Anda di halaman 1dari 28

PEDOMAN INTERNAL PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sesuai dengan anjuran pememrintah tentang kesehatan
yaitu 5 program kesehatan prioritas pemerintah yaitu angka kematian ibu
dan angka kematian neonatus yang masih tinggi, cakupan imunisasi
dasar lengkap, Stunting, Tuberculosis, dan pengendalian Penyakit Tidak
Menular (PTM).
Penyakit Tidak Menular (PTM) dewasa ini telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang cukup besar khususnya di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan bergesernya pola penyakit yang sering disebut dengan
transisi epidemiologi yang ditandai dengan meningkatnya kematian dan
kesakitan akibat penyakit tidak menular seperti stroke, jantung dan
diabetes mellitus . Penyebab kematian tertinggi di dunia adalah penyakit
degeneratif.
Pada tahun 2016, sekitar 71 persen penyebab kematian di dunia
adalah penyakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per
tahun. Sekitar 80 persen kematian tersebut terjadi di negara
berpenghasilan menengah dan rendah. 73% kematian saat ini
disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena
penyakit jantung dan pembuluh darah, 12% oleh penyakit kanker, 6%
oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan 15%
disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian Forum Ekonomi Dunia dan Harvard
School of Public health tahun 2015, lima jenis PTM ( penyakit
kardiovaskular, kanker, penyakit paru obstruktif kronik, diabetes melitus
dan gangguan kesehatan jiwa) akan menyebabkan kerugian 4,47 triliun
dolar Amerika Serikat atau 17.863 dolar Amerika Serikat perkapita dari
tahun 2012 sampai 2030.
Di wilayah Asia Tenggara, PTM merupakan penyebab 51%
kematian pada tahun 2003 dan menimbulkan DALYs ( Disability Adjusted
Life Years) sebesar 44% sedakan tahun 2010 penyebab 55% dari 14,5
juta kematian.
Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi PTM telah mendorong
lahirnya kesepakatan tentang strategi global dalam pencegahan dan
pengendalian PTM, khususnya di negara berkembang. PTM telah
menjadi isu strategis dalam agenda SDGs 2030 sehingga harus menjadi
prioritas pembangunan di setiap negara.
Saat ini Negara Indonesia sedang menghadapi triple burden /
beban tiga kali lipat berbagai masalah penyakit : 1. Adanya Penyakit
Infeksi New Emerging dan Re-Emerging   seperti Covid 19. 2. Penyakit
Menular belum teratasi dengan baik dan dan 3. Penyakit Tidak Menular
(PTM) cenderung naik setiap tahunnya. Akibatnya dapat dilihat dari Porsi
pengeluaran kesehatan Indonesia masih berfokus pada upaya kuratif.

Tantangan kesehatan di Indonesia salah satunya adalah terkait


dengan Penyakit Tidak Menular (PTM). Angka PTM sejak tahun 2010
mulai meningkat. Pola makan, pola asuh, pola gerak dan
pola makan seperti tinggi kalori,  rendah serat, tinggi garam, tinggi
gula dan tinggi lemak diikuti gaya hidup  sedentary lifestyle, memilih
makanan  junk food/siap saji, ditambah dengan kurangnya aktivitas fisik,
stress dan kurangnya istirahat memicu timbulnya penyakit Hipertensi,
Diabetes Militus, Obesitas, Kanker, Jantung, dan hiperkolesterol 
dikalangan Masyarakat Indonesia. Upaya kita harus terus menekan angka
kejadian PTM supaya rendah   dalam rangka mendorong pencapaian
target pembangunan kesehatan termasuk target SDGs 2030.

Dalam kurun waktu dua dekade  terakhir, PTM menjadi penyebab


utama dari beban penyakit. Pembiayaan kesehatan sebanyak 23,9% -
25% untuk pengeluaran penyakit katastropik. Pengeluaran katastropik
akan terus meningkat seiring meningkatnya angka PTM. Empat penyakit
katastropik tertinggi yaitu : Jantung, Gagal Ginjal, Kanker dan Stroke.

Riset Burden of Diseases, 2018 melaporkan bahwa penyebab


kematian telah terjadi perubahan penyebab kematian dari tahun 1990 –
2017. Stroke masih menempati urutan teratas dikemudian disusul
dengan Ischemic Heart Diseases, Diabetes Melitus (DM) dan Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) semakin meningkat. Data ini
memperkuat bahwa Penyakit Tidak Menular akan terus meningkat dan
sebagian besar dialami pada usia produktif sedangkan Tuberkulosis (TB)
bergeser menjadi penyebab kematian ke-4, walaupun terjadi penurunan,
namum penyakit ini  perlu diperhatikan karena karakteristik tempat kerja
yang spesifik seperti berkumpul dalam satu komunitas selama minimal 8
jam/hari dalam satu ruangan yang sama sehingga dapat mengakibatkan
tingginya risiko penularan TB di tempat kerja. Tahun produktif yang hilang
akibat kematian dini (Year of Lived Lost/YLL) dapat disebabkan karena
kecelakaan akibat kerja.
Berdasarkan hasil studi TNP2K dengan data dari BPJS, jumlah
kasus dan pembiayaan penyakit katastropik dari tahun 2014 hingga tahun
2018 mengalami kenaikan. Tahun 2014 terdapat 6.116.535 kasus dengan
total pembiayaan sebesar Rp 9.126.141.566.873 (9.1
Trilyun),  Sedangkan pada tahun 2018, angka kasus menjadi 19.243.141
kasus dengan jumlah pembiayaan Rp 20.429.409.135.197 (20,4 Trilyun).
Penyakit ini banyak dialami oleh usia di atas 50 tahun. Namun
berdasarkan hasil Riskesdas 2018 mendapatkan bahwa usia kelompok
dewasa (mulai 20 – 49 tahun) sudah banyak yang terkena PTM. Porsi
pengeluaran kesehatan Indonesia masih berfokus pada upaya kuratif
Hasil Riskesdes 2018 menunjukkan tingginya prevalensi penyakit
tidak menular di indonesia, seperti hipertensi (31,7%, penyakit jantung
(7,2%), stroke (8,3%), diabetes melitus (1,1%) diabetes melitus di
perkotaan (5,7%), asma (3,5%), penyakit sendi (30,3%), kamker atau
tumor (4,3%) dan kebutaan pada penduduk umur ≥ 6 tahun (0,9%).
Berdasarkan hasil rikesdes 2013, prevalensi hipertensi sebesar 25,8%,
stroke 12,1 per 1000 penduduk, diabetes melitus 6,9%, asma 4,5%,
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) 3,8%, kanker 1,4 per 1000
penduduk, hipertiroid 0,4%, penyakit jantung kororner 1,5%, gagal
jantung 0,3%, gagal ginjal kronik 0,2%, batu ginjal 0,6%, penyakit
sendi/rematik 24,7%, kebutaan pada penduduk ≥ 6 tahun 0,4%, dan
katarak pada penduduk semua umur 1,8%. Pada penduduk usia ≥ 5
tahun, gangguan pendengaran sebesar 2,6%, ketulian 0,09%, serumen
porp 18,8%, dan sekret di liang telinga 2,4%.
Hasil Sample Registration Survey (SRS) yang dilaksanakan oleh
Badan Peneliti dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
RI tahun 2014, menunjukkan bahwa proporsi kematian PTM di Indonesia
terus meningkat 71% dibandungkan tahun 1995 41,7%, 49,9% pada
2001, 59,9% pada tahun2007. Empat dari penyebab kematoian tertinggi
tahun 2014 adalah stroke 21,1%, penyakit jantung koroner 12,9%
diabetes melitus dengan komplikasi 6,7% dan hipertensi dengan
komplikasi 5,3%.
Penyakit tidak menular sendiri disebabkan oleh beberapa faktor
resiko PTM. Prevalensi beberapa faktor resiko PTM di Indonesia, yaitu
kurang konsumsi sayur dan buah 93,6%, sering mengkonsumsi
makanan/minuman manis 65,2%, kurang aktifitas fisik 48,2%, perokok
( usia ≥ 10 tahun ) 34,7%, sering mongkonsumsi makanan asin 24,5%,
obesitas (usia ≥ 18 tahun) 19,1% ( terdiri dari berat badan berlebih 8,8%,
dan obesitas 10,3%), obesirtas sentral 18,8%, sering makan makanan
berlemak 12,8%, gangguan mental emosional 11,6% dan konsumsi
alkohol4,6%. Secara nasional, prevalensi obesitas sentral tahun 2018
adalah 26.6% lebih tinggi dari prevalensi 2019 18,8%. Prevalensi
obesitas entral tertinggi DKI Jakarta 39,7%. Sebanyak 18 provinsii
memiliki prevalensi obesitas sebtral di atas angka nasional, yaitu Jawa
Timur, Bali, Riau, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku
Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Uatara, Sulawesi
Selatan, Papua Barat, Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Papua,
Gorontalo, Sulawesi Utara, dan DKI Jakarta.
Hasil Riskesdas juga menyebutkan bahwa perilaku merokok pada
remaja meningkat yakni dari 7,2 persen (Riskesdas 2013), 8,8 persen
(Sirkesnas 2016), dan kini 9,1 persen (Riskesdas 2018). Data proporsi
konsumsi minuman beralkohol pun meningkat dari 3 persen menjadi 3,3
persen.
Kecenderungan perokok meningkat pada remaja maupun balita,
masyarakat miskin tidak tertarik untuk berhenti merokok, dan belanja
rokok mengalahkan belanja kebutuhan popok. Merokok menjadi masalah
sosial ketika kebiasaan seseorang kan berdampak negatif pada orang
lain (perokok Pasif, dan aturan ya ng ada tidak efektif melindungi
masyarakatnya. Merokok dianggap sebagai budaya warisan bukan
kultural, masyarakat Indonesia adalah Friendly smoking.
Penyakit Tidak Menular  adalah penyakit yang sebenarnya kita
cegah  (preventable disease), dengan mengenali faktor risikonya dan
merubah gaya hidup  yang lebih sehat, dengan cara  CERDIK (Cek
kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktivitas fisik,
Diet yang sehat dan seimbang, Istirahat yang cukup dan Kelola stress).
Untuk menjawab permasalahan dan tantangan  kesehatan dimasa
pandemi, maka diperlukan Strategi yang harus ilakukan yaitu : a.
Memperkuat Kemampuan  Edukasi dan Komunikasi dimana saja dan
kapan saja tentang pentingnya pencegahan dan pengendalian
PTM berupa : Edukasi melalui media cetak dan elektronik,sosial mediam,
virtual zoom iklan layanan masyarakat,  atau  tatap muka dengan
menerapkan protokol kesehatan yang ketat, b. Memperkuat Jejaring
Kemitraan dengan menanamkan pemahaman yang sama tentang
pentingnya membangun dan menggalang kemitraan melalui pentahelix, 
baik antar sesama profesi kesehatan maupun dengan mitra potensial
yang memiliki visi dan misi yang sama dalam program
penanganan pencegahan dan pengendalian  PTM di
lapangan. c. Memperkuat Pemberdayaan Masyarakat  dengan mencari
pola dan strategi yang sesuai dengan karakteritik dan sosial
budaya masyarakat, dalam rangka  merancang penggerakan masyarakat,
termasuk bagaimana strategi menyampaikan pesan kesehatan  agar
masyarakat tahu, mau dam mampu  mematuhi dengan penuh kesadaran
untuk dijadikan kebiasaan dan gaya hidup berperilaku hidup bersih dan
sehat sehari – hari.

1.2 Tujuan Umum dan Tujuan Khusus


1.2.1 Tujuan Umum
Tersedianya data dan informasi epidemiologi PTM sebagai dasar
pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
evaluasi program PTM sehingga bisa menjasi pedoman bagi manajemen
Puskesmas Pagak untuk dapat melaksanakan program keselamatan
pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan puskesmas.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Tersedianya data faktor risiko PTM
2. Tersedianya data kasus PTM
3. Tersedianya informasi PTM secara terus menerus
sebagai dasar penentuan strategi pengendalian PTM
4. Tersedianya informasi PTM sebagai dasar untuk
menetapkan prioritas penanggulangan PTM di masyarakat
5. Tersedianya informasi PTM sebagai dasar perencanaan,
pemantauan, penilaian dan evaluasi program pengendalian
PTM.
6. Sebagai acuan bagi tenaga klinis dalam meningkatkan Screening
Penyakit Tidak Menular
7. Terselenggaranya kewaspadaan dini dan tanggap darurat PTM
8. Terlaksananya program Penyakit Tidak Menular secara sistematis
dan terarah.

1.3 Sasaran Pedoman


Sasaran dari pedoman ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
sasaran utama, sasaran antara, dan sasaran penunjang. Pendekatan
terhadap ketiga sasaran tersebut tidak dilakukan satu per satu berurutan
namun harus dilakukan secara terintegrasi atau bersama-sama .

- Sasaran utama
Merupakan sasaran penerima langsung manfaat pelayanan yang
diberikan yaitu masyarakat sehat, masyarkat beresiko dan masyarakan
dengan PTM berusia mulai dari 15 tahun ke atas.
- Sasaran antara
Merupakan sasaran individu atau kelompok masyarakat yang dapat
berperan sebagai agen mengubah factor resiko PTM, dan lingkungan
yang lebih kondusif untuk penerapan gaya hidup sehat. Sasaran
antara tersebut adalah petugas kesehatan, tokoh panutan masyarakat,
anggota organisasi masyarakat yang peduli PTM
- Sasaran Penunjang
Merupakan sasaran individu, kelompok atau organisasi atau lembaga
masyarakat dan profesi, lembaga pendidikan dan lembaga pemerintah
yang berperan memberi dukungan baik dukungan kebijakan, teknologi
dan ilmu pengetahuan, material maupun dana.
1.4 Ruang Lingkup Pedoman

Ruang lingkup pedoman ini meliputi pelaksanaan screening dan


pembinaan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, terkait
pengendalian PTM di Puskesmas Pagak.

1.5 Batasan Operasional

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat


non instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat, agar mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi
yang dimiliki, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan
memanfaatkan potensi setempat.

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah pemberian


informasi kepada individu, keluarga atau kelompok secara terus menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien serta proses membantu
klien agar klien tersebut berubah dari tidak tahu mnejadi tahu atau sadar
(aspek pengetahuan), dari tahu menjadi mau (aspek sikap), dari mau menjadi
mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek tindakan).

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan suatu proses


aktif, dimana sasaran/klien dam masyarakat yang harus diberdayakan harus
berperan serta serta akitf dalam kegiatan dan program yang dilaksanakan.

Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan factor internal dan


eksternal yang saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan
dinamis. Salah satu faktro eksternal dalam pemberdayaan masyarakat
adalah pendampingan oleh fasilitator pemberdayaan masyarakat.
BAB II
STANDART KETENAGAAN

2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Semua karyawan puskesmas wajib berpartisipasi dalam kegiatan


pemberdayaan masyarakat mulai dari Kepala Puskesmas,
Penanggungjawab program PTM dan seluruh karyawan. Penanggungjawab
program PTM merupakan coordinator dalam penyelenggaraan kegiatan
pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pagak.
Penanggung jawab PTM merupakan petugas yang sudah pernah melakukan
pelatihan PANDU PTM. Pengaturan dan penjadwalan program PTM
dikoordinir oleh penanggungjawab program PTM sesuai dengan
kesepakatan.

2.2 Distribusi Ketenagaan

Pengaturan dan penjadwalan program PTM dikoordinir oleh penanggung


jawab program PTM sesuai dengan kesepakatan. Selain di luar gedung
pelaksanaan posbindu PTM di puskesmas pagak juga ada Poli pandu PTM
untuk menerima rujukan pasien dari screening luar gedung (posbindu PTM).
Di puskesmas pagak sendiri penganggung jawab program PTM ada 1 yang
sudah pelatihan Pandu PTM, penanggung jawab ini berkoordinasi dengan 2
dokter umum untuk melakukan screening dan konseling faktor resiko PTM
baik di dalam gedung maupun di luar gedung secara bergantian, petugas
laboraturium untuk melakukan pemeriksaan penunjang di dalam gedung
puskesmas, 4 perawat desa dan 4 bidan desa untuk melakukan kegiatan
screening PTM di luar gedung.

2.3 Jadwal Kegiatan

BULAN
No KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Penyuluhan dan √
sosialisasi kader
kesehatan
3 Posbindu PTM di desa di √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
sertai Pengukuran dan
Pemeriksaan Faktor
Resiko Penyakit Tidak
Menular di Posbindu PTM

4 Pendampingan faktor √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
resiko PTM

5 Sosialisasi dan penetapan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √


KTR di sekolah
BAB III

STANDART FASILITAS

3.1 FASILITAS PTM DALAM GEDUNG PUSKESMAS

Selain di luar gedung kegiatan screening ptm juga dilakukan dalam gedung
melalui poli pandu PTM. Poli pandu PTM sendiri bergabung dengan poli
umum di puskemas Pagak. Setiap pasien baru dan pasien rujukan dari
posbindu PTM luargedung akan discreening di poli umum dan dilakukan
charta faktor resiko. Standart fasilitas yang ada di dalam poli pandu PTM
meliputi, Charta faktor resiko, tensi lapangan, snelenchart, form screeening
manual faktor resiko PTM, alat timbang dan tinggi badan.

Selain poli pandu PTM di kkegiatan dalam gedung puskesmas pagak cuga
ada screening berupa pelayanan deteksi dini kanker mulut rahim (Test IVA)
yang bertempat di ruang ibu dan KB. Standar fasilitas : Panduan program
IVA, tensimeter, stetoskop, kursi pemeriksaan IVA, buku register/laporan
IVA, instrumen set IVA.

3.2 FASILITAS PTM LUAR GEDUNG PUSKESMAS

Pelaksanaan kegiatan PTM luar gedung, berupa deteksi dini PTM,


Posbindu PTM, Penyuluhan PTM dan Kunjungan rumah bagi yang memiliki
risiko masalah kesehatan. Puskesmas pagak memiliki 2 set posbindu KIT
utnuk pemeriksaan luar gedung yang terdiri dari alat ukur tinggi badan, alat
ukur lingkar perut, bodyfat analizer, tensi digital, alat tes gula dan
cholesterol stick, alat untuk tes penglihatan.
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

4.1 Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan

No Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan


1. Orientasi Kader 1. Persiapan
Kesehatan - Menyiapkan sasaran kepada kader
Posbindu, masyarakat dan pemangku
kepentingan.
- Menyiapkan tempat sosialisasi
- ATK , materi LCD, Absensi
- Lembar balik
2. Pelaksanaan
- Absensi
- Pekenalan
- Penyampaian materi
- Diskusi
3. Dokumentasi dan laporan kegiatan

2. Posbindu PTM di 1. Persiapan


desa di sertai - Meyiapkan sasaran pasien penderita
Pengukuran dan PTM
Pemeriksaan Faktor - Menyiapkan form penilaian resiko PTM
Resiko Penyakit - Posbindu kit PTM
Tidak Menular di 2. Pelaksanaan
Posbindu PTM - Pengisian absensi peserta di meja 1
- anamnesa meja 2
- pengukuran tinggi badan dan berat
bedan di meja 3
- pemeriksaan tensi di meja 4
- pemeriksaan gula darah dan kolesterol
di meja 5
- pemberian terapi dan konseling di
meja 6
3. Dokumentasidanlaporankegiatan
3. Pendampingan faktor 1. Persiapan
resiko PTM - Posbindu kit
2. Pelaksanaan
- Absensi
- Anamnesa
- Melaksanakan pelayanan PTM dan
melakukan pemeriksaan ulang jika
perlu di rujuk dianjurkan dan dilakukan
pendampingan rujukan ke FKTP
3. Dokumentasi dan laporan kegiatan

4. Pembentukan KTR di 1. Persiapan


sekolah - Menyiapkan sasaran siswa sekolah
- Menyiapkan materi
- ATK , materi LCD, Absensi
2. Pelaksanaan
- Absensi
- Pekenalan
- Penyampaian materi KTR
- Diskusi
3. Dokumentasi dan laporan kegiatan
4.2 Metode
Dalam melakukan metode pelaksanaan posbindu PTM di masyaratakat
harus melalui berbagai tahapan :
1. Langkah persiapan diawali dengan pengumpulan data dan informasi
besaran masalah PTM, sarana-prasaranapendukung dan sumber daya
manusia sebagai bahan advokasi untuk mendapatkan dukungan
kebijakan maupundukungan pendanaan sebagai dasar perencanaan
kegiatan Posbindu PTM.
2. Selanjutnya dilakukan identifikasi kelompok potensial baik antara lain
kelompok/organisasi masyarakat,tempat kerja, sekolah, koperasi, klub
olahraga, karang taruna dan kelompok lainnya.
3. Sosialisasi tentang besarnya masalah PTM, dampaknya bagi masyarakat
dan dunia usaha, strategi pengendalian serta tujuan dan manfaat
Posbindu PTM. Dari pertemuan sosialisasi tersebut diharapkan telah
teridentifikasi kelompok yang bersedia menyelenggarakan posbindu
PTM.
4. Pertemuan koordinasi dengan kelompok potensial yang bersedia
menyelenggarakan Posbindu PTM. Pertemuan ini diharapkan
menghasilkan kesepakatan bersama berupa kegiatan penyelenggaraan
Posbindu PTM, yaitu :
 Kesepakatan menyelenggarakan Posbindu PTM.
 Menetapkan kader dan pembagian peran, fungsinya
sebagaitenaga pelaksana Posbindu PTM.
 Menetapkan jadwal pelaksanaan Posbindu PTM.
 Merencanakan besaran dan sumber pembiayaan.

Setelah tahap persiapan sudah terlaksana setelah itu giliran peran


puskesmas dalam kegiatan ini :

1) Memberikan informasi dan sosialisasi tentang PTM, upaya pengendalian


serta manfaatnya bagi masyarakat, kepadapimpinan wilayah misalnya
camat, kepala desa/lurah.
2) Menerima rujukan dari Posbindu PTM.
3) Memastikan ketersediaan sarana, buku pencatatan hasilkegiatan dan
lainnya
4) Mempersiapkan pelatihan tenaga pelaksana Posbindu PTM
5) Menyelenggarakan pelatihan bersama pengelola program diKabupaten
6) Mempersiapkan mekanisme pembinaan.
7) Mengidentifikasi kelompok potensial untuk menyelenggarakan Posbindu
PTM serta kelompok pendukung misalnya swasta/duniausaha, PKK,
LPM, Koperasi Desa, Yayasan Kanker, Yayasan Jantung Indonesia,
organisasi profesi seperti PPNI, PPPKMI, PGRI, serta lembaga
pendidikan.
Setelah peran puskesmas sudah di lakukan petugas penanggung jawab
PTM melakukan pelatihan kader PTM dalam melaksanakan kegiatan
posbindu PTM di masyarkat nantinya.

Materi pelatihan kader meliputi :

1. PTM dan Faktor Risiko


2. Posbindu PTM dan pelaksanaannya
3. Tahapan kegiatan Posbindu PTM :
a. Meja 1 : pendaftaran, pencatatan
b. Meja 2 : tehnik wawancara terarah
c. Meja 3 : pengukuran TB, BB, IMT, Lingkar Perut dan Analisa lemak
tubuh
d. Meja 4:pengukuran Tekanan darah Gula, Kolesterol total, pemeriksaan
klinis payudara, Uji Fungsi paru sederhana, IVA,
e. Meja 5 : konseling, edukasi dan tindak lanjut lainnya
4. Cara pengukuran Berat Badan, Tinggi Badan, Lingkar perut, IMT,Analisa
Lemak Tubuh, tekanan darah
5. Pemeriksaan glukosa darah
6. Pemeriksaan kolesterol dan trigliserida darah
7. Pemeriksaan uji fungsi paru sederhana
8. Pemeriksaan klinis payudara dan IVA (khusus dokter/bidan)
9. Pencatatan
10. Rujukan dan respon cepat sederhana
Dalam pelaksanaanya posbindu PTM dapat dilaksanakan
terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber masyarakat yang sudah ada,
di tempat kerjaatau di klinik perusahaan, di lembaga pendidikan, tempat lain
dimana masyarakat dalam jumlah tertentu berkumpul/beraktivitas secara rutin,
misalnya di masjid, gereja, klub olah raga, pertemuanorganisasi politik
maupun kemasyarakatan.

Pengintegrasian yang dimaksud adalah memadukan pelaksanaan


Posbindu PTM dengan kegiatan yang sudah dilakukan meliputi kesesuaian
waktu dan tempat, serta memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada.

Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yan


telah ada atau beberapa orang dari masing-masing
kelompok/organisasi/lembaga/tempat kerja yang bersediamenyelenggarakan
posbinduPTM, yang dilatih secara khusus,dibina atau difasilitasi untuk
melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing kelompok atau
organisasinya.

Sedangkan Posbindu PTM sendiri meliputi beberapa kegiatan


yaitu:

1. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara


sederhana tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta.
Aktifitas inidilakukan saat pertama kali kunjungan dan berkala
sebulan sekali.
2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks
MassaTubuh (IMT), lingkar perut, analisis lemak tubuh, dan
tekanandarah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan sekali.
3. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit
diselenggarakan 6 bulan sekali dan bagi yang telah mempunyai
faktor risiko PTM atau penyandang diabetes mellituspaling sedikit
2 kali dalam setahun. Untuk pemeriksaan glukosa darahdilakukan
oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat/bidan/analislaboratorium
dan lainnya).
4. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu
sehat disarankan 3 bulan sekali dan bagi yang telah mempunyai
faktor resiko 1 bulan sekali dan bagi penderita
dislipidemia/gangguan lemak dalam darah minimal 3 bulan sekali.
5. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan
setiappelaksanaan Posbindu PTM.
6. Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya
tidakhanya dilakukan jika ada penyelenggaraan Posbindu PTM
namunperlu dilakukan rutin setiap minggu.
7. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar
8. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
dilakukansebaiknya minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat,
setelah hasil IVA positif, dilakukan tindakan pengobatan krioterapi,
diulangisetelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif dilakukan
pemeriksaan ulang5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan
tindakanpengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan IVA
dilakukan oleh bidan/dokter yang telah terlatih dan tatalaksana
lanjutandilakukan oleh dokter terlatih di Puskesmas.

Selain posbindu PTM program PTM mempunyai target yaitu semua


sekolah dikawasan puskesmas Pagak harus ber-KTR. Kriteria sekolah
ber-KTR sendiri yaitu tidak di temukan orang merokok di dalam gedung,
tidak ditemukan ruang merokok di dalam gedung, tidak tercium bau rokok,
tidak di temukan putung rokok, tidak di temukan penjual rokok, tidak di
temukan asbak rokok, tidak di temukan iklan atau promosi rokok, dan ada
tanda dilarang merokok.
4.3 Langkah-langkah serta Peran Lintas Program dan Lintas Sektor

N
Kegiatan Pokok Pelaksana Program Lintas Program Lintas sektor Ket
o
1 Orientasi Kader 1. Pembuatan 1. Pembinaan Kader KADER Sumber
Kesehatan Perencanaan 2. Pelaporan ke PJ 1. Melaksanakan screening Pembiayaan
2. Penyebaran Informasi Program terkait bersama PPD BOK
Kegiatan program PTM 2. Merekap Kegiatan
3. Melaporkan Ke PPD
2 Posbindu PTM di 1. Melakukan screening 1. melakukan screening 1. Kolaborasi dengan Sumber
desa di sertai PTM pada sasaran berkolaborasi dengan kader terlatih Pembiayaan
Pengukuran dan usia ≥ 15 tahun program terkait program pelaksanaan screening BOK
Pemeriksaan Faktor PTM ( UKS, Lansia, PTM
Resiko Penyakit Tidak Prolanis, Keswa, Indra) - Pengisian absensi
Menular di Posbindu peserta di meja 1 (kader)
PTM usia ≥ 15 tahun - anamnesa meja 2
(petugas medis)
- pengukuran tinggi badan
dan berat bedan di meja
3 (kader)
- pemeriksaan tensi di
meja 4 (petugas medis)
- pemeriksaan gula darah
dan kolesterol di meja 5
(petugas maedis)
- pemberian terapi dan
konseling di meja 6
(kader dan petugas
medis)

3 Pendampingan faktor 1. Melaksanakan 1. Menginformasikan 1. Kolaborasi dengan kader


resiko PTM pelayanan PTM dan sasaran kepada pj jika ada kasus yang perlu
melakukan program terkait PTM dirujuk ke FKTP
pemeriksaan ulang jika hasil pemeriksaan
perlu di rujuk ulang.
dianjurkan dan 2. Kolaborasi dengan
dilakukan dokter FKTP
pendampingan rujukan
ke FKTP
2. Membuat form
rujukan dari posbindu
ke FKTP jika ada
kasus yang perlu di
rujuk ke FKTP
4 Pembentukan KTR di 1. Pembuatan 1. Kolaborasi dengan PJ 1. Menginformasikan kepada
sekolah Perencanaan program UKS dan sekolah untuk melakukan
Kegiatan Indera untuk screening uks dan
2. Pemberian materi penjadwalan screening Pembentukan KTR di
KTR di sekolah sekolah sekolah
3. Laporan kegiatan 2. Kolaborasi dengan sekolah
pembutan SK KTR sekolah
BAB V

LOGISTIK

Tidak kalah penting dalam pelaksanaan program PTM ini adalah


tentang ketersediaan logistic, yang berupa 1 set posbindu kitt yang
terdiri dari :.

No Kitt Posbindu PTM Jumlah

Alat Device

1. Alat ukur tinggi badan 1 buah

2. Alat ukur lingkar perut 1 buah

3. Bodyfat analyzer 1 buah

4. Tekanan darah digital 1 buah

5. Alat tes gula darah digital 1 buah

6. Alat tes kolesterol darah digital 1 buah

8. Optamologi yangterdiri dari :

 E-tumbling 2_buah

 Tali pengukur 1 buah

 Pen light 1 buah

 Occluder 1 buah
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN PROGRAM

6.1 Keselamatan Sasaran Program

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan perlu


diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi resiko
terhadap segara kemungkinan yang dapat terjadi saat pelaksanaan kegiatan.
Upaya pencegahan resiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap
kegiatan yang akan dilaksanakan. Karena kebanyakan sasaran yang datan
ke posbindu yaoitu lansia yang mempunyai resiko jatuh.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

7.1 Kesellmatan Kerja Dalam Kegiatan Posbindu PTM

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan perlu


diperhatikan keselamatan kerja karyawan puskesmas dan lintas sector terkait
dengan melakukan identifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat
terjadi saat pelaksanaan kegiatan. Contoh saat melakukan tes GDS ataupun
kolestsrol yang rawan sekali tertusuk jarum lancet.
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

8.1 Penyelengaraan Pencatatan dan Pelaporan


Penyelenggaraan penyakit tidak menular didahului dengan
identifikasi kelompok potensial yang ada di masyarakat sosialisasi dan
advokasi pelatihan petugas pelaksana program PTM serta
pembiayaannya.
Secara substansi kegiatan program PTM mengacu pada kegiatan bukan
terhadap tempat Hal ini yang membedakan program PTM dengan
UKBM lainnya . Kegiatannya berupa deteksi dini, pemantauan factor
resiko PTM serta tindak lanjut dari factor resiko PTM. Kegiatan ini
dapatnberlangsung secara integrasi dengan kegiatan masyarakat lain
yang sudah aktif seperti majelis taklim atau kegiatan puskesmas keliling.
Penyelenggaraan program PTM meliputi kegiatan wawancara,
pengukuran, pemeriksaan dan tindak lanjut dini. Wawancara
dilakukan untuk menelusuri factor resiko perilaku seperti merokok,
konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik, konsumsi alcohol dan stress.
Pengukuran berat badan, tinggi badan, indeks Massa Tubuh (iMT) lingkar
perut dan tekanan darah. Pemeriksaan factor resiko PTM seperti GDS,
kolesterol, asam urat.
Berdasarkan hasil wawancara, pengukuran dan pemeriksaan
dilakukan tindak lanjut dini berupa pembinaan secara terpadu dengan
peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang cara
mengendalikan factor resiko PTM melalui penyeluanan massal atau
dialog interaktif atau konseling factor resiko secara terintegrasi pada
individu dengan factor resiko, sesuai dengan kebutuhan masyarakat
termasuk rujukan sistematis dalam system pelayanan kesehatan
paripurna.
Rujukan dilakukan dalam kerangka pelayanan kesehatan
berkelanjutan dari masyarakat hingga ke 5asiitas kesehatan dasar
termasuk rujuk balik ke masyarakat untuk pemantauannya.
Adapun pasien yang telah terdeksi penyakit menular misalnya
penyakit hipertensi dan diabetes melitus akan dipantau tiap bulan melalui
kegiatan prolanis di puskesmas & Pemeriksaan tekanan darah dan gula
darah dipantau tiap bulan, diberikan obat tiap bulan dan melakukan
senam dan edukasi tiap minggu pertama dan ketiga tiap bulan.
Pencatatan dan pelaporann hasil kegiatan program PTM
dilakukan dengan entri di aplikasi epuskesmas yang sudah terintegrasi
dengan dinas kesehatan kabupaten malang. Petugas puskesmas
mengambil data hasil pencatatan deteksi dini untuk dianalisis dan
digunakan dalam pembinaan sekaligus melaporkan ke instansi terkait
secara berjenjang.
Hasil pencatatan dan pelaporan kegiatan merupakan
sumber data yang penting untuk pemantauan dan penilaian
perkembangan kegiatan program PTM. Pemantauan bertujuan untuk
mengetahui apakah kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan, apakah hasil kegiatan sudah sesuai dengan target yang
diharapkan dan mengidentifikasi masalah dan hambatan yang dihadapi
serta menentukan alternative pemecahan masalah.
Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap aspek masukan,
proses, keluaran atau output termasuk kontribusinya terhadap tujuan
kegiatan. Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana
tingkat perkembangan kegiatan program PTM dalam
penyelenggaraannya, sehingga dapat dilakukan pembinaan.
Pemantauan dilakukan dengan cara ;
• Analisis hasil program PTM
• Kunjungan lapangan pelaksanaan program PTM
• Sistem informasi managemen PTM
• survailaens faktor resiko PTM
Pemantauan dan penilaian program PTM dilakukan sebagai berikut :
o Pelaksana pemantauan dan penilaian adalah petugas puskesmas
( Penanggung jawab program PTM)
o Sasaran pemantauan dan penilaian adalah para petugas pelaksana
program PTM ( PPD desa binaan puskesmas)
o Pemantauan kegiatan dilakukan setiap 1 bulan sekali dan penilaian
indicator dilakukan setiap 1 tahun sekali.
o Hasil pemantauan dan penilaian ini dipergunakan sebagai bahan
penilaian kegiatan yang lalu dan sebagai bahan informasi besaran
factor resiko PTM di masyarakat serta tingkat perkembangan kinerja
program PTM disamping untuk bahan menyusun perencanaan
pengendalian PTM pada tahun berikutnya.
o Hasil pemantauan dan penilaian program PTM disosialisasikan
kepada lintas program, lintas sector terkait dan masyarakat untuk
mengambil langkah-langkah upaya tindak lanjut.

Pelaksanaan pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan program


PTM dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Obyektif dan professional
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara
professional berdasarkan analisis data yang lengkap dan akurat agar
menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang tepat
terhadap pelaksanaan kebijakan pengendalian PTM.
2. Terbuka/ transparan
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara
terbuka/transparan dan dilaporkan secara luas melalui berbagai
media yang ada, agar masyarakat dapat mengetahui
informasinya.
3. Akuntabel
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dapat
dipertanggungjawabkan secara internal dan eksternal.
4. Tepat waktu
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dilakukan sesuai
dengan waktu yang dijadwalkan.
5. Berkesinambungan
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara
berkesinambungan agar dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik
bagi penyempurnaan kebijakan.
6. Berbasis indikator kerja
Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan berdasarkan
kriteria kinerja baik indicator masukan, proses, output, manfaat
maupun dampak.
Pemantauan dan penilaian keberhasilan dari penyelenggaran
program PTM harus dilakukan dengan membandingkan indikator yang
telah ditetapkan sejak awal dan dibandingkan dengan hasil
pencapaiannya.
Beberapa target hasil deteksi dini factor resiko menjadi indicator
untuk perkembangan program PTM yaitu: merokok, konsumsi sayur dan
buah, aktivitas fisik, IMT, lingkar perut, tekanan darah, gula darah,
kolesterol total. Biaya penyelenggaraaan kegiatan program PTM dapat
berasal dari berbagai sumber ( dana desa ataupun dan BOK). Secara
bertahap, diharapkan masyarakat mampu membiayai
penyelenggaraan kegiatan secara mandiri. Selain itu juga dapat
memanfaaatkan sumber-sumber pembiayaan yang potensial untuk
mendukung dan memfasilitasi penyelenggaraan kegiatan pembinaan
program PTM.
8.2 Tindak Lanjut Hasil Posbindu PTM

Tujuan dari penyelenggaran Posbindu PTM , yaitu agar faktor risikoPTM


dapat dicegah dan dikendalikan lebih dini. Faktor risiko PTMyang telah
terpantau secara rutin dapat selalu terjaga pada kondisinormalatau tidak
masuk dalam kategori buruk, namun jika sudahberada dalam kondisi buruk,
faktor risiko tersebut harusdikembalikan pada kondisi normal.

Tidak semua cara pengendalianfaktor risiko PTM, harus dilakukan


dengan obat-obatan.Pada tahap dini, kondisi faktor risiko PTM dapat dicegah
dandikendalikan melalui diet yang sehat, aktifitas fisik yang cukup dangaya
hidup yang sehat seperti berhenti merokok, pengelolaan stres dan lain-lain.

Dengan proses pembelajaran di atas secara bertahap,maka setiap


individu yang mempunyai faktor risiko akanmenerapkan gaya hidup yang lebih
sehat secara mandiri.
BAB IX

PENUTUP

Program PTM mempunyai peran yang sangat penting dalam


pencegahan penyakit tidak menular untuk melindungi masyarakat sehat
tetap sehat, dan bagi mereka yang menyandang PTM tetap memiliki
kualitas hidup yang baik. Kegiatan ini dilakukan melalui edukasi, deteksi
dini, pemantauan dan tindak lanjut dini factor resiko PTM. Upaya ini
dimaksudkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat
terhadap adanya factor resiko PTM yang akan menimbulkan ancaman
peningkatan kasus PTM, kecacatan, kematian dini di masyarakat pinyaada
masa mendatang.

Dengan diketahuinya factor resio PTM secara dini maka factor resiko
PTM dapat dikendalikan sehingga tindak lanjut dan pengobatan akan lebih
efektif. Hal ini mengurangi beban pembiayaan kesehatan yang ditimbulkan
akibat PTM sehingga ancaman hambaan pertumbuhan ekonomi Negara
dapat dihindari.

Pelaksanaan program PTM sangat memerlukan dorongan dan


pembinaan dari tenaga kesehatan, serta dukungan lintas sector seperti
pimpinan masyarakat, kelompok organisasi, serta petugas pelaksana PTM.
Efektifitas dan optimalisasi penyelenggaraan program PTM juga
memerlukan keterlibatan dan peran aktif dari berbagai pihak serta
dukungan, fasilitasi dan pembinaan berkesinambungan.

Anda mungkin juga menyukai