Anda di halaman 1dari 17

Laporan Tugas Mandiri

“Konsep Pelayanan Kesehatan Jiwa Berbasis CMHN,


CLMHN, dan PICU”

Oleh :

Anggun Septiani

185070207111007

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA


MALANG 2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan di Indonesia pada masa depan diharapkan
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia penduduknya hidup dalam
lingkungan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada seluruh wilayah
Indonesis secara merata. Menurut Depkes (1999), untuk dapat mencapai tujuan
pembangunan kesehatan seperti yang telah disebutkan di atas, perlu dilakukan
dua upaya besar. Pertama, adanya peningkatan pencegahan dan pengurangan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Kedua, adanya
pengurangan angka kecacatan pada masyarakat, terutama pada bayi, balita,
wanita hamil, wanita melahirkan, serta wanita dalam masa nifas melalui upaya
promosi hidup sehat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
pengobatan, serta rahabilitasi.
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan
utama yang terjadi di negara maju, negara modern, dan negara industri.
Keempat masalah kesehatan utama tersebut yaitu penyakit degeneratif, kanker,
gangguan jiwa dan kecelakaan (Mardjono dalam Hawari 2001). Kesehatan jiwa
merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan atau bagian
integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas
hidup manusia yang utuh

1.2 Tujuan
1. Mengetahui konsep CMHN
2. Mengetahui konsep pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit umum yang
berupa konsep Consultation Liaison Mental Health Nursing (CLMHN)
3. Mengetahui konsep Psychiatric Intensive Care Unit (PICU)
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada PICU

1.3 Manfaat
1. Meningkatnya pengetahuan mengenai konsep CMHN
2. Meningkatnya pengetahuan mengenai konsep pelayanan kesehatan jiwa di
rumah sakit umum yang berupa konsep Consultation Liaison Mental Health
Nursing (CLMHN)
3. Meningkatnya pengetahuan mengenai konsep Psychiatric Intensive Care
Unit (PICU)
4. Meningkatnya pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada PICU
BAB II
ISI

2.1 KONSEP CMHN

2.1.1 Definisi

Comunity Mental Health Nursing (CMHN) merupakan upaya


untuk mewujudkan pelayanan kesehatan jiwa dengan tujuan agar pasien
yang tidak tertangani di masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang
lebih baik. Pelayanan kesehatan jiwa tersebut berupa pelayanan
keperawatan yang komprehensif, holistik, dan paripurna. Pelayanan
CMHN berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, rentan terhadap
stress, dalam tahap pemulihan, serta pada masa pencegahan
kekambuhan. Konsep utama Community Mental Health Nursing
(CMHN) adalah memberikan perawatan dengan metode yang efektif
dalam merespon kebutuhan kesehatan jiwa pada individu, keluarga, dan
kelompok. Komunitas menjadi dasar pelayanan keperawatan jiwa
dengan cara memberikan perawatan dalam bentuk hubungan terapeutik
bersama pasien di rumah, tempat kerja, rumah singgah, klinik kesehatan
jiwa, pusat perawatan primer, pusat krisis, rumah perawatan atau setting
komunitas lainnya.

Fokus utama dalam CMHN adalah pentingnya menjalin


kerjasama dengan keluarga, orang yang bearti bagi pasien dan kerjasama
dalam berbagai setting di komunitas. Tujuan dari CMHN yaitu
memberikan pelayanan, konsultasi dan edukasi, atau memberikan
informasi mengenai prinsip-prinsip kesehatan jiwa kepada para agen
komunitas lainnya. Tujuan lainnya adalah menurunkan angka resiko
terjadinya gangguan jiwa dan meningkatkan penerimaan komunitas
terhadap praktek kesehatan jiwa melalui edukasi. Konsep CMHN yang
paling penting adalah pemberian asuhan keperawatan kepada pasien,
keluarga, kelompok dan masyarakat dalam kondisi sehta mental,
beresiko gangguan jiwa dan mengalami gangguan jiwa dengan tanpa
melibatkan rumah sakit (Yosep, Iyus, dkk, 2014).

2.1.2 Model Asuhan Keperawtan Jiwa di Tatanan Komunitas

Secara umum model konsep CMHN adalah memberikan asuhan


kepada pasien sepanjang hayat yang meliputi semua aspek kehidupan
manusia, termasuk kebutuhan dasar, kebutuhan kesehatan fisik dan
pasien yang membutuhkan treatment psikiatri dan rehabilitasi. Model
lain dalam CMHN adalah Case Management. Model ini adalah
caramemberikan pelayanan kepada pasien secara multidisiplin. Pada
model ini selain mengkaji support system dari komunitas, juga
melakukan identifikasi dari pasien, treatment yang dilakukan, resopon
krisis, dental care, kondisi perumahan, pendapatan, dan perlindungan
hak serta advokasi. Semua kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama
terhadap pasien yang mengalami gangguan jiwa maupun yang beresiko
terkena gangguan jiwa (Yosep, Iyus, dkk, 2014).

2.1.3 Rentang Respon Keperawatan Jiwa di Komunitas

Dalam melihat fenomena keperawatan jiwa, seorang perawat


perlu melihat rentang respon sosial dari pasien di tatanan komunitas
mulai dari respon adaptif hingga respon mal adaptif. Respon adaptif
adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang dapat
diterima oleh norma-norma masyarakat. Sedangkan respon maladaptif
adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara
yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarakat.
Menurut Riyadi S dan Puerwanto T. (2013) respon adaptif dan
maladaptif tersebut adalah:
2.1.4 Populasi yang Rentan Mengalami Masalah Kesehatan Jiwa

Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase


gangguan jiwa mencapai 11,6 % dari sekitar 19 juta penduduk yang
berusia di atas 15 tahun. Sehingga dapat disimpulkan dari data tersebut
remaja, dewasa serta lansia adalah populasi yang rentan mengalami
gangguan jiwa. Selain itu dalam tahap fase tersebut, populasi dengan
faktor predisposisi dan presipitasi serta kompleksitas masalah yang
menyebabkan kondisi mengarah pada gangguan jiwa juga merupakan
fase rentan, misalnya; pengguna NAPZA, kesulitan ekonomi, PHK, dll.
2.1.5 Pelatihan Kader dan Petugas Keperawatan Jiwa Komunitas

Faktor peran kader kesehatan jiwa sangat disarankan terhadap


kesehatan pasien jiwa. Menurut Pramujiwati, dkk (2013) menjelaskan
bahwa kader kesehatan jiwa disarankan untuk ikut merawat pasien
gangguan jiwa. Rata-rata kemandirian pasien gangguan jiwa sebelum
mendapatkan perawatan dari kader dalam rentang menengah, setelah
mendapatkan perawatan dari kader kesehatan jiwa didapatkan adanya
peningkatan kemandirian oleh pasien gangguan jiwa. Perawat kesehatan
jiwa komunitas dan perawat komunitas merupakan tenaga perawatan dari
puskesmas yang bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan
di wilayah kerja puskesmas. Fokus pelayanan pada tahap awal adalah
anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa.

2.1.6 Manajemen Pelayanan CMHN

2.1.6.1 Pilar 1 : Berfokus kepada Manajemen pelayanan


2.1.6.2 Pilar 2 : Berfokus pada Pemberdayaan masyarakat
2.1.6.3 Pilar 3 : Berfokus kepada Kemitraan Lintas Sektor dan
Lintas Program
2.1.6.4 Pilar 4 : Berfokus kepada Asuhan keperawatan Kesehatan
jiwa dimana pemberian asuhan keperawatan meliputi
asuhan keperawatan jiwa sehat, resiko, dan gangguan
jiwa (Keliat, 2011).

2.2 KONSEP CLMHN

2.2.1 Latar Belakang

Pada tahun 70-an, pelayanan keperawatan kesehatan jiwa meluas


dari yang tadinya “psychiatric and mental health nursing” ditambah
dengan “psychosocial nursing”, dengan menerapkan asuhan
keperawatan psikososial pada klien sakit fisik di rumah sakit umum. Di
Indonesia pada era tersebut ada banyak rumah sakit umum yang
mempunyai unit pelayanan psikiatri, namun
belum tampak pelayanan psikososial bagi klien sakit fisik. Pelayanan
Consultation Liaison Mental Health Nursing (CLMHN) belum
berkembang dengan baik dan memerlukan upaya agar klien sakit fisik
mendapatkan pelayanan yang holistik khususnya perawatan psikososial.

2.2.2 Definisi

Consultation Liaison Mental Health Nursing (CLMHN)


dikembangkan untuk memberi pelayanan psikososial bagi klien
gangguan fisik yang dirawat di rumah sakit jiwa. Pemberian pelayanan
berdasarkan kebutuhan holistik, kontinum dan keselamatan dan
keamanan yang terjaga dengan baik. Pelatihan bagi seluruh karyawan
agarcaringdan prima dengan menggunakan komunikasi terapeutik dan
khusus untuk perawat ditambahkan dengan asukhan keperawatan
psikososial pada diagnosis keperawatan yang berkaitan dengan ansietas
dan depresi.

2.2.3 Konsep Utama CLMHN


Asuhan keperawatan yang diberikan dengan pendekatan
consultation liaison mental health nursing berfokus pada diagnosis
keperawatan yang berkaitan dengan diagnosis medis (ansietas dan
depresi) yaitu ansietas, gangguan citra tubuh, harga diri rendah
situasional, keputusasaan dan ketidakberdayaan (Keliat, B. A., Daulima
& Farida, 2007). Standar asuhan keperawatan generalis dan terapi
modalitas keperawatan jiwa telah dikembangkan untuk menyelesaikan
diagnosis keperawatan yang sering ditemukan pada klien sakit fisik yang
dirawat di rumah sakit umum. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang
terbanyak, terlama dan yang pertama melakukan kontak dengan klien
sehingga mempunyai kesempatan memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan dan masalah yang dialami klien. Jika seluruh interaksi perawat
dengan klien memberi kesan positif maka tenaga perawat dapat
berkontribusi dengan baik dalam meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan khususnya di rumah sakit umum.
Pendekatan CLMHN merupakan salah satu pilihan untuk
mewujudkannya.
2.2.4 Tujuan

Tujuan CLMHN yaitu memberi pelayanan psikososial bagi klien


gangguan fisik yang dirawat di rumah sakit jiwa. Pemberian pelayanan
berdasarkan kebutuhan holistik, kontinum dan keselamatan dan
keamanan yang terjaga dengan baik.
2.2.5 Manfaat

Manfaat adanya CMHN yaitu menurunkan disabilitas akibat


gangguan jiwa dengan pemberian pelayanan kesehatan jiwa lebih mudah
karena sistemnya adalah komunitas masyarakat.
2.2.6 Komponen

Komponen pemberi pelayanan kesehatan jiwa dalam CMHN


adalah semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat yaitu
psikiater/perawat jiwa komunitas/psikolog klinik, dan semua sarana
pelayanan kesehatan merupakan mitra kerja tim kesehatan jiwa.
2.2.7 Aplikasi CLMHN di Rumah Sakit Umum

Pelatihan CLMHN direncanakan untuk seluruh karyawan rumah


sakit umum dan untuk perawat rumah sakit umum. Kemampuan yang
direncanakan bagi seluruh karyawan (termasuk perawat) adalah sikap
caring, pelayanan prima dan komunikasi yang efektif dan terapeutik
sedangkan untuk perawat ditambah pelatihan asuhan keperawatan
psikososial. Pelatihan ini telah dilaksanakan diberbagai rumah sakit umum
di Indonesia namun belum merupakan program wajib bagi rumah sakit
umum. Untuk pelatihan bagi karyawan telah dilakukan dibeberapa rumah
sakit umum yaitu rumah sakit Siloam Karawaci (30 orang), rumah sakit
Cikini Jakarta (400 orang), rumah sakit Immanuel Bandung (440 orang),
rumah sakit Sudarso Pontianak (90 orang), rumah sakit RSCM Jakarta
(120 orang), rumah sakit Duri Riau (22 orang), rumah sakit Panti Waluyo
(40 orang), rumah sakit UKI Jakarta (90 orang), rumah sakit Duren Sawit
(40 orang), rumah sakit MRCCC Jakarta (40 orang) dan rumah sakit Dr
Iskak Tulung Agung (320 orang dan direncanakan
untuk 1000 karyawan). Sedangkan keterlibatan keluarga dalam
pelaksanaan program CMHN juga dijalankan. Keluarga membantu
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari seperti mengingatkan pasien untuk mandi dan
menyiapkan peralatan untuk mandi, melibatkan pasien dalam kegiatan
sehari-hari misalnya melibatkan pasien dalam kegiatan masyarakat dan
kegiatan sosial.
2.3 KONSEP PICU

2.3.1 Pengertian

Pediatric Intensive Care Unit ( PICU ) merupakan suatu unit


perawatan intensif untuk klien anak-anak yang memerlukan pengobatan
dan perawatan khusus, guna mencegah dan mengobati terjadinya
kegagalan organ-organ vital. Masuknya anak di PICU, merupakan suatu
peristiwa yang sangat traumatik, karena anak mendapatkan berbagai
macam stressor, seperti stressor fisik, lingkungan, psikologik dan sosial
(Wong, 2009).

2.3.2 Indikasi

Anak dengan penyakit kritis yang menjalani perawatan di ruang


perawatan khusus, mengalami kerusakan jaringan karena immobilisasi dan
tekanan peralatan medis pada kulit.Berbeda dengan ICU, PICU
merupakan bagian dari fasilitas perawatan rumah sakit yang dikhususkan
untuk anak-anak dengan rentang usia 1 bulan hingga 18 tahun. Pada
perawatan ini, anak-anak dengan kondisi sakit parah atau kritis akan
mendapatkan perawatan intensif dan pemantauan terus menerus dari
tenaga medis.

2.3.3 Pola Penanganan

Pola penanganan di PICU mengadopsi pola pendekatan di ruang


MPKP yang terdiri dari empat pilar, yaitu:
a. Pendekatan manajemen
b. Compensatory reward
c. Hubungan profesional
d. Manajemen asuhan keperawatan
Sedangkan pada ruangan PICU keempat pilar ini dilebur menjadi 2
pilar, sebagai berikut:
a. Manajemen pelayanan keperawatan (pilar I-III)
b. Manajemen asuhan keperawatan (pilar IV)
2.3.4 Alur Penerimaan Klien di PICU

Klien baru yang masuk PICU dilakukan triase dengan mengkaji


keluhan utama kliendengan menggunakan skor RUFA (1-30) dan tanda
vital. Adapun katagori klien menurut skor RUFA adalah:

a. Skor 1-10 masuk intensif I


b. Skor 11-20 masuk ruang intensif II
c. Skor 21-30 masuk ruang intensif III
2.3.5 Fase Tindakan Intensif
a. Fase intensif I (24 jam pertama)
1) Prinsip tindakan
a) Life saving
b) Mencegah cedera pada klien, orang lain dan lingkungan
2) Indikasi
Klien dengan skor 1-10 skala RUFA
3) Pengkajian
Hal-hal yang harus dikaji adalah:
a) Riwayat perawatan yang lalu
b) Psikiater atau perawat jiwa yang baru-baru ini menangani klien
(bila memungkinkan)
c) Diagnosa gangguan jiwa di waktu lalu yang mirip dengan tanda
dan gejala yang dialami klien saat ini
d) Stressor sosial, lingkungan, dan kultural yang menimbulkan
masalah klien saat ini.
e) Kemampuan dan keingginan klien untuk bekerjasama dalam
proses treatment.
f) Riwayat pengobatan dan respons terhadap terapi, mencakup
jenis obat yang didapat, dosis, respons terhadap obat, efek
samping dan kepatuhan minum obat, serta daftar obat terakhir
yang diresepkan dan nama dokter yang meresepkan.
g) Pemeriksaan kognitif untuk mendeteksi kerusakan kognitif atau
neuro psikiatrik
h) Tes kehamilan untuk semua klien usia subur.

Pengkajian lengkap harus dilakukan dalam 3 jam pertama.


Selain itu klien harus diperiksa oleh seorang psikiater/dokter umum
kesehatan jiwa (Psikiater/Medical Officer Mental
Health(MOMH)/GP+(General Practitioner)/GP++) dalam 8 jam
pertama dengan prioritas pertama adalah psikiater. Bila tidak ada
psikiater maka klien dapat ditangani oleh MOMH. Selanjutnya bila tidak
ada MOMH dapat ditangani GP+ atau GP++. Klien-klien yang berada
dalam kondisi membutuhkan penangan sangat segera harus dikaji dan
bertemu dengan psikiater/MOMH dalam 15 menit pertama.
Intervensi:
a. Fase intensif I
Intervensi untuk fase ini adalah:
a) Observasi ketat
b) Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum,
perawatan diri)
c) Manajemen pengamanan klien yang efektif (jika dibutuhkan)
d) Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah
terapi musik.
e) Evaluasi: dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah
kondisi klien memungkinkan untuk dipindahkan ke ruang intensif
II.
f) Bila kondisi klien diatas 10 skala RUFA maka klien dapat
dipindahkan ke intensif II.
b. Fase intensif II (24-72 jam)
1) Prinsip tindakan
 Observasi lanjutan dari fase krisis (Intensif I)
 Mempertahankan pencegahan cedera pada klien, orang lain
dan lingkungan
2) Indikasi: klien dengan skor 11-20 skala RUFA
3) Intervensi
Intervensi untuk fase adalah:
 Observasi frekuensi dan intensitas yang lebih rendah dari
fase intensif I
 Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah
terapi musik dan terapi olahraga
 Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah
kondisi klien memungkinkan untuk dipindahkan ke ruang
intensif III
 Bila kondisi klien di atas skor 20 skala RUFA, maka klien
dapat dipindahkan ke intensif III, bila dibawah skor 11 skala
RUFA maka klien dikembalikan ke fase intensif I.
c. Fase intensif III (72 jam-10 hari)
1) Prinsip tindakan
 Observasi lanjutan dari fase akut (Intensif II)
 Memfasilitasi perawatan mandiri klien.
2) Indikasi: klien dengan skor 21-30 skala RUFA
3) Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah:
 Observasi dilakukan secara minimal
 Klien lebih banyak melakukan aktivitas secara mandiri
 Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini
adalah terapi musik, terapi olahraga, dan life skill
therapy.
 Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan
apakah kondisi klien memungkinkan untuk
dipulangkan.
 Bila kondisi klien diatas skor 30 skala RUFA maka
klien dapat dipulangkan dengan mengontak perawat
CMHN terlebih dahulu. Bila dibawah skor 20 skala
RUFA klien dikembalikan ke fase intensif II, dan bila
dibawah skor 11 RUFA klien dikembalikan ke fase
intensif I.
2.3.6 Ketenagaan

Terdapat perbedaan struktur, staf dokter dan dokter spesialis pada


strata yang berbeda. Karakteristik ketenagaan pada ruang rawat
intensif, sebagai berikut:

• Multidisiplin
• Memerlukan tenaga yang terlatih dengan pengalaman yang lama
• Memerlukan teknologi yang substansial dan mahal
• Memerlukan dukungan dari berbagai spesialis dan sub-spesialis
• Memerlukan infrastruktur yang ekstensif termasuk pelayanan
radiologi, laboratorium, dukungan administrasi, farmasi dan
farmakologi, profesi yang berhubungan dengan kesehatan (termasuk
fisioterapi, ahli gizi, ahli teknologi klinis).
Pelayanan PICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:

• Resusitasi jantung paru.


• Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator sederhana.
• Terapi oksigen.
• Pemantauan elektrokardiogram (EKG), pulse oxymetri terus menerus.
• Pemberian nutrisi enteral dan parenteral.
• Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh.
• Pelaksanaan terapi secara titrasi.
• Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai kondisi pasien.
• Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama
transportasi pasien gawat.
• Kemampuan melakukan fisioterapi dada.
2.4 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PICU

Manajemen keperawatan pada PICU yaitu Planning(Visi, misi, filosofi,


rencana jangka panjang, menengah, dan pendek), Organizing: case management,
Struktur Organisasi (Daftar Pasien, Daftar Dinas Directing:Komunikasi
Supervisi, Penyelesaian konflik ,Manajemen waktu, Delegasi) dan Controlling
(Indikator mutu umum, Indikator mutu khusus, Audit dokumentasi). Proses
keperawatan harus mencangkup pengkajian, diagnosis, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.

2.4.1 Peran Perawat di PICU

Peran perawat kesehatan jiwa di PICU mempunyai peran yang


bervariasi dan spesifik (Dalami, 2010). Aspek dari peran tersebut meliputi
kemandirian dan kolaborasi diantaranya adalah yang pertama yaitu sebagai
pelaksana asuhan keperawatan, yaitu perawat memberikan pelayanan dan
asuhan keperawatan (praktisi) jiwa kepada individu, keluarga dan
komunitas.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ada banyak konsep pelayanan kesehatan yang dapat diterapkan pada tatanan
keperawatan jiwa. Konsep tersebut diantaranya yaitu Comunity Mental Health
Nursing (CMHN), Consultation Liaison Mental Health Nursing (CLMHN), dan
Pediatric Intensive Care Unit ( PICU ). Pada setiap konsep pelayanan kesehatan
jiwa memiliki kespesifikan intervensi yang berbeda satu sama lainnya. Perbedaan
tersebut diantaranya didasarkan pada tatanan pelayanan kesehatan yang
diintervensi. Tatanan pelayanan kesehatan tersebut diantaranya yaitu komunitas
maupun tatanan pelayanan kesehatan pada anak. Setiap konsep tersebut harus
diterapkan sesuai dengan kelompok yang diberi intervensi.

3.2 Saran
Mahasiswa keperawatan sebaiknya mengetahui dan memahami dengan baik
seputar konsep pelayanan kesehatan jiwa. Sebagai calon tenaga keperawatan
profesional, sangat penting untuk memahami dengan baik terkait konsep pelayanan
kesehatan jiwa tersebut. Hal itu diharapkan ketika terjun di dunia professional akan
dapat memberikan intervensi keperawatan yang terbaiknya sesuai dengan tatanan
kelompok yang diintervensi.

Daftar Pustaka

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMH


Basic. Jakarta: EGC.
Muhitd, Abdul, 2015, Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi, Penerbit
Andi, Yogyakarta
Nurhalimah, 2016, Modul Bahan Ajar Cetak: Keperawatan Jiwa, KEMENKES
RI

Yosep, iyus, 2011, Keperawatan jiwa (edisi revisi) Bandung : Refika Aditama

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1993), Pedoman Penggolongan


Diagnosis Gangguan Jiwa, Direktorat Kesehatan Jiwa ,Jakarta

Keputusan Kemenkes RI No. Hk.02.02/Menkes/73/2015 tentang Pedoman


Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa

Yusuf, A, Fitryasari ,RPK, & Nihayati, HE, 2015, Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta.

Zaini, M, 2019, Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial Di Pelayanan Klinis Dan
Komunitas, Deepublish Publisher, Sleman

Azizah LM, Zainuri, I, & Akbar, A,2016, Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa: teori dan
aplikasi praktik klinik, Indomedia Pustaka,Yogyakarta.
Dewi, Sari K, 2012, Buku Ajar Kesehatan Mental, Lembaga Pengembangan dan
Penjaminan Mutu Pendidikan Universitas Diponegoro, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai