift adalah meletakkan dua jari dibawah dagu kemudian hati hati angkat ke atas hingga rahang bawah terangkat kedepan.selama
tindakan ini perhatikan leher jangan sampai menengadah berlebihan.

Tehnik Jaw trust doronglah sudut rahang bawah ke depan hingga rahang
bawah terdorong ke depan.

Pemberian napas :

Kelingking penolong disudut rahang bawah , jari tengah dan


jari manis didagu dan mengangkat ke atas telunjuk dan ibu
jari memegang face mask agar hidung dan mulut pasien /
korban tertutup dengan rapat ( C E posisi ).

Kasus kegawatdaruratan jantung dan


penilaian: Circulation Airway Breathing
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

trauma,

tahapan

Page 65

Kasus asfiksia, misalnya karena tenggelam dan kegawatan


nafas karena terbakar, tahapan penilaian:
Airway Breathing Circulation.
Selanjutnya dilakukan penatalaksanaan dan rujukan berdasarkan hasil yang ditemukan.
Demikian juga pada kunjungan kedua penilaian terus dilakukan untuk ditindak lanjuti sebagaimana
hasil yang ditemukan dan dilakukan rencana penatalaksanaan lebih lanjut serta dilakukan
intervensi pada pasien maupun keluarga.
2.1 Upaya rehabilitatif
Rehabilitasi PTM bertujuan untuk meminimalkan komplikasi melalui pengobatan yang tepat
serta meningkatkan kualitas hidup dan lama ketahanan hidup pada penderita. Rehabilitasi
dilaksanakan pada penderita pasca stroke (survivor), pasca cedera/ kecelakaan (penyandang
cacat), DM dengan Kaki Diabetes (diabetesi), Kanker (survivor) dan lain-lain. Rehabiltasi
dilakukan dengan perawatan kasus PTM melalui kunjungan rumah (home care) dengan tenaga
terlatih dalam rehabilitasi medik. Kegiatan paliatif antara lain meliputi penatalaksanaan nyeri.
Keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikolog, sosial cultural dan spiritual,
persiapan dan selama masa dukacita (breavement). Keluhan utama pasien stadium lanjut yang
paling sering adalah nyeri. Nyeri hebat dan tidak mampu lagi diobati dengan obat standar.
Pengobatan dimaksud, dapat secara medikamentosa/obat-obatan khusus termasuk morphin
ataupun tindakan operasi. Terapi paliatif bisa dilakukan di rumah sakit atau di rumah penderita
(home care). Terapi paliatif dan bebas nyeri adalah suatu kesatuan, dengan tujuan agar tercapai
kualitas hidup yang baik, secara pribadi maupun sebagai komunitas sosial.
Tindakan yang dilakukan pada terapi paliatif sama dengan terapi utama, modalitas terapinya
meliputi operasi, kemoterapi, radioterapi, atau salah satu atau kombinasi ketiganya. Misalnya,
dilakukan operasi untuk mengeluarkan cairan di perut sehingga pasien tidak sesak, operasi atau
radioterapi untuk mengurangi besarnya tumor atau kanker supaya tidak menekan saraf sehingga
keluhan nyeri berkurang, dan lain-lain.
Salah satu upaya rehabilitatif untuk penderita DM adalah perawatan kaki Diabetes, seperti yang
tergambar dalam Alur 19, di bawah ini :

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 66

Alur 19
UPAYA REHABILITATIF PERAWATAN KAKI
DIABETES UNTUK PENDERITA DM NON ULKUS

ANAMNESIS
Identifikasi faktor risiko kaki diabetik (kalus, tinea pedis, deformitas jari, fisura, dan lain-lain

Riwayat pemakaian alas kaki dan kaos kaki sehari-hari

PEMERIKSAAN FISIK (ISKEMIK)


Pemeriksaan fisis umum
Kelainan pembuluh darah balik
(varises)
Aritmia

SEPATU
Pemakaian
alas kaki yg
sesuai

DEFORMITAS
Deformitas
jari
Pes cavus
Charcot
foot
Hallus
vagus
Hallus
rigidus

LESI KULIT
-Kalus,korn
-Deformitas kuku
-Tinea pedis
-Fisura, lepuh
-Edema, bengkak

NEUROPATI
-Refleks tendon achiles
-Persepsi vibrasi
-Persepsi tekanan

KELAINAN VASCULAR
Pulsasi arteri
pedis

Evaluasi kaki berisiko


Risiko
Tinggi

Perawatan kaki
Perawatan
kaki
non-ulkus
Edukasi
perawatan kaki
Edukasi
dan
penggunaan alas
kaki yang sesuai

Risiko
Renda
h
Edukasi
perawatan kaki

Inspeksi kaki
setiap enam
bulan

Inspeksi kaki setiap


bulan

Tambahkan teori/ point-point mengenai perawatan kaki untuk diabetes.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 67

2.2

Sistem Rujukan PPTM


Mekanisme rujukan kasus secara timbal-balik.
1. Posbindu PTM, Kader Kesehatan, dan UKBM lainnya, dapat membantu pasien untuk
menunjukkan dan atau mengantarkannya menuju fasilitas pelayanan kesehatan yang
tepat serta mampu memberikan layanan sesuai kebutuhannya.
2. Demikian pula institusi kesehatan, mulai dari Puskesmas Pembantu, Poskesdes/Bidan di
desa, dan puskesmas, sebagai institusi pelayanan kesehatan dasar terdekat di
masyarakat, dapat merujuk pasien dengan kondisi sakit cukup berat dan atau kegawatdaruratan medik, langsung ke institusi pelayanan kesehatan terdekat yang mampu
mengatasi masalahnya secara tepat, misalnya ke Puskesmas PTM yang sudah dapat
difungsikan sebagai pusat rujukan-antara, atau pusat rujukan medik spesialistik terbatas
dan bila dipandang perlu dapat langsung ke RS rujukan medik terdekat sebagaimana
disebutkan diatas, bila memungkinkan.
3. Pada kondisi Puskesmas yang tidak mampu memberi layanan rujukan medis pada kasus
dengan kondisi sakit cukup berat dan atau kegawat-daruratan medik, maka pasien harus
secepatnya dirujuk ke rumah sakit rujukan medik spesialistik terdekat. Dari pasien yang
dirujuk ke fasilitas pelayanan rujukan medik spesialistik/spesialistik terbatas, umpan balik
hasil layanan dikirim kembali kepada pengirimnya agar penyelenggaraan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh di seluruh wilayah Kabupaten/Kota berjalan dengan baik.
4. Umpan balik hasil pelayanan dan saran-saran tindak-lanjutnya, disampaikan kepada
puskesmas atau institusi pelayanan kesehatan yang mengirim semula, yang dipastikan
dapat menindak-lanjuti saran yang diberikannya, agar pelayanan dapat diselesaikan.
Pelayanan pengendalian penyakit tidak menular dan rujukan kasus, dilaksanakan secara

berjenjang, mulai dari posbindu PTM, Puskesmas, Puskesmas PTM, sampai ke Rumah sakit,
sebagai rujukan, lihat alur 20

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 68

Alur 20 Pelayanan dan rujukan kasus di puskesmas

Rujukan masyarakat

Perorangan

Rujukan
Posbindu

Rujukan Puskesmas lain


yang belum
mengembangkan
Pelayanan PTM

Puskesmas pengembangan
pelayanan PTM

Pemeriksaan Fisik
dan Penunjang

Kasus dapat ditangani di Puskesmas

Kasus dapat ditangani dgn tuntunan


dari RS rujukan

Kasus Tdk dpt ditangani di Puskesmas

Tindakan/Yankes
Sesuai SOP & Bimbingan Kemandirian Klg

Tindakan/Yankes Sesuai SPO,


dgn Bimbingan dari RS Rujukan
Terdekat, melalui Komunikasi
Radiomedik,Tlp, atau e-Health

Dirujuk ke RS Rujukan
Terdekat yang mempunyai
fasilitas memadai sesuai
dengan Kebutuhan /TPKB
Spesialis yg datang ke
Puskesmas

Monev hasil Tindakan/


Yankes di Puskesmas

Belum Sembuh, dirujuk


ke RS Rujukan/TPKB
Perkesmas

Hasil tindakan /
Yankes di RS baik,
Pasien dikembalikan
ke Puskesmas

Pasien sembuh, Pulang,


lanjutkan Rawat jalan,
follow-up

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 69

BAB III
SARANA DAN PRASARANA
Untuk terlaksananya upaya pengendalian PTM di puskesmas, sewajarnya diperlukan
pentahapan penerapan kriteria, baik menyangkut sumber daya (tenaga, anggaran/biaya,
metode/SPO, peralatan medis), obat essensial PTM.
Sesuai dengan target yang telah ditetapkan pada pedoman pengembangan pengendalian
PTM di Puskesmas bahwa pada tahun 2014 terdapat minimal satu Kabupaten/Kota
memiliki satu puskesmas pelayanan PTM yang dapat dilaksanakan di puskesmas
perawatan maupun non perawatan, tergantung pada sumber daya, sarana-prasarana yang
dimiliki. Adapun standar yang ditetapkan dimiliki oleh puskesmas untuk pelayanan PTM
adalah:
3.1 Sumber Daya Manusia

o Untuk dapat melaksanakan pelayanan PTM terintegrasi di puskesmas diperlukan


sumber daya manusia yang kompeten, terdiri dari
o 1 (satu) orang dokter umum, terlatih PTM terintegrasi, Practical approach to Lung
Health (PAL), ACLS, GELS.
o 1 (satu) orang perawat, terlatih BTCLS, GELS,
o 1 (satu) orang Bidan, terlatih GELS,
o 1 (satu) orang sarjana kesehatan masyarakat, terlatih surveilans
o 1 (satu) orang ahli gizi (minimal D3)
o 1 (satu) orang penata kesehatan lingkungan
o 1 (satu) orang fungsional penyuluh kesehatan masyarakat
o 1 (satu) orang apoteker
o Serta tenaga pendukung sesuai dengan kebutuhan puskesmas

o Upaya pelayanan PTM terintegrasi di puskesmas sebaiknya dilaksanakan dalam


satuan kerja tim dinamis, yang mendapatkan pelatihan yang terprogram, melalui
Inter-Profesional Education (IPE)/ Inter-Profesional Learning (IPL) dalam bentuk
workshop.
3.2. Peralatan medis untuk pelayanan PTM
o

Beberapa contoh peralatan dasar tersedia dalam jumlahnya cukup, antara lain:
Sarana penyuluhan PTM untuk berhenti merokok, gizi sehat, aktivitas fisik
yang terdiri dari media cetak (flipchart, lembar balik), media elektronika (CD,
kaset,sound system, monitor), media wawan muka (diskusi kelompok
terarah, wawancara dan bermain peran/rolplay ,konseling)
Sarana deteksi dini : Tensimeter merkuri, alat pengukur: TB, BB, LP,
stetoskop, EKG, Rontgen paru, peak flow meter, IVA kit, glukometer, tes
albumin urin, tes cholesterol, amphetamine test, alcohol test

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 70

Sarana penatalaksanaan kegawatdaruratan PTM: tabung oksigen, tabung


N2O/CO2, monitor 4 parameter (TD, nadi, EKG, pulseoxymetri), nebulizer,
trauma kit, spirometri, defibrillator, resusitasi kit.
Sarana pendukung seperti kreatinin, keton urine, dan troponin test, Thiroid
Check, HbA1C, CKMB (Creatine kinase Miyocardial Band), Mioglobin.
Standar pemeliharaan alat dengan melakukan kalibrasi dengan teratur dan pembuangan
limbah medis sesuai standar internasional untuk Alat suntik disposible dan sampah medis
lainnya.
3.3. Obat essensial PTM
Aminofilin
Amoxycillin
Amoxicillin + as.klavulanat
Adriamin
Adriamycin
Aspirin
Bisoprolol
Budesonid
Burnazine
Beclometasone inhaler
Cyclophospamide
Cotrimoxazole
Captopril
Codein Tablet
Doksisiklin
Dexamethason
Efedrin
Erythromycin
Furosemide
Ibuprofen
Methilprednisolon
Metronidazole
Ipratropium bromide
Ipratropium bromide +
Salbutamol
Tiotropium
Salbutamol tablet
Salbutamol inhaler

Metformin
Sulfonilurea (glibenclamide,
Glimepirid,Glikazid,
Glikuidon)
Statin(lovastatin/simvastatin)
Hydrochlorothiazide
Isosorbide dinitrate
Enalapril
CCB (nifedipine R,
amlodipine)
Glukosa Injeksi
Metotrexate
Tamoxifen
Phenoxymethyl penicillin
Paracetamol
Prednisolone

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Hydrocortisone (injection)
Salbutamol injectable
Insulin basal (NPH, Glargine,
Detemir)
Promethazine injection
Glucose injectable solution
Sodium chloride infusion
Sulfas Atropin
Heparin
Povidon Iodine

Page 71

Beberapa daftar obat kemoterapi yang sering dipakai oleh orang dengan kanker
harus diketahui oleh dokter yang bertugas di puskesmas pelayanan PTM, mengenai efek
samping obat seperti dibawah ini:

AC (Adriamin, Cyclophospamide) Benzathine benzylpenicillin (inject)

CAF (Cyclophospamide,Adriamycin,5 Fluoro Uracil)

CEF (Cyclophospamide,Epiburicin,5 FluoroUracil)

CMF(Cyclophospamide,Metrotrexate,5Fluoro Uracil) Epirubicin

Fluoro Uracil

Morphine (injection dan Oral)

MTX

Obat essensial ini harus ada di puskesmas sehubungan dengan pengendalian PTM
di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Dalam hal lama pemberian obat, karena PTM
membutuhkan pengobatan dalam waktu lama, maka obat-obatan diberikan paling sedikit
untuk waktu 1 (satu) bulan sebagaimana pedoman masing-masing penyakit dan jika tidak
ada keluhan lain yang mendesak dan perlu penanganan lebih lanjut. Dalam hal
perhitungan dan manajemen obat di puskesmas dapat dilihat pedoman dan petunjuk teknis
yang ada terkait pengadaan dan manajemen obat di puskesmas.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 72

BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN PPTM
4.1. Pencatatan
Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan pengendalian PTM menjadi bagian
penting dari pencatatan di puskesmas dan jajarannya, dengan penambahan kolom untuk
beberapa format pencatatan yang diperlukan seperti jumlah skrining maupun deteksi dini,
jumlah kasus yang ditangani, jumlah pasien yang dirujuk, secara detail mengenai
pencatatan dapat merujuk pada pedoman pengendalian yang tersedia. Disarankan untuk
tidak membuat format baru, mengingat bahwa format pencatatan kegiatan puskesmas
untuk data penyusunan profil kesehatan Kabupaten/Kota, masih tetap dibuat puskesmas.
Laporan kegiatan puskesmas, merupakan bagian dari laporan kegiatan pelayanan
puskesmas secara keseluruhan. Hasil evaluasi/penilaian kinerja pelayanan puskesmas
akan menjadi bagian dari hasil kinerja pelayanan puskesmas induknya. Bersama dengan
hasil kinerja pelayanan lainnya, akan menjadi hasil kinerja puskesmas. Pengiriman laporan
dan umpan-balik analisis hasil evaluasi kinerja pelayanan di setiap fasilitas pelayanan PTM
akan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

4.2. Pelaporan
Pelaporan pengendalian PTM di Puskesmas disesuaikan dengan format pelaporan
yang ada di Puskesmas setempat. Bila memungkinkan dalam pengembangannya dapat
ditambahkan jenis penyakit PTM lainnya. Pencatatan penyakit tidak menular di puskesmas
untuk pencatatan berdasarkan individu maupun kasus

digunakan rekam medis atau

catatan klinis (Lihat lampiran-2).

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 73

BAB VII
PENUTUP

Petunjuk teknis penyelenggaraan Pengendalian Penyakit tidak menular di


puskesmas merupakan upaya dalam mengakomodasi berbagai perkembangan di bidang
kesehatan maupun sektor lain yang berdampak pada derajat kesehatan.
Dukungan yang optimal dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun
LSM, organisasi profesi, akademisi, sangat dibutuhkan pada penerapan kebijakan
pengendalian penyakit tidak menular di Puskesmas
Buku Petunjuk teknis penyelenggaraan Pengendalian Penyakit tidak menular di
puskesmas sebagai acuan bagi

Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, dan Puskesmas, dalam mengembangkan kebijakan operasional dan


penyelenggaraan puskesmas, disesuaikan dengan kondisi dan situasi daerah.
Pengendalian PTM secara terintegrasi merupakan

kunci keberhasilan dalam

upaya pengendalian penyakit tidak menular di puskesmas PTM.

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan PPTM di Puskesmas

Page 74

Anda mungkin juga menyukai